• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADITIF PB3O4 DAN TSG 107 *) Sudaryo, Risqi Asih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADITIF PB3O4 DAN TSG 107 *) Sudaryo, Risqi Asih"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISIONING LIMBAH KROM MENGGUNAKAN BAHAN DASAR KERAMIK DENGAN ADITIF PB3O4 DAN TSG 107 *)

Sudaryo, Risqi Asih

STTN-BATAN, Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB 55281 2).3) PTAPB-BATAN, Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB 55281

INTISARI

KONDISIONING LIMBAH KROM MENGGUNAKAN BAHAN DASAR KERAMIK DENGAN ADITIF Pb3O4 DAN TSG 107. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat immobilisasi limbah krom dalam keramik yang telah ditambahkan aditif Pb3O4 dan TSG 107, fungsi aditif, serta mengetahui kondisi (komposisi dan suhu) terbaik pada proses pembuatan monolit keramik yang mampu mengungkung limbah krom. Penelitian dilakukan dengan cara mencampur limbah krom, lempung, kaolin, feldspar, dan air pada perbandingan yang bervariasi. Penambahan air divariasi dari 8%-12%, limbah krom dari 1%-5%, serta aditif Pb3O4 dan TSG 107 dari 1%-5%. Campuran dicetak dengan diameter dan tinggi ± 2,44 cm pada tekanan 50 bar. Setelah kering, monolit dibakar pada suhu 700oC-1100oC, selanjutnya dilakukan uji susut bakar, uji serap air, analisis densitas, uji kuat tekan, uji lindi dengan metode TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure), dan karakterisasi material dengan difraksi sinar-X yang dilakukan pada kondisi terbaik. TCLP dilakukan dengan mencampurkan 3 gram sampel dengan 60 mL asam asetat 0,1 N, dan digunakan shaker untuk proses ekstraksi dengan kecepatan 90 rpm selama 18 jam. Kondisi terbaik dicapai saat penambahan air pembentukan 8%, limbah krom 5%, serta aditif Pb3O4 dan TSG 107 sebanyak 5%, dengan suhu pembakaran 1000oC. Pada kondisi ini diperoleh kualitas monolit keramik terbaik yang memenuhi standar produk keramik limbah dengan nilai susut bakar 15,183%, serap air 10,079%, densitas 1,801gr/cm3, kuat tekan 3864,045 ton/m2, dan dengan kadar krom total terlindi sebesar 1,533 ppm. Sementara itu berdasarkan difraktogram XRD, dibuktikan bahwa aditif Pb3O4 dan TSG 107 mampu mempercepat dekomposisi mineral serta menghasilkan eskolaite pada monolit keramik limbah krom. Kata Kunci : Keramik Limbah Krom, Kondisioning, Aditif Pb3O4 dan TSG 107, TCLP, XRD

ABSTRACT

CHROME WASTE CONDITIONING USING CERAMIC BASIC MATERIALS WITH Pb3O4 AND TSG 107 ADDITIVES. The purpose of this research was to determine the level of chrome waste immobilization in ceramic that have been added Pb3O4 and TSG 107 additives, the function of additives, and

also to know the best conditions (composition and temperature) in the production of ceramic monoliths are able to confine the chrome waste. The research was done by mixing of chrome waste, clay, caoline, feldspar, and forming water on ratio variation. The added of water was be variated from 8% to 12%, addition of chrome waste from 1% to 5%, and addition of Pb3O4 and TSG 107 additives from 1% to 5%. The ceramic

matrix was formed with ±2.44 cm in diameter and ±2.44 cm in high, at pressure 50 bar. Monolith was to fired at 700oC to 1100oC after dry, and then tested by weight reduction test, water absorption test, analysis of density, compressive strength test, leachate test by TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) method, and material characterization with X-ray diffraction at the best condition. TCLP was performed by mixing 3 grams sample with 60 mL acetic acid 0.1 N, and used shaker for the extraction process with speed of 90 rpm for 18 hours. The best condition was achieved when the adding forming water of 8%, chrome waste of 5%, Pb3O4 and TSG additives of 5%, and firing temperature of 1000oC. At this condition was

obtained qualified monolith ceramic that fulfilled as waste ceramic product standard with a value of weight reduction 15.183%, water absorption 10.079%, density 1.801 g/cm3, compressive strength 3864.045 ton/m2, and total chrom in the leachet was 1.533 ppm. Meanwhile, based on XRD difraktogram, proved that the Pb3O4 and TSG 107 additives is able to accelerate the decomposition of minerals and produce eskolaite on

ceramic monoliths of chrom waste.

(2)

1. PENDAHULUAN

Keramik berasal dari bahasa Yunani, “keramos” yang artinya periuk atau belanga yang dibuat dari tanah1. Sementara arti barang keramik itu sendiri adalah bentuk barang yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa dan melalui proses pembakaran, tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat.

Ada beberapa bahan alam sebagai bahan pembentuk keramik, diantaranya adalah:

Kaolin disebut juga china clay, berfungsi sebagai pengikat dan penambah kekuatan bahan keramik, serta sebagai bahan pengeras dalam pembuatan glasir2. Kaolin mempunyai komposisi hidrous aluminium silikat (Al2O3.2SiO2.2H2O)

dengan disertai beberapa mineral penyerta. Kaolin terbentuk dari pelapukan batuan feldsparatik, dengan reaksi sebagai berikut:

Feldspar kaolin

2KAlSi3O8 + 2H2O + CO2 Al2O3.2SiO2.2H2O

+ 4SiO2 + K2CO3

Feldspar termasuk senyawa alumina silikat (AlSi3O8) yang mengandung satu atau lebih

unsur-unsur seperti K, Na, dan Ca. Feldspar yang mengandung kalium (KAlSi3O8) biasanya dipakai

untuk membuat bahan keramik sedangkan yang banyak mengandung natrium (NaAlSi3O8) dipakai

untuk membuat glasir. Sebagai bahan yang tidak plastis, feldspar sangat penting dalam industri keramik karena dapat berfungsi untuk mengurangi penyusutan pada waktu proses pengeringan dan pembakaran, juga berfungsi sebagai flux (peleleh) pada suhu di atas 1200oC, sehingga badan keramik menjadi padat tanpa mengalami perubahan bentuk (deformasi). Titik leburnya antara 1170oC-1290oC.

Clay, lempung akan memberikan sifat

pembentukan keramik yang memungkinkan bubuk keramik dapat dirubah dari bentuk kering menjadi

slurry dengan plastisitas tinggi. Derajat keplastisan

lempung ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, susunan, bentuk dan kehalusan dari partikel tanah liat, banyaknya air dan garam-garam lain yang terlarut didalamnya, serta kandungan dan jumlah bahan organik yang ada didalamnya. Partikel lempung seperti lempengan tipis hampir berbentuk segienam (hexagonal) dengan permukaan yang datar dalam ukuran skala atom. Lempung mampu mengikat air disekitarnya dengan ikatan yang sangat kuat sehingga air yang terikat ini tidak mudah dilepaskan kecuali dengan dipanaskan sampai di atas 1000oC3.

Aplikasi penggunaan bahan-bahan keramik tersebut dapat digunakan untuk penanganan limbah di industri penyamakan kulit.

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins)

menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, salah satu zat penyamak yang biasa dipakai adalah senyawa krom dalam bentuk kromium sulfat basa (Cr8(SO4)6(OH)12). Air limbah

dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral, dan krom. Krom merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), yang bersifat asam, menyebabkan iritasi pada kulit serta membran mukasid (selaput lendir) oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan pada air limbah tersebut sebelum dibuang ke lingkungan.

Limbah krom yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sludge limbah penyamakan kulit. Sludge diperoleh dari proses pengolahan air limbah melalui pengendapan menggunakan Mg(OH)2 atau Ca(OH)2 dengan reaksi

sebagai berikut :

Cr8(SO4)6(OH)12 + 6Ca(OH)2 8Cr(OH)3 +

6CaSO4

Sludge harus mendapatkan suatu perlakuan khusus atau pengolahan sebelum disimpan atau dibuang. Perlakuan khusus yang dimaksud adalah adanya proses kondisioning. Dalam penelitian ini, proses kondisioning sludge limbah krom dilakukan dengan menggunakan bahan dasar keramik disertai penambahan Pb3O4 dan TSG (Transparent Soft

Glaze) 107 yang diharapkan dapat menambah kualitas keramik. Selain itu juga dilakukan variasi komposisi (air pembentukan, limbah krom, dan aditif) serta variasi suhu pembakaran sehingga dapat diketahui pengaruhnya dan pada akhirnya dapat diperoleh komposisi dan suhu yang terbaik pada proses pembuatan keramik yang dapat mengungkung limbah krom.

2. TATA KERJA

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, yaitu mulai Maret 2011 sampai Juli 2011 dan dilaksanakan di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-Badan Tenaga Nuklir Nasional (STTN-BATAN), Yogyakarta.

Bahan :

Limbah sludge krom dengan kadar krom total = 1370,47 ppm, Clay, Feldspar,

Kaolin, Aditif Pb3O4 dan TSG 107 (1:1), Aquades,

Minyak paraffin. Alat :

Timbangan analitik, Hydraulic casting (alat cetak sampel), Perangkat tekan Paul Webber, Furnace Thermolyne Sybron, Botol uji serap, Jangka sorong, Piranti shaker, Piranti gelas.

Prosedur Penelitian

1. Penentuan komposisi air pembentukan

a. Mineral dasar pembentuk keramik, kaolin, feldspar, dan clay ditimbang dengan

(3)

perbandingan (60:25:15) kemudian ditambahkan air dengan variasi 8%, 9%, 10 %, 11%, dan 12% dan diaduk sampai homogen.

b. Adonan ditimbang sebanyak 25 g lalu dimasukkan ke dalam cetakan hydraulic casting selanjutnya dicetak pada tekanan 50 bar menggunakan alat tekan Paul Webber. c. Monolit yang diperoleh diangin-anginkan

selama 24 jam, kemudian ditimbang serta diukur diameter dan tingginya. Lalu monolit dibakar dalam Furnace Thermolyne Sybron pada suhu 700˚C dengan waktu penahanan selama 40 menit. Setelah selesai, furnace dimatikan, ketika suhu furnace menurun menjadi ±50oC, monolit dikeluarkan.

d. Monolit yang telah dingin lalu ditimbang serta diukur diameter dan tingginya. Selanjutnya dapat dilakukan uji susut bakar, uji serap air, analisis densitas, dan uji kuat tekan.

e. Langkah-langkah di atas diulangi dengan variasi suhu 800oC, 900oC, 1000oC, dan 1100oC.

2. Penentuan komposisi limbah krom

a. Mineral dasar pembentuk keramik, kaolin, feldspar, dan clay ditimbang dengan perbandingan (60:25:15) kemudian ditambahkan air dengan komposisi terbaik yang diperoleh dari percobaan penentuan komposisi air.

b. Campuran tersebut ditambahkan limbah krom dengan variasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% lalu diaduk sampai homogen.

c. Adonan ditimbang sebanyak 25 g lalu dimasukkan ke dalam cetakan hydraulic casting selanjutnya dicetak pada tekanan 50 bar menggunakan alat tekan Paul Webber. d. Monolit yang diperoleh diangin-anginkan

selama 24 jam, kemudian ditimbang serta diukur diameter dan tingginya. Lalu monolit dibakar dalam Furnace Thermolyne Sybron pada suhu terbaik yang diperoleh pada percobaan sebelumnya dengan waktu penahanan selama 40 menit. Setelah selesai,

furnace dimatikan, ketika suhu furnace menurun menjadi ±50oC, monolit dikeluarkan.

e. Monolit yang telah dingin lalu lalu ditimbang serta diukur diameter dan tingginya. Selanjutnya dapat dilakukan uji susut bakar, uji serap air, analisis densitas, uji kuat tekan, dan uji lindi-TCLP.

3. Penentuan komposisi aditif Pb3O4 dan TSG 107

a. Mineral dasar pembentuk keramik, kaolin, feldspar, dan clay ditimbang dengan perbandingan (60:25:15) kemudian ditambahkan air dan limbah krom dengan komposisi terbaik yang diperoleh dari percobaan penentuan komposisi limbah krom. b. Campuran tersebut ditambahkan aditif Pb3O4

dan TSG 107 (1:1) dengan variasi 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% lalu diaduk sampai homogen.

c. Adonan ditimbang sebanyak 25 g lalu dimasukkan ke dalam cetakan hydraulic casting selanjutnya dicetak pada tekanan 50 bar menggunakan alat tekan Paul Webber. d. Monolit yang diperoleh diangin-anginkan selama

24 jam, kemudian ditimbang serta diukur diameter dan tingginya. Lalu monolit dibakar dalam Furnace Thermolyne Sybron pada suhu terbaik dengan waktu penahanan selama 40 menit. Setelah selesai, furnace dimatikan, ketika suhu furnace menurun menjadi ±50oC, monolit dikeluarkan.

e. Monolit yang telah dingin lalu lalu ditimbang serta diukur diameter dan tingginya. Selanjutnya dapat dilakukan uji susut bakar, uji serap air, analisis densitas, uji kuat tekan, dan uji lindi-TCLP.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Komposisi Air Pembentukan Hasil percobaan pengaruh komposisi air pembentukan monolit keramik terhadap karakteristik susut bakar pada berbagai suhu pembakaran disajikan pada Gambar 1.

(4)

Nilai susut bakar memang dapat menjadi parameter kualitas produk monolit keramik, tetapi tidak begitu besar pengaruhnya terhadap pengungkungan limbah B3. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, pada suhu yang sama, semakin banyak air pembentukan yang ditambahkan ke adonan keramik menyebabkan nilai susut bakarnya semakin besar. Hal ini terjadi karena air pembentukan ketika dikeringkan maupun dibakar akan menguap dan mengakibatkan berkurangnya berat monolit.

Demikian juga pada kondisi air pembentukan yang sama, maka semakin tinggi suhu pembakaran akan menyebabkan nilai susut bakarnya semakin besar. Hal ini dapat dipahami karena semakin tinggi suhu pembakarannya, kemungkinan terjadi proses dekomposisi akan semakin besar. Dekomposisi yang terjadi antara lain dehidrasi air kristal yaitu terlepasnya air terikat secara struktural di dalam mineral, seperti yang terjadi pada mineral kaolinit dengan reaksi sebagai berikut :

Dek

komposisi yang lain adalah dekomposisi mineral dari bahan keramik yaitu peruraian senyawa alumina silikat dalam hal ini metakaolin membentuk mullite

dan trydimite, dimana mullite yang dimaksud adalah silicon spinel yang apabila suhu pembakaran dinaikan akan berubah menjadi mullite. Reaksi dekomposisinya adalah sebagai berikut :

Pada peruraian mineral di atas biasanya selalu diikuti dengan pelepasan gas CO2 yang berasal dari

peruraian kalsit (CaCO3). Selain itu, juga terjadi

reaksi oksidasi yang akan memudahkan terlepasnya senyawa pengotor dan zat-zat organik yang terdapat di dalam lempung. Senyawa-senyawa yang paling mudah teroksidasi adalah karbon, sulfur, dan besi16. Hidrokarbon akan teroksidasi membentuk gas CO2

dan H2O.

Uji statistik terhadap sumber data Gambar 1 pada α = 0,05 menunjukkan adanya interaksi antara kedua variabel terhadap karakteristik susut bakar monolit keramik.

Hasil percobaan pengaruh komposisi air pada pembentukan monolit keramik terhadap karakteristik densitas dan kuat tekan pada berbagai suhu pembakaran disajikan Gambar 2 dan 3.

700

o

C

800

o

C

900

o

C

1000

o

C

1100

o

C

700

o

C

800

o

C

900

o

C

1000

o

C

1100

o

C

Gambar 1. Grafik Pengaruh Air Pembentukan Terhadap Karakteristik Susut Bakar Monolit Keramik pada Berbagai Suhu Pembakaran

kaolinit 400oC-600oC metakaolin Al2O3.2SiO2.2H2O Al2O3.2SiO2 + 2H2O

850oC-1050oC

2 (Al2O3.2SiO2) 2Al2O3.3SiO2 + SiO2

(5)

Gambar 2. Grafik Pengaruh Air Pembentukan Terhadap Karakteristik Densitas Monolit Keramik pada Berbagai Suhu Pembakaran

Gambar 3. Grafik Pengaruh Air Pembentukan Terhadap Karakteristik Kuat Tekan Monolit Keramik pada Berbagai Suhu Pembakaran

Uji statistik terhadap sumber data Gambar 2 dan 3 pada pembentukan monolit keramik terhadap karakteristik densitas dan kuat tekan pada berbagai suhu pembakaran pada α = 0,05 baik untuk densitas maupun kuat tekan menunjukkan adanya saling keterkaitan diantara sifat-sifat tersebut.

Berdasarkan data hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa untuk suhu pembakaran 1100oC diperoleh nilai densitas maupun kuat tekan sebesar 2,225 g/cm3 dan 5339,234 ton/m2.

Untuk komposisi air pembentukan yang sama, perubahan suhu pembakaran yang semakin tinggi menyebabkan sifat serap airnya semakin rendah, densitas, dan kuat tekannya semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu pembakaran, proses dekomposisi mineral akan semakin sempurna dimana pada suhu 850oC sudah mulai terbentuk silicon spinel dan trydimite dan bahkan di atas suhu 1000oC ada kemungkinan sudah terbentuk senyawa mullite. Mullite merupakan senyawa yang sangat stabil, dengan adanya mullite sifat keramik menjadi keras, kompak, dan padat. Selain itu semakin tinggi suhu pembakaran kemungkinan terjadinya proses

peleburan mineral semakin besar, leburan ini akan menyelimuti partikel-partikel dan sebagian akan mengisi pori-pori di antara partikel-partikel, serta menjadikan semua partikel memadat setelah proses pendinginan. Monolit keramik yang telah mengalami peleburan sebagian, menjadi tidak berpori-pori sehingga kedap air, akibatnya sifat serap airnya akan semakin rendah.

Selama proses peleburan mineral, terjadi penyusutan volume pada monolit keramik. Semakin tinggi suhu pembakaran maka penyusutan akan terus berlanjut. Penyusutan ini disebabkan berkurangnya ukuran partikel, khususnya pada saat partikel-partikel tersebut mendekati titik lebur dan susunan partikel yang semakin mendekati fase cair. Penyusutan volume yang terjadi bisa melebihi 10% 4.

2. Pengaruh komposisi Limbah Krom

Hasil percobaan pengaruh komposisi limbah krom terhadap karakteristik susut bakar monolit keramik disajikan pada Gambar 4.

700

o

C

800

o

C

900

o

C

1000

o

C

1100

o

C

(6)

Gambar 4. Grafik Pengaruh komposisi Limbah Krom Terhadap Karakteristik Susut Bakar Monolit Hasil Pembakaran 1000oC

Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa, semakin banyak limbah krom yang ditambahkan ke adonan keramik menyebabkan nilai susut bakarnya semakin besar. Hal ini terjadi karena di dalam limbah krom banyak terdapat bahan organik seperti lemak dan protein yang merupakan senyawa

hidrokarbon. Hidrokarbon adalah senyawa yang mudah teroksidasi menghasilkan gas CO2 dan H2O.

Hasil percobaan pengaruh komposisi limbah krom terhadap karakteristik densitas monolit keramik pada suhu 1000oC disajikan Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Pengaruh Komposisi Limbah Krom Terhadap Karakteristik Densitas Monolit Keramik Hasil Pembakaran 1000oC

Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan bahwa, semakin banyak limbah krom yang ditambahkan ke adonan keramik menyebabkan nilai densitasnya semakin kecil. Hal ini dapat terjadi karena pori monolit yang terbentuk akibat pelepasan gas CO2

dan H2O seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

akan mengakibatkan volume ruang kosong di dalam monolit keramik. Jika limbah krom yang ditambahkan semakin banyak, maka pori-pori yang

dihasilkan akan semakin banyak pula sehingga volume ruang kosong dalam monolit menjadi semakin besar, hal ini mengakibatkan massa monolit menjadi semakin ringan oleh sebab itu nilai densitasnya menjadi semakin kecil.

Hasil percobaan pengaruh komposisi limbah krom terhadap karakteristik kuat tekan monolit keramik pada suhu 1000oC disajikan pada Gambar 6.

(7)

Gambar 6. Grafik Pengaruh Komposisi Limbah Krom Terhadap Karakteristik Kuat Tekan Monolit Keramik Hasil Pembakaran 1000oC

Berdasarkan Gambar 6 menunjukan bahwa, semakin banyak limbah krom yang ditambahkan ke adonan keramik menyebabkan nilai kuat tekannya semakin kecil. Hal ini terjadi karena semakin banyak limbah krom yang ditambahkan maka pori monolit yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga monolit keramik menjadi tidak mampat. Ketidakmampatan dan monolit yang porous menjadikan ikatan antar

partikel pembentuk monolit semakin lemah sehingga kekuatannya untuk menahan komposisi menjadi berkurang akibatnya nilai kuat tekannya menjadi kecil.

Hasil percobaan pengaruh komposisi limbah krom terhadap karakteristik krom total terlindi monolit keramik pada suhu 1000oC disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Pengaruh Komposisi Limbah Krom Terhadap Karakteristik Krom Total Terlindi Keramik Hasil Pembakaran 1000oC

Berdasakan Gambar 7 terlihat bahwa semakin banyak limbah krom yang ditambahkan ke dalam adonan keramik menyebabkan kadar krom total yang terlindi semakin besar. Hal ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu karena adanya pori monolit yang semakin banyak ketika limbah krom yang ditambahkan ke dalam adonan semakin banyak. Monolit keramik yang berpori menyebabkan air akan lebih mudah terserap kedalamnya, saat proses penyerapan air ini kemungkinan lolosnya partikel krom melalui

perantara air akan semakin besar, sehingga kadar krom total yang terlindi akan semakin tinggi saat monolit mengandung banyak limbah krom.

Komposisi limbah krom yang dipakai untuk membuat monolit keramik yang beraditif Pb3O4 dan

TSG 107 adalah komposisi sebanyak 5%. Komposisi ini menghasilkan monolit keramik yang mempunyai nilai susut bakar 16,440%, nilai serap air sebesar 16,111%, nilai densitas 1,784 g/cm3, nilai kuat tekan sebesar 2375,939 ton/m2, dan kadar krom total terlindi sebanyak 2,267 ppm. Berdasarkan data yang diperoleh, setiap variasi penambahan komposisi

(8)

limbah krom tidak memberikan nilai pelindian krom total yang signifikan, bahkan sampai komposisi limbah krom sebanyak 5%. Hal ini dipengaruhi oleh suhu pembakaran dimana suhu pembakaran juga berpengaruh pada proses peleburan mineral. Mineral-mineral yang terlebur terutama adalah mineral yang titik leburnya rendah, leburan ini akan mengikat partikel lain yang belum melebur termasuk logam krom sehingga akan membentuk ikatan yang kuat jika monolit keramik mengalami proses pendinginan. Ikatan yang terjadi adalah ikatan fisik,

dimana logam berat mengalami pengungkungan oleh bahan penyusun keramik sehingga mengurangi mobilisasi atau gerakan dari logam krom tersebut.

3. Pengaruh Komposisi Aditif Pb3O4 dan TSG 107

Hasil percobaan pengaruh komposisi aditif Pb3O4 dan TSG 107 terhadap karakteristik densitas

dan kuat tekan monolit keramik hasil pembakaran suhu 1000oC disajikan pada Gambar 8 dan 9

.

Gambar 9. Grafik Pengaruh Penambahan Aditif Pb3O4 dan TSG 107 Terhadap Karakteristik Kuat Tekan

Monolit Keramik Pembakaran 1000oC

Berdasarkan Gambar 8 dan 9 terlihat bahwa semakin banyak penambahan aditif Pb3O4 dan TSG 107 maka

nilai densitas dan kuat tekan monolit keramik akan semakin besar. Aditif Pb3O4 berfungsi sebagai

senyawa yang dapat menurunkan titik lebur pembentukan monolit keramik. Lelehan Pb3O4

mampu mengikat material pembentuk keramik yang

bertitik lebur tinggi untuk bergabung menjadi satu struktur yang kompak, sedangkan TSG 107 merupakan bahan gelasir bakaran rendah yang mudah melebur, saat TSG 107 melebur, lelehannya bersama lelehan Pb3O4 akan mengisi pori-pori dari

monolit, sehingga akan meningkatkan kemampatan monolit keramik yang dihasilkan. Hal ini Gambar 8. Grafik Pengaruh Penambahan Aditif Pb3O4 dan TSG 107 Terhadap Karakteristik

(9)

menyebabkan densitas dan kuat tekan monolit keramik menjadi besar.

Hasil percobaan pengaruh komposisi aditif Pb3O4 dan TSG 107 terhadap karakteristik kadar

krom total terlindi monolit keramik hasil pembakaran suhu 1000oC disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Pengaruh Penambahan Aditif Terhadap Karakteristik Krom Total Terlindi Monolit Keramik Pembakaran 1000oC

Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan aditif Pb3O4 dan TSG 107 ke

dalam adonan keramik menyebabkan kadar krom total terlindinya semakin kecil. Hal ini terjadi karena pada dasarnya aditif Pb3O4 dan TSG 107 berfungsi

untuk menurunkan suhu peleburan bahan keramik. Pada suhu sekitar 800oC dimungkinkan sudah terjadi peleburan bahan aditif ini, karena suhu peleburannya rendah maka pembentukan monolit keramik akan lebih cepat terjadi. Ini disebabkan leburan aditif dapat melapisi partikel pembentuk keramik yang belum melebur dan masuk mengisi pori-pori monolit, ketika masuk ke dalam pori-pori, leburan ini membawa panas yang akan mempercepat reaksi dekomposisi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hasil penting dari reaksi ini adalah terbentuknya mullite. Mullite merupakan senyawa yang sangat stabil, sehingga dapat dikatakan pembentukan mullite merupakan tujuan dari pembakaran keramik, karena dengan adanya mullite, sifat-sifat keramik yang keras, kompak, dan padat mulai terbentuk17. Semakin banyak mullite yang tebentuk, maka daya kungkung kromnya akan semakin baik. Krom akan berada diantara senyawa kristalin mullite dan terikat kuat secara fisik dengan adanya leburan mineral maupun leburan aditif yang terjadi.

Hasil analisis XRD berupa difraktogram monolit keramik limbah krom tanpa aditif dan yang mengandung aditif Pb3O4 dan TSG 107 disajikan

pada Gambar 11. Kedua difraktogram di atas membuktikan bahwa aditif Pb3O4 dan TSG 107

mampu mempercepat terjadinya dekomposisi mineral. Pada difraktogram monolit keramik yang mengandung aditif, terlihat peak kaolinit sudah tidak setajam pada difraktogram monolit keramik yang tidak mengandung aditif. Hal ini menandakan bahwa mineral kaolinit pada monolit keramik beraditif telah terdekomposisi, terurai menjadi metakaolin. Sebaliknya peak yang tajam pada difraktogram monolit keramik tanpa aditif menandakan kristal kaolinit masih sempurna dan belum sepenuhnya terdekomposisi. Selain itu pada difraktogram monolit keramik yang beraditif sudah terdeteksi adanya senyawa eskolaite atau kromium (III) oksida (Cr2O3). Hal ini membuktikan aditif juga dapat

mempercepat terjadinya reaksi dekomposisi senyawa limbah krom. Limbah krom dalam bentuk kromium (III) oksida hidrat (Cr2O3.3H2O) atau lebih

dikenal dengan kromium hidroksida (Cr(OH)3) yang

terkandung dalam monolit keramik akan mengalami dehidrasi air kristal sehingga terbentuk eskolaite, dengan reaksi :

(10)

Gambar 11. Difraktogram Monolit Keramik : a. Dengan Aditif , b. Tanpa Aditif Pb3O4 dan TSG 107

Sebesar 5% Hasil Pembakaran 1000oC. Sementara itu dari kedua difraktogram diperoleh informasi bahwa di dalam monolit keramik telah terbentuk mullite yang merupakan tujuan dari pembakaran keramik sehingga monolit keramik menjadi keras, kompak, dan padat.

Hasil terbaik diperoleh saat penambahan aditif Pb3O4 dan TSG 107 sebanyak 5%, monolit

keramik yang dihasilkan memiliki nilai susut bakar sebesar 15,183%, densitas 1,801 g/cm3, kuat tekan 3864,045 ton/m2, dan kadar krom total terlindi 1,533 ppm. Nilai serap air dan kadar krom total terlindinya paling kecil sementara nilai susut bakar, densitas, dan kuat tekannya terbesar di antara monolit keramik yang beraditif di bawah 5%. Meskipun nilai susut bakarnya terbesar, tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena tidak terlalu mempengaruhi kualitas pengungkungan limbah B3.

Secara keseluruhan, monolit keramik yang dihasilkan masih mempunyai nilai serap air yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan suhu pembakaran monolit masih di bawah suhu bakar yang seharusnya. Monolit keramik yang dibuat pada penelitian ini berbahan utama kaolin dengan komposisi 60%, yang merupakan keramik jenis porselin. Pada umumnya suhu bakar porselin berkisar antara 1250oC-1460oC. Jika suhu bakar ini

terpenuhi maka akan dihasilkan keramik putih yang padat, keras, dan kedap air.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan :

1. Bahan dasar keramik dengan aditif Pb3O4 dan TSG 107 diketahui dapat mengungkung limbah krom dengan baik.

2. Aditif Pb3O4 dan TSG 107 mampu menurunkan suhu peleburan bahan keramik sehingga dapat dihasilkan monolit keramik yang berkualitas baik namun dengan suhu pembakaran yang lebih rendah.

3. Pengaruh variasi komposisi (air pembentukan, limbah krom, aditif Pb3O4 dan TSG 107) serta variasi suhu pembakaran terhadap monolit keramik yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

a. Air pembentukan berbanding lurus dengan nilai susut bakar dan serap air serta f = Feldspar m = Mullite q = α Quartz e = Eskolaite k = Kaolinite f = Feldspar m = Mullite q = α Quartz k = Kaolinite

a.

b.

(11)

b. berbanding terbalik dengan nilai densitas dan kuat tekan monolit.

c. Suhu pembakaran berbanding lurus dengan nilai susut bakar, densitas, dan kuat tekan serta berbanding terbalik dengan nilai serap air monolit.

d. Penambahan limbah krom berbanding lurus dengan nilai susut bakar, serap air, dan kadar krom total terlindi serta berbanding terbalik dengan nilai densitas dan kuat tekan monolit.

e. Penambahan aditif Pb3O4 dan TSG 107

berbanding lurus dengan nilai susut bakar, densitas, dan kuat tekan serta berbanding terbalik dengan nilai serap air dan kadar krom total terlindi.

4. Monolit keramik yang paling baik diperoleh saat penambahan air pembentukan sebanyak 8%, komposisi limbah krom 5%, dan aditif Pb3O4 + TSG 107 sebanyak 5% pada

pembakaran suhu 100oC. Pada pengujian monolitnya diperoleh hasil nilai susut bakar sebesar 15,183%, serap air 10,079%, densitas 1,801 g/cm3, kuat tekan 3864,045 ton/m2, serta krom total telindi sebesar 1,533 ppm.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sukosono, A.Md serta semua pihak terkait yang telah membantu di dalam kelancaran penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Ambar Astuti. 1997. Pengetahuan Keramik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2. Sukandarrumidi. 1999. Bahan Galian

Industri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

3. JMV Hartono. 1991. Teori Pembakaran Bagian I, II, dan III. Informasi Teknologi Keramik dan Gelas. Bandung

4. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

5. Anonim. Keputusan KABAPEDAL Nomor : KEP-03/BAPEDAL/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya.

Gambar

Gambar 1.  Grafik Pengaruh Air Pembentukan Terhadap Karakteristik Susut Bakar   Monolit  Keramik pada Berbagai Suhu Pembakaran
Gambar 2.  Grafik Pengaruh Air Pembentukan Terhadap Karakteristik Densitas  Monolit Keramik pada  Berbagai Suhu Pembakaran
Gambar 4.  Grafik Pengaruh komposisi Limbah Krom Terhadap Karakteristik Susut Bakar Monolit Hasil  Pembakaran 1000 o C
Gambar 6.  Grafik Pengaruh Komposisi Limbah Krom Terhadap Karakteristik Kuat Tekan Monolit Keramik  Hasil Pembakaran 1000 o C
+4

Referensi

Dokumen terkait

Karena Sorafenib berpotensi menurunkan aliran darah dalam tumor, penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki sorafenib sebagai pengobatan adjuvan untuk potensi pengobatan

Sementara perbedaan aktivitas antibakteri yang signifikan antara sampel N1 dan N4 disebabkan karena pada sampel N1 kain Nylon 6,6 mempunyai kandungan

Dalam analisis aktivitas siswa selama proses belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran CIRC. Adapu aktivitas – aktivitas peserta didik yang akan diamati

Berakhirnya kekuasaan Boris Yelstin sebagai presiden dan dilanjutkan oleh Vladimir Putin tidak hanya membawa perubahan dalam kondisi ekonomi dan politik domestik

Pada dasarnya kegiatan kerjasama tersebut di atas tidak lain merupakan implikasi dari kepatuhan masyarakat etnis Lampung dan juga masyarakat etnis Bali terhadap nilai-nilai

Kebijakan dan program yang akan dilakukan untuk perencanaan tenaga kerja di Provoinsi Riau yakni: (a) jumlah pengangguran terus bertambah dan tingkat pengangguran juga

Tujuan yang hendak diperoleh dalam perencanaan dan perancangan ini antara lain untuk, merencanakan dan merancang sebuah atraksi wisata sebagai pengembangan pariwisata

yang kuat untuk belajar; menciptakan atmosfir pembelajaran yang ramah dan nyaman yang memungkinkan pembelajar dapat belajar dengan baik; dan dengan memberikan