• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI EFEK PEMBERIAN ESTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI EFEK PEMBERIAN ESTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

EFEK PEMBERIAN ESTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU

(Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN

HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus)

Oleh

RACHMAT SUPRIYONO SURABAYA JAWA TIMUR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)

Lembar Pengesahan

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU

(Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN

HISTOLOGIS OVARIUM (Mus musculus)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Pada

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga

OLEH:

RACHMAT SUPRIYONO 069712446

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

(3)

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa tulisan ini ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN HEWAN

Menyetujui, Panitia Penguji,

__________________________________ Hj. Eka Pramyrtha Hestianah, M.Kes., Drh

Ketua

_________________________ __________________________ Tutik Juniastuti, M.Kes., Drh DR. Wurlina, M.S., Drh Sekretaris Anggota

_________________________ ___________________________ Tatik Hernawati, M.Si., Drh Bambang Sasongko T, M.S., Drh Anggota Anggota

Surabaya, 31 Agustus 2004 Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga Dekan,

____________________________ Prof. Dr. Ismudiono, M.S., Drh

(4)

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUNGA KEMBANG SEPATU

(Hibiscus rosa sinensis Linn) TERHADAP GAMBARAN

HISTOLOGIS OVARIUM MENCIT (Mus musculus)

Rachmat Supriyono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn) terhadap gambaran histologis ovarium mencit (Mus musculus) yaitu folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf

Sejumlah 25 ekor mencit betina berumur lebih kurang dua bulan dengan berat badan rata-rata 25 gram digunakan sebagai hewan percobaan. Selama percobaan mencit diberi pakan ayam komersial 511. Desain percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terbagi menjadi lima perlakuan dengan lima ulangan. Adapun lima perlakuan tersebut adalah: pemberian CMC Na 1% (kontrol), suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 2,1875 mg/hari (P1), 4,375 mg/hari (P2), 8,75 mg/hari (P3), 17,5 mg/hari (P4) yang diberikan sebanyak 0,5 ml per hari selama 10 hari per oral. Setelah masa perlakuan mencit betina dikorbankan untuk diambil ovariumnya dan dibuat preparat histologisnya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian. Jika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf 5%.

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala puji bagi Alloh SWT, Tuhan seru sekalian alam. Tiada sesuatu yang sia-sia segala yang diciptakan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Serangkaian percobaan tentang pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn) terhadap gambaran histologis ovarium pada mencit (Mus musculus) telah dilakukan dan hasilnya telah tertuang dalam skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof Dr. Ismudiono, M.S., Drh. Selaku dekan atas segala bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik. terima kasih kepada Ibu Tatik Hernawati, M.Si., Drh. selaku pembimbing pertama dan Bapak Bambang Sasongko T, M.S., Drh. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan nasehat sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Kepada Ibu Hj. Eka Pramyrtha Hestianah, M.Kes., Drh., Ibu Tutik Juniastuti, M.Kes., Drh. dan Ibu DR. Wurlina, M.S., Drh. selaku dosen penguji atas segala kritik dan koreksinya yang sangat membantu penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Kepada seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga penulis menyampaikan terima kasih atas bekal ilmu yang telah diberikan.

(6)

pengorbanan yang telah diberikan. Keluarga Bapak Prof. DR. Ir. Setyo Budi, M.S., dan ibu serta adik-adik di Wage penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dorongan.

Kepada Evi, Joni, Ery, sanug, Esti, Ancas, Desi, dan teman-teman FKH angkatan ‘97 serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan dan fasilitas yang telah diberikan

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempuma. Namun harapan penulis semoga skripsi ini mendapat ridho Alloh SWT dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi yang membutuhkan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar belakang ... ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Landasan Teori ... 4

1.4Tujuan Penelitian... 5

1.5Manfaat Penelitian... 6

1.6Hipotesa Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Nama Daerah ... ... 7

2.1.1 Tanaman Kembang Sepatu... ... 7

2.1.2 Morfologi dan Habitat ... ... 8

2.1.3 Kandungan Zat ... ... 8

2.1.4 Kegunaan... ... 9

2.1.5 Tinjauan Tentang Flavonoid ... 9

(8)

2.2 Anatomi dan Fisiologi Mencit Betina ... 11

2.2.1 Ovarium dan Folikel Ovarium ... ... 11

2.2.2 Siklus Birahi ... ... 13

2.3 Hormon Kelenjar Hipofisa Anterior... 14

BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 16

3.2 Materi Penelitian... 16

3.2.1 Hewan percobaan ... 16

3.2.2 Bahan... 16

3.2.3 Alat ... 17

3.3 Metode penelitian ... 17

3.3.1 Pembuatan Ekstrak Kembang Sepatu... 17

3.3.2 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan ... 19

3.4 Parameter ... 20

3.5 Rancangan dan Analisis Penelitian... 20

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf... 22

BAB V PEMBAHASAN... 24

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 30

RINGKASAN... 31

DAFTAR PUSTAKA... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier

dan Folikel de Graaf dalam Ovarium Mencit Pada Kelompok

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Skema Pembuatan Ekstrak Kembang Sepatu ... 18

2 Tanaman Kembang Sepatu ... 51

3 Bunga Kembang Sepatu... 51

4 Timbangan Berkell... 51

5 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Kontrol Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf ... 52

6 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Kontrol Folikel Sekunder dan Folikel Tersier... 52

7 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 1 Folikel Sekunder ... 52

8 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 2 ... 53

9 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 3 ... 53

10 Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan 4 ... 53

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Cara Pembuatan Preparat Histologi Ovarium Mencit

(Mus musculus) ... 36

2 Cara Penentuan Dosis ... 39

3 Evaluasi Statistik Jumlah Folikel Sekunder... 41

4 Evaluasi Statistik Jumlah Folikel Tersier... 44

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

I.l Latar Belakang

Program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan pemerintah Indonesia bertujuan mensejahterakan rakyat melalui pembatasan jumlah kelahiran. Dalam pelaksanaan program KB tersebut telah digunakan berbagai metode sebagai berikut: 1. Metode sederhana tanpa alat/obat (senggama terputus) 2. Metode sederhana dengan alat/obat (kondom, diafragma/kap/jelly/cairan berbusa, tablet vagina serta tissu KB) 3. Metode efektif (pil KB, AKDR (Alat kontrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Device), suntikan KB dan susuk KB) dan 4. Metode Mantap yaitu MOP (Metode Operasi Pria/Vasektomi) dan MOW (Metode Operasi Wanita/Tubektomi), (BKKBN, 1994). Dalam dunia kedokteran hewan usaha pembatasan jumlah kelahiran dimaksudkan agar hewan-hewan tersebut tidak mencapai suatu jumlah yang dianggap mengganggu lingkungan sekitarnya dan ditujukan mulai dari hewan liar, ternak sampai pada hewan kesayangan. Pada dasarnya pembatasan jumlah kelahiran berhubungan dengan perencanaan perkawinan untuk memperoleh keturunan yang dikehendaki dan berguna bagi kesejahteraan hewan dan manusia (Ismudiono, 1991).

(13)

kontrasepsi oral, antara lain dengan mengimpor bahan baku obat (Padmawinata, 1985).

Pengobatan tradisional telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak dulu. Menurut Suyono (1985) di Indonesia terdapat 52 jenis tanaman yang diduga dapat bersifat antifertilitas. Salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia dan didup dapat bersifat antifertilitas adalah tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn).

(14)

Singh et al., (1982) menyatakan bahwa ekstrak bunga kembang sepatu tidak memiliki efek samping terhadap saluran pencernaan dan sistem saraf. Kembang sepatu juga mempunyai pengaruh aborsi, antiovulasi serta aktifitas antiestrogenik. Kholkute (1976) menyebutkan bahwa ekstrak bunga kembang sepatu dalam alkohol 96% pada dosis 250 mg/kg berat badan yang diberikan pada usia kebuntingan 1-10 hari dapat mengurangi jumlah janin sampai dengan 50%.

Berkaitan sebagai obat antifertilitas bunga kembang sepatu mengandung senyawa flavonoid, diantaranya adalah senyawa hibiscetin (Ayensu, 1981; NRCP 1981; Van Valkenburg, 2001), sianidin diglukosida, (Van Valkenburg, 2001) dan sianidin 3-sophorosida yang merupakan suatu pewarna bahan makanan (Nakamura

et al., 1990). Bunga kembang sepatu juga mengandung senyawa triterpenoid yaitu saponin (Anonimus, 2001). Menurut Adimoeljo (1987), umumnya tumbuhan yang mengandung triterpenoid mempunyai aktivitas antifertilitas

Menurut Robinson (1991), flavonoid dan triterpenoid mempunyai pengaruh yang bermacam-macam pada organisme sehingga tumbuhan yang mengandung flavonoid dan triterpenoid dapat dipakai dalam pengobatan tradisional.

Menurut Robinson (1991), flavonoid dan triterpenoid dapat menghambat mono amina oksidase dalam mengkatalisa katekolamin sehingga mengganggu jalur hipotalamus hipofisa yang menyebabkan gangguan sekresi gonadotropin.

(15)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka timbul pemikiran bahwa bunga kembang sepatu menarik untuk diteliti atas kemungkinan pemanfaatannya sebagai salah satu alternatif penyediaan bahan baku kontrasepsi secara oral.

I.2 Rumusan Masalah

Mengingat adanya kemungkinan pemanfaatan tanaman kembang sepatu sebagai bahan baku obat antifertilitas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah pemberian ekstrak bunga kembang sepatu berpengaruh terhadap penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf pada ovarium mencit (Mus musculus).

I.3 Landasan Teori

Bunga kembang sepatu mengandung senyawa flavonoid, diantaranya adalah senyawa hibiscetin (Ayensu, 1981; NRCP 1981; Van Valkenburg, 2001), sianidin diglukosida, (Van Valkenburg, 2001) dan sianidin 3-sophorosida yang merupakan suatu pewarna bahan makanan (Nakamura et al., 1990). Kembang sepatu juga mengandung saponin (Anonimus, 2001). Saponin termasuk salah satu golongan senyawa triterpenoid. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu: senyawa triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harbone, 1987). Menurut Adimoeljo (1987), umumnya tumbuhan yang mengandung triterpenoid mempunyai aktivitas antifertilitas.

Bunga kembang sepatu diduga mengandung senyawa steroid sintetis (Sing

(16)

bahan-steroid. Triterpenoid dan flavonoid mempunyai aktivitas menghambat mono amina oksidase (MAO). Hambatan pada MAO akan menyebabkan norepinefrin tidak bisa dipecah menjadi 3-metoksi 4-hidroksi mandelat yang tidak akfif sehingga kadar norepinefrin dalam darah dan ujung syaraf simpatis menjadi tinggi yang akan menekan Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) sehingga menghambat produksi hormon Folicel Stimulating Hormone (FSH) dan

Luteinizing Hormone (LH). Hal ini juga diperkuat oleh Meles (1997), bahwa bahan-bahan steroid mampu beraktifitas sebagai antigonadotropin sehingga dapat menyebabkan gangguan sekresi GnRH dengan mekanisrne umpan balik negatif

(negative feedback mechanism) sehingga sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH dari kelenjar hipofisa anterior terhambat akibatnya akan terjadi hambatan pada pembentukan dan perkembangan folikel serta ovulasi

I.4 Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari rumusan di atas, penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu terhadap penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf pada ovarium mencit

I.5 Manfaat Penelitian

(17)

baku kontrasepsi, selain itu diharapkan dapat memberikan alternatif dalam metode sterilisasi pada hewan betina terutama sterilisasi tanpa pembedahan.

I.6 Hipotesis Penelitian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Klasifikasi dan Nama Daerah

II.1.1 Tanaman Kembang Sepatu

Kembang sepatu merupakan salah satu tumbuhan yang diduga berasal dari daratan Asia, kemudian banyak dibudidayakan di Cina Tenggara dan daerah Pasifik. Di Indonesia tumbuhan kembang sepatu dikenal sebagai tanaman hias atau sebagai pagar hidup (Sastroamidjojo, 1997).

Menurut Santoso (1999) sistematika tanaman kembang sepatu adalah sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus rosa sinensis Linn

(19)

(Nias), Bunga-bunga (Karo). Di luar negeri kembang sepatu mempunyai nama antara lain: Chinese Rose, China Rose, Shoe Flower Plant, Common Garden Hibiscus (Inggris), Rosenartige Kitmie (Jerman), Rose de Chine; Ketmie de Chochin Chine (Prancis) (Anonimus, 1995).

II.1.2 Morfologi dan Habitat

Menurut Wijayakusuma (2000) tumbuhan kembang sepatu merupakan perdu yang tumbuh tegak dengan banyak percabangan. Tinggi 1-4 m, tumbuh dari dataran rendah sampai pegunungan. Daun tunggal, berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi kasar dan tulang daun menjari, ujung meruncing, panjang daun 3,5-9,5 cm dan lebar 2-6 cm dengan daun penumpu berbentuk garis. Daun mempunyai tangkai dengan panjang tangkai 1-3,7 cm. Bunga tunggal, keluar dari ketiak daun, sedikit menggantung, dengan tangkai bunga beruas, warna bunga ada yang merah, dadu, orange, kuning, putih dan sebagainya. Kembang sepatu biasanya ditanam sebagai pagar hidup atau. tanaman hias karena bunganya yang indah dan berwarna macam-macam. Dahulu, bunganya sering digunakan untuk mewarnai kain, makanan dan dipakai untuk menggosok sepatu agar mengkilap sehingga disebut bunga sepatu. Pengembangbiakan dengan stek.

II.1.3 Kandungan Zat

(20)

3-sophorosida yang merupakan suatu pewarna bahan makanan (Nakamura et al.,

1990). Dalam kembang sepatu terdapat juga saponin (Anonimus, 2001) dan senyawa steroid sintetis, quercitin, hemtriacontane, calcium oxalat, tannin, thiamin, riboflavin, niacin, dan asam ascorbat (Sing et al., 1982).

II.1.4 Kegunaan

Tanaman kembang sepatu selain digunakan sebagai tanaman hias dan pagar, juga banyak digunakan sebagai tanaman obat yaitu sebagai obat batuk, obat tukak, obat radang selaput lendir hidung, obat sakit panas, obat bronchitis, sariawan, kencing bernanah (gonore), memperbaiki haid dan lain-lain (Sastroamidjojo, 1997; Wijayakusuma, 2000).

Di Phillipina dan Cina, bunga kembang sepatu dilaporkan dapat dimakan baik secara mentah ataupun diasinkan. Bunga kembang sepatu apabila diremas akan menghasilkan warna ungu kehitaman yang dahulu digunakan untuk semir sepatu. Di Cina digunakan untuk mewarnai rambut, makanan dan minuman (Van Valkenburg, 2001).

II.1.5 Tinjauan Tentang Flavonoid

(21)

umumnya flavonoid larut dalam etanol, metanol, butanol, air dan lain-lain (Markham, 1988).

Menurut Harbone (1987) flavonoid dapat digunakan sebagai antispasmodik, antivirus, antibakteri, antijamur, diuretik dan sitotoksik serta dikaitkan dengan sindrom infertilitas pada domba.

Golongan flavonoid dapat menghambat sintesis uterin peroksidase, yaitu enzim yang dapat meningkatkan respon uterus terhadap estrogen dan bersifat kompetitif antagonis dengan epinefrin dan norepinefrin (Nigg and Seigler, 1992).

II.1.6 Tinjauan Tentang Saponin

Saponin termasuk salah satu golongan senyawa triterpenoid. Sifat saponin dapat menyerupai sabun, hal ini dapat dijelaskan secara sederhana bahwa jika kita menggerus, daun atau bunga kembang sepatu maka akan diperoleh semacam lendir yang jika dicampur dengan air maka akan membentuk buih karena saponin merupakan senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah dan bisa meracuni ikan. Saponin mampu menghambat dehidrogenase jalur prostaglandin dan bisa digunakan sebagai sintesis hormon steroid (Robinson, 1991). Hambatan sintesis prostaglandin dapat mengakibatkan gangguan ovulasi.

II.1.7 Tinjauan Tentang Triterpenoid

(22)

golongan senyawa yaitu triterpen, steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1983). Senyawa ini merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan kulit dan malaria (Robinson, 1991).

II.2 Anatomi dan Fisiologi Mencit Betina

II.1.2.1 Ovarium dan Folikel Ovarium

Alat kelamin betina dibagi menjadi organ reproduksi primer, yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yang terdiri dari oviduk, uterus, servik, vagina dan vulva. Ovarium sebagai organ reproduksi primer mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai organ reproduksi yang menghasilkan sel telur dan sebagai organ endokrinologi yang menghasilkan hormon reproduksi, progesteron dan relaksin. Sedangkan sebagai organ reproduksi sekunder berfungsi menerima dan menyalurkan sel-sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan individu baru (Toelihere, 1981).

Fungsi ovarium banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormonal, genetik, suhu, umur, musim, makanan dan penyakit pada alat kelamin. Aktivitas ovarium diatur oleh hormon gonadotropin seperti FSH dan LH dari hipofisa anterior (Hardjopranjoto, 1995).

(23)

darahnya. Bagian ini merupakan jaringan fibro-elastis yang longgar dan mengandung banyak pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf dan tenunan pengikat (Wodzicka et al, 1991).

Perkembangan folikel untuk menjadi folikel masak meliputi perubahan pada besarnya, jumlah lapisan, sel granulose, pertumbuhan sel teka dan posisi sel telur yang dikelilingi sel kumulus oophorus dan peningkatan volume cairan rongga folikel (Hardjopranjoto, 1995).

Kematangan folikel didapat melalui tingkatan perkembangan folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf Folikel primer terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh selapis epitel pipih atau kubis yang disebut sel folikuler dan berkumpul dibawah tunika albugenia. Folikel primer tidak dibungkus oleh membran vittelin (Partodihardjo, 1992).

Folikel sekunder berkembang ke arah pusat stroma kortek. Folikel ini terdiri atas epitel banyak lapis terdiri dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit serta ditandai dengan berkembangnya zona pelluzida. Folikel sekunder sudah dibungkus oleh membran vittelin (Ismudiono, 1999).

Folikel tersier ditandai dengan pembentukan antrum folikuli. Antrum dibatasi oleh membran granulosa dan diisi oleh cairan folikel (Partodihardjo, 1992).

(24)

Folikel atresi adalah folikel tersier yang hampir menjadi folikel de Graaf atau telah menjadi folikel de Graaf tetapi tidak berhasil pecah pada waktu ovulasi (Ismudiono, 1999)

IL2.2 Siklus Birahi

Mencit termasuk hewan poliestrus artinya terjadi beberapa kali birahi dalam satu tahun. Dalam satu siklus berahi terbagi dalam empat periode yaitu proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.

Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan rangsangan pertumbuhan folikel oleh Folicel Stimulating Hormone (FSH). Periode ini biasanya berlangsung cepat dan terlihat mencit mulai dapat menerima pejantan tetapi masih belum mau untuk melakukan kopulasi. Periode ini berlangsung 12 jam.

Estrus adalah periode terpenting dalam siklus birahi. Selama periode ini mencit betina akan mulai mencari dan mau menerima pejantan untuk berkopulasi. Periode ini berlangsung selama 12 jam.

(25)

Keadaan bunting pada mencit betina dapat dilihat antara 10-14 hari setelah sumbat vagina ditemukan, dengan meraba perut mencit. Umur kebuntingan pada mencit biasanya 19-21 hari. Proses kelahiran biasanya antara satu sampai tiga setengah jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Akhir dari masa kebuntingan ditandai dengan pengeluaran foetus dan plasenta dari induk (Toelihere, 1981). Apabila kebuntingan tidak terjadi, uterus dan saluran reproduksinya beregresi ke keadaan kurang aktif yang disebut dengan diestrus. Diestrus adalah periode paling lama dari siklus birahi. Pada fase ini korpus luteum telah berkembang dengan sempurna oleh pengaruh hormon Luteotropic Hormone (LTH) alau Prolaktin (Hafez, 1993). Jika terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan tetap dipertahankan selama kebuntingan. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan berdegenerasi (Frandson, 1992).

II.3 Hormon Kelenjar Hipofisa Anterior

Fungsi hormon wanita diatur oleh hipotalamus melalui hormon pelepas yang dibentuk hipotalamus dan dibawa ke kelenjar hipofisa anterior melalui sistem porta hipotalamus hipofisa anterior. Hormon pelepas tersebut adalah

(26)

Hipofisa anterior mensekresikan tiga hormon gonadotropin yaitu FSH, LH dan LTH. Hormon-hormon ini sangat penting dalam pengaturan ovarium untuk memproduksi ova dan pelepasan hormon-hormon gonadal yaitu estrogen dan progesteron (Toelihere, 1981).

FSH dari hipofisa anterior merangsang pertumbuhan folikel di ovarium. Dibawah pengaruh hormon FSH, folikel dapat tumbuh menjadi besar untuk membentuk benjolan bening di permukaan ovarium. LH membantu terjadinya ovulasi dan pengawalan pertumbuhan tenunan luteal untuk membentuk korpus luteum di dalam rongga yang ditinggalkan oleh folikel pecah (Salisbury dan Van Demark, 1985).

FSH dan LH berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel sasaran, sel folikel ovarium dan sel sertoli testis. Hal ini mengakibatkan aktivasi adenilat siklase dan meningkatkan produksi cAMP (Granner, 1987). cAMP adalah

(27)

BAB III

MATERI DAN METODE

III.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan ekstrak bunga kembang sepatu dilakukan di laboratorium Pakan Ternak Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga pada bulan Maret 2003.

Penelitian dilakukan di Kandang Hewan Coba Bersama Universitas Airlangga dan di laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, mulai bulan 23 Juni sampai 25 Juli 2003.

III.2 Materi Penelitian

III.2.1 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang dipakai adalah mencit betina sebanyak 25 ekor, dewasa kelamin, dalam keadaan tidak bunting, berumur dua bulan dengan berat badan rata-rata 20-30 gram. Pengelompokan mencit dilakukan secara acak. Mencit didapatkan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya.

III.2.2 Bahan

(28)

sekitarnya, air PDAM untuk minum diberikan secara ad libitum, larutan formalin 10% digunakan untuk mengawetkan ovarium sebelum dibuat preparat, alkohol (96%) digunakan dalam ekstraksi, Carboxy Metil Cellulose (CMC) 1% sebagai suspensator dan stabilisator.

III.2.3 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kandang mencit sebanyak 5 buah ember plastik persegi panjang dengan tutup dari anyaman kawat, spuit 1 cc dengan jarum tumpul yang sudah dimodifikasi untuk memasukkan ekstrak bunga kembang sepatu ke dalam lambung mencit melalui oesophagus, alat penggiling kopi, ayakan tepung, timbangan Cent-O-gram merk Berkell untuk menimbang berat badan mencit dan timbangan Sartorius untuk menimbang ekstrak bunga kembang sepatu, corong Butcher, Vacuum rotary, gelas beker, pengaduk, alat-alat bedah.

III.3 Metode Penelitian

III.3.1 Pembuatan Ekstrak Bunga Kembang Sepatu

(29)

dengan pelarut alkohol 96% sebanyak 250 ml. Ekstraksi dilakukan sampai dengan tujuh kali putaran atau sampai larutan ekstrak tidak berwarna lagi. Filtrat hasil ekstraksi kemudian diuapkan dengan penangas air sehingga diperoleh ekstrak kental berwarna coklat tua, selanjutnya hasil ekstrak diuapkan sehari semalam untuk mendapatkan ekstrak kering. Menurut Singh et al., (1982) ekstraksi bunga kembang sepatu dengan menggunakan alkohol adalah efektif sebagai antiimplantasi dan aktivitas aborsan (abortifacient activity) pada tikus. Kholhute (1976) melaporkan bahwa dengan membandingkan tiga macam bahan pengekstraksi yaitu: air, petroleum ether dan alkohol, didapatkan angka kebuntingan berturut-turut: 6/6 (100%), 5/6 (83,33%) dan 3/6 (50%). Ini berarti mendukung bahwa alkohol merupakan bahan pengekstraksi yang baik.

Bunga kembang sepatu segar

dilayukan di tempat teduh (1-2 hari)

digiling halus dan diayak

diekstrasi dengan alkohol 96%

hasil ekstrasi

(30)

III.3.2 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

Kandang dibersihkan, diberi sekam padi sebagai alas, pakan dan minum (ad libitum). Mencit betina sebanyak 25 ekor yang sudah diketahui berat badannya dibagi secara acak menjadi lima kelompok perlakuan (empat perlakuan dan satu kontrol) dengan masing-masing perlakuan lima ulangan. Mencit-mencit itu diadaptasikan selama 14 hari dan masing-masing kelompok diberi tanda.

Perlakuan yang diberikan setelah dilakukan adaptasi adalah sebagai berikut:

1. Kelompok Kontrol (P0), diberikan CMC Na 1% 0,5 ml.

2. Kelompok Perlakuan I (PI), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 2,1875 mg/hari/mencit.

3. Kelompok Perlakuan II (PII), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 4,375 mg/hari/mencit.

4. Kelompok Perlakuan III (PIII), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 8,75 mg/hari/mencit.

5. Kelompok Perlakuan IV (PIV), diberikan suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 17,5 mg/hari/mencit.

Penentuan dosis ekstrak bunga kembang sepatu tersebut didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Kholkute (1976) dan Van Valkenburg (2001) yang membuktikan bahwa pada dosis 250 mg/kg BB ekstrak bunga kembang sepatu dalam alkohol 96% dapat mengurangi jumlah janin hingga 50% pada tikus betina.

(31)

secara peroral. Setelah 10 hari masa perlakuan selesai, mencit dibunuh selanjutnya dilakukan pembedahan guna mengambil ovarium. Ovarium mencit kemudian ditempatkan dalam. wadah berisi formalin 10% untuk dibuat preparat histologis.

III.4 Parameter

Parameter yang diamati adalah jumlah folikel-folikel ovarium mencit. Folikel-folikel tersebut adalah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf 1. Folikel sekunder berkembang ke arah pusat stroma kortek. Folikel ini terdiri

atas epitel banyak lapis terdiri dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit serta ditandai dengan berkembangnya zona pelluzida.

2. Folikel tersier ditandai dengan pembentukan antrum folikuli. Antrum dibatasi oleh membran granulosa dan diisi oleh cairan folikel.

3. Folikel de Graaf merupakan folikel tersier yang hampir mengalami ovulasi. Oosit berada ada salah satu sisi, dikelilingi oleh kumulus oophorus, teka interna dan teka eksterna, (Toelihere, 1981; Hafez, 1993).

Penghitungan dilakukan pada dua sayatan dari setiap preparat histologis ovarium mencit, kemudian diambil rata-ratanya.

III.5 Rancangan dan Analisa Penelitian

(32)
(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

IV.1 Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf

Data hasil pengamatan pengaruh ekstrak bunga kembang sepatu terhadap jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1: Rata-Rata Jumlah Folikel Sekunder, Folikel Tersier dan Folikel de Graaf dari Ovarium Mencit pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan.

PERLAKUAN FOLIKEL

Superskrip yang berbeda pada tabel satu kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Berdasarkan tabel diatas telah dilakukan analisis dengan uji F dan diperoleh Fhitung lebih besar dari Ftabel (0,05) (Lampiran 3,4,5), sehingga dapat

disimpulkan bahwa pemberian ekstrak bunga kembang sepatu berpengaruh nyata terhadap penurunan jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf. Untuk mengetahui apakah tiap-tiap perlakuan mempunyai pengaruh yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf nyata 5%.

(34)

kelompok perlakuan PI, P2 dan P3 tidak terdapat perbedaan yang nyata, sedangkan kelompok P1 berbeda nyata dengan P4.

Hasil pengamatan folikel tersier menunjukkan P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0 sedangkan antara P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata. Pada kelompok P1 dan P2 tidak berbeda nyata.

(35)

BAB V

PEMBAHASAN

Efek antifertilitas ekstrak bunga kembang sepatu terhadap mencit betina dapat diketahui dengan mengamati jumlah folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf. Pengamatan dan penghitungan terhadap jumlah folikel yang dikehendaki berdasarkan pada ciri-ciri yang dimiliki oleh masing-masing folikel.

Siklus birahi mencit betina menurut aktivitas ovarium dibagi menjadi dua fase yaitu fase folikuler dan fase luteal (Toelihere, 1981). Separuh siklus yang berawal dari saat menstruasi dan terisi dengan perkembangan folikel disebut fase folikuler. Periode setelah ovulasi dimana corpus luteum menjadi fungsional disebut fase luteal (Bevelander dan Ramalay, 1979). Pada penelitian perlakuan diberikan selama 10 hari yaitu dua kali siklus birahi mencit, hal ini dimaksudkan jika ada salah satu fase yang terlewat pada lima hari pertama maka akan ditutupi pada pemberian lima hari yang kedua.

(36)

hipofisa anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar sehingga ovarium bersama folikelnya mulai tumbuh. Dari hasil penghitungan jumlah folikel primer menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena folikel primer telah dibentuk pada saat hewan betina baru lahir dan tidak dibentuk lagi pada masa pubertas, disamping itu pembentukan folikel primer tidak terpengaruh oleh FSH dan LH (Guyton, 1996) sehingga pemberian zat yang bersifat antigonadotropin tidak mempengaruhi jumlah folikel primer, hal tersebut yang menjadi alasan untuk tidak melakukan penghitungan terhadap jumlah folikel primer.

Folikel sekunder merupakan perkembangan lebih lanjut dari folikel primer yang terjadi saat hewan betina telah lahir dan menjalani proses pendewasaan tubuh. Ukurannya lebih besar karena sel-sel granulosanya lebih banyak, letaknya agak jauh dari permukaan ovarium. Ovumnya telah mempunyai pembungkus tipis yang disebut membrana vitellin dan terdapat membrana yang lebih tebal yang disebut zona pellucida (Ismudiono, 1999). Dari hasil penghitungan jumiah folikel didapatkan adanya perbedaan antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok yang menerima ekstrak bunga kembang sepatu. Perbedaan nyata terjadi antara kelompok P1, P2, P3 dan P4 (p<0,05) dengan P0, namun antara kelompok P1, P2 dan P3 tidak terdapat perbedaan yang nyata. Sedangkan kelompok P1 berbeda nyata dengan P4.

(37)

hasil penghitungan jumlah folikel didapatkan hasil bahwa pada P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0 sedangkan antara P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata. Pada kelompok P1 dan P2 tidak berbeda nyata.

Folikel de Graaf adalah bentuk terakhir dan terbesar pada folikel ovarium yang terjadi beberapa hari menjelang estrus. Ovum dalam folikel de Graaf dibungkus oleh massa sel yang membungkusnya, menonjol ke dalam ruang antrum yang penuh dengan cairan folikel (Partodihardjo, 1992). Dari hasil perhitungan menunjukkan P1, P2, P3 dan P4 berbeda nyata (p<0,05) dengan P0. Antara kelompok P1 dan P4 terdapat perbedaan nyata, sedangkan antara kelompok P2, P3 dan P4 tidak berbeda nyata.

Kegiatan fisiologis kelenjar ovarium sangat tergantung kepada aktivitas kelenjar hipofisa anterior. Hormon gonadotropin dari kelenjar hipofisa anterior memegang peranan penting dalam mengatur aktivitas ovarium dalam suatu siklus birahi. Hormon FSH dan LH mendorong pertumbuhan dan terjadinya ovulasi folikel-folikel yang ada pada ovarium. (Hardjopranjoto, 1995).

(38)

Menurut Robinson (1991) flavonoid dan triterpenoid dapat menghambat mono amina oksidase (MAO). Hambatan pada MAO akan mempengaruhi metabolisme norepinefrin yang menyebabkan norepinefrin tidak dapat diubah menjadi asam 3-metoksi 4-hidroksimandelat yang tidak aktif (Granner, 1987). Meningkatnya norepineprin pada ujung saraf simpatis maupun dalam sirkulasi darah akan menekan pelepasan GnRH di hipotalamus yang berperan merangsang produksi hormon gonadotropin. Gangguan pelepasan GnRH akan menghambat sekresi FSH dan LH. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terganggunya proses pematangan folikel yang dapat diketahui dengan menurunnya jumlah folikel sekunder, folikel tersier dan folikel de Graaf dibandingkan dengan kontrol.

(39)

FSH dan LH merangsang sel target ovarium dengan cara berkombinasi dengan reseptor FSH dan LH yang sangat spesifik pada membran sel. Reseptor yang diaktifkan selanjutnya akan meningkatkan laju kecepatan sekresi dari sel dan meningkatkan pertumbuhan serta proliferasi sel. Efek perangsangan ini dihasilkan dari pengaktifan second messenger yaitu cAMP yang dihasilkan melalui stimulasi adenilat siklase pada ujung reseptor yang menonjol ke bagian dalam sel (Guyton, 1996).

Menurut Harbone (1994), flavonoid dapat menyebabkan penurunan adenilat siklase sehingga produksi cAMP berkurang. Penurunan produksi cAMP ini mengakibatkan penurunan laju sekresi hormon FSH dan LH. Kurang rangsangnya FSH terhadap folikel menyebabkan folikel-folikel berhenti berkembang dan akhirnya mengalami involusi atau degenerasi (Guyton, 1996). Keadaan ini mengakibatkan folikel tidak dapat berkembang menuju tahap pendewasaan membentuk folikel de Graaf. Tidak terbentuknya folikel de Graaf akan menghambat sekresi estrogen sehingga produksi LH terhambat dan mengakibatkan tidak terjadinya ovulasi. Hal tersebut juga membuktikan bahwa kembang sepatu mempunyai sifat sebagai anti estrogenik (Singh et al, 1982). Menurut Nogrady (1992), zat anti estrogen digunakan sebagai penghambat sekresi estradiol. Estradiol mempunyai peranan dalam menyebabkan terjadinya ovulasi (Wodzica et al., 1991).

(40)

proses glikogenolisis menyebabkan hambatan pada proses pemecahan gikogen menjadi glukosa sehingga kadar glukosa dalam sel menjadi rendah. Sedikitnya kadar gula dalam sel akan membuat pertumbuhan folikel ovarium terhambat, karena glukosa adalah satu-satunya bahan makanan yang digunakan sel-sel untuk rnenyuplai energi yang dibutuhkan (Granner, 1987).

(41)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu terhadap jumlah folikel ovarium mencit adalah:

Pemberian ekstrak bunga kembang sepatu pada dosis 2,1875 mg/hari dan 4,375 mg/hari berpengaruh terhadap penurunan jumlah folikel sekunder dan folikel de Graaf, sedangkan pemberian dosis 8,75 mg/hari dan 17,5 mg/hari berpengaruh terhadap penurunan jumlah folikel sekunder dan tidak terbentuknya folikel de Graaf.

VI.2 SARAN

(42)

RINGKASAN

RACHMAT SUPRIYONO. Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa

sinensis Linn) diduga dapat digunakan sebagai bahan antifertilitas karena mengandung flavonoid yang bersifat antigonadotropin. Aktivitas antigonadotropin dari bunga kembang sepatu akan mempengaruhi Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) yang selanjutnya akan mempengaruhi sekresi Folicel Stimulaling Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) yang mengakibatkan gangguan pada proses pematangan folikel, ovulasi dan pembentukan korpus luteum.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu pada berbagai dosis terhadap jumlah folikel ovarium mencit.

Hewan yang digunakan adalah 25 mencit betina yang terbagi menjadi lima perlakuan dengan lima ulangan. Adapun lima perlakuan tersebut adalah: 0 mg/hari (P0), suspensi ekstrak bunga kembang sepatu 2,1875 mg/hari (P1), 4,375 mg/hari (P2), 8,75 mg/hari (P3), 17,5 mg/hari (P4), yang diberikan sebanyak 0,5 ml perhari selama 10 hari per oral. Setelah masa perlakuan selesai mencit betina dikorbankan dan dibedah untuk diambil ovariumnya.

(43)
(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adimoelja A. 1987. Prospek Penelitian dalam Bidang Andrologi Untuk Menunjang NKKBS Dalam Simposium Genetika dan Andrologi. Bandung Agusta Andria. 2000. Ki Urat: Antihamil Plus Obat Kuat. Warna. Intisari. Mei. 8. Anonimus. 1995. Medicinal Herb. Index in Indonesia. 2nd edition. PT. Eisai

Indonesia. 84 - 85.

Anonimus. 2001. Makan Sepatu Sehat Kambingku. Info LPTEK. Infovet. Edisi 8. April. 36.

Arifianti, I. 1996. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn) sebagai Bahan Anti Fertilitas pada Kelinci Jantan. Thesis. Institut Pertanian Bogor.

Ayensu, E. S. 198 1. Medical Plant of West Indies. Reference Pub. Inc. Michigan. USA,

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1994. Informasi Pelayanan Kontrasepsi. BKKBN. Jakarta. November 1994.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1996. Kumpulan Data Kependudukan. BKKBN.

Bevelander G dan Ramalay J.A. 1979. Dasar-Dasar Histologi I. Edisi 8. Alih Bahasa W. Gunarso. Penerbit Erlangga. Jakarta. 365.

Caropeboka, A.M. 1980. Pengaruh ekstrak Akar Pimpella alpina Terhadap Siklus Birahi Mencit. Dalam N. Wulijarni, Soecipto dan M.A Rifai. Risalah Simposium Penelitian Tanaman Obat II. Departemen Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor. 36

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.699-703.

Granner, D.K. 1987. Biokimia. Edisi 20. ECG. 625-623.

Guyton A.C. dan J.E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Editor Irawati Setiawan. ECG. Jakarta. 1283-1288.

(45)

Harbone J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan II. ITB. 149-151.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press.

Ismudiono. 1991. Binatangpun Perlu Ber-KB. Teknologi Tepat Guna. Jawa Pos. Oktober. 6.

Ismudiono. 1999. Fisiologi Reproduksi pada Ternak Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 21-22.

Junguiera, I.C.; J. Cameiro; Robert O Kelly. 1998. Histologi Dasar. Edisi 8. Alih Bahasa Jan Tambayong. ECG. Jakarta. 454.

Katzung, B.G. 1995. Hormon dan Penghambat Gonad. Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Alih Bahasa Petrus Andrianto. Edisi 3. ECG. Jakarta.

Kholkute, S. D, and Udupa K. N. 1976. Effect of Hibiscus rosa sinensis on Pregnancy of Rats. Planta Medica. Vol. 29. 321-329.

Kholkute, S.D, V. Mudgal and P.J. Deshpande. 1976. Screening of Indigenous Medical Plants for Antifertility Potentially. Planta Medica. Vol. 29. 151-155.

Kholkute, S.D., V. Mudgal and Udupa K.N. 1977. Studies on The Antifertility Potentiality of Hibiscus rosa sinensis. Planta Medica. Vol. 31. 35-39. Kusriningrum, R. 1989. Dasar Rancangan Percobaan dan Rancangan Acak

Lengkap. Universitas Airlangga, Surabaya.

Meles DX dan Wurlina. 1997. Efek antifertilitas Perasan Akar Pacar Banyu

(Impatiens balsamina Linn) dalam Upaya Pencarian Obat Kontrasepsi. Lemlit Universitas Airlangga. Surabaya.

Nakamura Y, M. Hidaka, H. Masaki, H. Seto and T. Uozumi. 1990. Major Anthocyanin of Hibiscus (Hibiscus Rosa Sinensis Linn) Agricultural Biological Chemistry. 54: 112. pp. 3345-3346.

National Research Commite Of Philiphines (NRCP). 1981. Philiphines Plants And Their Contained Natural Product: Biology And Pharmacological Literatur Survey (4): 1587.

(46)

Padmawinata, Kosasih dan S. Soetarno. 1985. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Baku Kontrasepsi Steroid. Kumpulan Naskah Simposium Kontrasepsi. Steroid Nabati. Jakarta. FKUI / BKKBN.

Partodihardjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara Jakarta. 43-50, 105-108,173-181.

Robinson, Trevor. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. 191-215.

Salisbury. G.H dan N.L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Diterjemahkan oleh Djanuar. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Santoso Budi, H. 1999. TOGA I Tanaman Obat Keluarga. Kanisius. Yogyakarta. 47-49.

Sastroamidjojo, Seno. 1997. Obat Ash Indonesia. Dian Rakyat. Jakarta. 182-184. Singh, M.P., R.H. Singh and K.N. Udupa. 1982. Antifertility Activity of A

Benzene Extract of Hibiscus rosa sinensis Flowers on Female Albino Rats. Planta Medica Vol. 44, pp. 121 - 174.

Smith J.B dan Mangunwidjojo S. 1988. Pemeliharaan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Indonesia. 10-11.

Suyono H. 1985. Pokok-pokok Arahan Kepala BKKBN Tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pelaksanaan Kontrasepsi di Indonesia KONAS III PANDI.

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa Bandung. 34-40,133-145, 180-184.

Van Valkenberg, J.L.C.H. and Bunyapraphatsara, N (Ed). 2001. Medicinal and Poisonous Plants 2. Plant Recourses of South Asia (PROSEA) 12. Backhuys Publishers, Leiden. P: 297-302.

Wijayakusuma Hembing H.M. 2000. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Ensiklopedia Milenium. Jilid 1. Prestasi Insan Indonesia. Jakarta. 94-97. Wodzicka-Tomaszewska M, Sutama, Putu IK dan Chaniago TD. 1991.

(47)

Lampiran 1 : Prosedur Pembuatan Sediaan Preparat Histologis

Pembuatan sediaan histologis dilakukan di laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, dengan cara sebagai berikut:

a. Fiksasi dan Pencucian

Setelah mencit diseksi, organ ovarium diambil dan dimasukkan ke dalam larutan fiksasi yaitu formalin 10% sekurang-kurangnya 24 jam. Adapun tujuannya untuk menghentikan proses metabolisme jaringan, mematikan bakteri, menjadikan jaringan lebih keras sehingga mudah dipotong serta mencegah terjadinya degenerasi. Setelah itu organ ovarium dipotong dengan ketebalan 0,5 cm dan dilakukan pencucian dengan air mengalir selama 30 menit.

b. Dehidrasi dan Clearing

Organ ovarium yang sudah dicuci dengan air, dimasukkan ke dalam berbagai tingkatan konsentrasi alkohol, yaitu alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90% dan alkohol absolut I dan alkohol absolut II masing-masing selama 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menarik air dari jaringan, membersihkan dan menjernihkan jaringan.

c. Infiltrasi

(48)

kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 30 menit. Pindahkan ke dalam parafin yang masih cair dan masukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 30 menit.

d. Pembuatan Blok Parafin

Bertujuan agar jaringan lebih mudah dipotong. Disiapkan beberapa cetakan besi yang diolesi gliserin supaya nantinya parafin tidak melekat pada besi. Besi cetakan diisi parafin cair dan organ ovarium dimasukkan ke dalam cetakan, tunggu sampal parafin membeku dan mengeras.

e. Pengirisan dengan Mikrotom

Bertujuan untuk memotong jaringan setipis mungkin agar mudah dilihat di bawah mikroskop. Blok parafin yang telah mengeras diiris dengan mikrotom dengan ketebalan 4-7 mikron, kemudian dicelupkan dalam air hangat dengan suhu 42-45oC sampai jaringan mengembang dengan baik. Olesi gelas obyek dengan

egg albumin dan letakkan jaringan pada gelas obyek kemudian keringkan diatas

hot plate.

f. Pewarnaan

(49)

masukkan ke dalam xylol II selama satu menit. Setelah itu masukkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut I, alkohol absolut II, alkohol 96%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70% dan air kran selama masing-masing satu menit.

Masukkan jaringan ke dalam zat warna Harris selama 5-10 menit dan masukkan ke dalam air kran selama lima menit, Kemudian celupkan ke dalam alkohol asam sebanyak 3-10 kali celupan dan celupkan ke dalam air kran sebanyak empat kali celupan. Masukkan ke dalam amoniak, celupkan sebanyak enam kali celupan dan masukkan ke dalam air kran selama 10 menit. Setelah itu masukkan ke dalam aquades selama lima menit dan masukkan berturut-turut ke dalam alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II masing-masing selama setengah menit. Masukkan ke dalam xylol I dan xylol II masing-masing dua menit dan bersihkan jaringan dari sisa-sisa zat pewarna.

g. Mounting

Merupakan suatu proses untuk melekatkan kaca penutup (cover glass) ke jaringan ovarium diatas sediaan yang sebelumnya telah diberi canada balsam.

Kaca penutup jaringan dalam posisi miring dan dengan hati-hati ditempelkan dan dijaga agar tidak ada gelembung udara yang masuk.

h. Labelling

(50)

Lampiran 2: Cara Penentuan Dosis

Menurut Kholkute (1976) pemberian ekstrak bunga kembang sepatu

(hibiscus rosa senensis Linn) dengan dosis 250 mg/kg berat badan dapat mempengaruhi prosentase kebuntingan hingga 50% pada tikus betina.

Penentuan dosis perlakuan secara eksploratif berdasarkan dosis diatas. Dosis tikus:

Dosis mencit dikalikan faktor konversi 0,14 Dosis mencit: Dosis untuk tikus 250 mg/Kg BB/hari

(51)

Jika diketahui kapasitas maksimal lambung mencit = < 1 ml, maka pemberian dosis perlakuan diusahakan tidak melebihi dari 1 ml yaitu 0,5 ml. Jadi dosis menjadi 8,75 mg/mencit/hari/0,5 ml.

Untuk berat rata-rata mencit 25 g =

g g

20 25

(52)
(53)

Lampiran 3: Evaluasi Statistik Jumlah Folikel Sekunder

(54)
(55)

Fhitung lebih besar dari Ftabel 0,01 maka terjadi perbedaan yang sangat nyata

diantara perlakuan sehingga H1 diterima, dilanjutkan dengan uji BNT.

UJI BNT

Perbedaan Rata-rata Perlakuan Berdasarkan Uji BNT

Perlakuan Rata-rata (X-P4) (X-P3) (X-P2) (X-P1) BNT 5%

(56)

Lampiran 4: Evaluasi Statistik Jumlah Folikel Tersier

Analisa hasil pengamatan pengaruh pemberian ekstrak bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis Linn) terhadap jumlah folikel tersier mencit betina.

Folikel Sekunder

(57)

Perhitungan Jumlah Kuadrat

Daftar Analisis Varian

SK DB JK KT FHitung FTabel

PERLAKUAN 4 84,76 21,19 2,98 0,05 0,01

SISA 20 14,2 0,71 2,87 4,43

(58)

Fhitung lebih besar dari Ftabel 0,05 maka terjadi perbedaan yang sangat nyata

diantara perlakuan sehingga H1 diterima, dilanjutkan dengan uji BNT.

Uji BNT

Perbedaan Rata-rata Perlakuan Berdasarkan Uji BNT

Perlakuan Rata-rata (X-P4) (X-P3) (X-P2) (X-P1) BNT 5%

(59)

Lampiran 5: Evaluasi Statistik Jumlah Folikel de Graaf

(60)

Perhitungan Jumlah Kuadrat

Daftar Analisis Varian

SK DB JK KT FHitung FTabel

PERLAKUAN 4 12,24 3,06 7,8 0,05 0,01

SISA 20 7,8 0,39 2,87 4,43

(61)

Fhitung lebih besar dari Ftabel 0,01 maka terjadi perbedaan yang sangat nyata

diantara perlakuan sehingga H1 diterima, dilanjutkan dengan uji BNT.

Uji BNT

Perbedaan Rata-rata Perlakuan Berdasarkan Uji BNT

Perlakuan Rata-rata (X-P4) (X-P3) (X-P2) (X-P1) BNT 5%

(62)

Gambar 2. Tanaman Kembang Sepatu

(63)

Gambar 4. Timbangan Berkell

Gambar 5. Potongan Ovarium Mencit Kelompok Kontrol Perwarnaan HE. Pembesaran 40 X.

(64)

Gambar 6. Potongan Ovarium Mencit Kelompok Kontrol Pewarnaan HE. Pembesaran 100 X

A. Folikel Sekunder B. Folikel Tresier

Gambar 7. Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan I Pewarnaan HE. Pembesaran 100 X

(65)

Gambar 8. Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan II Pewarnaan HE. Pembesaran 100 X

A. Folikel Primer B. Folikel de Graaf

(66)

Gambar 10. Potongan Ovarium Mencit Kelompok Perlakuan IV Pewarnaan HE. Pembesaran 100 X

Gambar

Tabel  Halaman
Gambar
tabel 1 dibawah ini.
TABEL 2. KONVERSI PERHITUNGAN DOSIS BERBAGAI HEWAN DAN MANUSIA.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membentuk sebuah lembaga yang bertugas menerbitkan sertifikasi kepada pelaku usaha sebagai bukti bahwa mereka yang melakukan

7 Walaupun sebagian besar responden tidak pernah mendapat informasi tentang tungau debu rumah Pengetahuan responden mengenai penyakit yang di sebabakan oleh tungau debu rumah

Lokasi penelitian ini adalah Pondok Sosial Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Pondok Sosial ini merupakan salah satu pondok sosial yang berada di bawah naungan Dinas

Melalui proses elektronik kemudian di kemas menjadi sebuah program acara Talk Show Dakwah Religi yang bernilai sangat bermanfaat, mudah didengar meski tidak secara langsung

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui hasil belajar peserta didik pada materi Sistem Sirkulasi di Kelas VIII MTs Madani Alauddin Paopao yang menggunakan media

Dengan demikian, layanan yang berkualitas tidak menjamin pelanggan akan menjadi loyal, karena kualitas layanan McD memiliki pengaruh yang lemah terhadap penciptaan

Yang menarik di sini adalah bahwa dalam gambar belajar atau membaca baik laki-laki maupun perempuan perbedaanya pada belajar kelompok ( group learning ) hanya divisualisasikan