MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
INJEKSI PARENTERAL VOLUME KECIL (SVPs)
INJEKSI PARENTERAL VOLUME KECIL (SVPs)
DAN INJEKSI PARENTERAL VOLUME BESAR (LVPs)
DAN INJEKSI PARENTERAL VOLUME BESAR (LVPs)
Disusun oleh: Disusun oleh: Kelompok 2 Kelompok 2
Teknologi Sediaan Steril A (Senin Pagi) Teknologi Sediaan Steril A (Senin Pagi)
Asma
Asma Fitriani Fitriani 15066773961506677396 Aulia
Aulia Elfa Elfa Rosdina Rosdina 15066774521506677452 Grasella 1506724386 Grasella 1506724386 Meidi
Meidi Rani Rani S S 15067219961506721996 Nisma Nurilla Yumna
Nisma Nurilla Yumna 15066773641506677364 Nusaibah Muthiah
Nusaibah Muthiah 15066774711506677471 Olyva
Olyva Cessari Cessari Laras Laras Seruni Seruni 15066773831506677383 Purnama
Purnama Wulansari Wulansari Neldy Neldy 15067671261506767126 Stefyana
Stefyana Hernawati Hernawati 15067376341506737634 Tiara
Tiara Nurul Nurul Haq Haq 15066772821506677282 Yunistia
Yunistia Moura Moura Zakhrifah Zakhrifah 15066775021506677502
FAKULTAS FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
DEPOK
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Esa, karena atas karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Teknologi Sediaan Steril dan Aseptik Dispensing yang berjudul mata kuliah Teknologi Sediaan Steril dan Aseptik Dispensing yang berjudul “Injeksi Volume Parenteral Kecil (SVPs) dan Injeksi Volume Parenteral Besar “Injeksi Volume Parenteral Kecil (SVPs) dan Injeksi Volume Parenteral Besar (LVPs)” tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Raditya (LVPs)” tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Raditya Iswandana S. Farm., M. Farm., Apt. yang telah membimbing penulis dalam proses Iswandana S. Farm., M. Farm., Apt. yang telah membimbing penulis dalam proses pembuatan
pembuatan makalah makalah ini. ini. Penulis Penulis juga juga berterima berterima kasih kasih atas atas bantuan bantuan semua semua pihakpihak yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dukungan moral yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dukungan moral maupun materi kepada penulis sehingga penulis dapat membuat makalah ini maupun materi kepada penulis sehingga penulis dapat membuat makalah ini dengan baik dan benar.
dengan baik dan benar.
Penulis berharap informasi-informasi yang terdapat dalam makalah ini Penulis berharap informasi-informasi yang terdapat dalam makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih dapat berguna bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran untuk memperbaiki makalah in
penulis menerima kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini.i.
Depok, 12 April 2018 Depok, 12 April 2018
Penulis Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA
KATA PENGANTAR PENGANTAR ... ... iiii DAFTAR
DAFTAR ISI ...ISI ... ... iiiiii DAFTAR
DAFTAR GAMBAR GAMBAR ... ... iviv DAFTAR
DAFTAR TABEL ...TABEL ... ... vv BAB
BAB I I PENDAHULUAN ...PENDAHULUAN ... ... 11 1.1
1.1 Latar Latar Belakang Belakang ... 1... 1 1.2
1.2 Rumusan Rumusan Masalah Masalah ... ... 22 1.3
1.3 Tujuan Penulisan ...Tujuan Penulisan ... 2... 2 1.4
1.4 Metode Penulisan...Metode Penulisan... 3... 3 1.5
1.5 Sistematika Sistematika Penulisan Penulisan ... 3... 3 BAB
BAB II II ISI ...ISI ... ... 44 2.1
2.1 Pengertian SVPs dan Pengertian SVPs dan LVPs LVPs ... 4... 4 2.2
2.2 Bahan Pembentuk Sediaan ...Bahan Pembentuk Sediaan ... 5... 5 2.2.1
2.2.1 Bahan Bahan Utama ...Utama ... 5... 5 2.2.2
2.2.2 Bahan Bahan Tambahan Tambahan ... 9... 9 2.3
2.3 Large Volume Large Volume ParenteralsParenterals(LVPs) ...(LVPs) ... ... 1313 2.3.1 Aspek
2.3.1 Aspek – – aspek aspek yang perlu yang perlu diperhatikan dalam diperhatikan dalam LVPs LVPs ... 13... 13 2.3.2 Contoh Sediaan
2.3.2 Contoh Sediaan Large-Volume Large-Volume ParenteralsParenterals ... 19 ... 19 2.3.3
2.3.3 Contoh Formulasi Contoh Formulasi LVPs LVPs ... 24.... 24 2.4
2.4 Small Volume ParenteralsSmall Volume Parenterals (SVPs) (SVPs) ... 34... 34 2.4.1 Aspek
2.4.1 Aspek – – aspek aspek yang perlu diperhatikan yang perlu diperhatikan dalam SVPs dalam SVPs ... 34... 34 2.4.2
2.4.2 Contoh Sediaan dan Contoh Sediaan dan Rute Pemberian ....Rute Pemberian ... 42... 42 2.4.3
2.4.3 Contoh Formulasi Contoh Formulasi SVPs SVPs ... 49.... 49 BAB
BAB III III PENUTUP PENUTUP ... 58... 58 3.1.
3.1. Kesimpulan ...Kesimpulan ... ... 5858 3.2.
3.2. Saran ...Saran ... ... 5858 DAFTAR
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh sediaan SVP dan LVP………...5
Gambar 2. Rute Pemberian LVPs………..16
Gambar 3. Wadah Gelas………17
Gambar 4. Wadah Plastik ………..18
Gambar 5. Wadah LVPs………18
Gambar 6. Sediaan Asam Amino………..20
Gambar 7. Sediaan Injeksi Dekstrosa………...……….20
Gambar 8. Sediaan Injeksi Dekstrosa dan NaCl………...21
Gambar 9. Sediaan Injeksi Manitol………22
Gambar 10. Sediaan Injeksi Ringer ………..……….22
Gambar 11. Sediaan Injeksi Ringer Laktat………23
Gambar 12. Sediaan Injeksi NaCl………..23
Gambar 13. Template yang Disarankan untuk Proses Pengembangan Formulasi SVP………...………44
Gambar 14. Ampul……….………45
Gambar 15. Vial……….45
Gambar 16. Bentuk Syringe………..….46
Gambar 17. Bentuk Mini Bag………48
Gambar 18. Clindamycin Injection………48
Gambar 19. Premarin Injection………..…49
Gambar 20. Chlorpromazine Ampules………...…49
Gambar 21. Obat Injeksi Insulin………50
Gambar 22. Obat Injeksi Insulin.………...52
Gambar 23. Contoh Sediaan Injeksi Digoksin………..….55
Gambar 24. Contoh Sediaan Injeksi Lidokain Hidroklorida……….…56
Gambar 25. Fragmin® Ampul………...…56
Gambar 26. Fragmin® Vial Multidose………..…56
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan SVP dan LVP……….……….4
Tabel 2. Contoh Water-miscible Vehicles……….…….…8
Tabel 3. Beberapa Contoh Injeksi dalam Minyak ……….………..9
Tabel 4. Pengawet untuk Sediaan Parenteral……….11
Tabel 5. Contoh Sediaan LVPs……….…….…19
Tabel 6. Formulasi Injeksi Dekstrosa 5%.……….………24
Tabel 7. Formulasi Injeksi Larutan Ringer Laktat.………25
Tabel 8. Formulasi Sediaan Elektrolit untuk Rehidrasi……….………26
Tabel 9. Fungsi Masing-Masing Komponen dalam Formulasi ………….…….…27
Tabel 10. Formulasi Sediaan Lipid emulsion 20% for parenteral nutrition…..…29
Tabel 11. Fungsi Masing-Masing Komponen dalam Formulasi ………30
Tabel 12. Formulasi Sediaan Larutan Asam Amino Nutrisi Parenteral……….…31
Tabel 13. Fungsi Masing-Masing Komponen dalam Formulasi ………32
Tabel 14. Rute Pemberian SVP………..43
Tabel 15. Contoh Sediaan SVP………..…45
Tabel 16. Formulasi Digoxin Injection………..…50
Tabel 17. Penjelasan Fungsi Bahan dalam Digoxin Injection………...…51
Tabel 18. Formulasi Lidocaine Hydrochloride Injection………...…52
Tabel 19. Penjelasan Fungsi Bahan dalam Formulasi Lidocaine Hydrochloride Injection………..…..53
Tabel 20. Formulasi umum injeksi dalteparin sodium………...…56
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang banyak digunakan. Menurut WHO, sterilitas dapat didefinisikan sebagai bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan steril yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari contohnya adalah sediaan parenteral dengan segala rute pemberian, salep mata, obat tetes mata, infus, dll. Sediaan steril yang paling banyak digunakan biasanya adalah sediaan parenteral atau injeksi.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan. Sediaan ini disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender yang dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efisiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan beracun serta harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Berdasarkan USP, sediaan parenteral dikategorikan ke dalam parenteral volume kecil (SVPs) dan parenteral volume besar (LVPs), dimana kategori ini berdasarkan pada volume pengisian. Small Volume Parenterals (SVPs) adalah injeksi yang dikemas dalam wadah kurang dari 100 mL sedangkan Large Volume Parenterals (LVPs) adalah injeksi atau preparasi dosis tunggal yang dimaksudkan untuk penggunaan IV yang dikemas dalam wadah lebih dari 100 mL.
SVPs dan LVPs sangat banyak digunakan dalam pengobatan terutama untuk pengobatan di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, farmasis sangat perlu untuk mempelajari dan memahami lebih dalam mengenai sediaan parenteral volume kecil (SVPs) dan volume besar (LVPs). Dalam makalah ini
penulis membahas mengenai pengertian, jenis-jenis, aspek yang perlu diperhatikan dalam LVPs dan SVPs, bahan-bahan utama pembentuk sediaan LVPs dan SVPs, contoh formulasi sediaan LVPs dan SVPs, dan lain-lain.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dan jenis-jenis dari injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar (LVPs)?
1.2.2 Apa saja aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar
(LVPs)?
1.2.3 Apa saja contoh sediaan dan rute pemberian injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar (LVPs)?
1.2.4 Apa saja basis atau bahan-bahan utama pembentuk sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar
(LVPs)?
1.2.5 Apa saja contoh formulasi beserta fungsi bahan-bahan pada sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar (LVPs)?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Memahami pengetian dan jenis-jenis dari sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar (LVPs).
1.3.2 Memahami aspek-aspek yang perlu diperhatikan pada sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar
(LVPs).
1.3.3 Mengetahui dan memahami contoh-contoh sediaan dan rute pemberian pada sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar (LVPs).
1.3.4 Memahami basis atau bahan-bahan utama pembentuk sediaan injeksi parenteral volume kecil (SVPs) dan injeksi parenteral volume besar
1.3.5
1.3.5 Mengetahui dan memahami contoh-contoh formulasi dari SVPs danMengetahui dan memahami contoh-contoh formulasi dari SVPs dan LVPs serta fungsi bahan-bahan dalam formulasi.
LVPs serta fungsi bahan-bahan dalam formulasi.
1.4
1.4 Metode PenulisanMetode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah melalui Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah melalui metode kepustakaan. Kami mencari data dan informasi dari berbagai sumber, metode kepustakaan. Kami mencari data dan informasi dari berbagai sumber, baik dari buku-buku
baik dari buku-buku atau sumber lainnya seperti jurnal, maupun internet.atau sumber lainnya seperti jurnal, maupun internet.
1.5
1.5 Sistematika PenulisanSistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini adalah Sistematika penulisan makalah ini adalah JUDUL JUDUL KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Metode Penulisan 1.4 Metode Penulisan 1.5 Sistematika Penulisan 1.5 Sistematika Penulisan BAB II ISI BAB II ISI 2.1 Pengertian LVPs dan SVPs 2.1 Pengertian LVPs dan SVPs 2.2 Bahan Pembentuk Sediaan 2.2 Bahan Pembentuk Sediaan 2.3
2.3 Large Volume Large Volume ParenteralsParenterals (LVPs) (LVPs) 2.4
2.4 Small Volume Parenterals Small Volume Parenterals (SVPs) (SVPs) BAB III PENUTUP
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA
BAB II
BAB II
ISI
ISI
2.1 Pengertian SVPs dan LVPs 2.1 Pengertian SVPs dan LVPsMenurut United States Pharmacopeiea,
Menurut United States Pharmacopeiea, Small Volume Small Volume ParenteralParenteral (SVP) (SVP) adalah Injeksi (suntikan) yang dikemas dalam
adalah Injeksi (suntikan) yang dikemas dalam wadah yang berlabel dengan isiwadah yang berlabel dengan isi 100 ml atau kurang. Umumnya dikemas sebagai ampul, vial,
100 ml atau kurang. Umumnya dikemas sebagai ampul, vial, small bagssmall bags, dan, dan jarum s
jarum suntik. Juntik. Jika ika larutan larutan merupakan formulasmerupakan formulasi i steril, steril, maka harmaka harus dipasus dipastikantikan terbebas dari material partikulat. Partikulat ini dapat berupa organisme kecil, terbebas dari material partikulat. Partikulat ini dapat berupa organisme kecil, kaca, karet, core dari vial, logam, dan fragmen plastic. Sedangkan
kaca, karet, core dari vial, logam, dan fragmen plastic. Sedangkan Large Large Volume Parenteral
Volume Parenteral (LVP) adalah injeksi (suntikan) yang dimaksudkan untuk (LVP) adalah injeksi (suntikan) yang dimaksudkan untuk penggunaan
penggunaan intravena intravena dan dan dikemas dikemas dalam dalam wadah wadah yang yang berlabel berlabel dengan dengan isiisi 100 ml atau lebih. Wadah yang digunakan adalah botol kaca dengan tabung 100 ml atau lebih. Wadah yang digunakan adalah botol kaca dengan tabung ventilasi udara, botol kaca tanpa tabung ventilasi udara, dan
ventilasi udara, botol kaca tanpa tabung ventilasi udara, dan plastic bags. plastic bags. Penggunaan umum larutan pada LVP tanpa pengawet digunakan untuk Penggunaan umum larutan pada LVP tanpa pengawet digunakan untuk •• Mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairanMengatasi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan
•• Penambah nutrisiPenambah nutrisi
•• Sebagai kendaraan untuk administrasi obat lainSebagai kendaraan untuk administrasi obat lain
Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan SVP dan LVP Perbedaan SVP dan LVP Parameter
Parameter SVPSVP LVPLVP Volume
Volume ≤100 ml≤100 ml >100 >100 mlml Rute
Rute pemberian pemberian IV, IV, IM, IM, SC SC IVIV Unit
Unit dosis dosis Single atau Single atau Multiple Multiple MultipleMultiple Pengawet
Pengawet Menggunakan Menggunakan Tidak Tidak menggunakanmenggunakan Buffer
Buffer Menggunakan Menggunakan Tidak Tidak menggunakanmenggunakan Isotonisitas
Isotonisitas Tidak Tidak terlalu terlalu diperhatikan diperhatikan Harus Harus diperhatikandiperhatikan Pirogenisitas
Formulasi
Formulasi Larutan, Larutan, emulsi, emulsi, suspensi suspensi Larutan, emulsi Larutan, emulsi o/wo/w Penggunaan
Penggunaan Sebagai Sebagai agen agen terapetikterapetik dan diagnostik dan diagnostik
Sebagai penambah nutrisi, Sebagai penambah nutrisi, detoksifikasi, pengobatan detoksifikasi, pengobatan
selama operasi selama operasi
Gambar 1.
Gambar 1. Contoh sediaan SVP dan LVP Contoh sediaan SVP dan LVP
2.2
2.2 Bahan Pembentuk SediaanBahan Pembentuk Sediaan 2.2.1
2.2.1 Bahan UtamaBahan Utama 2.2.1.1
2.2.1.1 Water-soluble VehicleWater-soluble Vehicle
1.
1. Water for InjectionWater for Injection (WFI) (WFI) Water for injection
Water for injection merupakan air yang sudah merupakan air yang sudah dipurifikasi dengan destilasi atau dengan
dipurifikasi dengan destilasi atau dengan reverse osmosisreverse osmosis dan dan memenuhi standar keberadaan total solid, di mana tidak lebih memenuhi standar keberadaan total solid, di mana tidak lebih dari 1 mg/100 mL
dari 1 mg/100 mL water for injection, serta tidakwater for injection, serta tidak mengandung bahan tambahan.
mengandung bahan tambahan. Water for injectionWater for injection tidak harus tidak harus steril, tetapi harus bebas dari pirogen. WFI ini digunakan steril, tetapi harus bebas dari pirogen. WFI ini digunakan untuk produksi sediaan injeksi yang disterilisasi akhir. WFI untuk produksi sediaan injeksi yang disterilisasi akhir. WFI harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu dipada suhu di bawah
bawah atau atau di di atas atas rentang rentang suhu suhu di di mana mana mikroba mikroba dapatdapat tumbuh. Wadah yang digunakan umumnya berbahan kaca tumbuh. Wadah yang digunakan umumnya berbahan kaca atau
atau glass liend glass liend yang steril dan bebas pirogen, dan air ini yang steril dan bebas pirogen, dan air ini digunakan dalam waktu 24 jam.
digunakan dalam waktu 24 jam.
2.
2. Sterile Water for InjectionSterile Water for Injection (SWFI) (SWFI) Sterile water for injection
Sterile water for injection dikemas untuk dosis tunggal dikemas untuk dosis tunggal dan tidak lebih dari 1 L. Air sudah disterilisasi dan sudah dan tidak lebih dari 1 L. Air sudah disterilisasi dan sudah
terbebas dari pirogen namun memiliki jumlah endotoksin yang masih diperbolehkan, yaitu tidak lebih dari 0,25 endotoksin unit per mililiter. Selain itu, SWFI tidak mengandung antimikroba dan bahan tambahan lainnya. SWFI mungkin mengandung lebih banyak total solid dibandingkan dengan WFI karena leaching dari wadah selama sterilisasi. SWFI digunakan sebagai pelarut, pembawa, atau diluen untuk sediaan injeksi yang telah disterilisasi. SWFI juga banyak digunakan untuk rekonstitusi.
3. Bacteriostatic Water for Injection (BWFI)
Bacteriostatic water for injection merupakan SWFI yang mengandung satu atau lebih agen antimikroba yang sesuai. Dikemas dalam syringe atau vial yang tidak lebih dari 30 mL. Pada label kemasan harus dicantumkan nama dan proporsi dari agen antimikroba. Kelebihan dari BWFI adalah
dengan adanya antimikroba, maka dimungkinkan untuk dosis ganda. Akan tetapi karena adanya antimikroba, penggunaan hanya diperbolehkan dalam volume kecil untuk mencegah toksisitas dari antimikroba. Perlu diperhatikan kompatibilitas obat dengan antimikroba yang terkandung. Persyaratan labeling USP mewajibkan dicantumkan “Tidak Untuk Neonatus”, karena toksisitas dari bakteriostat benzyl alkohol. Hal ini terjadi karena neonatus memiliki kapasitas detoksifikasi pada hati yang terbatas.
4. Sodium Chloride Injection / NaCl Injection
Injeksi NaCl merupakan larutan steril isotonis. Injeksi NaCl tidak mengandung antimikroba, tetapi mengandung 154 mEq untuk masing-masing ion natrium dan ion klorida per liter. Injeksi NaCl dapat digunakan sebagai pembawa larutan steril atau suspensi obat untuk administrasi parenteral, seperti untuk rekonstitusi serta untuk kateter atau IV-line flush.
5. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection
Bacteriostatic Sodium Chloride Injection merupakan larutan isotonik steril yang mengandung antimikroba. Pada label perlu dicantumkan nama dan pr oporsi antimikroba dan “Tidak Digunakan untuk Neonatus” serta tidak dikemas dalam wadah lebih dari 30 mL. Bila digunakan sebagai pembawa, perlu diperhatikan kompatibilitas obat dengan antimikroba dan juga dengan NaCl. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection juga dapat digunakan untuk flush kateter atau IV-line.
6. Ringer’s Injection
Ringer’s Injection merupakan larutan steril dari NaCl, KCl, dan CaCl dalam WFI. Ketiga agen ini dibuat dalam konsentrasi yang menyerupai cairan fisiologis. Ringer’s Injection dapat digunakan dengan obat atau digunakan tunggal sebagai penambah elektrolit atau untuk menambahkan cairan plasma.
7. Lactated Ringer’s Injection
Lactated Ringer’s Injection memiliki tiga agen yang sama dengan Ringer’s Injection, yaitu NaCl, KCl, dan CaCl namun dengan jumlah yang berbeda dan juga mengandung sodium laktat. Injeksi ini digunakan untuk menambahkan elektrolit dan juga sebagai systemic alkalizer .
2.2.1.2 Water-miscible Vehicles
Pelarut ini digunakan terutama untuk melarutkan obat tertentu dalam sebuah vehicle dan untuk mengurangi hidrolisis. Water miscible co-solvents dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan misalnya untuk injeksi intramuskular ditemukan dapat menyebabkan kerusakan otot. Disebabkan karena adanya keterbatasan dengan jumlah pelarut yang dapat diberikan karena masalah potensi toksisitas seluler yang lebih
besar untuk hemolisis dan potensi terjadinya drug precipitation di area injeksi intramuskular ditemukan dapat menyebabkan kerusakan otot.
Tabel 2. Contoh Water-miscible Vehicles
2.2.1.3 Non-aqueous Vehicle
Substansi yang memiliki keterbatasan kelarutan pada air atau tidak boleh terhidrolisis membutuhkan pembawa jenis ini. Pembawa yang dipilih tidak boleh mengiritasi dan tidak bersifat toksik. Pembawa juga tidak boleh mempengaruhi aktivitas farmakologi. Hal yang harus diperhatikan adalah stabilitas fisika dan kimia pada berbagai level pH, viskositas, fluiditas, titik didih, miscibility dengan cairan tubuh. Solven non-aqueous yang sering digunakan antara lain vegetable oils, glycerin, polyethylene glycols, propylene glycol, alkohol. Kemudian ethyl oleat, isopropyl myristate, dan dimethylacetamide namun penggunaannya lebih jarang.
U.S Pharmacopeia (USP) menetapkan pembatasan minyak lemak nabati pada produk parenteral. Minyak lemak nabati harus tetap jernih pada saat didinginkan hingga 10 °C untuk menjamin stabilitas dan kejernihan produk injeksi selama penyimpanan di dalam lemari es. Minyak nabati tersebut tidak boleh mengandung minyak mineral atau parafin karena bahan tersebut tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh. Meskipun toksisitas minyak-minyak nabati umummnya dianggap relatif rendah,
minyak tertentu. Dengan demikian label harus menyatakan jenis minyak yang digunakan.
Minyak - minyak lemak (nabati) yang paling umum digunakan adalah minyak jagung, minyak kapuk, minyak kacang, dan minyak wijen. Minyak lainnya seperti minyak jarak dan minyak zaitun juga terkadang digunakan. Hampir sebagian besar sediaan injeksi yang mengandung pelarut minyak
diberikan secara intramuskular. Sediaan injeksi tersebut tidak dapat diberikan secara intravena karena dapat mengeluarkan mikrosirkulasi paru.
Tabel 3. Beberapa Contoh Injeksi dalam Minyak
2.2.2 Bahan Tambahan
USP mengizinkan zat tambahan dengan tujuan meningkatkan stabilitas dan meningkatkan khasiat, selama tidak dilarang untuk zat aktif tesebut, tidak mengganggu efek terapetik. Zat tambahan yang biasa digunakan adalah:
2.2.2.1 Pengawet
Pengawet biasanya digunakan untuk sediaan multi dose container . Kandungan pengawet dapat mencegah tertariknya mikroba secara tidak sengaja selama penarikan produk. Sediaan multi-dose dengan pengawet memiliki beberapa keuntungan
- Meminimalkan pemborosan karena dapat menarik dosis dengan jumlah yang berbeda dari satu wadah
- Dosis dapat diperoleh tanpa mengkhawatirkan pertumbuhan mikroba,
- Hemat kemasan karena dosis ganda disimpan dalam botol tunggal
Banyak pengawet yang toksik pada jumlah yang tinggi, atau menyebabkan iritasi pada administrasi parenteral sehingga perlu penanganan khusus seperti pembatasan dosis. Jumlah pengawet yang diperlukan sesuai kandungan sediaan parenteral
adalah sebagai berikut:
- untuk agen mengandung merkuri dan senyawa kationik, konsentrasi yang diperlukan sebanyak 0,01%.
- untuk agen seperti klorobutanol, kresol, dan fenol dibutuhkan 0,5%.
- sulfur dioksida, sulfit, bisulfit, atau, metabisulfit dari kalium atau natrium, membutuhkan 0,2%.
Tabel 4. Pengawet untuk sediaan parenteral
2.2.2.2 Buffer
Kontrol terhadap PH sangat penting pada praformulasi sediaan parenteral karena mempengaruhi solubilitas dan stabilitas, sehingga sistem buffer pun dibutuhkan. Berikut adalah beberapa larutan buffer yang dapat digunakan pada sediaan
a. Fosfat (pKa = 2.1, 7.2, 12.7) b. Sitrat (pKa = 3.2, 4.8, 6.4) c. Asetat (pKa = 4.8) d. Glyceric (pKa = 3.55) e. Ammonium chlorida (pKa = 9.3) f. Trietanolamin (pKa = 8)
Pemilihan larutan dapar ditentukan oleh pH optimal larutan, yang mana ditentukan pada studi formulasi. Terdapat larutan dapar dengan lebih dari satu pKa karena larutan tersebut memiliki lebih dari satu proton yang dilepas.
2.2.2.3 Antioksidan
Air mengandung jumlah oksigen yang signifikan, untuk mencegah oksidasi oleh oksigen, udara dalam sediaan seringkali diganti dengan nitrogen. Sehingga jumlah oksigen yang terlarut dapat ditekan sampai dibawah 1 ppm. Langkah pengisian nitrogen adalah sebagai berikut:
1. Tiupkan gas nitrogen pada vial kosong 2. Isi vial dengan obat
3. Tiupkan kembali gas nitrogen 4. Tutup vial dengan stopper
Diharapkan nitrogen akan menyelimuti obat sehingga mencegah pengambilan kembali oksigen. Namun bila nitrogen tidak cukup, dapat ditambahkan sodium bisulfat, sodium metabisulfat, askorbat, sodium sulfit, atau tiogliserol. Metode lain untuk mencegah oksidasi adalah menghindari formulasi dengan pH tinggi, temperatur tinggi, penambahan logam berat, penambahan peroksida, dan paparan cahaya yang lama.
2.2.2.4 Stabilizer
Stabilizer digunakan untuk mempertahankan molekul seperti protein untuk memertahankan strukturnya, terutama
ketika melalui freeze-drying. Stabilizer yang baik berupa disakarida, seperti sukrosa atau trehalosa. Melokul ini akan menyelimuti protein dan menstabilkan struktur secara termodinamika via entropi dan ikatan hidrogen dengan protein eksterior. Surfaktan merupakan penstabil emulsi termasuk pada sediaan parenteral. Surfaktan yang digunakan untuk sediaan injeksi adalah polisorbat non ionik, yaitu tween 20 dan tween 80.
2.2.2.5 Bulking agent
Bulking agent digunakan spesfik pada produk dengan jumlah kecil dan akan melalui freeze-drying. Hal ini disebabkan, dengan jumlah yang terlampau kecil seringkali menyulitkan untuk melihat keberadaan produk dan terlihat seperti vial kosong. Sehingga dengan adanya penambah massa produk, produk tersebut dapat terlihat mengisi vial. Selanjutnya, bulking
agent membantu mempertahankan produk tetap pada vial, khususnya pada proses penyemprotan freeze-drying agar tidak keluar dari vial dan mempengaruhi dosis terapi.
2.3 Large Volume Parenterals (LVPs)
2.3.1 Aspek
–
aspek yang perlu diperhatikan dalam LVPs 2.3.1.1 Karakteristik dari LVPs1. Dikemas dalam botol gelas atau wadah fleksibel volume besar
2. Berisi lebih dari 100 ml sampai 1 atau 2 L 3. Steril
4. Bebas pirogen 5. Bebas partikulat
6. Tidak mengandung pengawet 7. Isotonis
2.3.1.2 Aspek-aspek yang perlu diperhatikan a. Maintanance Therapy
LVPs digunakan dalam maintanance therapy untuk pasien yang masuk atau pulih dari operasi serta untuk pasien yang tidak sadarkan diri dan tidak dapat memperoleh cairan, elektrolit, dan nutrisi secara oral.
Ketika pasien menerima cairan parenteral beberapa hari, larutan sederhana menyediakan jumlah air yang cukup, dekstrosa, dan sejumlah kecil natrium dan kalium. Jika pemberian makan melalui mulut harus ditangguhkan selama beberapa minggu atau lebih, total parenteral nutrition (TPA)
atau total nutrient admixtures (TNA) harus diberikan.
Konsentrasi kalsium, fosfor dan pemberian yang diperlukan untuk TPN pediatrik tidak memberikan persiapan yang stabil. Akibatnya, tidak mencampurkan campuran untuk pasien, tetapi membuat emulsi lemak secara terpisah
b. Replacement Therapy
Ketika pasien mengalami kekurangan air dan elektrolit yang berat, seperti diare atau muntah yang parah, jumlah yang yang lebih besar dari biasanya. Pasien dengan penyakit Crohn, AIDS, luka bakar, atau trauma merupakan kandidat untuk terapi pengganti.
c. Kebutuhan Air
Kebutuhan air harian yang normal untuk orang dewasa adalah sekitar 25 – 40 ml / kgBB, atau rata-rata sekitar 2 L/m2 luas permukaan tubuh. Pedoman untuk memperkirakan kebutuhan air harian normal sebagai berikut:
1. <10 kg : 100 ml/kg/hari
2. 10 – 20 kg : 1000 ml + 50 ml / kg/hari
3. 10 kg - maks 80 kg : 1500 ml + 20 ml/kg/hari
Dalam replacement therapy air untuk orang dewasa, 70 ml/kg/hari mungkin diperlukan selain selain kebutuhan air
maintanance therapy. Dengan demikian, pasien 50 kg mungkin memerlukan 3.500 ml untuk replacement therapy. Untuk menghindari kelebihan cairan, terutama pada pasien usia lanjut dengan gangguan ginjal atau kardiovaskular, pemantauan tekanan darah diperlukan. Karena air yang
diberikan secara intravena dapat menyebabkan hemolisis osmotik sel darah merah dimana pasien juga memerlukan nutrisi dan/atau elektrolit, pemberian air umumnya sebagai larutan dengan dekstrosa atau elekrolit dengan tonisitas yang cukup (setara NaCl) untuk melindungi sel darah merah dari hemolyzing.
d. Kebutuhan elektrolit
Kalium sangat penting untuk fungsi otot dan rangka normal. Asupan harian kalium biasanya 100 mEq dan kehilangann hariannya 40 mEq. Dengan demikian, setiap replacement therapy harus mencakup 40 mEq ditambah jumlah yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan.
Kalium dapat hilang melalui keringat berlebih, enema berulang, trauma (seperti luka bakar parah), diabetes, penyakit slauran usus, operasi bedah dan penggunaan
obat-obatan seperti thiazid dan loop diuretik.
Pada kekurangan kalium yang berat, penggantian elektrolit secara IV biasanya digunakan. Apoteker yang menerima resep harus berhati-hati dan memeriksa jumlah kalium klorida dalam resep dan tingkat infus. Persiapan kalium harus diencerkan dengan larutan parenteral volume besar yang sesuai, dicampur dengan baik, dan diberikan dengan infus IV lambat. Jika kalium tidak diencerkan diberikan secara IV menyebabkan kematian.
e. Kebutuhan Kalori
Umumnya, pasien membutuhkan cairan parenteral yang diberikan dekstrosa 5% untuk mengurangi defisit kalori yang
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani perawatan atau terapi pengganti. Penggunaan dekstrosa juma meminimalkan ketosis dan pemecahan protein. Persyaratan kalori dasar dapat diperkirakan dengan berat badan; dalam keadaan puasa, rata-rata kehilangan protein harian tubuh sekitar 80 g perhari untuk pria 70 kg.
f. Metode pemberian LVPs
LVP diberikan secara Peripheral Vein jika larutan low osmolality atau hipotonis. LVP juga dapat diberikan secara Central Vein – Subclavian Vein jika merupakan nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang mengiritasi yang perlu pengenceran segera dalam sistem sirkulasi. Hiper atau hipotonis dapat menyebabkan iritasi vena = phlebitis
Gambar 2. Rute Pemberian LVPs
g. Preparasi dan praktik rumah sakit
1) Larutan yang siap digunakan disimpan pada unit keperawatan untuk memudahkan akses
2) Obat-obatan dapat ditambahkan ke wadah volume besar di apotek
a. Disiapkan ketika dipesan atau dalam batch setiap 8 hingga 12 jam, diberi label, dan dikirim ke unit keperawatan
3) Beberapa obat yang disiapkan dalam LVP siap digunakan: a. Propofol b. Ciprofloxacin c. Lidokain HCl h. Wadah 1) Wadah Gelas
Wadah gelas sudah digunakan untuk LVPs. Solid rubber stoppers biasa digunakan untuk sistem penutup wadah. Karena berat dan rentan pecah, wadah gelas diganti dengan wadah plastik. Gelas biasanya digunakan hanya jika inkompatibel dengan plastik (contohnya emulsi lemak dapat mengekstrak plasticizers). Wadah gelas dicuci kemudian wadah gelas bersih diletakan pada suhu minimum 70oC untuk menekan pertumbuhan mikroba. Menghilangkan pirogen dari wadah dengan meletakan pada suhu 210 oC selama 3-4 jam atau 650 oC untuk 60
detik.
Gambar 3. Wadah Gelas 2) Wadah Plastik
Terbuat dari bahan plastik yang fleksibel. Keuntungannya adalah tahan lama dan ringan sehingga kantongnya kempes jika kosong. Kekurangannya berupa permeasi uap dan molekul lain di kedua arah melalui
dinding, diatasi dengan overwrapping kontainer, dan pencucian konstituen dari plastik ke dalam produk.
Gambar 4. Wadah Plastik
Gambar 5. Wadah LVPs
i. Sterilitas dan pirogenitas
Sediaan LVP harus steril dan bebas pirogen. Sterilitas LVP didapatkan dengan sterilisasi akhir LVP dengan metode bergantung dengan sediaan, bisa menggunakan sterilisasi panas ataupun sterilisasi dingin.
j. Partikulat
Zat partikulat dalam injeksi dan infus parenteral terdiri dari partikel bergerak tak larut, selain dari gelembung gas, yang tidak sengaja terdapat dalam larutan. Pada LVP (Volume > 100 ml) untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika mengandung tidak lebih dari 50 partikel per ml
partikel per ml yang setara atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linear efektif.
2.3.2 Contoh Sediaan Large-Volume Parenterals
Tabel berikut menyajikan contoh umum dari sediaan Large Volume Parenteral yang diberikan melalui infus IV sebagai pengganti cairan tubuh atau elektrolit dan untuk memberikan nutrisi. Sediaan ini diberikan dalam volume 100 mL sampai 1 L atau lebih per hari. Sediaan LVPs tidak boleh mengandung agen bakteriostatik atau zat tambahan lainnya, dan dikemas dalam wadah dosis tunggal yang besar.
Tabel 5. Contoh sediaan LVPs
1) Asam amino
▪ Kandungan :
3,5; 5; 5,5; 7; 8,5 dan 10 % asam amino kristalin, dengan atau tanpa konsentrasi elektrolit atau gliserin yang bervariasi.
▪ Indikasi :
Pengganti cairan dan nutrien.
Gambar 6. Sediaan asam amino
KIDMIN® digunakan sebagai pelengkap asam amino pada pasien dengan gagal ginjal akut atau kronik selama terjadi
hipoproteinemia, malnutrisi, pra dan pasca operasi.
2) Injeksi dekstrosa
▪ Kandungan :
2,5; 5; dan 10% dekstrosa, atau dosis lainnya.
▪ Indikasi :
Pengganti cairan dan nutrien.
▪ Contoh :
Injeksi mengandung dekstrosa 5% diberikan melalui intravena dan diindikasikan sebagai pengganti cairan dan mengembalikan kadar glukosa darah atau menyediakan kalori.
3) Injeksi dekstrosa dan natrium klorida
▪ Kandungan :
2,5%-10% Dekstrosa; 0,11%-0,9% NaCl.
▪ Indikasi :
Pengganti cairan, nutrien, dan elektrolit.
▪ Contoh :
Injeksi 5% dekstrosa dan 0,9% NaCl, diberikan secara intravena sebagai sumber cairan, karbohidrat dan elektrolit.
Gambar 8. Sediaan injeksi dekstrosa dan NaCl
4) Injeksi manitol
▪ Kandungan :
5; 10; 15; 20; dan 25% mannitol.
▪ Indikasi :
Diuretik; pengganti cairan dan nutrien.
▪ Contoh :
Injeksi mengandung 20% manitol diindikasikan untuk memperlancar diuresis dan ekskresi material toksik lewat urin pada proses pengobatan gagal ginjal serta membantu mengurangi tekanan
Gambar 9. Sediaan injeksi manitol
5) Injeksi Ringer
▪ Kandungan :
Dalam tiap 100 ml mengandung tidak kurang dari 323,0 mg dan tidak lebih dari 354,0 mg natrium; tidak kurang dari 14,9 mg dan tidak lebih dari 16,5 mg kalium; tidak kurang dari 8,20 mg dan tidak lebih dari 9,80 mg kalsium; tidak kurang dari 523,0 mg dan tidak lebih dari 580,0 mg klorida (147 mEq natrium, 4 mEq kalium, 4,5 mEq kalsium, dan 156 mEq klorida per liter).
▪ Indikasi :
Pengganti kehilangan cairan dan elektrolit.
Gambar 10. Sediaan injeksi ringer
6) Injeksi Ringer laktat
▪ Kandungan :
Dalam tiap 100 ml mengandung tidak kurang dari 285,0 mg dan tidak lebih dari 315,0 mg natrium; tidak kurang dari 14,2 mg dan
tidak lebih dari 17,3 mg kalium; tidak kurang dari 4,90 mg dan tidak lebih dari 6,00 mg kalsium; tidak kurang dari 368,0 mg dan tidak lebih dari 428,0 mg klorida; tidak kurang dari 231,0 mg dan tidak lebih dari 261,0 mg laktat (130 mEq natrium, 4 mEq kalium, 2,7 mEq kalsium, dan 28 mEq laktat per liter).
▪ Indikasi :
Pengalkali sistemik; pengganti cairan dan elektrolit.
Gambar 11. Sediaan injeksi ringer laktat
7) Injeksi natrium klorida
▪ Kandungan :
0,9% NaCl.
▪ Indikasi :
Pengganti cairan dan elektrolit; pembawa isotonik.
2.3.3 Contoh Formulasi LVPs 1. Injeksi Dekstrosa 5%
Penggunaan infus dekstrosa 5% diberikan secara intravena, dimana sediaan yang diberikan secara intravena merupakan sediaan yang harus bebas dari kontaminan mikroba dan dari komponen toksis dan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, karena sediaan ini langsung masuk ke dalam system peredaran darah tubuh manusia. Dekstrosa digunakan sebagai terapi parenteral untuk memenuhi kalori pada pasien yang mengalami dehidrasi serta terapi pada pasien hipoglikemi yang membutuhkan konsentrasi glukosa dalam darah, hal ini dipenuhi dengan cara menyimpan dekstrosa yang ada sebagai cadangan gula dalam darah (McEvoy, 2002).
a. Formulasi Sediaan
Tiap 1 batch terdiri dari:
Tabel 6. Formulasi injeksi dekstrosa 5%
Bahan Fungsi Jumlah Jumlah tiap mL Dekstrosa Anhidrat zat aktif 52,5 gr 50 mg
Karbon Aktif pengadsorpsi 0,1 gr 0,15 mg
Air pro Injeksi pelarut 1 L qs.
b. Cara Pembuatan:
1) Disiapkan aqua pro injeksi, dicampurkan dengan dekstrosa anhidrat pada suhu 60 oC dan di campur selama 15 menit. Aqua pro injeksi yang digunakan tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam pada suhu 80 oC
2) Ditambahkan karbon aktif ke dalam larutan dekstrosa, diaduk dengan kuat selama 15 menit.
3) Disaring campuran larutan dekstrosa dengan karbon aktif menggunakan filter yang telah di sterilisasi terlebih dahulu. Filter dirancang sedemikian rupa agar karbon aktif tidak ikut tersaring, namun tetap menghasilkan larutan yang tetap jernih. 4) Kemudian disaring kembali larutan dengan menggunakan filter
ukuran 0,45-mm sebelum filtrasi akhir dengan menggunakan filter ukuran 0,22-mm.
5) Diisikan larutan tersebut ke dalam botol kaca Tipe I sebanyak 540 ml, pertahankan suhu pada 45-50 oC dan tutup botol dengan segera menggunakan butyl gray rubber stopper yang telah dicuci dan disterilisasi sebelumnya.
6) Disterilisasi botol yang telah diisi dengan menggunakan autoklaf (121oC selama 20 menit)
7) Diperiksa pH larutan, sebelum dan sesudah.
• pH sebelum di sterilisasi dengan autoklaf: 5,5-6,5 • pH sesudah di sterilisasi dengan autoklaf: 4,0-4,3
2. Injeksi Larutan Ringer Laktat
Injeksi Ringer, adalah larutan steril natrium klorida, kalium klorida, dan kalsium klorida dalam air untuk injeksi. Tiga komponen tersebut memiliki konsentrasi yang mirip dengan cairan fisiologis tubuh manusia. Injeksi ringer juga digunakan sebagai pembawa untuk obat lain. Sedangkan Injeksi Ringer Laktat merupakan larutan steril yang memiliki komposisi sama seperti injeksi ringer namun dengan konsentrasi garam yang berbeda dan mengandung natrium laktat. Larutan ini dugakan sebagai pengganti cairan dan elektrolit.
a. Formulasi Sediaan
Tiap satu batch terdiri dari:
Tabel 7. Formulasi injeksi larutan ringer laktat
Bahan Fungsi Jumlah Jumlah tiap mL Asam laktat zat aktif 2,4 mL 0,0024 mL
b. Cara Pembuatan
1) Dilarutkan NaCl dalam 50 mL aqua pro injeksi dan ditambahkan asam laktat sambil dilakukan pengadukan. Kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 115 oC selama 60 menit. Biarkan hingga dingin dan diperiksa pH larutan
2) Ditambahkan HCl secara perlahan untuk menurunkan pH menjadi 6,8-7,0
3) Dilarutkan NaCl, KCl dan CaCl2 dalam 500 mL aqua pro injeksi
pada bejana terpisah dengan suhu 60 oC dan sambil diilakukan pengadukan
4) Dicampur seluruh larutan yang sudah terbentuk dan di aduk dengan kuat
5) Diperiksa pH larutan (pH 5,0-7,0).
6) Disaring larutan dengan menggunakan filter ukuran 0,45 mm sebelum filtrasi akhir dengan menggunakan filter ukuran 0,22 mm.
7) Diisikan larutan sebanyak 540 mL ke dalam botol kaca tipe I, pertahankan suhu pada 45-50 oC dan tutup botol dengan segera menggunakan butyl gray rubber stopper yang telah dicuci dan disterilisasi sebelumnya.
8) Disterilisasi botol yang telah diisi dengan menggunakan autoklaf (121 oC selama 20 menit)
Natrium Hidroksida Bahan
tambahan 1,25 gr 1,16 mg Asam Hidroklorida Pengatur pH 0,70 mL 0,00063 mL
Natrium Klorida Pengisotonis 6,20 gr 6 mg Kalium Klorida Pengisotonis 0,42 gr 0,4 mg Kalsium Klorida
Dihidrat Pengisotonis 0,291 gr 0,27 mg Aqua pro Injeksi Pelarut 1 L qs.
3. Electrolyte Maintenance Fluid for Rehydration
Tabel 8. Formulasi sediaan elektrolit untuk rehidrasi
Prosedur pembuatan:
1) Ke dalam 0,8 liter water for injection ditambahkan natrium klorida, kalium klorida, dan ammonium klorida. Kemudian aduk
2) pH campuran dicek dan diatur hingga berada dalam rentang 4,8 – 5,0 dengan asam hidroklorat. (jika sudah berada dalam rentang maka tahap ini tidak perlu dilakukan)
3) Ke dalam campuran ditambahkan dekstrosa anhidrat dan natrium sulfit. Kemudian cukupkan volume dengan water for injection. 4) pH dicek kembali dan diatur dengan asam asetat glasial hingga
diperoleh pH dalam rentang 4,8-5,2
5) Campuran difilter dengan menggunakan mikron filter berukuran 0,45 μm sebelum filtrasi akhir dengan filter berukuran 0,22 μm. Kemudian campuran dimasukkan kedalam botol gelas 540 ml tipe I.
6) Larutan 540 ml diisikan kedalam botol sambil mempertahankan suhu antara 45-500C. Segera tutup dengan menggunakan butyl gray rubber stoppers yang sebelumnya sudah dicuci dan disterilkan pada suhu 1160C selama 30 menit. Gunakan segel alumnium.
7) Botol yang sudah diisi disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit. Siklus autoclave harus divalidasi untuk mencegah terbentuknya 5-hydroxy methyl furfural
Tabel 9. Fungsi masing-masing komponen dalam formulasi Nama bahan Fungsi
Dekstrosa anhidrat Sumber kalori
Natrium klorida Sumber elektrolit
Kalium klorida Sumber elektrolit
Amonium klorida Sumber elektrolit
Natrium sulfite Antioksidan
Asam hidroklorida pH Adjustment
Water for injection Solvent
Asam asetat glasial pH Adjustment
Formulasi diatas merupakan formulasi sediaan elektrolit. Sediaan injeksi elektrolit biasa dipakai pada kasus-kasus dimana pasien mengalami kekurangan cairan seperti pada diare atau muntah. Biasanya jenis elektrolit yang biasa digunakan adalah kalium, natrium dan klorida. Ketiga komponen ini memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga homeostatis cairan tubuh.
Pada formulasi ini digunakan natrium, kalium dan klorida sebagai sumber elektrolit, dan dekstrosa anhidrat sebagai sumber kalori. Formulasi ini mengandung zat tambahan asam hidroklorida dan asam astat glasial yang berfungsi sebagai pengatur/pengadjust pH. Sementara itu, Water for injection digunakan sebagai solven.
4. Lipid emulsion 20% for parenteral nutrition
Tabel 10. Formulasi sediaan Lipid emulsion 20% for parenteral nutrition
Prosedur pembuatan:
1) Water for injection sebanyak volume sediaan diambil kemudian dipanaskan serta di di- protect dengan gas nitrogen.
2) Egg Phosphatides Purified ditambahkkan ke dalam air yang sudah disiapkan dengan agitasi.
3) Tambahkan dan larutkan gliserin yang sebelumnya sudah disaring untuk meningkatkan derajat dispersi.
4) Fase dispersi fosfatida berair difilter.
5) pH diperiksa dan disesuaikan dengan semestinya.
6) Safflower Oil winterizeddipanaskan, disaring dan kemudian ditambahkan pada fase air.
7) Campuran dihomogenkan sehingga membentuk konsentrat emulsi kasar.
8) Volume dicukupkan dengan menambahkan water for injection. 9) Emulsi difilter.
10) Filtrat emulsi dikumpulkan dan di protect dengan gas N2.
11) Emulsi dimasukkan kedalam botol.
12) Gas N2 ditambahkan kedalam masing-masing botol kemudian
stopper dipasangkan. 13) Segel dengan ferrule
Tabel 11. Fungsi masing-masing komponen dalam formulasi Nama bahan Fungsi
Safflower Oil winterized Emulgator Egg Phosphatides Purified Sumber lipid
Gliserin Kosolven/emulgator Natrium hidroksida pH Adjustment
Water for injection Solven Gas nitrogen Gas inert
Nutrisi parenteral lemak digunakan pada pasien-pasien yang mengalami defisiensi lemak seperti pasien yang memiliki masalah nafsu makan, anoreksia atau pasien yang mengalami gangguan pencernaan sehingga tidak dapat mengabsorbsi lemak. Nutrisi parenteral lemak biasanya dibuat dalam bentuk emulsi, hal ini mengingat sifat lemak yang sulit larut dalam air. Sumber lemak yang digunakan yaitu Egg Phosphatides Purified. Safflower Oil winterized digunakan sebagai emulgator. Gliserin digunakan sebagai kosolven yang berfungsi meningkatkan derajat dispersi lemak dalam air. Selain itu digunakan bahan tambahan lainnya seperti natrium hidroksida yang berfungsi sebagai pengatur pH, water for injection sebagai solven serta gas nitrogen sebagai gas inert. Gas nitrogen dalam formulasi ini berguna untuk mengusir oksidator berupa oksigen, sehingga kemungkinan sediaan berinteraksi dengan oksigen bebas menjadi sangat kecil. Mekanisme kerja gas nitrogen yaitu gas nitrogen dari luar akan mengisi sisa volume udara kosong pada ampul/vial eyang digunakan sehingga tidak ada lagi ruang udara untuk oksigen dapat masuk.
Dalam formulasi sediaan lipid emulsi perlu diperhatikan ukuran filter yang digunakan, hal ini mengingat ukuran partikel sediaan emulsi. Ukuran partikel ini berhubungan dengan kemungkinan terjadinya presipitasi. Emulsi lipid setidaknya harus difilter dengan menggunakan
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kemasan sediaan emulsi. Hasil penelitian Driscoll et.al. menyatakan bahwa emulsi yang dikemas dalam wadah plastik cenderung lebih tidak stabil dan memberikan profil distribusi ukuran globul yang abnormal jika dibandingkan dengan kemasan dalam wadah gelas.
5. Amino Acid Parenteral Nutrition Solution
Tabel 12. Formulasi sediaan larutan asam amino nutrisi parenteral
Prosedur pembuatan:
1) Larutan harus disiakan menggunakan glass-lined atau 316 atau higher-temper-grade stainless steel tank.
2) Jika menggunakan metode volume, tambahkan 85% water for injectiondari keseluruhan volume akhir. Jika menggunakan volume berat, gunakan keseluruhan water for injection.
3) Water for injection dipanaskan hingga tidak kurang dari 70C. Selama proses gunakan gas nitrogen.
4) Pasokan uap dihentikan dan asam amino mulai dilarutkan dengan urutan arginin, leusin, isoleusin, fenilalanin, histidin, metionin, serin, treonin, valin, prolin, lisin asetat, alanin, glisin, dan
N-asetil-5) Semua bahan dicampur hingga larut dan seragam.
6) pH campuran di periksa dan diatur menggunakan asam asetat glasial hingga dipeoleh pH dalam rentang 5,6-6,2.
7) Tambahkan kalium metabisulfit dan triptofan.
8) Dingin dan pertahankan suhu larutan dalam tangki pencampuran pada 40∞C (250C hingga 450C) sepanjang proses yang tersisa. 9) Volume dicukupkan.
10) pH diperiksa dan diatur hingga 5,6 - 6,2. Jika diperlukan atur pH dengan larutan alanin 20%.
11) Prefilter.
12) Larutan difilter menggunakan filter 0,45 mikrometer. Produk di- protect dengan gas N2.
13) Isikan kedalam wadah 250-1000 ml, dan segel. 14) Autoclave.
Tabel 13. Fungsi masing-masing komponen dalam formulasi Nama bahan Fungsi
Isoleusin Sumber asam amino
Leusin Sumber asam amino
Lisin asetat Sumber asam amino
Metionin Sumber asam amino
Fenilalanin Sumber asam amino
Treonin Sumber asam amino
Triptofan Sumber asam amino
Arginin Sumber asam amino
Glisin Sumber asam amino
Prolin Sumber asam amino
Histidin basa Sumber asam amino
Serin Sumber asam amino
Kalium meta bisulfit Antioksidan
Asam asetat glasial pH adjustment
Water for injection Solvent
Gas nitrogen Gas inert
Sediaan nutrisi parenteral asam amino dapat diberikan pada pasien yang mengalami masalah makan, anoreksia, atau pasien yang
mengalami masalah pencernaan sehingga tidak dapat mengabsorbsi asam amino. Asam amino yang diberikan dalam formulasi ini adalah arginin, leusin, isoleusin, fenilalanin, histidin, metionin, serin, treonin, valin, prolin, lisin asetat, alanin, glisin, dan N-asetil-Ltyrosine. Bahan tambahan yang digunakan antara lain asam asetat glasial sebagai pengatur pH. Disamping itu, alanin selain sebagai sumber asam amino juga digunakan sebagai pengatur pH dengan konsentrasi 20%. kalium meta bisulfit digunakan sebagai antioksidan serta gas nitrogen sebagai sumber gas inert untuk mencegah oksidasi sediaan.
2.4 Small Volume Parenterals (SVPs)
2.4.1 Aspek
–
aspek yang perlu diperhatikan dalam SVPs 2.4.1.1 FormulasiFormulasi yang baik dari penyiapan injeksi SVP membutuhkan pengetahuan dan keahlian dalam memutuskan secara rasional terkait pemilihan:
• Pembawa yang cocok (aqueous, nonaqueous, atau kosolven) • Zat tambahan (dapar, antioksidan, agen antimikroba,
chelating agent , agen tonisitas, dll)
• Wadah yang sesuai dan komponen penutup ( closure
components)
Prinsip formulasi SVP meliputi pengaruh rute administrasi, pemilihan zat pembawa, dan zat tambahan.
a. Pengaruh rute administrasi
Rute administrasi mempengaruhi formulasi SVP. Volume yang diinjeksikan, solven, dan isotonisitas untuk setiap rute administrasi berbeda-beda sehingga mempengaruhi formulasi SVP.
• Volume yang diinjeksikan
Rute intravena dapat menerima SVP hingga 50 ml, rute intraspinal sebanyak 10 ml, rute intramuskular sebanyak 3 ml, subkutan sebanyak 2 ml, dan intradermal sebanyak 0,2 ml.
• Solven
Pembawa aqueous digunakan untuk rute administrasi intravena dan intraspinal, sedangkan pembawa minyak, larutan kosolven, suspensi, dan emulsi
digunkaan untuk rute intramuskular dan subkutan.
• Isotonisitas
Pada rute subkutan dan intramuskular, sediaan SVP dibuat hipertonis untuk memfasilitasi absorpsi obat karena efusi lokal cairan jaringan. Pada rute intravena,
isotonisitas menjadi kurang penting selama administrasi dilakukan cukup lambat untuk memungkinkan dilusi atau penyesuaian dalam darah. Untuk rute intraspinal, sediaan
SVP harus dibuat isotonik karena sirkulasi cairan serebrospinal yang lambat karena perubahan tekanan osmotik yang mendadak dapat menimbulkan efek samping yang parah.
b. Pemilihan zat pembawa
Sebagian besar produk parenteral adalah larutan aqueous. Water for injection (WFI) adalah pelarut pilihan untuk membuat sediaan parenteral. Ketika tidak mungkin untuk menggunakan larutan aqueous 100% karena alasan fisik atau kimia, cara solubilisasi lain (termasuk penambahan zat pelarut atau kosolven) mungkin diperlukan. Penambahan garam, penyangga, atau aditif lainnya untuk tujuan kelarutan sering menyebabkan perubahan konformasi, sehingga formulator produk parenteral harus menyadari tidak hanya sifat pelarut dan zat terlarut dalam parenteral tetapi juga interaksi pelarut-zat terlarut dan rute pemberian.
Teknik-teknik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan obat di dalam air untuk membuat larutan aqueous adalah sebagai berikut:
• Penyesuaian pH
Nilai pH dapat mempengaruhi disosiasi obat. Bentuk obat yang terdisosiasi akan lebih larut dalam air daripada bentuk yang tidak terdisosiasi.
• Pembentukan garam
Obat yang bersifat asam akan membentuk garam dengan pembawa yang bersifat basa dan obat yang bersifat basa akan membentuk garam dengan pembawa yang bersifat asam. Bentuk garam membuat obat tersebut
• Penggunaan kosolven
Penggunaan pelarut pembantu (kosolven) dapat membuat obat yang awalnya sukar larut dalam air menjadi lebih mudah larut dalam air. Contohnya propilenglikol yang umumnya digunakan pada konsentrasi 40%.
• Surfaktan
Surfaktan dapat membuat obat menjadi lebih mudah larut dalam air dengan cara menurunkan tegangan permukaan sehingga obat dapat terbasahi oleh air.
• Kompleksasi
Siklodekstrin dapat ditambahkan dalam sediaan untuk membantu kelarutan obat dalam air. Siklodekstrin akan membentuk kompleks dengan senyawa obat yang tidak larut air sehingga obat tersebut menjadi lebih larut dalam air.
Pembawa untuk injeksi dibagi menjadi tiga tipe, yaitu pembawa aqueous (water soluble), pembawa non-aqueous, dan pembawa kosolven (water miscible).
• Pembawa aqueous
Pembawa aqueous menggunakan water for injection (WFI) yang harus disiapkan segar, bebas pirogen, memenuhi semua persyaratan kimia untuk air steril yang dimurnikan dan sebagai tambahan persyaratan untuk endotoksin bakteri. Sterile WFI dan Bacteriostatic WFI dapat digunakan untuk sediaan SVP dan
diizinkan mengandung tingkat padatan yang lebih tinggi daripada WFI karena kemungkinan leaching konstituen wadah kaca ke dalam air selama sterilisasi dan penyimpanan. Bacteriostatic WFI , yang umumnya mengandung 0,9% (9 mg/mL) benzil alkohol sebagai pengawet bakteriostatik, tidak boleh dijual dalam wadah yang lebih besar dari 30 mL untuk mencegah injeksi sejumlah besar agen bakteriostatik (seperti fenol dan thimerosal) yang tidak
• Pembawa non-aqueous
Obat-obatan yang tidak larut dalam sistem aqueous sering dimasukkan dalam pembawa minyak nabati. Injeksi minyak hanya diberikan secara intramuskular. Untuk menjaga stabilitasnya, sediaan SVP dengan pembawa minyak tidak boleh disimpan pada kondisi di atas suhu kamar dalam jangka waktu yang lama. Minyak yang dipakai harus dicantumkan pada label karena beberapa pasien alergi terhadap minyak nabati tertentu. Minyak wijen merupakan pembawa minyak paling disukai karena paling stabil (kecuali terhadap cahaya) dibandingkan minyak
nabati lainnya dan mengandung antioksidan alami. Untuk meningkatkan kelarutan dalam minyak, benzil benzoat dapat ditambahkan. Perlu diperhatikan bahwa minyak tak jenuh yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi jaringan, sehingga harus diganti dengan suspensi aqueous yang sifat mengiritasinya lebih rendah dan dapat meningkatkan kepekaan.
c. Zat tambahan
Zat tambahan yang digunakan dalam sediaan SVP adalah dapar, antioksidan, pengawet antimikroba, dan agen tonisitas.
• Dapar
Dapar digunakan untuk menjaga kelarutan dan stabilitas sediaan SVP. Dapar harus memiliki kapasitas buffer yang memadai untuk menjaga pH produk pada nilai yang stabil selama penyimpanan. Selain itu, dapar harus dapat memungkinkan cairan tubuh untuk menyesuaikan pH dengan mudah dengan darah setelah pemberian sehingga dipilih pH 7,4 (pH darah).
• Antioksidan
Ditambahkan ke larutan parenteral baik tungal atau dalam kombinasi dengan agen chelating (garam EDTA) atau antioksidan lainnya. Garam EDTA dapat mengikat logam berat yang dapat
mengkatalisis reaksi oksidasi. Penggunaan antioksidan yang dikombinasi harus diperhatikan efek sampingnya.
• Pengawet antimikroba
Pengawet harus ditambahkan dalam injeksi multidose, kecuali dilarang oleh monografi kompendial atau kecuali obat itu sendiri adalah bakteriostatik, misalnya natrium methohexital untuk injeksi dan sebagian besar produk antikanker sitotoksik. Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan pengawet antimikroba adalah kompatibilitas dan efektivitasnya. Pengawet antimikroba harus digunakan dalam konsentrasi harus serendah mungkin karena mempunyai risiko iritasi, yang bertindak dengan cara membunuh sel-sel hidup dan tidak membedakan sel-sel yang baik dari sel-sel yang buruk.
• Agen tonisitas
Sediaan SVP harus dibuat isotonis untuk meminimalkan kerusakan jaringan dan iritasi, mengurangi hemolisis sel darah, dan mencegah ketidakseimbangan elektrolit. Contoh agen tonisitas yaitu NaCl atau KCl dan dekstrosa biasanya dipakai untuk menyesuaikan larutan yang hipotonik.
2.4.1.2 Studi Pendukung Formulasi
Pembuatan SVP juga harus memperhatikan aspek di luar formulasi yang dapat mempengaruhi sediaan, yaitu studi pendukung formulasi yang terdiri dari pertimbangan biologi dan manufaktur serta penanganan pendukung.
a. Pertimbangan biologi
• Evaluasi dampak formulasi terhadap hemolisis, presipitasi,
flebitis, dan rasa nyeri saat disuntik.
Hemolisis melepaskan isi seluler eritrosit ke dalam plasma, terutama hemoglobin. Begitu berada di luar eritrosit, molekul hemoglobin dengan cepat terdisosiasi menjadi rantai polipeptida komponennya yang dapat menimbulkan banyak masalah
fisiologis yang serius, terutama gagal ginjal. Hemolisis biasanya hasil dari hipotonisitas atau dari efek obat atau komponen formulasi pada membran sel.
Flebitis adalah peradangan vena dengan gejala seperti nyeri tekan, edema, eritema, dan peningkatan suhu lokal. Dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan trombus dan bahkan komplikasi yang lebih parah. Meskipun sejumlah faktor telah terlibat sebagai penyebab flebitis, materi partikulat, presipitasi obat, dan efek pH
lokal adalah penyebab yang paling mungkin.
Rasa nyeri merupakan akibat dari kerusakan sel seperti flebitis. Kadang-kadang respon nyeri atau iritasi berhubungan dengan zat aktif yang ada dalam formulasi (misalnya, antibiotik makrolida dan eksipien). Rasa nyeri sering dijumpai pada suspensi parenteral, terutama yang mengandung sejumlah besar zat padat.
b. Studi manufaktur dan penanganan pendukung
Terkait proses produksi atau manufaktur, sediaan SVP yang dibuat harus diperhatikan:
• Kompatibilitasnya dengan diluen yang umum digunakan dan
alat-alat rute administrasi
Sediaan SVP harus dipastikan kompatibel dengan diluen yang umum digunakan, baik pada larutan yang siap digunakan maupun pada rekonstitusi produk kering. Selain itu, sediaan SVP harus dipastikan kompatibilitasnya dengan alat administrasi yang digunakan, misalnya dengan alat administrasi IV, spuit, dan lain-lain.
• Kompatibilitas dengan peralatan manufaktur
Sediaan SVP harus dipastikan kompatibel dan tidak berinteraksi dengan peralatan manufaktur yang digunakan selama proses produksi.
• Kompatibilitas dengan membran filter
Jika sediaan SVP dibuat secara aseptik (sterilisasi dingin dengan cara filtrasi), maka harus dipastikan sediaan tersebut kompatibel dengan membran filter yang digunakan.
• Studi stabilitas “in-use”
Studi stabilitas “in-use” dilakukan untuk menetapkan hal-hal berikut:
1. Berapa lama solusi produk obat stabil pada kondisi penggunaan, jika biasanya produk obat disediakan dalam bentuk kering.
2. Berapa lama produk obat stabil pada kondisi digunakan, jika biasanya disimpan pada kondisi yang didinginkan.
3. Dalam diluen apa dan berapa lama larutan obat yang dilarutkan stabil, dari perspektif fisikokimia dan mikrobiologi.
• Kelayakan sterilisasi akhir
Beberapa obat tidak bisa disterilisasi akhir karena dapat terdegradasi pada suhu tinggi, berinteraksi dengan wadah, atau ada material yang terlepas dari penutup karetnya. Agen antimikroba dan antioksidan juga dapat terserap selama proses sterilisasi akhir. Karena itu, sediaan SVP harus dipastikan apakah dapat disterilisasi akhir atau harus dibuat secara aseptik.
• Fotostabilitas
Paparan iradiasi seperti cahaya dapat mempengaruhi stabilitas formulasi, yang menyebabkan perubahan sifat fisikokimia dari beberapa produk (hilangnya potensi produk). Dalam beberapa kasus, zat sisa fotodekomposisi yang terbentuk dapat menyebabkan adverse effect . Eksipien yang digunakan mungkin juga berpengaruh pada fotoreaksi, karena itu evaluasi stabilitas dengan adanya eksipien juga penting. Untuk mencegah fotodegradasi, dipakai wadah sekunder berupa kotak kardus atau karton karena tidak cukup dengan hanya menggunakan wadah kaca transparan, vial plastik, amber glass, atau brown glass.
Secara ringkas, proses pembuatan sediaan SVP harus dibuat sesederhana mungkin. Jika sediaan tersebut tidak membutuhkan bahan tambahan tertentu, maka tidak perlu dimasukkan ke dalam formulasi. Proses pembuatan sediaan SVP dapat dilakukan berdasarkan bagan berikut.
Gambar 13. Template yang disarankan untuk proses pengembangan formulasi SVP
2.4.1.3 Wadah
Menurut USP, wadah, termasuk penutupnya, untuk preparasi injeksi tidak boleh berinteraksi secara fisik atau kimia dengan sediaan dengan cara apa pun. Wadah harus terbuat dari bahan yang memungkinkan pemeriksaan isi. Jenis kaca yang lebih disukai untuk
Kecuali ditentukan lain dalam monografi, wadah plastik dapat digunakan untuk kemasan injeksi.
Wadah kaca yang paling sering dipakai untuk SVP adalah kaca borosilikat. SVP dapat dikemas dalam ampul, vial, prefilled cartridge, dan prefilled syringe. Wadah plastik yang dipakai untuk SVP yaitu HDPE (high-density polyethylene), LDPE (low-density polyethylene), COP (cyclic olefin polymers), COC (cyclic olefin copolymers).
2.4.2 Contoh Sediaan dan Rute Pemberian
Menurut USP, sediaan SVP (small volume parenterals) merupakan sediaan injeksi atau produk parenteral lainnya yang berukuran maksimal 100 ml dengan bentuk sediaan dan rute pemberian yang berbeda. Kemasan dari SVP juga berbeda-beda sesuai dengan sediaan. Terdapat dua jenis rute pemberian SVP ini, yaitu rute primer seperti intramuscular, intravena, dan subkutan, serta rute sekunder yaitu intraperitoneal, intradermal, intraocular, dan lainnya. Formulasi sediaan SVP relative sederhana yang terdiri dari bahan aktif, eksipien, sistem pelarut, dan kemasan.
Karakteristik SVP lainnya (Ansel, 2011):
• Sediaan dapat barupa dosis tunggal atau ganda • Berbentuk larutan atau bentuk cairan lainnya • Berukuran tidak lebih dari 100 ml
• Sterilitas dan bebas partikulat • Stabilitias fisika dan kimia • Isotonisitas
SVP harus isotonis dengan darah, air, dan cairan biologis tubuh lainnya untuk menyesuaikan lokasi dengan produk yang disuntukkan. Contoh bahan untuk mengatur isotonisitas antara lain larutan NaCl fisiologis dan garam natrium.
Tabel 14. Rute Pemberian SVP
Kemasan SVP (The Pharmaceutics and Compounding Laboratory, 2017) antara lain:
1. Ampul
Ampul adalah wadah gelas yang disegel sebagai wadah dosis tunggal yang dapat berisi bahan padat atau larutan obat jernih atau suspensi yang ditujukan untuk penggunaan parenteral, berukuran 1 – 50 ml
Rute Pemberian
Volume
lazim (ml) Persyaratan Contoh Subkutan 0,5 -2,0 Diusahakan isotonik Insulin, vaksin
Intramuskular 0,5 – 2,0
Berupa larutan, emulsi, minyak, atau suspensi,
diusahakan isotonik
Hampir semua golongan obat
Intra arterial 2 - 20 Larutan, emulsi Antineoplastik, antibiotic Intrathecal 1 - 4 Harus isotonis Anestesi lokal,
analgesik Intraepidural 6 - 30 Haus isotonis Anestesi lokal,
analgesik Intra articular 2 – 20 Isotonis Morfin, NSAID,
steroid, antibiotik Intrapleural 2 - 30 Isotonis Anestesi lokal, agen
kemoterapi Intradermal 0,05 Harus isotonik Diagnostik agent
2. Vial
Vial merupakan wadah dosis ganda yang kedap udara, disegel dengan tutup karet atau plastic dengan diafragma pada bagian tengah, dirancang untuk pengambilan dosis secara berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang tertinggal
Gambar 14. Vial
3. Pre-filled syringe Terdapat 2 jenis yaitu:
• Cartidge type package
Berbentuk syringe satuan dengan penggunaan jarum suntik tertentu
• Glass tube
Biasanya diletakkan dalam syringe special yang telaht tersedia jarum suntik, dalam hal ini peralatan harus langsung dibuang
4. Ready-to-mix systems
Terdiri dari minibag yang didesain dengan adanya adaptor yang berhubungan langsung dengan vial sediaan. Kelebihan penggunaan ini
adalah mengurangi sisa obat dalam wadah kemasan.
Gambar 16. Bentuk mini bag
Berikut adalah contoh sediaan SVP menurut Ansel’s Pharmaceutical Dossage Forms and Drug Delivery Systems (2011).
1) Clindamycin Injection, USP
Sediaan ini mengandung clindamycine phosphate dalam air untuk injeksi yang setara dengan tidak kurang dari 90% atau tidak kurang dari 120% jumlah clindamycin. Dapat digunakan sebagai dosis tunggal atau dosis ganda. Rute pemberian dari injeksi ini adalah IM dan IV
Dosis:
• Infeksi serius: 600 mg injeksi IM per hari (2-4 dosis bagi)
Gambar 17. Clindamycin injection
2) Premarin Intravenous for Injection
Sediaan ini merupakan obat yang mengandung hormone estrogen terkonjugasi dan khusus dibuat dalam bentuk injeksi untuk rute pemberian IV dan IM. Setiap vial mengandung 25 mg estrogen terkonjugasi yang dicampur dengna bahan tambahan lainyna. Sediaan ini digunakan untuk pasien dengan keluhan kanker endometrial, cardiovascular disorder, dan probable dementia
3) Chlorpromazine HCl injection, USP
Sediaan ini merupakan larutan steril untuk penggunaan IM yang mengandung chlorpromazine HCl sebanyak 25 mg dan bahan tambahan lainnya dengan pH 3,4 – 5,4. Sediaan ini digunakan untuk penderita schizophrenia dengan mengontrol mual dan muntah. Dosis umum yang diberikan adalah 1 ml (mengandung 25 mg chlorpromazine HCl) secara IM dengan tambahan injeksi per jam. Apabila digunakan sebelum operasi, maka penggunaan harus dilakukan 2 jam sebelum tindakan.
Gambar 19. Chlorpromazine Ampules
4) Insulin
Insulin merupakan pengobatan yang digunakan pada penderita diabetes mellitus dengan ukuran 40 IU, 80 IU dan 100 IU. dapat diberikan dengan jarum, pen device atau pump tertentu. Rute pemberian insulin bergantung pada pasien dan haisl rekomendasi dokter, biasanya digunakan subkutan pada perut. Tujuan pemberian insulin adalah untuk meningkatkan hormone insulin dalam tubuh sehingga kadar gula dalam darah dapat menurun.
5) Cefriaxone Serbuk Injeksi 0,5 gram Nama generik: ceftriaxone (injection) Nama merek dagang: Rocephin
Jenis obat: Antibiotik cephalosporin
Obat ini digunakan untuk pengobatan kondisi infeksi bakteri seperti pneumonia, meningitis, infeksi kulit, gonore. Obat ini dapat diberikan kepada pasien yang menjalani operasi tertentu. Dapat diberikan secara IV atau IM.
Gambar 21. Obat injeksi insulin
2.4.3 Contoh Formulasi SVPs 1. Digoxin Injection
Tabel 16. Formulasi Digoxin Injection
Langkah Kerja:
1) Ambil 0,9 L water for injection dan bersihkan dengan gas nitrogen 2) Tambahkan dan larutkan propilen glikol dan alkohol, campur hingga
3) Tambahkan dan larutkan Na fosfat dan asam sitrat anhidrat sebagai pH adjustment , campur hingga homogen sempurna
4) Cek pH jika Ph 6,8-7,2 jangan di adjust lagi 5) Cukupkan volume
6) Filtrasi dengan menggunakan filter ukuran 0,22 μm
7) Isi sebanyak 1 ml untuk pediatric (0,1 mg) ke dalam wadah ampul gelas tipe 1.
8) Lakukan sterilisasi
Berikut penjelasan fungsi setiap bahan dalam sediaan digoxin injection. Tabel 17. Penjelasan fungsi bahan dalam Digoxin Injection
Nama Bahan Fungsi Digoxin Zat Aktif Propilenglikol Kosolven Alkohol, USP Kosolven
Natrium fosfat pH Adjustment Asam sitrat
anhidrat pH Adjustment Water for injection Solvent
Gas Nitrogen Gas inert
Formulasi diatas mengandung digoksin sebagai zat aktif. Digoksin adalah glikosida kardiotonik yang diperoleh dari daun Digitaslis lanata Ehrhart (Famili Scrophulariaceae).
Formulasi injeksi digoksin mengandung zat tambahan berupa propilenglikol dan alkohol sebagai kosolven dalam melarutkan zat aktif. Natrium fosfat dan asam sitrat anhidrat ditambahkan sebagai pH adjustment, pH adjustment dibutuhkan untuk mencapai pH tertentu, agar pH sediaan sedapat mungkin isohidris dengan pH cairan tubuh