• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Terapeutik untuk pasien gangguan psikososial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunikasi Terapeutik untuk pasien gangguan psikososial"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Komunikasi Terapeutik - Askep Pada

Komunikasi Terapeutik - Askep Pada

Pasien Masalah Psikososial

Pasien Masalah Psikososial

KONSEP DAN PRINSIP KOMTER DALAM MELAKSANAKAN KONSEP DAN PRINSIP KOMTER DALAM MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH

PSIKOSOSIAL PSIKOSOSIAL A.

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIKPENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48).

(Indrawati, 2003 48).

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).

membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).

Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).

belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50). B.

B. FASE-FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIKFASE-FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK 1.

1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)Tahap Persiapan (Prainteraksi)

Tahap persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan Tahap persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan s

sebebeelulum m berinteraksi berinteraksi dengan dengan klien klien (Christina, (Christina, dkk, dkk, 2002). 2002). Pada Pada tahaptahap iniperawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan iniperawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemu

Kemudiadian pn peraerawat wat meramerancancang sng strattrategi egi untuntuk uk pepertrtememuan uan pepertrtamama a dedengangann klien. Tahap

klien. Tahap ini harus ini harus dilakukan dilakukan oleh seorang oleh seorang perawat untuk perawat untuk memahami dirinya,memahami dirinya, mengatasikecemasannya dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap mengatasikecemasannya dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).

(2)

Tugas perawat pada tahap ini antara lain : Tugas perawat pada tahap ini antara lain : a.

a. Mengeksplorasi Mengeksplorasi perasaan, perasaan, harapan, harapan, dan dan kecemasan.kecemasan. Sebelum

Sebelum berinteraksi berinteraksi dengan dengan klien, klien, perawat perawat perlu perlu mengkajimengkaji perasaannya

perasaannya sendiri (Stuart, G.W sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005)dalam Suryani, 2005). Perasaan a. Perasaan apapa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan.  Apakahada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).  Apakahada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005). b.

b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat pentingMenganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dil

dilakuakukan akan agar pgar peraerawat mwat mampampu menu mengatgatasi asi kekelelemamahahannnnya ya sesecacara ra mamaksiksimamall pa

pada da saasaat t beberirintntereraksaksi i dedengngan an kliklien. Men. Misaisalnylnya seoa seoranrang perag perawat wat munmungkigkinn me

mempmpununyayai kei kekukuatatan an mampu mampu memulamemulai i pembipembicaraacaraan n dan dan sensitsensitif if terhadterhadapap pe

perarasasaan an ororanang g lain, kealain, keadaan ini mungkidaan ini mungkin bisa dimanfn bisa dimanfaatkan peaatkan perawat untrawat untukuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien danmembina memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien danmembina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).

hubungan saling percaya (Suryani, 2005). c.

c. MengMengumpulkaumpulkan data tentann data tentang klien. Kegig klien. Kegiatan ini juga sangat atan ini juga sangat pepentntining g kakarerenana dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahuiidentitas klien yang bisa digunakan pada Paling tidak perawat bisa mengetahuiidentitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).

saat memulai interaksi (Suryani, 2005). d.

d. Merencanakan pertemuan Merencanakan pertemuan yang peyang pertama dengan rtama dengan klien. Peraklien. Perawat wat perluperlu merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana,

mencakup kapan, dimana, dan strategi apa dan strategi apa yang akan yang akan dilakukan untukdilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).

pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005). 2.

2. Tahap PerkenalanTahap Perkenalan Perkenalan

Perkenalan merupakan merupakan kegiatan kegiatan yang yang dilakukan dilakukan saat saat pertama pertama kali kali bertemu bertemu atauatau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih

memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien dahulu kepada klien (Brammer dalam (Brammer dalam Suryani,Suryani, 2005).

2005). Dengan memperkenalkan dirinya Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat berarti perawat telah bersikap ttelah bersikap terbukaerbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

Tugas perawat pada tahap ini antara lain: a.

a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasiMembina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling

(3)

percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasidan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawatharus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).

b. Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrakperawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).

c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaanterbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.

d. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.

3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasimasalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.

Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui

(4)

active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama(Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005). 4. Tahap Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuanklien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.

b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.

c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternatif mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternatif tersebut.

(5)

d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangatdipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya. C. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik adalah :

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.

3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.

5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.

8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.

9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.

10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu petugas perlu

(6)

mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.

11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.

12. Altruisme, yaitu mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.

13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

D. PSIKOSOSIAL

Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.

Masalah-masalah psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.

Contoh-contoh masalah psikosial antara lain : 1. Psikotik Gelandangan.

2. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa.

3. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak. 4. Masalah Anak Remaja : Tawuran, Kenakalan.

5. Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika.

6. Masalah Seksual : Penyimpangan Seksual, Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual.

7. Tindak Kekerasan Sosial. 8. Stress Pasca Trauma. 9. Pengungsi/Migrasi.

10. Masalah Usia Lanjut Yang Terisolir.

11. Masalah Kesehatan Kerja: Kesehatan Jiwa di Tempat Kesrja, Penurunan Produktifitas,Stres di tempat kerja.

(7)

12. Dan lain-lain : HIV/AIDS

Tinjauan satu persatu masalah-masalah psikososial yang ada dalam masyarakat di Indonesia. Masing-masing masalah psikososial akan ditinjau menurut pengertian, Penyebab, pengenalan, penatalaksanaan dan pencegahan.

E. MASALAH-MASALAH PSIKOSOSIAL 1. Psikotik Gelandangan

a. Pengertian

Psikotik gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan.

b. Penyebab

Keluarga tidak peduli, keluarga malu, keluarga tidak tahu, obat tidak diberikan, tersesat ataupun karena urbanisasi yang gagal.

c. Pengenalan

Dikenal sebagai orang dengan tubuh yang kotor sekali, rambutnya seperti sapu ijuk, pakaiannya compang-camping, membawa bungkusan besar yang berisi macam-macam barang, bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri, serta sukar diajak berkomunikasi.

d. Penatalaksanaan

Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit Jiwa atau Panti Laras (Dinas Sosial).

e. Pencegahan

Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE); obat injeksi long acting ; penciptaan lapangan pekerjaan di desa.

2. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa a. Pengertian

Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang.

(8)

Ketidaktahuan pihak keluarga; rasa malu pihak keluarga; penyakitnya tidak kunjung sembuh; tidak ada biaya pengobatan; tindakan keluaga untuk mengamankan lingkungan.

c. Pengenalan

Dikenal dari antara lain : terkurung dalam kandang binatang peliharaan; terkurung dalam rumah; kaki atau lehernya dirantai; salah satu atau kedua kakinya dimasukkan kedalam balok kayu yang dilubangi.

d. Penatalaksanaan

Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit Jiwa, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan.

e. Pencegahan

Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE); kurasi (penyembuhan) dan rehabilitasi yang lebih baik; memanfaatkan sumber dana dari JPS-BK; penciptaan Therpeutic Community (lingku lingkungan yang mendukung proses penyembuhan).

2. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak Anak Jalanan

a. Pengertian

 Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di jalanan kawasan urban. UNICEF (1986) memberikan batasan sebagai “Children who work on the streets of urban areas, without reference to the time they spend there or the reasons for being there”. Mereka umumnya bekerja di sektor informal.

b. Penyebab

 Akibat kesulitan ekonomi; banyaknya orang tua yang urbanisasi dan jadi pengemis di ibukota; kekacauan dalam kehidupan keluerga khususnya perlakuan keras dan penelantaran; untuk menghindar dari penganiayaan dan kemiskinan.

c. Pengenalan

Komonitas ini sangat mudah ditemui, bergerombol di perapatan lampu, pusat pertokoan, terminal bus dan tempat keramaian yang memungkinkan mereka mendapatkan uang.

(9)

Berdasarkan latar belakang kehidupan dan motivasi,mereka dibedakan atas :

1) Golongan anak jalanan pekerja perkotaan, yakni mereka yang keberadaannya di jalanan terutama untuk mencari nafkah bagi dirinya maupun keluarganya.

2) Golongan anak jalanan “murni”, yakni yang menjalani seluruh aspek kehidupannya di jalanan. Mereka umumnya adalah pelarian dari keluarga bermasalah.

Kehidupan jalanan membentuk subkultur tersendiri yang disebut budaya  jalanan dengan nilai moralitas yang longgar, nilai perjuangan untuk bertahan hidup, penuh kekerasan, penonjolan kekuatan, ketiadaan figur orangtua, peranan kelompok sebaya yang besar.

Faktor-faktor yang berperan terhadap perkembangan pola perilaku anak  jalanan yaitu:

  Ada tidaknya kehadiran keluarga. Yang lepas hubungan dengan

keluarganya, cenderung lebih banyak memperlihatkan perilaku antisosial.

 Struktur keluarga. Yang berasal dari keluarga besar, cenderung kurang

dapat perhatian dari orangtua dan cenderung lebih rentan terlibat gangguan tingkah laku.

 Lamanya terlibat dalam kehidupan jalanan. Semakin lama dan semakin

banyak waktunya mengeluti dunia jalanan, semakin akrab dengan nilai-nilai kultur jalanan.

 Faktor pendidikan. Yang masih bersekolah, tampak lebih mampu

mempertahankan nilai-nilai yang serasi dengan konformitas sosial masyarakat umum.

 Lingkungan tempat tinggal. Yang “murni” anak jalanan, cenderung lebih

banyak memperlihatkan perilaku antisosial.

Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan perilaku dan mental emosional, antara lain : kecenderungan berperilaku agresif-impulsif, gangguan tingkah laku, seks bebas, penyalahgunaan zat dan berkembangnya berbagai perilaku antisosial.

d. Penatalaksanaan

Melaksanakan Keppres Nomor 36/1990, yang menyatakan bahwa anak mempunyai hak bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya yang

(10)

optimal, serta memperoleh perlindungan dari berbagai bentuk eksplotasi, diskriminasi, kesewenang-wengan dan kelalaian.

Peran serta LSM dan Kelompok Profesi yang menggeluti masalah tumbuh kembang anak (pediatri, psikiatri, psikologi, pedagogi) dalam memberikan perhatian terhadap kelangsungan hidup anak jalanan.

e. Pencegahan

Sosialisasi dan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Anak yang baru.

DPRD dapat membuat PERDA Khusus yang mengatur perlindungan terhadap anak termasuk perlindungan dari sasaran penertiban aparat.

Penganiayaan Anak a. Pengertian

Penganiayaan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian.

b. Penyebab

Orangtua, yang :

 pernah jadi korban penganiayaan anak dan terpapar oleh kekerasan

dalam rumah.

 kondisi kehidupannya penuh stress, seperti rumah yang sesak,

kemiskinan.

 menyalahgunakan NAPZA.

 mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau psikotik atau gangguan

keperibadian.  Anak, yang :

 prematur.

 retardasi mental.  cacat fisik.

 suka menangis hebat atau banyak tuntutan.

c. Pengenalan

Indikator Telah Terjadinya Penganiyaan Anak :

 Cedera atau bekasnya yang bercirikan penganiyaan fisik.

(11)

 Riwayat penyakit berulang.

 Perilaku dan emosi orangtua tidak adekuat.

 Hubungan anak dan orangtua tidak wajar, anak ketakutan atau masalah

kejiwaan lain.

 Akibat Penganiayaan Pada Anak  :

 tidak berani menceritakan peritiwa yang dialaminya

 mudah takut,tidak percaya orang,selalu waspada atau sangat penurut

 hati-hati dalam berhubungan fisik dengan orang dewasa

 mungkin takut untuk pulang ke rumah

Masalah kejiwaan (psikopatologi) yang dapat terjadi :

 Depresi

 Gangguan perilaku antara lain: Gangguan Perilaku Menentang

 GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktifitas)

 Disosiasi

 Gangguan Syres Pasca Trauma

d. Penatalalaksanaan

Pendekatan Psikologis Terhadap Anak Korban Penganiayaan, yaitu memperhatikan kebutuhan anak yang mengalami penganiayaan, yaitu untuk :

 dapat mempercayai seseorang;

 diperkenankan menjadi seorang anak;

 didorong menjadi seorang individu; mengembangkan potret diri yang

positif; mengembangkan cara-cara berinteraksi dengan orang lain;

 mengembangkan cara mengkomunikasikan persaan-perasaannya secara

verbal;

 belajar mengendalikan diri; belajar bahwa ia boleh menyalurkan

perasaan-perasaan agresifnya dalam permainannya, dimana ia tidak akan melukai dirinya sendiri atau orang lain; belajar bagaimana caranya mengatasi stres.

Wawancara Dengan Anak Korban Penganiayaan Langkah-langkah yang harus ditempuh :

 Bina hubungan dengan anak (buid rapport )

(12)

 Terangkan pada anak bahwa perlu untuk menceritakan yang sebenarnya

terjadi

 Terangkan pada anak permasalahan (topic of concern) yang dihadapi  Biarkan anak bercerita dengan bebas mengenai perlakuan yang telah

terjadi

 Tanyakan pertanyaan yang bersifat umum,jangan menjurus  Tanyakan pertanyaan yang spesifik

 Gunakan alat bantu seperti boneka untuk menunjukkan bagian badan   Akhiri wawancara dan ucapan terima kasih pada anak

Terapi Untuk Anak 

 Harus diusahakan supaya anak berada dalam keadaan aman   Anak sebaiknya dikonsulkan ke dokter jiwa atau psikolog

 Secara psikoedukatif anak dibantu untuk menghadapi dirinya dan

lingkungannya

 Mendorong anak membicarakan dengan terapisnya apa yang telah

dialaminya,bisa dengan teknik proyeksi,misalnya dengan bermain,menggambar dan lain-lain.

Terapi Untuk Orangtua

Sebelum terapi terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi mengenai :

 Keperibadian dan psikopatologi pada ayah dan ibu

 Mengapa salah seorang (ayah/ibu) menganiya sedangkan yang lain

membiarkan terjadi

  Apakah penganiayaan anak baru terjadi atau telah berlangsung lama  Motivasi untuk partisipasi dalam terapi

Berdasarkan hasil evaluasi dapat dilakukan pelbagai pendekatan antara lain :

 Mengurai/menghilangkan stresorpsikososial

 Mengurangi akibat psikologis yang negatif dari stresor pada ibu/ayah

 Mengurangi tuntutan terhadap ibu sehingga mampu untuk menghadapi

anak

 Memberikan pelatihan dan dukungan emosional agar jadi orang tua yang

lebih baik

 Psikoterapi untuk mengatasi konflik intrapsikik

(13)

Penegakan hukum positif berkaitan dengan kekerasan terhadap anak antara lain Undang-Undang Perlindungan Anak.

3. Anak Remaja (Tawuran, Kenakalan Remaja) Tawuran

a. Pengertian

Tawuran adalah kegitan “sampingan” pelajar, yang beraninya hanya kalau bergerombol/berkelompok dan sama sekali tidak ada gunanya,bahkan dapat dibilang merupakan tindakan pengecut.

b. Penyebab :

 Iseng,bosan, jenuh;

 Tekanan kelompok dalam bentuk solidaritas;

 Peran negatif BASIS (Barisan Siswa) diluar sistem sekolah;  Warisan dendam/musuh, menguji kekebalan;

 Kaderisasi bekas siswa yang drop out (putus sekolah);  Kurang komunikasi orang tua,anak dan sekolah;

 Kesenjangan sosial ekonomi; lingkungan sekolah belum bersabat dengan

remaja;

 Tidak tersedianya sarana/prasarana penyaluran agreifitas;

 Lingkungan yang tidak kondusif bagi perkembangan keperibadian sehat;  Pengaruh media masa (cetak dan electronik) yang memberitakan dan

menayangkan kekerasan dan aresifitas;

 Penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

c. Pengenalan

Tawuran biasanya terjadi pada

 hari-hari tertentu (hari ulang tahun sekolah);

 adanya konsentrasi masa siswa di halte bus/dalam bus,di tempat

nongkrong lain;

 adanya siswa membawa senjata,payung ataupun batu.  Frekuensi tawuran meningkat pada saat :

o tahun ajaran baru,

o saat menjelang liburan sekolah atau setelah ulangan umum,dan cenderung rendah atau tidak terjadi pada bulan puasa sampai lebaran.

(14)

 punya ego dan harga diri tinggi,sehingga mudah berespon terhadap

ejekan

 bermasalah dari rumah dan lingkungan  mudah bosan, tegang/stress

 hidup dengan kondisi kemiskinan  menggunakan NAPZA

d. Penatalaksanaan

1) Memasukan kembali mata pelajaran Budi Pekerrti yang selaras dengan norma-norma agama dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum/Khusus.

2) Meningkatkan kegiatan ekstra kurikuler.

3) Memberdayakan guru bimbingan penyuluhan/bimbingan konseling dan lembaga konseling laingnya.

4) Mengusulkan kepada Pemda agar menyediakan transportasi khusus anak sekolah.

5) Melakukan kajian ilmiah/penelitian terjadinya tawuran.

6) Meningkatkan kepedulian masyarakat untuk mencegah terjadinya tawuran sebagai bagian dari pencegahan kekerasan di masyarakat.

7) Pengawasan ketat media yang menyajikan adegan kekerasan.

8) Meningkatkan keamanan terpadu antara sekolah, kepolisian dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya tawuran anak sekolah.

9) Dialog interaktif antara siswa, guru dan orang tua serta pemerintah.

10) Sosialisasi bahaya tawuran kepada siswa, guru orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat melalui tatap muka, media cetak dan media elektronik. e. Pencegahan

Upaya Pencegahan Masalah Tawuran dilakukan melalui : Peran Orangtua

 Menanamkan pola asuh anak sejak prenatal dan balita  Membekali anak dengan dasar moral dan agama

 Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orang tua-anak

 Menjalin kerja sama yang baik dengan guru,misalnya melalui

pembentukan Forum Perwakilan,BP3 dan penyediaan ruang khusus untuk BP3.

(15)

 Menjadi tokoh panutan bagi anak tentang perilaku dan lingkungan sehat  Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak

 Hindari dari NAPZA (Narkotika,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

Peran Guru

 Ber”sahabat” dengan siswa.

 Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman.

 Memberikan keleluasan siswa mengekpresikan diri pada kegiatan

ekstrkurikuler.

 Menyediakan sarana dan prasarana bermain serta olahraga.  Meningkatkan peran dan pemberdadayaan guru BP.

 Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas.

 Meningkatkan kerjasama dengan orang tua guru, sekolah lain.

 Meningkatkan keamanan terpadu sekolah, bekerja sama dengan Polsek

setempat.

 Mewaspadai adanya provokator.

 Mengadakan kompetisi sehat seni budaya dan olah raga antar sekolah.  Mengadakan class meeting melalui komppetisi sehat seni-budaya dan

olah raga inter dan antar sekolah pada saat selesai ujian dan menjelang terima rapor.

 Menciptakan kondisa sekolah yang memungkinkan anak berkembang

keperibadiannya secara sehat spiritual,mental,fisik,sosial.

 Meningkatkan deteksi dini penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.

Kenakalan Remaja

a. Pengertian

Kenakalan remaja adalah tingkah laku yang melaupaui batas toleransi orang lain dan lingkungannya,yang dapat melanggar hak azazi menusia sampai melanggar hukum.

b. Penyebab

 Faktor genetik/biologik/konstitusional  Faktor pola asuh

 Rasa rendah diri,tidak aman,takut yang dikompensasi dengan perilaku

risiko tinggi,pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba batas kemampuannya

(16)

 Penanaman nilai yang salah,yaitu orang atau kelompok yang berbeda

(misalnya seragam sekolah,etnik,agama) dianggap “musuh”

 Pengaruh media massa (majalah,film,televisa)

c. Pengenalan

Bentuk kenakalan antara lain :

 melawan orangtua,

 tidak melaksanakan tugas,

 mencuri, merokok, naik bus tanpa bayar,  membolos, lari dari sekolah,

 memeras, sampai membongkar rumah, mencuri mobil,

 memperkosa, menganiaya, membunuh, merampok atau tindakan criminal

lainnya.

d. Penatalaksanaan

 Menilai faktor yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan remaja (aspek

biologik, psikologik dan sosial) dan beratnya stesor yang dihadapi remaja.

 Program konseling bagi remaja, orangtua dan keluarga, penting agar

mereka menyadari bahwa remaja dalam perkembangannya membutuhkan dukungan.

 Komunikasi dua arah yang “terbuka” dan mengubah interaksi sehingga

keluarga dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih sehat.

 Konseling bagi remaja diperlukan agar mereka mampu mengembangkan

identitas diri dan menyesuaikan dengan lingkungan secara sehat. e. Pencegahan

L i n g k u n g a n k e l u ar g a  

 Meningkatkan perhatian dan waktu untuk anak,dalam kaitan dengan

pendidikan maupun memelihara kemesraan hubungan antara anggota keluarga.

 Menciptakan lingkungan keluarga yang norma keluarganya kuat, kental

dengan nilai-nilai kesopanan dan agama,serta mampu mengelola konflik keluarga.

 Meningkatkan sikap orangtua yang menunjang perkembangan psikologis

dan karakter anak, meningkatkan kewibawaan, keteladanan dan konsistensi orangtua dalam menanamkan nilai-nilai moral dan agama.

(17)

 Mengatasi permasalahan keterbatasan sarana,prasarana,dan fasilitas

sekolah.

 Menegakkan kembali peraturan-peraturan sekolah, mengembalikan

penghargaan siswa terhadap profesi guru, mengatasi permasalahan banyaknya guru yang “terbang” (mengajar di tempat lain) sehingga komunikasi antara guru dengan siswa menjadi lebih leluasa.

 Membimbing murid-murid dalam mengatasi gejolak jiwa remaja sehingga

tidak akan melahirkan rasa solidaritas yang sempit antara teman (jiwa korsa).

L i n g k u n g a n m a s y a ra k at  

 Filtrasi nilai dan norma negatif yang diadopsi anak melalui berbagai

kecanggihan dan kemudahan akses multimedia,

 Meningkatkan kontrol sosial terhadap merebaknya budaya kekerasan dan

eksploitasi seks yang begitu terbuka serta tak terbendungnya berbagai perilaku destruktif masyarakat akibat krisis multidimensional yang membelit.

4. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA)

a. Pengertian

Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tapa mengikuti aturan atau pengawasan dokter, digunakan secara berkali-kali, Kadang-kadang atau terus menerus, seringkali menyebabkan ketagihan atau ketergantungan, baik secara fisik/jasmani, maupun mental emosional sehingga menimbulkan gangguan fisik, mental-emosional dan fungsi sosial.

b. Penyebab

Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak adanya penyebab tunggal (single cause). Yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut :

(18)

Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebabremaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan.

2) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan, baik disekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.

Faktor k eluarga 

Terutama faktor orang tua,antara lain :

 lingkungan keluarga,

 komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif,

 hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga,  orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh, orang tua otoriter atau serba

belarang,

 orang tua yang serba membolehkan (permisif),

 kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan,

 orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA,

 tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten),

kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga,

 Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA

L i n g k u n g a n S e k o l ah  , yang

 kurang disiplin,terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA,  kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri.   Ada muridnya penyalahguna NAPZA.

L i n g k u n g a n T e m a n S e b ay a  

 berteman dengan penyalahguna.

 Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar.

L i n g k u n g a n m a s y a r a k at /s o s i a l  

 Lemahnya penegakan hokum.

 Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.

3) Faktor NAPZA

 Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”,

 Banyaknya iklan minuman berakohol dan rokok yang menarik untuk

(19)

 Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri,

menidurkan, membuat euphoria/fly/stone/hogh/teler dan lain-lain.

Makin banyakfaktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.

c. Pengenalan

Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah halyang mudak,tapi sangat penting artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah Kelompok Risiko Tinggi (Potential User).

Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1)  Anak :

 Sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)  Sering sakit;mudah kecewa;mudah murung; merokok sejak SD

  Agresif dan destruktif;sering berbohong,mencuri atau melawan tata tertib  IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)

2) Remaja :

 Mempunyai rasa rendah diri,kurang percaya diri dan mempunyai citra diri

negatif;

 Mempunyai sifat sangat tidak sabar, diliputi rasa sedih (depresi) atau

cemas (ansietas);

 Cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya;  Cenderung membrontak, tidak mau mengerti peraturan/tata nilai yang

berlaku;

 Kurang taat beragama, berkawan dengan penyalahguna NAPZA;  Motivasi belajar rendah; tidak suka kegiatan akstrakurikuler;

 Punya hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual

(pemalu, sulit bergaul, sering masturbasi, menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis);

 Mudah bosan, jenuh, murung,cenderung merusak diri sendiri.

3) Keluarga

 kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk;

 kurang harmonis, sering bertengkar, orang tua berselingkuh atau ayah

menikah lagi;

(20)

 kurang komunikatif dengan anak,terlalu mengatur, terlalu menuntut tidak

dapat menjadikan dirinya teladan bagi anak;

 menjadi penyalahguna NAPZA

4) Perubahan Fisik

Tergantung jenis zat yang digunakan,tapi secara umum perubahan fisik sebagai berikut :

 Pada saat menggunakan : sempoyongan, pelo,apatis, mengantuk,

agresif, curiga.

 Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi

lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.

 Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau); mata dan hidung berair

menguap terus, diare, sakit seluruh tubuh, takut air, kejang, kesadaran menurun.

 Pengaruh jangka panjang:tidak sehat, tidak peduli terhadap

kesehatan/kebersihan, gigi tidak terawat, terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain.

5) Perubahan Sikap dan Perilaku

 Prestasi sekolah menurun, sering tidak mengerjakan tugas, membolos

pemalas, kurang bertanggung jawab.

 Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan, mengantuk di

kelas/tempat kerja.

 Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang.

 Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar

bertemu dengan anggota keluarga lain.

 Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal, kemudian

menghilang.

 Sering berbohong dan minta banyak uang dengan alasan tak jelas,

mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri/keluarga, mencuri, mengompas, terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.

 Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar, sikap

bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia. 6) Peralatan yang digunakan

  jarum suntik insulin ukuran 1 ml,

(21)

 sedotan minuman dari plastik, gulungan uang kertas yang digunakan

(untuk menyedot heroin atau kokain),

 kertas timah bekas bungkus rokok atau permen karet (untuk tempat

heroin dibakar), kartu telepon (untuk memilah bubuk heroin) dan botol-botol kecil sebesar jempol dengan pipa pada dindingnya)

d. Penatalaklsanaan

1) Tujuan Terapi dan Rehabilitasi

 Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.

 Pengurungan frekuensi dan keparahan relaps (kekambuhan).

Sasaran utamanya adalah pencegahan kekambuhan. Pelatihan relapse prevention programme, program terapi kognitif, opiate antaginist maintenance therapy dengan naltrexon merupakan beberapa alternatif untuk mencegah kekambuhan.

 Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam

kelompok ini, abstinesia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintenance) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.

2) Petunjuk Umum

 Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis.

 Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung

 jawab sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebaiknya dirujuk ke dokter ahli.

 Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di

puskesmas.

 Pasien dalam keadaan overdosis sebaiknya dirawat inap di UGD RSU.  Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau

psikotik sebaiknya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu dirujuk ke RSJ.

 Pasien dalam keadaan putus alkohol atau

sendativa/hipnotika harusdirawat inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan delirium.

3) Terapi dan Rehabilitasi

 Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung

(22)

profesi medis (dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu.

e. Pencegahan

Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA dilakukan melalui berbagai cara, yaitu :

1) Berbasis Keluarga 

 Mengasuh anak dengan baik.

 Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat di rumah.  Luangkan waktu untuk kebersamaan.

 Orang tua menjadi contoh yang baik.  Kembangkan komunikasi yang baik.

 Mengerti dan menerima anak sebagaimana adanya.

 Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual agama, tetapi juga memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

 Orang tua memahami masalah yang timbul agar dapat berdiskusi dengan anak :

o Mengetahui dan memahami bahaya penyalahgunaan NAPZA.

o Mengetahui ciri anak yang mempunyai risiko tinggi untuk menyalahgunakan

NAPZA.

o Mengetahui gejala anak yang sudah menyalahgunakan NAPZA.

o Apa yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah untuk mencegah

penyalahgunaan NAPZA. 2) Berbasis Sekolah 

Upaya terhadap siswa, antara lain :

 Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat dari penyalahgunaan NAPZA. Sebaiknya hal ini dimasukkan ke dalam kurikulum.

 Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di sekolah.

 Melatih siswa :

(23)

o Membentuk citra diri yang positif, mengatasi stres dan menyelesaikan masalah, mengembangkan keterampilan untuk tetap bebas dari pemakaian NAPZA/rokok,

o Cara berkomunikasi yang baik, cara mengemukakan pendapat dengan asertif dan keterampilan sosial serta keterampilan hidup lainya,

o Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa (kegiatan ekstra kurikuler), sehingga mereka tidak terjerumus kepada kegiatan yang negatif,

o Meningkatkan kegiatan konseling yang dilakukan oleh guru BK (Bimbingan Konseling) untuk membantu menangani masalah yang terjadi pada siswa, o Membantu siswa yang telah menyalahgunakan NAPZA, sehingga ia tidak

merasa disingkirkan oleh guru atau teman-temannya,

o Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari.

Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah,antara lain berupa :

 Razia dengan cara sidak (inspeksi mendadak).

 Melarang orang yang tidak berkepentingan masuk ke lingkungan sekolah.  Melarang siswa ke luar lingkungan sekolah pada jam pelajaran tanpa izin

guru.

 Membina kerja sama yang baik dengan berbagai pihak terkait.  Meningkatkan pengawasan sejak siswa datang sampai pulang.

Upaya untuk membina lingkungan sekolah, antara lain :

 Menciptakan suasana yang sehat dengan membina hubungan yang

harmonis antara pendidik-anak didik-orangtua.

 Mengembangkan proses belajar mengajar yang mendukung terbentuknya

remaja yang mandiri.

 Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah.

3) Berbasis Masy arakat 

Upaya pencegahan yang dilakukan di masyarakat antara lain :

 Memperbaiki kondisa lingkungan,penataan kota dan tempat tinggal yang

dapat menumbuhkan keserasian antara manusia dengan lingkungannya,

 Menumbuhkan perasaan kebersamaan melalui pembinaan tempat tinggal,  Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahgunaan

NAPZA,

(24)

 Melibatkan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.

DAFTAR PUSTAKA

Marlindawani Purba, Jenny dkk. 2008.  Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan : USU Press Art Design, Publishing & Printing.

 Anang Rachyudi. (2009). Konsep Komunikasi Terapeutik. Dapat diakses dihttp://www.scribd.com/doc/17427921/Konsep-Komunikasi-Terapeutik di buka pada tanggal 2 Mei 2012.

Dwi Andini (2008). Komunikasi Terapeutik. Dapat diakses

dihttp://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/komunikasi-terapeutik/ di buka pada tanggal 2 Mei 2012.

Ghana Syakira. (2009). Unsur dan Prinsip Komunikasi Terapeutik. Dapat diakses

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui Rahmad bin Mansyur memberi isyarat tiba-tiba Gerson Rawaukabeko Debugalo yang ketika itu duduk tepat di belakang Didik Santoso langsung memegang kedua lengan

Gaol, M.Si Doddy Wihardi, S.I.P, M.I.Kom Doddy Wihardi, S.I.P, M.I.Kom Jeanie Annissa, S.I.P, M.Si Jeanie Annissa, S.I.P, M.Si Muhammad Shaufi, M.Pd.I Muhammad Shaufi, M.Pd.I

Prinsip dari metode biuret adalah ikatan peptida dapat membentuk senyawa kompleks berwarna ungu dengan penambahan garam kupri dalam suasana basa (Carprette, 2005)..

Semakin banyak munculnya organisasi – organisasi atau koperasi – koperasi lain yang timbul di masyarakat yang tentunya dapat menjadi pesaing bagi koperasi Sidowaluyo, salah

  Allah adalah Sumber Keselamatan yang Sejati dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang

Kelelahan dan keletihan terus-menerus yang disebabkan oleh kegiatan yang dilakukan dengan frekuensi atau periode waktu yang lama dari upaya otot, pengulangan aktivitas atau

Oleh karena itu, dari etimologi dan definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa metafora memiliki suatu peran untuk menjadikan sebuah kata memiliki makna di luar dari

Pola kuman yang paling banyak dijumpai di unit perawatan neonatus RSHAM adalah Staphylococcus sp, Pseudomonas sp dan Enterobacter sp yang sensitif terhadap vancomycin, meropenem