MAKALAH TENTANG
TAUHID ASMA’ DAN SIFAT
DOSEN PEMBIMBING : ARIF MARSAL,Lc,Ma
DISUSUN OLEH - PANJI ARYA - M.IQBAL
- ABDUL ARSYAD - M.ILHAM
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI 1 A
DAFTAR ISI
Daftar isi ii
Kata pengantar iii
Pendahuluan iv
A. Pengertian tauhid asma’ dan sifat 5
B. Dalil-dalil tauhid Asma’ dan Sifat
5
C. Urgensi Tauhid Asma’ & sifat serta pengaruhnya dalam kehidupan 6
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,kami panjatkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang mana dengan izin-Nya lah kami bisa menyelesaikan makalah tentang tauhid asma’ dan sifat
Terlepas dari semua itu,kami sadar bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya,karena kami masih dalam tahap pembelajaran. Oleh karena itu agar dapat dimaklumi. Akhir kata kami berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Pembahasan mengenai tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam agama islam. Dimana tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh,selain juga sebagai inti atau akar dari pada” aqidah islamiyah “. Tauhid asma’ dan sifat merupakan salah satu macam-macam tauhid yang artinya meng Esa kan Allah dalam apa yang Allah miliki dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Pengertian tauhid asma’ dan sifat
Merupakan bagian dari mentauhidkan(mengesakan)Allah dalam aqidah islam. Tauhid ini merupakan bentuk penerapan pengesaan dari makhluk terhadap Allah mengenai Nama-nama-Nya dari sifat-sifat-Nya,yang mana nama-nama dan sifat-sifat ini telah diatributkan oleh-Nya sendiri(dalam firman-Nya)atau yang disebutkan Rasul-Nya(dalam hadist),tanpa mengilustrasikan(takyif),menyerupakan dengan sesuatu(tamtsil)menyimpangkan makna(tahrif)atau bahkan menolak nama atau sifat tersebut.
Dan dalam hal ini terkandung dua perkara yaitu : - Al-itsbat(penetapan)
Yakni kita menetapkan semua nama dan sifat bagi Allah,dari apa yang telah Allah tetapkan sendiri dalam kitab-Nya atau yang disebutkan Rasul-Nya(dalam hadist). - Nafyul Mumatsalah
Yakni bahwa kita tidak menyamakan/menyerupakan Allah dengan selain-Nya dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya,sebagaimana Firman Allah ( QS.Asy-Syuura:11 )
“tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia(Allah)dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Dalil-dalil tauhid Asma’ dan Sifat
Dalil mengenai tauhid Asma’ dan sifat dari Al-Qur’an diantaranya ialah firman Allah yang artinya:
“ Hanya Milik Allah nama-nama yang paling baik,maka berdo’alah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu,dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran mengenai nama-nama-Nya”.( QS. Al-a’raaf:180 ).
“ Dan hanya bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi dilangit dan dibumi,dan dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.( QS.Ruum:27)
“ Maka janganlah kalian mengadakan penyerupan-penyerupaan bagi Allah,sesungguhnya Allah mengetahui,sedangkan kalian tidak mengetahui”. (QS.An-Nahl:74)l
Dalil dari as-Sunnah diantaranya adalah perkataan Nabi :
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama,barang siapa menghapalnya maka ia akan masuk surga”.(HR.at-tirmidzi 3508)
Urgensi Tauhid Asma’ & sifat serta pengaruhnya dalam kehidupan
Sesungguhnya,termasuk yang penting bagi seorang pencari kebenaran,sebelum mempelajari sisi tauhid yang rinci dan mendetail dari asma’ dan sifat. Hendaklah ia mengerti pentingnya tauhid ini,kedudukan,perananannya secara khusus dan dalam seluruh sisi agama ini secara umum. Seorang hamba tidak akan mendapat kebaikan dan tidak pula kebahagiaan,kecuali dengan mengenal Rabb-Nya dan beribadah kepada-Nya. Bila ia melakukan yang demikian itu,maka itulah puncak yang dikehendaki-Nya,yaitu untuk-Nya ia diciptakan. Adapun selain itu,mungkin suatu yang utama dan bermanfaat,atau keutamaan yang tidak ada manfaatnya,atau suatu tambahan yang membahayakan. Oleh karena itulah,dakwah para rasul kepada umatnya adalah (menyeru) untuk beriman kepada Allah dan beribadah kepada-Nya. Setiap Rasul memulai dakwahnya dari hal itu. Sebagaimana(dapat)diketahui dari sejarah dakwah para Rasul yang diterangkan dalam Al-Qur’an. Untuk memulai kebahagiaan dan keselamatan serta keberuntungan,yaitu dengan merealisasikan tauhid yang dibangun atas keimanan kepada Allah. Dan untuk mewujudkan keduanya,(maka)Allah mengutus utusan-Nya. Itulah yang di dakwahkan para Rasul,dari yang pertama(Nuh)hingga yang terakhir(Muhammad).
Pertama : Yaitu tauhid ‘ilmi khabari al i’tiqadi. Meliputi penetapan sifat-sifat kesempurnaan Allah dan menyucikan-Nya dari segala penyerupaan dan penyamaan,serta mensucikan dari sifat-sifat tercela.
itu memerlukan pemahaman yang benar akan tauhid dari sumbernya yang autentik yaitu al qur’an dan sunnah serta kitab-kitab tauhid yang di akui keabsahannya oleh ulama-ulama islam dahulu dan sekarang.
Dalam memahami nash-nash Al Quran dan As Sunnah kita wajib untuk menetapkan maknanya
apa adanya, berdasar dzahir nash dan tidak memalingkannya ke makna lain. Karena Allah
menurunkan Al Quran dengan bahasa Arab, yang bahasa tersebut sudah jelas.
Disamping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berbicara dengan bahasa Arab, maupun tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (Al A’raf: 33)
Sebagai contoh, firman Allah ta’ala,
tersebut maksudnya kekuatan, maka kita katakan : ini termasuk memalingkan makna Al Quran
dari dzahirnya. Kita tidak boleh bekata demikian karena ini berati kita berkomentar tentang Allah
tanpa dasar ilmu.
Kaidah Dalam Asma Allah
– Asma Allah seluruhnya husna (paling baik)
Dalam kebaikan Allahlah yang paling tinggi karena nama Allah mengandung sifat yang
sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dari segala sisi.
ىَن ْسُحْلا ُءاَم ْسلا ِ ا ِل َو
Contoh:
Ar Rahman adalah salah satu dari nama-nama Allah, menunjukkan atas sifat yang agung yaitu
memiliki rahmat yang luas.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita tahu bahwa ad dahr )waktu( bukan termasuk salah satu dari
nama Allah karena tidak mengandung makna yang terpuji. Adapun sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
“Janganlah kalian menela dahr )masa( karena Allah adalah Dahr” )HR. Muslim(
Maka maknanya adalah Allah lah yang menguasai masa. Kita palingkan ke makna tersebut
dengan dalil hadis,
“Di tangan-Ku lah segala urusan, Aku yang membolak-balikkan siang dan malam” )HR. Bukhari(
– Nama Allah tidak dibatasi pada bilangan tertentu
Kaidah ini didasari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur,
“Ya Allah aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama-Mu yang Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan untuk diri-Mu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu” )HR. Ahmad, HR Ibnu Hibban(
Lalu bagaimana menggabungkan dengan hadits berikut,
“Sesngguhnya ada 99 nama milik Allah, barang siapa menjaganya akan masuk syurga” )HR. Bukhari(
Makna hadits ini adalah: Diantara nama Allah ada 99 nama yang jika kita
menjaganya kita akan masuk syurga. Dan tidaklah dimaksudkan disini membatasi
nama Allah hanya 99. Kita bisa melihat hal ini dengan contoh perkataan “saya mempunyai 100
dirham untuk disedekahkan”. Maka pernyataan ini tidak menafikan kalau saya mempunyai
dirham yang lain yang saya peruntukkan untuk selain sedekah.
– Nama Allah tidak dapat ditetapkan berdasarkan akal tetapi harus dengan
dalil syar’i
Nama Allah adalah tauqifiyah, yaitu harus ditetapkan berdasarkan dalil syari’at, tidak boleh
menambahnya dan tidak boleh menguranginya karena akal tidak mungkin mencapai semua
yang menjadi hak Allah dari nama-nama-Nya. Maka dalam hal ini kita wajib untuk mencukupkan
diri dengan dalil syar’i. Hal ini karena menamai Allah dengan nama yang tidak Allah namakan
diri-Nya dengan nama tersebut atau mengingkari nama yang Allah menamai diri-Nya dengan
nama tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak Allah ta’ala. Kita wajib mempunyai adab
yang baik kepada Allah ta’ala.
Dan tidak sempurna iman seseorang terhadap asma dan sifat Allah kecuali dengan menetapkan
semua hal tersebut.
Contoh nama Allah yang bukan muta’adi: Al ‘Adzim )Yang Maha Agung(
Tidak sempurna mengimani nama ini sampai mengimani dengan menetapkan 2 hal:
a. Menetapkan Al Adzim sebagai nama Allah yang menunjukkan pada Dzat Allah b. Menetapkan sifat yang terkandung dalam nama tersebut, yaitu Al ‘Udzmah )keagungan(
Contoh nama Allah yang muta’adi: Ar Rahman
Tidak sempurna mengimaninya sampai mengimani dengan menetapkan 3 hal:
a. Menetapkan Ar Rahman sebagai nama Allah yang menunjukkan pada dzat Allah
b. Menetapkan sifat yang terkandung dalam nama tersebut, yaitu Ar Rahmah ,
c. Menetapkan adanya pengaruh dari nama itu, yaitu merahmati siapa yang Allah kehendaki.
Kaidah dalam memahami sifat Allah
– Sifat Allah seluruhnya tinggi, sempurna, mengandung pujian, dan tidak
ada kekurangan dari sisi mana pun.
Seperti Al Hayah )hidup(, Al’ Ilmu )mengetahui(, Al Qudrah )kehendak(, As
Sama )mendengar(, Al Bashar )melihat(, Al Hikmah, Ar Rahmah, Al Uluw )tinggi(, dll. Allah
berfirman,
ىَل ْعلا ُلَثَمْلا ِ ا ِل َو
“Dan Allah mempunyai sifat yang maha tinggi” )Qs. An Nahl: 60(
Karena Allah adalah Rabb yang maha sempurna maka sifatnya harus sempurna.
– Jika suatu sifat menunjukkan kekurangan dan bukan kesempurnaan sama sekali maka mustahil sifat itu dimiliki Allah, seperti Al Maut (mati), Al Jahl (bodoh), Al Ajs (lemah), As Samam (tuli), Al ‘Ama (buta), dll. Oleh karena itu Allah membantah orang yang mensifati diri-Nya dengan kekurangan dan mensucikan diri-Nya
dari kekurangan tersebut. Allah tidak mungkin mempunyai kekurangan karena hal itu akan
mengurangi keberadaan-Nya sebagai Rab semesta alam.
– Jika sifat tersebut di satu sisi menunjukkan kesempurnaan sedangkan di sisi lain menunjukkan kekurangan maka sifat ini tidak dinisbatkan dan tidak dinafkan (ditolak) dari Allah secara mutlak akan tetapi perlu dirinci.
Kita menetapkan sifat tersebut dalam keadaan yang menunjukkan kesempurnaan dan kita
menolak sifat tersebut dalam keadaan yang menunjukkan kekurangan.
Contohnya sifat Al Makr, Al Kaid, Al Khida’ )makna ketiganya adalah tipu daya(
Sifat ini merupakan sifat yang sempurna jika dalam rangka menghadapi semisalnya )membalas
orang yang berbuat tipu daya( Karena hal ini menunjukkan bahwa yang mempunyai sifat ini
)Allah( tidak lemah menghadapi tipu daya musuh-musuh-Nya.
Dan sifat ini menupakan sifat yang kurang dalam keadaan selain diatas. Maka kita menetapkan
sifat tersebut untuk Allah dalam keadaan yang pertama, bukan yang kedua.
Allah ta’ala berfirman,
“Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik
Aku pun membuat rencana )pula( dengan sebenar-benarnya.” )Qs. At Thariq: 15-16(
ِْمُهُعِدا َخ َوُه َو َ اا َنوُعِداَخُي َنيِقِفاَنُمْلا انِإ
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka.” )Qs. An Nisa: 142(
Jika dikatakan Apakah Allah disifati dengan Al Makr? Maka jangan menjawab “ya” dan jangan
pula menjawab “tidak”, akan tetapi kaakanlah “Allah berbuat makar terhadap orang yang pantas
mendapatkannya” wallahu a’lam.
– Sifat Allah terbagi menjadi dua, yaitu tsubutiyah dan salbiyah
Tsubutiyah yaitu sifat yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya seperti Al Hayah, Al Alim, Al
Qudrah. Sifat ini wajib kita tetapkan pada Allah sesuai dengan keagungan-Nya karena Allah
sendiri menetapkan sifat tersebut untuk Nya dan Allah lebih mengetahui tentang sifat
diri-Nya.
Salbiyah yaitu sifat yang Allah nafikan )tiadakan( untuk diri-Nya seperti dzalim. Sifat ini wajib kita
nafikan pada Allah karena Allah telah menafikan sifat tersebut pada diri-Nya. Dan kita wajib
untuk menetapkan pada Allah sifat yang merupakan lawannya yaitu sifat yang menunjukkan sifat
kesempurnaan. Penafian tidak sempurna tanpa menetapkan kebalikannya.
Contohnya, Firman Allah ta’ala,
( اًد َحَأ َكّب َر ُمِل ْظَي ل َو
٤٩
),
“Dan Rabmu tidak menganiaya seorang jua pun.” )Qs. Al Kahfi: 49(
Kita wajib menafikan sifat dzalim dari Allah disertai dengan keyakinan menetapkan sifat adil bagi
Allah yang mana sifat adil tersebut dalam bentuk yang sempurna.
– Sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua, yaitu sifat dzatiyah dan sifat f’liyah
Sifat dzatiyah yaitu sifat yang terus-menerus ada )selalu melekat( pada diri Allah seperti sifat As Sama, Al Bashar
Sifat fi’liyah yaitu sifat yang terikat dengan kehendak Allah. Jika Allah menghendaki maka Dia
melakukannya dan jika Allah tidak menghendaki maka Dia tidak melakukannya. Contohnya
sifat istiwa’ di atas arsy, sifat maji’ )datang(
Dan ada beberapa sifat yang termasuk sifat dzatiyah sekaligus fi’liyah jika dilihat dari dua sisi. Contohnya sifat kalam )berbicara(. Dilihat dari sisi asalnya sifat tersebut merupakan sifat dzatiyah karena Allah senantiasa berbicara. Tetapi jika dilihat dari sisi lain, kalam merupakan sifat fi’liyah karena Allah berbicara tergantung pada kehendak-Nya. Dia berbicara
kapan dan bagaimana Dia kehendaki.
– Seluruh sifat Allah bisa menerima tiga pertayaan
1. Apakah sifat itu hakiki, mengapa?
2. Apakah boleh menanyakan kaifiyahnya )bagaimananya( )takyif(? Dan mengapa?
3. Apakah boleh menyerupakannya sengan makhluk )tamtsil(? Dan mengapa?
1. Benar, sifat Allah hakiki karena asal sebuah perkataan adalah mempunyai makna hakiki.
Maka tidak boleh memalingkannya kecuali dengan dalil yang shahih.
2. Tidak boleh menanyakan kaifiyahnya karena firman Allah ta’ala,
( اًمْلِع ِهِب َنوُطيِحُي ل َو
١١٠
)
“Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya” )Qs. Thaha: 110(
Dan karena akal tidak mungkin mengetahui kaifiyah sifat Allah
3. Tidak boleh menyerupakan dengan sifat makhluk karena firman Allah ta’ala
ٌء ْيَش ِهِلْثِمَك َسْيَل
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” )Qs. As Syuura: 11(
Karena Allah sempurna, tidak ada puncak sifat kebaikan yang lebih tingi dari-Nya sehingga tidak
mungkin diserupakan dengan makhluk karena makhluk itu penuh kekurangan.
Perbedaan antara tamtsil dan takyif yaitu:
Tamtsil berarti menyebutkan kaifiyah sifat Allah dengan mengaitkannya dengan sifat makhluk
sedangkan takyif adalah menyebutkan kaifiyah sifat Allah tanpa mengaitkannya dengan
makhluk.
Contoh tamtsil: Perkataan “tangan Allah itu seperti tangan manusia” Contoh takyif: Membayangkan kaifiyah )bagaimana( tangan Allah dengan suatu gambaran
tertentu dengan tidak menyerupakannya dengan tangan makhluk. Maka hal ini tidak boleh.
– Bagaimana membantah Mu’athilah
Mu’athilah adalah orang yang mengingkari atau menolak sebagian asma Allah atau sifat Allah
dan memalingkan nash dari makna dzahirnya. Mereka jiga disebut muawwilah.
Kaidah umum dalam membantah mereka adalah kita katakan kepada mereka bahwa pendapat
mereka menyelisihi dzahir nash, menyelisihi jalan para salaf dalam memahami asma dan sifat
Allah, penyelisihan mereka tidak didasari dalil yang shahih dan pada beberapa sifat bisa disertai