• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut (Kappaphicus alvarezii)

Rumput laut (Sea weed) adalah ganggang berukuran besar atau macro

algae yang merupakan tanaman tingkat rendah atau termasuk dalam devisi thallophyta. Marfologi tanaman ini hanya terdiri dari thallus, tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian tersebut digantikan oleh thallus (Meiyana et al. 2001). Jenis-jenis rumput laut yang telah di budidayakan di Indonesia antara lain : Eucheuma denticulatum, Kapaphycus alvarezii, Gracilaria verucosa, G. gigas, G. lichenoides dan G. corifervoides (Angadiredja et al. 1996). Rumput laut jenis Kapaphycus alvarezii atau dikenal dengan Eucheuma cotonii

adalah salah satu jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan karena jenis ini banyak mengandung karagenan yang tinggi, sehingga banyak digunakan pada

industri makanan, farmasi dan kosmetik (Meiyana et al. 2001). Rumput laut

mengandung beberapa kandungan penting seperti agar-agar, karagenan dan alginat.

2.2 Kappa-Karagenan

Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-Galaktosa dan L-D-Galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap unit galaktosa mengikat gugus sulfat. Jumlah sulfat pada karagenan lebih kurang 35,1%. Berdasarkan strukturnya karagenan dibagi menjadi tiga jenis yaitu kappa, iota dan lamda karagenan. Kappa-karagenan tersusun dari (1- >3) D–Galaktosa–4 sulfat dan (1 - > 4) 3,6 anhydro–D– Galaktosa. Iota karagenan mengandung 4–sulfat ester pada setiap residu D– galaktosa dan 2 sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro D–Galaktosa, sedangkan lamda karagenan memiliki sebuah residu disulfhated (1 – 4) D–

Galaktosa (Akbar et al. 2001). Kadar k-karagenan dalam setiap species

Kappaphycus alvarezii berkisar antara 54%-73% di Tanzania, sedangkan di Indonesia berkisar antara 61,5 % - 67,5 % (Atmadja et al. 1996 dan Silva et al. 1996).

(2)

Dinding sel dari alga laut kaya akan polisakarida sulfat (SPs) seperti karagenan dalam alga merah, yang memiliki senyawa bioaktif yang menguntungkan sebagai anti koagulan, antiviral, anti oksidatif, anti kanker, dan aktivitas modulasi sistem imun (Wijesekara 2011). Kegunaan struktur molekul polisakarida dalam aktivitas immunomodulatory telah diketahui dari beberapa penelitian polisakarida dari beberapa spesies rumput laut dapat menstimulasi aktivitas respiratory burst dari fagosit turbot, proses yang berperan penting dalam

membunuh mikroba (Castro et al. 2006). Metabolit primer yang umumnya

merupakan senyawa poliskarida dan bersifat ”Hidrokoloid” seperti karagenan, agar, alginate dan turcelaran digunakan sebagai senyawa ”additive” dalam industri farmasi. Metabolit primer asam-asam amino sebagai sumber gizi, serta metabolit sekunder yang merupakan senyawa ”bioactive substances” dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai obat (Angadiredja et al. 1996).

Fungsi utama karagenan antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan

pengental pembentuk gel dan pengemulsi. (Akbar et al. 2001). Beberapa

penelitian tentang penggunaan karagenan, antara lain menggunakan ekstrak panas dari G. amansii dan G. tenuistipitatai dan karagenan menunjukan pengaruh positif pada ketahanan ikan dan udang terhadap infeksi patogen (Fujiki et al. 1992 ; Hou dan Chen 2005 ; Fujiki et al. 1997a ; Fujiki et al. 1997b), dan terjadi peningkatan Total Hemocyte Count (THC), aktivitas Phenoloxsidase pada L. vanamei melalui injeksi, perendaman dan pengaturan pada pakan dengan ekstraksi dari G. amansii

dan peningkatan ketahanan terhadap injeksi bakteri Vibrio alginolyticus (Fu et al.

2007).

2.3 Respon Imun Ikan

Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun adalah gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi sedangkan imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sistem pertahanan imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik

(3)

(adaptive/acquired) (Baratawidjaja 2006). Aktivitas respon imunitas tersebut dapat distimulasi oleh imunostimulator (Anderson 1992).

Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid (organ yang merespon antigen) yang menyatu dengan jaringan myeloid (organ penghasil darah) dan dikenal dengan nama jaringan limfomyeloid. Jaringan tersebut dibentuk dari jaringan granolopoietik yang kaya dengan enzim lisozim yang diduga mempunyai peranan penting dalam reaksi kekebalan tubuh. Organ limfomyeloid pada ikan teleostei adalah limpa, timus dan ginjal anterior (Fange 1982). Produknya berupa sel-sel darah dan respon pertahanan seluler dan humoral (Anderson 1992). Ada beberapa substansi sel dan organ yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh suatu organisme. Elemen-elemen tersebut sering disebut dengan sistem kekebalan (immune system). Organ yang termasuk dalam sistem kekebalan adalah sistem “Reticulo Endothelial” , limfosit, plasmosit, dan fraksi serum protein tertentu. Sistem reticulo endothelial pada ikan terdiri atas : bagian anterior ginjal, thymus, limfa (spleen), dan hati (pada awal perkembangan). Suatu jaringan yang menyerupai jaringan limfoid pada usus ikan diduga mempunyai peranan dalam mekanisme kekebalan tubuh.

Sel yang berperan dalam sistem tanggap kebal terdiri dari dua jenis sel limfosit yaitu limfosit –B dan limfosit-T. Aktivitas yang pasti dari sel –T pada ikan belum banyak diketahui tapi yang jelas peran utamanya adalah dalam sistem kekebalan seluler dan biasanya disebut dengan keimunan perantara sel (cell mediated immunity). Sel –B berperan dalam produksi imunoglobulin melalui rangsangan pada limfa dan mungkin hati pada ikan. Ikan tidak memiliki nodulus limfatikus (Supriyadi 1995).

Mekanisme pertahanan tubuh dari hewan yang paling sederhana ialah fagositosis (Supriyadi 1995). Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam pertahanan nonspesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta polimorfonuklear atau granulosit. Sel-sel ini berperan sebagai sel yang menangkap antigen, mengolah dan selanjutnya mempresentasikannya kepada sel T, yang dikenal sebagai sel penyaji (APC). Fagositosis yang efektif pada invasi kuman dini akan dapat mencegah timbulnya infeksi (Baratawidjaja 2006).

(4)

Selanjutnya dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, memakan, fagositosis, memusnahkan dan mencerna (Baratwidjaja 2006).

Supriyadi (1995), mengungkapkan bahwa antibodi atau zat anti adalah suatu senyawa protein (gama-globulin, immunoglobulin) yang terbentuk karena adanya antigen (benda asing) yang masuk kedalam tubuh. Sifat dari antibodi yang dihasilkan biasanya sangat spesifik artinya hanya dapat bereaksi terhadap suatu organisme yang memiliki susunan molekul yang sama dengan perangsangnya (antigen asal). Antibodi memiliki tiga fungsi, yaitu 1) menetralisasikan toksin agar tidak lagi bersifat toksik, 2) mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen dan 3) membusukan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Antibodi akan terbentuk jika sel limfosit (sel B) telah berfungsi dengan baik (Yahya 2000).

Mekanisme pertahanan tubuh yang sinergis antara pertahanan humoral dan seluler dimungkinkan oleh adanya interleukin, interferon dan sitokin dan berfungsi sebagai komunikator dan amplikasi dalam mekanisme pertahanan humoral dan selular ikan (Anderson 1992).

2.4 Bakteri Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat gram negatif, berbentuk

batang, motil. Irianto (2005), mengungkapkan bahwa Aeromonas hydrophila

merupakan agensia penyebab hemoragik septikemia (Bakterial Hemorrhagic

Septicemia, BHS) atau MAS (Motile Aeromonas hydrophila) pada beragam spesies ikan air tawar. Menurut Kabata (1985), Aeromonas hydrophila berukuran panjang berkisar antara 1.0 – 1,5 µ. Bakteri ini bersifat motil (bergerak aktif) dengan satu flagela polar yang terletak pada bagian ujung, dan dapat berkembang biak dengan baik pada medium Tryp Soy Agar (TSA) pada suhu kamar (20-300C).

Irianto (2005) mengungkapkan bahwa Aeromonas hydrophila merupakan

patogen oportunistik. Dikenal sebagai patogen fakultatif yang masuk ke jaringan ikan yang stres berat dan secara fisik lemah oleh penyebab penyakit lain (Plumb et al. 1976). Faktor stres lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan kualitas air

(5)

yang buruk, mempertinggi perkembangan penyakit. Faktor-faktor tersebut diantaranya suhu air tinggi, kadar amonia dan nitrat tinggi, gangguan pH, dan oksigen terlarut rendah. Kepadatan parasit dan ikan yang tinggi, beban bahan organik di air yang tinggi, aktivitas pemijahan, penanganan dan transportasi yang kasar juga dapat memicu timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Aeromonas hydrophila (Camus et al. 1998). Ikan yang terserang bakteri ini biasanya memperlihatkan gejala-gejala berupa: warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun, mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air, insangnya rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka

borok-borok, perut ikan kembung (dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan

maka akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi dan Ghufran 2004).

Galur A. hydrophila menghasilkan berbagai toksin ekstraselular dan enzim ekstraselular yang disebut ECP (Extracellular Product) yang mungkin adalah faktor virulen dan virulen determinan ( Angka et al. 1995). Salah satu struktur permukaan sel yang utama pada bakteri gram negatif adalah LPS (lipopolisakarida) yang dikenal sebagai endotoksin. Toksin jenis ini penyebab

demam dan radang pada hewan inang. LPS dari patogen ikan Aeromonas

hydrophila mempunyai rantai polisakarida O dari panjang rantai homogenus, beda

dengan panjang rantai heterogenus dari polisakarida galur Aeromonas lain

(Dooley et al. 1985).

2.5 Imunostimulan

Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lainnya yang mampu meningkatkan mekanisme respon spesifik dan non spesifik ikan (Anderson 1992). Imunostimulan merupakan bahan yang bisa menigkatkan resistensi organisme terhadap infeksi patogen (Treves-Brown 2000). Menurut Dugger and Joy (1999), mengungkapkan bahwa pemberian imunostimulan secara luas dengan maksud untuk mengaktifkan sistem imun non spesifik seperti makrofag pada vertebrata dan hemocyte pada avertebrata.

(6)

Penggunaan imunostimulan dilakukan pada budidaya ikan karena kemoterapi yang diberikan pada ikan menyebabkan resistensi pada bakteri tertentu. Imunostimulan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit infeksi, bukan karena meningkatnya respon imun spesifik tapi oleh meningkatnya mekanisme pertahanan imun non-spesifik. Imunostimulan penting untuk mengontrol penyakit ikan dan berguna pada budidaya ikan (Sakai 1999). Sedangkan menurut Tizard (1988), Beberapa materi atau substansi yang terlibat dalam proses spesifik adalah imunisasi akrif dan pasif, baik oleh virus, bakteri maupun cendawan, sedangkan yang non-spesifik berupa stimulasi limfosit dan makrofag.

Raa et al. (1992), mengatakan bahwa masuknya imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan menggiatkan sel limfosit yang kemudian membelah menjadi limfosit T dan B. Limfosit T memproduksi interferon yang akan meningkatkan kemampuan makrofag sehingga dapat memfagositosis sel bakteri, virus dan partikel asing lainnya yang masuk ke tubuh ikan. Imunostimulan akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen. Interleukin menggiatkan limfosit B menjadi lebih banyak memproduksi antibodi. Ikan yang diberikan imunostimulan biasanya menunjukkan peningkatan aktifitas sel fagositik. Aktifitas sel fagositik dapat dideteksi dengan fagositosis, killing dan chemotaxis (Kajita et al. 1990).

Imunostimulan yang diketahui dengan baik adalah komponen dari dinding sel bakteri, seperti lipopolysaccharide (LPS) (Goets et al. 2004). Komponen sintetis, polisakarida, ekstrak hewan dan tumbuhan atau vitamin dapat meningkatkan respon imun non-spesifik (Siwicki 1987; siwicki 1989; Hardie et al. 1991; Thampson et al. 1995). Beberapa adjuvan dan imunostimulan seperti b-glukan, kitin dan polisakarida asal bakteri biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit dan untuk meningkatkan imunitas ikan (Anderson 1996; Sakai 1999). Imunostimulan dapat diaplikasikan melalui penyuntikan, perendaman atau secara oral (Jeney dan Anderson 1993; Sakai 1999; Yin et al. 2006). Komponen karbohidrat dan asam nukleat yang terdapat pada dinding bakteri gram-negatif dipercaya sebagai imunostimulan, bila dicampur ke dalam pakan akan memberikan respon kekebalan (Sakai 1998).

(7)

Hasil penelitian Alifuddin (1999), menunjukkan bahwa pemberian imunostimulan yaitu lipopolisakarida, levamisol dan S. cerevisiae dengan dosis 60 ppm secara perendaman selama 10 menit dapat meningkatkan: Respon non spesifik (respon seluler) yakni leukosit (total dan jenis-jenis leukosit), aktivitas fagositik respon seluler, respon spesifik (humoral) yakni antibodi terhadap infeksi

bakteri Aeromonas hydrophila. Selanjutnya Imunostimulan tidak berpengaruh

terhadap status kesehatan ikan dan tidak mengakibatkan penyimpangan kondisi fisiologi ikan; dalam hal ini dilihat dari kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan kadar glukosa plasma darah. pemaparan imunostimulan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan dan efektif terhadap bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif.

Hasil Penelitian Junita (2002) menunjukkan bahwa Spirulina plantesis

dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin (Pangasius djambal) yang

terlihat dari meningkatnya respon kekebalan non-spesifik yang meliputi total leukosit, jenis leukosit, dan aktifitas fagositik. Pemberian Spirulina plantesis 4% secara diskontinyu memberikan hasil terbaik dalam mengingkatkan respon kekebalan dengan lama waktu pemberian satu bulan. Selanjutnya pemberian

Spirulina plantesis 4% secara diskontinya menghasilkan tingkat persentase kelangsungan hidup ikan patin 76.7 % setelah diuji tantang dengan Aeromonas hydrophila.

Hasil Penelitian Jasmanindar (2009) menunjukkan Ekstrak Gracilaria

verrucosa memiliki kemampuan untuk menstimulasi sistem ketahanan pada udang

vaname Litopenaeus vannamei. Pemberian 50 µg/g bobot udang ekstrak G

verrucosa menghasilkan kelangsungan hidup udang vanamei hingga 73,3%. Dosis ekstrak 50 µg/g bobot udang menunjukkan aktifitas phenoloxidase (0,42 ± 0,07 unit) dan clearance effciency (74,0 ± 3,3 %) dari hemosit udang mengalami peningkatan hingga hari keempat pengamatan, sedangkan aktifitas fagositosis (44,3 ±3,5%) mengalami peningkatan hingga hari kedua pengamatan. Pemberian ekstrak G.verrucosa yang berulang dengan interval waktu tertentu yaitu 2 kali pemberian selama 30 hari pemeliharaan sudah mampu memberikan kelangsungan hidup hingga 86,7%.

(8)

Hasil penelitian Suryati (2009) menunjukkan bahwa pemberian k-karagenan sebagai imunostimulan dapat meningkatkan respon imun non-spesifik pada ikan lele dumbo, yang terukur dari kadar hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, diferensial leukosit dan indeks fagositik. Pemberian kappa karaginan dapat mencegah perkembangan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila, berdasarkan gejala klinis maupun histopatologi pada organ kulit, ginjal dan hati, dengan tingkat kerusakan yang lebih ringan. Pemberian kappa karaginan secara berulang dengan frekuensi empat kali, dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele dumbo tertinggi yaitu 93,33±5,77% pasca infeksi bakteri Aeromonashydrophila.

Dengan pemberian imunostimulan maka status kesehatan ikan dapat lebih terjaga, sehingga dapat meningkatkan produksi melalui peningkatan ketahanan

tubuh terhadap penyakit infeksi (Robertson et al. 1990; Anderson 1992).

Imunostimulan tidak memperlihatkan efek samping yang negatif sebagaimana yang terjadi pada penggunaan vaksin dan antibiotik terhadap lingkungan dan konsumen (Anderson 1996; Sakai 1999).

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang terlihat pada Grafik 12 lebih dari setengah responden yaitu 20 (72%) tidak setuju jika layanan berbasis teknologi RFID di Pusat Layanan Perpustakaan

Fissure structure analysis to unravel groundwater inflow problem in gold mining site of Pongkor area, West Java, Indonesia.. Sari Bahagiarti Kusumayudha*, Puji Pratiknyo,

Mengingat bahwa pengaruh biaya promosi terhadap peningkatan volume penjualan tergolong positif dengan korelasi yang sangat kuat, maka kegiatan promosi pada perusahaan pertenunan

Sepanjang pengalaman penulis dalam mengadvokasi gerakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance) pola korupsi di daerah

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi humas dilembaga pendidikan adalah menumbuh dan mengembangkan hubungan yangharmonis melalui komunikasi dengan

Asfiksia neonaturum dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan jenis persalinan. apapun, khususnya pada persalinan pervaginam.Pada persalinan

Unsur-unsur tersebut adalah adanya perbuatan, perbuatan itu melawan hukum, adanya kerugian, adanya kesalahan, dan adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan