BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sampel Bahan Pangan 1. Tahu putih
Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan kedelai dilakukan dengan cara penambahan biang atau garam-garam kalsium, misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau sioko (Sarwono dan Saragih 2003).
Kandungan nilai gizi yang baik dan cara pengolahan yang sederhana membuat hasil olahan dari kedelai menjadi salah satu alternatif untuk dapat memenuhi kebutuhan terutama gizi dengan harga yang lebih terjangkau. Salah satu hasil olahan kedelai yang cukup dikenal di masyarakat adalah tahu. Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks seperti thiamin, riboflavin,vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium. Pada makanan hasil olahan kedelai juga membawa manfaat untuk kesehatan jantung karena kedelai mengandung isoflavon, asam amino esensial, antihipertensi, antioksidan dan tokoferol (Serrazanetti et al., 2013).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) syarat mutu tahu No. 01-3142-1988 yang baik adalah memenuhi syarat mutu tahu tidak boleh
mengandung Escherichia coli lebih dari 10 APM/g dan sama sekali tidak boleh terdapat Salmonella walaupun kurang dari satu sel.
2. Daging ayam
masyarakat (Buckle et al., 2009).Daging ayam yang dijual harus memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (Ditjennak, 2010).
Pertumbuhan bakteri dalam daging segar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, waktu, tersedianya oksigen dan kadar air daging. Menurut Buckle et al.,(2009) karkas ayam sesaat setelah dipotong mula-mula mengandung jumlah bakteri antara 600-8.100 unit koloni/cm2 pada permukaan kulitnya. Setelah mengalami berbagai proses jumlahnya dapat meningkat menjadi 11.000–93.000 unit koloni/cm2. Upaya untuk
menekan pertumbuhan bakteri, daging ayam umumnya disimpan dengan cara pendinginan, pembekuan, proses termal (pemanasan), dehidrasi (pengeringan), atau dengan pengawetan menggunakan bahan-bahan pengawet seperti garam, gula, asam, dan berbagai pengawet sintetis atau pengawet kimia (Usmiati, 2010).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01- 6366-2000 merekomendasikan batas maksimal cemaran bakteri pada daging segar yaitu 1 x 104 CFU/g. Sesuai dengan standar mutu dari Badan Standardisasi Nasional (BSN) 2009 No. 3924-2009 mengenai mutu karkas dandaging ayam yang bermutu baik tidak boleh terdapat cemaran Salmonella sp. Bakteri ini dapat dihambat pertumbuhannya pada pH kurang dari 4,4 untuk asam laktat dan 5,4 untuk asam asetat (D’Auost, 2000; Hanna dan Hanna, 2005).
B. Bahan pengawet makanan 1. Bahan pengawet sintetik
Pengawet yang dizinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam peraturan Menteri kesehatan Nomor: 722/Menkes/per/IX/88 Tentang bahan
berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah asam benzoat,asam propionat, belerang dioksida, kalium nitrat, asam sorbat, kalium bisulfit, etil p-hidroksi benzoat, kalum enzoat,kalium meta bisulfit, natriumnitrat dan lain-lain.Bahan tambahan yang dilarang oleh yaitu asam borat, asam salisilat, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan formalin.
Formalin atau formaldehid merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian formalin pada makanan
dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut disertai muntah–muntah, mencret darah, timbul depresi susunan saraf atau gangguan pendarahan (Norliana et al., 2009). Kandungan formalin yang tinggi pada tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, karsinogenik (menyebabkan kanker) bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah (Gosselin, 1976). 2. Pengawet alami
Keawetan suatu produk pangan, selain disebabkan oleh senyawa antioksidan, juga adanya senyawa antimikroba yang mungkin terkandung didalamnya. Rempah-rempah mempunyai kemampuan mengawetkan karena mengandung senyawa antimikroba, yaitu suatu senyawa biologis atau senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa bahan tambahan makanan sintetik akan memberikan gangguan kesehatan yang cukup serius, sehingga konsumen banyak yang beralih ke bahan alami (Puspitasari et al.,1997).
senyawa antioksidan biasanya digunakan sebagai bahan pengawet karena bisa memperpanjang masa simpan produk sampai 200%. Berbagai jenis minyak atsiri diketahui juga mempunyai sifat sebagai antimikroba (Puspitasari et al.,1997).
C. Serai
1. Klasifikasi
Serai umumnya tumbuh sebagai tanaman liar di tepi jalan atau
kebun, tetapi dapat ditanam dalam berbagai kondisi di daerah tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan bercurah hujan relatif tinggi. Kedudukan taksonomi tanaman serai menurut Cronquist (1981):
Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Bangsa : Cyperales
Suku : Poaceae (Graminae) Marga : Cymbopogon
Species : Cymbopogon nardus L. Rendle 2. Morfologi tanaman
Serai mempunyai perawakan berupa rumput-rumputan tegak, menahun dan mempunyai perakaran yang sangat dalam dan kuat. Batangnya dapat tegak ataupun condong, membentuk rumpun, pendek, masif, bulat dan sering kali di bawah buku-bukunya berlilin, penampang lintang batang berwarna merah. Daunnya merupakan daun tunggal, lengkap dan pelepah daunnya silindris, gundul, seringkali bagian permukaan dalam berwarna merah, ujung berlidah (ligula), helaian, lebih
unit), mahkota bermetamorfosis menjadi 2 kelenjar lodikula, berfungsi untuk membuka bunga di pagi hari (Sudarsoet al., 2002).
3. Khasiat serai
Tanaman serai berkhasiat untuk parfum, bahan pengikat, disinfektan, dan bahan pengusir nyamuk (Sastrohamidjojo, 2004). Bagian serai yang banyak mengandung minyak adalah daun, sehingga daun serai harus dipotong di bagian atas batang (Guanther, 1987). Minyak ini mengandung antibakteri dan antijamur, sehingga digunakan dalam
pengobatan.
4. Kandungan serai
Tanaman serai mengandung senyawa berbentuk padat dan berbau khas. Daun dan akar serai mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri yang terdiri dari berbagai senyawa yang berbau khas (Purwanti, 2007).
D. Minyak Atsiri Serai
Minyak atsiri adalah senyawa mudah menguap yang tidak larut di dalam air yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses destilasi. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara destilasi. Prinsip destilasi adalah untuk isolasi atau pemisahan dua atau lebih komponen zat cair berdasarkan titik didih, pada metodedestilasi air ini bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air mendidih, bahan tersebut mengapung diatas air atau secara sempurna (Sastrohamidjojo, 2004).
Hasil destilasi berupa minyak atsiri kasar yang mengandung air, diperlukan proses untuk penarikan air dari minyak atsiri agar kualitas
atsiri untuk mengidentifikasi secara kualitatif dengan cara identifikasi minyak atsiri secara umum dan dianalisa parameter mutu minyak atsiri (Dewi,2015).
Minyak atsiri yang terkandung dalam serai memiliki khasiat sebagai antibakteri, antiseptik, analgesik, antidepresi, diuretik, deodoran, antipiretik, insektisida, nervina, tonik, antiradang, fungisida, dan antiparasit. Selain sitral sebagai komponen terbesar minyak atsiri, serai juga memiliki kandungan sineol, α-pinen, α-terpineol, β-sitosterol, karyophylen,
sitronellal, sitronellol, dipenten, geraniol, limonen, linalool, luteolin, myrsen, neral, nerol dan quersetin yang memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur (Bassolé et al., 2011).
E. Gas Chromatography - Mass Spectrometer (GC-MS)
Gas Chromatography(GC)merupakan teknik yang paling sesuai untuk mengidentifikasi minyak atsiri.GC dapat bersifat destruktif dan dapat bersifat non destruktif tergantung padadetektor yang digunakan. GC
diotomatisasi untuk analisis sampel–sampel padat, cair, dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikanke dalam sistem GC demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntikan (syringe) yang ketat terhadap gas (Gandjar dan Rohman, 2007).
1. Komponen Gas Chromatography
a. Gas pengangkut
Fase gerak disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tempat injeksi atau ruang suntik sampel
c. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada Gas Chromatography(Gandjar dan Rohman, 2007).
d. Detektor
Detektor pada kromatografi adalah sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen–komponen di dalamnya
menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen– komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Mass Spectrometer (MS)