• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Filsafat Pancasila Id Pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Filsafat Pancasila Id Pdf"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

2.1 PENGERTIAN IDEOLOGI

Secara etimologi, ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti gagasan,

konsep, buah pikiran, dan “logos” artinya ilmu. Kata idea berasal dari kata Yunani,

eidos yang artinya bentuk. Selain itu, ada kata idean yang artinya melihat, maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (science of ideas) atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Sedangkan dalam pengertian

sehari-hari, kata “idea” biasanya disamakan artinya dengan “cita-cita”. Cita-cita yang dimaksud adalah cita yang bersifat tetap dan harus dicapai, sehingga

cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus menjadi dasar, pandangan, atau paham. Jadi,

kata ideologi berarti ilmu yang membicarakan tentang suatu gagasan atau

pemikiran untuk dijadikan pedoman, dasar, Iandasan, prinsip, dan cita-cita dalam

hidup. 1

Apabila ditelusuri secara historis istilah ideologi pertama kali dipakai dan

dikemukakan oleh seorang Perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Seperti

halnya Leibniz de Tracy mempunyai cita-cita untuk membangun suatu sistem

pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan impiannya sebagai “one great sistem of truth”, dimana tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka

de Tracy menyebutkan ‘Ideologie’,yaitu ‘science of ideas’ , suatu program yang

diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Perancis.

Namun Napoleon mencemoohnya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak

mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan

menemukan kenyataan.2

Pengertian “ideologi” secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan

gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan, yang

menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut :3

1 Ana Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), Jakarta : Bumi Aksara, 2017, Halaman 25

(2)

1. Bidang politik (termasuk di dalamnya bidang pertahanan dan keamanan)

2. Bidang sosial

3. Bidang kebudayaan

4. Bidang keagamaan.

Maka ideologi Negara dalam arti cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis

bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang

bersangkutan, pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain

memiliki ciri berupa derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan

kenegaraan. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian pandangan dunia,

pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan,

diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, di perjuangkan dan

dipertahankan dengan kesediaan berkorban. Ideologi yang pada mulanya adalah

gagasan dan cita-cita berkembang secara luas menjadi suatu paham mengenai

seperangkat nilai atau pemikiran yang dipegang oleh seorang atau sekelompok

orang untuk menjadi pegangan hidup. Berikut ini beberapa pendapat para ahli

mengenai ideologi.4

1. Patrick Corbett dalam Abdul Kadir Besar (1994) menyatakan ideologi sebagai

setiap struktur kejiwaan yang tersusun oleh seperangkat keyakinan mengenai

penyelenggaraan hidup bermasyarakat beserta pengorganisasiannya,

seperangkat keyakinan mengenai sifat hakikat manusia dan alam semesta yang

ia hidup di alamnya, suatu pernyataan pendirian bahwa kedua perangkat

keyakinan tersebut independen, dan suatu dambaan agar ketyakinan-keyakinan

tersebut dihayati dan pernyataan pendirian itu diakui sebagai kebenaran oleh

segenap orang yang menjadi anggota peuh dari anggota sosial yang

bersangkutan.

2. AS Hornby dalam Faisal Ismail (1999) menyatakan bahwa ideologi adalah

seperangkatgagasan yang membenuk landasan teori ekonomi dan politik atau

ang dipegangi seseorang atau seseorang.

4

(3)

3. Syarial Syarbani (2003) mengemukakan idologi dalam 3 pengertian: (a)

Ideologi diartikan sebagai weltanschauung yakni pengetahuan yang

mengandung pemikiran besar,cita cita besar mengenai sejarah, manusia,

masyarakat, dan Negara (science of ideas), (b) ideologi diartikan pemikiran

yamg tidak mementingkan kebenaran internal dan kenyataan empiris,

ditujukan dan tumbuh berdasarkan perimbangan kepentingan tertentu. Dan

karena itu cenderung bersifat tertutup. (c) ideologi diartikan sebagai suatu

belief sistem sebagai pemikiran yang bersifat tertutup, berbeda dengan

knowledge sistem (bersifatreflektif, sistematis dan kritis)

4. Frans Magnis Suseno (2011) menyatakan ideologi sebagai suatu sistem

pemikiran, dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan terbuka.

Lebih lanjut dikatakan ada 2 (dua) jenis ideologi, yakni ideologi tertutup

dan ideologi terbuka. Ideologi tertutup adalah ajaran pandangan dunia, atau filsafat

yang menentukan tujuan-tujuan dan norma-norma politik dan sosial, sebagai

kebenaran. Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipertanyakan

berdasarkan nilai atau prinsip moral yang lain. Isinya dogmatis dan apriori sehingga

tidak dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Ideologi ini

tidak mentolelir pandangan dunia atau nilai-nilai lain. Ideologi tertutup tidak hanya

menentukan kebenaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga

menentkan hal-hal yang bersifat konkretdan rasional. Ideologi terutup tidak

mengakui hak masing-masing orang untuk memiliki keakinan dan

pertimbangannya sendiri. Ideologi tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.5 Ideologi seabagai suatu sistem pemikiran (sistem of thought), maka ideologi terbuka merupakan suatu sistem pemikiran terbuka. Sedangkan ideologi tertutup

dapat dikenali dengan beberapa ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah

hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-cita satu kelompok orang yang

mendasari suatu program untuk mengubah dan membaharui massyarakat. Dengan

demikian, ciri ideologi tertutup adalah bahwa atas nama ideologi dibenarkan

pengobanan-pngorbanan yang dibebankan kepada masyarakat. Demi ideologi,

5

(4)

masyarakat harus berkorban dan bersedia untuk menilai kepercayaan ideologis para

warga masyarakat serta kesetiannya masing-maasing sebagai warga masyarakat.6 Ciri-ciri lain mengenai ideologi tertutup adalah bahwa isinya bukan hanya

berupa nilai-nilai dan cita-cita tertentu melainkan intinya terdiri dari

tuntutan-tuntutan konkrit dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak. Jadi ciri

khas ideologi tertutup adalah bahwa betapapun besaarnya perbedaan antara tuntutan

berbagai ideologi yang memungkinkan hidup dalam masyarakat itu, akan selalu ada

tuntutan mutlak bahwa orang harus taat kepada ideologi tersebut. Hal itu juga

berarti orang harus taat kepada elit yang mengembannya, taat terhadap tuntutan

ideologis dan tuntutan ketaatan itu mutlak dari nurasinya, tanggung jawabnya atas

hak-hak asasinya. Kekuasaannya selalu condong ke arah total, jadi bersifat totaliter

dan akan menyangkut segala segi kehidupan.7

Sebaliknya, ideologi terbukan hanya berisi, orienatsi, gagasan, prinsip, atau

nilai dasar saja, sedangkan penjabarannyakedalam tujuan-tujuan dan norma sosial

politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral

yang berkembang di masyarakat. Operasionalisasi cita-cita yang ingin dicapai tidak

dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara demokratis.

Ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totalite, dan tidak dapat dipakai

melegitimasi kekuasaan sekelompok ideologi terbuka hanya terdapat dalam sistem

yang demokratis.8

Sebagaimana dikemukakan diatas, dalam ideologi terkadung nilai-nilai.

Nilai-nilai itu dianggap sebagai nilai yang baik, luhur, dan dianggap

menguntungkan masyarakat sehingga diterima nilai tersebut. Oleh karena itu,

ideologi digambarkan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan beersama.

Seperangkat nilai ang dianggap benar, baik , adail, dan menguntung itu, dijadikan

nilai bersama. Apabila sekelompok masyarakat bangsa menjadikan nilai dalam

ideologi sebagai nilai bersama maka ideologi tersebut menjadi ideologi bangsa atau

ideologi nasional bangsa yang besangkuatan.9

6 MBM. Munir. Pendidikan Pancasila. Malang : Madani Media, 2016, halaman . 54. 7 Ibid, hal 54-55.

(5)

2.2 MAKNA IDEOLOGI BAGI NEGARA

Manusia dalam hidup berbangsa dan bernegara selalu membutuhkan adanya

cita-cita bersama. Cita-cita tersebut perlu dirumuskan dengan cara mencurahkan

segala pikiiran dan gagasan dari segenap penduduk bangsa. Hasil gagasan, ide, dan

pikiran dari segenap bangsa tersebut kemudian disepakati dan dijadikan sebagai

landasan, tujuan, pandangan hidup, dan semangat bersama untuk dijunjung tinggi

dan diamalkan oleh suatu bangsa dalam kehidupan. Hal inilah yang kemudian

disebut dengan ideologi. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui

dengan jelas ke arah mana bangsa itu dibawa, jelas sangat membutuhkan pandangan

hidup atau ideologi. Pandangan hidup suatu bangsa pada hakikatnya adalah

kristalisasi dari nilai nilai yang dimiliki oleh suatu bangsa dan diyakini

kebenarannya sehingga menimbulkan tekad untuk mewujudkannya. Ini berarti

ideologi itu digali dari budaya dan nilai-nilai kehidupan mereka sendiri yang diakni

kebenarannya serta terbukti ampuh untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan

mereka. 10

Ideologi dianggap penting bagi suatu bangsa karena memiliki beberapa

fungsi. Menurut Kodhi. S.A. dan Soejadi, R. (1994), ideologi dapat memberikan: 11 1. Struktur kognitif, keseluruhan pengetahuan yang dapat dijadikan Iandasan

untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kej adian-kejadian dalam alam

sekitarnya.

2. Orientasi dasar negara membuka wawasan yang memberikan makna serta

menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.

3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk

melangkah dan bertindak.

4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitas dirinya.

5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk

menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.

10 Ana Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), Jakarta : Bumi Aksara, 2017, Halaman 25-26

(6)

6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati

tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di

dalamnya.

Ideologi akan menjadi realistis dan fieksibel, manakala terjadi orientasi

yang bersifat dinamis antara masyarakat bangsa dengan ideologinya tersebut. Oleh

karena itu, suatu ideologi akan selalu reformatif dan terbuka, apabila selalu

mengantisipasi perubahan sesuai dengan aspirasi bangsanya. Biarpun demikian,

jika suatu ideologi diletakkan pada posisi sebagai alat legitimasi kekuasaan belaka,

maka dapat dipastikan ideologi itu akan tertutup, kaku, beku, dogmatis dan

menguasai kehidupan bangsanya. Oleh karena itu, ideologi sangat penting dan

diperlukan dalam kehidupan suatu bangsa. Dalam hal ini, ideologi harus bersifat

dinamis, terbuka, aspiratif, dan senantiasa menunjukkan kemampuannya untuk

mengadaptasikan diri dengan perkembangan zaman. 12

Hampir semua negara di dunia ini pasti memiliki ideologi dan bisa

dibayangkan seandainya sebuah bangsa tidak memiliki ideologi, tidak jelas ke mana

negara dan bangsa tersebut akan diarahkan. Beberapa ideologi yang berkembang di

beberapa negara di dunia dapat dijelaskan sebagai berikut.13 1. Liberalisme

Ideologi liberalisme ini berpandangan bahwa nilai yang tertinggi

terletak pada individu yang otonom. Akal manusia mempunyai peranan yang

cukup tinggi, kebebasan individu tidak boleh dihalang-halangi. Hasil yang

terbaik dari manusia adalah bagaimana dapat menghilangkan hambatan

hambatan bagi kebebasan individu dan membiarkan kebebasan individu

tersebut mengejar kepentingannya sendiri tanpa mendapat halangan apapun.

Meskipun demikian, menurut ideologi ini, kekuasaan masih juga diperlukan

karena manusia tidaklah sempurna. Kekuasaan itu harus terletak di tangan

negara dan negara harus melindungi kebebasan individu seh'mgga tidak

terhambat oleh kekerasan atau tindakan-tindakan jahat. Liberalisme ini

berimplikasi pada adanya suatu keyakinan yang besar terhadap

12 Ana Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), Jakarta : Bumi Aksara, 2017, Halaman 27

(7)

prestasi manusia dan karena itu dapat dimaklumi mengapa ideologi ini justru

dilindungi oleh golongan menengah yang telah banyak prestasinya, terutama

di bidang ekonomi. Golongan ini juga tidak mempunyai keberatan mendasar

terhadap tata aturan masyarakat seperti yang telah berkembang sesudah zaman

pertengahan.

2. Radikalisme

Setelah memahami jika ideologi liberalisme menempatkan individu

manusia sebagai makhluk bebas dan terhormat, sebaliknya ideologi

radikalisme berpandangan bahwa manusia memiliki persamaan hak dan

derajat. Manusia harus ditempatkan pada posisi sederajat, tidak boleh ada

ketimpangan dan ketidakadilan dalam kehidupan ini, terutama dalam suatu

bangsa dan negara. Radikalisme berkembang terutama dalam konfrontasi

dengan liberalisme, tetapi radikalisme sendiri mempunyai akar yang tua. Pada

zaman pertengahan terdapat tata masyarakat yang ditandai oleh tidak adanya

kesamaan. Akan tetapi, gerakan-gerakan ini bersifat keagamaan yang

kebanyakan memperoleh sejumlah kecil pengikut di antara orang-orang miskin

dan tokoh-tokoh marginal di dalam masyarakat menjelang akhir zaman

pertengahan. Gerakan ini menaruh harapan yang kuat terhadap kerajaan Tuhan

yang akan datang di bumi yang ditandai dengan kedamaian serta keadilan.

Radikalisme mengkritik tajam tatanan masyarakat di mana terdapat begitu

banyak ketidakadilan dan kemiskinan. Menurut radikalisme, orang-orang kaya

mempunyai kesalahan yang cukup besar. Oleh karena itu, tidak mengherankan

jika kelompok ini sangat memusuhi para bangsawan.

3. Konservatisme

Ideologi ini berpandangan bahwa masa Ialu adalah suatu peristiwa yang

masih harus diperjuangkan dan dipertahankan. Kalau radikalisme dengan

penuh harapan memandang masa depan yang indah maka konservatisme

melihat dengan rasa nostalgia ke masa Ialu. Paham ini baru timbul sesudah

kedua ideologi di atas. Menurut kaum konservatif, revolusi menuju ke arah

modernitas merupakan suatu klimaks perkembangan yang menyedihkan yang

telah berlangsung sejak menjelang akhir zaman pertengahan. Tuntutan adanya

(8)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik di era modern, dan kepercayaan

kepada diri sendiri yang tak terbatas hanya merupakan pernyataan angkuh yang

tidak pada tempatnya. Kaum konservatif sama sekali tidak suka kepada

masyarakat industri modem. Sedangkan masyarakat zaman pertengahan

merupakan masyarakat ideal mereka. Mereka membela segala-galanya yang

ditolak oleh kaum revolusi dan oleh para filsuf pencerahan.

4. Kapitalisme

Ideologi kapitalisme memandang bahwa suatu sistem mengatur proses

produksi barang dan jasa. Ideologi kapitalisme memiliki tiga ciri pokok, yakni:

(a) sebagian besar kekayaan yang dimiliki oleh individu; (b) barang dan jasa

diperdagangkan di pasar bebas yang penuh persaingan; (c) modal atau

kekayaan lain diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba

atau keuntungan. Kapitalisme tidak muncul begitu saja dalam sejarah dunia,

melainkan berkembang selama beberapa abad.

5. Sosialisme

Ideologi sosialisme berpandangan bahwa alat-alat produksi (tanah,

tenaga kerja, modal) harus dimiliki secara bersama. Kelahiran sosialisme ini

erat kaitannya dengan perkembangan industry di Eropa pada abad ke-18. Pada

zaman itu, para pemilik modal berkembang di mana-mana, demikian juga

dengan industri. Perkembangan industri tidak diimbangi dengan upah

kesejahteraan para pekerja/buruh industri. Kaum buruh ditindas dan diperas

tenaganya, sementara upah dan kesejahteraannya tidak terpikirkan oleh kaum

pemilik modal dan pemilik industri tersebut. Pada peristiwa ini, negara malah

mendukung apa yang dilakukan kaum pekerja/buruh sebagai rakyatnya.

Seluruh modal dan kekayaan hanya berputar pada kaum berduit yang dikuasai

oleh sedikit orang. Dari sinilah muncul gerakan revolusi menentang

kepemilikan modal tersebut yang antara lain dipelopori oleh Etienne Cabet,

Robert Owen, Albert Brisbane, dan Karl Marx. Mereka menentang

kepemilikan pribadi secara mutlak dan meminta kepemilikan pribadi dipakai

Untuk kepentingan umum. Karl Marx menyatakan bahwa suatu saat kaum

buruh/pekerja akan menyadari nasibnya yang menyedihkan itu dan mereka

(9)

gerakan revolusi. Berangkat dari revolusi tersebut terciptalah sosialisme,

dengan jargon “hak milik pribadi dan negara” dihapus, sarana-sarana produksi

Dan distribusi dimiliki secara bersama sama sehingga tercipta negara tanpa

kelas'.14

Pada hakikatnya ideologi adalah merupakan hasil refleksi manusia berkat

kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat

suatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarakat negara. Di satu

pihak membuat ideologi semakin realistis dan di piak laain mendorong masyarajat

makin mendekati bentuk yang ideal. Zideologi mencerminkan cara berfikir

masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju

cita-citanya. Dengan demikisan ideologi sangat menentukan eksistensi suatu

bangsa dan negara. Ideologi emmbimbing bangsa dan negara untuk mencapai

tujuannya melalui berbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan dalam

ideologi terkandung suatu orientassi praktis.15

Selain sebagai sumber motivasi, ideologi juga merupakan sumber semangat

dalam berbagai kehidupan negara. Ideologi akan menjadi reaalistis manakala terjadi

orientasi yang bersifat dinamis antara masyarakat bangsa dengan ideologi, karena

dengan demikian ideologi akan bersifat terbuka dan antisipatif bahkan bersifat

reformatif dalam arti senantiasa mampu mengadaptasi perubahan perubahan sesuai

dengan aspirasi bangsanyanamun jikalau perlakuan terhadap ideologi diletakkaan

sebagai nilai yang sakral bahkan diletakkan sebagai alat legitimasi kekuasaan maka

dapat dipastikan ideologi akan menjadi tertutup, kaku, beku dogmatis dan

menguasai kehidungan bangsanya.16

14 Ana Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), Jakarta : Bumi Aksara, 2017, Halaman 30

(10)

2.3 PERANAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

Ketika bicara mengenai Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara

Indonesia, sesungguhnya ada dua pihak yang memiliki pendapat yang berbeda

mengenai Pancasila diposisikan sebagai ideologi atau bukan. Ada pihak-pihak

yang tidak sepakat untuk menempatkan Pancasila sebagai ideologi. Ada juga

pihak-pihak yang sepakat untuk menempatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa

dan negara Indonesia.17

Meskipun Pancasila dalam sidang-sidang BPUPKI dimaksudkan untuk

menjadi dasar Indonesia merdeka, seperti pada kata-kata philosophische gronsdlag, weltanschuung, fundamen, filsafat, fikiran yang sedalam dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam dalamnya, namun pada sisi lain, konsep Pancasila dapat

dipahami sebagai common platform atau Platform Bersama bagi berbagai ideologi

politik yang berkembang saat itu di Indoneia. Pancasila merupakan tawaran yang

dapat menjembatani perbedaan ideologis dikalangan anggota BPUPKI saat itu.18 Sesungguhnya Pancasila dimaksudkan pula, oleh Ir. Soekarno pada waktu

itu, sebagai asas bersama agar dengan akses itu seluruh kelompok yang terdspst

di negsrs Indonesis dspst bersatu dan mnerima asas tersebut. Soekarno

mengatakan “kita bersama sama mecari persetujuan Philosopysche Grondslack,

mencari satu weltans Chauung Ang kita setuju. Saya katakan lagi, setuju ! yang saudaraYamin seujui, yang Ki Bagus seujui, ayng ki hajar setujui, yang saudara sanusi setujui, yang saudara Abi Kusno setujui, yang saudara liem, Koen hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus… baik saudara yang bernama kaum kebangsaan ayng disini maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat kita hendak mendirikan satu Negara “semua buat semua, kita punya tujuan”.19

17 Effendy Suryana, Pancasila dan Ketahanan Jati DIri Bangsa Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi, Bandung: PT Refika Aditama, 2015, halaman 83

(11)

Adnan Buyung Nasution (1995) berpendapat bahwa meskipun penyebutan

Pancasila begitu muluk-muluk sebagai Philosophische grondslag, atau

Weltanschauung, sebenarnya dimaksudkan sebagai platform demokratis bagi semua golongan di Indonesia. Namun perkembangan doktrinal Pancasila telah

merubah fungsi awal Pancasila sebagai platform bersama berbagai ideologi politik

dan aliran pemikiran sesuai dengan rumusan pertama yang disampaikan oleh

Soekarno, menjadi ideologi komprehensif integral. Pancasila dianggap telah

mengalami perubahan fungsi aslinya.20

Dalam pernyataan yang disampaikan pada tahun 1951, 1955, 1959, Prof.

Notonagoro melalui intepretasi filosofinya memberikan status ilmiah dan resmi

kepada Pancasila sebagai filsafat, dan menjadi jauh berkembang dan jauh berbeda

dengan apa yang pernah dinyatakan oelh Soekarno. Pernyataan Notonagoro

memberikan pemahaman baru terhadap ideologi Pancasila bagi masyarakat

Indonesia. Pancasila yang sebelumnya merupakan platfrom terbuka sebagai

sebuah konsensus politik, telah menjadi sebuah ideologi yang komprehensif.

Sayangnya di masa lalu, interpretasi ini berkembang lagi menjadi sebuah ideologi

yang dimaknai secara monolitik. Sebuah rezim yang berkuasa di masa lalu pernah

menafsirkan Pancasila secara monolitik, direktif, dan kaku. Orientasinya adalah

untuk menghukum lawan-lawan politik rezim yang berkuasa dengan

menggunakan Pancasila versi tafsir mereka sebagai alat pembenaran.21

Di kalangan para ilmuwan dan cendekiawan pun muncul pro dan kontra

tentang posisi Pancasila. Apakah Pancasila merupakan sebuah ideologi atau

bukan, menjadi perdebatan di kalangan para ilmuwan dan cendekiawan. Ada yang

berpendapat bahwa Pancasila bukanlah ideologi. Ada juga yang berpendapat

bahwa Pancasila adalah ideologi.22

Para ilmuwan seperti Ongkhokham, Garin Nugroho, Franz MagnisSuseno

menggang Pancasila tidak seharusnya menjadi sebuah ideologi. Ongkhokham

menyatakan bahwa Pancasila bukanlah falsafah atau ideologi, tetapi merupakan

dokumen politik yang harus dilihat sebagai kontrak sosial, yaitu kompromi atau

20 Effendy Suryana, Pancasila dan Ketahanan Jati DIri Bangsa Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi, Bandung: PT Refika Aditama, 2015, halaman 84

(12)

persetujuan sesama warga negara tentang asas-asas negara. Garin Nugroho

menilai bahwa jika Pancasila hanya dijadikan alat pencipta industrialisasi

monokultur yang mengakibatkan terjadinya sentralisasi. Adapun Franz Magnis

Suseno menyatakan, “Pancasila... lebih tepat disebut kerangka nilai atau cita-cita

luhur bangsa Indonesia secara keseluruhan daripada sebuah ideologi”. Sementara

itu, Kuntowijoyo, Azyumardi Azra, Asvi Warman Adam, dan ilmuwan lainnya

lebih memandang Pancasila sebagai ideologi negara dan bangsa.23

Namun, jika ingin melihat apakah Pancasila itu ideologi atau bukan, maka

harus menilik pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan

ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan

Pengamalan Pancasila (Eka Prastya Pancakarsa) dan penetapan tentang penegasan

Pancasila sebagai dasar negara. Jika membaca Pasal 1 pada ketetapan tersebut,

dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.24

Apabila membaca risalah atau penjelasan terhadap ketetapan tersebut, maka

dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan dasar negara dalam ketetapan

tersebut terkandung makna ideologi nasional sebagai tujuan dan cita-cita negara.

Dapat disimpulakan bahwa selain dasar negara, Pancasila pun memiliki

kedudukan sebagai ideologi nasional Indonesia.25

Pancasila sebagai ideologi, dituntut tetap pada jati dirinya, baik ke dalam

(segi intrinsik) maupun keluar (segi ekstrinsik). Ke dalam berarti Pancasila harus

(1) konsisten, (2) koheren, dan (3) koresponden. Ke luar berarti Pancasila harus

menjadi penyalur dan penyaring kepentingan, baik horizontal maupun vertikal.

Pancasila harus “konsisten” artinya sesuai, harmonis, dan berhubungan secara

logis, antara sila satu dengan sila lainnya, begitu juga dengan pasalpasal dalam

UUD 1945. Misalnya, sila kesatu (Ketuhanan Yang Maha Esa) mempunyai

hubungan logis dengan Pasal 29 (Agama) dalam UUD 1945; sila kedua

(Kemanusiaan yang adil dan beradab) memiliki hubungan dengan kemerdekaan;

23 Effendy Suryana, Pancasila dan Ketahanan Jati DIri Bangsa Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi, Bandung: PT Refika Aditama, 2015, halaman 85

(13)

sila ketiga (Persatuan Indonesia) berhubungan dengan Pasal 18 ‘ dalam UUD

1945 (pemerintah daerah); Pancasila harus koheren, artinya satu sila harus terkait

dengan sila yang lain. Sila kemanusiaan tidak boleh lepas dari sila ketuhanan. Sila

persatuan tidak boleh lepas dari sila kemanusiaan dan seterusnya. Oleh karena itu,

susunan Pancasila adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramid. Urutan dalam

lima sila menunjukkan suatu rangkaian kesatuan yang bulat; Pancasila harus

koresponden, artinya cocok antara teori dengan praktik. Seorang Pancasilais tidak

bisa menjadi seorang pembunuh, karena pembunuhan itu tidak sesuai dengan

kemanusiaan. Inkorespondensi terbesar terjadi pada pra-1965, ketika penguasa

menyetujui PKI yang nyatanyata anti Tuhan. Padahal dalam Pancasila mengakui

adanya Ketuhanan Yang Maha Esa dan Persatuan Indonesia. Korespondensi

menuntut supaya kenyataan politik ditata kembali sehingga ada sesuaian antara

kenyataan dengan ideologi.26

Menurut Soerjanto Poespowardojo (1991) bahwa proses pemahaman adalah

suatu kesadaran masyarakat terhadap ideologinay berjalan bertahap dalam

intensitasnya, tergantung pada bagaimana masyarakat tersebut mempersepsikan

ideologinay iu dari suatu periode kepada periode berikutnay. Dari perjenjangan

kesadaran itu bersifat berkesinambungan sehingga saling m,engisi dan saling

memperkaya secara integrative menjadi sau wawasan ideologi nasional.

Berdasarkan itu, dapat diketahui tiga jenjang atau tahapan kesadarann masyarakat

dan bangsa Indonesia terhadap Pancasila sebagai ideologi, yaitu memersantu

(1)Pancasila sebagai ideologi persatuan, (2) Pancasila sebagai ideologi

pembangunan (3) Pancasila sebagai ideologi terbuka.27

26Ana Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn), Jakarta : Bumi Aksara, 2017, halaman 31

(14)

Pancasila sebagai ideologi persatuan berfungsi mempersatukan rakyat yang

majemuk Menjadi bangsa yang berkepribadian dan percaya pada diri sendiri.

Seperti diketahui, kondisi masarakat sejak permulaan hidup kenegaraan adalah

serba majemuk. Masyarakat Indonesia bersifat multietnis, multi religious, multi

ideologis. Kemajemukan tersebut menunjukkan adanya berbagai unsur yang saling

berinteraksi. Berbagai unsure dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat

merupakan benih benih yang dapat memperkaya khazanah budaya untuk

membangun bangsa yang kuat, namun sebaliknya dsapat memperlemah kekuatan

bangsa dengan berbagai percekcokan serta perselisihan. Pancasila merupakan

kesepakatan bangsa sehingga menjadi salah satu factor. integratif bagi bangsa yang

heterogen.28

Istilah Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah

dikembamgkan pada masa orde baru. Namun, dalam pelaksanaannya apada masa

itu lebih menunjukkan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Pancasila sebagai alat

hegemony yang secara apriori ditentukan oleh elit kekuasaan untuk mengekang

kebebasan dan melegitimasi kekuasaan. Kebenaran Pancasila pada saat itu tidak

hanya mencakup cita cita dan nilai dasar, tetapi jugameliputi kebijakan praktis

operasional yang tidak dapat dipertanakan, tetapi harus diterima dan dipatuhi oleh

masyarakat.29

Suatu ideologi, selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa

cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus

memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu dirrealisasikan dalam

kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi secara kongkrit. Oleh karena

itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi,

yaitu : 30

28 Winarto, Paradigma Baru Pendidikan Pancasila, Jakarta: Other, 2016, Halaman 99 29 Ibid, hal 105

(15)

1. Dimensi Idealistis

Dimensi Idealistis yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam

Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat

nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan,

Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila tersebut

bersumber pada filsafat Pancasila (nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam

Pancasila). Karena setiap ideologi bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau

sistem filsafat, Kadar serta idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu

memberikan harapan, optimisme serta mampu menggugah motivasi para

pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-citakan.

2. Dimensi Norrmatif

Dimensi Norrmatif yaitu nilai-nilai yang terkaandung dalam Pancasila

perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam

norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini, Pancasila terkandung dalam

Pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam

negara Indonesia serta merupakan Staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dalam hal ini, ideologi Pancasila, agar mampu

dijabarkan ke dalam langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang

jelas.

3. Dimensi Realistis

Dimensi Realistis yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan

realitas yang hidup dan berkembang dalam massyarakat. Oleh karena itu,

Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila

harus mampu ddijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (konkrit)

baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penylanggaraan Negara.

Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ‘utopis’ yang

hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang melainkan suatu ideologi yang

(16)

Konsekuensi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang

membentuk kesepakatan masyarakat bagaimana mencapai cita-cita dan nilai-nilai

dasar tersebut. Kesepatatan tersebut adalah kesepakatan kedua dan ketiga sebagai

penyangga konstitusionalisme, yaitu kesepakatan tentang “The Rule of Law

sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan Negara (the basis of goverment) dan kesepakatan tentang benuk institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of instisusions and prosecures).31

(17)

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Pancailai sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga

merupakan ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti pancasila merupakan

gagasan dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara. Pancasila bukan hanya

suatu yang bersifat statis melandasi berdirinya negara Indonesia akan tetapi

pancasila membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat tertentu yang

diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk

mewujudkannya. Pancasila membawakan nilai-nilai tertentu yang digali dari

realitas sodio budaya bangsa Indonesia. Ideologi membawakan kekhasan tertentu

yang membedakannya dengan ideologi lainnya. Kehasan itu adalah keyakinan

akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Keberadaan ideologi Pancasila

dilihat dari dimensi realitas membawakan nilai-nilai yang mencerminkan realitas

sosiobudaya bangsa Indonesia, dari segi idealitas mamidpu memberikan keyakian

akan terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan, dan dari dimensi fleksibilitas,

nilai-nilai yang ada didalamnya dapat dijabarkan secara konstektual agar

senantiasa dapat menyesuaikan dengan dinamika dan perkembangan masyarakat.

3.2Saran

Sebagai pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya sebaiknya

selalu menjaga ideologi negara karena Pancasila merupakan gagasan dasar yang

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Munir, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila. Malang: Madani Media

Rahayu, Ana Sri. 2017. Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan (PPKn).

Jakarta: Bumi Aksara

Suryana, Effendy dan Kaswan. 2015. Pancasila dan Ketahanan Jati DIri Bangsa

Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi.Bandung: PT Refika Aditama

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hartono (1997, 25-27) ciri-ciri orang yang percaya diri adalah 1) Mampu mengungkapkan perasaan diri, dalam arti seseorang melaksanakan haknya untuk menyatakan apa

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah 1) untuk menjelaskan penggunaan metode drill dalam meningkatkan motivasi siswa kelas V SD Negeri 1 Kulurejo Kecamatan

Peralatan tersebut merupakan rancangan peralatan sederhana yang berguna untuk mengamati spektrum Arc- spark, mengidentifikasi suatu unsur unsur dengan melihat analisa

Perbandingan pada Gambar 1.1 menjadikan dasar untuk melihat kesuksesan sistem dari perspektif mahasiswa, karena pengunjung perpustakaan paling banyak adalah

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu persoalan syarat batas dengan persamaan diferensial parsial berupa persamaan Laplace dengan syarat batas homogen

Cabai merupakan sayuran yang kebanyakan ditemui dalam masakan Indonesia sehingga dapat membuktikan bahwa masyarakat Indonesia sangat menyukai cabai. Cabai rawit

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan saat ini adalah pada variabel independen yang digunakan, dimana peneliti terdahulu menggunakan variabel kinerja perusahaan,

Negasi atau Ingkaran suatu pernyataan adalah pernyataan yang bernilai salah jika pernyataan semula benar, dan sebaliknya.. Doni tidak memakai