• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Senyawa Fukoidan Dari Talus Rumput Laut Coklat (Sargassum ilicifolium (Turner) C. Agard) Serta Uji Sitotoksik Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Habitat tumbuhan rumput laut

Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan

lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk

beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas,

temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum rumput laut

dijumpai tumbuh di perairan yang dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir,

sedikit berlumpur, atau campuran keduanya. Rumput laut memiliki sifat benthic

(melekat) dan disebut juga benthic algae, dengan cara melekatkan talus pada

substrat pasir, lumpur, karang, kulit kerang, batu atau kayu (Anggadiredja, et al.,

2011). Tempat tumbuh rumput laut berfungsi untuk tempat menempel agar tahan

terhadap terpaan ombak. Kebanyakan tempat menempel rumput laut berupa

karang atau cangkang moluska walaupun dapat juga berupa pasir atau lumpur

(Indriani dan Suminarsih, 1999).

Rumput laut coklat Sargassum dapat tumbuh mulai dari daerah intertidal,

subtidal, sampai daerah tubir yang berombak besar dan berarus deras dengan

kedalaman untuk pertumbuhan 0,5-10 m. Marga Sargassum yang termasuk dalam

kelas Phaeophyceae tumbuh subur pada daerah tropis, suhu perairan

(2)

berkisar 6.500-7500 lux. Sargassum banyak dijumpai di beberapa perairan pantai

termasuk pantai selatan Pulau Jawa, Selat Sunda, sebagian pulau di perairan

Batam dan Bangka Belitung (Basmal, et al., 2014).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Rumput laut merupakan makro alga yang termasuk dalam divisi

Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka dari talus, tidak

memiliki batang, daun, serta akar sejati (Ditjen PEN, 2013). Talus berbentuk

silindris, “akar” (holdfast) membentuk cakram kecil yang berfungsi untuk

menempel pada karang, cangkang moluska, pasir atau lumpur. “Batang” (stipe)

dengan percabangan utama tumbuh rimbun dibagian ujungnya.“Daun” (blade)

kecil, lonjong, ujungnya runcing, tepi daun bergerigi, gelembung udara

(pneumatocysts) berbentuk bulat telur berisi gas berfungsi untuk mengangkat

blades terapung kearah permukaan air untuk mendapatkan cahaya matahari. (Atmaja, 1996; Basmal, et al., 2014).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Menurut Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, rumput laut coklat Sargassum

ilicifolium (Turner) C. Agard diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Ochrophyta

Kelas : Phaeophyceae

Bangsa : Fucales

Suku : Sargassaceae

Marga : Sargassum

(3)

2.1.4 Nama lain tumbuhan

Nama lain dari tumbuhan ini adalah Oseng (Kepulauan seribu).

2.1.5 Kandungan rumput laut coklat

Rumput laut coklat mengandung pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin dan fukosantin. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (selulosa, alginat, laminaran, fukoidan), protein, vitamin (A, B1, B2,

B6, B12, dan C), mineral makro (kalium, kalsium, fosfor, natrium dan magnesium), serta mineral mikro (besi, iodium) (Anggadiredja, et al., 2011;

Indriani dan Suminarsih, 1999).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia suatu bahan yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Ditjen POM RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Ditjen POM RI, 2000).

Menurut Ditjen POM RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

(4)

Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi

kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut

remaserasi. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat

aktif yang mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang

mudah mengembang dalam cairan penyari.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap yaitu pengembangan bahan,

tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)

terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga bahan dapat terekstraksi

sempurna.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan secara terus-menerus

pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum

(5)

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru,

dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan

terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel.

4. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90ºC selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang

umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air dari

bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil

dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh karena itu sari yang diperoleh

dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90ºC selama 30 menit.

2.3 Senyawa Fukoidan

Senyawa fukoidan adalah polisakarida yang mengandung L-fukosa dan

grup ester sulfat dalam jumlah besar. Senyawa fukoidan merupakan komponen

yang terdapat pada rumput laut coklat dan beberapa invertebrata (seperti teripang

dan bulu babi). Dahulu polisakarida ini dinamakan “fukoidin” ketika pertama kali

diisolasi dari rumput laut coklat oleh Kylin pada tahun 1913. Sekarang namanya

berubah menjadi “fukoidan”, tetapi disebut juga fukan, fukosan atau fukan sulfat

(6)

Fukoidan yang diisolasi dari berbagai spesies dipelajari secara mendalam

karena aktivitas biologisnya yang bervariasi, termasuk antikoagulan dan antitrombosis, antivirus, antitumor, imunomodulator, antiinflamasi, antioksidan,

antiulser (Li Bo, et al., 2008; Atashrazm, et al., 2015). Struktur fukoidan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur senyawa fukoidan 2.3.1 Ekstraksi senyawa fukoidan

Teknik ekstraksi fukoidan telah banyak dipelajari. Metode ekstraksi tidak

hanya berpengaruh terhadap rendemen fukoidan tetapi juga berpengaruh terhadap komposisi dan bioaktivitasnya. Beberapa metode ekstraksi senyawa fukoidan

antara lain:

1. Ekstraksi umum

Sumber senyawa fukoidan yang utama adalah rumput laut coklat. Ekstraksi

senyawa fukoidan menggunakan air panas, penambahan asam, dan garam (CaCl2) adalah metode ekstraksi yang umum digunakan. Tahap awal adalah alga

(7)

atau larutan asam selama beberapa jam. Proton atau ion hidroksida pada pelarut

akan mengganggu ikatan hidrogen pada polisakarida sehingga polisakarida tersebut larut dalam pelarut. Salah satu keuntungan ekstraksi senyawa fukoidan

dengan menggunakan asam adalah asam alginat akan mengendap sehingga terpisah dari senyawa fukoidan. Tahap ekstraksi dapat dilakukan berulang untuk mendapatkan rendemen fukoidan yang tinggi. Selanjutnya, ekstrak diendapkan

dengan menggunakan senyawa organik. Tahap ini akan memisahkan garam dan molekul yang berukuran kecil dengan senyawa fukoidan (Tiwari dan Troy, 2015).

2. Ekstraksi dengan microwave

Ekstraksi senyawa fukoidan yang umum membutuhkan waktu yang lama. Untuk mempersingkat waktu ekstraksi, diperkenalkan metode yang baru yaitu

ekstraksi dengan bantuan microwave. Energi microwave dapat mencapai struktur molekul dari rumput laut, sehingga dapat mempercepat pengeluaran senyawa

fukoidan dari dalam sel. Ekstraksi menggunakan metode ini memiliki beberapa keuntungan yaitu menghasilkan senyawa yang lebih selektif, waktu ekstraksi yang singkat, tidak menggunakan pelarut yang korosif sehingga lebih ekonomis dan

ramah lingkungan. Kondisi terbaik untuk ekstraksi senyawa fukoidan menggunakan microwave adalah tekanan 120 psi selama 1 menit menggunakan 1

g alga dalam 25 mL akuades. Metode ekstraksi ini menghasilkan rendemen fukoidan yang tinggi, tetapi belum dilakukan penelitian mengenai bioaktivitasnya (Tiwari dan Troy, 2015).

Metode lain yang hampir mirip adalah ekstraksi dengan gelombang ultrasonik. Tahap awal menggunakan CO2 superkritis untuk menghilangkan

(8)

ekstraksi menggunakan air panas selama 5 jam. Total waktu yang dibutuhkan

pada metode ini kurang lebih 9 jam. Senyawa fukoidan yang diekstraksi dengan metode ini mempunyai bioaktivitas yang sama dengan metode umum (Tiwari dan

Troy, 2015).

3. Ekstraksi dengan enzim

Enzim yang digunakan untuk ekstraksi senyawa fukoidan adalah 4-α

-D-glukosidase, karbohidrase, alginat liase, dan papain. Enzim akan memecah ikatan 1,4 dan 1,6-α pada polisakarida dinding sel tumbuhan dan dapat mengubah

polimer tidak larut air menjadi materi yang larut dalam air sehingga polisakarida sulfat akan berpindah ke media ekstraksi (Tiwari dan Troy, 2015). Ekstraksi menggunakan enzim menghasilkan senyawa fukoidan dengan bioaktivitas yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan senyawa fukoidan yang diekstraksi dengan menggunakan metode umum. Metode ekstraksi ini dilakukan pada kondisi yang

lemah dan tanpa menggunakan senyawa kimia beracun sehingga dapat langsung digunakan untuk produk makanan atau industri farmasi (Kim, 2012).

4. Ekstraksi autohidrolisis

Autohidrolisis adalah teknik ekstraksi baru yang tidak menggunakan asam atau pelarut sehingga ramah lingkungan. Selama autohidrolisis, materi

terhidrolisis karena adanya ion hidronium pada temperatur yang tinggi. Kondisi ekstraksi pada 180ºC selama 20 menit menghasilkan rendemen fukoidan yang tinggi ( ˃ 16%) (Tiwari dan Troy, 2015).

2.3.2 Pemurnian senyawa fukoidan

Krud fukoidan dimurnikan menjadi beberapa fraksi. Senyawa fukoidan

(9)

Ekstraksi menggunakan enzim menghasilkan senyawa fukoidan dengan berat

molekul yang tinggi. Ekstraksi menggunakan asam menghasilkan fukoidan

dengan berat molekul yang rendah karena asam dapat menginduksi

depolimerisasi. Fraksi ini dapat dipisahkan berdasarkan muatan atau ukuran.

Metode pemurnian yang umum adalah kromatografi penukar ion dan kromatografi

permeasi gel (Tiwari dan Troy, 2015).

1. Kromatografi penukar ion

Senyawa fukoidan mempunyai muatan negatif karena gugus ester sulfat

pada struktur polisakarida sehingga kromatografi penukar ion adalah alat yang

sering digunakan untuk isolasi dan fraksinasi senyawa fukoidan. Senyawa

fukoidan bermuatan negatif akan dipisahkan berdasarkan interaksinya denga fase

diam yang bermuatan positif. Resin yang umum digunakan untuk fraksinasi

senyawa fukoidan adalah DEAE-Selulosa dan Q-Sephadex. Fukoidan dielusi

dengan NaCl dengan konsentrasi bertingkat. Metode ini dapat digunakan untuk

menghasilkan fraksi fukoidan yang mempunyai struktur dan sifat kimia yang

berbeda (Tiwari dan Troy, 2015).

2. Kromatografi permeasi gel

Prinsip kromatografi permeasi gel adalah pemisahan molekul berdasarkan

ukurannya. Ketika molekul sampel berjalan melewati partikel berpori, mereka

akan terpisah berdasarkan perbedaan eksklusi pori pada fase diam. Tahap

pemurnian fukoidan dengan menggunakan kromatografi penukar ion selalu diikuti

dengan kromatografi permeasi gel sehingga garam yag digunakan pada

(10)

untuk pemurnian fukoidan adalah Sephadex G-100. Kromatografi penukar ion dan

permeasi gel mempunyai pengaruh yang kecil terhadap gugus ester sulfat pada polisakarida sehingga tidak berpengaruh terhadap bioaktivitasnya (Tiwari dan

Troy, 2015).

2.4 Artemia salina Leach

Artemia atau brine shrimp adalah jenis udang-udangan primitif. Oleh Linnaeus pada tahun 1778, Artemia diberi nama Cancer salinus. Kemudian pada

tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach (Mudjiman, 1999).

Artemia salina hidup secara planktonik di perairan laut dengan salinitas berkisar antara 15-300 per mil dan suhu antara 25º-30ºC serta nilai pH antara

7,3-8,4. Keistimewaan Artemia salina sebagai plankton adalah memiliki toleransi (kemampuan beradaptasi dan mempertahankan diri) pada kisaran kadar garam

yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi dimana tidak ada satu pun organisme lain mampu bertahan hidup (Mudjiman, 1989).

2.4.1 Klasifikasi Artemia salina

Klasifikasi Artemia salina Leach menurut Harefa (1997), adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Branchiopoda

Bangsa : Anostraca Suku : Artemiidae

Marga : Artemia

(11)

2.4.2 Morfologi

Bentuk Artemia dewasa menyerupai udang kecil. Ukurannya hanya 10-20 mm. Bagian kepala berukuran lebih besar dan kemudian mengecil hingga ke

bagian ekor. Panjang ekor kurang lebih sepertiga dari total panjang tubuh. Di bagian kepala terdapat sepasang mata dan sepasang antenula (sungut). Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki atau secara khusus disebut torakopoda.

Jumlah kaki inilah yang membedakan Artemia dengan spesies dari Crustacea lain yang umumnya hanya memiliki sepuluh pasang kaki. Antara ekor dan pasangan

kaki paling belakang terdapat sepasang alat kelamin, yaitu penis pada jantan dan ovarium pada betina. Ovarium akan menghasilkan telur dan apabila telah masak, telur tersebut kemudian akan menjadi oosit (Harefa, 1997). Morfologi Artemia

salina dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Morfologi Artemia salina Leach (Harefa, 1997) 2.4.3 Siklus hidup

Berdasarkan cara perkembangbiakannya, Artemia terdiri dari dua

(12)

berkembang biak secara partenogenesis, demikian pula sebalikya. Perkembangan

pada jenis biseksual harus melalui proses perkawinan antara induk betina dengan

induk jantan. Sedangkan pada jenis partenogenetik tidak ada perkawinan. Jadi

betinanya akan beranak dengan sendirinya tanpa kawin (Harefa, 1997).

Perkembangbiakan dapat terjadi secara ovovivipar maupun ovipar. Pada

ovovivipar, yang keluar dari induknya sudah berupa Artemia muda yang

dinamakan nauplius. Sedangkan pada cara ovipar, yang keluar dari induknya

berupa telur yang bercangkang tebal, yang dinamakan siste. Untuk menjadi

nauplius harus melalui proses penetasan lebih dahulu. Ovoviviparitas terjadi

apabila keadaan lingkungannya cukup baik, kadar garam kurang dari 150 permil

dan kandungan oksigennya cukup. Sedangkan oviparitas terjadi jika keadaan

lingkungannya memburuk, kadar garam lebih dari 150 permil dan kandungan

oksigennya rendah (Harefa, 1997).

Telur Artemia salina yang kering direndam dalam air laut, akan menetas

dalam waktu 24-36 jam, dari dalam cangkang keluar larva yang disebut nauplius.

Selanjutnya, nauplius akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Setiap kali

mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Tahapan perkembangan

pertama disebut instar I, bentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,4 mm dan

beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerahan karena masih banyak mengandung

cadangan makanan. (Mudjiman, 1989).

Setelah 24 jam menetas, nauplius akan berubah menjadi instar II. Pada

tingkat ini nauplius mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh

karena itu mereka mulai mencari makan dan bersamaan dengan itu cadangan

(13)

jalan menyaring makanannya atau filter feeder. Selama perubahan bentuk terjadi,

nauplius akan mengalami perubahan mata majemuk, antena dan kaki. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap 11 pasang maka nauplius telah berubah

menjadi Artemia salina dewasa. Proses ini berlangsung antara 1-3 minggu. Artemia salina dewasa mempunyai panjang sekitar 1 cm dan beratnya 10 mg. Artemia salina dewasa dapat hidup sampai 6 bulan dan bertelur 4-5 kali. Setiap kali bertelur dapat menghasilkan 50-300 butir telur (Mudjiman, 1989).

2.5 Uji Sitotoksisitas

Dasar dari uji sitotoksik adalah kemampuan sel untuk bertahan hidup karena adanya senyawa toksik. Beberapa uji pendahuluan untuk pencarian obat

kanker antara lain, Metode Potato Disk, Brine Shrimp Lethality Test, dan Uji terhadap Lemna minor L. (McLaughlin dan Lingling, 1998).

2.5.1 Brine shrimp lethality test

Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu, kematian hewan percobaan pada pengujian suatu ekstrak dapat digunakan sebagai

skrining awal terhadap ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga untuk mengetahui komponen zat aktifnya.

Telur Artemia salina Leach dapat dijumpai di toko hewan dengan harga yang murah. Ketika ditempatkan didalam air laut, telur akan pecah dalam waktu 48 jam menghasilkan larva (nauplius) dalam jumlah besar untuk keperluan

eksperimen. Metode BSLT mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya yaitu cepat (24 jam), tidak mahal, dan simpel (tidak diperlukan teknik aseptik), tidak

(14)

2.5.2 Metode potato disk (penghambatan tumor crown gall)

Crown gall adalah penyakit tumor pada tumbuhan yang ditimbulkan oleh strain spesifik dari bakteri gram negatif, Agrobacterium tumefaciens. Bakteri ini

mengandung plasmid yang menginduksi tumor yang membawa DNA pengubah sel tanaman yang normal menjadi sel kanker. Penghambatan tumor crown gall pada potato disk (Solanum tuberosum L.) menunjukkan bahwa bahan tersebut

mempunyai aktivitas biologi. Terdapat kesamaan antara mekanisme terjadinya tumor pada tumbuhan dan pada hewan, senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan tumor pada tumbuhan juga dapat berfungsi sebagai antitumor pada hewan (McLaughlin dan Lingling, 1998).

2.5.3 Uji terhadap Lemna minor L.

Lemna minor L. adalah tumbuhan monokotil yang hidup di daerah perairan. Pada kondisi normal, tanaman ini menghasilkan anak daun. Ekstrak

tumbuhan dan bahan kimia dapat dikatakan berkhasiat sebagai antitumor jika dapat menghambat pertumbuhan anak daun tumbuhan Lemna minor L. (McLaughlin dan Lingling, 1998).

2.6 Spektofotometri Ultraviolet

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Visibel adalah sinar atau cahaya dilewatkan melalui sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya

akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Spektrofotometri UV-Visibel memakai

(15)

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum

ultraviolet dan sinar tampak terdiri atas suatu sitem optik dengan kemampuan

menghasilkan sinar monokromatik dalam jangkauan panjang gelombang

200-800nm. Komponen spektrofotometer UV-Visibel terdiri atas sumber-sumber

sinar, monokromator dan sistem optik (Rohman, 2007).

Data spektrofotometri UV secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk

identifikasi kualitatif suatu obat atau metabolitnya, tetapi jika digabung dengan

cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan

spektroskopi massa dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa

tersebut. Data yangdiperoleh dari spektrofotometri UV adalah panjang gelombang

maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut, yang kesemuanya itu dapat

diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (Published data)

(Rohman, 2007).

2.7 Spektrofotometri Inframerah

Spektrofotometri inframerah merupakan teknik analisis yang sangat

popular untuk analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik,

makanan, cairan biologis, maupun sampel lingkungan. Penggunaan

spektrofotometri inframerah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari

650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah 650 cm-1 disebut

inframerah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi dari 4000 cm-1 disebut inframerah dekat (Sastrohamidjojo, 1985). Daerah yang paling penting untuk analisis kualitatif sistem organik adalah inframerah dekat yang mana kebanyakan

(16)

Spektrofotometer FTIR didasarkan pada ide adanya interferensi radiasi

antara 2 berkas sinar untuk menghasilkan suatu interferogram. Interferogram

merupakan sinyal yang dihasilkan sebagai fungsi perubahan pathlenght antara 2

berkas sinar. Radiasi yang berasal dari sumber sinar dilewatkan melalui

interferometer ke sampel sebelum mencapai detektor. Selama penguatan

(amplifikasi) sinyal, yang mana kontribusi-kontribusi frekuensi tinggi telah

dihilangkan dengan filter, maka data diubah ke bentuk digital dengan suatu

analog-to-digital converter dan dipindahkan ke komputer untuk menjalani transformasi Fourier (Gandjar dan Rohman, 2012).

Spektrofotometri inframerah merupakan teknik analisis kualitatif yang

sangat ampuh karena spektrum IR merupakan spektrum sidik jari yang berarti

tidak ada 2 molekul obat yang mempunyai spektrum IR yang sama, baik jumlah

Gambar

Gambar 2.1 Struktur senyawa fukoidan
Gambar 2.2 Morfologi Artemia salina Leach (Harefa, 1997)

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan itu digunakan agar rumput laut dapat dimanfaatkan secara optimal.Ganggang coklat sangat potensial untuk dibudidayakan, seperti Sargassum dan Turbinaria

 proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau. pengadukan pada temperatur ruangan

Alginat pada industri farmasi digunakan untuk pembuatan suspensi, emulsifier, stabilizer, tablet, salep, kapsul, plester dan filter.Tujuan penelitian untuk mengetahuirendemen serta

Alginat adalah salah satu jenis polisakarida yang terdapat dalam dinding sel alga coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan memegang peranan penting

Pengetahuan itu digunakan agar rumput laut dapat dimanfaatkan secara optimal.Ganggang coklat sangat potensial untuk dibudidayakan, seperti Sargassum dan Turbinaria

Isolasi dan Karaterisasi Serta Uji Aktivitas Fukoidan Sebagai Antikoagulan dari Rumput Laut Coklat (Sargassum crasifolium).Tesis.. Penambahan Rumput Laut

Dicuci dengan air suling sampai netral (pH 7) Ditambahkan Na2CO3 5% sedikit demi sedikit Larutan natrium alginat. Diendapkan dengan

Pengujian dilakukan terhadap fukoidan hasil isolasi dari talus rumput laut coklat Sargassum ilicifolium (Turner) C.Agard menggunakan larva Artemia salina Leach dengan metode