• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JE (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JE (2)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Taman Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Jawa Barat

8 – 14 MEI 2016

Disusun oleh :

SEPTIANA HERMAWATI

140410130064

PROGRAM STUDI DEPARTEMENT BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 2016

Nama : Septiana Hermawati

NPM : 140410130064

Judul : EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Lokasi : Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Jatinangor, 22 Juni 2016

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Laporan Dosen PembimbingLapangan

Drs. Ruly Budiono, MS Drs. Joko Kusmoro, MP.

NIP. 196104071985031001 196008011991011001

Mengetahui,

Ketua Rombongan KKL 2016

Dr. Teguh Husodo, M.Si.,

(3)

ii

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Septiana Hermawati

Pembimbing : Drs. Rully Budiono, MS.

ABSTRAK

Keanekaragaman jenis anggrek di kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran ini cukup banyak, karena wilayahnya yang teletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dengan letak geografis 108˚30‟-109˚BT dan 7˚30‟-8˚LS. Dengan topografi yang curam dan berbukit serta kelembaban antara 80-90% faktor pendukung yang baik. Terdapat 24 spesies anggrek dengan 18 genus, yaitu terdapat 20 jenis anggrek epifit diantaranya Agrostophyllum tenue, Bulbophyllum sp., Ceratostylis sp., Bulbophyllum ovalifolium, Dendrobium rugosum, Eria erecta, Phalaenopsis sp., Trichotosia pauciflora, Trichotosia anulata, Taeniophyllum biocelatum, Bulbophyllum violaceum, Bulbophyllum triflorum, Eria retusa, Thelasis pygmaea, Phereatia laxiflora, Grammathophyllum speciosum, Thrixspermum sp., Cymbidium bicolor, Species A, Species B dan terdapat 4 jenis anggrek teresterial diantaranya Nervillia discolor, Macodes sp., Spathoglottis plicata, Calanthe triplicate. Seluruh species dilakukan analisis berdasarkan kekerabatannya dengan metode NTSYS melalui morfologisnya. Sehingga, diperoleh data jenis yang menunjukan hubungan kekerabatannya.

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2016 dapat berjalan dengan baik dan lancar serta penulisan Laporan Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini dapat penulis selesaikan denagan baik tepat pada waktunya. Laporan Penelitian ini dengan judul “ Eksplorasi dan Identifikasi Keragaman Jenis Anggrek Di

Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran ” yang membahas tentang keanekaan jenis tanaman anggrek dengan menggunakan metode jelajah dan teknik observasi lapangan.

Semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembacanya. Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, sehingga masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jatinangor, 22 Juni 2016

(5)

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama kegiatan persiapan, pelaksanaan, serta penulisan laporan ini, penulis telah dibantu oleh banyak pihak yang telah mendukung kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini, sehingga kegiatan penelitian ini terlaksana dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunianya sehingga dapat dimudahkan dan dilancarkan dalam proses Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini.

2. Muhammad SAW. yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan laporan ini sehingga berjalan baik dan tepat waktu.

3. Drs. Ruly Budiono, MS. sebagai Dosen Pembimbing Laporan Penelitian yang telah banyak memberi bimbingan dari mulai persiapan, pelaksanaan kegiatan penelitian, hingga penyusunan laporan ini selesai.

4. Drs. Joko Kusmoro, MP. sebagai dosen pemandu lapangan yang telah menyempatkan waktu serta membagi ilmunya dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian laporan penelitian ini.

(6)

v

6. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran yang telah membantu dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

7. Asri Peni Wulandari sebagai Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016. 8. Dosen-dosen Jurusan Biologi yang telah membantu pelaksanaan Kuliah

Kerja Lapangan 2016.

9. Alm. Papah, Mama dan kakak Firlyanti Nur Alam, Boyke Hartarto, Serta Alvin Hermawan tercinta atas segala do‟a dan dukungannya baik secara

moril maupun materiil. Alhamdulillah! Together we’re great family.

10. Kang Ona, Fathima, dan Ghita yang telah membantu menemukan anggrek sekaligus mengeksplore hutan Cagar Alam sampai bisa melihat samudra. That’s really Amazing!

11. Kang Suroso dan kang Kiki yang telah membantu dalam pengerjaan laporan dan identifikasi! Kalo ngga ada akang laporan ku pasti mandet hehehe 12. Rekan-rekan Sufistum dan Phanerogamae yang telah banyak membantu dan

peduli. Thanks all!

13. Halimi sebagai ketua pelaksana serta seluruh jajaran panitia inti Kuliah Kerja Lapangan 2016 atas semangat dan kerja kerasnya dalam kegiatan ini. KKLJUARA!

(7)

vi

15. Rekan-rekan “Metamorf” atas kerja samanya yang sangat luar biasa dalam Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini. we’re Solid!

16. Seta, Muthi, Aul, Mine dan seluruh lantai C terimakasih untuk waktu seminggunya! Impress!

(8)

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN………. i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGANTAR………. iii

UCAPAN TERIMA KASIH……… iv

DAFTAR ISI……….. vi

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah……….. 4

1.3 Maksud dan Tujuan……….. 5

1.4 Kegunaan Penelitian………. 5

1.5 Metodologi Penelitian………... 6

(9)

viii

BAB II TINJAUAN LOKASI……….. 7

2.1 Tinjauan Umum Lokasi………. 7

2.1.1 Sejarah Pekembangan Kawasan……….... 7

2.1.2 Keadaan Fisik Kawasan……… 8

2.1.3 Potensi Kawasan……… 9

a. Flora………... 9

b. Fauna……….. 9

c. Objek Kawasan………... 10

2.2 Tinjauan Khusus Lokasi……….. 10

2.2.1 Hutan Wisata………... 10

2.2.2 Hutan Sekunder………... 11

2.2.3 Hutan Dataran Rendah……….... 11

2.3 Peta Jalur Perjalanan……… 12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA……… 13

3.1 Sejarah Anggek……….. 13

3.2 Deskripsi Jenis Anggrek..………... 14

3.3 Karakteristik Anggrek……… 15

(10)

x

3.5 Habitat Anggek…...……… 17

3.6 Faktor Biotik dan Fisik……… 21

3.7 Manfaat Anggrek……… 25

BAB IV METODE PENELITIAN……… 26

4.1 Alat dan Bahan………... 26

4.2 Metode Pengumpulan Data……… 28

4.2.1 Eksplorasi………... 29

4.2.2 Identifikasi……….. 30

4.2.3 Koleksi…….………... 31

a. Herbarium Basah……… 31

b. Herbarium Kering………... 32

4.2.4 Mounting……… 33

4.3 Analisis Data……….. 34

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 35

5.1 Hasil Penelitian……….... 35

5.1.1 Jenis-Jenis Anggrek……….. 35

(11)

5.2 Pembahasan……… 54

5.3 Analisis Data………. 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………. 64

6.1 Kesimpulan………. 64

6.2 Saran……… 66

6.2.1 Saran Umum……… 66

6.2.2 Saran Khusus……….. 66

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1. Nervilia discolor....………. 38

Gambar 5.2. Macodes sp………….………...……..… 38

Gambar 5.3. Agrostophyllum tenue………….……….…...… 39

Gambar 5.4. Bulbophyllum violaceum………….………..……...….. 39

Gambar 5.5. Ceratostylis………...….. 40

Gambar 5.6. Taeniophyllum biocelatum………….……… 40

Gambar 5.7. Trichotosia annulata………...………….. 41

Gamabr 5.8. Spathoglottis sp………….………..……….. 41

Gambar 5.9. Bulbophyllum ovalifolium….………... 42

Gambar 5.10. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl………….………..… 43

Gambar 5.11. Bulbophyllum triflorum………..…..… 44

Gambar 5.12. Eria retusa………….………...… 44

Gambar 5.13. Calanthe triplicate……….……..…… 45

Gambar 5.14. Trichotosia pauciflora……… 46

(13)

xii

Gamabr 5.16. Phreatia laxiflora………….………. 47

Gambar 5.17. Grammatophyllum speciosum…..….………..………… 48

Gambar 5.18. Eria erecta………….………….……… 48

Gambar 5.19. Cymbidium bicolor Lindl………..………. 49

Gambar 5.20. Thrixspermum sp………..……….. 50

Gambar 5.21. Dendrobium rugosum……….……….... 50

Gambar 5.22. Phalaenopsissp……….………...……….. 51

Gambar 5.23. Species A…………...………..………… 52

Gambar 5.24. Species B………..……….. 52

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Alat dan Bahan Penelitian………….……….…. 29

Tabel 5.1.1. Jenis-Jenis Anggrek di Hutan CA………….……...…... 35

Tabel 5.1.2. Jenis-Jenis Anggrek di Hutan CA………….…...……... 37

Tabel 5.1.4. Data Fisik Kawasan Hutan CA………….………..……. 53

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I ……… xviii

Lampiran 1.1 Output Hasil Analisis Dengan Dendrogram……… xix

LAMPIRAN II………….……….……… xxii

Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan………….………..……….. xxiii

LAMPIRAN III……… xxvii

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan belantara Indonesia menyimpan kekayaan spesies anggrek yang sangat beragam. Pakar anggrek menganggap bahwa Indonesia merupakan negara dengan spesies anggrek paling kaya di dunia, bukan hanya dalam jumlah genus, namun juga dalam hal spesies dengan varietas dan tipe-tipenya. Berbagai sumber menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman anggrek alam kurang lebih 5000 spesies. Menurut Comber (1990), dari jumlah tersebut kurang lebih 731 jenis terdapat di Pulau Jawa, dan 642 jenis terdapat di Jawa Barat dengan keanekaragaman jenis anggrek tertinggi terdapat pada ketinggian 500 – 2000 m dpl.

(17)

2

sekunder tua. Secara geografis, posisinya terletak pada 108˚30‟-109˚BT dan 7˚30‟-8˚LS. Ketinggian mulai dari 75-148 m dengan topografi yang landau dan berbukit serta kelembaban antara 80-90%. Interaksi dari berbagai kondisi alam tersebut merupakan faktor pendukung yang cukup baik bagi kehidupan biotanya, salah satunya untuk family Orchidaceae (Disperbud jabar, 2013).

Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan (Schuttleworth et al., 1970). Sebagian besar keanekaragamannya terpusat di kawasan tropis dan subtropis. Menurut Yahman (2009), Anggrek memiliki dua manfaat yaitu secara ekologi dan ekonomi, manfaat secara ekologi anggrek epifit menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu seperti semut dan rayap, sedangkan anggrek terestial yaitu sebagai salah satu tumbuhan penutup lantai hutan yang menjaga kelembaban tanah. Secara ekonomi, anggrek dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman hias karena bentuk bunganya yang memikat.

Anggrek mempunyai biji yang berukuran sangat kecil dan berbentuk pipih serta ringan sehingga memungkinkan untuk terpencar melalui berbagai agen pemencar (Dressler, 1981). Angin merupakan salah satu agen pemencar yang dapat memencarkan biji-biji anggrek dalam jarak cukup jauh. Air juga dilaporkan sebagai agen pemencar biji anggrek, seperti yang terjadi pada jenis Epipactis gigantea (Arditti, 1992).

(18)

3

yang menghadap ke atas yang dinamakan sepal dorsal. Anggrek juga memiliki tiga petal (mahkota bunga) yang letaknya berselang-seling dengan kelopak bunga. Satu helai petal terletak di bawah berbentuk mirip dengan lidah sehingga disebut labellum (bibir bunga) (Indarto, 2011).

Agar keberadaan jenis-jenis anggrek di suatu wilayah dapat diketahui dengan baik, diperlukan suatu penelitian berupa eksplorasi dan inventarisasi. Eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai ilmu pengetahuan yang penting, sedangkan inventarisasi bertujuan untuk mendata keragaman jenis tanaman di suatu kawasan, sehingga apabila nantinya kawasan tersebut mengalami perubahan ekosistem, sudah tersedia data keragaman floranya (Mujahidin, 2002).

(19)

4

keanekaragaman anggrek agar dapat menjadi dasar konservasi di suatu kawasan khususnya Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Hasil dari kegiatan ini akan menambah informasi bagi pengurus BBKSDA dan masyarakat umum tentang kelestarian keragaman anggrek keseluruhan di Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka didapat identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Apa saja jenis tanaman anggrek yang ada di Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

2. Bagaimanakah kondisi fisik dari jenis tanaman anggrek yang tumbuh di Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

3. Bagaimankah penampakan morfologis jenis anggrek di Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

1.3 Maksud dan Tujuan

(20)

5

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengumpulkan data tanaman anggrek serta mengetahui pkondisi habitat tumbuhnya jenis anggrek pada Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman jenis tanaman anggrek yang ada di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Selain itu, diharapkan agar dapat menjadi landasan untuk memberikan informasi bagi lembaga pengelola Taman Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran mengenai kondisi habitat jenis tanaman anggrek di Kawasan Hutan Cagar Alam.

1.5 Metodologi Penelitian

(21)

6

diperoleh dari beberapa kriteria yang dikumpulkan meliputi : Nama anggrek (lokal dan latin), Jenis anggek, ketinggian (altitude), habitat anggrek, morfologi anggrek, dan manfaat anggrek. Keanekaragaman jenis tanaman anggrek dapat diidentifikasi dengan buku petunjuk lapangan (field guide). Identifikasi dilakukan dengan deskripsi, penamaan, penggolongan specimen. Dilanjutkan dengan membuat koleksi herbarium dan terakhir mounting.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Pengambilan sampel tanaman anggrek dilakukan di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran tepatnya di Padang Cikamal dan Badeto, Hutan Dataran Rendah Pasir Pugag dan Tadah Angin, Hutan Sekunder Nanggorak-Batumeja. Dilanjutkan dengan penyelesaian identifikasi herbarium di ruang herbarium Gedung D2 Departement Biologi-UNPAD, Jatinangor.

(22)

7 BAB II

TINJAUAN LOKASI

2.1 Tinjauan Umum Lokasi

2.1.1 Sejarah Perkembangan Kawasan

Cagar Alam Pananjung Pangandaran pada awalnya merupakan kawasan lading penduduk sekitar yang kemudian diusulkn menjadi daerah perburuan pada tahun 1921 oleh Y. Eicken. Berkaitan dengan usulan tersebut, dimasukkan beberapa faktor ekor binatang, yaitu : seekor banteng, tiga ekor sapi, dan rusia india.

Pada tahun 1934, kawasan Pnanjung Pangandaran ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa (Wild Reservaat) dengan surat keputusan No. 669 yang dikeluarkan oleh Directour Van Scomishe Zoken, dan diperkuat kemudia oleh surat Menteri Pertanian No. 34/KMP/1961 yang menyatakan kawasan Pananjung Pangandaran sebagai Cagar Alam. Pengubahan menjadi Cagar Ala mini adalah sebagai akibst ditemukannya tumbuhan langka Rafflesia fatma.

(23)

8 2.1.2 Keadaan Fisik Kawasan

Topografi kawasan ini mulai dari landai sampai berbukit kecil dengan ketinggian tempat rata-rata 100 meter di atas permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, CA dan TWA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun 3.196 mm, suhu udara antara 80-90% (Disperbud Jabar, 2013).

CA dan TWA Pananjung Pangandaran mempu memberikan beberapa fungsi kepada masyarakat umum, baik untuk kepentingan umum, ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Kawasan ini merupakan laboratorium alam, dimana proses kehidupan alamnya tidak begitu terganggu. Satwa liar, biota laut dan vegetasinya sangat menarik serta memungkinkan dilakukan aktifitas wisata alam yang menarik (Disperbud Jabar, 2013).

(24)

9

Sarana dan prasarana yang tersedia, antara lain : pintu gerbang, loket karcis, tempat parkir, pesanggarahan, pusat informasi, kantin, mushola, jalan setapak, kopel dan shelter (Disperbud Jabar, 2013).

2.1.3 Potensi Kawasan

a. Flora

Flora yang terdapat sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer. Pohon-pohon yang dominant antara lain Laban (Vitex pubescens), Kisegel (Dilenia excelsea), dan Marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohon seperti : Reungas (Buchanania arborencens), Kondang (Ficus variegata), teureup (Artocarpus elsatica) dan lain-lain. Dari formasi Baringtonia terdiri dari Nyamplung (Callophylum inophylum), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Ketapang (Terminalia cattapa), dan Butun (Baringtonia aistica). Di dataran rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman exotica, yaitu yang terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Komis (Acacia auriculirformis) (Disperbud Jabar, 2013).

b. Fauna

(25)

10

(Pteroptus vampyrus), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung (Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros convexus), Rangkong (Bucerosrhinoceros), dan Ayam hutan (Gallus gallus) (Disperbud Jabar, 2013).

c. Objek Kawasan

Kawasan Pananjung Pangandaran terdapat bebrapa situs wisata yang cukup menarik, diantaranya : Gua-gua alam yang didalamnya terdapat susunan stalagmit dan stalagtit (Gua Lanang, Gua Panggung, dan Gua Sumur Mudal), Benteng Pertahanan Jepang yang berupa parit-parit peninggalan zaman Jepang. Batu Kalde yang merupakan batu menyerupai sapi jantan dan lima buah makam kuno yang dipercayai sebagai makam pahlawan Kerajaan yang berkuasa pada zaman dahulu, serta Cirengganis yang merupakan bagian sungai yang muncul dalam gua sehingga menyerupai mata air dan dianggap keramat bagi penduduk sekitar.

2.2 Tinajuan Khusus Lokasi 2.2.1 Hutan Wisata

(26)

11

yang banyak sekali dikunjungi sehingga kondisi ekologisnya terganggu. Pada kawasan ini pula, sungai Cikamal dan Cirengganis bermuara.

2.2.2 Hutan Sekunder

Hutan Sekunder yang dijelajahi adalah hutan yang terletak diantara Nanggorak dan Batumeja. Daerah ini berada pada ketinggian yang cukup bervariasi, dengan daerah yang menurun dan menanjak curam disisi sungai. Dikelilingi pohon yang tinggi dengan kanopi yang rapat. Beberapa pohon yang mengelilingi daerah ini, diantaranya : Cratoxylon formaosum (Marong), Arthocarpus elastic (Benda), Dillenia exelsa (Ki Segel), dan Corypha gebangga (Gebang).

2.2.3 Hutan Dataran Rendah

(27)

12 2.3 Peta Jalur Perjalan

Keterangan :

: Jenis anggrek yang ditemukan dapat teridentifikasi

(28)

14 BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sejarah Anggrek

Pada tahun 1928, biji anggrek berhasil ditumbuhkan melalui kultur in vitro oleh R.E. Holtum dengan menggunakan formula Knudson. Hasil persilangan Holtum yang pertama kali berbunga adalah hibrida Spathoglottis. Sejak tahun 1970-an, beberapa spesies yang tumbuh di Malaysia seperti Spathoglottis affinis, S. aurea, S. graculis, S. hardingiana, S. microchilina, dan S. plicata mulai banyak dibudidayakan di Singapura (Gunadi, 1986).

Indonesia memiliki kurang lebih 5.000 spesies anggrek dari 20.000 sampai 30.000 spesies yang berasal dari 700-an genera yang tersebar diseluruh dunia. Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan Schuttleworth (Djuita, 2004). Sebanyak 1.327 jenis tumbuh di pulau Jawa dan selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan pulau lainnya (Nurmaryam, 2011).

(29)

alam masih memiliki bentuk dan warna yang indah serta menarik (Kartohadiprodjo, 2009).

Jenis-jenis anggrek telah lama dikenal oleh masyarakat baik dibelahan Eropa maupun Afrika dan Australia. Catatan pertama yang ditemukan mengenai anggrek didapat dari sebuah buku kuno peninggalan Cina yang berisi syair lagu-lagu. Bahkan pada masa itu, saat sistem dinasti masih berlaku, di Cina telah dibuat pembukuan botani yang didalamnya mancakup dua jenis spesies anggrek, yaitu Luisia dan Dendrobium (Arditi, 1992).

3.2 Deskripsi Jenis Anggrek

Anggrek merupakan salah satu tumbuhan berbiji dari famili Orchidaceae yang banyak diminati karena bentuk dan warna bunganya menarik sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku industri bunga potong, tanaman pot atau hiasan taman. Anggrek dapat dijumpai hampir disetiap tempat di dunia, kecuali Antartika dan padang pasir. Tanaman anggrek yang sedemikian banyak jumlahnya, secara morfologi hampir sama, hanya lingkungan hidupnya saja yang berbeda, tergantung habitat asalnya (Gunawan, 2007).

(30)

15

Coelogyne sedangkan anggrek terresterial adalah anggrek yang tumbuhnya di tanah, contohnya genus Spathoglottis, Calanthe, dan Paphiope-dilum (Soetopo, 2009).

3.3 Karakteristik Anggrek

Tumbuhan anggrek secara alami hidup menempel di pepohonan dan dahan pohon. Pohon merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk kehidupan anggrek. Pohon inang adalah salah satu kebutuhan mendasar untuk mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang baik bagi anggrek. Sebagian anggrek sangat peka terhadap ketinggian tempat, dikarenakan perbedaan ketinggian tempat berarti perbedaan suhu udara. Salah satu perbedaan cara hidup tumbuhan epifit dan terrestrial adalah dalam hal kebutuhan cahaya matahari. Jenis yang membutuhkan banyak cahaya akan tumbuh sebagai jenis epifit (Priandana, 2007).

(31)

16

kondisi fisik dan kimia tetapi juga karena kehadiran organisme lain faktor yang berperan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni iklim, tanah dan biotik (Parinding, 2007).

3.4 Klasifikasi Anggrek

Klasifikasi pertama dilakukan oleh Carolus Linneous untuk 8 genus yang terdiri dari 69 spesies dan dilanjutkan kembali dalam bukunya Species Plantarum edisi kedua. Pada buku tersebut, ia telah berhasil mengklasifikasikan 102 spesies yang tercatat sebagai Vanilla, Cymbidium, Arachnis, Luisia, Phalaenopsis, Oncidium, Rhynchostylis, dan masih banyak lagi. Lindley sebagai „Bapak Anggrek‟ juga mengklasifikasikan family Orchidaceae menjadi beberapa

kelompok yang terdiri dari 7 subfamili yaitu Cypripediceae, Ophirydae, Arethuseae, Neottieae, Malaxideae, Epidendreae, dan Vandieae. Sistem yang dibuat ini merupakan sistem alam yang pertama digunakan secara luas di Inggris dan Amerika, antara lain juga karena merupakan sistem klasifikasi alam yang paling komprehensif yang ditulis dalam Bahasa Inggris (Tjitrosoepomo, 1993).

Klasifikasi terakhir, setelah sempat mengalami 10 kali pergantian selama beberapa abad, diklasifikasikan menurut (Dressler, 1981). Ia mengelompokan anggrek kedalam 6 subfamili, sebelum direvisinya kembali pada tahun 1990 yang menyisakan 5 subfamili, yaitu:

(32)

17

2. Cypripedioideae, memiliki dua anther yang tidak membentuk pollen melainkan sejenis sekresi lender.

3. Spiranthoideae, memiliki stamen tunggal (monandrus).

4. Orchidoideae, anther melekat pada columna (tangkai sari dan tangkai putik yang bersatu), membentuk pollinia.

5. Epidendroideae, kebanyakan bersifat fakultatif epifit, pollina berlilin.

3.5 Habitus Anggrek

Secara morfologi tanaman anggrek terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut :

Akar

(33)

18

6. Menurut Darmono, (2008), filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi

a. Tipe Monopodial

Anggrek tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi. Tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun, contohnya genus Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.

Daun

(34)

20

Tebal daun beragam, dari tipis sampai berdaging dan kaku, permukaannya rata. Daun tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Bagian tepi tidak bergerigi (rata) dengan ujung daun terbelah. Tulang daun sejajar dengan tepi daun dan berakhir di ujung daun. Susunan daun berseling-seling atau berhadapan. Warna daun anggrek hijau muda atau hijau tua, kekuningan dan ada pula yang bercak-bercak. Anggrek daun memiliki daun atau tulang daun yang berwarna dan disanalah terletak keindahan jenis-jenis anggrek daun itu (Latif, 1960).

Bunga

Bunga anggrek tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum bunga pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Karangan bunga pada beberapa spesies letaknya terminal, sedangkan pada sebagian besar letaknya aksilar (Latif, 1972).

(35)

madu merupakan serangga pollinator yang umum pada tanaman anggrek (Sumartono, 1981).

Gambar 2.2 Bagian-bagian Bunga Anggrek

(36)

22 Biji

a. membutuhnkan naungan dari cahaya matahari. Contoh: Phalaenopsis sp. (anggrek bulan), Dendrobium sp dan Cattleya sp.

b. Anggrek Terestial, anggrek yang hidup/tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung. Contoh: Renanthera sp, Aerides sp, Rynchostylis sp, Vanda sp, dan Arachnis sp (Anggrek Kalajengking/Ketonggeng atau anggrek laba laba).

c. Anggrek Litofit, anggrek yang hidup dibatu-batuan serta tahan terhadap cahaya matahari penuh dan hembusan angin kencang. Contoh: Cytopdium sp, Paphiopedilum sp dan Dendrobium phalaenopsis.

d. Anggrek Saprofit, anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau kompos juga daun-daun kering serta membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contoh: Calanthe sp, Goodyera sp.

3.6 Faktor Biotik dan Fisik

Menurut Solvia (2005) bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anggrek dibagi berdasarkan faktor biotik dan fisik, antara lain : a. Biotik

1). Serangga

(37)

perombak (dekomposer) yang mendegradasi kayu yang tumbang, ranting, daun yang jatuh, hewan yang mati dan sisa kotoran hewan. Jenis-jenis seperti rayap, semut, kumbang, kecoa hutan dan lalat akan merombak bahan organik menjadi bahan anorganik yang berfungsi untuk regenerasi dan penyubur tanaman. Serangga juga berperan sebagai pengendali fitofagus (serangga hama bagi tanaman), sehingga tercipta keseimbangan alam yang permanen di dalam ekosistem hutan.

2). Pohon Inang

Pohon inang adalah salah satu kebutuhan mendasar untuk mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang baik bagi anggrek. Anggrek epifit umumnya tumbuh pada pangkal percabangan atau ranting-ranting dan pada pokok pohon hutan, pada bagian hidup atau mati dari pohon-pohon hutan (Priandana, 2007).

(38)

23

tumbuhan lain. Epifit mampu melakukan proses fotosintesis untuk pertumbuhan dirinya, sehingga bukan merupakan parasit. Keberadaan epifit tersebut sangat penting dalam ekosistem tumbuhan karena kadangkala tumbuhan epifit mampu menyediakan tempat tumbuh bagi semut-semut pohon (Indriyanto, 2006).

3). Pengaruh Manusia

Anggrek memiliki manfaat utama anggrek sebagai tanaman hias karena bunga anggrek memiliki keindahan bentuk dan warnanya. Selain itu anggrek bermanfaat sebagai ramuan obat-obatan, bahan campuran minyak wangi atau minyak rambut sehingga banyak masyarakat yang mengambil anggrek untuk keperluannya.

3 Fisik

1). Ketinggian Tempat

(39)

24

di dataran rendah, tetapi ada beberapa jenis anggrek yang dapat tumbuh dan berbunga di daerah dataran rendah sampai medium.

Tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan

ketinggian tempat untuk tumbuh optimal, yaitu :

a) . Anggrek yang tumbuh optimal di dataran rendah (0-500 m dpl).

Contoh: Dendrobium sp, Vanda sp, Arachnis sp.

b) . Anggrek yang menyukai ketinggian 500-700 m dpl. Contoh:

Phalaenopsis sp, Oncidium sp, Dendrobium sp.

c) . Anggrek yang hidup optimal di ketinggian > 700 m dpl. Contoh:

Paphiopedilum sp, Cymbidium sp, Cattleya sp, Phaleonopsis sp.

2) Suhu Udara

Kebutuhan suhu untuk setiap jenis anggrek tertentu juga berbeda. Suhu udara sangat mempengaruhi proses metabolisme tanaman. Suhu yang tinggi menyebabkan proses metabolisme berlangsung cepat, sebaliknya pada suhu yang rendah proses metabolisme terjadi sangat lambat.

Tanaman anggrek dibagi kedalam 3 golongan berdasarkan kebutuhan suhu Sessler (1978), yaitu :

(40)

25

b). Anggrek tipe sedang, suhu malam hari 180 - 200 C dan siang hari 270 - 290C (Dendrobium, Cattleya, Oncidium).

c) . Anggrek tipe hangat, suhu malam hari 210 - 240 C, sedang siang hari 240 -300C (Vanda, Arachnis, Renanthera).

3.7 Manfaat Anggrek

Menurut Purwanto et al., (2005), anggrek alam atau anggrek hutan biasanya dikenal sebagai anggrek liar. Anggrek-anggrek liar ini tumbuh secara alami di tempat-tempat yang tidak dipelihara oleh manusia. Anggrek liar ini memegang peranan penting sebagai induk persilangan.

Tanaman anggrek telah dikenal masyarakat sejak lama. Salah satu jenis anggrek yang bermanafaat untuk kesehatan adalah anggrek tanah. Manfaat anggrek tanah bagi kesehatan, yaitu untuk mengobati penyakit asbes paru-paru, radang saluran napas, pendarahan usus, mata ikan, herpes, terkilir, sinusitis, ingus berbau tak sedap (Kusuma, 2004).

(41)

26 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 4.1 Alat dan Bahan Penelitian

METODE NO ALAT FUNGSI

EKSPLORASI

1. Trash bag ukuran 60 liter Untuk mengumpulkan specimen.

2. Plastik ukuran 2 kg atau amplop

Untuk mengumpulkan specimen yang mudah rontok atau biji dan bunga.

3. Label Untuk penamaan specimen.

4. Buku catatan Lapangan Untuk mencatat keterangan specimen yang didapat.

5. Gunting dahan Untuk mengambil specimen yang menempel dipohon. 6. Kamera Untuk dokumentasi specimen

(42)

KOLEKSI (HERBARIUM)

1. Plastik ukuran 80x60 cm Untuk proses pengawetan.

2. Koran bekas ± 5 kg Untuk proses pengawetan.

3. Lakban bening Untuk menyegel plastik awetan.

4. Tali rafia Untuk mengikat specimen yang siap diawetkan.

5. Tali Untuk menyatukan specimen dengan nomor koleksi sama.

IDENTIFIKASI 1. Kunci determinasi (Field Guide)

Untuk acuan mengidentifikasi jenis specimen yang didapat.

MOUNTING 1. Tromol Untuk penyimpanan

sementara specimen sebelum dipres.

2. Kertas tebal Untuk menempel specimen.

3. Sasag Untuk mengepres.

METODE NO. BAHAN FUNGSI

(43)

2. Spirtus ± 3 liter Untuk pengawetan.

3. Formalin 4% Untuk pengawetan.

MOUNTING 1. Lem kertas Untuk merekatkan specimen.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa jenis tanaman epifit dan tersterial dari famili Orchidaceae yang terdapat di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Data yang diperoleh dengan menggunakan metode jelajah dan teknik observasi lapangan secara sampling. Sedangkan, parameter yang digunakan adalah berdasarkan ciri-ciri morfologis dan karakteristiknya.

(44)

29 4.2.1 Eksplorasi

Metode eksplorasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menjelajah sepanjang jalur daerah penelitian yaitu Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran untuk mengetahui jenis-jenis tanaman anggrek yang kemudian akan diambil sebagai bahan koleksi.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dengan cara mengumpulkan specimen yang didapat dan diperoleh secara langsung yang mencakup : jenis dan jumlah anggrek, jenis inang dan tinggi pohon, warna bunga, suhu harian, kelembaban, dan ketinggian tempat. Sementara, data sekunder dengan memperoleh data lokasi sebagai penunjang dari data primer, yaitu peta lokasi penelitian, status hutan konservasi dan lain-lain.

(45)

30 4.2.2 Identifikasi

Setelah melakukan pengamatan dan pengumpulan data selesai, selanjutnya dilakukan identifikasi specimen dengan mencakup deskripsi, penamaan dan penggolongan jenis yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengacu pada responden yang dianggap menguasai bidang ilmu yang bersangkutan atau setidaknya mengetahui banyak hal mengenai topic penelitian. Rsponden dapat berasal dari masyarakat sekitar atau pihak pengelola lokasi.

b. Penggunaan Kunci Identifikasi, Lembar Identifikasi atau Field Guide

Cara identifikasi ini umumnya dilakukan berdasarkan bentuk morfologis dari specimen. Dapat dilakukan dengan penelusuran kunci determinasi hingga menemukan nama spesies yang sesuai atau mencocokan bentuk specimen beserta sifat-sifatnya dengan gambaran pada lembar identifikasi atau Field guide.

(46)

31 4.2.3 Koleksi

Pembuatan koleksi dari specimen yang diperoleh di sepanjang jalur pengamatan, penting dilakukan untuk kepentingan bahan studi serta sebagai sumber informasi. Untuk melihat Keragaman jenis anggrek yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran pengamatan pengamatan dilakukan pada setiap kali penjumpaan. Jadi setiap kali berjalan dijumpai anggrek, maka pada saat itu pula dilakukan pengamatan jenis dan inventarisasi. Pembuatan koleksi atau yang dikenal dengan herbarium ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Herbarium basah

Herbarium basah dilakukan pada tumbuhan yang memiliki ukuran tidak terlalu besar tetapi bila dikeringkan akan mudah terlepas dan bila dipres akan kehilangan ciri-ciri utamanya, seperti buah dan biji atau bunga.

(47)

32 b. Herbarium kering

Herbarium kering ini dapat juga digunakan untuk mengawetkan bagaian tumbuhan yang seharusnya diawetkan dengan cara basah, misalnya, buah. Hanya saja, buah tersebut harus dipotong terlebih dahulu agar berkurang ketebalannya sehingga mudah untuk dikeringkan.

Larutan pengawet yang dapat dipergunakan dalam pembuatan herbarium kering selain dari alcohol 70% adalah spirtus. Larutan ini akan digunakan untuk membasahi specimen yang telah disusun dalam lapisan kertas Koran dan dimasukkan kedalam plastik. Berikut ini prosedur lengkapnya :

1. Pengawetan

(48)

33 2. Pengepresan

Specimen yang telah diawetkan kemudian akan dipres. Tahap pengepresan ini menggunakan alat yang disebut sasag, terbuat dari potongan-potongan kayu berbentuk kotak dengan lubang-lubang di sepanjang permukaanya menyerupai kain kassa. Specimen dalam koran pada tahap pengawetan kemudian dipindahkan ke atas sasag dengan dilapisi kardus. Jumlah specimen yang didapat ditampung dalam satu sasag yang dapat mencapai 100 specimen (Jones,1978). Sasak ini kemudian diikat menggunakan tali sekencang-kencangnya dan didiangkan hingga mengering. Pengeringan dapat dipercepat dengan menjemurnya dibawah sinar matahari. Penggantian kertas koran dapat dilakukan dengan rutin untuk mencegah kebusukan dan penjamuran, terutama bagi tumbuhan herbaceous yang mengandung banyak air. Proses pengepresan ini tidak akan dilakukan di lapangan, melainkan akan dilakukan di dalam ruang herbarium, gedung D2 Departement Biologi-Unpad.

4.2.4 Mounting

(49)

34

bagian belakang speciemen dan ditekan-tekan hingga menempel. Pada mounting ini, perapiahn dapat dilakukan kembali agar tampilan specimen lebih baik asalkan tidak mengurangi atau menghilangkan ciri utamanya. Sisa-sia potongan itu kemudian dimasukkan kedalam amplop kecil dan ditempel dismaping speciemen, biasanya beserta bagian-bagian yang mudah rontok dan telah dipisahkan dalam proses pengawetan.

Selanjutnya, hasil mounting dapat diletakkan didalam lemari koleksi sesuai dengan fungsi maupun famili atau marga. Dan untuk menghindari dari serangan serangga dan jamur, dapat digunakan lemari penghangat sebagai lemari koleksi dengan suhu 60OC. Cara lain yang sederhana dan cukup murah adalah dengan meletakkan kapur barus atau sneyawa lain yang mengandung naftalen disekitar lemari koleksi.

4.3 Analisis Data

(50)

35 BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian

6.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran yaitu pada tanggal 9-12 Mei 2016, dapat diketahui jenis keragaman anggrek yang ditemukan sebanyak 24 species dengan 22 jenis yang telah teridentifikasi yang termasuk kedalam 18 genus (marga) dan 2 spesies yang belum dapat teridentifikasi. Perolehan data secara lengkap dapat dilihat dari tabel sebagai berikut :

Tabel 5.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran

No. Marga Nama Jenis Jenis Inang Lokasi

1. Nervilia Nervilia discolor Teresterial Batu Batumeja

2. Macodes Macodes sp. Teresterial - Batumeja

3. Agrostophyllum Agrostophyllum tenue

Epifit Pohon sp.1 Nanggorak

4. Bulbophyllum Bulbophyllum violaceum

Epifit Pohon sp.2 Nanggorak

(51)

formosum Tadah Angin 6. Taeniophyllum Taeniophyllum

biocelatum

Epifit Cratoxylon formosum

Nanggorak

7. Trichotosia Trichotosia annulata

Epifit Pohon sp.3 Badeto

8. Spathoglottis Spathoglottis sp. Teresterial - Sungai Badeto 9. Bulbophyllum Bulbophyllum

ovalifolium

Epifit Dilleniaexelsa. Pertigaan Badeto 10. Thelasis Thelasis pygmaea

(Grift.) Lindl.

Epifit Rhodamnia cinnerea

Badeto

11. Bulbophyllum Bulbophyllum triflorum

Epifit Dilleniaexelsa Pertigaan Badeto

14. Trichotosia Trichotosia pauciflora Blume.

Epifit Pohon sp. 5 Perbatasan Nanggorak 15. Dendrobium Dendrobium sp. Epifit Pohon Sp.6 Pinggiran

Badeto

(52)

17. Phreatia Phreatia laxiflora Epifit Cratoxylon 19. Dendrobium Dendrobium

rugosum

Epifit Pohon Sp.9 Pinggiran Badeto 20. Cymbidium Cymbidium bicolor

Lindl.

Epifit Pohon Sp. 10 Badeto

21. Thrixspermum Thrixspermum sp. Epifit Lagerstroimea speciose

Pusat Informasi 22. Phalaenopsis Phalaenopsis sp. Epifit Pohon

Sterculiaceae

(53)

38 5.1.3 Pertelaan Jenis-Jenis Anggrek

1. Nervilia discolor

Jenis anggrek teresterial yang ditemukan di kawasan Hutan Dataran Tinggi tapatnya didaerah Batumeja yang memiliki semacam umbi di bawah tanah, ketika musim hujan akan mengeluarkan daun tunggalnya, dan setelah dormant (tanpa aktifitas) selama

beberapa minggu akan mengeluarkan bunga sekitar bulan Desember. Puspaningtyas et al. (2003) mengungkapkan bahwa Nervilia merupakan spesies anggrek yang hidup secara terestrial dan menyukai tempat yang memiliki lapisan humus atau serasah yang tebal dan tumbuh berkoloni karena adanya stolon dibawah tanah.

2. Macodes sp.

Ki aksara (Macodes sp.) termasuk

anggrek teresterial yang tumbuh di

Wilayah Dataran Tinggi letaknya di

daerah Batumeja. Batang pendek, warna

hijau, panjang ±6 cm dan diameter ±0,5

cm, permukaan licin dan terdiri dari 3-4

helai daun. Daunnya melonjong, ujungnya meruncing pendek, permukaan atas Gambar 5.1 Nervilia discolor

(54)

39

bergambar garis-garis atau kotak-kotak perak mengkilap. Bunganya kecil-kecil,

berkumpul di sepanjang tangkainya. Panjang tangkai kira-kira 30 cm. Anggrek

ini membutuhkan kelembaban udara yang tinggi, 50% atau lebih. Media harus

cukup lembab . tinggi keseluruhan ±10 cm.

3. Agrostophyllum tenue

Anggrek epifit, berumpun rapat.

Batangnya kurus, kaku, dan kebanyakan

lebih pendek. Daunnya panjang-menyempit

menyerupai rumput, menggantung.

Perbungaan diujung bongkol terdiri dari 4

bunga. Bunganya hampir putih, tanpa

warna lain. Pinggiran daun rata, dibagian pangkal membulat, dibagian ujung

cekung dan meruncing.

4. Bulbophyllum violaceum

Anggrek epifit yang tumbuh di wilayah hutan dataran tinggi, memiliki rimpang menjalar pendek. Dengan pseudobulb tumbuh menyatu pada rimpang, mengerucut, beralur dibagian pangkal. Bentuk daun melanset dengan ujung tumpul, tangkai sangat pendek (menyatu). Bunga tunggal muncul dari rimpang.

Ciri khas Bulbophyllum terletak pada lidah bunganya yang bisa bergoyang, sehingga sering disebut dengan anggrek lidah goyang (Pranata, 2005).

(55)

40 5. Ceratostylis sp.

Anggrek epifit, simpodial yang ditemukan di daerah Tadah Angin dengan bentuk rimpang panjang yang menyirip. Tidak memiliki umbi semu. Batang beruas satu atau lebih. Daun pipih (terkadang menggalah), satu di ujung. Perbungaan bertangkai sangat pendek, di ujung. Bunga mekar serempak,kelopak dan mahkota hampir sama.

6. Taeniophyllum biocelatum

Jenis anggrek epifit yang ditemukan di wilayah hutan sekunder letak tepatnya didaerah Nanggorak, hidupnya menempel pada pohon Marong (Cratoxylon formosum). Akarnya sangat rata, seluruhnya menjalar pada inangnya. Bentuk perbungaannya bertangkai

panjang, berbulu kaku serta ujungnya runcing. Bunganya lebih banyak kuning muda, agak cekung, kelopak melebar-melanset. Persebaran jenis anggrek ini endemik Jawa. Hidupnya biasanya dipohon tinggi dengan ketinggian 300-1000 m dpl.

Gambar 5.5 Ceratosylis sp.

(56)

41 7. Trichotosia annulata

Angrek epifit yang tumbuh di kawasan Hutan Sekunder didaerah Nanggorak dengan kondisi batang tumbuh rapat pada rimpang, menggantung, pada tumbuhan dewasa dapat mencapai panjang ±4 m, berdaun pada setiap jarak ±3,5 cm. Daun lanset menyempit, ujung runcing,

berwarna hijau pucat, tidak berbulu. Perbungaan tumbuh dilateral, berbunga ±15 kuntum. Bunga bergaris tengah dengan kelopak dan mahkota berwarna putih kekuningan. Labellum berwarna kuning emas, putih dibagian pangkal dan pinggiranya, bercuping tiga, cuping lateral membundar didekat pangkal.

8. Spathoglottis sp.

Anggrek tanah yang berumbi semu. Umbi semu bentuk bulat telur, tertanam di bawah tanah, di setiap ujung umbinya akan muncul tunas daun, setiap batang 4 – 7 daun. Daun bentuk lanceolate memanjang, ujung meruncing, permukaan agak berlipatan (plicate). Perbungaan berbentuk tandan,

tumbuh dari ketiak daun di bagian pangkal, panjang bunga mekar berurutan dalam waktu yang lama. Kelopak dan mahkota berlepasan, membuka dan melebar, bibir

Gambar 5.7 Trochotosia annulata

(57)

42

bercuping tiga, tidak berkantung atau bertaji, polinia berjumlah delapan. Bunga membuka penuh, lebar 3,5 – 4 cm; kelopak bunga bentuk lanset, melebar di pangkalnya, berukuran ± 2 × 1,2 cm; mahkota lebih lebar dan membundar, ± 2 × 1,5 cm, bibir bentuk seperti sendok atau sudip, runcing di pangkal dan melebar di ujungnya. Menurut Soeryowinoto (1987), menyatakan Anggrek terestrial daunnya berwarna hijau, lebar dengan ketebalan yang tipis, tidak sukulen dan seperti kulit, bagian akarnya mempunyai rambut-rambut akar yang panjang.

9. Bulbophyllum ovalifolium

Anggrek epifit yang ditemukan di kawasan hutan sekunder didaerah Nanggorak yang memiliki umbi semu membulat, tumbuh sangat rapat, permukaan kadang kasar. Daun membundar-melonjong dengan perbungaan berbunga tunggal. Bunga bergaris tengah dengan kelopak dorsal dan lebih lebar dari kelopak. Warna bunga beragam

merah, jingga, kuning, hingga putih. Mahkota panjang ±0,2 cm, membundar telur, berurat tunggal, warna gelap. Labellum menyerupai lidah, permukaan tidak rata (berbenjol-benjol kecil), kadang rata, bagian samping kadang melipat kebawah dan berbintik merah.

Ciri khas Bulbophyllum terletak pada lidah bunganya yang bisa bergoyang, sehingga sering disebut dengan anggrek lidah goyang (Pranata, 2005).

(58)

43 10. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl.

Journ. Linn. Soc. 3:63 (1855)

Umbi semu : tampak jelas, lebih lebar daripada panjang, garis tengah ±1,5 cm, masing-masing berdaun dua yang berukuran sama. Terkadang memiliki daun telinga yang sangat kecil di bagian bawahnya. Daun : satu berukuran paling besar, tumbuh dari ujung umbi semu, ±8 x 1,5 cm (lainnya berupa pelepah yang menutup umbi semu),

ujung berbelah dua pendek dan tidak setangkup. Perbungaan : panjang mencapai 11 cm, tangkai panjang ; ±6 cm bunga pada rakhlia tersusun mengerucut; mekar berurutan dengan 2-3 kuntum setiap kali mekar. Bunga : bergaris tengah ±0,18 cm, panjang ±0,4 cm, sedikit membuka; kelopak dan mahkota kuning-hijau pucat agak transparan, ujung tumpul. Bibir : berwarna sama seperti kelopak / mahkota dan ujung runcing.

.

(59)

44 11. Bulbophyllum triflorum

Anggrek epifit yang merambat tumbuh di kawasan hutan sekunder didaerah Batumeja. Menempel pada pohon Dillenia exelsa. Dengan memiliki umbi semu

tumbuh pada rimpang, membulat lonjong. Dengan daun membundar-memanjang, kaku, dan ujung tumpul. Perbungaan tumbuh dari rimpang, panjangnya lebih pendek dari daun terdiri dari 3-6 bunga. Bunga tangkai panjang, bergaris tengah, kelopak kuning pucat, ujung jingga, mahkota melonjong. Labellum membundar lonjong, tumpul diujung dan di pangkal jingga.

12. Eria retusa

Anggrek epifit. Umbi semu :

berbentuk bulat-oval, bergerombol, diameter

1-1,5 cm. Daun : lanset, berdaging, 1-2

daun tiap umbi semu, ujung berlekuk.

Bunga : majemuk tandan, muncul dari

umbi semu, 12-16 kuntum tiap tandan ,

warna kuning, waktu mekar sangat

singkat. Labellum: bentuk bulat telur, berukuran sangat kecil. Seedling Eria retusa

Gambar 5.11 Bulbophyllumtriflorum

(60)

45

13. Calanthe triplicata (Willem.)

Anggrek teresterial yang ditemukan didaerah Badeto termasuk anggrek monopodial (yang hidupnya tidak terbatas). Tinggi mencapai± 50 – 100 cm.

Daun berbentuk lanceolate lebar dan panjang, beralur, warna

hijau, kedua ujungnya meruncing, melebar di bagian tengahnya, permukaan tidak rata (berlipat-lipat), dan rhizoma di dalam tanah. Umbi semu tersusun rapat berhimpitan, mendukung 4 – 5 helai daun. Menurut Sunardi (1995) menyatakan Tumbuhan teresterial, batang semu tersusun oleh pelepah yang rapat satu sama lain, pangkalnya membengkak seperti umbi semu. Daun lebar dan tipis. Bunga majemuk bertangkai panjang yang keluar dari ketiak daun, bunga banyak, berukuran kecil atau sedang, didukung oleh daun penumpu yang kadang-kadang tidak luruh, kelopak dan mahkota tidak saling berlekatan, bibir biasanya dengan taji yang panjang dan pangkalnya bersatu dengan column, berlekuk 3, polinia 8 berlilin.

(61)

46 14. Trichotosia pauciflora Blume

Anggrek epifit yang ditemukan di daerah Badeto memiliki batang panjang mencapai ±50 cm, biasanya lebih pendek, menggantung. Daun ±4-1,5 cm, ujung berbelah dua tidak setangkup, agak tebal, sedikit berbulu

pada kedua permukaannya. Perbungaan tumbuh dari permukaan bawah batang, dekat ujung, bunga berjumlah 2-4 kuntum, berwarna hijau. Bunga bergaris tengah , permukaan luar dari kelopak berambut cokelat. Kelopak dan mahkota bagian dalamnya putih. Labellum putih dengan pinggiran pangkal sebelah merah tua. Hidup didataran rendah sampai di pegunungan pada ketinggian 300-1.000 m dpl.

15. Bulbophylllum sp.

Anggrek epifit dengan batang panjang mencapai ±1 m, tegak kemudian menggantung. Daun umumnya sangat tebal, ukuran beragam, ujung runcing. Perbungaan tangkai pendek dengan jumlah bunga dua kuntum, bersilang. Bunga putih, kelopak melanset, ujung runcing dibagian pangkal, lebih menyempit ke ujung..

Gambar 5.14 Trichotosia pauciflora

(62)

47

Labellum becuping tiga, cuping samping berbentuk sabit, runcing, berlekuk ke atas, sepanjang cuping tengah berbulu panjang. Persebaran didaerah Hutan pada ketinggian 100-1.000 m dpl.

16. Phreatia laxiflora

Anggrek epifit yang terdapat pada kawasan Hutan dataran rendah Pasir pugag, Tadah Angin dan Padang Badeto, berbatang pendek

daunnya berwarna hijau, daun tersusun rapat, berjumlah 6 helai tiap batang dengan duduk daun equitant. Dunnya memita, panjang, dan tebal, ujung

daunnya unequally two-lobed (membentuk 2 lekukan tidak sama besar). Perbungaan lebih panjang dari daun dengan tangkai kecil. Perakaran tidak bercabang, akarnya memiliki rambut hanya dibagian yang menempel pada pohon, memiliki mikoriza yang bersimbiosis dengan akar untuk memperoleh zat-zat organik dari humus maupun udara untuk diberikan kepada anggrek. Menurut Sudarnadi (1995), Bunga majemuk bervariasi panjangnya, bercabang atau tidak, bunga kecil sampai besar, kelopak dan mahkota terbuka lebar, mahkota kadand-kadang lebih besar dari kelopak, bibir tanpa taji.

(63)

48 17. Grammathophyllum speciosum

Anggrek epifit yang berumbi semu dengan panjang membentuk batang, panjang mencapai ±1,5-7 m, tumbuh menjuntai dengan ujung melengkung mendatar, daun tumbuh pada dua bidang sepanjang batang. Daun memita dengan ujung runcing. Perbungaan berbunga banyak, bunga dibagian pangkal lebih berjauhan letaknya

pada rakhila dibanding dengan bunga dibagian ujung. Bunga bergaris tengah, membuka lebar, kelopak kuning pucat atau kehijauan dengan bintik atau bercak coklat kemerahan, mahkota lebih pendek dan lebih lebar, warnanya sama. Labellum kecil, bercuping tiga, cuping lateral tegak, kuning, bergaris coklat pada bagian dalamnya dan sedikit bebrbintik coklat dibagian luarnya.

18. Eria erecta

Anggrek epifit yang tumbuh didaerah hutan dengan ketinggian 760-2.500 m dpl. Dengan batang tumbuh rapat pada rimpang, dibagian pangkal berukuran ±2,5 cm. meruncing sampai ke ujung,

terdiri dari 5-7 didaun dekat ujung.

Gambar 5.17 Gramatophyllum speciosum

(64)

49

Daun ujung meruncing, menyempit ke tangkai. Perbungaan tumbuh didekat ujung yang berdaun, 2-6 tangkai setiap batang, panjang ±10 cm atau lebih pendek dari daun, tegak dipangkal dan sedikit melengkung di ujung, berwarna coklat. Bunga bergaris tengah, putih atau merah. Labellum bercuping, cuping lateral menyegitiga, cuping tengah panjang dengan ujung seperti sendok, berwarna putih atau merah muda.

19. Cymbidium bicolor Lindl.

Anggrek epifit dengan tinggi keseluruhan ±70 cm. Pseudobulb : pipih, tertutupi pelepah daun, panjang ±1 cm dan diameter ±0,4 cm, dan terdiri dari 7-9 helai daun. Daun : berbentuk pita, panjang ±65 cm dan lebar ±2 cm, permukaan licin, tepi bergerigi, tipis, ujung meruncing dan tidak

memiliki tangkai daun. Perbungaan : muncul dari samping pseudobulb, majemuk, terdiri dari 10-20 kuntum bunga, panjang tangkai pembungaan 20-35 cm. Bunga : warna merah, bagian tepi berwarna kuning.

(65)

50 20. Thrixspermum sp.

Anggrek monopodial yang hidup secara epifit atau bisa teresterial ditemukan di kawasan Taman Wisata Alam tepatnya terletak di depan pusat informasi BBKSDA. Dengan batang pendek hingga memanjang. Daun tumbuh sepanjang batang, berukuran sama, datar, tebal,

ujung berbelah dua tidak setangkup. Perbungaan tandan, tumbuh dari batang secara lateral, berbunga sedikit atau banyak pada rakhila yang memanjang secara bertahap sesuai dengan tumbuhnya bunga. Bunga tumbuh satu atau bertahap secara bersamaan, meakar penuh, usia mekar singkat, kelopak dan mahkota berbentuk sama. Labellum menyatu, bercuping tiga, dibagian tengahnya berbentuk kantung, cuping tengah biasanya menebal diujung, polinia berjumlah empat yang berukuran sama dalam dua pasang.

21. Dendrobium rugosum

Anggrek epifit dengan batang menjurai panjang, mencapai ±2 m, daun berjarak setiap ±1,5 cm. Daun melanset-menyimpit, hijau, tebal, dan meruncing. Perbungaan tumbuh lateral (tidak menentu)

Gambar 5.20 Thrixspermum sp.

(66)

51

dengan jumlah bunga dua, tangkai sangat pendek, kedua bunga bersentuhan. Bunga kuning muda. Labellum bercuping tiga, cuping samping tegak, tumpul, cuping tengah menyegitiga meruncing, ujung berlekuk ke bawah, bagian tengah bibir tertutup tonjolan yang berwarna kemerahan.

22. Phalaenopsis sp.

Anggrek epifit yang ditemukan di daerah perbatasan Cagar Alam - Nanggorak dengan menempel pada pohon sterculiaceae. Dengan batang yang sangat pendek. Daun tersusun rapat, berbentuk lanset dengan ujung tumpul-meruncing. Dengan perakaran berdaging dan tidak bercabang.

23. Spesies A

Anggrek epifit yang tumbuh dikawasan perbatasan Nanggorak dengan daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing. Batang pendek dengan umbi semu Perakaran menjalar keseluruh batang inang pohon, berdaging tebal dengan tidak berbulu

dan bercabang. Umbi semu berbentuk bulat telur terbalik. Dengan tidak terlihat bagian bunga yang tumbuh.

Gambar 5.22 Phalaenopsis sp.

(67)

52 Spesies B

Anggrek epifit yang ditemukan di daerah perbatasan Cagar Alam-Nanggorak yang menempel pada pohon Rhodamnia cinneria. Warna daun hijau, bentuk daun memanjang dengan ujung tumpul. Tidak telihat adanya

calon bunga karena masih dalam keadaan seedling. Bentuk perakaran memanjang dengan batang memendek.

(68)

53

Tabel 5.1.4 Data Fisik Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Data Fisik Sungai Badeto Tadah Angin (Cicebong)

Cikamal TWA (Ciborok)

Koordinat S 07˚42‟53.58” S 07˚43‟16.6” S 07˚41‟13.47” S 07˚42‟31.10” E 108˚39‟27.56” E 108˚39‟27.2” E 108˚39‟21.92” E 108˚39‟18.71”

Suhu (˚C) 29,3 29,4 37,5 33,3

Intensitas Cahaya (klux)

292×2000 278×2000 255×2000 231×2000

Kelembaban (%)

82-91 87 64 73

Kanopi Tertutup terbuka terbuka Terbuka

Ketinggian (m)

94-102 84 - -

pH 6-6,4 6,3 5,8 5,4

(69)

54 5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data pengamatan anggrek yang telah dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, dapat diketahui jenis anggrek yang tumbuh dikawasan ini cukup melimpah dengan kondisi lingkungan yang cukup mendukung. Penelusuran jenis anggrek dilakukan dimulai dari wilayah Taman Wisata Alam Cirengganis, kawasan Hutan Sekunder Batumeja-Nanggorak hingga ke kawasan Hutan Dataran Rendah Pasir pugag-Tadah Angin dan Hutan Badeto.

Anggrek yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam ini terdiri dari jenis anggrek epifit dan teresterial. Untuk jenis anggrek epifit banyak ditemukan di kawasan Hutan Sekunder tepatnya didaerah Nanggorak dan terdapat di kawasan Hutan Dataran Rendah tepatnya daerah Pasir Pugag – Tadah Angin dan Badeto. Sedangkan, anggrek jenis teresterial hanya sedikit sekali yang ditemukan di kawasan Hutan Sekunder Batumeja dan Hutan Badeto.

(70)

Badeto 4 Pinggiran Badeto 2

Sungai Cikamal 1

Berdasarkan persentase diatas dapat diketahui jumlah individu yang tersebar di wilayah kawasan Hutan Cagar Alam cukup melimpah, terutama jenis anggrek Phreatia laxiflora yang tersebar di kawasan Hutan dataran rendah Pasir pugag - Tadah Angin dan Padang Badeto dengan jumlah individu sebanyak 63 jenis dengan persentase 45%. Dengan kondisi fisik suhu kawasan menacapai 29,4˚C dengan pH 6 didukung dengan intensitas cahaya yang rendah 278×2000 klux dan kelembaban 87% dengan kanopi terbuka pada ketinggian 84 m. Beberapa jenis anggrek yang tumbuh dengan baik dan persebaran yang merata disebabkan karena faktor yang mempengaruhinya, yaitu intensitas cahaya yang

(71)

56

optimum, kondisi kelembaban, suhu serta pH yang cukup mampu mendukung pertumbuhan jenis anggrek. Beberapa jenis anggrek hidup ditempat vegetasi yang terbuka dengan kelembaban rendah dan suhu yang tinggi karena, tidak dikelilingi oleh tumbuhan tingkat tinggi disekitarnya. Namum, beberapa jenis anggrek lainnya banyak yang tumbuh pada vegetasi tertutup dengan intensitas cahaya yang minimum dan kelembaban yang tinggi serta suhu yang rendah. Menurut Harwati (2007), setiap jenis anggrek membutuhkan cahaya matahari yang berbeda-beda, intensitas cahaya yang lebih rendah atau lebih tinggi dari kebutuhan optimal tanaman anggrek menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Umumnya, kebanyakan jenis anggrek tumbuh pada inang yang tinggi agar mereka dapat menyerap kebutuhan nutrisi dari air hujan dengan cepat serta memudahkan penyebaran biji melalui angin, dan didukung oleh suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang cocok untuk pertumbuhannya. Namun, pada kawasan Hutan Cagar Alam ini kebanyakan anggrek tumbuh di tempat inang yang cukup rendah dengan vegetasi yang terbuka serta kelembaban yang rendah, sehingga sedikit species anggrek yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

(72)

57

Dapat diketahui jumlah genus tertinggi dari jumlah species yang didapat adalah Bulbophyllum dengan persentase 13%. Berdasarkan tempat tumbuhnya, genus Bulbophyllum merupakan jenis anggrek alam yang mudah tumbuh dilingkungan yang beriklim sedang, dengan kanopi yang tertutup dan pH yang stabil. Terlihat di sekitar terdapat banyak pohon besar dan tinggi sehingga memudahkan penyebaran biji melalui angin, dan didukung oleh suhu, kelembaban dan intensitas cahaya yang cocok untuk pertumbuhannya. Menurut Gunadi (1985), kisaran suhu anggrek Bulbophyllum adalah berkisar antara 15-19 oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rifai (1993), bahwa jumlah jenis anggrek yang hidup sebagai epifit pada pepohonan belantara pegunungan sangatlah besar, terutama dari jenis-jenis Bulbophyllum. Menurut Steenis (1997), Bulbophyllum sering ditemukan tumbuh menumpang pada batang-batang pohon yang tinggi.

(73)

58

Purwanto et al., (2005), juga menyatakan anggrek spesies liar seperti genus Bulbophyllum memiliki daerah penyebaran yang relatif luas. Kebanyak species Bulbophyllum sp.yang ditemukan didaerah Nanggorak-Badeto hidup pada kondisi inang yang sudah lapuk dan tumbang pada pohon Dillenia exelsa dengan kondisi kanopi tertutup sehingga kurangnya intensitas cahaya matahari.

Setelah dilakukkan analisis kekerabatan berdasarkan jenis anggrek yang di temukan di kawasan Hutan Cagar Alam ini, dapat diketahui hubungan yang cukup dekat antar-spesies. Kedekatan antar-species yang begitu dekat terlihat pada jenis anggrek teresterial yaitu Nervilia, Macodes, Calanthe triplicate, dan Spathoglottis. Namun, bila dilihat kekerabatan yang begitu jauh antara Nervilia dan Bulbophyllum. Sementara, untuk yang lainnya masuk pada beberapa subkelompok yang mengatur kedekatan antar-speciesnya. Karakter morfologi yang menentukan kedekatan antar-species ditentukan dari jenis anggrek (epifit-teresterial), bentuk umbi semu (bulat-melonojong-pipih-bulat telur), bentuk daun (melonjong-memita-menjantung-melanset), ujung daun (runcing-tumpul), bentuk perakaran (berdaging-bercabang), dan bentuk perbungaan (tandan-tunggal-malai). Selain itu, faktor genetika pun mampu digunakan dalam menganalisa kekerabatan antar-speciesnya.

(74)

59

langsung. Sehingga, pengambilan specimen hanya dilakukkan dengan pengambilan gambar (dokumentasi). Sehingga, jenis anggrek yang didapat tidak dapat diherbariumkan, karena keterbatasan jumlah anggrek yang didapat dan diharsukannya menjaga kelestarian jenis anggrek agar tidak rusak dan punah.

(75)

60 5.3 Analisis Data

Data masing-masing species hasil dari identifikasi morfologi yang diperoleh kemudian dibandingkan dalam tabel dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jenis anggrek : 0 = epifit ; 1 = teresterial

2. Umbi semu : 0 = bulat ; 1 = memanjang ; 2 = pipih ; 3 = membulat telur 3. Bentuk daun : 0 = melonjong ; 1 = memita ; 2 = menjantung ; 3 = melanset 4. Ujung daun : 0 = runcing ; 1 = tumpul

5. Perakaran : 0 = berdaging-bercabang ; 1 = berdaging-tidak bercabang 6. Perbungaan : 0 = tandan ; 1 = tunggal ; 2 = malai

Tabel 5.3.1 Perbandingan Penampakan Morfologis

No. Nama Jenis Karakter Morfologis

1 2 3 4 5 6

1. Nervilia discolor 1 0 2 0 0 0

2. Macodes sp. 1 0 0 0 0 0

3. Agrostophyllum tenue 0 1 1 1 0 0

4. Bulbophyllum violaceum 0 0 0 1 0 1

5. Ceratostylis sp. 0 2 1 1 1 1

6. Taeniophyllum biocelatum 0 0 2 0 1 1

(76)

8. Spathoglottis sp. 1 3 3 0 1 0

9. Bulbophyllum ovalifolium 0 0 3 1 0 1

10. Cymbidium bicolor 0 2 1 1 1 1

11. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl. 0 0 0 1 1 1

12. Bulbophyllum triflorum 0 0 3 1 1 1

13. Eria retusa 0 0 0 1 0 0

14. Calanthe triplicata (Willemet) 1 0 0 0 1 0

15. Trichotosia pauciflora Blume. 0 1 3 0 1 1

16. Bulbophyllum sp. 0 1 0 0 0 1

17. Eria erecta 0 1 1 0 1 0

18. Phalaenopsis sp. 0 2 3 0 1 1

19. Grammathophyllum speciosum 0 1 1 0 1 1

20. Dendrobium rugosum 0 0 3 0 0 0

21. Phreatia laxiflora 0 0 2 1 1 0

22. Thrixspermum sp. 0 0 0 1 0 0

23. Species A 0 0 3 0 1 1

24. Species B 0 1 0 1 1 0

(77)

62

Berdasarkan hasil perbandingan morfologis, dapat dibuat bagan kekerabatan sebagai berikut :

Gambar 5.3.1 Filogeni Jenis-Jenis Anggrek

Keterangan :

Cabang I : Jenis anggrek teresterial

Gambar

Gambar 5.17. Grammatophyllum speciosum…..….………..…………
Gambar 2.2 Bagian-bagian Bunga Anggrek
tabel sebagai berikut :
Tabel 5.1.2 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung
+7

Referensi

Dokumen terkait

8.6. kita hendak menentukkan jarak . Sedangkan jarak titik asal 0 ke sama.. Berkas Bidang Rata 8.7. Setiap t sebuah garis lurus. Persamaan diatas merupakan himpunan bidang-bidang

Dalam gambar diberikan pula gaya horisontal yang berasal dari tekanan tanah aktif yang ditimbulkan oleh tanah timbunan di atas dermaga dan gaya reaksi Ra yang telah

● Kekuatan produk, brand dan marketing effort yang dilakukan seluruh tim kami membuat bisnis tetap berjalan dan Se’i Sapi Kana menjadi salah satu bisnis yang tetap

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) penyebab peserta didik berperilaku agresif adalah sebagian besar karena karakter peserta didik yang keras dan cenderung menganggap

1) Orang tua sebagai lingkungan inti dimana tempat anak tinggal mempun- yai peran utama untuk menjadi figur model yang secara efektif dapat mengurangi perilaku agresi

Uji Hipotesis secara simultan dilakukan untuk mengetahu tingkat signifikan secara simultan atau keseluruhan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel

kehidupan dirinya. Manusia bebas untuk menjadi apa dan siapa sesuai keinginannya. Manusia adalah makhluk hidup yang menentukan sendiri apa yang ingin dia lakukan

Untuk mencegah hal tersebut, maka pada umumnya dipasang batang tarik, sehingga struktur menjadi sistim statis tak  tentu