KABUPATEN MUARO JAMBI
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Jambi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan
Oleh
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI
DESEMBER 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Matematika khususnya pada materi pecahan siswa kelas V
di
SD Negeri 52/IX Leban Karas dilakukan secara bertahap. Suatu kenyataan yang
selama ini penulis temukan bahwa hanya sebagian kecil siswa yang mampu
mengikuti pembelajaran Matematika pada materi pecahan dengan baik. Sebagai
gambaran bahwa dalam tahun 2011 terakhir nilai Matematika siswa kelas V masih
dibawah nilai ketuntasan belajar yaitu nilai minimal sebesar 70. Nilai Matematika
pada materi pecahan sendiri pada tahun 201I adalah rata-rata nilai sebesar 55 dan
hanya 26"/o siswa yang memiliki nilai di atas 70, nilai 50-69 sebanyak 2l% dan
sementara sisanya bervariasi ada yang memiliki nilai di bawah 50 yaitu sebanyak
53%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum belum tercapainya ketuntasan
dalam belajar. Hal ini disebabkan tidak tepatnya penggunaan metode yang
digunakan oleh guru. Guru selalu menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Metode atau model pembelajaran lain belum efektif digunakan.
Proses belajar mengajar di dalam kelas melibatkan berbagai komponen antara lain
komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi, sumber belajar, media
pembelajaran, metode dan lain sebagainya. Komponen-komponen tersebut saling
berinteraksi antar sesama komponen. Keberhasilan pengajaran sangat ditentukan
Perubahan tersebut dalam arti dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi yang
dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat memperoleh manfaatnya secara
langsung dalam perkembangan pribadinya.
Hingga saat ini selalu dibicarakan tentang mutu pendidikan serta prestasi
belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu, maka pemerintah bersama para
ahli pendidikan berusaha untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan. Upaya
pembaruan pendidikan telah banyak dilakukan oleh pemerintah diantaranya
melalui seminar, lokakarya dan pelatihan-pelatihan dalam hal pemantapan materi
pelajaran serta metode pembelajaran untuk bidang studi tertentu misalnya IPA,
Matematika dan lain-lain. Sudah banyak usaha yang dilakukan oleh dunia
pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,
khususnya pendidikan Matematika di sekolah, namun belum menampakkan hasil
yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajaran nya maupun dari hasil
prestasi belajar siswa nya.
Banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, khususnya peningkatan mutu pendidikan Matematika masih terus
diupayakan. Dalam berbagai diskusi pendidikan di Indonesia, salah satu sorotan
adalah mutu pendidikan yang dinyatakan rendah bila dibandingkan dengan mutu
pendidikan Negara lain. Salah satu indikator adalah mutu pendidikan Matematika
yang disinyalir telah tergolong memprihatinkan yang ditandai dengan rendahnya
nilai rata-rata Matematika siswa di sekolah yang masih jauh lebih rendah
Tanggung jawab keberhasilan pengajar berada di tangan seorang pendidik.
Artinya, seorang guru harus berupaya semaksimal mungkin untuk mengatur
proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang
diperlukan dalam pengajaran dapat berinteraksi antar sesama komponen. Banyak
usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, serta berbagai
terobosan baik alam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan
pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan.
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa maka guru dituntut untuk
membuat pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat
belajar secara optimal baik di dalam belajar mandiri maupun di dalam
pembelajaran di kelas. Inovasi model-model pembelajaran sangat diperlukan dan
sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model pembelajaran baru yang
dapat memberikan hasil belajar lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran menuju pembaharuan. Agar pembelajaran lebih optimal maka media
pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan pokok bahasan yang
diajarkan di dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dalam hal peningkatan mutu pendidikan, guru juga ikut memegang
peranan penting dalam peningkatan kwalitas siswa dalam belajar Matematika dan
guru harus benar-benar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencanakan
semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga
pengajaran tersebut menjadi efektif.
Dalam upaya mengatasi serta meningkatkan mutu pendidikan Matematika
yang selama ini sangat rendah, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
meningkatkan pengguna model, metode, atau strategi serta kwalitas guru agar
merniliki dasar yang mantap sehingga dapat mentransfer ilmu dalam
mempersiapkan kualitas sumber daya manusia. Secara umum, pendidikan
sebenarnya merupakan suatu faktor rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia.
Kegiatan tersebut dalam dunia pendidikan disebut dengan kegiatan proses belajar
mengajar yang dipengaruhi oleh faktor yang menentukan keberhasilan siswa.
Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam belajar,
yaitu: (l) faktor internal, yaitu yang muncul dari dalam diri sendiri, dan (2) faktor
eksternal, yaitu faktor yang muncul dari luar diri sendiri. Selain itu Matematika
merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai kekhususan dibanding dengan
disiplin ilmu lainnya yang harus memperhatikan hakekat Matematika dan
kemampuan siswa dalam belajar. Tanpa memperhatikan faktor tersebut tujuan
kegiatan belajar tidak akan berhasil. Seorang dikatakan belajar bila dapat
diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.
Guna meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran Matematika,
khususnya pada materi pecahan maka diperlukan upaya tindakan kelas, dalam hal
menggunakan siklus dalam penerapan model kooperatif tipe Jigsaw sebagai model
yang cocok untuk digunakan.
Model pembelajaran Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4 sampai 6
orang siswa, (Arends, 1997). Materi akademik disajikan dalam bentuk teks dan
setiap siswa bertanggung jawab atas penugasan bagian materi belajar dan mampu
mengajar bagian materi tersebut kepada anggota tim lain.
Model pembelajaran tipe Jigsaw membuat siswa menjadi aktif berdiskusi
dengan temannya dalam satu kelompok. Model ini diberikan kepada siswa dengan
maksud agar siswa lebih mandiri dan lebih kreatif dalam menyelesaikan soal-soal
yang berkaitan dengan pecahan. Hal ini tentu saja dapat mengefektifkan kegiatan
pembelajaran dan siswa dapat termotivasi untuk mampu menyelesaikan soal yang
diberikan guru kepada mereka.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini diberi judul "Meningkatkan
Keaktifan Belajar Siswa pada Pembelajaran Pecahan dengan menggunakan Model
Jigsaw di Kelas V SD52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten
Muaro Jambi".
1.2. Rumusan Masalah dan Pemecahan 1.2.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah yang
dikemukakan adalah: "Bagaimana cara meningkatkan keaktifan belajar siswa pada
pembelajaran pecahan dengan menggunakan model Jigsaw di kelas V SD 52/IX.
1.2.2. Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian tindakan
kelas ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw dengan
langkah pembelajaran sebagai berikut:
1. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. 2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai
topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran pada saat ini.
3. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa
ketahui mengenai topik tersebut.
4. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana satu kelompok terdiri dari
empat orang. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama
dalam kelompok, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua,
demikian seterusnya.
5. Siswa diminta membaca atau mengerjakan bagian mereka masing-masing. 6. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau
dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa saling melengkapi dan
berinteraksi antara satu dengan yang lain.
7. Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian cerita yang belum
terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut. 8. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan
pelajaran saat ini. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh
kelas.
9. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para
ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapat bagian yang sama
dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari dan mengerjakan
kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada
rekan-rekannya dalam kelompok.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini efeknya adalah
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran pecahan
dengan menggunakan model Jigsaw di kelas V di SD 52/IX. Leban Karas
Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi.
1.4. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini dirasakan penting, karena hasil penelitian diharapkan dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap pelaksanaan pendidikan di SD 52/IX Leban Karas.
Secara ringkas, hasil penelitian ini diharapkan berguna dan memberikan
manfaat pada:
a. Bagi Siswa, yaitu agar dapat meningkatkan hasil belajar sehingga materi
pecahan yang disajikan oleh guru akan dapat dicerna oleh siswa. b. Bagi Guru, yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan model
pembelajaran tipe jigsaw bermanfaat bagi guru dalam rangka membangkitkan,
meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan,
bahan perbandingan bagi guru kelas yang Iain dalam pembelajaran Matematika. c. Bagi Sekolah, yaitu hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pedoman dalam
proses pembelajaran, khususnya pada bidang studi Matematika dengan demikian
2.1. Keaktifan Belajar
2.1.1. Konsep Keaktifan Belajar
Keaktifan adalah kegiatan atau aktivitas atau segala sesuatu yang
dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik.
Aktivitas tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan
oleh aktivitas non fisik seperti mental, intelektual dan emosional. Keaktifan yang
dimaksudkan disini penekanan nya adalah pada peserta didik, sebab dengan
adanya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi
belajar aktif. belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan peserta didik secara fisik, mental intelektual dan emosional guna
mmperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Belajar aktif sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimum. Ketika peserta didik pasif atau hanya menerima
informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa
yang telah diberikan olah guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu
untuk dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru. Proses pembelajaran
yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan pembelajaran ini sangat
dituntut keaktifan peserta didik, dimana peserta didik adalah subjek yang banyak
melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan. Keaktifan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilaksanakan manakala : (l) pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada
peserta didik, (2) guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman
dalam belajar (3) tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal
peserta didik (kompetensi dasar), (4) pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih
menekankan pada kreativitas peserta didik, meningkatkan kemampuan minimal
nya, dan mencapai peserta didik yang kreatif serta mampu menguasai
konsep-konsep, dan (5) melakukan pengukuran secara kontinyu dalam berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
2.1.1.1. Jenis-jenis Keaktifan dalam Belajar
Menurut Paul D Dierich (2001:20) keaktifan belajar dapat diklasifikasikan
dalam delapan kelompok, yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan,
mengajukan suatu pertanyaan memberi saran, mengemukakan pendapat
wawancara diskusi dan interupsi. c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio
Menulis cerita, menulis laporan memeriksa karangan, bahan-bahan kopi,
membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan angket. e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola. f. Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan
berkebun.
g. Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan mengingatkan, memecahkan masalah, menganalisa
faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan h. Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam
kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan overlap satu sama lain.
2.1.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Belajar
Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, peserta didik juga dapat berlatih untuk
berfikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan-permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping itu, guru juga dapat merekayasa sistem
pembelajaran secara sistematis, sehingga merangsang keaktifan peserta didik
dalam proses pembelajaran. Gagne dan Briggs (2009:35) menyatakan bahwa
Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam
proses pembelajaran, yaitu:
1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik). 3. Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik.
4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari). 5. Memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya.
6. Memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan
7. Memberi umpan balik (feedback)
8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga
kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur.
9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
2.1.2. Makna dan Ciri Belajar
Terdapat titik pertemuan antara berbagai pendapat para ahli mengenai apa
itu hakekat atau esensi dari perbuatan belajar yaitu perubahan perilaku dan
pribadi, namun mengenai apa sesungguhnya yang dipelajari dan bagaimana
manifestasi nya masih tetap merupakan permasalahan yang mengundang
interpretasi paling fundamental mengenai hal ini. Dengan demikian inti dari
belajar yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dilihat dari psikologi adalah
adanya perubahan kematangan bagi anak didik sebagai akibat belajar sedangkan
dilihat dari proses adalah interaksi antara peserta didik dengan pendidik sebagai
proses pembelajaran. Perubahan kematangan ini akibat dari adanya proses
pembelajaran, dan perubahan ini tampak pada perubahan tingkah laku yang
dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar.
Menurut Makmun (2003:159) yang dimaksud dengan perubahan dalam
konteks belajar dapat bersifat fungsional atau struktural, material dan behavioral,
serta keseluruhan pribadi. Pendapat ini sejalan dengan Fathurrahman dan Sutikno
(2009:6) yang mengatakan bahwa belajar sebagai suatu perubahan yang relatif
dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang
belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi
individu dengan lingkungan.
Karakteristik perilaku belajar dilihat dari sudut psikologi pendidikan
disebut juga prinsip-prinsip belajar. Tindakan belajar tampak sebagai perilaku
belajar yang kelihatan dari luar. Berkaitan dengan konsep perubahan dalam
konteks belajar itu dapat bersifat fungsional, atau struktural, material dan
behavioral, serta keseluruhan pribadi. Secara singkat dijelaskan bahwa : (l) belajar
merupakan perubahan fungsional yaitu jiwa manusia terdiri atas sejumlah
fungsional yang memiliki daya atau kemampuan tertentu misalnya daya
mengingat dan daya berpikir, (2) belajar merupakan pelayanan materi
pengetahuan, material dan atau pengayaan pola-pola sambutan (respon) perilaku
baru (behavior), pandangan ini dikemukakan penganut paham ilmu jiwa asosiasi
atau paham empirisme nya Jhon Locke, (3) belajar merupakan perubahan perilaku
dan pribadi secara keseluruhan.
Pemahaman terhadap berbagai teori belajar diperlukan dan penting bagi
para pendidik untuk tugas profesional nya. Chaplin dalam Ekawarna (2009:43)
menegaskan bahwa belajar adalah: (l) perolehan dari sebarang perubahan yang
relatif permanen dalam tingkah laku, sebagai hasil dari praktek atau hasil
pengalaman, (2) proses mendapatkan reaksi-reaksi sebagai hasil dari praktek dan
latihan khusus. Dalam mempelajari hal belajar lewat pengkondisian atau
persyaratan, ada tersedia dua model yaitu pengkondisian klasikal dan
Dalam pengkondisian klasikal proses asasi yang tercakup di dalamnya
adalah pengulangan berpasangan yaitu yang dipasang dari suatu perangsang yang
dikondisioning (yang harus dipelajari), dan satu perangsang yang tidak
dikondisionir atau dipersyaratkan (berkenaan dengan penguatan). Menurut Sagala
(2003:53) perbuatan dan hasil belajar dapat dimanifestasikan dalam wujud: (l)
pertambahan materi pengetahuan berupa fakta, informasi, prinsip hukum atau
kaidah, prosedur atau pola kerja, atau teori sistem nilai-nilai, (2) penguasaan
pola-pola perilaku kognitif (pengamatan proses berpikir, mengingat atau mengenal
kernbali, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan) dan (3) perubahan
dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun yang intangible. Setiap
perilaku belajar tersebut selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik
antara lain seperti dikemukakan berikut ini:
a. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi
terus menerus, yang berpengaruh pada proses belajar selanjutnya b. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual
c. Belajar merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu arah yang ingin dicapai
melalui proses belajar
d. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan
tingkah laku secara integral e. Belajar adalah proses interaksi
f. Belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada yang kompleks
Dari hal tersebut di atas nampak bahwa ciri khas belajar adalah perubahan,
yaitu belajar menghasilkan perubahan perilaku dalam diri siswa. Belajar
menghasilkan perubahan perilaku yang secara relatif tetap dalam berpikir, merasa,
pengalaman, dan pengembangan yang hasilnya tidak dapat diamati secara
langsung.
2.1.3. Konsep Pembelajaran
Di dalam pembelajaran siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran
merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Konsep pembelajaran adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk
memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran
merupakan subset khusus dari pendidikan. Mengajar adalah upaya memberikan
stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses
belajar.
Peranan guru di dalam mengajar bukan semata-mata memberikan
informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar, agar proses
belajar lebih memadai. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang
dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu kemampuan dan atau
nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa yang meliputi
kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang
karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian
bahan belajar dan menjadi indikator sukses nya pelaksanaan pembelajaran.
Bahan pelajaran dalam poses pembelajaran hanya merupakan perangsang
tindakan pendidikan atau guru, juga hanya merupakan tindakan memberikan
dorongan dalam belajar yang tertuju pada pencapaian tujuan belajar. Antara
belajar dan mengajar dengan pendidikan bukanlah sesuatu yang terpisah atau
bertentangan. Justru proses pembelajaran adalah merupakan aspek yang
terintegrasi dari proses pendidikan.
Sudah menjadi kelaziman bahwa proses pembelajaran dipandang sebagai
aspek pendidikan jika berlangsung di sekolah saja. Hal ini menunjukkan bahwa
proses pembelajaran merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan
di sekolah. Dari proses pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar
yang merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar yaitu mengalami proses
untuk meningkatkan kemampuan mentalnya dan tidak mengajar yaitu
membelajarkan siswa. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran
berdasarkan kurikulum yang berlaku, dalam tindakan tersebut guru menggunakan
asas pendidikan maupun teori pendidikan. Guru membuat desain instruksional,
mengacu pada desain ini para siswa menyusun program pembelajaran di rumah
dan bertanggung jawab sendiri atas jadwal pelajar yang dibuatnya. Sementara itu
siswa sebagai pembelajaran di sekolah memiliki kepribadian, pengalaman, dan
tujuan. Siswa tersebut mengalami perkembangan jiwa sesuai azas emansipasi
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2001:297) pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat cara belajar
siswa aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran
sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas
berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Di dalam proses belajar mengajar guru harus memahami hakekat materi
pelajaran yang diajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan berfikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang
dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan
pembelajaran yang matang oleh guru. Ada pendapat beberapa teori yang
mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang efektif di kelas.
Hal ini menggambarkan bahwa orang berpengetahuan adalah orang yang
terampil memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam
menguji hipotesis dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan
pembelajaran diarahkan untuk membangun kemampuan berfikir dan kemampuan
menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu sumbernya dari luar diri,
tetapi di konstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh
dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi dibentuk dan
dikonstruksikan oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu
yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara
maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi
menghendaki aktifitas siswa dalam proses berfikir. Kedua, dalam pembelajaran
membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang
diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang
ada pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Proses pembelajaran atau pengajaran kelas menurut. Dunkin dan Biddle
dalam Ekawarna (2009:44) berada pada empat variabel interaksi yaitu: (l) variabel
pertanda berupa pendidik, (2) variabel konteks berupa peserta didik, sekolah dan
masyarakat, (3) variabel proses berupa interaksi peserta didik dengan pendidik,
dan (4) variabel produk berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Proses pembelajaran akan berjalan baik jika guru
mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (l) kompetensi substansi materi
pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran, dan (2) kompetensi metodologi
pembelajaran.
Seorang guru harus menguasai materi pelajaran, juga menguasai metode
pengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik,
yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran
tidak dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode
yang digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk
menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu dalam merespon perkembangan
tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal dari guru dan media
buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam mengkomunikasikan ilmu
pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam sistem yang mandiri
maupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber
belajar oleh pihak guru maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan
dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar
dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya
interaksi yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah
pencapaian tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan
pada satuan pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru
merupakan kegiatan integralistis antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan
pembelajaran secara metodologi berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan
kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut Knirk
dan Gustafson (1986:15) Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis
melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi
seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.
Di dalam teknologi pembelajaran ada tiga komponen utama yang saling
berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dart kurikulum.
Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal ini
menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti
dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan
dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahapan
rangsangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.
Dalam proses pembelajaran dikembangkan melalui pola pembelajaran yang
menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Curu sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga
penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran
lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
2.1.4. Hasil Belajar
Menurut Winkel (2009:45) hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek
perubahan itu mengacu pada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan
oleh Bloom, Simpson dan Harrow yang mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotor. Menurut Hamalik (2003:155) hasil belajar yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Hasil belajar itu biasanya
dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau kata-kata baik, sedang, kurang dan
sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Djamarah (2001:22) hasil belajar adalah
hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dari
dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk angka atau huruf. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar juga
pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Penilaian hasil belajar, terutama di dalam kelas menurut Yamin dan Ansari
(2009:165) merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah
perencanaan penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah
bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas
dilaksanakan melalui berbagai teknik atau cara seperti penilaian unjuk kerja
(performance), penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian produk, penilaian produk, penilaian kumpulan hasil belajar.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikemukakan kembali bahwa seseorang
dikatakan telah belajar bila terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya yang
diakibatkan adanya interaksi seseorang dengan lingkungan sehingga memperoleh
kecakapan atau pengetahuan baru. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di
atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan.
Pengertian tentang hasil belajar yaitu:
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. 2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
partumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif' mantap, harus
periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan
itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung
berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus
mengesampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh
motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang
yang bisanya hanya berlangsung sementara Tingkah laku yang mengalami
perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik
maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah
atau berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.
Hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama,
yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa itu sendiri (faktor
lingkungan), Dalam hal ini faktor yang datang dari siswa itu sendiri adalah
kemampuan yang telah dimilikinya, dimana faktor kemampuan itu sangat besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain seperti motivasi belajar,
minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi,
faktor tisik dan psikis. Sedangkan faktor dari luar diri siswa adalah kualitas
pengajaran.
Ketuntasan dalam belajar menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah tingkat ketercapaian kompetensi ketuntasan belajar tingkat
ketercapaian setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
2.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 2.2.1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian boleh
kelompok, boleh juga perorangan. Setiap kelompok akan memperoleh
penghargaan jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang baik. Dengan
demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Model pembelajaran kooperatif adalah serangkaian kegiatan belajar yang
dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting yaitu: (l) adanya
peserta dalam kelompok, (2) adanya aturan kelompok, (3) adanya upaya belajar
setiap anggota kelompok dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai. (Slavin,
2010:15).
Pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu
komponen tugas kooperatif dan komponen struktur insentif kooperatif. Tugas
kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan
sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sana mencapai
tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran
untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi
pembelajaran.
2.2.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pengajaran Jigsaw dikembangkan oleh Elliot dan teman-temannya
pada tahun 1978. Model ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif
yang mendorong siswa saling aktif clan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam belajar kelompok hendaknya
anggota kelompok seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuan maupun
karakteristik yang lain. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin
heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat kelompok-kelompok. Bila siswa
membuat kelompok sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang
sangat disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam
kemampuan.
Jumlah siswa dalam kelompok hendaknya dibatasi, agar dapat
bekerjasama dengan baik dan efektif, karena suatu ukuran kelompok
mempengaruhi kemampuan produktifitas nya. Ada beberapa ahli berpendapat
bahwa jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin besar, dapat
mengakibatkan makin kurang efektif kerja sama antara para anggotanya.
Kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Slavin
pernah mengadakan penelitian bahwa jumlah yang paling efektif dalam satu
kelompok adalah 4-6 orang siswa dibandingkan dengan kelompok yang
Dalam kelompok Jigsaw ini anggota kelompok ditugaskan untuk
mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan dan
kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok
lain yang mempelajari materi yang sama. Berikutnya materi tersebut didiskusikan
mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan
tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.
2.2.3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model Jigsaw bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,
mendengarkan, ataupun berbicara. Model ini menggabungkan kegiatan membaca,
menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini dapat juga digunakan
dalam beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Pengetatan Alam, Ilmu Pengetahuan
Sosial, Matematika, Agama dan Bahasa. Model ini cocok untuk semua kelas atau
tingkatan. Adapun langkah-langkah tipe Jigsaw (Lie, l994) adalah:
a. Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian. b. Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan pengenalan mengenai
topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran pada saat ini. Guru bisa
menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui
mengenai topik tersebut.
c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana satu kelompok terdiri dari
empat orang.
d. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama dalam kelompok,
sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua, demikian
seterusnya.
f. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau
dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini; siswa saling melengkapi dan
berinteraksi antara satu dengan yang lain.
g. Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian cerita yang belum
terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut. h. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan
pelajaran saat ini. Diskusi bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh
kelas.
i. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, Siswa bisa membentuk kelompok para
ahli. Siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapat bagian yang sama
dari kelompok lain. Mereka bekerja sama mempelajari dan mengerjakan
bagian tersebut. Kemudian, masing-masing siswa kembali ke kelompoknya
sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekannya
dalam kelompok.
Kelebihan yang model pembelajaran tipe Jigsaw adalah:
1. Memupuk rasa tanggung jawab 2. Dapat bekerjasama antar teman 3. Dapat meningkatkan motivasi belajar
4. Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari 5. Dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa.
Kekurangan menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw:
a. Menggunakan waktu yang lama, apalagi tidak dirancang dengan baik b. Kadangkala ada ketergantungan satu siswa dengan siswa yang lain
Pecahan adalah suatu bilangan yang terdiri dari pembilangan dan penyebut
seperti contoh 12
,
52 dst. Angka 1 dan 2 adalah pembilang, angka 2 dan 5adalah penyebut.
a. Mengubah Pecahan Biasa ke bentuk Persen
Pernahkah kita mendengar kata persen? Dalam kehidupan seharihari
kita sering mendengar dan menemukan istilah persen, misalnya koperasi
menetapkan bunga pinjamannya sebesar 2 persen (2%).Belanja di Toko Murah
selalu memberikan diskon sebesar l0 persen (10%), dan lain-lain.
Persen sebenarnya merupakan bilangan pecahan (bilangan yang
memiliki pembilang dan penyebut). Persen dilambangkan dengan (%).
Contoh:
2
% =
2 100
5
% =
5 100
10
% =
10 100
Cara mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk persen, yaitu dengan cara
mengubah penyebut pecahan tersebut menjadi 100, karena persen merupakan
per seratus.
Mengubah persen ke dalam bentuk pecahan biasa dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1. Dari bentuk persen diubah dulu menjadi pecahan biasa (perseratus) 2. Taksir atau cari pembagi terbesar dari bilangan pembilang dan penyebut 3. Bagi pembilang maupun penyebut dengan bilangan pembagi tersebut Contoh 1:
Pembagi terbesar dari 75 dan 100 adalah 25 maka kedua bilangan 75 dan 100
(pembilang dan penyebut) dibagi oleh bilangan 25 menjadi 75 : 25 = 3
(pembilang) 100 : 25 = 4 (penyebut) jadi : 75% = 2% = 3 4 Contoh 2:
Pembagi terbesar dari 80 dan 100 adalah 20 maka kedua bilangan 80 dan 100
(pembilang dan penyebut) dibagi oleh bilangan 20 menjadi 80 : 20 = 4
(pembilang) 100 : 20 = 5 (penyebut) jadi : 80% = 45
c. Mengubah Pecahan Biasa ke bentuk Desimal
Mengubah pecahan biasa ke dalam bilangan desimal dapat dilakukan dengan
dua cara berikut:
1. Dengan cara dibagi (bagi kurung). Ingat, bahwa (per = bagi). Jadi, untuk
mengubah pecahan menjadi desimal dengan cara pembilang dibagi
penyebut.
Contoh: 14 = 0, 25
2. Dengan cara mengubah penyebut menjadi.l0, 100, atau 1000. Ingat, bahwa
bilangan desimal merupakan bilangan per sepuluh, per seratus, atau per
seribu. Contoh:
1
= 5 = 0,5
2 10
1 = 25 = 0,25
d. Mengubah Desimal ke bentuk Pecahan Biasa
Mengubah bilangan desimal menjadi pecahan biasa caranya hampir sama
dengan cara yang kedua dalam mengubah pecahan biasa menjadi desimal
(diubah menjadi persepuluh, perseratus, per seribu) kemudian pembilang dan
penyebut dibagi dengan angka yang sama. Contoh:
e. Mengubah Desimal ke Bentuk Persen
1. Bilangan desimal diubah dulu menjadi pecahan persepuluh atau perseratus.
Ingat perseratus sama dengan persen. Contoh:
0,75 = 75 = 75%
100
2. Bilangan desimal diubah menjadi pecahan persepuluh atau perseratus
kemudian dikalikan dengan 100. Contoh:
0,
5 =
5 x 100 = 50%
10
f. Mengubah Persen ke bentuk Desimal
Bilangan persen diubah menjadi perseratus dan untuk menjadikan bilangan
Contoh:
50
% =
50
= 0,5 10
0
4
% =
4 = 0,04
100
2.3. Hasil Penelitian yang Relevan
Tidak berhasilnya pembelajaran dalam suatu materi disebabkan beberapa
faktor. Faktor yang menentukan seperti faktor, lingkungan, faktor guru dan faktor
siswa itu sendiri. Faktor guru sering tidak menggunakan media, model atau
metode tertentu sehingga siswa tidak tertarik dengan pembelajaran yang
ditampilkan.
Menurut Ema Delita (2011:52) dalam penelitiannya bahwa model
pembelajaran tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti
dalam penelitiannya di SD Negeri 138/IV Kota Jambi yang menggunakan
pendekatan pembelajaran kooperatif model Jigsaw pada pembelajaran
Matematika. Pembelajaran model Jigsaw bermanfaat membantu siswa dalam
pembelajaran Matematika" ini terlihat dari hasil penelitian terjadi peningkatan
tiap-tiap siklus.
2.4. Kerangka Berpikir
Penulis mengadakan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
keaktifan belajar siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif
model Jigsaw. Adapun kerangka berpikir pada penelitian ini yaitu ditemukannya
siswa. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu melakukan tindakan yang berupa
penggunaan pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Peneliti berharap keaktifan
belajar siswa akan meningkat. Berikut kerangka berpikir penelitian yaitu:
Berdasarkan
permasalahan dan kajian teori,
peneliti merasa perlu mengatasi permasalahan yang ditemukan rendahnya
keaktifan siswa sehingga hasil belajar siswa menurun. Dalam proses pembelajaran
Matematika materi pecahan, guru kurang menarik perhatian siswa yang ditandai
dengan aktifitas siswa dalam menyelesaikan masalah. Untuk itu peneliti
menggunakan salah satu model pembelajaran kooperatif dalam kegiatan
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sangat tepat digunakan,
siswa lebih banyak terlibat langsung dalam pembelajaran. Kegiatan model
pembelajaran tipe Jigsaw memungkinkan keterlibatan siswa secara aktif, saling
membantu dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan perhatian siswa dalam
belajar kelompok.
Keaktifan belajar siswa rendah
Siswa Peningkatan keaktifanbelajar siswa
Model Pembelajaran Jigsaw
Mendorong siswa saling aktif dalam belajar
Mendorong siswa untuk saling membantu
Memotivasi siswa dalam belajar Meningkatkan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah
2.5. Hipotesis Tindakan
Hipotesis yang dikemukakan adalah “Penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran
pecahan di kelas V SD Negeri 52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota
3.1. Subjek Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 52/IX Leban
Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi yang berjumlah 33
orang dengan jumlah siswa Laki-laki sebanyak 13 orang dan siswa perempuan
berjumlah 20 orang.
Dilihat dari latar belakang suku bangsa siswa di kelas V dibagi atas
beberapa golongan atau ras yaitu dari suku Minang, suku Melayu, suku Batak, dan
suku Jawa selain itu latar belakang perekonomian orang tua siswa rata-rata
sebagai petani dan buruh harian lepas.
Dalam proses pembelajaran berlangsung terlihat siswa memiliki beberapa
karakteristik diantaranya bersifat ceria, pemalu, pendiam, dan kritis, namun
ratarata siswa terlihat cenderung kurang aktif dalam proses pembelajaran karena
minat belajar siswa terlihat kurang. Siswa lebih banyak diam, duduk, dan dengar.
Proses pembelajaran didominasi oleh guru dan guru lebih banyak aktif
dibandingkan siswa.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan mulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan
bulan Juni 2012 dilakukan dengan tiga siklus. Sedangkan tempat pelaksanaan
penelitian dilakukan di kelas V SD Negeri 52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi
Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Kondisi SD Negeri 52/IX Leban Karas
seperti berikut:
a. Terletak di desa Leban Karas Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro
Jambi.
b. Gedung permanen terdiri dari 5 kelas, 2 kantor yaitu ruang kepala sekolah dan
ruang guru. serta dilengkapi fasilitas yaitu: 3 kamar mandi, 1 untuk guru dan 2
untuk siswa, kantin, 2 rumah dinas guru serta halaman yang digunakan untuk
upacara dan olahraga.
c. Terdapat 2 lapangan olahraga yaitu lapangan voli dan sepak bola.
d. SD Negeri 52/IX Leban Karas memiliki seorang kepala sekolah, 6 tenaga
pengajar berstatus PNS dan 3 tenaga pengajar honor serta I orang staf TU.
3.3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga siklus, satu kali siklus tindakan
menggunakan dua kali tatap muka dalam waktu dua jam pelajaran (2 x 35 menit).
Masing-masing siklus dalam penelitian tindakan di kelas ini dibagi dalam 4
(empat) tahap kegiatan, empat tahap kegiatan dimaksud adalah:
1. Perencanaan 2. Pelaksanaan
3. Observasi/ Evaluasi 4. Analisis dan Refleksi
3.3.1. Perencanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus. Adapun tahapan
Perencanaan dilaksanakan sebelum pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan
dilaksanakan oleh guru sebagai peneliti berkolaborasi dengan kepah sekolah dan
teman sejawat sebagai rekan diskusi. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap
perencanaan ini meliputi:
a. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan
disampaikan pada siswa
b. Membuat skenario pembelajaran
c. Membuat Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) d. Membuat lembar kerja siswa
e. Mempersiapkan sarana belajar
f. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar siswa
ketika pelaksanaan tindakan dan lembar observasi untuk melihat aktivitas guru
dalam proses pembelajaran
g. Mendesain alat evaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam
pelaksanaan tindakan dan lembar observasi untuk melihat aktifitas guru
selama proses pembelajaran.
3.3.2. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan sendiri oleh peneliti di kelas IV .sebagai guru
Matematika dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kegiatan Awal
a. Apersepsi, guru mengajak siswa untuk mengingat pembelajaran
Matematika yang telah dipelajari
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
c. Guru memberikan motivasi pada siswa dengan mengaitkan pembelajaran
pecahan dengan kegiatan sehari-hari 2. Kegiatan Inti
Sebelum proses pembelajaran dimulai guru memberikan penjelasan
tentang cara kerja yang harus ditempuh siswa secara bertahap. Guru
mempersiapkan materi atau tugas yang harus dipelajari siswa secara
berkelompok. Setelah dipersiapkan guru langsung memberikan materi dan
tugas pada masing-masing kelompok. Guru membagi siswa dalam
beberapa kelompok yang mana setiap kelompok terdiri dari 4 orang secara
heterogen yaitu berdasarkan jenis kelamin, kecerdasan, suku dan agama b. Elaborasi
Siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan membahas materi
yang diberikan oleh guru. Setelah menyelesaikan tugas dalam kelompok
utusan kelompok bertemu untuk menyesuaikan hasil diskusi dalam
kelompoknya dengan kelompok lain. Utusan kelompok kembali ke
kelompok asalnya dan menyampaikan hasil dari beberapa kelompok lain.
c. Konfirmasi
Setelah selesai menyampaikan hasil dari tim ahli (utusan kelompok),
utusan kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru
menanggapi pekerjaan atau hasil jawaban siswa dan memberi informasi
yang sebenarnya atau jawaban yang benar. Setelah selesai kegiatan
kelompok, guru mengadakan tes atau evaluasi. Evaluasi dilakukan secara
individu dan tidak boleh saling membantu. 3. Kegiatan Akhir
Pemberian umpan balik, yaitu mengadakan tanya jawab tentang materi
pecahan. Hal ini untuk mengukur pemahaman siswa terhadap penguasaan
materi pecahan. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, mengadakan
3.3.3. Observasi dan Evaluasi
Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Dalam
melakukan observasi peneliti berkolaborasi dengan seorang guru dan dalam
melakukan observasi terhadap keaktifan siswa dalam belajar, hal ini dilakukan
karena observasi terdapat kelompok tidak mungkin dilakukan oleh satu orang
guru saja.
Lembar observasi siswa akan mengukur kualitas tentang: (l) kerja sama
dengan kelompok, (2) diskusi kelompok, (3) siswa bertanya, (1) menjawab
pertanyaan, (5) mengoreksi hasil pekerjaan teman sekelompok dan (6)
mengerjakan tugas individu.
Adapun indikator yang di observasi untuk aktifitas guru adalah (1)
apersepsi, guru mengingatkan kembali materi sebelumnya dan menghubungkan
dengan materi yang akan di bahas, (2) menyebutkan materi atau sub pokok
bahasan yang akan dibahas, (3) memberi tahu kompetensi yang akan dicapai, (4)
membentuk kelompok siswa secara heterogen, (5) tugas yang diberikan per
kelompok, (6) memperhatikan siswa bekerja dalam kelompok, (7) memberikan
penghargaan pada kelompok yang telah selesai mengerjakan tugas, (8)
mengumpulkan hasil diskusi siswa, (9) pemberian kegiatan umpan balik, (10)
guru mengadakan evaluasi secara individual, (11) menyimpulkan hasil
pembelajaran dan (12) pemberian tindak lanjut.
Hasil observasi merupakan bentuk data masukan untuk melihat
kekurangan perlu ditindak lanjuti sedangkan hasil belajar yang baik
dipertahankan. Untuk menentukan langkah-langkah perbandingan pada proses
pembelajaran siklus berikutnya menjadi lebih baik sehingga tercipta suasana
belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan.
Evaluasi dilakukan setelah pembelajaran berakhir. Di dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif model Jigsaw belajar dengan
kelompok, namun untuk evaluasi tetap dilakukan dengan individu. Evaluasi untuk
mengukur penguasaan materi yang telah diberikan dan mengetahui hasil belajar.
3.3.4. Analisa dan Refleksi
Refleksi terhadap hasil observasi dilakukan dalam dua tahap yaitu setelah
selesai satu kali pertemuan dan setelah selesai setiap satu siklus. Refleksi
dilakukan secara bersama oleh peneliti dan guru berkolaborasi. Peneliti dan guru
berkolaborasi membahas, mengevaluasi dan menentukan tindak lanjut setiap
temuan yang telah direkam selama proses pembelajaran dengan alat observasi.
Refleksi merupakan tahapan tindak lanjut dari tahapan observasi dan
evaluasi. Tahapan refleksi merupakan tahapan pemberian tanggapan terhadap hasil
observasi dan evaluasi yang sudah dilaksanakan. Hasil observasi dan evaluasi
yang menunjukkan hasil yang tidak baik akan diberikan refleksi dengan
melakukan perbaikan-perbaikan pada bagian-bagian yang ditemukan
ditemukan kekuatan, maka akan direfleksi dengan melakukan
peningkatan-peningkatan.
3.4. Teknik Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Cara yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
a. Data aktifitas belajar siswa dan aktifitas mengajar guru yang diambil dari
lembar observasi yang dilakukan oleh pengamat saat pelaksanaan
penelitian.
b. Data hasil belajar siswa diambil melalaui tes yang dilakukan dalam tiga
siklus.
2. Analisis Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui catatan lapangan dan lembar
observasi yang berupa catatan temuan-temuan atau tindakan yang peneliti
lakukan selama berlangsung proses pembelajaran. a. Analisa Data Kualitatif
Analisa terhadap data kualitatif yaitu analisis terhadap hasil observasi yang
dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan alat bantu
yang telah disiapkan berupa catatan berdasarkan lembar observasi.
Analisis terhadap data kualitatif yaitu dengan pengambilan data tentang
keaktifan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Pengolahan data
tentang aktifitas guru dari seluruh indikator dalam satu kali pertemuan
dirumuskan sebagai berikut:
Persentase Skor Aktifitas Guru = Jumlah Skor yang diperoleh x 100% Jumlah Skor Maksimal
Kriteria Keaktifan Guru:
60% - 75% : Cukup Baik 40% - 59% : Kurang Baik
0% - 39% : Sangat Kurang Baik
Setelah diketahui persentase skor aktifitas guru maka dapat dianalisa
rata-rata persentase skor aktifitas guru per indikator dari setiap siklus dan
dirumuskan sebagai berikut:
Persentase Jumlah Skor
Aktifitas Guru Per Indikator =
Jumlah Skor yang diperoleh
x 100%
Jumlah Skor Maksimal
Tahap berikutnya yaitu pengolahan data indikator dan per individu yakni
dengan observasi kegiatan siswa. Berikut rumus skor aktifitas siswa per
indikator menurut tentang aktifitas siswa per cara menggunakan lembar
untuk mengolah persentase Trianti (2007:52).
Persentase Jumlah Skor
Aktifitas Siswa Per Indikator =
Jumlah Skor yang diperoleh
x 100%
Selain itu untuk mengolah data tentang aktifitas siswa per individu,
dengan menggunakan rumus:
Persentase Jumlah Skor
Aktifitas Siswa Per Individu =
Jumlah Skor yang diperoleh
x 100%
Jumlah Skor Maksimal
Kriteria Keberhasilan:
4 : Sangat Aktif 3 : Aktif
b. Analisa Data Kuantitatif
Data kuantitatif berupa hasil belajar siswa yang dilakukan setiap akhir
siklus tindakan, dengan memberikan tes yang menggunakan lembar kerja
siswa (LKS) atau alat evaluasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
analisis data kuantitatif yaitu:
1. Siswa diberi tugas dalam lembar kerja siswa (LKS) atau alat evaluasi 2. Peneliti mengamati kegiatan siswa dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru
3. Peneliti bersama guru berkolaborasi dan menilai tugas siswa
4. Menganalisa hasil belajar siswa yaitu ketuntasan belajar individual.
Siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika nilai siswa telah mencapai
standar ketuntasan minimum yakni dengan nilai 65.
5. Penilaian hasil belajar individu yaitu nilai hasil belajar untuk setiap
individu dianalisis dengan menggunakan rumus menurut Trianti
(2007:86) sebagai berikut :
Nilai Per
Siswa =
Jumlah Skor yang diperoleh
x 100 Jumlah Skor Maksimal
Selanjutnya data dari nilai individu setiap pertemuan dalam satu siklus
dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata per siswa yang
dirumuskan:
Nilai Rata-rata Per Siswa = Jumlah Skor yang diperoleh 2
c. Ketuntasan Belajar secara Klasikal
Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi oleh kelas, maka
pengolahan hasil penelitian dilakukan dengan menghitung rata-rata yang
dicapai siswa dalam evaluasi secara keseluruhan. Untuk menghitung
Persentase Ketuntasan Belajar Secara
Klasikal =
Jumlah Siswa yang Tuntas Jumlah Siswa Seluruhnya
Selanjutnya data dari persentase ketuntasan belajar klasikal dapat di
interpretasi dalam beberapa kriteria.
3.5. Kriteria Keberhasilan
Penelitian tindakan kelas ini berhasil apabila terjadi peningkatan kualitas
pelaksanaan pembelajaran pada materi pecahan yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw jika mencapai nilai standar kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yaitu nilai 65 dengan persentase ketuntasan klasikal
mencapai 100% dan aktifitas siswa dikatakan aktif jika mencapai nilai persentase
mencapai 70%.
3.6. Metrik Metode Penelitian
Judul: "Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa pada Pembelajaran
Pecahan dengan menggunakan Model Jigsaw di Kelas V SD 52/IX Leban Karas
Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi".
belajar
kelas V Datakuantitatif berupa nilai
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahapan ini dilakukan dalam bentuk
tahapan-tahapan yang dalam penelitian ini disebut siklus. Pada tahapan atau siklus
dibuat fase perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/ observasi dan refleksi.
Penelitian ini mempunyai rencana kegiatan sebagai berikut:
Kegiatan Maret Bulan (Tahun 2012)April Mei Juni
A. Tahapan Persiapan:
1. Menyiapkan RPP, Materi Ajar
2. Menyiapkan Instrumen Ukur
B. Tahap Pelaksanaan:
1. Pelaksanaan Siklus I a. Tahap Perencanaan I b. Tahap Implementasi
Tindakan: Tindakan 1 Tindakan 2 Tindakan 3 2. Pelaksanaan Siklus II
Tindakan: Tindakan 1 Tindakan 2 Tindakan 3
C. Tahap Pelaporan
1. Tabulasi dan Analisis Data 2. Penyusunan draft hasil
penelitian
3. Seminar draft hasil penelitian
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan meningkatkan keaktifan siswa pada
saat pembelajaran dan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
Jigsaw pada siswa kelas V SD Negeri 52/IX Leban Karas Kecamatan Jambi Luar
Kota Kabupaten Muaro Jambi.
4.1.1. Hasil Penelitian Siklus I
Penelitian siklus I dilaksanakan pada tanggal 11 dan l3 April 2012. Setiap
pertemuan dilakukan selama dua jam pelajaran. Penelitian ini dibagi dalam 4
(empat) kegiatan yaitu: l) perencanaan 2) pelaksanaan tindakan 3) observasi dan
evaluasi dan 4) analisis dan refleksi.
4.1.1.1. Perencanaan Siklus I
Pada tahap perencanaan siklus I yang menggunakan model pembelajaran
Jigsaw yaitu mempersiapkan perangkat pembelajaran yang akan dilakukan pada
tahap pelaksanaan tindakan. Adapun persiapan yang dibuat adalah:
1. Menganalisis
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 3. Menyediakan Media Pembelajaran.
4. Membuat Lembar Kerja Siswa.
5. Membuat instrumen Penelitian Aktivitas Siswa.
6. Membuat Lembar Observasi Aktivitas Siswa dan Curu. 7. Membuat alat evaluasi pembelajaran.
4.1.1.2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Pelaksanaan tindakan yang dilakukan pada siklus I yaitu:
1. Kegiatan Awal
a. Apersepsi, guru mengajak siswa untuk mengingat pembelajaran
Matematika yang telah dipelajari pada kelas IV tentang menentukan
pecahan.
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari tentang
mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk persen serta sebaliknya.
c. Curu memberikan motivasi pada siswa dengan mengaitkan pembelajaran
pecahan dengan kegiatan sehari-hari misalnya diskon. 2. Kegiatan Inti
a. Eksplorasi
Sebelum proses pembelajaran dimulai guru memberikan penjelasan
tentang cara kerja kelompok yang harus ditempuh siswa secara bertahap.
Guru mempersiapkan materi atau tugas yang harus dipelajari siswa secara
berkelompok. Setelah dipersiapkan guru langsung memberikan materi dari
tugas pada masing-masing kelompok. Guru membagi siswa dalam
beberapa
kelompok yang mana setiap kelompok terdiri dari 4 orang secara
heterogen yaitu berdasarkan jenis kelamin, kecerdasan, suku dan agama.
Dalam satu kelompok tugas masing-masing siswa berbeda dan semua
kelompok tugasnya sama. Siswa nomor 1 mengerjakan soal mengubah
pecahan biasa ke bentuk persen yaitu 1
2 = ….. %, dan siswa nomor 2
mengerjakan soal tentang mengubah pecahan biasa ke bentuk persen yaitu
1
ke bentuk pecahan biasa yaitu 20% = ……. , dan siswa nomor 4
mengerjakan soal tentang mengubah persen ke pecahan biasa yaitu 30% =
……. b. Elaborasi
Siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan membahas materi
yang berbeda yang diberikan oleh guru. Setelah menyelesaikan tugas
dalam kelompok, utusan kelompok bertemu untuk menyesuaikan hasil
diskusi dalam kelompoknya dengan kelompok lain. Siswa saling
mengemukakan pendapatnya di dalam kelompok tim ahli. Utusan
kelompok tim ahli kembali ke kelompok asalnya dan menyampaikan hasil
dari beberapa kelompok lain kepada teman-temannya.
c. Konfirmasi
Setelah selesai menyampaikan hasil dari tim ahli (utusan kelompok),
utusan kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru
menanggapi pekerjaan atau hasil jawaban siswa dan memberi informasi
yang sebenamya atau jawaban yang benar. Setelah selesai kegiatan
kelompok, guru mengedarkan tes atau evaluasi. Evaluasi dilakukan secara
individu dan tidak boleh saling membantu dan ternyata hasil kerja
kelompoknya sangat kurang aktif. 3. Kegiatan Akhir
Pemberian umpan balik, yaitu mengadakan tanya jawab tentang materi
yang telah dipelajari yaitu mengubah pecahan ke dalam bentuk persen. Hal ini
untuk mengukur pemahaman siswa terhadap penguasaan materi pecahan.
Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran. Guru memberikan tugas
pelajaran dengan mengucapkan salam dan menyampaikan materi yang akan
datang tentang mengubah pecahan biasa ke bentuk desimal dan sebaliknya. Narasi pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus I ini diawali
dengan kegiatan apersepsi dengan memberikan pertanyaan pada siswa sebagai
berikut "masih ingat kah kalian mengenai pecahan waktu di kelas IV dahulu?"
dan "coba sebutkan pecahan yang anak-anak ketahui?” Pada tahap ini hampir
seluruh siswa merespon, siswa saling tunjuk tangan untuk mengemukakan
jawabannya, jawaban siswa rata-rata cukup benar. Tahap selanjutnya
dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran yakni agar siswa dapat
memahami cara menentukan pecahan biasa ke bentuk persen serta sebaliknya
secara garis besar. Siswa tampak antusias memperhatikan guru berbicara.
Selanjutnya di tahap akhir kegiatan awal ini guru memberikan motivasi pada
siswa dengan mengaitkan pembelajaran pecahan dengan kegiatan sehari-hari,
contohnya menentukan nilai persen dalam bentuk diskon sesuatu benda atau
barang. Siswa pun menjawab diskon membeli pakaian 20% dan lain
sebagainya, ada juga beberapa siswa yang salah menjawab lalu guru
membenarkan dengan mengajak siswa yang lain untuk membenarkan jawaban
temannya yang salah. Pada kegiatan inti, langkah pertama guru telah
mempersiapkan LKS yang berisi soal-soal yang harus dikerjakan siswa
nantinya, dengan materi mengubah pecahan biasa ke bentuk persen dan
sebaliknya. Kedua guru memberikan tugas LKS tersebut kepada
masing-masing siswa untuk dikerjakan tanpa boleh saling membantu dengan teman,
namun guru telah menjelaskan secara garis besar dan contoh cara
kelompok berjumlah 4 orang secara heterogen yakni berdasarkan tingkat
prestasi, jenis kelamin, agama dan suku bangsa. Dalam satu kelompok
tugasnya berbeda-beda, tetapi sernua kelompok tugasnya sama. Siswa nomor
1 mengerjakan soal mengubah pecahan biasa ke bentuk persen yaitu 12 =
………% dan siswa nomor 2 mengerjakan soal tentang mengubah pecahan
biasa ke bentuk persen yaitu 1
5 = ……..%, siswa nomor 3 mengerjakan
soal tentang mengubah persen ke bentuk pecahan biasa yaitu 30% = ……..,
dan siswa nomor 4 mengerjakan soal tentang mengubah persen ke pecahan
biasa yaitu 30% = …….. setelah menyelesaikan tugasnya, siswa membentuk
kelompok baru (tim ahli). Siswa mengemukakan pendapatnya di dalam
kelompok tim ahli. Setelah sepakat semuanya bahwa jawaban telah
ditemukan. Utusan kelompok tim ahli kembali ke kelompok asalnya, dan
menyampaikan hasil diskusinya kepada teman-temannya. Setelah itu utusan
kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru menanggapi
pekerjaan atau hasil jawaban siswa dan memberi informasi yang sebenarnya
atau jawaban yang benar. Selesai kegiatan kelompok, guru mengadakan tes
atau evaluasi, yang dilakukan secara individu dan tidak boleh saling
membantu, dan semua siswa tampak mengerjakannya dengan baik. Diakhir
kegiatan inti guru memberikan penghargaan kelompok berupa tepuk tangan
dan penilaian dihitung dari peningkatan individual siswa pada skor tes. Pada kegiatan akhir guru melakukan kegiatan umpan balik yakni
Kegiatan ini untuk melihat seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi
yang telah diberikan, pada tahap ini siswa masih banyak yang salah
mengoreksi hasil pekerjaan teman sekelompok. Tahap selanjutnya guru
memberikan kesimpulan atas materi yang telah dipelajari dan akhir kegiatan
guru memberikan kegiatan tindak lanjut yaitu menyuruh siswa untuk
mempelajari materi pertemuan yang akan datang tentang mengubah pecahan
biasa ke bentuk desimal dan sebaliknya.
4.1.1.3. Observasi dan Evaluasi Siklus I
1. Observasi
Pada saat pembelajaran dilakukan observasi terhadap aktivitas guru
dur siswa. Selama pelaksanaan pembelajaran siklus I peneliti
berkolaborasi dengan supervisor sebagai pengamat/observer. Tugas
observer adalah mengamati jalannya pembelajaran pada siklus I
dengan panduan lembar observasi, yang telah tersedia. Adapun
hal-hal yang akan dinilai dalam pengamatan meliputi: 1. Pra Pembelajaran
2. Kegiatan Membuka pelajaran 3. Kegiatan Inti Pembelajaran
a. Pelaksanaan materi pembelajaran b. Strategi pola pembelajaran c. Pemanfaatan media pembelajaran d. Penilaian proses dan hasil belajar 4. Penutup
Pada Tabel 4.1 akan dilihat hasil observasi aktivitas guru dalam
pembelajaran Matematika yang menggunakan model
pembelajaran Jigsaw.
Tabel 4.1. Hasil Rekapitulasi Observasi Aktivitas Guru Siklus I
1 2
1
Apresiasi, guru mengingatkan kembali materi sebelumnya dan menghubungkan dengan materi yang akan dibahas
3 3 6 75 CukupBaik
2 Menyebutkan materi atau sub pokok bahasan yang akan dibahas 3 4 7 87 SangatBaik
3 Memberi tahu kompetensi yang akan dicapai 3 3 6 75 CukupBaik
4 Membentuk kelompok siswa
secara heterogen 3 3 6 75
Cukup Baik 5 Tugas yang diberikan per
kelompok 3 3 6 75
Cukup Baik 6 Memperhatikan siswa bekerja dengan kelompok 3 3 6 75 CukupBaik
7
Memberikan penghargaan pada kelompok yang telah selesai mengerjakan tugas
2 3 5 62 CukupBaik
8 Mengumpulkan hasil diskusi siswa 4 4 8 100 SangatBaik
9 Pemberian kegiatan umpan balik 3 3 6 75 CukupBaik
10 Guru mengadakan evaluasi secara individual 3 3 36 75 CukupBaik
11 Menyiapkan hasil pembelajaran 2 3 5 62 CukupBaik
12 Pemberian tindak lanjut 4 4 8 10
0
Sangat Baik
Jumlah Skor 36 39 75 93
6 Persentase Skor Aktivitas Guru 75 81
Rata-rata Persentase Skor Aktivitas Guru Seluruh Indikator 78
Pada Tabel 4.1 aktifitas guru mencapai skor 78% dikategorikan baik.
Beberapa indikator yang perlu ditingkatkan yaitu pada apersepsi
mengingatkan kembali materi sebelumnya dan menghubungkan dengan. materi
yang akan dibahas, memberi tahu kompetensi yang akan dicapai, membentuk
kelompok siswa secara heterogen, tugas yang diberikan per kelompok,