BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Industri pabrik kelapa sawit (PKS) dapat menghasilkan limbah yang berupa
limbah cair dan padat. Limbah padat dapat dibuang ke lahan kosong, dikubur
ataupun dibakar di dalam increnerator.sedangkan limbah cair dapat dibuang
keperairan ataupun sungai. Namun dengan bertambahnya kesadaran manusia
terhadap kualitas sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup,cara
pembuangan limbah secara langsung tidak lagi diperbolehkan.
Begitu juga jika limbah yang dihasilkan dapat merusak lingkungan
sekitarnya.Maka dari pertimbangan tersebut, Pabrik kelapa sawit diharuskan untuk
memiliki sarana pengelolaan limbah.tentu dalam pengolahan limbah memerlukan
biaya operasional pengolahan.
Maka untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan teknologi
pengolahan air limbah yang murah, dan mudah dalam pengoperasiannya serta
dengan biaya yang relatif terjangkau, khususnya dalam industri pabrik kelapa sawit
baik pabrik dalam skala kecil, skala sedang maupun skala besar. Secara umum
bangunan instalasi pengolahan air limbah Pabrik kelapa sawit menerapkan teknologi
pengolahan air limbah dengan proses bilogi yaitu dengan metode aplikasi lahan
ataupun sistem kolam yang masih dianggap terjangkau terutama pada industri
perkebunan yang tidak dekat dari perkotaan. Namun sistem pengolahan ini
memerlukan waktu (retention time) yang relatif lama yang berfungsi untuk menurunkan kandungan konsentrasi COD,BOD, serta zat padat yang tersuspensi
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia No:Kep-51/MENLH/10/1995 tentang “Baku Mutu Limbah Cair untuk
Industri Minyak kelapa Sawit”, yang mengharuskan bahwa pabrik kelapa sawit harus
mengolah air limbah sampai dengan standar yang diijinkan, maka kebutuhan
teknologi pengolahan air limbah pabrik kelapa sawit khususnya yang murah dan
hasilnya baik perlu di kembangkan, namun kendala yang banyak dijumpai yaitu
teknologi yang ada saat ini masih relative mahal, sedangkan dilain pihak dana yang
tersedia untuk membangun alat pengolahan air limbah sangat terbatas.
Dalam pengolahan air limbah pabrik kelapa sawit (PKS)dengan kapasitas
yang besar 50 ton TBS/jam, biasanya menggunakan teknologi pengolahan air limbah
yaitu dengan “sitem kolam” atau ponding system”namun untuk pabrik yang berkapasitas kecil cara tersebut sangatlah kurang ekonomis karena biaya
pengoperasiannya cukup besar, dan kontrol operasionalnya lebih sulit. Untuk
mengatasi hal tersebut,perlu informasi dan teknologi sistem tersebut, khususnya
teknologi pengolahan air limbah pabrik kelapa sawit (PKS) beserta aspek pemilihan
teknologi serta keunggulan dan juga kekurangannya.
Namun dengan adanya informasi yang berkembang, maka pihak manajemen
pabrik kelapa sawit (PKS) maupun pihak dari PTPN dapat memilih teknologi
pengolahan air limbah yang sesuai dengan kondisi maupun jumlah dari air limbah
yang dikelola, yang layak secara teknis, ekonomis dan dapat memenuhi standar dari
lingkungan hidup yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri.
2.1.1 Peraturan Perundangan Yang Mengatur Pengelolaan Lingkungan Pabrik Kelapa Sawit
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Undang – Undang No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran
Air .
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep - 51/ MenLH /10
/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri Minyak Sawit.
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001
Tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air. ( sebagai pengganti UU No. 20
tahun 1990 ).
2.2 Sumber Asal Air Limbah
Data mengenai sumber air limbah dapat dipergunakan untuk memperkirakan
jumlah rata-rata aliran air limbah dari berbagai jenis perumahan,industri dan aliran
air tanah yang ada di sekitarnya. Kesemuanya ini harus dihitung perkembangannya
atau pertumbuhannya sebelum membuat suatu bangunan pengolahan air limbah serta
2.2.1 Limbah Industri Kelapa Sawit
Proses pengolahan pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah cair minyak
kelapa sawit yang mengandung bahan organik yang tinggi, sehinggga kadar bahan
pencemar akan semakin tinggi juga.
Pengolaha sawit pada pabrik kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah Yaitu:
limbah cair
limbah padat, dan
gas
Dimana limbah gas yang keluar dari cerobong asap boiler, dan limbah padat
berupa solid, cangkang, sabut dan abu. Diantara limbah diatas yang menjadi
permasalahan adalah limbah cair karena jumlahnya sangat banyak dibanding dengan
yang lainnya.
Secara umum dampak yang diperoleh dari hasil limbah cair industri minyak
kelapa sawit adalah badan air penerima akan tercemar, karena biasanya hampir
setiap industri pabrik kelapa sawit berlokasi dekat dengan badan sungai. Sehingga
sungai yang tercampur dengan limbah menjadi kotor dan senyawa – senyawa yang
terkandung didalamnya sangat membahayakan terhadap lingkungan maupun
kesehatan.
Hasil dari limbah cair industri kelapa sawit bila dibiarkan tanpa dilakukan
pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan terbentuknya senyawa amonia
(NH
3N), dan ini disebabkan bahan organik yang terkandung didalam limbah cair tersebut akan terurai dan membentuk senyawa amoniak.Salah satu bentuk teknik
pengendalian dan pengolahan limbah pabrik kelapa sawit adalah dengan melakukan
biodegradasi terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam
disesuaikan dengan daya dukung lingkungan penerima.Sehingga dengan demikian
aspek pengendalian pengolahan secara optimal dapat:
1. Mengurangi tingkat pencemaran serta dampak negatif yang ditimbulkan dari
limbah serta dapat dikendalikan dengan baik.
2. Tercapainya hasil standar yang ditetapkan/baku mutu limbah cair pabrik
kelapa sawit yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan,
terutama terhadap media air (sungai).
2.3 Karakteristik Limbah Cair PKS
Limbah cair PKS mengandung padatan terlarut maupun emulsi minyak di
dalam air. Limbah cair mengandung senyawa-senyawa organik seperti sellulosa dan
tannin ataupun turunan alkaloid lainnya seperti karotin. Padatan terlarut melayang
dan juga mengemulsi serta bahan-bahan organik lainnya yang terurai ataupun
terdegradasi disebabkan mikroorganisme, ini menyebabkan bau dan berwarna hitam
(Nainggolan.2011).
2.3.1 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ( LCPKS )
Limbah yang dibuang ke badan air penerima (sungai) harus memenuhi baku
mutu limbah cair yang telah ditetapkan di dalam peraturan agar limbah tersebut aman
dan tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Baku mutu limbah cair untuk
industri minyak kelapa sawit, dimana Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.Kep-51/MENLH/10/1995 pada lampiran A IV, dapat dilihat pada tabel 2.1
seperti yang tercantum di bawah ini.
Tabel .2.1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit
mg L MAKSIMUM
BOD5 250 1.5
COD 500 1.5
TSS 300 1.8
MINYAK DAN LEMAK 30 0.18
AMONIA TOTAL (NH3N) 20 0.12
PH 6.0 - 9.0
Sumber : KEP 51-/MENLH/10/1995
2.3.2 Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Teknologi pengolahan Limbah cair pabrik kelapa sawit adalah salah satu cara
untuk memisahkan, menghilangkan, dan mengurangi unsur pencemar dalam limbah.
Teknologi pengolahan limbah mempunyai ukuran dan spesifik. Kemampuan wadah
penampungan limbah seperti kolam limbah diukur dengan beban volume per satuan
luas dan satuan waktu atau dikenal dengan istilah sludge loading rate. Kemampuan proses pengolahan kolam diukur dengan waktu penahanan hidrolis (WPH).
Waktu penahanan hidrolis atau waktu tinggal limbah dalam reaktor
mempunyai peranan yang amat penting dalam menuju keberhasilan pengolahan
limbah.
Besarnya debit limbah dibandingkan dengan ukuran volume kolam atau
reaktor akan menentukan waktu tinggal limbah dalam kolam. Sedangkan volume
Volume limbah juga sangat menentukan ukuran dari kolam. Semakin besar
volume limbah maka akan semakin besar kolam limbah yang diperlukan sehingga
mengakibatkan waktu penahanan hidrolis ( WPH ) menjadi lebih lama, akan tetapi
sebaliknya jika volume kolam kecil maka WPH akan menjadi lebih singkat tapi
mungkin prosesnya tidak sempurna. Karena itu perlu diketahui ukuran bak kolam
baik dari segi kedalaman maupun luas permukaan (Harahap,2012 ).
2.3.3 Pemeliharaan Kolam Limbah
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan kolam limbah
Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
Menguras lumpur yang berada pada tiap – tiap kolam, jika kolam
telah memenuhi 1/
3 kedalaman kolam pada dimensi awal.
Memeriksa jaringan pipa dan instalasi lainnya yang ada pada
sistem secara rutin untuk mencegah terjadinya penyumbatan
ataupun kerusakan lainnya.
Pemeliharaan konstruksi kolam secara rutin dan memperbaiki
setiap kerusakan yang terjadi pada dinding kolam.
2.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL )
Metode pengolahan air limbah Pabrik Kelapa Sawit yang lazim dan biasa
1. Sistem Aplikasi Lahan (Land Application ). 2. Sistem Kolam (Ponding System).
Agar dapat mengurangi tingkat pencemaran limbah sebelum dibuang ke
badan sungai, maka perlu dilakukan pengolahan pada air limbah minyak kelapa sawit
tersebut,pada umumnya dalam pengolahan limbah, PKS menggunakan sistem yang
disebut dengan sistem kolam (biologis) aerob – anaerob.
Pada sistem pengolahan air limbah secara biologis masih dianggap cara yang
paling murah bila dibandingkan dengan cara kimia, karena mengingat harga bahan
kimia relatif mahal serta volume air limbah kelapa sawit yang cukup besar.
Sistem pengolahan air limbah secara biologis berlangsung secara
berkelanjutan, yaitu pada kolam anaerobik, fakultatif, aerobik, dan sedimentasi tanpa
menambahkan zat kimia lainnya, melainkan hanya membutuhkan waktu (retention time) dalam proses perombakan zat organik oleh mikroorganisme. Sehingga terjadi suatu perubahan kualitas air limbah yang diinginkan pada tiap-tiap kolam tersebut,
baik itu kolam anaerobik, fakultatif, aerobik dan lain – lain.
Proses dengan Sistem kolam (Ponding System) dapat dikatakan sebagai proses biologi yang bertujuan untuk merombak zat pencemar organik menjadi
karbondioksida dan jaringan sellulosa sehingga mudah untuk memisahkan antara
limbah air dengan bahan pencemar. Pada proses ini yang berperan adalah mikro
organik yang dapat menguraikan zat – zat organik limbah menjadi zat – zat yang
sederhana.
2.5 Proses Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Pengoperasian pabrik kelapa sawit secara efisien dan efektif akan
menanggulangi masalah limbah cair pada IPAL PKS pada umumnya menggunakan
unit – unit kolam pengolahan. PKS yang menggunakan sistem ini pada umumnya
mempergunakan lahan yang cukup luas dan mempunyai beberapa tahapan untuk
mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan bahan baku mutu limbah yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Gambar 2.1 Alur Pengolahan Limbah dengan Sistem Kolam.
Tahap ini merupakan awal proses pengolahan air limbah PKS yaitu sebagai
tempat pengutipan sisa minyak yang terikat dalam limbah cair dan dikembalikan
dalam proses pengolahan, sehingga kadar minyak dalam air dapat berkurang.
Minyak yang masih terikat dalam air limbah dalam jumlah yang cukup tinggi
dapat mengganggu aktivitas mikroorganisme merombak bahan organik, disamping
itu dengan adanya minyak akan membentuk lapisan film pada permukaan air, dapat
menghambat penetrasi cahaya kedalam air sehingga dapat mengganggu aktivitas
mikroorganisme.
2. Pendinginan (Cooling Pond)
Cooling Pond ini merupakan lanjutan proses dari fat pit, Colling pond
berfungsi menurunkan temperatur limbah cair yang dikeluarkan dari ruang produksi.
karena air limbah segar yang keluar dari pabrik atau dari fat pit umumnya masih
panas (50 – 700 C) maka terlebih dahulu temperatur harus diturunkan hingga 38-400C
yang merupakan temperatur optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai.
Bagian dasar dan dinding cooling pond (kolam pendingin) dilapisi dengan semen
sehingga kedap air. biasanya proses pendinginan dilakukan selama 48 jam. (Naibaho,
M. Ponten 1998) .
3. Netralisasi
Kolam ini berfungsi untuk menetralkan pH limbah yang masih asam yang
terdapat pada kolam – kolam sebelumnya menjadi ± 6,5 -7,0.
4. Pengasaman
Dalam kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pH nya
naik setelah asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang berlanjut.
akan terjadi penambahan unit pengolahan sehingga untuk pengolahan limbah akan
membutuhkan lahan yang lebih luas serta biaya yang jauh lebih mahal.
5. Kolam Anaerobik
Limbah yang telah dinetralkan kemudian dialirkan ke kolam anaerobik. Pada
kolam ini limbah cair masih mengandung senyawa organik yang kompleks seperti
lemak, karbohidrat, dan protein yang akan dirombak oleh bakteri anaerobik menjadi
asam organik dan selanjutnya menjadi gas metana (CH
4), karbondioksida (CO2), dan air (H
2O). Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan juga berjalan dengan baik.
6. Kolam Fakultatif
Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik ke kolam aerobik.
Pada kolam ini proses perombakan masih tetap berlanjut, yaitu menyelesaikan proses
yang belum terselesaikan pada kolam anaerobik.
7. Kolam Aerobik
Pada kolam ini cairan limbah diperkaya kandungan oksigennya dengan
aerator, oksigen ini diperlukan untuk proses oksidasi yang dilakukan oleh bakteri
aerobik. Kemudian limbah dialirkan ke sungai yang ada pada daerah industri minyak
2.6 Sistem Penyaluran Air Limbah
2.6.1 Sistem Penyaluran Limbah Terpisah
Sistem penyaluran terpisah adalah sistem dimana air buangan disalurkan
tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan
tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar.
Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain:
1) Periode musim hujan dan kemarau lama.
2) Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
3) Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan
air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.
4) Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar.
5) Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat
berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing - masing sistem saluran mempunyai
dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan
pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk
jaringan masing-masing sistem saluran.
Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan
yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan
apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk
membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit
masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki
kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi
curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun.
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem
penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena
adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya
perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena
salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas
lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan buangan.
2.7 Garis Tenaga dan Garis Tekanan pada Pipa
Sesuai dengan prinsip bernoulli, tenaga total atau tinggi tekanan efektif di
setiap titik pada saluran pipa merupakan jumlah dari tinggi elevasi, tinggi tekanan
dan tinggi kecepatan.
𝐻𝐻= z +𝜌𝜌
𝛾𝛾+ 𝑉𝑉2
2𝑔𝑔 (2.1)
Dimana :
H = tenaga total atau tinggi tekanan efektif pada suatu titik (m)
Z = ketinggian dasar saluran terhadap suatu datum (m)
γ = berat jenis zat cair (kg/m3)
v = kecepatan aliran pada pipa (m/s)
g = gravitasi (m/s2)
Garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan garis tenaga, yang
digambarkan di atas tampang memanjang pipa seperti yang ditunjukan pada gambar
2.2. Perubahan diameter pipa dan tempat-tempat tertentu di mana kehilangan tenaga
sekunder terjadi ditandai dengan penurunan garis tenaga. Apabila kehilangan tenaga
sekunder diabaikan, maka kehilangan tenaga hanya disebabkan oleh gesekan pipa.
(Triadmodjo, Bambang 2003).
Gambar 2.2 Garis tenaga dan tekanan
2.7.1 Pipa hubungan seri
Apabila suatu aliran pipa terdiri dari pipa-pipa dengan ukuran yang berbeda,
dan pipa tersebut adalah dalam hubungan seri. Gambar 2.3 menunjukkan suatu
Panjang, diameter dan koefisien gesekan masing-masing pipa adalah L
1, L2, L3; D1,
D
2, D3 dan f1, f2, f3.
Gambar 2.3 Pipa hubungan seri
Jika beda tinggi muka air kedua kolam diketahui, akan dicari besar debit
aliran Q dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan energi (Bernoulli).
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menggambarkan garis tenaga.
Seperti terlihat pada gambar, garis tenaga akan menurun kearah aliran. Kehilangan
tenaga pada masing-masing pipa adalah h
f1, hf2 dan hf3. Dianggap bahwa kehilangan tenaga sekunder kecil sehingga diabaikan.
Q = Q
1 = Q2 = Q3 (2.2)
Dengan menggunakan persamaan Bernoulli untuk titik 1 dan 2 (pada garis aliran):
𝑧𝑧1+𝑝𝑝1𝛾𝛾 +𝑣𝑣1
2
2𝑔𝑔 =𝑧𝑧2
𝑝𝑝2 𝛾𝛾 +
𝑣𝑣22
2𝑔𝑔 +ℎ𝑓𝑓1+𝑓𝑓𝑓𝑓2+𝑓𝑓𝑓𝑓3 (2.3)
Pada kedua titik, tinggi tekanan adalah H
z
Dengan mengunakan persamaan Darcy-Weisbach, persamaan (2.4) menjadi:
𝐻𝐻=𝑓𝑓1𝐿𝐿1
Untuk masing-masing pipa kecepatan aliran:
𝑉𝑉1 =𝜋𝜋𝐷𝐷1𝑄𝑄2/4 𝑉𝑉2 =
Debit aliran adalah:
𝑄𝑄= 𝜋𝜋�2𝑔𝑔ℎ
Kadang-kadang penyelesaian pipa seri dilakukan dengan suatu pipa ekivalen
yang mempunyai penampang seragam. Pipa disebut ekivalen apabila kehilangan
tekanan pada pengaliran di dalam pipa ekivalen sama dengan pipa-pipa yang diganti.
Sejumlah pipa dengan bermacam-macam nilai f , L, dan D akan dijadikan suatu pipa ekivalen. Untuk itu diambil diameter D
yang terpanjang (atau yang telah ditentukan), dan kemudian ditentukan panjang pipa
ekivalen. Kehilangan tenaga dalam pipa ekivalen:
𝐻𝐻 =8𝑄𝑄
2 𝑔𝑔𝜋𝜋2�
𝑓𝑓𝑒𝑒𝐿𝐿𝑒𝑒
𝐷𝐷𝑒𝑒5� (2.9)
Substitusikan dari persamaan (2.7) ke persamaan (2.9) didapat:
𝐿𝐿𝑒𝑒 =𝐷𝐷𝑒𝑒
Pompa digunakan untuk menaikkan zat cair dari kolam ke suatu kolam lain
dengan selisih elevasi muka air Hs, seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4, maka daya yang digunakan oleh pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi Hs ditambah dengan kehilangan tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut.
Kehilangan tenaga adalah ekivalen denganpenambahan tinggi elevasi,
sehingga efeknya sama dengan jika pompa menaikkan zat cair setinggi H = Hs + Σh
f
Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan diabaikan sehingga garis tenaga berhimpit
Gambar 2.4 Pipa dengan Pompa
Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan pipa 2 yaitu sebesar h
f1
dan h
f2. Pada pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga (dan tenaga) menurun
sampai di bawah pipa. Bagian pipa dimana garis tekanan di bawah sumbu pipa
mempunyai tekanan negatif. Sedang pipa 2 merupakan pipa tekan.
daya yang diperlukan pompa untuk menaikkan zat cair :
𝐷𝐷= 𝑄𝑄𝐻𝐻𝛾𝛾
𝜂𝜂 (2.11)
atau dalam satuan hp (horse power, daya kuda):
𝐷𝐷=𝑄𝑄𝐻𝐻𝛾𝛾
75𝜂𝜂 (2.12)
dengan η adalah efisiensi pompa. Pada pemakian pompa, efisiensi pompa digunakan
2.8 Tinjauan Hidrolika Aliran dalam IPAL 2.8.1 Aliran Melalui Pipa
Pipa merupakan saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran, dan
digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh, Fluida yang di
alirkan melalui pipa biasanya berupa zat cair atau gas dan tekanannya bisa lebih
besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Apabila zat cair di dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk dalam aliran
saluran terbuka. Karena mempunyai permukaan bebas, maka fluida yang di alirkan
adalah zat cair. Tekanan di permukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka adalah
tekanan atmosfer. (Triatmodjo,Bambang, 2003).
2.8.2 Kehilangan Tenaga Akibat Gesekan Pipa
Apabila pipa mempunyai penampang konstan, maka V
1 = V2, dan persamaan
di atas dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kehilangan tenaga
akibat gesekan.
ℎ𝑓𝑓 =�𝑧𝑧1+
𝑝𝑝1
𝛾𝛾� − �𝑧𝑧2+
𝑝𝑝2
𝛾𝛾� (2.13)
atau
ℎ𝑓𝑓 = ∆𝑧𝑧 −∆𝑝𝑝
𝛾𝛾 (2.14)
Gambar 2.5 Rumus Darcy-Weisbach
Seperti terlihat pada gambar 2.5 tampang lintang aliran melalui pipa adalah
konstan yaitu A, sehingga percepatan a = 0. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah p
1
dan p
2. Jarak antar tampang 1 dan 2 adalah ΔL. Gaya-gaya yang bekerja pada zat cair
adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan.
Dengan menggunakan hukum Newton II untuk gaya-gaya tersebut akan didapat:
F = M a (2.15)
p
1A - p2A+γ AΔL sin α - τo PΔL =M x 0 (2.16)
Dengan P adalah keliling basah pipa. Oleh karena selisih tekanan adalah Δp
1 maka :
ΔpA +γ AΔL sin α - τ
o PΔL = 0 (2.17)
Kedua ruas dibagi dengan Aγ, sehingga:
∆𝑝𝑝
𝛾𝛾 +∆𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝛼𝛼 − 𝜏𝜏0𝑃𝑃∆𝐿𝐿
𝛾𝛾𝛾𝛾 (2.18)
∆𝑝𝑝
𝛾𝛾 +∆𝐿𝐿 = 𝜏𝜏0∆𝐿𝐿
𝛾𝛾𝛾𝛾 = 0 (2.19)
𝐻𝐻𝑓𝑓
Untuk pipa lingkaran:
R= 𝛾𝛾
sehingga persamaan diatas menjadi:
ℎ𝑓𝑓 = 4𝜏𝜏0∆𝐿𝐿𝛾𝛾𝐷𝐷 (2.23)
Persamaan yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukan bahwa kehilangan
tenaga sebanding dengan Vn di mana n ≈ 2 Untuk aliran melalui pipa dengan dimensi dan zat cair tertentu.
persamaan (2.23) menunjukan bahwa h
f sebanding dengan τo. Dengan demikian
apabila h
Dengan anggapan bahwa :
dengan C adalah konstanta, maka persamaan (2.24) menjadi :
ℎ𝑓𝑓 =4𝐶𝐶𝑉𝑉∆𝐿𝐿𝛾𝛾𝐷𝐷 (2.25)
Dengan mendefinisikan f = 8C/ρ maka persamaan di atas menjadi:
ℎ𝑓𝑓 =𝑓𝑓∆𝐿𝐿𝐷𝐷 𝑉𝑉 2
2𝑔𝑔 (2.26)
Apabila panjang pipa adalah L, maka persamaan (2.26) menjadi :
ℎ𝑓𝑓 =𝑓𝑓𝐿𝐿𝐷𝐷𝑉𝑉 2
2𝑔𝑔 (2.27)
Persamaan (2.27) disebut dengan persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut f adalah koefisien gesekan Darcy-Weisbach yang tidak berdimensi. Koefisien f merupakan fungsi dari angka Reynolds
dari kekasaran pipa. Pada tahun 1944 Moody memperkenalkan suatu grafik yang
Gambar 2.6 Diagram Moody untuk nilai f pipa
Alternatif lain untuk menentukan nilai f dengan menggunakan koefisien manning, Chezy atau Hazen-williams.
f= 124.58 𝐿𝐿2
�𝑑𝑑1/3� (2.28)
f=
156.06�𝐶𝐶𝐻𝐻2.𝑑𝑑0.26.𝑆𝑆0.08� (2.29)
Tabel 2.2. Koefisien manning untuk beberapa jenis pipa
Type of pipe Manning’s n
Galvanized Iron 0,015 – 0,017
Corrugated Metal 0,023 – 0,029
Steel formed Concrete 0,012 – 0,014
Plastic (smooth) 0,011 – 0,015
PVC 0,009 – 0,010
Sumber: Brater et al. (1996);ASCE (1976)
Tabel 2.3. Koefisien Hazen-Williams,CH
Type of Pipe Manning’s n
PVC ,Glass,or enameled steel pipe 130 – 150
Riveted steel pipe 100 – 110
Cast iron pipe 95 – 100
Smooth Concrete pipe 120 – 140
Rought pipe (e.g.roughconcrete pipe) 60 – 80
2.8.3 Kehilangan Tenaga Sekunder Dalam Pipa
Di samping adanya kehilangan tenaga akibat gesekan (kehilangan tenaga
primer), terjadi pula kehilangan tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang
pipa, sambungan, belokan dan katub (kehilangan tenaga sekunder). Pada pipa
panjang, kehilangan tenaga primer biasanya jauh lebih besar dari pada kehilangan
tenaga sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan tenaga sekunder dapat
diabaikan. Pada pipa pendek kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan.
Apabila kehilangan tenaga sekunder kurang 5 % dari kehilangan tenaga primer maka
kehilangan tenaga tersebut bisa diabaikan.
a. Kehilangan energi akibat penyempitan (contraction)
𝐻𝐻𝑐𝑐 =𝐾𝐾𝑐𝑐𝑉𝑉2 2
2𝑔𝑔 (2.30)
Di mana :
H
c = tinggi hilang akibat penyempitan
K
c = koefisien kehilangan energi akibat penyempitan
V
2 = kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D2 (yaitu di hilir dari penyempitan)
𝐷𝐷2/𝐷𝐷1 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
𝐾𝐾𝑐𝑐 0,5 0,45 0,38 0,28 0,14 0,00
Sumber: Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003.
b. Kehilangan energi akibat pembesaran tampang (expansion).
𝐻𝐻𝑒𝑒 = 𝐾𝐾𝑒𝑒𝑉𝑉1 2
2𝑔𝑔 (2.31)
di mana
𝐾𝐾𝑒𝑒 = �𝛾𝛾1𝛾𝛾2−1�
2
(2.32)
Apabila pipa masuk ke kolam yang besar seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.7, di mana A
2 = ∞ sehingga V2 = 0 maka :
𝐻𝐻𝑒𝑒 =𝑉𝑉1 2
2𝑔𝑔 (2.33)
Kehilangan tenaga pada perbesaran penampang akan berkurang apabila
perbesaran dibuat secara berangsur-angsur seperti ditunjukkan dalam gambar 2.8,
kehilangan tenaga diberikan oleh persamaan berikut:
𝐻𝐻𝑒𝑒 =𝐾𝐾′ 𝑉𝑉1 2−𝑉𝑉22
2𝑔𝑔 (2.34)
Tabel 2.5. Nilai K
e untuk berbagai nilai α
A 100 200 300 400 500 600 750
𝐾𝐾𝑒𝑒 0,078 0,31 0,49 0,60 0,67 0,72 0,72
Sumber: Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003
c. Kehilangan energi akibat belokkan pipa
Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokkan tergantung pada sudut
belokkan pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokkan adalah sama dengan rumus
pada perubahan penampang, yaitu :
𝐻𝐻𝑏𝑏 =𝐾𝐾𝑏𝑏𝑉𝑉 2
2𝑔𝑔 (2.35)
Gambar 2.9 Belokkan pipa
Tabel 2.6. Nilai K
b untuk berbagai nilai α
A 200 400 600 800 900
𝐾𝐾𝑐𝑐 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98
Sumber: Hidraulika II, Bambang Triadmodjo, 2003
Untuk sudut belokkan 90o dan dengan belokkan halus (berangsur-angsur),
kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokkan dan
diameter pipa. Nilai K
.
Gambar 2.10 Perbandingan nilai R/D untuk nilai K Tabel 2.7. Nilai K
b untuk berbagai nilai R/D
A 1 2 4 6 10 16 20
𝐾𝐾𝑐𝑐 0,35 0,19 0,17 0,22 0,32 0,38 0,42