Jurnal Skripsi, V0l. 1, Edisi 1, Juli 2016 hlm. 1
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM
PEMBELAJARAN IPS DI SD
Hari Puji Hatmoko
1, Mamad Kasmad
2, Suhaedah
3(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Cikopo Tahun Ajaran 2015-2016)
Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Purwakarta
hari.puji@student.upi.edu, mamadkasmad@upi.edu suhaedah@upi.edu.
Abstrak
Penelitian ini berlatar belakang pada masalah yang dihadapi oleh siswa saat mengerjakan soal UTS IPS. Rata-rata siswa yang mendapatkan skor UTS sangat kecil yaitu sebesar 65. Sedangkan KKM yang ditetapkan adalah 65. Ini menunjukan bahwa siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Selain itu hasil belajar siswa juga menjadi masalah yang tak kalah pentingnya. Sehingga peneliti mencoba untuk berkontribusi secara dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya di mata pelajaran IPS. Penelitian ini berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS di SD”. Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengingkatkan hasil belajar siswa dan aktivitias siswa saat penerapan model cooperative learning tipe group investigation. Dalam penerapan model ini, ada enam tahapan yang harus dilalui oleh siswa dan guru, yaitu. Memilih topik, perencanaan yang kooperatif, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi hasil final, dan evaluasi. Setiap tahapan yang dilalui oleh siswa dan guru harus dilalui dengan baik dan cermat. Dalam proses pembelajarannya, guru memiliki posisi sebagai motivator dan fasilitator ketika proses belajar sedang berlangsung. Sedangkan untuk penggunaannya, siswa dibagi menjadi empat sampai enam orang dalam satu kelompoknya. Sehingga memungkinkan siswa untuk bisa berkontribusi secara nyata dalam kelompoknya, membagi pengetahuan dan pengalamannya. Metode penelitian ini menggunakan PTK atau penelitian tindakan kelas. Dimana terdapat tahap perencanan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Di dalam setiap prosesnya, peneliti menggunakan seara bertahap dua sklius. Dan ketika siklus ini berlangsung peiliti menggunakan dua siklus saja, dan menggunakan data UTS guru sebagai awal dari tahap pelaksanaan setelah tahap perencanaan. Prosentase yang didapat siswa pada siklus I adalah sebesar 73% ini menunjukan siswa belum lulus dalam daya serap klasikalnya, dan ketika proses siklus II berlangmsung, siswa mendapatkan prosentase sebesar 85,19%.
Kata Kunci: Hasil Belajar, IPS, PTK.
1
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Purwakarta, NIM 1205215 2 Dosen penanggung jawab
3
Hari Puji Hatmoko, Model Cooperative Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IMPROVE STUDENT LEARNING OUTCOMES
IN LEARNING IPS IN SD
Hari Puji Hatmoko
1, Mamad Kasmad
2, Suhaedah
3(Class Action Research Students of Class IV SDN 1 Cikopo Academic Year 2015-2016)
PGSD Programs, Faculty of Education, University of Indonesia campus Purwakarta
hari.puji@student.upi.edu, mamadkasmad@upi.edusuhaedah@upi.edu.
Abstract
This research background on the problems faced by the students while work on the problems UTS IPS. Average score UTS students who earn very little that is equal to 65. While the KKM is set at 65. This shows that students are less interested in social science subjects. In addition the results of student learning is also an issue that is no less important. So researchers are trying to contribute in order to improve student learning outcomes, especially in social studies. This study entitled "Application of Model Cooperative Learning type Group Investigation for Improving Learning Outcomes in Learning social studies in elementary school". The purpose of this study is meant to remind the students' achievements and the activities of the students while the application of the model of cooperative learning type group investigation. In the application of this model, there are six stages that must be passed by students and teachers, that is. Choosing a topic, cooperative planning, implementation, analysis and synthesis, presentation of the final results, and evaluation. Each of the stages through which students and teachers have to pass well and carefully. In the process of learning, teachers have a position as a motivator and facilitator when the learning process is ongoing. As for its use, students were divided into four to six people in one group. Thus allowing students to be able to contribute significantly in the group, share knowledge and experiences. This research method using PTK or classroom action research. Where there is a stage of planning, implementation, observation, and reflection. In each process, the researchers used two sklius gradually queried. And when this cycle lasts peiliti using two cycles only, and use the data as a teacher UTS beginning of the implementation phase after the planning stage. The percentage of students who gained the first cycle is 73% on This shows the student has not passed in absorption klasikalnya, and when the second cycle berlangmsung, students get a percentage of 85.19%.
Jurnal Skripsi, V0l. 1, Edisi 1, Juli 2016 hlm. 3
LATAR BELAKARNG
Pendidikan merupakan hal
yang menjadi perhatian setiap
masyarakat, baik domestik maupun luar negeri. Ini merupakan bentuk antusiasme masrakata dunia yang memiliki keprihatinan yang cukup mendalam atas nama pendidikan. Pendidikan mengajarkan kepada kita untuk bsia menunjukan rasa kualitas baik mengenai cara berinteraksi sosial yang memiliki kecakapan. Hal ini dapat kita temui di mapel ilmu
social yang menekankan salah
satunya adalah keterampilan untuk berinteraksi secara nyata secara sosial. Social science merupakan
mapel yang menekankan siswa
untukn bisa beriteraksi satu sama lain
dengan menggunakan penerapan
baik, guna siswa menjadi manusia
yang mampu menjadi pelopor
kepemimpinan suatu bangsa. Maka dari itu dirasa oerlu oleh semua segenap masyatkata untuk disiplin dalam mendalami secara nyata mata pelajaran social sciencee. Social scence seperti yang dikemukakan
oleh Maryanti ‘social studies
memliki prnan pnting dalam tugas mulia dan menjadi pondasi penting
bagi penbangnan intelektual,
emsoional, kltural, and student
sociality’. Jelas penekanan
pengertian diatas merupakan satu rujukan yang nyata, bahwa social science merupakan hal yang perlu di
sadari secara bersama untuk
kemajuan intelektual siswa di dunia nyata, serta untuk mampu berdaptasi dengan kerasnya dunia ini. Lebih mengerucut kepada kegiatan siswa di elementary school, pengetahuan ilmu sosial ternyata tidak segamblang yang disajikan dalam rujukan. Hal ini didukung oleh fakta yang ada, bahwa
skor mapel tersebut ketika ujian tengah semester masih memiliki skor yang kecil, sedangkan untuk KKM mapel ini adalah 65. Dan secara kenyataan siswa hanya mendapat skor yang amat kecil di bawah 65.
Maryani (2009) menyatakan bahwa “social studies mempunyai tugas yang mulia dan menjadi fondasi penting bagi pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik”. Maka dari itu sosial studies memiliki tugas yang mulia yang menakankan siswa untuk menjadi manusia yang memiliki rasa
internal dirinya yaitu menjadi
manusia yang memiliki intelektual tinggi, emosional, kultiral, dan sosial. Bila dijabarkan secara terperinci
maksud dari intelektual adalah
kecerdasan yang ada pada diri siswa, sehingga siswa memiliki kelebihan lain dari dalam dirinya yang bisa diuunggulkan, intelektual secra nyata dalam kebiasaan siswa adalah soal kepintiran dan kecenderungan untuk menyelesaikan sebuah pemarsalahan.
Kemudia selanjutnya adalah
emosional, emosional disini adalah siswa diajarkan secara menyekuruh di internla social science mengenai
bagaimana caranya untuk
menyesuaikan diri dalam kehidupan sosialnya. Sehingga siswa mampu
untuk menjadi manusia yang
menguasai dirinya sendiri.
Selanjutnya adalah kultural.
Pengertiannya adalah siswa diajarkan
untuk menjadi manusia yang
memiliki kepribadian dalam
menghargai sebuah budaya yang ada di daerah sekitarnya. Maka dari itu secra intelektual, emsoinal, dan
kultiral adalah siswa mampu
menghargai sebuah perbedaan yang
Hari Puji Hatmoko, Model Cooperative Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar
sosial peserta didik, dimana maksud yang ditunhukan secara nyata dan gamblang adalah siswa mampu mengkolaborasikan ke empat aspek yang sudah disebutkan tadi menjadi satu kesatuan dalam tujuan hidupnya untuk diaplikasikan seara nyata dalam dunia kehidupannua secara reall. Pengertian diatas merupakan gambaran umum tentang IPS sebagai
tuntutan sebuah ilmu dalam
mejadikan siswa sebgai individu yang bertanggung jawab.
Penelitian ini sndiri dilakukan dan diaplikasikan di SDN 1 Cikopo Kec, Bungursaru Kab, Purwakarta. Dimana terdapat suathu kasus siswa
mendapatkan skor ketika UTS
dengan rata-rata nilai yang kurang
memuaskan yaitu sebesar 65.
Sedangkan untuk KKM sendiri yang
diterapkan adalah 65. Ini
menunjukan secara nyata bahwa mapel IPS sangat tidak berguna secara akademik di kehidupan siswa. Maka dari itu peneliti tergugash
untuk melaksanakan penelitian
secara nyata dengan aksi sebuah bangunan yang memiliki arsitektur yang cukup baik menjadikan sekolah ini menjadi daya tarik sendiri bagai masyarakat sekitar. Para warga
kebanyakan merupakan buruh
pabrik, petani, dan guru sebagian
kecil. Ini menunjukan suatu
perbedaan kultur yang sangat tinggi dalam pergaulan masyarakat yang ada. Selain itu SD tersebut juga merupakan sekolah favorit dan rujukan, akhirnya siswa yang sekolah
memiliki jumlah siswa secara
keselruhan sebanyakn 52 siswa. Setiap individu yang ada memiliki karakteristik yang berbeda di setiap kelasnya. Kelas empat merupakan
kelas yang didominasi oleh
orangorang yang memiliki
kualifikasi yang berbeda-beda dan memiliki tingkat ekonomi serta intelektual yang berbeda-beda, yaitu beberapa orang tua mereka memiliki juga pekerjaan yang berdebda-beda. Ada yang menjadi petani, ada yang menjadi pegawai pabrik, ada yang menjadi buruh perusahaan busa, dan ada juga yang menjadi petani sebagian kecil dari keluarga kelas
empat tersebut. Selain itu
infrastruktur sekolah di SDN 1 Cikopo sangat terbilang lngkap, ini ditunjukan dengan adanya fasilitas gedung yang tersedia, diantaranya ada gudang, dapur, kamar mandi guru dan siswa. Ini menunjukan
keseriusan sekolah untuk
membangun generasi penerus
bangsa. Namun dalam proses
pembelajaran kebangayakan
pendidik menggunakan model
pembelajaran yang konvensional, misalkan hanya menekankan sisswa dengan pembelajaran yang pusat pada guru, metode ceramah tanpa diskusi yang mendalam antar siswa atau siswa dikelompokan menjadi beberapa kepribadian dan kebiasaan. Maka hal ini menyebabkan satu ketimpangan ynag sangat kontras,
maksud nya adalah. Bangunan
dengan arsitektur yang baik tapi
memiliki kualitas pembelajaran
Jurnal Skripsi, V0l. 1, Edisi 1, Juli 2016 hlm. 3
tertentu saja. Skor rendah merupakan fokus peneitli untuk lebih jauh menggali permasalaahn yang ada. Selain skor, aktivitas siswa juga merupakan pandangan yang sangat
penting bagi peeneliti melalui
metode obervasi dimana siswa
dijadikan sebagai subjek dan guru
pamong menjadi observer bagi
peneliiti.
METODE
Metode yang digunakan
dalam proses peenlitian ini selama
berlangsung adalah dengan
menggunakan PTK atau biasa
disebut dengan penelitian tindakan
kelas atau classrhom action
research. Metode penelitian ini
menekankan siswa sbgai subjek seutuhnya dan sepenuh siswa yang melukan dan melaksanakan proses keghiatanb belajar dan guru disini hanya berposisi sebagai motivator dan falitator bila gsiwa memiliki
kesulitasn dalam kegiatan
pembelajarannya di internal
kelompknya. Sedangkan menurut McNiff (wijaya, 2012, hlm. 8) “memandang PTK adalah sebagai bentuk penelitian reflektid yang dilakuakan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan keahlian mengajar”. Ini menunjukan bahwa PTK sangat manjur atau amouh
dalam pelaksaan proses
pembelajaran ketika sedang
berlangsung. Dimana dalam
penekanan kalimatnya adalah PTK sebagai alat untuk refleksi guru. Hal ini tentu menjadi satu keharusan bagi
seorang guru untuk selalu
memperbaiki dan menaikan kualitas diri dalam mengajar siswanya ketika sedang berlangsung. PTK dalam dunia pendidikan biasa digunakan untuk menaikan pangkat seorang
guru dan menaikan golongan sebagai bentuk penghargaan yang tinggi bagi
seorang guru. Maka dari itu
merupakan hal yang pantas bagi seorang guru untuk dibayar mahal oleh pemerintah, karena tujuan mulianya mendidik dan membesrkan moral dan etika siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD. Selain menggunakan PTK, peneliti juga menggunakan observasi sebagai alat atau isteumen dalam pelaksanaan peenelitian tersebut.
Dalam prosesnya terdapat tahapan yang harus dialalui oeleh peneliti, yaitu yang pertama dalam
PTK adalah perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan
refeleksi. Dalam proses perencanaan peneliti merencakana apa yang akan diteliti, misalnya adalah kelengkapan daata awal dan lain sebagainya.
Kemudia setelah peneliti
mendapatkan data yang dibilangnya cukup akurat, kemudai berlanjut kedalam tahap pelaksanaan, dimana dalam tahap pelaksanaan ini peneliti
melaksanaan prosesdur dan
perjanjian awal disaat proses
perencanaan. Kemuda yang ketiga adalah pengamatan. Yaitu dimana peneliti mengamati aktivitas siswa
selama proses penelitian
berlangsung. Kemudia yang ke
empat adalah proses refleksi.
Diamana peneliti melakukan flash
back untuk mengetahui masalah yang
diakukan oleh penliti. Misalnya alat untuk mengukkut hasil belajar siswa melalui instrumen, kemudia lembar observasiny, dll. Hal ini menjadikan
renungan bagi oeneliti untuk
menningkatka kualitas penelitiannya. Sehingga untuk keberlangsungan berikutnya siswa lebih nyaman dalam proses penelitian dan peneliti menjadi lebih pervaya diri dengan pelaksanaan penelitian yang akan
Hari Puji Hatmoko, Model Cooperative Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar
dengan baik mengajarkan para siswa
untuk bisa dan dapat
mengaplikasikannya secara nyata dalam dunia baik di sekolah maupun di masyarakat tanpa terkecuali.
Empat tahapan dalam PTK bila sudah dilaksanakan dengan baik akan berbuah manis pada kemudian hari untuk para siswa. Selain empat tahapan yang harus dilakukan olrh guru, ada beberapa siklus atau percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keefektifak model yang digunaakan oleh peneliti dalam rangka meningkatkan kualitas bealajar siswa. Yang pertama adalah tahap pada siklus I, dalam tahap ini peneliti mencoba memberikan alat tes evaluasi kepada siswa untuk
diujicobakan sejauh mana
kekurangan siswa sesuai dengan informasi yang di dapat dari guru pamong. Kemduian yang ke dua adalah siklus II, dimana dalam pelaksanaan siklus II ini sama dengan yang diterapkan di siklus I, tetapi perbedaannya adalah bila di
tahap II peneliti membrikan
penjelasan secara jelas dan
gamblang, kemudian menerapkan apa yang ada di tahapan metode tersebut denganb dipadukan bersama dengan model pembelajaran yang
diterapkan. Kemudian bila
menunjukan hasil yang memuaskan atau diatas 85% dan setara 85% maka penelitian dikatakan berhasil atau model yang diterapkan berhasil dan bisa dilaksanaan dengan jangka waktu anjang untuk oenggunaan kedepannya dengan baik. Selain itu PTK diharapkan menjadi salah satu metode pembelajaran yang berperan aktif untuk meningkatkan hasil dan aktivitas belajar sswa kedepannya.
menunjukan prosesntase yang
menggembirakan, sebelum jauh
membahas mengenai hasil dan
pembahasan, disini peneliti akab membahas mengenai temuan di
setiap proses penelitian yang
berjalan.
SDN I Cikopo merupakan SD yang menjadi favorit dikalangan masyarakat cikopo, dimana SD ini merupakan sekolah negeri satu-satunya yang memiliki jumlah siswa banyak, karakteristik yang tersaji dikalangan siswa sangat heterogen, baik dalam segi pendapatan orang tuanya, dan pekerjaan yang ditekuni
oleh orang tuanya. Meskipun
heterogen secara material dan
finansial, di desa cikopo masih memiliki mayoritas masyaraktnya yang memeluk islam, jadi bisa dikatan bhwa desa cikopo haterogen secara ras dan budayanya saja. Disini
banyak warga pendatang yang
merantau untuk mengadu nasibnya, heterogen secara ras dan busaya saja. Selain itu siswa yang sekolah disini
diharuskan untuk mengaji dan
mendapatkan sertifikat yang sah dan bisa melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama. Ini menunjukan komitmen yang ditunjukan sekolah untuk meningkatkan iman dan taqwa siswanya. Kemudian dari pada itu,
siswa memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Ada
yang memiliki kecerdasan yang tinggi, ada juga yang memiliki keterbatasan kkurang memahami dan
memerhatkan pelajaran secara
Jurnal Skripsi, V0l. 1, Edisi 1, Juli 2016 hlm. 3
dalam bergaul dan tidak memilah milih teman semaunya, namun dalam segi ruang lingkup masyarakat yang ada, ternyata di desa cikopo terbagi dua kelompok masyarakat. Yaitu masarakat yang tinggal di perumahan
dengan segudang pemikiran
individualis dan masayarakat
kampung yang tinggal dengan
pemahaman kerjasama dan
gotongroyong yang dikedepankan secara nyata dan baik.
Hal tersebut banyak
mempengaruhi sebagian besar siswa
dalam pergaulannya, meskipun
mereka tidak memilih teman, namun untuk masyarakat yang siswanya
tinggal didaerah perumahan
sangatlag terlihat mereka bergaul secara homogen, dan lebih dari pada itu ternyata yang mereka bahas hanyalah permainan dan game yang ada di handphone mereka saja. Masalah tersebut merembent pada siswa yang notabene tinggal di
daerah pedalaman atau
perkampungan di daerah desa
cikopo. Hal ini menjadi awal permasalahan yang menjalar kepada
setiap siswa yang memiliki
handphone dan dipergunakan hanya
untuk bermain game tanpa
dipergunakan dengan bijka untuk penggunaannya scara lebih efektif. Lebih dari pada itu ternyata hal tersebut membuat aktivitas sosial siswa menjadi lebih menurun dari tahun ke tauhn, mereka hanya asyik bermain game dan tidak mau bergail secara luas dengan teman-temannya
di lingkungan sekitar. Ini
menunjukan masalah yang sangat
mengkhawatirkan baik secara
emosional dan aplikasi. Kemudian temuan yang berikutnya adalah para
siswa tersebut cenderung
meremehkan mata pelajaran yang berbau teori, layaknya IPS dalam
ruang lingkup SD, mereka
menganggap bahwa IPS hanyalah mata pelajaran yang cukup diingat saja menjelang UTS atau UAS tiba,
namun bila pelaksanaannya
dilakukan secara mendadak mereka hanya menjawab alakdarnya dan tdak
menjawab secara utuh dari
pertanyaan yang disajikan oleh peneliti. Namun tidak semua siswa yang memiliki sifat tersebut, hanya sebagian besar siswa saja yang
memiliki karakteristik tersebut.
Berdasarkan data yang didapat,
aktivitas sosial siswa saat
pembelajaran pada Siklus I
menunjukan prosentase yang kecil, berikut adalah hasil dari temuan tersebut:
Dari diagram diatas didapatkan rata-rata dari setiap proses yang dijalani
Hari Puji Hatmoko, Model Cooperative Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Dari enam aspek yang ada rata-rata yang didapat siswa secara
keseluruhan masih menunjukan
angka yang relatif kecil. Untuk
kategori aktif dalam proses
pembelajaran di dapat angka sebesar 2,4. Kemudian untuk keinginan bertanya memiliki rata-rata sebesar 2,36. Berani berpendapat sebesar
1,92. Memiliki motivasi dalam
pelaksanaan proses pembelajaran sebesar 2,28. Bertanggung jawab sebsar 1,92. Dan aktivitas siswa
dalam proses presentasi hasil
penelitian adalah sebssar 1,92.
Sedangkan untuk nilai maksimal dalam aktivitas siswa memiliki nilai sebesar 4, karena memiliki enam aspek yang dibagi sesuai dengan aspek yang ada. Bila dilihat secara jelas data yang tersaji, siswa dalam proses pelaksanaan aktivitas siswa di siklus I memiliki nilai rata-rata yang
rendah. Dan bila dijumlahkan
totalnya didapat skor keseluruhan sebsar 2,194. Kesimpulan yang didapat adalah dalam pelaksanaan penelitian yang dilaksanan pada siklus I memiliki rata-rata nilai yang masih rendah.
Kemudian untuk hasil yang
didapat siswa pada siklus II
menunjukan nilai yang relatif
memiliki peningkatan yang berarti. Data yang didapat disajikan dalam diagram lingkaran berikut ini sesuai dengan enam aspek yang dinilai yaitu aspek aktif salam proses pembelajaran, keinginan bertanya, berani berpendapat, motivasi dalam belajar, bertanggung jawab, dan
presentasi hasil penelitian.
Dari diagram diatas didapat kesimpulan bahwa setiap fase yang dialui oleh siswa memiliki niali rata-rata yang memiliki peningkatan di setiap siklusnya. Di siklus II siswa mendapatkan niali rata-rata yang
memuaskan. Aktif dalam
pembelajaran 3,78. Keinginan
bertanya 3,48. Berani berpendapat 3,30. Motivasi dalam belajar 3,48. Bertanggung jawab 3,48. Presentasi hasil diskusi 3.
Kemudian untuk hasil belajar yang di dapat oleh siswa dalam proses pembelajaran IPS di SD mendapatkan skor yang memiliki
peningkatan yang memiliki
Jurnal Skripsi, V0l. 1, Edisi 1, Juli 2016 hlm. 3
78% dan daya serap klasikalnya sebesar 73%. Kemudian untuk siklus II didapat skor daya serap siswa sebesar 94,23% dan daya serap klasikal mendapatkan skor 85,19%.
Dari hasil tersebut didapat
keseimpulan bahwa siswa telah tuntas dlam pemebelajaran penelitian ini dan penelitian ini dihentikan karena memiliki skor yang tuntas yaitu diatas 85% sesuai yang telah ditentukan oleh kemendikbud.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto Suharsimi, dkk.
(2010). Penelitian
Tindakan Kelas.
Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Asmani Ma’mur Jamal. (2016).
Tips Efektif
Cooperative Learning.
Yogyakarta: DIVA
Press.
Basrowi, dkk. (2008). Prosedur
Penelitian Tindakan
Kelas. Bogor:
Yudhistira.
Hidayah Nur. (2013). Panduan
Praktis Penyusunan
dan Pelaporan PTK.
Jakarta: PT Prestasi
Pustakarya.