• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menolak Bodoh Pemilu dan Korupsi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menolak Bodoh Pemilu dan Korupsi (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

[Menolak Bodoh] Pemilu dan Korupsi

Selamat malam. Kali ini, Kajian Strategis Dema Fisipol hadir ke hadapan pembaca dengan membawa tema “Pemilu dan Korupsi”. Tulisan kali ini akan menjadi pamungkas dari seri pertama gerakan menolak bodoh yang diharapkan mampu mengubah cara pandang teman-teman dalam menanggapi Pemilu dan proses partisipasi yang mencirikan kita sebagai seorang yang tahu dan mau tahu dalam rangka meningkatkan partisipasi demokrasi yang menjadi esensi dari gerakan ini. Tulisan ini merupakan hasil riset dan diskusi yang kemudian ditulis oleh Staf Kajian Strategis ... .Terima kasih kepada ... atas diskusi yang ... Konten tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kajian Strategis Dema Fisipol.

Pembuka

Setelah sebelumnya kita telah berbicara mengenai intoleransi, bencana alam, dan ekonomi, Gerakan Menolak Bodoh kali ini akan berbicara mengenai topik: “Pemilu dan Korupsi”. Sebuah topik yang sekiranya layak menjadi tema besar dalam sebuah pertunjukan drama di Indonesia. Mengapa? Pasalnya, tindakan yang bernama korupsi ini selalu hadir ditengah kita menampilkan drama yang mengharu biru dan penuh menegangkan layaknya drama sinetron di televisi yang ceritanya tak kunjung selesai, yang kemudian membuat sebagian orang pun ingin mengetahui bagaimana akhir dari ceritanya. Namun sebagian lainnya menjadi muak karena cerita dari drama ini tak kunjung selesai. Pemain drama (baca: koruptor) yang sangat piawai dalam beraksi ini tidak lain adalah para aktor-aktor politisi, birokrat, pegawai negara sipil, dsb. Mereka adalah orang-orang terpilih yang memiliki kewenangan dalam mengambil pelbagai kebijakan yang hendak diembannya. Akan tetapi yang terjadi adalah, mereka mengabaikannya. Ini adalah cermin yang menunjukkan bahwa politik yang seharusnya menjadi ladang pengabdian kini telah berubah maknanya menjadi ladang pengabaian.

Korupsi: Kejahatan Yang Tidak Termaafkan

Berbicara tentang korupsi, nampaknya kita harus merujuk setidaknya kepada dua hal. Pertama, melalui pendekatan historis. Fiona Robertson-Snape1 (1999) memperkenalkan cultural determinisme dimana pendekatan ini seringkali digunakan sebagai acuan ketika mempelajari penyebab terjadinya korupsi bahwa penjelasan kultural praktik korupsi di Indonesia selalu dihubungkan dengan bukti-bukti kebiasaan-kebiasaan kuno orang jawa

1 Adalah seorang seorang penyokong determinisme kultural penyebab korupsi di Indonesia. Dalam sebuah

(2)

dimana pada waktu itu, kebiasaan yang mereka lakukan adalah menghisap orang lain melalui cara-cara yang tidak manusiawi sepeti: pemberian upeti kepada penguasa, kerja paksa, lintah darat, dsb. Kedua, secara teoritik, ada seorang ilmuwan bernaman Ramirez Torres. Dia memiliki rumus (Hasil > Hukuman x Kemungkinan). Dari persyaratan tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau perhitungan, bukan hanya sekedar hasrat. Seseorang akan berlaku korupsi jika hasil yang didapat dari hasil korupsi lebih tinggi dari hukuman yang diperoleh dengan kemungkinan tertangkapnya yang kecil.

Dari kedua hal tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya tradisi korupsi itu sudah ada didalam tubuh masyarakat Indonesia. Tradisi yang kemudian membudaya ini telah menjadi satu dengan struktur yang ada di masyarakat karena sudah berlangsung dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya hingga akhirnya sampai pada generasi kita hari ini. Dalam konteks negara modern, nampaknya korupsi dapat dilakukan dengan berbagai cara yang cerdik. Seiring majunya pola pikir manusia, mereka para pemain drama ini berakting secara pintar. Namun jika kita mendengar istilah: sepintar-pintarnya tupai melompat, pasti akan terjatuh juga, kita akan dengan mudahnya menganalogikan istilah tersebut dalam konteks drama korupsi yang dilakukan oleh para politisi di negera ini. Mereka telah mencipta banyak kekacauan di negara ini yang pada akhirnya telah merugikan keuangan negara, bahkan jika kita telusuri jauh lebih dalam, pihak yang sesungguhnya dirugikan adalah rakyat.

Dari penjelasan diawal, dapat kita katakan bahwa korupsi adalah perbuatan mencuri, mengambil yang bukan haknya, menyelewengkan uang negara dan masih banyak pengertian lain tentang korupsi yang intinya adalah tindakan tidak terpuji. Pendanaan yang berasal dari rakyat berupa pajak telah disulap oleh para pemain drama ini menjadi mobil mewah, rumah mewah, dan segala pilihan yang tersedia akan kemewahan dunia.

Ketika uang rakyat yang berupa pajak itu di korupsi, maka sama saja para pemain drama ini mengkhianati rakyat. Ini adalah sebuah kejahatan yang tidak termaafkan. Demikian, korupsi menjadi sebuah fenomena yang marak terjadi akhir-akhir ini. Korupsi akan terus berlangsung selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi.2

Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, semakin besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.

Kemudian, kesalahan dalam memahami arti sukses juga memiliki dampak yang cukup luar biasa. Sejak kecil, kita selalu dicekoki oleh doktrin-doktrin yang mengatakan bahwa

2 Ansari Yamamah, “Sistem Politik Mendewakan Materi Penyebab Korupsi”, Republika, 14 Desember 2009,

(3)

sukses itu adalah ketika kamu punya uang banyak, sehinga kamu dapat membeli apapun yang kau mau. Mobil mewah, rumah mewah, dan segala kemewahan yang selalu dipandang dalam arti sukses. Padahal, arti sukses tidaklah sesempit dan sesederhana kata kemewahan. Perlu kalian ketahui, bahwa arti sukses pada hakikatnya tidaklah selalu identik dengan kemewahan. Sebut saja Bill Gates, seorang pengusaha terkaya didunia. Dia mengartikan kata sukses adalah ketika setiap orang di dunia memiliki personal computer dirumahnya. Beda lagi ceritanya dengan Gadjah Mada, seorang patih Kerajaan Majapahit. Sukses menurutnya adalah ketika dia berhasil mempersatukan nusantara. Inilah sikap yang seharusnya diubah agar tidak terjadi kesalahan dalam mendefinisikan sukses dan tidak melulu menjadikan sukses sebagai keadaan dimana kita memiliki segala kemewahan. Selain itu, sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi cobaan dan godaan, gaya hidup yang konsumtif, atau bahkan sikap malas bekerja yang selalu ingin mendapatkan hasil yang instan. Itu semua adalah faktor internal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan korupsi.

Untuk melihat faktor eksternal, Indonesia Corruption Watch (ICW) telah menghimpun empat indikator penting3. Pertama, faktor politik. Perilaku korup seperti

penyuapan, politik uang adalah sebagian kecil dari tindakan tidak terpuji. Hal ini terjadi karena kondisi politik di Indonesia yang sangat semrawut. Sebagai contohnya, pemilu. Pemilu yang seharusnya menjadi tempat memilih calon wakil rakyat yang bersih dan amanah justru menghasilkan tokoh-tokoh yang tidak sesuai dengan harapan. Ada jual beli suara, adapula kegiatan politik uang, dan masih banyak tindakan lainnya. Hal ini membuat makna demokrasi menjadi berubah. Demokrasi kini identik dengan kata mahal. Setiap orang yang tidak memiliki uang atau modal yang cukup akan kalah dengan sendirinya. Jika mereka berhasil lolos ke kursi parlemen, tentunya mereka akan cenderung bergerak ke arah pemikiran bahwa saat saya kampanye dulu, saya telah mengeluarkan biaya sekian banyak. Dan saat ini saya sudah duduk di kursi parlemen, maka setidaknya saya harus mendapatkan uang yang lebih besar dari yang saya keluarkan saat saya kampanye dulu. Lebih menyakitkan lagi adalah ketika melihat banyak caleg yang gagal. Mereka telah mengeluarkan sekian banyak modal dalam kampanye, namun pada kenyataannya mereka tidak berhasil duduk di kursi parlemen. Jika tidak siap, depresi dan frustasi mengancam psikologis para caleg yang kalah bertarung4. Inilah dampak yang kemudian dikenal bernama post electoral depression.

3 Indonesia Corruption Watch (2000), “Peran Parlemen Dalam Membasmi Koruptor”.

4 Maya Sofia, Marlina Irdayanti, “Daftar Rumah Sakit Yang Sediakan Kamar Untuk Caleg Stres”, Viva News,

(4)

Kedua, faktor hukum. Agak riskan dalam melihat kenyataan hukum di Indonesia. Banyak opini yang mengatakan bahwa hukum yang ada di Indonesia hanya ada untuk si miskin. Tidak ada penegakan hukum yang seadil-adilnya. Mereka yang memiliki jabatan/pangkat tinggi, kelebihan harta, dan lainnya kerap kali menjadi aktor yang sulit untuk di lawan meskipun dengan hukum. Ini adalah salah satu bentuk kelemahan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Selain itu, ada satu hal lain yang membuat hukum di Indonesia itu menjadi lemah, yakni lemahnya perundang-undangan. Banyak hal yang membuat lemahnya perundang-undangan misal: tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga menimbulkan multi-tafsir diantara pakar hukum dan masyarakat luas. Selain itu peraturan perundang-undangan juga sering kontradiktif dan overlapping, sehingga menimbulkan pertentangan antara satu undang-undang dengan undang-undang yang lainnya.

Ketiga, faktor ekonomi. Sistem penggajian yang tidak layak juga bisa mendorong seseorang untuk melakukan korupsi. Oleh karena itu, pihak penyelenggara negara sebaiknya menerapkan sistem penggajian yang layak disertai dengan program reward and punishment. Ini akan sangat membantu dan menimbulkan konsekuensi logis. Ketika seseorang telah melakukan suatu tindakan yang mendorong kemajuan organisasi tempat dia bernanung, maka dia berhak untuk menerima reward tetapi sebaliknya, jika dia melakukan pelanggaran atas dasar tata tertib yang telah disepakati bersama, maka dia harus mendapatkan punishment

sesuai dengan perbuatannya.

Keempat, faktor organisasi. Organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang luas termasuk pengorganisasian masyarakat. Organisasi biasanya mengambil andil dalam terjadinya proses korupsi. Maksudnya adalah ketika semua orang yang ada dalam organisasi tersebut bertindak salah dan menyeleweng tetapi tidak ada seorangpun yang merasa dirinya salah atau bahkan mereka merasa tetapi tidak mampu keluar dari sikap salah tersebut dikarenakan mereka tidak mampu untuk menanggung beban diasingkan atau dikucilkan yang akan didapat ketika mereka tidak ikut serta dalam sistem organisasi yang salah. Dapat dikatakan bahwa strukturlah yang mendorong kita untuk berlaku salah yang dalam konteks ini kita sebut korupsi.

Penutup

(5)

Melalui gerakan menolak bodoh ini, kami mengajak teman-teman sekalian untuk tidak melulu mengutuk kegelapan. Kami lebih senang mengajak teman-teman sekalian untuk sama-sama menyalakan lilin. Gerakan menolak bodoh membuat alternatif solusi yang rasa-rasanya mudah untuk dilakukan tetapi memiliki dampak yang cukup signifikan jika diterapkan atau dilakukan secara berjamaah.

Gerakan menolak bodoh memiliki esensi untuk meningkatkan partisipasi. Dalam hal ini bukan sikap sok tahu dan tidak mau tahu yang menjadi rujukan, melainkan sikap tahu dan mau tahu. Kami mengajak teman-teman sekalian untuk menerima strategi partai yang tidak memakai uang sebagai instrumen utama dalam berkampanye. Jauhi politik uang, karena politik uang tidaklah mencerdaskan kita semua. Politik uang selalu hadir ditengah masyarakat karena uang merupakan instrumen utama dalam kegiatan berdemokrasi di Indonesia. Inilah yang membuat persepsi bahwa yang namanya demokrasi itu mahal harganya. Oleh karena itu, sejak hari ini, mulai detik ini, jangan pilih caleg yang melakukan kampanye dengan instrumen uang, sembako, atau lainnya. Percayalah bahwa suara kita jauh lebih mahal ketimbang harga sembako atau sejumlah uang yang diberikan oleh para caleg.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lain oleh Haryadi dan Setiastuty (1994) mengenai kontaminasi aflatoksin pada 30 sampel kacang yang masih mentah dan telah diproses yang diperoleh dari

Sebagai bagian dari anak bangsa, Lembaga kajian Pelopor Maritim (PORMAR) Indonesia, adalah sebuah lembaga kajian di bidang maritim yang beranggotakan para pakar, praktisi,

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi-terbagi (RPTT), dengan 3 faktor perlakuan, yaitu: Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral sebagai petak utama

Walaupun untuk komoditas padi sawah mengalami peningkatan luas panen sebesar 1,53 ribu hektar atau 0,43 persen bila dibandingkan tahun 2013, tetapi produksi padi sawah

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah UMK tidak berpengaruh terhadap jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah, jika UMK mengalami perubahan maka jumlah tenaga kerja

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/2007 tentang pedoman umum Penetapan Indikator Kerja Utama di Lingkungan Instansi

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus, Jakarta: Balai Pustaka, p.. Selain itu juga, ketika belajar menari bersama orang tuanya sang

Naskah kirim ulang sudah kami terima hari ini, untuk melengkapi naskah yang pernah dikirimkan ke kami sekitar Pebruari 2012.. Naskah tsb masih menunggu giliran untuk direview oleh