• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak Geografis Desa Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Kesetaraan Gender pada Usahatani Buncis Organik di Dusun Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak Geografis Desa Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tingkat Kesetaraan Gender pada Usahatani Buncis Organik di Dusun Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten S"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

17 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Letak Geografis Desa Penelitian

Pada bagian ini diuraikan profil Desa Batur, yaitu meliputi letak geografis, keadaan tanah, luas penggunaan lahan dan keadaan pertanian. Pada bagian ini juga diuraikan tentang gambaran umum keadaan penduduk meliputi umur, mata pencaharian, dan tingkat pendidikan di Desa Batur. Deskripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai hal yang mendasari perkembangan pertanian di Desa Batur pada umumnya dan tentang kesetaraan jender pada kelompok tani Tranggulasi di Desa Batur.

Desa Batur merupakan salah satu desa yang banyak menghasilkan sayuran organik dan non organik. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam wilayah kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi jawa Tengah. Desa Batur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu c. Sebelah Barat : Desa Kopeng d. Sebalah Timur : Desa Tajuk

Secara geografis Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) adalah sebagai berikut :

a. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 3 km b. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten : 30 km c. Jarak dari Pusat Pemerintahan Provinsi : 35 km

(2)

18 4.2 Gambaran Usahatani Buncis Organik

Kelompok tani Tranggulasi,yang terletak di Dusun Selongisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang mempunyai spesialisasi kegiatan agribisnis komoditas sayuran organik. Responden dalam penelitian ini adalah wanita tani tranggulasi yang melakukan kegiatan usahatani buncis organik dengan jumlah 30 responden, dengan teknik pengambilan sampel jenuh atau semua populasi dijadikan sampel. Profil responden mengarah pada umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan dan kepemilikan kerja sampingan.

Kelompok tani Tranggulasi dalam proses penanaman buncis berdasarkan cara pola tanam dan waktu giliran tanam. Tanaman buncis tidak bisa ditanam disatu tempat dengan tanaman lain seperti sistem tanam tumpang sari, tanaman buncis hanya bisa monokultur. Ini dikarenakan tanaman buncis yang sangat mudah terserang ulat bahkan hama yang bisa merusak tanaman pada saat tumbuh tunas bahkan hasil panen nanti. Sehingga jika ingin menanam buncis harus bergiliran pada lahan yang sama. Buncis yang ditanam adalah buncis perancis yang pangsa pasarnya terdapat di supermaket besar dan keluar kota ,bahkan sampai melakukan ekspor karena permintaan diluar negeri yang cukup tinggi terhadap buncis karena rasa buncis perancis dirasa lebih enak dari buncis lokal lainnya. Masa tanam buncis juga termasuk pendek sekitar 3-4 bulan, dan saat panen tiba hampir setiap hari panen dapat dilakukan tergantung pada pesanan selain itu ukuran buncis juga menjadi standar sendiri untuk diperjual belikan dan masuk kepasar yang sudah ditentukan. Setiap petani memiliki standar masing-masing pada saat pemanenan buncis rata petani mengambil buncis yang panjangnya sekitar 10-13 cm. Buncis yang memiliki standar 10-13 cm akan dikirimkan ke supermarket dan diberikan

grade A sedangkan jika panjangnya lebih dari standar yang di inginkan, petani akan membuat packing yang berbeda dan mematok harga yang berbeda atau buncis dikirim kepasar tradisional. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

(3)

19 berapa, tapi kebanyakan lebih suka buncis yang masih kecil yang ndak terlalu gede”(Nursiati, 40 tahun).

Cara penjualan kelompok ini juga sudah teroganisir, petani besar akan mengumpulkan buncis dari lahan-lahan petani lainnya dan kemudian dilakukan proses pemilahan setelah itu di packing dan di distribusikan ke produsen seperti mini market, pedagang sayur bahkan ke supermarket. Petani besar juga melakukan pengambilan atau membeli dari petani lainnya untuk memenuhi permintaan produsen.

Tenaga kerja yang dipakai dalam buncis organik kebanyakan adalah keluarga sendiri yaitu orang tua, istri, anak dan menantu. Alasan ini dikarenakan keterbatasan biaya untuk tenaga kerja lagipula wanita tani beranggapan lahan yang digarap tidak terlalu luas sehingga cukup dengan tenaga kerja dari keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

kita kalo punya lahan ya, yang garap kita to mbak kan hasilnya buat kita, soalnya kan kalo minta orang kita harus ada ngasih, tapi ya eman-eman, to saya istri mesti bantu bapaknya garap lahan ben dapat duit kerjanya sama anak-anak juga mesti, mau lahannya luas atau ndak kita pasti barengan sama keluarga” (Sini, 52 tahun).

(4)

20

mengatasi hal ini petani memilih penggiliran tanaman dengan sayuran lain seperti lobak, brokoli, dan cabai.

Dari 30 responden, semua keluarga bergantung pada mata pencarian sebagai petani meskipun ada beberapa memiliki pekerjaan seperti PNS dan guru tapi mereka meiliki pekerjaan petani sebagai pekerjaan tetap. Maka dari itu setiap di dalam keluarga wajib saling membantu setiap kegiatan usahatani buncis karena merupakan salah satu usahatani yang dilakukan oleh petani. Misalnya jika ayah seorang petani maka istri harus membantu begitu juga dengan anak ataupun menantu bahkan orang tua dari petani pun ikut membantu dari 30 responden semuanya memakai tenaga kerja dari keluarga sendiri dan istri selalu terlibat pada semua kegiatan usahatani tersebut. Berikut adalah gambaran karakteristik wanita tani Tranggulasi.

4.3Karakteristik Wanita Tani

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah istri petani tranggulasi yang ada di Desa Batur. Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik wanita tani di uraikan berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan, kepemilikan kerja sampingan dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Wanita Tani

Karakteristik Kategori Jumlah

(5)

21

Lanjutan tabel 4.1

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

a. Umur Responden

Menurut Arkaniyati (2012), umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada keberhasilan suatu usaha. Ditinjau dari segi umur, tenaga kerja produktif umumnya berada pada selang 25 hingga 40 tahun, sedangkan jika kurang atau lebih dari selang umur tersebut akan tergolong sebagai tenaga kerja kurang produktif tetapi masih termasuk dalam usia kerja. Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa wanita tani sebagian besar berusia > 50 tahun sebanyak 40%, dimana rata-rata umur petani adalah 44 tahun

b. Tingkat Pendidikan Responden

Pujiharto dan Watemin (2008) menyatakan Makin tinggi tingkat pendidikan formal, akan makin rasional pola pikir dan daya nalarnya pada perempuan. Selain itu, pendidkan juga akan berpengaruh dalam penyerapan inovasi yang dapat diterapkan dalam kegiatan usahataninya. Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan wanita tani rendah karena rata-ratanya berpendidikan terakhir SD. Begitu juga dengan Mustikarini (2011) menyatakan rendahnya kualitas perempuan dapat dilihat dari terjadinya ketidaksetaraan dalam tingkat pendidikan perempuan dibanding laki-laki.

c. Jumlah Anggota Keluarga

(6)

22

paling banyak adalah < 3 yaitu 53,3% pada petani buncis,sehingga kebutuhan mereka tidak terlalu tinggi.

d. Luas Lahan Responden

Luas lahan yang digarap petani menjadi salah satu keputusan petani untuk menggunakan tenaga kerja dari keluarga atau yang bukan keluarga. wanita tani pastinya akan membantu bapak tani dalam menggarap lahan. Menurut Bertham Dkk (2011) Dengan pertimbangan luas lahan yang tidak begitu luas, kebanyakan petani lebih memilih hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga (90%) untuk mengurangi pengeluaran usahataninya. Sementara petani dengan penguasaan lahan yang lebih luas, hanya 10%, membutuhkan tenaga kerja tambahan yang berasal dari luar keluarganya. Pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa wanita tani menggarap lahan rata-rata sekitar 823m2 .

Responden memiliki lahan 0,05-1Ha yaitu 63,3% berarti berada di kelas menengah dan sisanya 23,3% untuk lahan responden <1Ha dan berada di kelas luas hanya 13,3%.

e. Kepemilikan Kerja Sampingan

Menurut Novia (2006) dalam realitanya, curahan kerja perempuan yang bekerja sebagai buruh tani antara 6-8 jam perhari. Kepemilikan kerja sampingan ini dimiliki biasanya jika kebutuhan belum bisa terpenuhi dari satu pekerjaan saja sehingga wanita tani harus mencari pekerjaan sampingan selain menjadi petani untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga begitu juga dengan bapak tani bisa menjadikan usaha tani sebagai kerja sampingan ataupun pekerjaan tetap. Dari tabel 4.3, dapat diketahui dari kepemilikan kerja sampingan pada responden hanya 16,7% atau 5 orang saja, ini berarti hampir semua wanita tani memilih menjadi petani sebagai pekerjaan tetap.

4.4 Karakteristik Bapak Tani

(7)

23

kepemilikan kerja sampingan. Karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Bapak Tani

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Berdasarkan pada tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata umur bapak tani adalah 48 tahun, rata-rata pendidikan bapak tani adalah Sekolah Dasar dan lebih banyak bapak tani yang tidak memiliki kerja sampingan.

4.5 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Wanita Tani

Dalam menjalankan usahatani buncis organik dari mulai tahapan pengolahan lahan sampai pasca panen memungkinkan terserapnya tenaga kerja pria dan wanita. Adanya kultur budaya masyarakat yang menempatkan wanita dengan prespektif tertentu mengarah pada kesetaraan jender. Keadaan ini menjadi kan jenis pekerjaan tertentu hanya diperuntukan untuk jenis kelamin tertentu, atau sebagian besar porsi pekerjaan lebih baik untuk jenis kelamin tertentu.

Pada setiap tahapan juga memiliki tenaga kerja yang berbeda tergantung dengan seberapa banyak tenaga yang dibutuhkan dab seberapa berat tahapn tersebut. Dalam hal ini pria dan wanita akan terlihat di bagian tahapan mana saja mereka lebih dominan.

Berikut data untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja wanita pada usahatani buncis organik, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Karakteristik Kategori Jumlah

(8)

24

Tabel 4.3 Penyerapan Tenaga Kerja Wanita Di Usahatani Buncis Organik

Jenis Kegiatan Tenaga Kerja

Pria (%) Wanita (%)

Pengolahan Lahan 52,8 47,2

Penyemaian 54,7 45,3

Penanaman 54,7 45,3

Pemupukan 54,7 45,3

Penyiangan 54,7 45,3

Pengendalian Hama 54,7 45,3

Pemanenan 53,8 46,2

Pasca Panen 50 50

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

(9)

25 “kita itu ya selalu ikut kerja suami mbak, kan kita nyari uangnya bareng, ngolah lahan pun kita ikut mbak seng penting masih kuat kitanya mbak, kecuali ngangkat pupuk yang berat atau ngeroundap itu suami soalnya itu berat.. tapi kita ya ndak pernah ketinggalan apalagi tahapan panen sampai panen selesai terus kita kumpulin itu pasti ibu-ibunya ikut semua sampe orang tua saya ikut, kalo buncis perlu banyak tenaga mbak e, karena harus sabar sama teliti ” (Suparmi,25 tahun)

Meskipun tenaga kerja buncis sangat dibutuhkan banyak orang, petani tranggulasi tetap saling membantu dan sebagai imbalannya tidak diberikan uang melainkan mengadakan makan bersama sehingga para wanita tani (istri) menyiapkan makanan, hal ini merupakan salah satu upaya agar sesama anggota tranggulasi semakin erat hubungannya dan silahturahmi terjaga dengan baik. Tapi hal itu berlaku untuk kebanyakan petani kecil bagi petani besar, mereka akan membayar tenaga kerja yang sudah bekerja. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“kalo banyak yang bantu mbak,kita makan makan setelah itu nanti dikumpulin si rumahnya siapa, terus rame-rame nanti jadi ndak mesti bayar pake uang, kalo kita minta tolong soalnya tapi kalo yang ada duitnya ya d bayar sekali panen dapat berapa gitu mbak”(Suparmi,25 tahun)

4.6 Analisis Pengambilan Keputusan Wanita Tani

(10)

26

Berikut analisis pengambilan keputusan wanita pada tahapan usahatani buncis organik.

Tabel 4.4 Pengambilan Keputusan Wanita Di Usahatani Buncis Organik

jenis kegiatan Pengambilan keputusan

Wanita (%) Pria (%)

Pengolahan lahan 0,53 0,47

Varietas bibit 0,53 0,47

Cara penanaman 0,56 0,44

Penyiangan 0,56 0,44

Pemupukan 0,5 0,5

Pengendalian hama 0,53 0,47

Pemanenan 0,53 0,47

Penjualan hasil 0,56 0,44

Keikutsertaan organisasi 0,9 0,1

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari 30 responden para wanita (istri) memiliki angka yang lebih besar dari para pria. Dalam hal keikutsertaan organisasi wanita memiliki angka yang sangat tinggi dibandingkan pria yaitu 0,9 % berarti wanita tidak dibatasi dalam setiap kegiatan , justru wanita selalu ikut dalam setiap kegiatan organinasi yang ada dalam dalam kegiatan kelompok tani tranggulasi.

Dalam hal mengambil keputusan ini sudah melalui diskusi rumah tangga sehingga lebih besar peluang wanita tani untuk menentukan keputusan akhir. Para pria (suami) akan mengikuti juga saran dari wanita (istri) karena keputusan suami dan istri juga menentukan kelanjutan usahatani tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“soal keputusan ya kadang saya manut bapak (suami), tapi ya kita juga ikut mutusin mbak, apalagi kalo masalah duit... haduh, ibu-ibu mesti ribut itu hahaha...pokoknya ya bapak mesti ngomomg dulu sama saya, terus nanti diputusinya bersama mbak” (Neni,44 tahun)

(11)

27

lainnya. Tapi para suami tetap selalu melakukan diskusi bersama dengan istri sehingga ini yang akan mempengaruhi keputusan akhir dalam setiap kegiatan. Para suami dianggap memiliki informasi yang lebih banyak dalam segi pemilihan varietas yang ditanam, masa persemaian serta berapa jumlah tenaga kerja yang mengikuti tahapan, selain itu di penyiangan. Padahal jika dilihat suami harusnya yang bertanggung jawab dalamsetiap kegiatan, tapi justru dalam hal pengambilan keputusan istri mempunyai hak yang sama besarnya dengan suami. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu bapak tani mengungkapkan bahwa :

“istri kadang serahi semua keputusan ke kita mbak, tapi ya tetap kita mesti ngomong dulu sama istri dan kita mutusi persoalannya bersama mbak”

(Pitoyo,50 tahun).

Berbeda dengan yang dikatakan menurut Priyadi (2005) Dominasi keterlibatan pria dalam berbagai tahapan kegiatan usahatani buncis organik disebabkan berbagai alasan. Seperti pria dianggap bertanggung jawab penuh atas pekerjaan berat dalam pelaksanaannya dan lebih mengetahui teknik-teknik usahatani yang lebih baik yang nantinya menunjang usahatani mereka sehingga dianggap lebih tepat sebagai pengambil keputusan utama. Namun di Kelompok Tani Tranggulasi justru wanita dominan dalam setiap pengmabilan keputusan.

4.7 Analisis Indeks Kesetaraan dan Keadilan Jender dalam Pelaksanaan Tahapan Usahatani Buncis Organik

(12)

28 4.7.1 Indeks Kesetaraan Dan Keadilan Jender Terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja Responden

Dalam pelaksanaan usahatani buncis organik relatif tidak memerlukan kualifikasi ketrampilan pekerja melainkan lebih banyak membutuhkan tenaga fisik serta bersedia bekerja di lapangan selain itu kemauan untuk belajar dikarenakan buncis organik mempunyai ciri khas sendiri dalam perawatannya sampai dengan penjualannya selain itu dibutuhkan pekerja yang sangat telaten karena buncis sendiri tidak bisa ditumpang sari dengan tanaman sayuran lainnya. Maka dari itu pada jenis pekerjaan tertentu di dominasi oleh jenis kelamin tertentu pula. Hal ini memberikan konsukuensi besarnya IKKJ berdasarkan jenis tahapan pekerjaan dalam usahatani buncis organik.

Dengan IKKJ akan diketahui seberapa besar wanita mengambil alih dalam setiap tahapan dan nantinya akan terlihat seberapa besar peluang wanita. Berikut analisis IKKJ terhadap penyerapan tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Besarnya IKKJ Tenaga Kerja Dalam Berbagai Tahapan Kegiatan

Jenis kegiatan

IKKJ Tenaga Kerja

Rata-rata Keterangan

Terendah Tertinggi

Pengolahan lahan 1 1 0,96 Peluang wanita tani = bapak tani

Penyemaian 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani

Penanaman 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani

Pemupukan 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani

Penyiangan 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani

Pengendalian hama 0 1,06 0,96 Peluang wanita tani < bapak tani

Pemanenan 0,3 2,1 1,01 Peluang wanita tani > bapak tani

Pasca panen 0,7 3,6 1,19 Peluang wanita tani > bapak tani

(13)

29

Seperti yang sudah dijelaskan nilai Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender memiliki kategori, dan hasil IKKJ tenaga kerja sudah dikategorikan sebagai berikut: Tabel 4.6 Kategori Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender

IKKJ Tenaga Kerja

Kategori Jumlah Persen

<1 1 3,3%

=1 26 86,6%

>1 3 10 %

Total 30 100%

Rata-rata IKKJ 1

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Indeks Keadilan dan Kesetaraan Jender (IKKJ) memiliki kategori sebagai berikut :

a. < 1: Peluang wanita lebih sedikit daripada pria b. = 1: Peluang wanita sama atau satu kali daripada pria c. > 1: peluang wanita lebih besar daripada pria

Pada tabel 4.5 dapat diketahui pada kegiatan pengolahan lahan memiliki nilai IKKJ terendah yaitu 1 berarti peluang wanita tani pada saat kegiatan yaitu 1 kali daripada bapak tani sedangkan nilai IKKJ tertingginya 1 berarti peluang wanita tani 1 kali daripada bapak tani. Nilai IKKJ untuk penyemaian, penanaman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian hama memiliki nilai terendah 0 berarti wanita tani tidak memiliki peluang sama sekali daripada bapak tani pada setiap kegiatan tersebut dan nilai IKKJ tertingginya 1,06 berarti pada kegiatan tersebut wanita memiliki peluang 1,06 kali daripada bapak tani, untuk nilai pemanenan nilai terendah IKKJ yaitu 0,3 berarti pada kegiatan tersebut wanita memiliki peluang 0,3 kali dari pada bapak tani sedangkan nilai IKKJ tertingginya adalah 2,01 berarti peluang wanita 2,01 kali daripada bapak tani dan nilai IKKJ untuk pasca panen yang terendah adalah 0,7 dan tertinggi adalah 3,6 berarti peluang wanita tani 3,6 kali dari pada bapak tani.

(14)

30

untuk >1 memiliki persentase 10%. Sehingga nilai =1 adalah nilai yang paling dominan dimiliki oleh responden pada tahapan kegiatan,ini berarti peluang wanita tani sama atau 1 kali dengan peluang bapak tani. Total rata-rata IKKJ pada kegiatan usahatani ini adalah 1 berarti dinyatakan kegiatan usahatani buncis organik memiliki kesetaraan jender dan tidak adanya bias jender dalam setiap kegiatan.

Jika dilihat dari nilai rata-ratanya hanya pengolahan lahan dan pemanenan yang memiliki IKKJ yang > 1 tapi jika dari IKKJ tertinggi pada responden maka yang tertinggi ada pada tahapan pemanenan dan pasca panen. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu suami responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“justru kalo saya yang nangani pemanenan dan pasca panen kebanyakan ya ibu-ibunya, istri saya yang nentuin siapa pembelinya, terus panen buncisnya harganya berapa kalo di jual nanti, apalagi kalo bagian pasca panen kaya yang packing ya istri sama ibu saya yang ngurusin semua saya palingan bantu kalo kekurangan orang sama kalo ada kendala.. terus masalah pengolahan lahan pun ibu yang ikut nentuin juga misalnya berapa tenaga kerja yang dipakai, terus pupuknya nanti pengeluarannya berapa, kalo masalah duit ibu yang handle”(Pitoyo,50 tahun).

4.7.2 Indeks Kesetaraan dan Keadilan Jender Terhadap Pengambilan Keputusan Responden

(15)

31

Tabel 4.7 Besarnya IKKJ Pengambilan Keputusan Dalam Berbagai Tahapan Kegiatan

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Seperti yang sudah dijelaskan nilai Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender memiliki kategori, dan hasil IKKJ tenaga kerja sudah dikategorikan sebagai berikut: Tabel 4.8 Kategori Indeks Keadilan Dan Kesetaraan Jender

IKKJ Tenaga Kerja

Indeks Keadilan dan Kesetaraan Jender (IKKJ) memiliki kategori sebagai berikut :

(16)

32

Dalam pengambilan keputusan pada setiap kegiatan pengolahan lahan, varietas bibit, pengendalian hama, pemanenan memiliki nilai rata-rata IKKJ 0,53 berarti peluang wanita untuk mengambil keputusan dalam kegiatan tersebut yaitu 0,53 kali dibandingkan pria. Pengambilan keputusan pada jenis kegiatan menentukan cara penanaman, penyiangan, dan penjualan hasil memiliki besarnya IKKJ yaitu 0,56 berarti peluang wanita untu mengambil keputusan 0,56 dibanding pria. Dalam pengambilan keputusan pada tahap kegiatan pengendalian hama nilai IKKJ yaitu 0,5 berarti peluang wanita dalam mengambil keputusan hanya 0,5 kali dibanding dengan peluang pria. Sedangkan untuk pengambilan keputusan pada kegiatan keikutsertaan organisasi besarnya IKKJ 0,9 berarti peluang wanita dalam mengikuti organisasi 0,9 kali dibanding peluang pria. Meskipun IKKJ rendah dalam hal pengambilan keputusan para suami tetap selalu berdiskusi bersama istri dan keputusan istri sangat dipertimbangkan karena usahatani buncis organik merupakan pekerjaan utama untuk keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu suami responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“soal keputusan yang menentukan kegiatan usahatani saya sama istri pasti ngobrol mbak, tapi biarpun istri nyerahin kaya tanamnya kapan,

mau tanam apa, kalo hama di berantasnya gimana. Tapi bukan berarti semuanya suami , ya kita kalo ngobrol terus istri bilang apa ya kita manut mbak, toh usaha kan kita jalani berdua jadi dimana-mana ya berdua”

(Bejo,58 tahun).

Meskipun di tabel menunjukan nilai rata-rata yang tidak mencapai 1, tapi pada kategori IKKJ, nilai terendah adalah 0 sedangkan tertinggi hanya 1. Pada tabel 4.10 dapat dilihat nilai IKKJ < 1 ada 50% dan sama dengan 1 ada 50% berarti, peluang wanita tani 1 kali atau sama dengan peluang para pria. Sedangkan > 1 tidak ada sama sekali.

(17)

33

berada ini terlihat dari nilai IKKJ sama dengan 1 , hampir suami dan istri seimbang dalam hal pengambilan keputusan.

4.8 Analisis Hubungan antara IKKJ dengan Karaketeristik Responden

Hubungan Indeks Keadilan dan Kesetaran Jender (IKKJ) penyerapan tenaga kerja dan pengambilan keputusan akan di korelasikan dengan variabel-variabel yaitu karakteristik individu (pendidikan, usia, jumlah anggota keluarga, pendapatan dan kepemilikan kerja sampingan) dianalisis dengan menggunakan uji korelasi

Rank-Spearman.

4.8.1 Analisis Hubungan antara IKKJ Tenaga Kerja dengan Karaketeristik Responden

Hasil pengujian hubungan antara IKKJ dengan karakteristik individu tersaji pada Tabel 4.9 dibawah ini.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Hubungan antara IKKJ dengan Karakteristik Responden

Variabel Koefisien

Pendidikan wanita tani 0,215 ns 0,255 Tidak signifikan

Usia wanita tani 0,036 ns 0,849 Tidak signifikan

Jumlah anggota Keluarga -0,148 ns 0,434 Tidak signifikan

Luas lahan 0,002 ns 0,993 Tidak signifikan

Kepemilikan kerja

sampingan wanita tani 0,086 ns 0,650 Tidak signifikan

Pendidikan bapak tani 0,238 ns 0,206 Tidak signifikan

Usia bapak tani -0,148 ns 0,800 Tidak signifikan

Kepemilikan kerja

sampingan bapak tani -0,262 ns 0,163 Tidak signifikan

Keterangan: ns = non signifikan (tidak berhubungan nyata)

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Pada tabel 4.9 terlihat bahwa tidak ada yang memiliki hubungan nyata dengan IKKJ Tenaga Kerja. Ini karena nilai probalitas yang di tentukan adalah > 0,05 maka H0 diterima, jika > 0,05 maka H0 ditolak. Di tabel menunjukan variabel

(18)

34

rendah atau lemah berdasarkan uji signifikansi hasilnya menunjukan 0,255 yang berarti asosiasi kedua variabel adalah tidak signifikan. Begitu juga dengan usia, jumlah anggota keluarga, luas lahan, dan kepemilikan kerja sampingan. Bahkan dari variabel punya bapak tani pun tidak ada yang berkorelasi.

Hal ini rendah bahkan tidak berkorelasi berarti ada faktor lain yang berhubungan dengan nilai IKKJ tersebut, dari nilai IKKJ juga tidak memiliki variasi yang sangat berbeda jauh, begitu juga dengan luas lahan yang rata-rata sama tidak memiliki perbedaan jauh, pendidikan rata-rata antara pria dan wanita adalah Sekolah Dasar selain itu jumlah anggota keluarga dan kepemilikan kerja sampingan. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu suami responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“kita bertani itu udah lama mbak, dari SD malahan.. jadi ga bisa terlepas dari hal hal pertanian bahkan ada yang turun temurun mbak jadi tinggal lanjutin aja mbak, kan sayang lahannya sama ilmunya juga kalo ndak di lanjutin..”

(Pitoyo,50 tahun)

Selain itu wanita tani juga kebanyakan mengikuti saja apa pekerjaan suami, rata di Desa Batur kegiatan bertani sudah berjalan sangat lama nahkan turun temurun bisa dibilang pertanian sudah menjadi urat nadi masyarakat tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“pertanian ini udah ndak bisa lepas dari kita mbak, meskipun saya kerja jadi PNS, ya tetap saya bertani.. Toh saya dulu hidupnya dari pertanian, orang tua petani, orang tua suami saya juga sama... ya kita lanjutin aja mbak eman-eman lahannya, di tambah lagi sekarang makin banyak inovasi mbak tinggal kelompok tani pelajarin nanti ilmunya dibagikan bersama mbak”. (Siti,40 tahun)

(19)

35 Berarti hipotesis yang menyatakan “indeks kesetaraan keadilan jender dengan karakteristik pendidikan bapak tani dan wanita tani, usia bapak tani dan wanita tani, jumlah anggota keluarga, luas lahan, kepemilikan pekerjaan sampingan bapak tani dan wanita tani “ terhadap IKKJ tenaga kerja terbantahkan karena tidak ada yang berhubungan nyata.

4.8.2 Analisis Hubungan antara IKKJ Pengambilan Keputusan dengan

Karaketeristik Responden

Hasil pengujian hubungan antara IKKJ pengambilan keputusan dengan karakteristik individu tersaji pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Hubungan antara IKKJ dengan Karakteristik

Pendidikan wanita tani 0,357 ns 0,053 Tidak signifikan

Usia wanita tani -0,071 ns 0,708 Tidak signifikan

Jumlah anggota keluarga 0,087 ns 0,649 Tidak signifikan

Luas lahan -0,378* 0,039 signifikan

Kepemilikan kerja sampingan

wanita tani 0,183 ns 0,334 Tidak signifikan

Pendidikan bapak tani 0,122 ns 0,522 Tidak signifikan

Usia bapak tani 0,039 ns 0,836 Tidak signifikan

Kepemilikan kerja sampingan

Bapak tani 0,068 ns 0,721 Tidak signifikan

keterangan: ns = non signifikan (tidak berhubungan nyata) Tanda * = signifikan (berhubungan nyata)

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Pada Tabel 4.9 di atas terlihat hanya ada satu karakteristik individu yang memiliki hubungan nyata dengan IKKJ untuk pengambilan keputusan hanya variabel luas lahan berhubungan nyata terhadap IKKJ pengambilan keputusan, karena angka 0,039 dan memenuhi angka probabilitas < 0,050 maka berhubungan

(20)

36

pendidikan wanita tani, wanita tani, jumlah anggota keluarga, luas lahan usahatani buncis, kepemilikan pekerjaan” hanya satu saja yang berhubungn nyata yang lain tidak. Ini berarti semakin luas garapan lahan maka semakin kecil juga wanita tani (istri) ikut mengambil dan menentukan keputusan bersama suami. Pernyataan ini juga seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden wanita tani mengungkapkan bahwa :

“yang punya lahan kan saya dan suami mbak pastinya kita yang ngurusin, jadi kalo lahan sempit atau luas ya kita tetap garap lah mbak, justru saya dan ibu-ibu lainnya kadang-kadang di suruh nentuin juga lahannya meh di apakan gitu tapi ya mesti nanya dulu ke aku mbak tapi kalo lahannya luas bapak cari yang lebih bisa ngurus mbak ya istri kan manut”(Neni, 44 tahun).

Hal ini melihat dari kekuatan wanita yang mengikuti kegiatan tertentu, semakin lahan sempit maka semakin besar istri mengambil keputusan begitu juga jika lahan luas maka semakin kecil. Ini dikarenakan jika lahan sempit maka suami dan istri akan bertanggung jawab dalam semua kegiatan yang akan dilakukan untuk lahan tersebut karena masih mampu untuk menangani hal tersebut. Tidak membutuhkan biaya banyak, jika ingin menggarap lahan tersebut cukup dari keluarga saja yang ikut membantu. Sedangkan jika semakin luas maka suami akan berkerja sama kepada petani yang juga memiliki lahan yang luas dan saling meminta saran untuk menangani kegiatan usahatani, semakin luas maka semakin besar tanggung jawab, dengan begitu petani akan mencari cara supaya usahatani tetap berjalan dam menjadi mata pencaharian yang utama. Pernyataan ini juga seperti yang diungkapkan oleh salah satu bapak tani mengungkapkan bahwa :

(21)

37 4.9 Pengaruh Kebiasaan dan Karakter Usahatani Organik Terhadap Keterlibatan Wanita Tani.

Analisis kualitatif ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang tidak diteliti dalam penelitian dan mungkin berhubungan dengan kesetaraan jender. Data yang tidak berkorelasi kebanyakan karena variabel memiliki data yang tidak bervariasi atau homogen sehingga tidak memiliki hubungan nyata.

Selain itu petani yang ada di Tranggulasi melakukan pertanian memang dari dulu, atau bisa dibilang secara turun temurun. kebanyakan bapak dan wanita tani mewarisi lahan dari irang tua dan akan melanjutkan kegiatan tersebut seterusnya maka dari itu menjadi pekerjaan utama. Seperti yang dikatakan salah satu wanita tani yaitu :

“pertanian ini udah ndak bisa lepas dari kita mbak, meskipun saya kerja jadi PNS, ya tetap saya bertani.. Toh saya dulu hidupnya dari pertanian, orang tua petani, orang tua suami saya juga sama... ya kita lanjutin aja mbak eman-eman lahannya, di tambah lagi sekarang makin banyak inovasi mbak tinggal kelompok tani pelajarin nanti ilmunya dibagikan bersama mbak”. (Siti,40 tahun)

Rata rata wanita tani dan bapak tani mewarisi pertanian dari orang tuanya dan kemudian dilanjutkan dengan suami atau istri yang mempunyai latar belakang petani juga begitu seterusnya. Selain itu istri atau wanita tani kebanyakan mengikuti suami atau bapak tani, hal ini seperti sudah diwarisi secara turun temurun dan menjadi budaya sendiri untuk melanjutkan pertanian bersama suami.

Gambar

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Wanita Tani
Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa wanita tani  sebagian besar berusia  > 50 tahun
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Bapak Tani
Tabel 4.4 Pengambilan Keputusan Wanita Di Usahatani Buncis Organik
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan asuhan keperawatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan telah membantu keluarga dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dengan lancar sesuai dengan tahap perkembangan

Simetris, Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, tidak ada radang tidak ada lesi, fungsi penglihatan kurang baik karena menggunakan kacamata dalam melakukan

o Bertanya atas presentasi yang dilakukan dan peserta didik lain diberi kesempatan untuk menjawabnya. o Menyimpulkan tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan

BOBOT 1 Pretest test Tes tulisan (UTS) Menyebukan dan menjelaskan dengan benar ;seluruh materi pembelajaran pertemuan 1 Menyebukan &amp; menjelaskan dengan benar ;sebagian

model penelitian pengembangan yang mengacu pada prosedur pengembangan dari Borg &amp; Gall dengan tahapan sebagai berikut: (1) Kajian pustaka melalui penelitian

The dietary supplementation with T3 or iodine induced an increase in plasma T3 levels, compared to that in fish fed the RM diets, and reduced the deleterious effect of RM on

BOBOT 1 Pretest test Tes tulisan (UTS) Menyebukan dan menjelaskan dengan benar ;seluruh materi pembelajaran pertemuan 1 Menyebukan &amp; menjelaskan dengan benar ;sebagian

Siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam penglihatan sehingga mendapat hambatan dalam kegiatan praktikum hukum Archimedes yang menuntut peran aktif