KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
HARY RACHMAT RIYADI
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI
PARANGTRITIS PASCA TSUNAMI DAN GEMPA BUMI DI KABUPATEN
BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
Skripsi ini.
Bogor, 31 Januari 2008
HARY RACHMAT RIYADI. Analisis Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai
Parangtritis Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY.
Dibimbing oleh SUHARNO.
Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Negara Republik Indonesia,
khususnya di kawasan pesisir pantai akhir-akhir ini, membuat banyak wisatawan
takut untuk melakukan kunjungan wisata. Salah satu daerah wisata yang terkena
dampak adalah Obyek Wisata Pantai Parangtritis. Adanya kejadian tersebut
berdampak terhadap penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah Pantai
Parangtritis. Padahal kalau dilihat daerah kawasan wisata Pantai Parangtritis pasca
gempa bumi dan tsunami tidak mengalami kerusakan yang berarti, akan tetapi
persepsi wisatawan yang memandang bahwa daerah OW Pantai Parangtritis
merupakan daerah yang rawan bencana gempa, membuat daerah ini menjadi salah
satu daerah yang dijauhi wisatawan untuk dikunjungi. Kurangnya promosi atau
pemberian informasi ke publik tentang kondisi pariwisata Pantai Parangtritis
merupakan salah satu faktor penyebab utama penurunan jumlah wisatawan.
Dalam melakukan analisis strategi pemasaran peneliti menggunakan alat analisis
berupa Matriks
Internal Factor Evaluation
(IFE), Matriks
External Factor
Evaluation
(EFE), Matriks
Internal-External
(IE) dan juga Matriks SWOT (
Strength,
weakness, opportunities and threats
). Dari hasil pengolahan data diperoleh
kesimpulan bahwa kondisi internal Dinas Pariwisata Bantul berada pada posisi
rata-rata, begitu pula dengan kondisi eksternalnya juga berada pada posisi rata-rata.
Sedangkan kondisi kepariwisataan obyek wisata Pantai Parangtritis pasca gempa
bumi dan tsunami sedang mengalami kemunduran (bisa dilihat dari penurunan jumlah
kunjungan wisatawan), akan tetapi uniknya persaingan antara industri wisata yang
dihadapi oleh Dinas Pariwisata Bantul tidak terlalu mempengaruhi kinerja dinas atau
tidak terlalu
significant
. Kemudian dari hasil analisis SWOT didapatkan bahwa
alternatif strategi pemasaran yang paling tepat adalah melakukan kerjasama dengan
agen-agen perjalanan dalam memasarkan produk, dan juga dengan mempromosikan
kondisi saat ini dari obyek wisata Pantai Parangtritis melalui media publikasi seperti
media cetak, media elektronik maupun internet yang intinya memberitahukan bahwa
pantai parangtritis saat ini aman untuk dikunjungi.
Penulis menyarankan dalam pembuatan materi promosi diharapkan pihak
pengelola dapat memberikan pesan-pesan yang dapat meyakinkan wisatawan
sehingga mau berkunjung ke obyek wisata Pantai Parangtritis, seperti dengan
memasukkan data jumlah personel keamanan (
life guard)
, jumlah peralatan
keselamatan, dan juga sistem informasi peringatan dini untuk bencana gempa bumi
dan tsunami.
KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HARY RACHMAT RIYADI
C44104070
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY
Nama Mahasiswa
: Hary Rachmat Riyadi
NRP
: C44104070
Program Studi
: Manajemen Bisnis Dan Ekonomi Perikanan-Kelautan
Disetujui,
Pembimbing
Dr.Ir. Suharno, M.Adev.
NIP. 131 649 403
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
Puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
“Analisis
Strategi Pemasaran Pariwisata Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi
dan Tsunami di Kabupaten Bantul DIY”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
merumuskan strategi alternatif pemasaran wisata Pantai Parangtritis. Penelitian ini
dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober 2007.
Pada kesempatan ini saya ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dorongan, hingga usulan penelitian ini selesai ditulis,
terutama kepada Bapak Dr.Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen pembimbing skripsi
dan juga Bapak Prof.Dr.Ir. Tridoyo Kusumastanto,Ms. selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi, juga kepada orangtua
dan keluarga atas segala dukungannya dan kawan-kawan yang telah memberikan
semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Selain itu, saya juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Narni Farmayanti, M.Sc dan Bapak
Ir. Gatot Yulianto, M.Si atas kesediaannya menjadi Tim Penguji. Akhir kata, semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan atau menggunakannya.
Bogor, 31 Januari 2008
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Juni 1985 dari Bapak yang
bernama (alm) Abdul Hamid dan Ibu Fatukah. Penulis merupakan putra ke delapan
dari delapan bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU 39 Jakarta. Pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Manajemen
Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif
dalam aktifitas organisasi mahasiswa yaitu sebagai Sekretaris HIMASEPA
(2006-2007), Ketua Himpunan Alumni SMU 39 Jakarta untuk IPB (2005-2006) dan Wakil
Ketua Seminar Nasional Undang-undang Perikanan (2006).
Hak cipta milik Hary Rachmat Riyadi, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi
DAFTAR TABEL... i
2.4. Pembobotan Faktor Penentu Eksternal... 13
2.5. Analisis Lingkungan Internal ... 14
2.11.1. Definisi dan Klasifikasi Wisatawan... 21
2.11.2. Industri Pariwisata ... 23
2.11.3. Pariwisata Bahari ... 24
2.12. Pemasaran Pariwisata ... 25
2.13. Bauran Pemasaran ... 25
2.13.3. Bauran Promosi... 28
5.2. Gambaran Umum Pengelola Pantai Parangtritis ... 59
5.2.1. Visi dan Misi Pengelola ... 60
5.4. Kondisi OW Pantai Parangtritis Pasca Gempa Bumi... 68
6.4.1. Faktor Politik... 89
6.4.2. Faktor Ekonomi... 90
6.4.3. Faktor Sosial, Budaya dan Lingkungan ... 92
6.4.4. Faktor Teknologi ... 93
6.4.5. Faktor Persaingan... 94
6.5. Identifikasi Peluang dan Ancaman... 95
6.5.1. Peluang ... 95
6.5.2. Ancaman... 95
6.6. Matriks EFE ... 96
6.7. Matriks Internal-Eksternal (IE) ... 98
6.8. Matriks Strategi Berdasarkan Analisis SWOT... 99
6.8.1. Strategi Strengths-Opportunity (SO)... 100
6.8.2. Strategi Weakness-Opportunity (WO) ... 102
6.8.3. Strategi Strengths-Threats (ST) ... 103
6.8.4. Strategi Weakness-Threats ... 104
VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 106
7.1. Kesimpulan... 106
7.2. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 112
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Matriks Internal-Eksternal ... 19
2.
Penilaian Bobot Faktor Penentu Persaingan ... 45
3.
Contoh Penilaian Rating Faktor Penentu Persaingan... 46
4.
Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Perusahaan ... 49
5.
Matriks IFE ... 50
6.
Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Perusahaan. ... 51
7.
Matriks EFE ... 53
8.
Matriks IE ... 54
9.
Matriks SWOT ... 55
10.
Jumlah Penduduk Desa Parangtritis Berdasarkan Kelompok Umur... 57
11.
Jumlah Penduduk Desa Parangtritis Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58
12.
Matriks IFE Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul ... 88
13.
Matriks EFE Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul ... 97
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Kekuatan Yang Mempengaruhi Persaingan Industri ... 11
...
2.
Pariwisata Sebagai Industri ... 24
3.
Kerangka Pendekatan Studi ... 39
4.
Susunan Dinas dan Organisasi Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Peta Obyek Wisata Pantai Parangtritis... 114
2. Penentuan Bobot Strategis Internal... 115
3. Penentuan Bobot Strategis Eksternal ... 116
4. Faktor Strategis Internal Rata-Rata... 117
5. Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata ... 118
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Potensi kelautan Negara Republik Indonesia yang sangat besar merupakan
peluang yang sangat berharga dan sudah sepatutnya dikelola secara optimal agar
bangsa Indonesia ini dapat bangkit menjadi Negara yang besar. Pengelolaan yang
optimal menjadi kata kunci penting yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh.
Hal ini berarti sumberdaya kelautan harus dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya
dengan tetap menjaga kelestariannya.
Salah satu pemanfaatan dari sumberdaya kelautan adalah sektor pariwisata yang
mengandalkan nilai estetika atau keindahan lingkungan. Keindahan alam memiliki
nilai ekonomis yang tinggi apabila dikelola dengan cermat dan tepat. Hal ini perlu
didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas, sebagai sentral dari sistem
pengelolaan suatu wilayah menjadi daerah objek wisata yang menjual.
Objek dan daya tarik wisata dalam Undang-Undang Kepariwisataan adalah
segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata atau disebut juga
attractions
yang berarti
segala sesuatu yang memiliki daya tarik, baik benda yang berbentuk fisik maupun
nonfisik. Dari definisi tersebut, maka objek wisata dan daya tarik wisata dapat
berupa:
1.
Ciptaan Tuhan (
The Creation of God
), berwujud keadaan alam serta flora dan
fauna.
2.
Hasil karya dan budaya manusia (
The Creation of Human Being
), yang
berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,
wisata agro, wisata tirta, wisata bahari, wisata baru, wisata petualangan alam,
taman rekreasi dan tempat hiburan.
Bencana yang akhir-akhir ini menimpa Yogyakarta khususnya daerah Bantul dan
sekitarnya, membuat para wisatawan takut untuk berkunjung ke objek wisata Pantai
Parangtritis. Hal ini seharusnya dapat menjadi suatu tantangan bagi pihak pengelola
objek wisata tersebut mengenai bagaimana cara mengembalikan kepercayaan dan
minat para wisatawan terhadap objek wisata Pantai Parangtritis. Tantangan ini
menuntut pengembangan bisnis yang baik dan berkelanjutan.
Salah satu strategi dalam menjawab tantangan tersebut adalah dengan
mengembangkan strategi pemasaran yang diharapkan dapat menarik kembali
wisatawan dan juga dapat mengembalikan
image
pariwisata Pantai Parangtritis yang
aman dan nyaman. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik
dan berguna bagi kemajuan objek wisata Pantai Parangtritis. Strategi pemasaran yang
baik sudah tentu berangkat dari basis analisis yang baik. Analisis yang harus
dilakukan terkait dengan penyusunan strategi pemasaran antara lain adalah analisis
faktor-faktor internal, eksternal, persaingan industri dan analisis SWOT. Analisis ini
penting dilakukan agar pengelola mampu menghadapi pesaing sekaligus mencapai
target yang ingin dicapai.
1.2.
Perumusan Masalah
Faktor keamanan dan kenyamanan merupakan faktor yang paling utama dalam
dunia pariwisata, mengingat tujuan seorang wisatawan untuk melakukan perjalanan
ke daerah wisata adalah untuk menenangkan diri atau me-
refresh
diri. Apabila terjadi
gangguan pada kondisi keamanan dan kenyamanan di daerah wisata maka otomatis
minat dari para wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut menjadi berkurang.
pengunjung yang datang sebanyak 1.341.931 orang, terjadi penurunan jumlah
pengunjung sebesar 40%.
Pada tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan sampai dengan bulan Mei hanya
283.495 orang, hal ini apabila tidak disikapi dengan cermat akan merugikan pihak
pengelola, mengingat masih banyak para pesaing dalam pariwisata yang siap menarik
minat
customer
atau dalam hal ini wisatawan. Pesaing yang menawarkan jasa
pariwisata bahari semakin bertambah tiap tahunnya. Selain penambahan kuantitas,
pesaing-pesaing ini pun semakin meningkat kualitasnya. Pesaing ini pun tidak hanya
datang dari dalam negeri saja, tetapi sudah datang dari negara-negara lain di seluruh
dunia. Hal ini wajar, mengingat perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat
memungkinkan wisatawan mendapatkan informasi mengenai objek-objek wisata
bahari di seluruh dunia. Oleh karena itu pengelola objek wisata Pantai Parangtritis,
haruslah mulai berfikir global dalam merancang strategi pemasarannya.
Selain menganalisis ancaman dari pesaing, pengelola objek wisata ini juga harus
menganalisis dan menangani lingkungan internalnya, seperti melakukan perbaikan
image
terhadap objek wisata Pantai Parangtritis yang berguna dalam mengembalikan
tingkat kepercayaan wisatawan terhadap aspek keamanan dan kenyamanan daerah
wisata tersebut. Kemudian, pengelola harus menganalisis kondisi lingkungan
eksternal untuk mengetahui ancaman dari luar, baik yang sudah terjadi maupun
ancaman yang bersifat potensial. Analisis lingkungan eksternal memungkinkan
pengelola untuk mengetahui peluang apa saja yang bisa dipergunakan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Analisis internal dan eksternal dapat diketahui dari
1.
Kondisi kepariwisataan di objek wisata Pantai Parangtritis saat ini
2.
Faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi
strategi pemasaran wisata Pantai Parangtritis
3.
Kondisi persaingan pariwisata yang dihadapi oleh pihak pengelola Pantai
Parangtritis (Dinas Pariwisata Bantul)
4.
Bagaimana alternatif strategi pemasaran yang tepat dan efektif bagi
pemasaran paket wisata bahari Pantai Parangtritis.
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan yang ingin
dicapai lewat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui kondisi Industri Kepariwisataan Pantai Parangtritis saat ini pasca
kejadian tsunami dan gempa, bulan Mei 2006.
2.
Menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh
terhadap strategi pemasaran wisata Pantai Parangtritis
3.
Menganalisis kondisi persaingan wisata yang dihadapi oleh Pengelola Wisata
Pantai Parangtritis.
4.
Menyusun dan merekomendasikan konsep strategi pemasaran wisata yang
tepat bagi obyek wisata Pantai Parangtritis di Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.4.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak
yang terkait antara lain :
1.
Industri pariwisata, khususnya pihak pengelola Objek Wisata Pantai
Parangtritis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang terkait dengan topik riset, apa isi
teori tersebut, dan bagaimana teori tersebut dapat digunakan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan riset yang sedang diteliti. Selain itu dalam bab ini juga
tertuang penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan topik yang diteliti.
Dalam bab ini tertuang teori-teori manajemen pemasaran, strategi
pemasaran, cara menganalisis lingkungan eksternal dan internal dengan matriks
IFE (internal factor evaluation), matriks EFE (external factor evaluation), dan matriks IE (internal-external), alat untuk menyusun strategi pemasaran yaitu dengan menggunakan analisis SWOT. Selain itu dijelaskan pula teori tentang
pariwisata dan wisatawan yang didalamnya mencakup industri pariwisata dan
pariwisata bahari, pemasaran pariwisata, bauran pemasaran yang menjadi inti dari
konsep pemasaran dan studi terdahulu.
Teori – teori ini digunakan untuk mendukung penelitian yang akan
dilakukan. Dengan adanya teori – teori ini diharapkan akan mempermudah untuk
memahami isi dari keseluruhan skripsi ini.
2.1. Manajemen Pemasaran
Aturan utama dalam berbisnis adalah bagaimana bisnis yang dijalankan harus
menghasilkan keuntungan sebesarnya-besarnya (maksimisasi laba), secara
berkelanjutan (sustainable profit). Seorang produsen harus berupaya sebisa mungkin agar produknya, baik itu barang atau jasa, dapat menghasilkan
keuntungan bagi dirinya. Produsen tidak bisa begitu saja menghasilkan produk,
untuk kemudian dilempar ke pasar, tanpa memiliki pengetahuan tentang apa yang
sebenarnya dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Mereka harus memikirkan
produk apa yang tepat, sesuai dengan keahlian yang dimiliki si produsen, yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen. Kemudian produsen juga harus
memikirkan bagaimana caranya agar produknya itu bisa diterima oleh konsumen
secara luas. Selain itu, kondisi dunia bisnis sekarang yang penuh dengan
meraih konsumen sebanyak mungkin, yang pada akhirnya akan menghasilkan
laba yang tinggi.
Melihat kondisi tersebut, pemasaran menjadi salah satu aspek yang sangat
penting dalam dunia bisnis.pemasaran memegang peranan penting, supaya produk
yang dihasilkan oleh produsen, adalah produk yang sesuai dengan apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen, dan produk tersebut bisa sampai ke
tangan konsumen. Namun pemasaran tidak sekadar menyalurkan lalu menjual
produk kepada konsumen. Tetapi mencakup semua tahapan dari produksi sampai
layanan purna jual, dimana masing-masing saling terintegrasi satu sama lain.
Kotler (2000) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain. Pengertian senada diberikan oleh
American Marketing Association (AMA 1995 diacu dalam Kotler 2000), bahwa manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsep,
pemberian harga, promosi, dan pendistribusian ide, barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan individu dan tujuan organisasi.
Berdasarkan dua definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemasaran
memang suatu konsep terintegrasi, mulai dari proses perencanaan, penciptaan
barang sampai tahap penjualan barang. Jika mengacu pada kondisi sekarang,
maka pelayanan purna jualpun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pemasaran. Produsen sudah seharusnya memanage aktifitas pemasarannya agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.2. Strategi pemasaran
Kotler (2000) mengemukakan bahwa strategi pemasaran adalah sekumpulan
prinsip-prinsip dasar yang melandasi menajer pemasaran untuk mencapai tujuan
bisnis dan pemasaran yang ditetapkan pada pasar sasaran tertentu. Sedangkan
Ferrel, Lucas, dan Luck (1994) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai
panduan dari metode-metode dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa strategi pemasaran merupakan panduan atau prinsip-prinsip
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan perusahaan, dimana panduan ini
mencakup metode dan sumber daya apa saja yang dibutuhkan. Lebih lanjut lagi,
Ferrel Lucas dan Luck (1994) mengungkapkan bahwa proses perencanaan strategi
pemasaran mencakup :
1. Identifikasi atau perumusan sasaran dan tujuan dari organisasi
2. Identifikasi atau perumusan strategi pada level korporat
3. Identifikasi atau perumusan sasaran dan tujuan pemasaran
4. Identifikasi atau perumusan strategi pemasaran
5. Identifikasi atau perumusan rencana pemasaran.
2.3. Analisis Lingkungan Eksternal
Hermawan Kertajaya (2005) mengungkapkan bahwa analisis lingkungan
eksternal dibagi menjadi lima aspek, yaitu analisa perkembangan teknologi,
perubahan politik-regulasi, perubahan sosial-budaya, perubahan ekonomi dan
perubahan pasar. Sementara David (2004) mengatakan bahwa lingkungan
eksternal terdiri dari; (1) kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya,
demografi, dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum; (4)
kekuatan teknologi; (5) kekuatan kompetitif.
2.3.1 Faktor politik
Faktor ini merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang sangat besarpada
sektor usaha. Ketidak stabilan politik akan mengarah kepada kondisi yang jauh
dari kondusif bagi dunia usaha. Serangkaian kasus bom di Indonesia yang
memukul dunia usaha adalah satu contoh kecil bagaimana stabilitas politik sangat
diperlukan bagi dunia usaha.
Kertajaya (2005) mengungkapkan ketika akan memasarkan suatu daerah,
maka seorang pemasar harus meninjau karakteristik dan prilaku dari sistem politik
yang berlaku. Ini mencakup ideologi, hukum, badan pemerintah, peradilan, dan
perundangan yang berlaku. Selain itu pemasar harus meninjau pengaturan institusi
dan kelompok-kelompok penekan (pressure group). Pemasar juga harus mengkaji
pengaruh perkembangan politik global termasuk didalamnya pengaruh dari
lembaga-lembaga politik internasional seperti PBB, G7, WTO dan lainnya pada
perkembangan politik Negara dan daerah.
2.3.2 Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi terkait dengan karakteristik perekonomian ditempat suatu
perusahaan atau organisasi berada. Faktor ekonomi mempengaruhi pelaku usaha,
baik dari segi biaya-biaya yang dikeluarkan, maupun daya beli konsumen.
Sebagai contoh, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik
(TDL) akan menaikan biaya produksi bagi sebuah restorant dan hotel, tetapi disisi
lain akan mengurangi daya beli konsumen karena alokasi pendapatan untuk
makan di restoran, dan menginap di hotel bisa jadi dialihkan untuk pengeluaran
belanja BBM dan listrik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain tingkat
pendapatan, tingkat inflasi, suku bunga, kebijakan fisikal pemerintah, harga dan
sebagainya.
2.3.3. Faktor Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan
Perusahaan dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kultur, norma dan nilai
yang dianut oleh masyarakat pada tempat dimana perusahaan itu berada. Selain itu
faktor sosial juga berpengaruh kepada pasar target dalam hal ini terhadap
konsumen. Karena selain oleh faktor budaya, psikologi, pribadi dan budaya,
prilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok
acuan,keluarga serta peran dan status sosial (kotler, 2000). Faktor sosial
merupakan faktor yang dinamis sehingga cenderung berubah dari waktu ke waktu.
Faktor lingkungan dan alam adalah faktor yang tidak dapat diabaikan, karena
faktor inilah yang mempengaruhi kehidupan manusia secara keseluruhan. Setiap
perubahan pada lingkungan akan secara langsung ataupun tidak langsung
berakibatpada kehidupan manusia.
2.3.4. Faktor Teknologi
Palfreman (1999) menyatakan bahwa perubahan teknologi menunjukkan
memproduksi sesuatu. Setiap pelaku usaha harus selalu memperbaharui
pengetahuannya mengenai perkembangan teknologi yang terbaru. Hal ini menjadi
sebuah keharusan ketika pelaku usaha menghadapi situasi persaingan yang akan
memacu setiap pelaku untuk menjadi lebih unggul dari yang lain. Dinamika
perkembanganteknologi semakin tampak pada industri yang produk utamanya
terkait erat dengan teknologi, seperti industri telekomunikasi dan transportasi.
2.3.5. Faktor Persaingan (Kompetitif)
Lingkungan industri merupakan bagian dari lingkungan eksternal yang
menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memiliki implikasi yang
relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan
(syahroni,2005). Oleh karena itu, setiap pelaku didalam industri harus mampu
untuk menganalisa dan mengantisipasi setiap perubahan dari lingkungan ini.
Struktur perekonomian sekarang telah menempatkan setiap perusahaan
kedalam situasi persaingan yang sengit. Lingkungan industri yang sekarang
ditempati oleh semua perusahaan adalah lingkungan yang sarat dengan kompetisi
dan aktivitas saling mengalahkan. Sehingga mau tidak mau setiap perusahaan
harus bersaing dengan kompetitor di dalam industri agar bisa tetap bertahan.
Lebih lanjut lagi, tekanan persaingan ini telah mendorong setiap pelaku untuk
mengerahkan segala macam upaya agar mampu menjadi yang terdepan didalam
industtrinya.
Porter (1997) mengatakan bahwa intensitas persaingan didalam industri
ditentukan oleh masuknya (1) pendatang baru, (2) ancaman produk baru
pengganti, (3) kekuatan tawar menawar pembeli, (4) kekuatan tawar menawar
pemasok dan (5) persaingan antara pesaing yang ada. Kelima kekuatan persaingan
diatas secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan kemampuan
Pendatang Baru
Pembeli Pemasok
Produk Substitusi Para Pesaing Industri
Persaingan diantara perusahaan yang ada
Ancaman masuknya pendatang baru
Kekuatan tawar – Kekuatan tawar -
Menawar pemasok menawarpembeli
Ancaman produk /
jasa substitusi
Gambar 1. Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri
Sumber : Porter (1997)
(1) Ancaman Masuknya Pendatang Baru
Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan
untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar.
Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga
mengurangi kemampuan untuk memperoleh laba. Tindakan akuisisi kedalam
suatu industri dengan tujuan membangun posisi pasar barangkali harus dipandang
sebagi pendatang baru meskipun tidak menciptakan suatu lingkungan yang benar
– benar baru. Ancaman masuknya pendatang baru kedalam industri tergantung
dari rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang
sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Jika rintangan besar
atau pendatang baru memperkirakan bahwa perlawanan dari pelaku lama akan
keras, maka ancaman akan cenderung rendah (Porter 1997).
(2) Ancaman dari Produk Substitusi
Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing, dalam arti luas, dengan
industri – industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti
price) yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri. Makin menarik harga alternatif yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba
industri (Porter 1997).
(3) Kekuatan Tawar Menawar Pembeli
Pembeli bersaing dengan cara memaksa harga turun, tawar – menawar
untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan
sebagai pesaing satu sama lain, semuanya dengan mengorbankan kemampuan
untuk meraih laba dari industri. Kekuatan dari tiap kelompok pembeli dalam
industri tergantung pada sejumlah karakterisitik situasi pasarnya dan pada
kepentingan relatif penbeliannya dari industri yang bersangkutan dibandingkan
dengan keseluruhan bisinis pembeli tersebut (Porter 1997).
(4) Kekuatan Tawar Menawar Pemasok
Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar - menawar terhadap para
peserta industri dengan mengancam akan menaikkan harga atau menurunkan mutu
produk atau jasa yang dibeli. Pemasok yang kuat karenanya dapat menekan
kemampuan meraih laba dari industri yang tidak dapat mengimbangi kenaikan
harga (Porter 1997).
(5) Persaingan Sesama Perusahaan dalam Industri
Rivalitas di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk
mendapatkan posisi dengan menggunakan taktik – taktik seperti persaingan harga,
perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan pelayanan atau jaminan
pelanggan. Persaingan terjadi karen asatu atau lebih pesaing merasakan adanya
tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Pada kebanyakan
industri, gerakan persaingan oleh satu perusahaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap para pesaingnya dan dengan demikian dapat mendorong
perlawanan atau usaha untuk menandingi gerakan tersebut, artinya perusahaan –
perusahaan saling tergantung satu sama lain (mutually dependent) (Porter 1997). Aspek dalam persaingan yang harus diketahui oleh setiap perusahaan
adalah seberapa besar intensitas persaingan yang terjadi dalam industri. Dengan
mengetahui seberapa besar intensitas persaingan, maka suatu perusahaan dapat
menganalisis intensitas persaingan ini pada dasarnya sama dengan metode untuk
menganalisa lingkungan internal dan eksternal.
2.4. Pembobotan Faktor Penentu Eksternal
Penentuan bobot faktor penentu eksternal dilakukan dengan menggunakan
metode “paired comparison” (Kinnear dan Tylor, 1991). Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor eksternal yang telah dianalisis. Rentang nilai
bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam
pengisian kolom adalah :
1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel
terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan
Taylor 1996, diacu dalam Syahroni).
a
i=
keterangan :
ai = Bobot variabel ke i
xi = Nilai variabel ke i
i = 1,2,3,…,n
n = Jumlah variabel
Hasil penjumlahan bobot dari semua faktor strategis internal harus sama
dengan 1,0. Bobot dari masing-masing faktor akan digunakan dalam matriks EFE.
2.5. Analisis Lingkungan Internal
David (2004) mengatakan bahwa analisis internal membutuhkan
pengumpulan, asimilasi, dan evaluasi tentang operasi perusahaan. Analisis
internal berguna untuk mengetahui aspek kekuatan dan kelemahan yang
merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan (critical success factors). Hal ini juga disampaikan oleh Kertajaya (2005) yang mengatakan bahwa salah satu
2.5.1. Operasi Manajemen
Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas dasar : perencanaan,
pengorgabisasian, pemberian motivasi, pengelolaan staf, dan pengendalian.
Perencanaan terdiri atas semua aktivitas yang terkait dengan persiapan masa
depan. Pengorganisasian mencakup semua aktivitas manajerial yang
menghasilkan struktur pekerjaan dan hubungan otoritas. Pemotivasian melibatkan
usaha yang diarahkan untuk membentuk prilaku manusia. Pengelolaan staf
mencakup aktivitas perekrutan, pengujian, penyeleksian, pengeorientasian,
pelatihan, pengembangan, pemberian perhatian, pengevaluasian,
pengkompensasian, pendisiplinan, promosi, pemindahan, pendemosian, dan
pemecatan karyawan, serta juga pengelolaan hubungan dengan serikat pekerja.
Pengendalian mengacu pada semua aktivitas manajerial yang diarahkan untuk
memastikan bahwa hasil aktual konsisten dengan hasil yang direncanakan.
Aktivitas pengelolaan staf memainkan peran penting dalam usaha implementasi
strategi, sehingga manajer sumberdaya manusia menjadi lebih aktif terlibat dalam
proses manajemen strategis. Adalah penting untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan dalam area pengelolaan staf (David, 2004).
2.5.2. Keuangan dan Akuntansi
Kondisi keuangan sering kali dianggap sebagai satu ukuran terbaik untuk
posisi kompetitif dan daya tarik keseluruhan suatu perusahaan. Menentukan
kelemahan dan kekuatan keuangan suatu organisasi merupakan hal yang penting
guna memformulasikan strategi secara efektif. Maka suatu perusahaan haruslah
memperhatikan faktor-faktor keuangan dan akuntansinya seperti likuiditas,
leverage, modal kerja, profitabilitas, utilitas asset, arus kas dan modal perusahaan (David, 2004).
2.5.3. Produksi/operasi
Fungsi produksi dan operasi dari suatu bisnis terdiri atas semua aktivitas
yang mengubah input menjadi barang dan jasa. Manajemen produksi/operasi
berhubungan dengan input, transformasi dan output yang bervariasi antar industri
bahan baku, tenaga kerja, modal, mesin dan fasilitas menjadi barang jadi dan jasa.
Manajemen produksi terdiri dari lima area keputusan atau fungsi : proses,
kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan kualitas (David, 2004)
2.5.4. Penelitian dan Pengembangan
Litbang dalam organisasi dapat memiliki dua bentuk dasar : (1) litbang
internal, dimana organisasi menjalankan departemen litbangnya sendiri. (2)
kontrak litbang, dimana perusahaan merekrut peneliti independen atau agen
independen untuk mengembangkan produk spesifik. Pendekatan yang banyak
dipakai untuk mendapatkan litbang dari luar adalah dengan menjalankan joint venture dengan perusahaan orang lain. Kekuatan litbang dan kelemahan litbang memiliki peranan penting dalam formulasi dan implementasi strategi.
Kebanyakan perusahaan tidak memiliki pilihan kecuali secara terus
menerus mengembangkan produk baru dan memperbaiki produk karena
perubahan kebutuhan dan selera konsumen, teknologi baru, siklus produk yang
semakin pendek dan meningkatnya persaingan domestic dan asing.
Kekurangan ide untuk produk baru, meningkatnya persaingan global,
meningkatnya segmentasi pasar, menguatnya kelompok dengan kepentingan
tertentu, dan meningkatnya peraturan pemerintah adalah beberapa faktor
berhasilnya pengembangan produk baru yang semakin sulit, mahal dan berisiko
(David, 2004).
2.5.5. Sistem Informasi Manajemen
Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis menjadi satu dan
menyediakan dasar untuk semua keputusan manajerial. Ini adalah fondasi dari
semua organisasi, informasi menunjukan sumber utama dari kekuatan atau
kelemahan kompetitif manajemen. Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan sistem
informasi perusahaan adalah dimensi yang penting dalam menjalankan audit
internal. Kegunaan sistem informasi manajemen adalah untuk memperbaiki
kinerja suatu perusahaan dengan memperbaiki kualitas keputusan manajerial.
symbol/kode, dan menyajikan informasi dalam bentuk yang dapat menjawab
pertanyaan penting operasi dan strategis (David, 2004)
2.5.6. Pasar dan Pemasaran
Pasar sebagai ruang tempat bekerjanya kekuatan pembentuk harga dan
terjadinya perpindahan hak milik, ruang lingkungannya ditentukan oleh jasa – jasa
yang diberikan dan merupakan tempat dilaksanakannya berbagai jasa pemasaran.
Pemasaran disebut juga tataniaga yang merupakan suatu proses pertukaran yang
meliputi kegiatan untuk memindahkan barang atau jasa dari produsen ke
konsumen (Nur 2004). Analisis terhadap pasar dan pemasaran penting untuk
diketahui oleh perusahaan untuk kemudian dikaitkan dengan strategi pemasaran
yang akan dilakukan. Sehingga perusahaan bisa mengevaluasi dan mengetahui
sisi kelemahan dan kekuatan dari pangsa pasarnya dan dari strategi pemasaran
yang telah dilakukan.
Analisis terhadap faktor ini sebaiknya diarahkan untuk mengetahui kondisi
pangsa pasar yang dimiliki, untuk kemudian dikaitkan dengan strategi pemasaran
yang dilakukan. Sehingga perusahaan bisa melakukan evaluasi, untuk kemudian
mengetahui sisi kelemahan dan kekuatan dari pangsa pasarnya dan strategi
pemasaran yang telah dilakukan.
2.6. Pembobotan Faktor Penentu Internal.
Penentuan bobot faktor penentu internal dilakukan dengan menggunakan
metode “paired comparison” (Kinnear dan Tylor, 1991). Pembobotan bertujuan untuk mengkuantifikasi faktor-faktor internal yang telah dianalisis. Rentang nilai
bobot yang digunakan adalah satu sampai tiga. Aturan yang digunakan dalam
pengisian kolom adalah :
1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada faktor vertikal Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel
terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan
a
i=
keterangan :
ai = Bobot variabel ke i
xi = Nilai variabel ke i
i = 1,2,3,…,n
n = Jumlah variabel
2.7. Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation)
Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk menevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsionalitas bisnis, dan juga
memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara
area-area tersebut (David,2004).
2.8. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation)
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal memungkinkan para penyusun strategi
untuk merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi, dan persaingan
(David, 2004).
2.9. Matriks Internal-Eksternal (IE)
Matriks IE didapatkan dari penggabungan matriks evaluasi faktor internal dan
eksternal. Matriks ini berisikan Sembilan sel yang menunjukkan kombinasi total
nilai terboboti dari matriks IFE dan EFE. Sumbu x dari matriks ini adalah total
rata-rata tertimbang dari IFE. Sedangkan sumbu y adalah total rata-rata tertimbang
dari EFE. Pada sumbu x, total rata-rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap
rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 dianggap menengah; dan nilai dari 3,0 hingga
4,0 adalah tinggi. Rasio yang sama digunakan untuk sumbu y.
Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk membantu dalam menyusun
strategi bisnis yang lebih detil pada level unit bisnis. Matriks ini dapat dibagi
menjadi tiga daerah utama yang menunjukan tiga strategi yang berbeda :
a. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel I,II, dan IV dapat di
paling sesuai adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan
pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang,
integrasi ke depan, dan integrasi horizontal).
b. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel III,V,VII dapat dikelola
dengan cara terbaik dengan strategi jaga dan pertahankan; penetrasi pasar
dan pengembangan produk adalah dua strategi umum yang digunakan
untuk divisi tipe ini.
c. Strategi untuk organisasi yang masuk ke dalam sel VI,VIII,IX adalah tuai
atau divesiasi. Startegi umum yang dipakai adalah strategi divestasi,
diversifikasi, konglomerat dan strategi likuidasi. Organisasi yang
sukses,dapat mencapai portofolio bisnis, yang diposisikan berada dalam
atau sekitar sel 1 dalam matriks.
Tabel 1. Matriks IE
Total Rata-Rata Tertimbang IFE
Kuat Rata-rata Lemah
Tinggi I II III
Sedang IV V VI
Rendah VII VIII IX
Sumber : David (2004)
2.10. Analisis SWOT
Matriks SWOT digunakan untuk mengembangkan alternatif strategi, yaitu
melakukan matching antara kekuatan dan peluang (SO strategi) dengan cara menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, kekuatan dengan ancaman
(ST strategi) yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada.
Kelemahan dengan peluang (WO strategi) yaitu berusaha mendapatkan
kelemahan dengan ancaman (WT strategi) yaitu berusaha meminimumkan
kelemahan dan menghindari ancaman. Seperti dapat di lihat dari penjelasan di
atas, matriks SWOT ini nantinya akan menghasilkan empat tipe alternatif strategi,
yaitu strategi SO, Strategi ST, Strategi WT, strategi WO.
a. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar – besarnya.
b. Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman.
c. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
d. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
2.11. Pariwisata
Aktivitas pariwisata pada dasarnya merupakan aktivitas dimana orang
melakukan perjalanan ke tempat-tempat tertentu yang bukan untuk alasan
pekerjaan sehari-hari, dan dilakukan untuk sementara waktu. Yoeti (1980)
mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan
maksud bukan untuk berusaha (bisnis) atau mencari nafkah ditempat yang
dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna
pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil satu kata kunci, yaitu pariwisata
bukanlah sesuatu yang bersifat rutin. Wahab (1992) mengatakan bahwa pariwisata
dimana seseorang berusaha melepaskan dirinya dari lingkungan pekerjaan
hariannya, suasana kebiasaan hidupnya atau hanya sekadar pergi menyepi ke
tempat yang tenang untuk berkontemplasi mencari ilham. Jelas ada kesamaan
antara dua definisi ini dimana keduanya melihat pariwisata sebagai aktivitas yang
dilakukan diluar rutinitas atau aktivitas keseharian.
Bila dua definisi awal lebih menekankan pada segi “apa yang dilakukan”,
maka sokadjido (2000) mendefinisikan pariwisata sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisatawan. Definisi senada dikemukakan oleh Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata (2005) bahwa pariwisata adalah kumpulan dari
aktivitas, jasa-jasa, dan industri yang memberikan pengalaman dalam berpergian,
seperti transportasi, akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, toko, hiburan
dan jasa layanan lain tersedia untuk individu-individu atau kelompok yang berada
jauh dari tempat tinggalnya. Definisi yang diberikan oleh Soekadjido dan
Departemen Kebudayaan dan Parawisata lebih menekankan pada apa saja yang
terkait dan termasuk kedalam pariwisata, bukannya apa yang dilakukan ketika
berwisata.
2.11.1. Definisi dan Klasifikasi Wisatawan
Wahab (1992) mendefinisikan wisatawan sebagai orang yang
mengasingkan dirinya untuk sementara dari tempat tinggalnya sehari-hari karena
suatu alasan tertentu yang lain daripada alasan memberi jasa untuk mendapatkan
upah (alasan pekerjaan) pada negara yang dikunjunginya. Pengertian senada
diberikan oleh Yoeti (1980) bahwa wisatawan adalah seseorang yang
meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu dengan alasan apapun
juga tanpa memangku jabatan atau pekerjaan dinegara yang dikunjungi.
Jika dikaitkan dengan definisi dan faktor-faktor dari parawisata, maka
dapat dilihat bahwa seseorang baru bisa dikatakan sebagai wisatawan (tourist) ketika perjalanan yang dilakukannya tidak bersifat rutinitas dan bukan untuk
hal-hal yang terkait dengan pekerjaan. Namun batasan ini pun pada saat sekarang
menjadi baur karena banyak orang pada saat sekarang berpergian untuk berbisnis
sekaligus berwisata. Hal ini mungkin terjadi saat seseorang melihat adanya
Bisa pula seseorang melihat peluang untuk berbisnis ketika mengadakan
perjalanan wisata. Meskipun begitu, definisi wisatawan yang diuraikan
sebelumnya pada dasarnya masih bisa dipakai, Karena tidak semua orang
menggabungkan antara perjalanan untuk bekerja (berbisnis) dan berwisata.
Yoeti (1980) mengungkapkan bahwa berdasarkan sifat perjalanan dan
ruang lingkup dimana perjalanan wisata itu dilakukan, maka wisatawan sebagai
konsumen dari industri pariwisata dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Wisatawan asing (foreign tourist)
Adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang
memasuki suatu Negara lain yang bukan merupakan negara dimana ia
biasanya tinggal.
2. Domestic foreign tourist
Adalah orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal pada suatu
negara, yang melakukan perjalanan wisata diwilayah negara dimana ia
tinggal. Orang asing mungkin tinggal dinegara tersebut karena alasan tugas
atau jabatannya.
3. Wisatawan lokal (domestic tourist)
Adalah seorang warga negara suatu negara yang melakukan wisata dalam
batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya.
4. Indigenous foreign tourist
Adalah warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau
kedudukannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan melakukan
perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri.
5. Transit tourist
Adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan wisata ke suatu
negara tertentu yang dengan alat transportasi tertentu, yang terpaksa mampir
atau singgah pada suatu pelabuhan/airport/stasiun tertentu bukan atas
atau tour di tempat ia singgah, sambil menunggu untuk melanjutkan perjalanan kembali.
6. Business tourist
Adalah orang yang melakukan perjalanan, baik warga lokal maupun warga
asing, yang mengadakan perjalanan untuk tujuan lain bukan wisata, tetapi
perjalanan wisata akan dilakukannya setelah pekerjaan utamanya selesai, jadi
disini perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder.
2.11.2. Industri Pariwisata
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa sektor pariwisata sudah
menjadi sebuah industri yang semakin lama semakin berkembang. Perkembangan
ini mendorong pariwisata menjadi sebuah industri yang kompleks karena terkait
dengan begitu banyak pihak. Bila kita melihat produk-produk yang ditawarkan
selama perjalanan berwisata, maka akan terlihat kaitan yang jelas antara sektor
pariwisata dengan sektor transportasi, jasa perhotelan, catering dan restaurant,
kerajinan dan cenderamata, kesenian dan budaya, perdagangan, hiburan,
komunikasi dan sektor lainnya, baik yang terkait secara langsung maupun tidak.
Berdasarkan kondisi di atas, kita bisa menggunakan definisi tentang
industri pariwisata yang diungkapkan Yoeti (1980), yaitu sebagi kumpulan dari
bermacam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang
dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan
traveller pada umumnya, selama dalam perjalanannya. Inti dari definisi ini adalah bahwa selama perusahaan tertentu menghasilkan produk dan jasa yang terkait
dengan pemenuhan kebutuhan dari wisatawan dan traveller, maka perusahaan itu
merupakan bagian dari industri pariwisata. Ini sesuai dengan pernyataan Medlik
(diacu dalam Wahab 1992) yang menyatakan bahwa jika serangkaian satuan
produk yang dihasilkan oleh berbagai badan usaha dan organisasi kerja
menujukkan secara khusus bahwa fungsi mereka secara menyeluruh ada kaitan
dan membuktikan kedudukan mereka didalam kehidupan ekonomi, maka badan
Gambar 2. Pariwisata sebagai Industri (Sumber : Soekadijo, 2000)
Industri pariwisata memiliki tiga produk utama, yaitu atraksi wisata, jasa
wisata, dan angkutan wisata. Ketiga produk ini saling terkait satu sama lain dan
ketiganya harus ada agar suatu aktivitasnya bisa dikatakan sebagai pariwisata.
Ketiga jenis produk diatas ditujukan untuk memenuhi tiga kebutuhan konsumen
ketika berwisata. Yaitu, kebutuhan motif berwisata, kebutuhan selama berwisata
dan kebutuhan untuk mencapai lokasi wisata. Aspek pemasaran berfungsi agar
antara penawaran dari produsen dan permintaan dari konsumen bertemu dan
menghasilkan aktivitas wisata.
2.11.3. Pariwisata Bahari
Basiron (1997) mengatakan bahwa pariwisata bahari merupakan
pergerakan jangka pendek dari orang-orang ke tujuan di luar aktivitas dan
lingkungan mereka yang normal, di dalam suatu lingkungan bahari. Lingkungan
bahari ini mencakup laut, pantai, pulau-pulau dan sumberdaya fisik lainnya.
Konsumen
Permintaan
Kebutuhan dalam perjalanan Motif Perjalanan
Atraksi Wisata Jasa Wisata
Angkutan
Angkutan Wisata
Penawaran Pemasaran
Aktivitas yang tercakup diantaranya adalah menikmati lingkungan alam sekitar
seperti pantai dan gugusan karang, berselancar, berenang dan menyelam, ski air,
berlayar, dan pengamatan hewan.
2.12. Pemasaran Pariwisata
Wahab (1992) membatasi pemasaran wisata sebagai upaya-upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasional dan atau
badan-badan usaha pariwisata, pada tarf internasional, nasional dan lokal, guna
memenuhi kepuasan wisatawan baik secara kelompok maupun pribadi
masing-masing, dengan maksud meningkatkan pertumbuhan pariwisata.
Cooper et al (1993) menyampaikan bahwa produk pariwisata terkait
dengan proses pengambilan keputusan yang kompleks karena konsumen
menghadapi berbagai risiko ketika akan memutuskan untuk mengkonsumsi
produk pariwisata. Risiko-risiko tersebut yaitu :
1. Risiko ekonomi atau financial, ketika produk wisata yang dibeli tidak
member manfaat yang sebelumnya diharapkan.
2. Risiko fisik seperti kecelakaan dan penyakit
3. Risiko psikologi, yaitu risiko yang muncul ketika calon konsumen
melihat bahwa pembelian produk wisata tertentu mungkin tidak
mengapresiasikan citra yang mereka ingin dapatkan.
2.13. Bauran pemasaran
Cooper et al (1993) mengatakan bahwa marketing mix pemasaran
pariwisata terdiri dari produk, harga, promosi dan tempat. Masing-masing faktor
memiliki aspek-aspek bauran tersendiri yang harus diperhatikan.
2.13.1. Bauran Produk
Cooper et al (1993) menyampaikan bahwa bauran produk wisata adalah
(1) kualitas, (2) pelayanan, (3) rentang lini produk yang dijual, (4) nama brand
(merek), (5) keistimewaan dan manfaat yang ditawarkan, dan (6) jaminan
1. Kualitas
Bauran produk yang terkait dengan kualitas meliputi pengambilan keputusan
mengenai standar kualitas produk dan implementasi metode untuk menjamin
level performa dari staff dan fasilitas. Penyedia jasa wisata akan lebih mudah
untuk mencapai kesuksesan jika mampu untuk memberikan kualitas produk
melebihi para pesaing (Cooper et al 1993).
2. Pelayanan
Bauran produk berupa pelayanan terkait dengan penciptaan tingkat layanan
yang ditawarkan. Artinya, pelayanan berkaitan dengan berapa banyak layanan
yang diharapkan oleh klien untuk ada dan berapa banyak layanan harus
disediakan oleh penyedia jasa. Contohnya layanan antar barang ke kamar dan
makan pagi pada hotel (Cooper et al 1993).
3. Rentang Lini Produk
Lini produk adalah sekelompok produk dalam kelas produk yang berkaitan
erat karena produk – produk itu melaksanakan fungsi yang serupa, dijual
kepada kelompok konsumen yang sama, dipasarkan melalui saluran distribusi
yang sama, atau berada dalam rentang harga tertentu (Kotler 2000).
4. Merek
Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal
– hal tersebut yang diasosiasikan dengan satu atau beberapa produk dalam lini
produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber atau karakter produk
tersebut (Kotler 2000).
5. Keistimewaan dan Manfaat yang ditawarkan
Pelanggan membeli produk berdasarkan manfaat dasar yang diberikan.
Contohnya, turis menyewa agen perjalanan untuk mengurus perjalanan lewat
pesawat. Agar dapat bersaing secara efektif dengan produk lain, dapat
dilakukan diferensiasi dengan memberikan keistimewaan – keistimewaan
keistimewaan dengan menyediakan layanan jemputan dari bandara menuju
hotel tempat turis menginap.
6. Garansi
Garansi adalah kepastian umum bahwa suatu produk dapat dikembalikan jika
kinerjanya tidak memuaskan atau dalam bentuk lain, pengembalian uang
penbelian (Kotler 2000). Karena pengembalian produk tidak bisa dilakukan
untuk produk wisata, maka penyedia jasa wisata dapat menerapkan sistem
pengembalian uang atau asuransi jiak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.
2.13.2. Bauran Harga
Pemasar dapat melakukan diskriminasi harga, memasang harga dibawah
pesaing, memasang harga premium untuk produk-produk mewah yang memiliki
supply terbatas. Pemasar juga dapat memasang harga sesuai dengan seberapa
besar konsumen bersedia membayar (willing to pay). Kotler (2000) mengatakan bahwa bauran harga terdiri dari (1) daftar harga, (2) rabat/diskon, (3) potongan
harga khusus, (4) periode pembayaran, (5) syarat kredit.
1. Daftar Harga
Daftar harga merupakan tingkat harga lini produk yang diterapkan oleh
produsen. Sehingga masing – masing jenis produk cenderung memiliki harga
sendiri, tergantung pada kualitas dan fungsinya.
2. Rabat / Diskon
Diskon atau rabat adalah potongan harga yang diberikan kepada konsumen,
biasanya karena waktu pembayaran yang cepat, pembelian dalam jumlah yang
besar dan pembelian diluar musim (Kotler 2000).
3. Potongan Harga Khusus
Potongan harga adalah pengurangan dari daftar harga. Misalnya potongan
tukar tambah, yaitu pengurangan harga yang diberikan atas penyerahan barang
lama ketika membeli barang yang baru. Kemudian potongan promosi yaitu
pengurangan harga untuk memberikan imbalan kepada penyalur karena
4. Periode Pembayaran
Merupakan jangka waktu yang diberikan oleh penjual kepada konsumen untuk
melunasi pembayarannya. Biasanya konsumen yang melunasi sebelum
waktunya jatuh tempo akan mendapatkan potongan harga.
5. Syarat Kredit
Merupakan persyaratan – persyaratan yang mengatur perjanjian kredit antara
konsumen dan penjual. Untuk kasus produk wisata syarat kredit ini tidak
sebaiknya dilakukan karen atungak ketidakpastiannya yang cukup tinggi.
2.13.3. Bauran Promosi
Promosi memiliki bauran promosi yang terdiri dari (1) iklan, (2) personal selling,(3) direct marketing, (4) Sponsorship, (5) kehumasan, (6) sales promotion, (7) bentuk komunikasi cetak (Cooper et al, 1993).
1. Periklanan (Advertising)
Periklanan adalah segala bentuk komunikasi non personal melalui media oleh
sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Dalam dunia wisata maka
bentuk media yang digunakan dapat berupa panduan perjalanan (travel
guides), koran, majalah, radio, televisi, surat dan papan billboard (Cooper et al 1993).
2. Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan adalah kumpulan alat – alat insentif yang beragam,
sebagian besar berjangka pendek, dirancang untuk mendorong pembelian
suatu produk / jasa tertentu secara lebih cepat dan / atau lebih besar oleh
konsumen atau pedagang (Kotler 2000).
3. Penjualan Personal (Personal Selling)
Penjualan personal adalah usaha untuk memperoleh keuntungan melalui
hubungan komunikasi langsung dengan calon konsumen, baik dengan bertemu
secara langsung, melalui telepon atau lainnya (Cooper et al 1993).
Kehumasan adalah bentuk komunikasi non personal yang digunakan untuk
merubah opini atau memperoleh liputan dari media massa, dimana sumber
komunikasi ini tidak mengeluarkan pembayaran apapun. Contoh bentuk
kehumasan ini dapat berupa press release atau komentar dalam editorial.
Selain untuk memperoleh tujuan diatas, kehumasan juga penting untuk
menekan pemberitaan yang buruk (Cooper et al 1993).
2.13.4. Bauran Tempat
Karakteristik dari produk wisata menimbulkan bentuk distribusi yang
spesifik. Bentuk distribusi dibutuhkan, dimana penyedia jasa wisata dapat
memperoleh akses kepada konsumen potensial (Cooper et al, 1993). Aspek-aspek
dalam distribusi produk wisata adalah sebagai berikut :
9 Tidak ada produk aktual yang didistribusikan, sehingga pemasar harus
melakukan komunikasi persuasive kepada konsumen mengenai produk
yang mereka jual.
9 Dari aspek lokasi, konsumenlah yang berpergian menuju produk dan
menjadi bagian dalam produksi produk wisata
9 Sejumlah besar dana dialokasikan industri untuk produksi dan pengiriman
material promosi, baik kepada konsumen secara langsung maupun lewat
agen perjalanan.
Cooper et al (1993) menyampaikan bahwa bauran distribusi wisata terdiri
dari (1) lokasi, (2) persediaan, (3) aksesibilitas, (4) kenyamanan, (5) transportasi,
dan (6) saluran pemasaran.
1. Lokasi
Lokasi mudah dicapai oleh konsumen, apakah itu sebuah hotel atau agen
perjalanan akan lebih mudah meraih permintaan. Pada kasus ini, konsumen
akan mudah untuk memperoleh produk wisata dan mungkin tidak memerlukan
adanya saluran distribusi (Cooper et al 1993).
2. Persediaan
Telah disampaikann sebelumnya bahwa sejumlah besar dana dialokasikan
konsumen secara langsung maupun lewat agen perjalanan. Material ini dapat
berupa brosur atau bentuk literatur lainnya dan diproduksi dalam jumlah besar.
Seringkali biaya distribusi meliputi biaya pergudangan dan pengiriman brosur
lewat berbagai macam model trasportasi (Cooper et al 1993).
3. Aksesibilitas
Aksesibilitas terkait dengan kemampuan mengakses kepada : (1) aneka pilihan
dan rentang brosur dan bentuk promosi lainnya, (2) komponen produk seperti
visa, traveller cheques dan asuransi, (3) titik pemesanan di setiap daerah
tujuan, (4) alternatif agen perjalanan, produk dan merek (Cooper et al 1993).
4. Kenyamanan
Kenyamanan terkait dengan kemudahan bagi konsumen utnuk membeli
produk jasa (Kotler 2000). Untuk produk wisata, maka kenyamanan terkait
dengan kemudahan untuk memperoleh informasi dan saran melakukan
pembelian dan pembayaran produk liburan, mengajukan keluhan dan
mendapatkan perwakilan ketika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan
(Cooper et al 1993).
5. Transportasi
Transportasi terkait dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses
pengiriman material promosi ke saluran pemasaran dan konsumen dan proses
perjalanan konsumen menuju produk wisata.
6. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang
terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan
atau dikonsumsi. Produsen jasa dan gagasan juga menghadapi masalah untuk
membuat output mereka tersedia dan terjangkau oleh populasi sasaran. Untuk
kasus produk wisata, contoh saluran pemasaran adalah jasa internet dan jasa
2.14. Penelitian Terdahulu.
Terkait dengan topik yang diteliti yaitu mengenai ”strategi pemasaran objek
wisata bahari” terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dalam topik
yang dikaji. Salah satunya adalah skripsi yang disusun oleh Firman Syafei dari
Departemen Sosial Ekonomi Perikanan, program studi Manajemen Bisnis
Ekonomi Perikanan dan ilmu kelautan, FPIK, IPB.
Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Mei – Juli 2006, yang berlokasi di
kantor Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Data yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh berdasarkan observasi langsung ke TN Kepulauan Seribu,
wawancara langsung dengan responden dan penyebaran kuesioner. Kuesioner ini
digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang dan untuk menentukan faktor
internal faktor eksternal dan kondisi persaingan industri. Responden dari
kuesioner ini dipilih dengan menggunakan metode pusposive sampling. Metode pengambilan sampling ini digunakan karena dengan begitu pihak pengelola TN
Kepulauan Seribu dapat memilih orang-orang yang dinilai paling tepat, ahli serta
berperan dalam pengambilan keputusan. Selain metode diatas, dilakukan pula
wawancara dengan pengunjung yang dipilih secara insidental untuk mengetahui
motif kunjungan dan persepsi terhadap TN Kepulauan Seribu.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mendapatkan data
yang sudah diolah dan tersusun dari berbagai sumber seperti Kantor Balai TN
Kepulauan Seribu, Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan LSI IPB Darmaga,
Perpustakaan Fakultas Pertanian IPB. Perpustakaan Departemen Sosial Ekonomi
Perikanan, situs–situs internet dan instansi lainnya yang terkait.
Dalam melakukan analisis strategi pemasaran objek wisata tersebut, Firman
menggunakan alat analisis yang berupa matriks IFE, EFE, dan matriks IE yang
didapat dari hasil analisis terhadap lingkungan eksternal dan internal perusahaan,
dan juga menggunakan analisis SWOT untuk mendapatkan alternatif strategi
pemasaran bagi pihak pengelola.
Dengan menggunakan alat analisis tersebut Firman menyimpulkan bahwa Saat
ini industri pariwisata bahari di Taman Nasional Kepulauan Seribu belum dikelola
kenyataan di lapangan menunjukan bahwa masing-masing pihak masih bergerak
sendiri.
a. Berdasarkan matriks IFE diperoleh :
a. Kekuatan internal dari balai adalah, (1) penetapan harga yang lebih rendah,
(2) kualitas objek yang cukup baik, (3) Sumber Daya Alam yang potensial
untuk Wisata Bahari dan produk yang bervariasi, (4) fasilitas
pendukungnya yang lengkap, (5) lokasi yang berdekatan dengan Jakarta,
(6) kemudahan untuk memperoleh input sumberdaya yang dibutuhkan dan
(7) sumberdaya manusia yang ahli dalam hal pengelolaan lingkungan.
b. Kelemahan internal dari balai adalah (1) strategi promosi yang belum jelas
dan belum berorientasi pasar, (2) rendahnya brand awareness terhadap taman nasional dan produk wisatanya belum muncul sehingga yang
terkenal adalah pulau secara tersendiri, (3) belum adanya target konsumen,
segmentasi, dan fokus posisi pasar yang jelas, (4) belum adanya konsep
yang jelas mengenai batasan terhadap daya dukung lingkungan terhadap
wisata bahari, (5) kurangnya sumberdaya yang memiliki kapabilitas dalam
bidang pemasaran, (6) SDM sektor pariwisata bahari di kepulauan Seribu
yang belum memenuhi standar mutu dan profesionalisme profesi tenaga
kerja bidang pariwisata.
2. Berdasarkan matriks EFE diperoleh :
a. Peluangyang dimiliki oleh pihak balai adalah, (1) Peraturan Pemerintah
yang mendukung kinerja Balai, (2) adanya Globalisasi dan AFTA, (3) tren
wisata yang meningkat baik secara global maupun nasional, (4) masyarakat
Kepulauan seribu cukup kooperatif dalam kegiatan-kegiatan konservasi dan
wisata, (5) dukungan yang kuat dari kelompok-kelompok pecinta
lingkungan dan (6) pesatnya perkembangan internet dan teknologi
informasi.
b. Ancaman bagi balai adalah, (1) Tidak adanya perangkat kekuatan hukum
untuk mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di taman
nasional Kepulauan Seribu, (2) Aturan pemerintah yang belum seragam di
tingkat daerah terkait dengan wisata bahari, (3) Besarnya Ancaman masuk
Tingkat diferensiasi dan harga produk substitusi, (6) budaya sanitasi
masyarakat yang masih tradisional, (7) ketergantungan yang tinggi dari
masyarakat terhadap sumberdaya alam, (8) kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh aktifitas manusia, (9) populasi masyarakat Kepulauan
Seribu yang semakin meningkat sementara lahan tidak mungkin ditambah,
(10) Situasi Indonesia yang dinilai masih belum stabil dan rawan bencana,
(11) iklim usaha dan investasi di indonesia yang belum kondusif, (12)
belum adanya kerjasama yang padu antara balai, pihak swasta dan dinas
pariwisata dalam mengembangkan wisata bahari.
3. Berdasarkan analisis persaingan industri (model lima kekuatan porter)
diperoleh hasil bahwa :
a. Kondisi persaingan industri pariwisata bahari yang dihadapi oleh Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu cukup tinggi.
b. Faktor yang paling berpengaruh terhadap intensitas persaingan ini adalah
ancaman produk substitusi dan persaingan antar pemain dalam indutri
wisata bahari.
4. Berdasarkan hasil analisis SWOT, alternatif strategi pemasaran yang bisa
dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai
berikut :
a.Strategi Produk :
• Kualitas
Pihak balai harus mempertahankan posisinya saat ini sebagai objek
wisata alam yang memiliki kualitas lingkungan yang baik. Sambil
melakukan peningkatan, baik itu kualitas lingkungan alam, fasilitas
maupun sumberdaya manusia.
• Pelayanan
Mempertahankan posisi sebagai tempat wisata objek yang berfasilitas
lengkap, pelayanan yang ramah dan mudah dijangkau sambil melakukan
peningkatan kualitas dan kapasitas fasilitas.
Saat ini lini produk yang dimiliki oleh balai belum perlu dilakukan
penambahan dari segi jumlah objek. Tapi perlu dilakukan
pengembangan dari segi pengemasan, seperti dengan mengembangkan
paket-paket baru yang memiliki target konsumen spesifik.
• Merek
Mengembangkan strategi branding untuk meningkatkan kesadaran konsumen mengenai merek Taman Nasional.
• Manfaat dan keistimewaan
Meningkatkan program-program pendidikan dalam aktivitas wisata
b.Strategi Harga :
• Mempertahankan posisi sebagai objek wisata yang terjangkau oleh masyarakat umum.
• Menerapkan diversifikasi harga
c.Strategi Distribusi :
• Bekerja sama dengan pemilik kapal dan dinas perhubungan untuk menambah frekuensi lalulintas ke Kepulauan Seribu
• Bekerja sama dengan agen-agen perjalanan untuk menyebarkan
material promosi balai.
• Mengoptimalkan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi dengan konsumen baik dari dalam maupun luar negeri
d.Strategi Promosi :
• Bersama-sama dengan pemerintah daerah dan swasta serta pihak
terkait lainnya dalam mengembangkan strategi merek.
• Meneruskan program personal sellingnya dengan kunjungan ke sekolah-sekolah, terutama SMP dan SMU.
• Memasang iklan dan artikel pada media cetak yang memiliki target pasar keluarga.
• Membuka peluang untuk melakukan penelitian untuk segmen peneliti