• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU AJAR FILSAFAT ILMU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUKU AJAR FILSAFAT ILMU"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU AJAR

FILSAFAT ILMU

Oleh :

Prof.Dr.Ir. M. Natsir Nessa, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc.

Prof.Dr.Ir. Sudirman, M.Sc.

Prof.Dr.Ir. Syamsu Alam Ali, MSi.

PROGRAM STUDI S2 ILMU PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

(2)

" #

$ $ %

& ' ( ( ) * +

! " , + $

- , ! +

.

/ ,

0 ,

,

( * #

111

$ .

# $

(3)
(4)

&3 62( " 2#' 6 &&9

&3 & &&9

&3 ! ( &&:

&3 - &!8

(5)
(6)

Pengetahuan tentang filsafat ilmu semakin dirasakan manfaatnya mengingat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan semakin menyimpang jauh dari filsafat. Pada awalnya, filsafat mengkaji ilmu dengan tujuan untuk mensejahterakan ummat manusia. Aspek penyadaran akan penyimpangan ilmu sangat dibutuhkan bagi mahasiswa, sehingga mereka tidak mengulangi hal yang sama dimasa mendatang. Manfaatnya akan semakin terasa pada saat akan melakukan penelitian. Pengetahuan yang memadai sangat diperlukan, supaya peneltian yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik, sistematis, efisien dan menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana. Banyak kasus dimana peneliti tidak memahami dengan baik rencana penelitian yang telah dibuat, sehingga pada waktu melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang sesungguhnya tidak sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan.

Pada modul ini dipaparkan prinsip prinsip dasar filsafat dan filsafat ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang bagaimana perkembangan ilmu dari dulu sampai saat ini, dan bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan jika disandingkan dengan filsafat.

Ruang lingkup filsafat ilmu Pengertian filsafat dan ilmu

Garis Besar Rencana pembelajaran (GBRP) Kontrak Pembelajaran

(7)

! "

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: Menjelaskan ruang lingkup filsafat ilmu.

Menjelaskan pengertian filsafat.

Menjelaskan rencana pembelajaran selama 1 semester Menguraikan kontrak perkuliahan.

#

$ $ % % &

$ ' ( # % % &

Ilmu terdiri atas obyek material yang merupakan sasaran penyelidikan dan obyek formal yaitu metode pendekatan untuk memahami obyek material, seperti pendekatan induktif ataupun deduktif. Obyek material filsafat adalah segala yang ada, yang tampak seperti empiris, yang tidak tampak seperti alam metafisika.

Filsafat merupakan induk ilmu, lebih luas dari ilmu, mencakup yang empiris dan non empiris. Ilmu berasal dari filsafat karena filsafatlah yang membahas segala hal yang ada secara sistematis, rasional, logis dan empiris yang kemudian bercabang, berkembang dan berspesialisasi.

$ & % % &

1. Filsafat dan Hikmah

Dalam bahasa Inggris filsafat berarti , sedangkan dalam bahasa Yunani berarti yang terdiri atas = cinta atau = persahabatan (tertarik kepada) dan kata = hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran ( ).

Beberapa pengertian tentang filsafat :

(8)

2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir, dasar dan nyata.

3. Upaya untuk menentukan batas batas dan jangkauan pengetahuan (sumber, hakikat, keabsahan dan nilainya)

4. Penyelidikan kritis atas pengandaian dan pernyataan yang diajukan oleh pengetahuan

5. Disiplin ilmu yang membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.

Sedangkan menurut Moh. Hatta dan Langeveld, secara terminology definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam mendefinisikannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia filsafat berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya.

Menurut Al Farabi (950 M), filsafat adalah ilmu tentang alam yang maujud, bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd (1126 – 1198), filsafat atau hikmah merupakan pengetahuan ‘otonom’ yang perlu dikaji oleh akal manusia.

Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir dengan insaf, sedangkan H. Hamersama menyatakan bahwa filsafat artinya pengetahuan metodis, sistematis dan koheren (bertalian) tentang seluruh kenyataan. Filsafat menurut Sidi Gazalba adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam mencari kebenaran, inti atau hakikat tentang segala sesuatu yang ada.

(9)

sesuai kadar kemampuan manusia. Dari rumusan tadi, hikmah terdiri atas : masalah, fakta dan data, serta analisis ilmuwan dengan teori.

Sementara Al syaybani menyatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah tapi cinta terhadap hikmah, berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan mencari sikap positif terhadapnya. Iapun menambahkan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, menautkan sebab akibat, dan menginterpretasikan pengalaman manusia.

2. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab : ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dan wazan fa’ila, yaf’alu yang artinya mengerti, memahami dengan benar. Dalam bahasa Inggris berarti science, bahasa Latin berarti scintia (pengetahuan) dan scire (mengetahui). Dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya pengetahuan suatu bidang secara sistematis berdasarkan metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang itu.

Ciri ciri ilmu menurut terminology :

a. Koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktika. b. Koherensi sistematik

c. Tidak memerlukan kepastian lengkap menurut penalaran perorangan. d. Metode yang berhasil harus terbuka.

e. Metodologi

f. Bersumber di dalam kesatuan obyeknya. Definisi ilmu menurut beberapa ahli :

Mohammad Hatta, ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam masalah yang sama tabiatnya, kedudukannya yang tampak dari luar dan bangunannya dari dalam.

Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, yang keempatnya serentak.

(10)

Karl Pearson, ilmu adalah lukisan atau keerangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

Alfanasyef, ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.

Harsojo, ilmu adalah :

1. Akumulasi pengtahuan yang sistematis.

2. Pendekatan atau metode pendekatan seluruh dunia empiris.

3. Cara menganalisis yang mengizinkan ahlinya untuk menyatakan : ‘JikaB., makaB.”

Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklarifikasi, tersistem, terukur, dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sedangkan pengetahuan adalah informasi berupa common sense, keseluruhan pengetahuan yang belum, tersusun baik metafisik maupun fisik. Kedudukan ilmu lebih tinggi dari pengetahuan karena memiliki metode dan mekanisme tertentu.

Landasan ilmu perlu menjawab persoalan berikut :

1. Landasan ontologis, seperti : obyek apa yang ditelaah? Bagaimana wujud hakiki dari obyek tersebut ?

2. Landasan epistemologis : bagaimana prosedur dan mekanismenya ? 3. Landasan aksiologis, seperti : untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu digunakan ?

Adapun persamaan filsafat dan ilmu :

1. Mencari rumusan yang sebaik baiknya, selengkap lengkapnya sampai ke akar akarnya.

2. Memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian dan menunjukkan sebab sebabnya.

3. Memberikan sintesis yaitu pandangn yang bergandengan. 4. Mempunyai metode dan system

5. Memberikan penjelasan tentang kenyataan yang timbul dari hasrat manusia terhadap pengetahuan yang mendasar.

Sedangkan perbedaan filsafat dan ilmu :

(11)

1. Obyek material : universal

2. Obyek formal : nonfragmantis, luas, mendalam dan mendasar

3. Menonjolkan daya spekulasi, kritis dan pengawasan

4. Pertanyaan lebih jauh dan mendalam berdasarkan realitas

5. Penjelasan terakhir, mutlak, mendalam (primary causa)

Obyek material : khusus dan empiris Fragmantis, spesifik, intensif, teknik. Riset melalui trial and error.

Diskursif, logis, tidak tahu menjadi tahu

(12)

KOMPETENSI LULUSAN PROGRAM STUDI S2 ILMU PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

' &

KELOMPOK

KOMPETENSI

No RUMUSAN KOMPETENSI ELEMEN KOMPETENSI

a b c d e

KOMPETENSI UTAMA 1 mampu merencanakan, melaksanakan dan mengelola penelitian dan

pengkajian sumberdaya perikanan dan lingkungannya secara terpadu dan berkelanjutan,

√ √ √ √ √

2 mampu mengidentifikasi dan menganalisis hal hal yang berhubungan dengan pengelolaan, Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan,

√ √ √ √

3 mampu menerapkan ilmu dan teknologi dalam pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan,

√ √ √ √

KOMPETENSI PENDUKUNG

4 mampu menganalisis dan menysun rencana, strategi dan kebijakan pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan pembudidayaan biota perairan secara terpadu dan berkelanjutan,

√ √ √ √

5 mampu melakukan rekayasa dalam pengelolaan dan Ilmu Perikanan dan

(13)

6 mampu merencanakan pengembangan dan pembangunan suatu industri perikanan secara terpadu dan berkelanjutan

KOMPETENSI TAMBAHAN

7 mampu merencanakan, membangun dan mengelola suatu sistim

informasi perikanan secara terpadu dan berkelanjutan,

ELEMEN KOMPETENSI :

a. Landasan kepribadian;

b. Penguasaan ilmu dan ketrampilan; c. Kemampuan berkarya;

d. Sikap dan prilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang dikuasai; e. Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya

RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS KBK MATAKULIAH

FILSAFAT ILMU PERIKANAN

Kompetensi Utama :Kemampuan dalam memahami hakekat ilmu pengetahuan dan kebenaran ilmiah Kompetensi Pendukung : Kemampuan bekerjasama, berkomunikasi dan beradaptasi dalam lingkungan kerja Kompetensi Tambahan : Kemampuan berkarya secara individu atau tim dalam usaha perikanan berkelanjutan

(14)

Miggu

ke Pokok Bahasan (PB) Metode Pembelajaran Hasil Pembelajaran (

Learning

1 Kontrak Pembelajaran Kuliah Mampu menjelaskan kontrak

pembelajaran, kompetensi yg

3. Logika dan penalaran ilmiah Kuliah + diskusi Menjelaskan : proposisi, logika

(15)

5 Ilmu dan Nilai : aliran dan tokoh-tokoh filsafat ilmu

Kuliah + diskusi Menjelaskan Ilmu dan Nilai :

aliran dan tokoh-tokoh filsafat

Kuliah + diskusi Menjelaskan pengetahuan dan

ukuran kebenaran: definisi dan

7 Dasar-dasar ilmu Kuliah + diskusi Menjelaskan dasar-dasar ilmu

dari segi : ontologi, epistemologi dan aksiologi

Mampu menjelaskan dasar-dasar ilmu dari segi : ontologi, epistemologi dan aksiologi

5

8 Sarana Ilmiah Kuliah + diskusi Menjelaskan sarana ilmiah

meliputi : bahasa, matematika,

9 Hakekat ilmu, menentukan objek

tujuan, cara pencapaian tujuan dan pemanfaatan; obyek materi; obyek forma; aspek aksiologi, aspek etik; aspek epistemologi; ilmu teoritis & terapan; teknologi

Kuliah + diskusi Menjelaskan hakekat ilmu,

(16)

& perkembangannya ilmu teoritis & terapan;

Kuliah + diskusi Menjelaskan kebenaran ilmiah;

pengertian sistem, jenis-jenis

12-13 Kebenaran ilmiah bidang studi;

sumber kebenaran, teori kebenaran

Kuliah + diskusi Menjelaskan kebenaran ilmiah

bidang studi; sumber

14-15 Etika dan estetika dalam

pengembangan ilmu bidang studi

16 Tantangan dan masa depan ilmu Kuliah + diskusi Menjelaskan tantangan masa

(17)

dan masa depan manusia kemanusiaan; agama ilmu dan masa depan manusia

17 Evaluasi Presentasi & Ujian tulis 25

&

Pendahuluan memberikan gambaran penting secara menyeluruh materi yang akan dipelajari selama 1 semester perkuliahan, termasuk tugas – tugas yang akan dikerjakan oleh mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat membuat perencanaan dan strategi menghadapi perkuliahan.

%& &

Amsal Bahtiar, 2011. Filsafat Ilmu. Rajawali Press. Jakarta.

Suparlan Suhartono, 1997. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Konsep Dasar. Unhas. Jujun S. Suriasumantri. 1993. Ilmu dalam perspektif. PT. Gramedia, Jakarta.

Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar Harapan, Jakarta. Soetriono dan SRDM Rita Hanafie, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Andi Yokyakarta. Van Melsen. 1989. Ilmu pengetahuan dan tanggungjawab kita (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.

(18)

$ &

Pengetahuan tentang metode penelitian semakin dirasakan manfaatnya dan telah menjadi perangkat yang penting bagi mahasiswa dan para peneliti. Manfaatnya akan semakin terasa pada saat akan melakukan penelitian. Pengetahuan yang memadai sangat diperlukan, supaya peneltian yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik, sistematis, efisien dan

menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana. Banyak kasus dimana peneliti tidak memahami dengan baik rencana penelitian yang telah dibuat, sehingga pada waktu melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang sesungguhnya tidak sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan. Pada modul ini dipaparkan prinsip prinsip dasar metode penelitian dan

wawasan ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang cara berfikir ilmiah dan mendapatkan kebenaran ilmiah melalui

penelitian .

E. Ruang Lingkup Isi

Definisi penelitian ilmiah Wawasan ilmu pengetahuan

Garis Besar Rencana pembelajaran (GBRP) Kontrak Pembelajaran

F. Kaitan Modul

Pendahuluan merupakan modul pertama yang akan memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang metode penelitian dan wawasan ilmu penetahuan.

(19)

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat: Menjelaskan definisi penelitian ilmiah.

Menjelaskan wawasan ilmu pengetahuan.

Menjelaskan rencana pembelajaran selama 1 semester Menguraikan kontrak perkuliahan.

#

% # $ &

Pengetahuan secara etimologi yaitu ( ), dalam adalah kepercayaan yang benar (

). Secara terminology, menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Dalam arti luas berarti kehadiran internasional obyek dalam subyek, dalam arti sempit berarti kebenaran, kepastian. Pengetahuan dapat juga berarti pengalaman sadar, harus benar agar tidak kontradiksi.

1. Jenis pengetahuan

Menurut Burhanuddin Salam jenis pengetahuan manusia antara lain : Pengetahuan biasa, common sense, good sense, diperoleh dari

pengalaman sehari hari.

Pengetahuan ilmu, usaha untuk mengorganisasikan dan mensistemasikan common sense dari pengalaman dan pengamatan sehari hari.

Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiranbersifat kontemplatif dan spekulatif, menekankan pada universalitas kajian mendalam.

Pengetahuan agama, berasal dari Tuhan melalui utusannya. 2. Perbedaan Pengetahuan dan Ilmu

(20)

perbuatan manusia untuk memahami obyek tertentu, berwujud barang fisik, pemahaman melalui cara persepsi lewat indra, akal atau masalah kejiwaan. Memiliki obyek tertentu, runtut, memiliki metode yang umum.

Ilmu menurut Carles Siregar, ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Sedangkan menurut Liang Gie ilmu adalah aktivitas manusia sehingga memperoleh pengetahuan , lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan nanti, untuk beradaptasi, mengubah lingkungan dan sifat sifatnya.

Ilmu dan pengetahuan berbeda karena ciri sistematisnya dan cara memperolehnya. Dalam bahasa pengetahuan dan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material, keduanya berbeda.

& $ &

1. Hakikat Pengetahuan

Dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan yaitu :

a. Realisme, gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata sehingga pengetahuan adalah benar dan tepat jika sesuai dengan kenyataan, mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Tidak mementingkan pada subyek tapi obyek.

b. Idealisme, pengetahuan adalah proses mental psikologis yang subyektif. Dunia dan bagiannya adalah satu kesatuan yang utuh dan saling berhubungan. Mementingkan subyek dibandingkan obyek sehingga tidak mengakui kebenaran universal, kebenaran menjadi relative.

2. Sumber Pengetahuan

a. Empirisme, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman, bukan bawaan. Tokohnya : John Locke, David Hume.

b. Rasionalisme, pengetahuan diperoleh dengan akal. Tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan.

(21)

analisis,menyeluruh, mutlak tanpa penggambaran simbolis, personal, tidak bisa diramalkan, tidak dapat diandalkan, hanya sebatas hipotesa. d. Wahyu, berasal dari Tuhan melalui para nabi.

Ada 3 jenis kebenaran, yaitu : kebenaran epistemologis, berhubungan dengan pengetahuan manusia, kebenaran ontologism yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan, dan kebenaran semantic yaitu kebenaran yang terdapat dan melekat pada tutur kata dan bahasa. Teori yang menjelaskan kebenaran epistemologis antara lain :

1. Teori Korespondensi, keadaan dianggap benar jika ada kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan obyek yang dituju oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran antara subyek dan obyek. Umumnya dianut pengikut realism.

2. Teori Koherensi (konsistensi) tentang Kebenaran, kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu yang lain (fakta, realitas) tetapi atas hubungan antar putusan itu sendiri. 3. Teori Pragmatisme tentang Kebenaran, benar tidaknya suatu ucapan,

dalil, atau teori, hanya bergantung pada asas manfaat. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, hasilnya, dan oleh akibat akibat praktisnya. 4. Agama sebagai Teori Kebenaran, sesuatu dianggap benar jika sesuai

dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

%

(22)

yang bersumber dari manusia. Al Jurjanni membagi ilmu menjadi ilmu Qadim dan ilmu Hadis.

Islam mengenal hierarki keilmuan yakni terdapat hierarki dalam obyek yang diketahui dan subyek yang mengetahui. Adanya pengakuan wawasan Yang Kudus menjabarkan secara hierarkis ke dalam berbagai bidang keilmuan.

) ! "

No NIRM MAHASISWA NAMA

Merumuskan Hipotesis (15%) Ketepatan

penjelasan

Kecermatan dalam merumuskan

Kerjasama kelompok 1

&

Pendahuluan memberikan gambaran penting secara menyeluruh materi yang akan dipelajari selama 1 semester perkuliahan, termasuk tugas – tugas yang akan dikerjakan oleh mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat membuat perencanaan dan strategi menghadapi perkuliahan.

%& &

Amsal Bahtiar, 2011. Filsafat Ilmu. Rajawali Press. Jakarta.

Suparlan Suhartono, 1997. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Konsep Dasar. Unhas. Jujun S. Suriasumantri. 1993. Ilmu dalam perspektif. PT. Gramedia, Jakarta. Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar Harapan, Jakarta.

Soetriono dan SRDM Rita Hanafie, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Andi Yokyakarta.

(23)
(24)

$

Pengetahuan tentang metode penelitian semakin dirasakan manfaatnya dan telah menjadi perangkat yang penting bagi mahasiswa dan para peneliti. Manfaatnya akan semakin terasa pada saat akan melakukan penelitian. Pengetahuan yang memadai sangat diperlukan, supaya peneltian yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik, sistematis, efisien dan

menghasilkan sesuatu sesuai dengan rencana. Banyak kasus dimana peneliti tidak memahami dengan baik rencana penelitian yang telah dibuat, sehingga pada waktu melakukan penelitian di lapangan, melakukan penelitian yang sesungguhnya tidak sesuai dengan rancangan penelitian yang direncanakan. Pada modul ini dipaparkan prinsip prinsip dasar metode penelitian dan

wawasan ilmu pengetahuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang cara berfikir ilmiah dan mendapatkan kebenaran ilmiah melalui

penelitian .

H. Ruang Lingkup Isi

Definisi penelitian ilmiah Wawasan ilmu pengetahuan

Garis Besar Rencana pembelajaran (GBRP) Kontrak Pembelajaran

I. Kaitan Modul

Pendahuluan merupakan modul pertama yang akan memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang metode penelitian dan wawasan ilmu penetahuan.

! "

(25)

Menjelaskan definisi penelitian ilmiah. Menjelaskan wawasan ilmu pengetahuan.

Menjelaskan rencana pembelajaran selama 1 semester Menguraikan kontrak perkuliahan.

#

" ) ! % * )

Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bias menjumpai pandangan pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005).

(26)

yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642 1627) menulis hukum hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723 1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow.

(27)

Sedang pengetahuan tak ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).

Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif, sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas) ilmiahnya. Sedangkan pengetahuan yang prailmiah, walaupun sesungguhnya diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian, pengetahuan pra ilmiah karena tidak diperoleh secara sistematis metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan “naluriah”.

Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap mistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuanpengetahuan yang berlaku juga untuk obyek obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas batasnya.

(28)

kekuatan kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari obyek di sekitarnya, dan dapat menelaahnya.

Orang orang yang tidak mengakui status ontologis obyek obyek metafisika pasti tidak akan mengakui status status ilmiah dari ilmu tersebut. Itulah mengapa tahap ontologis dianggap merupakan tonggak ciri awal pengembangan ilmu. Dalam hal ini subyek menelaah obyek dengan pendekatan awal pemecahan masalah, semata mata mengandalkan logika berpikir secara nalar. Hal ini merupakan salah satu ciri pendekatan ilmiah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi metode ilmiah yang makin mantap berupa proses berpikir secara analisis dan sintesis. Dalam proses tersebut berlangsung logika berpikir secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari yang umum.

Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis premis yang telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan oleh kebenaran premis premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang khusus. Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap fungsional.

(29)

pengetahuan dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.

Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.

Telaahan kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkahlangkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.

Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi Tahapan Ontologi (Hakikat Ilmu)

�� Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?

�� Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?

�� Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? �� Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?

(30)

�� Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?

�� Bagaimana prosedurnya?

�� Hal hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan benar?

�� Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?

�� Apa kriterianya?

�� Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Aksiologi (Guna Pengetahuan)

�� Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?

�� Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah kaidah moral?

�� Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan pilihan moral?

�� Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral/profesional?

Sumber: Suriasumantri, 1993

Teori pengetahuan yang bersifat subjektif akan memberikan jawaban ”TIDAK”, kita tidak akan mungkin mengetahui, menemukan hal hal yang ada di balik pengaman dan ide kita. Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan jawaban ”YA”.

Sumber Sumber Pengetahuan

(31)

diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya (idelisme).

Di samping rasionalisme dan pengalaman masih ada cara lain yakni intuisi atau wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran, bersifat personal dan tak bisa diramalkan. Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.m Masalah yang muncul dalam sumber pengetahuan adalah dikotomi atau gap antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam sumber ilmu yang paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis. Bagi ilmu umum (imuwan sekuler) satunya satunya yang valid adalah pengalaman empiris yang didukung oleh indrawi melalui metode induksi. Sedangkan metode deduksi yang ditempuh oleh akal dan nalar sering dicurigai secara apriopri (yakni tidak melalui pengalaman). Menurut mereka, setinggitingginya pencapaian akal adalah filsafat. Filsafat masih dipandang terlalu spekulatif untuk bisa mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang diminta kaum positivis. Adapun pengalaman intuitif sering dianggap hanya sebuah halusinasi atau ilusi belaka. Sedangkan menurut agamawan pengalaman intuitif dianggap sebagai sumber ilmu, seperti para nabi memperoleh wahyu ilahi atau mistikus memperoleh limpahan cahaya Ilahi.

(32)

menyangkut metodologi ilmiah. Sains pada dasarnya hanya mengenal metode observasi atau eksperimen. Sedangkan agamawan mengembangkan metode lainnya seperti metode intuitif. Masalah terakhir adalah sulitnya mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan intuisi sebagai pengalaman legitimate dan riil dari manusia.

Sejarah Perkembangan Ilmu A. Zaman Yunani

Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales (624 546 SM) mempertanyakan “Apa sebenarnya asal usul alam semesta ini?” Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda dapat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.

(33)

memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga timbullah kaum “sofis”. Kaum sofis ini memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa ini memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481 411 SM). Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran.

Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru. Socrates, Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum sofis. Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia.

Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani karena pada zaman ini kajian kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429 347 SM), yang sekaligus murid Socrates. Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat buat bahkan sudah ada di alam idea. Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384 322 SM). Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:

Semua manusia akan mati (premis mayor). Socrates seorang manusia (premis minor). Socrates akan mati (konklusi).

Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar dasar dan metode ilmiah secara sistematis.

Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

(34)

Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang bidang empirisme– positiviesme sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisika (Kartanegara, 2003). Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri inilah sebagai pengetahuan yang di antaranya ilmu. Filsafat yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Semua ilmu baik ilmu alam maupun ilmu sosial bertolak dari pengembangannya sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642 1627) menulis hukum hukum fisika sebagai Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723 1790) Bapak Ilmu Ekonomi menulis buku The Wealth Of Nation (1776) dalam fungsinya sebagai Professor of Moral Philosophy di Universitas Glasgow.

(35)

terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas asas yang digunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik sains yang paling mendasar selain matematika.

Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni epistemology danontology (on = being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori tentang apa). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

Sedang pengetahuan tak ilmiah adalah yang masih tergolong prailmiah. Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit, atau wahyu (oleh nabi).

(36)

sistematis metodologis ada yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan “naluriah”.

Dalam sejarah perkembangannya, di zaman dahulu yang lazim disebut tahap mistik, tidak terdapat perbedaan di antara pengetahuanpengetahuan yang berlaku juga untuk obyek obyeknya. Pada tahap mistik ini, sikap manusia seperti dikepung oleh kekuatan kekuatan gaib di sekitarnya, sehingga semua obyek tampil dalam kesemestaan dalam artian satu sama lain berdifusi menjadi tidak jelas batas batasnya.

Tiadanya perbedaan di antara pengetahuan pengetahuan itu mempunyai implikasi sosial terhadap kedudukan seseorang yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan untuk dipandang sebagai pemimpin yang mengetahui segala galanya. Fenomena tersebut sejalan dengan tingkat kebudayaan primitif yang belum mengenal berbagai organisasi kemasyarakatan, sebagai implikasi belum adanya diversifikasi pekerjaan. Seorang pemimpin dipersepsikan dapat merangkap fungsi apa saja, antara lain sebagai kepala pemerintahan, hakim, guru, panglima perang, pejabat pernikahan, dan sebagainya. Ini berarti pula bahwa pemimpin itu mampu menyelesaikan segala masalah, sesuai dengan keanekaragaman fungsional yang dicanangkan kepadanya. Tahap berikutnya adalah tahap ontologis, yang membuat manusia telah terbebas dari kepungan kekuatan kekuatan gaib, sehingga mampu mengambil jarak dari obyek di sekitarnya, dan dapat menelaahnya.

(37)

Hal ini mengikuti teori koherensi, yaitu perihal melekatnya sifat yang terdapat pada sumbernya yang disebut premis premis yang telah teruji kebenarannya, dengan kesimpulan yang pada gilirannya otomatis mempunyai kepastian kebenaran. Dengan lain perkataan kesimpulan tersebut praktis sudah diarahkan oleh kebenaran premis premis yang bersangkutan. Walaupun kesimpulan tersebut sudah memiliki kepastian kebenaran, namun mengingat bahwa prosesnya dipandang masih bersifat rasional–abstrak, maka harus dilanjutkan dengan logika berpikir secara induktif. Hal ini mengikuti teori korespondensi, yaitu kesesuaian antara hasil pemikiran rasional dengan dukungan data empiris melalui penelitian, dalam rangka menarik kesimpulan umum dari yang khusus. Sesudah melalui tahap ontologis, maka dimasukan tahap akhir yaitu tahap fungsional.

Pada tahap fungsional, sikap manusia bukan saja bebas dari kepungan kekuatan kekuatan gaib, dan tidak semata mata memiliki pengetahuan ilmiah secara empiris, melainkan lebih daripada itu. Sebagaimana diketahui, ilmu tersebut secara fungsional dikaitkan dengan kegunaan langsung bagi kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Tahap fungsional pengetahuan sesungguhnya memasuki proses aspel aksiologi filsafat ilmu, yaitu yang membahas amal ilmiah serta profesionalisme terkait dengan kaidah moral. Sementara itu, ketika kita membicarakan tahap tahap perkembangan pengetahuan dalam satu nafas tercakup pula telaahan filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.

Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.

(38)

prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkahlangkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaahan ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.

Epistimologi, Ontologi, dan Aksiologi Tahapan Ontologi(Hakikat Ilmu)

�� Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?

�� Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?

�� Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera)

yang membuahkan pengetahuan?

�� Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?

�� Bagaimana prosedurnya?

Epistimologi (Cara Mendapatkan Pengetahuan)

�� Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?

�� Bagaimana prosedurnya?

�� Hal hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan benar?

�� Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?

�� Apa kriterianya?

(39)

Aksiologi (Guna Pengetahuan)

�� Untuk apa pengetahuan tersebut digunakan?

�� Bagaiman kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah kaidah moral?

�� Bagaimana penetuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan pilihan moral?

�� Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral/profesional?

Sumber: Suriasumantri, 1993

Teori pengetahuan yang bersifat subjektif akan memberikan jawaban ”TIDAK”, kita tidak akan mungkin mengetahui, menemukan hal hal yang ada di balik pengaman dan ide kita. Sedangkan teori pengetahuan yang bersifat obyektif akan memberikan jawaban ”YA”.

Sumber Sumber Pengetahuan

Ada 2 cara pokok mendapatkan pengetahuan dengan benar: pertama, mendasarkan diri dengan rasio. Kedua, mendasarkan diri dengan pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman mengembangkan empirisme. Kaum rasionalis mengembangkan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dari ide yang diangapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya (idelisme).

(40)

(imuwan sekuler) satunya satunya yang valid adalah pengalaman empiris yang didukung oleh indrawi melalui metode induksi. Sedangkan metode deduksi yang ditempuh oleh akal dan nalar sering dicurigai secara apriopri (yakni tidak melalui pengalaman). Menurut mereka, setinggitingginya pencapaian akal adalah filsafat. Filsafat masih dipandang terlalu spekulatif untuk bisa mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang diminta kaum positivis. Adapun pengalaman intuitif sering dianggap hanya sebuah halusinasi atau ilusi belaka. Sedangkan menurut agamawan pengalaman intuitif dianggap sebagai sumber ilmu, seperti para nabi memperoleh wahyu ilahi atau mistikus memperoleh limpahan cahaya Ilahi.

Masalah berikutnya adalah pengamatan. Sains modern menentukan obyek ilmu yang sah adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi (the observables) atau diamati oleh indra. Akibatnya muncul penolakan dari filosof logika positivisme yang menganggap segala pernyataan yang tidak ada hubungan obyek empirisnya sebagai nonsens. Perbedaan ini melahirkan metafisik (dianggap gaib) dan fisik (dianggap science). Masalah lainnya adalah munculnya disintegrasi pada tatanan klasifikasi ilmu. Penekanan sains modern pada obyek empiris (ilmu ilmu fisika) membuat cabang ilmu nonfisik bergeser secara signifikan ke pinggiran. Akibatnya timbul pandangan negatif bahwa bidang kajian agama hanya menghambat kemajuan. Seperti dalam anggapan Freud yang menyatakan agama dan terutama pendukungnya yang fanatic bertanggung jawab terhadap pemiskinan pengetahuan karena melarang anak didik untuk bertanya secara kritis. Masalah lainnya yang muncul adalah menyangkut metodologi ilmiah. Sains pada dasarnya hanya mengenal metode observasi atau eksperimen. Sedangkan agamawan mengembangkan metode lainnya seperti metode intuitif. Masalah terakhir adalah sulitnya mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan intuisi sebagai pengalaman legitimate dan riil dari manusia.

" ) !

A. Zaman Yunani

(41)

mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara kausalitas. Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales (624 546 SM) mempertanyakan “Apa sebenarnya asal usul alam semesta ini?” Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsur penting bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda dapat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.

Pythagoras (580 500 SM) berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur bilangan merupakan juga unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Menurut Abu Al Hasan Al Amiri, seorang filosof muslim Phitagoras belajar geometri dan matematika dari orang orang mesir (Rowston, dalam Kartanegara, 2003). Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga timbullah kaum “sofis”. Kaum sofis ini memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa ini memulai kajian tentang manusia dan menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah Protagoras (481 411 SM). Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran.

(42)

Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani karena pada zaman ini kajian kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429 347 SM), yang sekaligus murid Socrates. Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat buat bahkan sudah ada di alam idea. Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384 322 SM). Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:

Semua manusia akan mati (premis mayor). Socrates seorang manusia (premis minor). Socrates akan mati (konklusi).

Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar dasar dan metode ilmiah secara sistematis.

) ! "

No NIRM MAHASISWA NAMA

Merumuskan Hipotesis (15%) Ketepatan

penjelasan

Kecermatan dalam merumuskan

Kerjasama kelompok 1

&

(43)

%& &

Amsal Bahtiar, 2011. Filsafat Ilmu. Rajawali Press. Jakarta.

Suparlan Suhartono, 1997. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Konsep Dasar. Unhas. Jujun S. Suriasumantri. 1993. Ilmu dalam perspektif. PT. Gramedia, Jakarta. Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat ilmu sebuah pengantar populer. Sinar Harapan, Jakarta.

Soetriono dan SRDM Rita Hanafie, 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Andi Yokyakarta.

Van Melsen. 1989. Ilmu pengetahuan dan tanggungjawab kita (terjemahan). PT. Gramedia, Jakarta.

(44)

SARANA BERFIKIR ILMIAH

Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah – langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika indukti. Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.

% & %

(45)

akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan pernyataan atau kasus kasus yang bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan pernyataan yang bersifat umum.

Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.

Pengertian Sarana Berfikir Ilmiah menurut para ahli :

1. Menurut Salam (1997:139): Berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/mendapatkan ilmu. Berfikir ilmiah adalah proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.

2. Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi.

3. Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah 2006:118). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian pembuktian.

4. Menurut Eman Sulaeman. Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan pengetahuan ilmiah yang sudah ada.

(46)

mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berpikir ilmiah yaitu bahasa, matematika, dan statistika.. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif. Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Salah satu langkah kearah penguasaan adalah mengetahui dengan benar peranan masing masing sarana berpikir dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah. Untuk itu terdapat syarat syarat yang membedakan ilmu (science), dengan pengetahuan (knowledge), antara lain :

1. Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudiro, Adm. Dan Management Umum 1982. Ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas.

2. Menurut Prof.DR.Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial 1985. Ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika dan mesti bersifat universal.

Sumber sumber pengetahuan manusia dikelompokkan atas: Pengalaman.

Otoritas .

Cara berfikir deduktif. Cara berfikir induktif .

Berfikir ilmiah (pendekatan ilmiah).

Hal hal yang perlu diperhatikan dari sarana berpikir ilmiah adalah :

1. Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu melainkan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmu.

(47)

Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan sehari hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat. Harus disadari bahwa tiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta menggunakan akalnya semaksimal mungkin Seseorang yang tidak berpikir berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya ia tidak akan mengetahui tujuan penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Banyak yang beranggapan bahwa untuk “berpikir secara mendalam”, seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap “berpikir secara mendalam” sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan “filosof”. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh.

Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu : bahasa ilmiah, logika dan matematika, logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali kebenarannya. Sedang logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari konsep konsep yang berlaku umum

(48)

Fungsi berfikir ilmiah , sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan dalam kaitan kegiatan ilmiah secara keseluruhan. Dalam hal ini berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.

Pada hakikatnya sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana sarana berpikir ilmiah ini kita harus dapat menguasai langkah langkah dalam kegiatan langkah berfikir tersebut. Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia dikaruniai kemampuan untuk mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi kendala dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya.

Karenanya tidak salah jika Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil. Tuhan dibumi, melalui penciptaan kebudayaan. Proses penciptaaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia di mulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk berfikir. Meskipun sebenarnya hewan memiliki kemampuan yang sama dengan manusia dalam hal berfikir, tetapi makhluk yang terakhir hanya dapat berfikir dengan kemampuan terbatas pada instink dan demi kelangsungan hidupnya. Berbeda dengan hewan, manusia dalam proses berfikir melampaui diri dan kelangsungan hidupnya, bahkan hingga menghadirkan kebudayaan dan peradaban yang menakjubkan. Sesuatu yang nyata nyata tidak dapat dilakukan oleh makhluk Tuhan yang lain.

(49)

ketidaktenangan dirinya, sang Ayah tidak dapat menyebutkannya dan hanya beralasan bahwa perasaannya menyatakan ada yang tidak beres dengan si anak yang ada di luar kota. Setelah menyusul ke tempat anaknya, ternyata si anak sedang sakit parah. Meskipun proses berfikir sang Ayah mendapatkan kebenaran, tetapi tidak bisa disebut berfikir ilmiah, karena tidak memenuhi suatu logika tertentu dan terlebih lagi tidak terdapat proses analitis terdapat peristiwa ini.

Uraian mengenai hakikat berfikir ilmiah atau kegiatan penalaran memperlihatkan bahwa pada dasarnya, kegiatan berfikir adalah proses dasar dari pengetahuan manusia. kita membedakan antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Hanya saja, pemahaman kita tentang berfikir ilmiah belum dapat disebut benar. Perbedaan berfikir ilmiah dari berfikir non ilmiah memiliki perbedaan dalam dua faktor mendasar yaitu:

1. Sumber pengetahuan

Berfikir ilmiah menyandarkan sumber pengetahuan pada rasio dan pengalaman manusia, sedangkan berfikir non ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan sumber pengetahuan pada perasaan manusia.

1. Ukuran kebenaran

Berfikir ilmiah mendasarkan ukuran kebenarannya pada logis dan analitisnya suatu pengetahuan, sedangkan berfikir non ilmiah (intuisi dan wahyu) mendasarkan kebenaran suatu pengetahuan pada keyakinan semata.

%

(50)

mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan pada bunyi, lambang, sistematika, komunikasi.

Adapun ciri ciri bahasa di antaranya yaitu: 1. Sistematis artinya memiliki pola dan aturan.

2. Arbitrer (manasuka) artinya kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang disimbolkannya.

3. Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi

4. Sebagai symbol yang mengaju pada objeknya dan lain sebagainya.

Kelemahan bahasa dalam menghambat komunikasi ilmiah yaitu : Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.

Keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan symbol. Bahasa Sebagai sarana komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur. Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan tiada batas dunia. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat syarat bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif dan eksplisit.

(51)

bahasayang telah memberikan uraiannya tentang pengertiannya tentang pegertian bahasa. Pernyataan tersebut tentunya berbeda beda cara menyampikannya. Seperti pendapat Bloch and Trager mengatakan bahwa

(bahasa adalah suatu sistem simbol simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk komunikasi). Peran bahasa disini adalah sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah dan sebagai sarana komunikasi antar manusia tanpa bahasa tiada komunikasi.

Adapun ciri ciri bahasa ilmiah yaitu:

1. Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalah pahaman Informasi.

2. Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya. 3. Intersubjektif, yaitu ungkapan ungkapan yang dipakai mengandung makna

makna yang sama bagi para pemakainya

4. Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.

Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat syarat: Bebas dari unsur emotif, Reproduktif, Obyektif, Eksplisit.

Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama yakni, 1. Sebagai sarana komunikasi antar manusia.

2. Sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.

(52)

Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai nilai budaya, pikiran, dan nilai nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.

Berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta modernisasi masyarakat Indonesia. Selain itu, mutu dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula ditingkatkan. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit konsep konsep yang rumit dan abstrak.

Para ahli filsafat bahasa dan psikolinguitik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi. Sedangkan aliran sisiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat. Walaupun terdapat perbedaan tetapi pendapat ini saling melengkapi satu sama lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :

1. Koordinator kegiatan kegiatan dalam masyarakat. 2. Penetapan pemikiran dan pengungkapan.

3. Penyampaian pikiran dan perasaan 4. Penyenangan jiwa

5. Pengurangan kegonjangan jiwa

(53)

3. Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175).

Komunikasi dengan mempergunakan bahasa akan mengandung unsur simbolik dan emotif, artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang kita sampaikan mengandung unsur unsur emotif, demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur unsur informatife. Menurut Jujun S. Suriasumantri, 1990, 175, dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif, agar pesan itu reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.

Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut:

1. Instrumental yaitu: penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.

2. Fungsi Regulatoris yaitu: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.

3. Fungsi Interaksional yaitu: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.

4. Fungsi Personal yaitu: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.

5. Fungsi Heuristik yaitu : penggunaan bahasa untuk mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.

6. Fungsi Imajinatif yaitu: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).

7. Fungsi Representasional yaitu: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan.

8. Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang pengolongan bahasa.

Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :

(54)

2. Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa simbolik.

Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai berikut:

1. Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif (bisikan hati) dan pernyataan langsung.

2. Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.

Dari uraian diatas tentang bahasa, bahasa buatan inilah yang dimaksudkan bahasa ilmiah. Dengan demikian bahasa ilmiah dapat dirumuskan, bahasa buatan yang diciptakan para ahli dalam bidangnya dengan mengunakan istilah istilah atau lambang lambang untuk mewakili pengertian pengertian tertentu. Dan bahasa ilmiah inilah pada dasarnya merupakan kalimat kalimat deklaratif atau suatu pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah, baik mengunakan bahasa biasa sebagai bahasa pengantar untuk mengkomunikasikan karya ilmiah.

& & %

(55)

Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan kita berpaling kepada matematika. Matematika adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Umpamanya: kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak maka objek kecepatan jalan kaki seorang anak dilambangkan x, dalam hal ini maka x hanya mempunyai arti yang jelas yakni kecepatan jalan kaki seorang anak. Demikian juga bila kita hubungkan kecepatan jalan kaki seorang ana dengan obyek lain misalnya: jarak yang ditempuh seorang anak”yang kita lambangkan dengan y, maka kita lambangkan hubungan tersebut dengan z = y / x dimana z melambangkan “waktu berjalan kaki seorang anak”. Pernyataan z = y / x tidak mempunyai konotasi emosional, selain itu bersifat jelas dan spesifik.

Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan macam macam ilmu pengetahuan. Matematika dalam perkembangannya memberikan masukan masukan pada bidang bidang keilmuan yang lainnya. Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam lebih ditandai dengan pengunaan lambang lambang bilangan untuk menghitung dan mengukur, objek ilmu alam misal gejala gejalah alam yang dapat diamatidan dilakukan penelaahan secara berulang ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya yang tak terulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang lambang bilangan.

Referensi

Dokumen terkait

Pembangkit motivasi dapat disajikan dalam bentuk gambar, ilustrasi, foto, sejarah, susunan kalimat, atau contoh penggunaan dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan topik

Dari ke empat teori kebenaran tersebut setelah kami analisis secara keseluruhan kami menyimpulkan bahwa produk produk hukum yang ada di Indonesia telah benar

Proses pembelajaran fisika dikelas yang akan disampaikan kepada peserta didik dari seorang guru dengan pendekatan membangun konsep (mengkonstruksi) merupakan

Teori kebenaran korespondensi adalah “teori kebenaran yang menyatakan bahwa suatu pernyataan itu benar kalau isi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut

Menurut Sidney Hook, filsafat juga pencari kebenaran, suatu persoalan nilai-nilai dan pertimbangan nilai untuk melaksanakan hubungan kemanusiaan secara benar dan juga berbagai

Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah ini

Dalam situasi tersebut seorang yang bersenjata memerintahkan korbannya untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu (diharuskan menyerahkan uang

4ene Desartes mengusulkan metode umum yang memiliki kebenaran yang pasti. #etode yang ia temukan merupakan upaya untuk mengara!kan nalarnya sendiri seara