TIPOLOGI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR, KECAMATAN BATANG MERANGIN, KABUPATEN KERINCI
Alpayed Syafrijal I1C116017
PROGRAM STUDI ARKEOLOGI
JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI JAMBI
2023
Oleh:
Alpayed Syafrijal I1C116017
PROGRAM STUDI ARKEOLOGI
JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI 2023
TYPOLOGY OF OBSIDIAN ARTEFACTS FROM DESA BARU PULAU SANGKAR, BATANG MERANGIN DISTRICT, KERINCI REGENCY
Written by:
Alpayed Syafrijal I1C116017
ARCHAEOLOGY PROGRAMME
DEPARTMENT OF HISTORY, ART AND ARCHAEOLOGY FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
UNIVERSITAS JAMBI 2023
Oleh:
Alpayed Syafrijal I1C116017
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Jurusan Sejarah, Seni dan Arkeologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jambi, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dalam Ilmu Arkeologi
Jambi, 2023
SKRIPSI
PETUNJUK PENULISAN SKRIPSI MAHASISWA ARKEOLOGI UNIVERSITAS JAMBI
Dipersiapkan dan disusun oleh:
Alpayed Syafrijal NIM. I1C116017
Telah dipersiapkan di depan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal: 15 November 2022
Susunan Tim Penguji Skripsi:
Pembimbing I Pembimbing II
Irsyad Leihitu, S.Hum., M.Hum.
NIP. 199302182022031009
Wulan Resiyani, S.S., M.A.
NIP. 198701222019032013
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Arkeologi
Tanggal:
Ketua Program Studi Arkeologi
Asyhadi Mufsi Sadzali, S.S., M.A.
NIP. 198409062019031006
I1C116017 telah diuji dan dipertahankan di depan tim Penguji Skripsi pada tanggal 15 November 2022
Tim Penguji
1. Irsyad Leihitu, S.Hum., M.Hum. Ketua
NIP. 199302182022031009 1. ……….
2. Wulan Resiyani, S.S., M.A. Sekretaris
NIP. 198703222019032013 2. ……….
Mengetahui,
Ketua Program Studi Arkeologi
Asyhadi Mufsi Sadzali, S.S., M.A.
NIP. 198409062019031006
HALAMAN PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Alpayed Syafrijal NIM : I1C116017 Program Studi : Arkeologi
Judul Skripsi : Tipologi Artefak Obsidian Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis telah diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Apabila ternyata di kemudian hari saya terbukti melanggar pernyataan saya tersebut di atas, saya bersedia menerima sanksi aturan yang berlaku.
Jambi,
Alpayed Syafrijal I1C116017
banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun.”
~Voltaire~
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk Ayah Alm. Syafrijal yang hingga akhir hayatnya masih semangat untuk melihat saya memperoleh gelar sarjana dan Ibu
Ermina yang telah membesarkanku dengan segala usaha dan doa tanpa henti.
Tak lupa juga kepada kakak-kakakku yang telah banyak memberi pelajaran dan juga dukungan.
Teruntuk teman, sahabat dan semua orang yang telah menjadi bagian cerita dari perjalanan hidup saya.
penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TIPOLOGI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR, KECAMATAN BATANG MERANGIN, KABUPATEN KERINCI”.
Dalam proses pembuatan skripsi ini, tentunya penulis mendapatkan bimbingan serta bantuan dari teman-teman seperjuangan yang senantiasa memberikan kritik dan saran yang dapat membantu saya. Untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya saya ucapkan untuk pihak-pihak yang telah membantu saya dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada;
1. Keluargaku yang tercinta, Ayah Alm. Syafrijal Mustofa dan Ibu Ermina serta kakak-kakak saya Afromi Syafrijal, Panji Syafrijal dan Un Hatami Syafrijal yang telah membesarkan, memberi do’a, dukungan, motivasi dan yang senantiasa ada untuk penulis hingga saat ini.
2. Bapak Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D. selaku Rektor Universitas Jambi.
3. Bapak Prof. Dr. M. Rusdi, S.Pd., M.Sc. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.
4. Bapak Dr. Drs. Ade Kusmana, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi
ii
5. Bapak Asyhadi Mufsi Sadzali, S.S., M.A. selaku Ketua Program Studi Arkeologi dan Pembahas I serta Dosen yang telah banyak mengajarkan ilmu kepada penulis.
6. Bapak Irsyad Leihitu, S.Hum., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan saran dan motivasi bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Ibu Wulan Resiyani, S.S., M.A. selaku Dosen Pembimbing II yang Telah Memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Haffiful Hadi Suliensyar, M.A. selaku pembahas II.
9. Bapak Nugrahadi Mahanani, S.S., M.A. selaku pembahas III dan juga sebagai Dosen yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis.
10. Bapak Ari Mukti Wardoyo Adi, S.S., M.A. selaku Dosen Arkeologi yang mana penulis banyak mendapatkan ilmu yang lebih luas.
11. Ibu Nainunis Aulia izza, M.Hum, dan Bapak Amir Husni, M.A. serta dosen-dosen lain yang telah banyak memberi ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Arkeologi yang tak bisa penulis sebut satu persatu.
12. Bapak Aveciena Yoe, S.H., M.H. selaku Staff Tata Usaha Program Studi Arkeologi.
13. Mas M. Rully Fauzi, M.Sc., Mas Sigit Prasetyo, M.Hum, Mas Eugenius Olafianto, M.Sc., bang Kurnia Sandi, S.Sos., kak Laras Sahara, S.Sos., bg Miftah Putra, S.Hum., kak Novialita Ridimas Putri, S.Ark. yang
telah banyak memberi ilmu, saran dan juga referensi tentang alat batu serta banyak pihak lain yang tak bisa disebut satu persatu.
14. M. Wahyu Candra, S.Sos dan Febri yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data skripsi
15. Rekan angkatan 2016 yang menjadi bagian cerita perjalanan hidup penulis, kesan, pengalaman, motivasi, dan segala hal yang telah dilalui.
Terimakasih atas semuanya, walaupun tidak disebutkan satu persatu tapi kalian akan selalu diingat dan dikenang oleh penulis.
16. Kakak-kakak senior angkatan 2014 dan senior angkatan 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah menjadi senior dengan segala ilmu yang diberikan kepada penulis.
17. Adik-adik junior angkatan 2017, 2018, 2019, 2020, 2021 dan 2022 Penulis mendapatkan pengalaman baru dan tidak terasa penulis dapat melihat kalian selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Arkeologi ini.
18. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih atas segala hal yang didapat penulis.
Akhirnya hanya karya ini yang bisa penulis persembahkan. Semoga dapat bermanfaat untuk rekan-rekan mahasiswa arkeolog dan para pembaca sekalian.
Penulis
Alpayed Syafrijal
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR BAGAN ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR FOTO ... x
DAFTAR PETA ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR ISTILAH ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
ABSTRAK ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 LATAR BELAKANG ... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ... 3
1.3 RUANG LINGKUP ... 4
1.4 TUJUAN PENELITIAN ... 5
1.5 MANFAAT PENELITIAN ... 5
1.6 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
1.6.1 Penelitian Terdahulu ... 6
1.6.2 Penelitian Relevan... 6
1.7 KERANGKA TEORI ... 7
1.8 ALUR PEMIKIRAN ... 9
1.9 METODE PENELITIAN... 10
1.9.1 Pengumpulan Data ... 10
1.9.2 Pengolahan Data ... 11
1.9.3 Penafsiran Data ... 11
1.10 ALUR PENELITIAN ... 13
BAB II ... 14
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 14
2.1 ADMINISTRASI WILAYAH PENELITIAN ... 14
2.2.1 Administrasi Lokasi Penelitian ... 15
2.2 KONDISI GEOGRAFIS WILAYAH PENELITIAN ... 16
2.1.1 Iklim ... 16
2.1.2 Topografi ... 16
2.1.3 Geologi ... 17
2.3 SITUS DAN TEMUAN ARKEOLOGIS DESA BARU PULAU SANGKAR ... 18
BAB III... 21
ANALISIS DAN KLASIFIKASI DATA ... 21
3.1 ANALISIS ARTEFAK OBSIDIAN PULAU SANGKAR ... 21
3.2 KLASIFIKASI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR ... 22
3.2.1 Bentuk Umum ... 23
vi
3.2.2 Bentuk Khusus ... 24
3.2.3 Letak Tajaman ... 25
3.2.4 Bentuk Tajaman ... 26
BAB IV ... 29
TIPOLOGI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR... 29
4.1 TIPOLOGI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR ... 29
4.1.1 Tipe A ... 29
4.1.2 Tipe B ... 41
4.1.3 Tipe C ... 44
4.2 EKPLANASI... 51
BAB V ... 54
KESIMPULAN ... 54
5.1 KESIMPULAN HASIL PENELITIAN ... 54
5.2 SARAN ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58
LAMPIRAN ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi artefak obsidian ... 28 Tabel 2. Tipologi artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar ... 50 Tabel 3. Hasil Tipologi artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar ... 56
viii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Alur Pemikiran ... 9 Bagan 2. Alur Penelitian ... 13 Bagan 3 Skema analisis taksonomi pada himpunan artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar ... 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tajaman berbentuk lurus (rectilinear) 1. Tajaman berbentuk cembung (convex) 2. Tajaman berbentuk cekung (concave) 3. ... 27
x
DAFTAR FOTO
foto 1. Situs Megalit Pulau Sangkar ... 19
foto 2. Lokasi Situs Desa Baru Pulau Sangkar ... 20
foto 3. Artefak Di Permukaan Situs ... 20
foto 4. Tipe A Subtipe a Sub-subtipe ka Variasi 1 ... 30
foto 5. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka variasi 2 ... 31
foto 6. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka variasi 4 ... 31
foto 7. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ki variasi 1 ... 32
foto 8. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ki variasi 2 ... 33
foto 9. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ki variasi 4 ... 33
foto 10. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 1 ... 34
foto 11. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 2 ... 35
foto 12. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 4 ... 35
Foto 13. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 ... 36
Foto 14. Tipe A Subtipe B sub-subtipe ka variasi 2 ... 37
Foto 15. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka variasi 3 ... 37
Foto 16. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ki variasi 1 ... 38
Foto 17. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ki variasi 2 ... 39
Foto 18. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ki variasi 3 ... 39
Foto 19. Tipe A subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 1 ... 40
Foto 20. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 ... 41
Foto 21. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 ... 41
Foto 22. Tipe B Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 ... 42
Foto 23. Tipe B subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 1 ... 43
Foto 24. Tipe B Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 4 ... 44
Foto 25. Tipe C Subtipe a sub-subtipe ki variasi 1 ... 45
Foto 26. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ka variasi ... 46
Foto 27. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ka variasi 2 ... 46
Foto 28. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ki variasi 2... 47
Foto 29. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 ... 47
xii
DAFTAR PETA
Peta 2. 1 Wilayah administrasi kerinci dan lokasi penelitian ... 15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 kegiatan pengumpulan data dan analisis data ... 61
xiv
DAFTAR ISTILAH
Mohs : Skala pengukuran kekerasan batu Batu Sisik Langit : Penamaan local untuk batu obsidian
DAFTAR SINGKATAN
Ha : Hektar M : Meter
MDPL : Meter Diatas Permukaan Laut Mm : Milimeter
Ka : lateral kanan Ki : Lateral Kiri
Ka.ki : Lateral kanan dan Lateral kiri TNKS : Taman Nasional Kerinci Seblat
xvi
ABSTRAK
Nama : Alpayed Syafrijal Program Studi : Arkeologi
Judul : Tipologi Artefak Obsidian Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci
Manusa prasejarah sering memanfaatkan bahan batuan alam untuk membuat peralatan atau perkakas demi kelangsungan hidup. Salah satu yang dimanfaatkan adalah bahan batuan obsidian yang merupakan batuan beku. Artefak obsidian banyak ditemukan disalah satu lahan perkebunan keluarga bapak Syafrijal yang berada di Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci. Artefak tersebut banyak ditemukan berada pada permukaan dan dikumpulkan dari permukaan. Artefak yang sudah dikumpulkan tersebut yang akan dijadikan objek penelitian skripsi ini. Dari hasil identifikasi terdapat 674 temuan, yang mana kemudian disortir menjadi 134 artefak obsidian yang memiliki ciri teknologis dan jejak pakai. Skripsi ini akan membahas mengenai tipologi artefak obsidian yang ada di Desa Baru Pulau Sangkar dengan unit analisis bentuk umum, bentuk khusus, letak tajaman, dan bentuk tajaman. Analisis tipologi menghasilkan 3 tipe, 2 subtipe, 4 sub-subtipe dan 4 variasi.
Kata kunci: Artefak Obsidian, Tipologi, Desa Baru Pulau Sangkar
ABSTRACT
Name : Alpayed Syafrijal
NIM : I1C116017
Programme : Archaeology
Tittle : Tipology of Obsidian Artefacts From Desa Baru Pulau Sangkar, Batang Merangin District, Kerinci Regency
In prehistoric age, people use stones making tools for life. One of them is obsidian which is an igneous rock. Obsidian artefacts are found at Mr. Syafrijal’s land in Desa Baru Pulau Sangkar, Batang Merangin District, Kerinci Regency. Most of them are found and collected on surface. The artefacts will be data from this thesis.
From identification of 674 findings, 134 obsidian artefacts have technological and the trace of use characteristics. This thesis discusses about typology of obsidian artefacts from Desa Baru Pulau Sangkar with analysis units; general and specific forms, sharp position dan form of the sharp. From typology analysis are known three types, two sub-types, four sub sub-types, and four variations.
Keywords: Typology, Obsidian, Desa Baru Pulau Sangkar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia beradaptasi terhadap lingkungannya dengan alam sekitar sehingga menghasilkan teknologi dalam bentuk pembuatan dan pemakaian alat (Sharer dan Ashmore 2003: 457).
Alat-alat keperluan hidup dibuat dari tanduk, batu, dan tulang dengan pembuatan yang sederhana, hanya sekedar memenuhi tujuan penggunaanya.
Alat-alat tersebut digunakan untuk pencarian dan pengolahan bahan makanan (Soejono & Leirissa, 2008: 27).
Proses pembuatan alat batu yaitu dengan memangkas atau melepaskan permukaan batu dari batu inti (Andrefsky, 2005: 12). Alat batu merujuk untuk menggambarkan batu yang dipangkas oleh manusia yang sebagian dipergunakan sebagai alat ataupun perkakas (Forestier, 2007: 273). Awalnya alat batu hanya berbentuk sederhana yang kemudian meningkat seiring berjalannya waktu. Di Indonesia dapat kita lihat berbagai jenis litik yang dihasilkan dari berbagai batuan yang diperoleh dari alam sekitarnya (Simanjuntak, 2012: 102).
Bahan batuan bisa diperoleh dari sungai dan tambang-tambang batuan di daerah pegunungan. Jenis bahan yang ditemukan umumnya merupakan batuan vulkanik seperti obisidan, basalt, dan andesit. Batuan sedimen yang dipakai biasanya merupakan batuan jenis rijang, jasper, batu pasir, kalsedon
dan gamping kersikan yang memiliki sifat yang keras, namun mudah dibentuk.
Batuan yang dipilih biasanya memiliki skala kekerasan mencapai tujuh berdasarkan skala kekerasan Mohs (Soejono & Leirissa, 2008: 27-28).
Salah satu bahan batuan alam yang dimanfaatkan manusia dalam pembuatan alat batu yaitu obsidian. Obsidian merupakan salah satu jenis batuan vulkanik yang terbentuk menjadi kaca alami. Batuan ini biasanya berwarna hitam namun terkadang ditemukan pula berwarna kehijauan atau kemerahan (Andrefsky, 2005: 258).
Kelebihan obsidian dari beberapa bahan batuan yang dapat dijadikan alat adalah mempunyai berat yang ringan, memiliki sifat belah teratur, serta pecahan yang dihasilkan dapat menghasilkan tajaman yang sangat baik, sehingga pada akhirnya mudah dijadikan alat tanpa harus mempunyai keahlian khusus dalam pembuatannya(Graha, 1987:43 dalam Sumiati, 2004:4).
Tahun 1913 August Tobler pernah melakukan penelitian ekskavasi- eksplorasi di Gua Ulu Tjangko Jambi, antara hulu Maringin dan Sungai Batang Tabir. Pada penelitian tersebut ditemukan artefak batu yang mana temuan merupakan obsidian dan memiliki kemiripan dengan temuan dari dataran tinggi Bandung. Penelitian lanjutan dilakukan pada tahun 1920an oleh J. Zwierzyck yang dilakukan di gua dekat Ngalan Jambi, dengan temuan berupa alat batu dari obsidian dan juga alat batu lain. Untuk wilayah Kerinci sendiri laporan mengenai keberadaan artefak obsidian baru tersedia pada tahun 1939 Van der Hoop melaporkan adanya temuan artefak obsidian dari perkebunan Danau
3
Gadang dekat danau Kerinci. Dari penelitian ini ditemukan banyak Microlith yang serupa dengan temuan di kepulauan Indonesia (Heekeren 1972: 106).
Ekskavasi-ekskavasi yang dilakukan di dataran tinggi jambi oleh Tri Marhaeni banyak menemukan serpih obsidian pada situs terbuka sekitar megalit di Dusun Tuo dan Nilo dingin (2006), Talang Alo dan Talang Jambu (2007), Desa Muak (2009), situs Gedan 1 dan Gedang 2 (2012) (Budisantosa 2017: 61-62).
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap artefak obsidian di Kerinci sebelumnya hanya sebatas laporan dan belum adanya analisis tindak lanjut terhadap artefak obsidian. Data tentang artefak obsidian dikerinci perlu ditambah untuk pengetahuan data terbaru. Adanya temuan di salah satu lahan perkebunan warga yang berada di Desa Baru Pulau Sangkar Kabupaten Kerinci berlokasi tidak jauh dari situs megalit, banyak ditemukan artefak arkeologis yang berada dipermukaan yang berupa artefak batu berbahan rijang, obsidian, jasper dan juga banyaknya temuan pecahan tembikar. Dari pengamatan awal artefak obsidian di Desa Baru Pulau Sangkar memiliki banyak tinggalan artefak obsidian yang mengindikasikan banyaknya variasi pada artefak. Penulis memilih fokus penelitian terhadap tipologi artefak obsidian yang berada disalah satu lahan warga yang berada di Desa Baru Pulau Sangkar yang akan dijadikan penelitian skripsi penulis pada kesempatan ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adanya temuan permukaan yang sangat bervariasi di kebun keluarga Bapak Syafrijal di Desa Baru Pulau Sangkar yang berupa artefak batu dan
banyaknya pecahan tembikar yang ditemukan mengindikasikan banyaknya variasi bentuk maupun tipe artefak. Dengan perhatian khusus ke himpunan artefak obsidian yang berjumlah 674 menunjukan dari pengamatan awal memiliki keberagaman bentuk dari himpunan artefak obsidian. Dengan ini peneliti merumuskan permasalahan penelitian untuk dipecahkan dalam penelitian ini.
Bagaimana tipologi artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci?
1.3 RUANG LINGKUP
1. Ruang lingkup wilayah penelitian
Ruang lingkup wilayah penelitian ini berada di salah satu lahan perkebunan keluarga bapak Syafrijal yang berada tidak jauh dari situs Megalit sekitar 300 meter yang mana banyak ditemukan himpunan artefak mulai dari artefak batu dan gerabah. Lahan perkebunan keluarga bapak Syafrijal berada di Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi jambi.
2. Ruang lingkup objek penelitian
Ruang lingkup objek penelitian ini membahas mengenai temuan permukaan yang berupa artefak obsidian atau disebut juga dengan nama batu Sisik Langit oleh masyarakat setempat. Temuan tersebut berada di kebun milik keluarga bapak Syafrijal. Obsidian tersebut banyak ditemukan dipermukaan ketika melakukan pengolahan lahan untuk keperluan pertanian, maka obsidian tersebut dikumpulkan selama proses pengolahan
5
lahan pertanian. Artefak obsidian yang telah dikumpulkan tersebut akan dijadikan objek penelitian penulis.
3. Ruang lingkup kajian penelitian
Ruang lingkup kajian penelitian ini berfokus dengan artefak obsidian yang telah dikumpulkan oleh keluarga bapak Syafrijal. Artefak obsidian yang telah terkumpul akan dilakukan identifikasi dan tipologi yang mana akan membatasi fokus kajian penelitian penulis. Dalam identifikasi dan tipologi penulis menggunakan parameter alat, non-alat, ukuran, bentuk tajaman, letak tajaman, bentuk umum alat dan bentuk khusus alat.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang telah di paparkan penulis sebelumnya, penelitian ini untuk mengetahui dan menambah wawasan arkeologi prasejarah khususnya artefak batu berupa obsidian yang ada di situs Desa Baru Pulau Sangkar Kabupaten Kerinci. penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui tipe-tipe dari artefak obsidian apa saja yang ada di situs Desa Baru Pulau Sangkar kabupaten Kerinci.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Dari masa ke masa ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sangat berkembang pesat yang diharapkan berdampak posistif terhadap ilmu pengetahuan arkeologi khususnya. Penelitian yang akan dilakukan penulis selain manfaat untuk meraih gelar sarjana sehendaknya juga memberi maanfaat positif terhadap ilmu pengetahuan arkeologi khusnya. Selain itu adapun manfaat positif dalam penelitian ini yaitu;
1. Manfaat pada penelitian ini diharapakan menambah wawasan ataupun informasi umum tentang artefak obsidian yang ada dikerinci bagi masyarakat umum, bidang ilmu lain dan bidang ilmu arkeologi khusunya.
2. Manfaat penelitian ini nantinya bisa dijadikan rujukan referensi penelitian relevan ataupun penelitian terdahulu bagi mahasiswa ataupun peneliti untuk keperluan tugas, tugas akhir dan penelitian.
1.6 TINJAUAN PUSTAKA 1.6.1 Penelitian Terdahulu
Rofif Fadlurrahman pada tahun 2022 dalam skripsinya yang berjudul Tipologi Beliung Di Wilayah Kabupaten Kerinci, melakukan penelitian tentang beliung yang berasal dari wilayah kerinci yang mana dalam skripsinya salah satu sampel yang diambil berasal dari situs Pulau Sangkar. Dalam sampel yang didapat di situs Pulau Sangkar terdapat 23 beliung yang diklasifikasi dan menghasilkan 13 tipe beliung (Fadlurrahman, 2022). Terdapat perbedaan fokus penelitian antara penulis dan Rofif yang mana penulis berfokus kepada artefak obsidian dan Rofif berfokus pada artefak beliung walaupun terdapat kesamaan tempat lokasi penelitian.
1.6.2 Penelitian Relevan
Reza Ilman Derajat (2018) dalam skripsinya yang berjudul
“Tipologi Bentuk Alat Batu dari Gua Batu, Desa Napal Licin, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 1.022 artefak yang ditemukan, hanya ada 50 artefak yang menunjukkan ciri alat. Hasil analisis tipologi menunjukkan
7
bahwa ada tiga tipe, enam subtipe, empat variasi, dan empat subvariasi (Derajat, 2018). Pada penelitian Reza melakukan identifikasi dan tipologi terhadap semua jenis bahan artefak batu yang di Gua Batu Sumatera Selatan, sedangkan penulis hanya berfokus ke satu bahan yaitu obsidian.
Anton Ferdianto (2008) dalam skripsi yang berjudul “Artefak Obsidian di Gua Pawon, Kabupaten Bandung, Jawa Barat”. Hasil penelitiannya menunjukkan beberapa tipe yang tidak memiliki kecenderungan bentuk tertentu pada satu jenis artefak. Tipe tersebut adalah tipe serpih pakai, serut samping, serut cekung, serut ujung, serut gerigi, serut berpunggung tinggi, pisau, multi tools, batu inti, serpih dan tatal. Tipe bentuk dapat mempengaruhi dengan tujuan penggunaan dari artefak tersebut(Ferdianto, 2008). Fokus bahan artefak batu penulis dan Anton terdapat persamaan yaitu berfokus terhadap artefak batu yang berbahan obsidian, namun dapat dilihat perbedan penelitian penulis dan Anton yaitu dari lokasi yang berbeda dan juga teori yang digunakan serta metode.
1.7 KERANGKA TEORI
Menurut Irving Rouse (Rouse, 1960) Klasifikasi memiliki 2 cara yaitu klasifikasi analitik dan klasifikasi taksonomik. Dalam klasifikasi analitik dilakukan untuk mencari mode dari data, mode dalam hal ini yakni mode konseptual dan mode prosedural yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Mode-mode yang ditentukan bisa bersifat kimia, fisika ataupun mode yang bersifat budaya.
Tahapan klasifikasi setelah menemukan mode dari klasifikasi analitik, mode yang dihasilkan berperan sebagai unit analisis dalam klasifikasi taksonomik yang berfokus pada pencarian tipe pada data. Tipe diperoleh berdasarkan pemilihan dari 2 atau lebih atribut yang melekat pada data yang ditentukan oleh peneliti demi tujuan penelitian. Menurut Rouse menyebutkan bahwa dalam klasifikasi taksonomik dikenal beberapa istilah, yaitu (1) kategori, (2) tipe, (3) subtipe, (4) sub-subtipe, dan (5) variasi.
Berdasarkan penjelasan dari Rouse diatas penelitian ini akan dilakukan klasifikasi taksnomik Berdasarkan pandangan Rouse (1960) di atas maka pada penelitian ini sistem klasifikasi dilakukan berdasarkan atribut artefak obsidian. Parameter tersebut berupa bentuk umum (tipe), bentuk khusus (subtipe), letak tajaman (sub-subtipe) dan bentuk tajaman (variasi).
9
1.8 ALUR PEMIKIRAN
Situs Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin,
Kabupaten Kerinci
Situs Pulau Sangkar, Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang
Merangin, Kabupaten Kerinci Temuan Obsidian
Identifikasi
Klasifikasi
1. Bentuk Umum 2. Bentuk Khusus 3. Letak Tajaman 4. Bentuk Tajaman
Tipologi Obsidian
Bagan 1. Alur Pemikiran
1.9 METODE PENELITIAN
Tahapan penelitian tentunya tidak terlepas dari metode yang digunakan untuk memudahkan penulis dalam menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini terdiri dari tahapan-tahapan metode yang dilakukan yaitu, pengumpulan data, pengolahan data dan penafsiran data (Deetz 1976:8).
Berikut ini uraian tentang tahapan metode yang digunakan dalam penelitian.
1.9.1 Pengumpulan Data
Tahapan dalam pengumpulan data ini memiliki dua sumber data utama yang dikumpulkan yakni data sekunder dan data primer.
Pengumpulan data sekunder berasal dari data literatur yang diperoleh dari berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Data literatur dapat diperoleh dari buku, laporan penelitian, jurnal ilmiah, ataupun artikel yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data primer yang dikumpulkan merupakan data lapangan yang diperoleh berupa artefak obsidian di Desa Baru Pulau Sangkar, Kabupaten Kerinci. Artefak obsidian tersebut telah dikumpulkan oleh keluarga bapak Syafrijal di salah satu lahan perkebunan milik mereka, yang mana artefak obsidian banyak ditemukan berada di permukaan. Tahap berikutnya akan dilakukan pengamatan langsung terhadap artefak obsidian tersebut dengan melakukan pencatatan dan pemotretan untuk diolah lebih lanjut dalam
11
tahapan analisis. Hal ini dilakukan untuk mendapatakan informasi tentang data lebih lanjut.
1.9.2 Pengolahan Data
Setelah melakukan pengumpulan data, tahapan selanjutnya yaitu melakukan pengolahan data dengan cara menganalisis artefak obsidian yang telah dikumpulkan. Analisis khusus dilakukan pada artefak obsidian dengan melihat ciri atribut yang ada pada artefak. Pengamatan atribut yang ada pada artefak yakni bentuk, ukuran, dan teknologi (Arkenas 1999:39)
Artefak kemudian dilakukan klasifikasi untuk mendapatkan tipologi. Klasifikasi merupakan instrumen analisis untuk mencapai tipologi bentuk pada skripsi ini. Klasifikasi bertujuan untuk menempatkan artefak pada kelas yang tepat berdasarkan kesamaan atribut yang ada pada sebuah artefak. Klasifikasi yang dilakukan meliputi dua tahapan, tahap pertama berupa klasifikasi secara analitik untuk mencari mode yakni standar ataupun konsep dari atribut artefak. Lalu setelah mendapatkan mode dilanjutkan dengan klasifikasi secara taksonomik, mode-mode yang dihasilkan dari analisis analitik berperan sebagai unit analisis pada tahap klasifikasi taksonomik. Klasifikasi taksonomik berfokus pada pencarian tipe berdasarkan atribut yang melekat.
1.9.3 Penafsiran Data
Dalam penafsiran data akan dilakukan pemaparan Tipologi artefak obsidian yang didapat. Tipologi dilakukan setelah data diperoleh dari pengumpulan data dan pengolahan analisis data, dari hasil tersebut akan
ditarik relasi dengan mode tipologi penulis berdasarkan teori. Dalam penafsiran penulis berusaha menjawab permasalahan penelitian untuk mengetahui tipologi artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci. Dengan demikian, maka dapat diketahui tipologi artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci dan sebagai sebuah kesimpulan penelitian ini juga.
13
1.10 ALUR PENELITIAN
Pengumpulan Data
Data Primer Data Sekunder
Obsidian Situs Pulau
Sangkar Laporan, Jurnal, dan
Buku
Pengolahan Data
Analisis Morfologi Analisis Tipologi
Tipologi
Kesimpulan
Bagan 2. Alur Penelitian
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1 ADMINISTRASI WILAYAH PENELITIAN
Penelitian ini berada dalam wilayah Kabupaten Kerinci, Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten yang termasuk kedalam Provinsi Jambi.
Kabupaten Kerinci Memiliki Luasan wilayah 3328,14 Km2 atau 332.807 Ha, dengan lebih dari setengah luasan wilayahnya termasuk kedalam wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat. Secara astronomis Kabupaten Kerinci terletak pada posisi 01°40’-02°26’ Lintang Selatan, serta 101°08’-101°50’ Bujur Timur(BPS Kabupaten Kerinci, 2022: 3).
Kabupaten Kerinci pada tahun 2020 sudah memiliki wilayah admisnistratif kecamatan sebanyak 18 kecamatan yang sebelumnya terdiri dari 16 Kecamatan. Kabupaten Kerinci sendiri terdiri 285 desa dan 2 kelurahan.
Kecamatan yang ada di Kabupaten Kerinci tersebut terdiri dari Batang Merangin (507,65 km2), Gunung Raya (389,26 km2), Keliling Danau (303,76 km2), Gunung Kerinci (344,99 km2), Siulak Mukai (275,47 km2), Danau Kerinci (220,92 km2), Bukit Kerman (213,69 km2), Air Hangat (211,35 km2), Kayu Aro Barat (207,84 km2), Air Hangat Timur (181,43 km2), Gunung Tujuh (166,59 km2), Siulak (142,78 km2), Kayu Aro (114,66 km2), Sitinjau Laut (52,23 km2), Depati VII (27,71 km2), Danau Kerinci Barat (59,94 km2), Tanah Cogok (14,46 km2) serta Air Hangat Barat (14.13 km2) (BPS Kabupaten Kerinci, 2022 : 1-3).
15
2.2.1 Administrasi Lokasi Penelitian
Lokasi administrasi wilayah penelitian ini fokus di lahan perkebunan Bapak Syafrijal yang berada tidak jauh dari situs megalit Pulau Sangkar kurang lebih 300 m yang berada di Desa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci. Desa Baru Pulau Sangkar memiliki luas wilayah sebesar 400,96 Ha dengan berbatas langsung di utara dengan hutan TNKS, selatan Desa Pulau Sangkar, timur hutan TNKS dan barat dengan Desa Tarutung. Desa Baru Pulau Sangkar termasuk dari salah satu desa yang berada di Kecamatan Batang Merangin(BPS Kecamatan Batang Merangin 2021: 4-5).
Peta 2. 1 Wilayah administrasi kerinci dan lokasi peneltian (Sumber: ina-geopertal diolah oleh Alpayed Syafrijal, 2022)
2.2 KONDISI GEOGRAFIS WILAYAH PENELITIAN 2.1.1 Iklim
Suhu di Kabupaten Kerinci yang diamati Stasiun Meteorologi Depati Parbo pada tahun 2021 rata-rata suhu sebesar 22,8°C. pada bulan Januari merupakan suhu rata-rata terendah 22,5°C dan rata-rata suhu tertinggi terjadi dibulan Mei sebesar 23,4°C. Kelembaban udara di Kerinci berkisar dari angka minimum 34% sampai dengan angka maksimum 99%.
Pada bulan Maret tercatat terjadinya hujan sebanyak 26 hari yang mengakibatkan bulan dengan curah hujan tertinggi 312.9 mm dan bulan dengan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli yaitu sebesar 74.8 mm dengan 14 hari dalam sebulan(BPS Kabupaten Kerinci, 2022 : 8-10).
2.1.2 Topografi
Kabupaten Kerinci memiliki topografi wilayah yang sangat bervariasi berupa perbukitan dan pegunungan. Sebagian wilayah (42 %) Kabupaten Kerinci terletak di ketinggian 500-1.000 mdpl dengan luas 159.583 Ha, sementara daerah berketinggian diatas 2.000 mdpl seluas 14.267 Ha (4 %), dan wilayah yang berada antara 0-500 mdpl hanya 5.010 Ha (1 %) (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, 2015: 6).
Wilayah Kabupaten Kerinci memiliki 5 klasifikasi lereng. Wilayah datar berada pada kemiringan 0-8 %, wilayah landai 8-15%, wilayah bergelombang/berbukit 15-25 %, cukup curam 25-40%, dan wilayah curam>40%. Hampir separuh (35,34 %) dari wilayah Kabupaten Kerinci merupakan dataran yang curam dengan kemiringan >40%. Sedangkan
17
untuk wilayah datar dan relatif datar hanya mencapai 4,95 % sampai 17,56
% (terdiri dari kemiringan 0-8 % dan 8-15%). Wilayah Kabupaten Kerinci membentang dari Gunung Tujuh sampai Gunung Raya, sebagian besar (98%) berada pada ketinggian di atas 500 m – 3.805 mdpl, yang merupakan bagian dari Bukit Barisan. Karakter wilayah bergelombang dan berbukit- bukit membentuk enclave yang sangat luas dan sebagian ditutupi hutan lebat yang alami merupakan ciri khas wilayah kabupaten yang berbeda dengan wilayah lain umumnya. Keadaan topografi yang merupakan dataran tinggi berbukit-bukit dan dikelilingi gunung-gunung dan hutan lebat, menyebabkan kabupaten ini memiliki iklim yang sejuk(Dinas Pekerjaan Umum, 2015: 7).
Berdasarkan klasifikasi kemiringan Kabupaten Kerinci memiliki 4 klasifikasi kemiringan. Wilayah datar berada pada kemiringan datar-landai 0-2%, wilayah landai-bergelombang 2-15 %, curam 15-40% dan wilayah terjal > 40 %. Kecamatan Sitinjau Laut, Kayu Aro, Hamparan rawang, dan Sungai Penuh memiliki wilayah datar (0-2 %) yang cukup luas, sedangkan Kecamatan Gunung Kerinci, Gunung Raya, Batang Merangin memiliki wilayah yang bergelombang/berbukit dan curam yang sangat luas(Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, 2015 : 8-9).
2.1.3 Geologi
Keadaan geologi wilayah Kabupaten Kerinci secara umum berada pada beberapa penyebaran formasi batuan geologi, yaitu formasi asal, formasi pemeta, formasi bandan, formasi kumun, formasi pengasih,
ganodiorit langkup, batuan gunung api rio-andesit, batuan gunung kuarter, batuan gunung api andesit-basal, batuan gunung api berksi, batuan gunung api Tuf, endapan alluvium.
Struktur geologi di Kabupaten Kerinci terdapat sesar yang berarah ke barat laut-tenggara, yaitu sesar Siulak. Sesar ini terdiri atas dua sesar yang sejajar dan membatasi Danau Kerinci. Panjang sesar kurang lebih 37 km dan lebarnya 17 km. Sejak Miosen Tengah sesar Siulak mulai aktif, hal ini berhubungan dengan pembentukkan formasi Kumun dan diaktifkan lagi pada Pilio-Plitosen. Sesar ini merupakan sesar geser menganan dengan kemiringan hampir tegak (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci, 2015: 16).
2.3 SITUS DAN TEMUAN ARKEOLOGIS DESA BARU PULAU SANGKAR Situs Megalit Pulau Sangkar merupakan salah satu temuan arkeologis yang ada di Desa Baru Pulau Sangkar, situs tersebut berada dipinggir sungai Batang Merangin dengan ketinggian 895 mdpl. Tinggalan Megalit Pulau Sangkar berupa batu silindrik yang memiliki bentuk bulat memanjang dengan panjang 3,9 m dan memiliki arah orientasi ke Tenggara yang menghadap langsung ke bukit Muan(Indriastuti 2016: 59).
19
Desa Baru Pulau Sangkar juga memiliki kekayaan arkeologis terutama dalam masa prasejarah. Beberapa temuan banyak ditemukan pada permukaan lahan perkebunan warga, beberapa temuan permukaan tersebut berupa beliung, artefak batu (rijang, obsidian dan jasper), tembikar, dan manik-manik. Temuan tersebut banyak dikumpulkan oleh pemilik kebun untuk diselamatkan karna lahan tersebut akan diolah kembali untuk bertani. Salah satunya adalah lahan keluarga bapak Syafrijal, dilahan tersebut terdapat artefak obsidian yang telah dikumpulkan berjumlah 647 artefak obsidian yang diidentifikasi oleh penulis.
foto 1. Situs Megalit Pulau Sangkar Doc. Alpayed Syafrijal (2019)
foto 2. Lokasi Situs Desa Baru Pulau Sangkar Doc. Alpayed Syafrijal (2020) foto 3. Artefak Di Permukaan Situs
Doc. Alpayed Syafrijal (2020)
21
BAB III
ANALISIS DAN KLASIFIKASI DATA
3.1 ANALISIS ARTEFAK OBSIDIAN PULAU SANGKAR
Artefak obsidian Pulau Sangkar yang berasal dari perkebunan keluarga bapak syafrijal berhasil di identifikasi berjumlah 647 artefak obsidian. Setelah melakukan analisis pada artefak obsidian terdapat 134 artefak obsidian yang memenuhi adanya modifikasi lebih lanjut terhadap artefak obsidian. Parameter untuk menentukan adalah berdasarkan pengamatan pada keberadaan jejak modifikasi yang dilakukan manusia. Jejak tersebut dapat berupa jejak buat dan jejak pakai. Jejak buat meliputi pangkasan, dataran pukul, bulbus, gelombang pukul, sisi ventral dan dorsal. Sedangkan jejak pakai meliputi keberadaan retus, dan luka pakai. Pengukuran juga dilakukan terhadap artefak obsidian dengan cara pengukuran dimensi dari proximal sampai ke ujung distal (Inizan, 1999:
33).
Selain dari 134 artefak tadi, terdapat juga artefak obsidian dengan bentuk batu inti yang berjumlah 141 artefak. Batu inti memiliki karakteristik berupa dataran pukul dan bulbus negatif yang menunjukkan bekas pangkasan pelepasan serpih. Forestier menyebutkan bahwa batu inti adalah kotak hitam yang mencatat pola pergerakan dari proses pemangkasan batu, tingkat pengolahan bahan, dan akhir dari pemangkasan (Forestier 2007: 122). Batu inti umumnya memiliki bentuk yang polihedral, sehingga tidak dapat ditentukan mana bagian panjang, lebar, dan tebalnya.
Dari himpunan artefak obsidian yang di analasis terdapat satu kelompok yang jumlahnya sangat mendominasi yaitu tatal, yang mana jumlah dari tatal yaitu 372. Tatal merupakan limbah hasil pangkasan alat batu yang tidak memiliki karakteristik serpih. Variabel dasar yang digunakan untuk mengelompokkan tatal adalah tidak dijumpainya sisi dorsal atau ventral pada seluruh sisinya. Tatal dapat berupa pecahan besar dari batuan yang dipangkas atau fragmen kecil yang turut tercipta pada proses pemangkasan. Pada umumnya, tatal memiliki bentuk tidak beraturan, yang dapat dikelompokkan ke dalam fragmen dengan banyak sudut (Andrefsky 2005: 82). Kelompok ini memiliki lebih dari dua sisi, sehingga sulit untuk menentukan bagian dorsal atau ventralnya.
Pada tahap analisis penulis langsung mengategorikan artefak obsidian tersebut kedalam tahapan klasifikasi.
3.2 KLASIFIKASI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR Bentuk merupakan aspek utama yang diperhatikan dalam skripsi ini.
Data yang digunakan pada tahap analisis merupakan temuan artefak obsidian.
Model analisis yang digunakan adalah klasifikasi yang dikemukakan Irving Rouse. Untuk mendapatkan tipologi data yang ada melewati dua tahapan analisis, yaitu klasifikasi analitik dan taksonomi. Setelah dilakukan pengamatan melalui klasifikasi analitik, didapat empat jenis mode, yaitu bentuk umum alat, bentuk khusus alat, letak tajaman, dan bentuk tajaman. Mode yang pertama adalah bentuk umum alat. Bentuk dasar alat berkaitan dengan masuk ke dalam
23
populasi mana suatu alat berdasarkan bentuk umumnya, apakah masuk ke dalam kelompok yang diserpih atau dibentuk.
Mode yang kedua merupakan bentuk khusus. Masing-masing artefak obsidian memiliki bentuk, dan ciri berbeda, yang tidak bisa diwakili cukup oleh bentuk umumnya, maka dirasa bentuk khusus dibutuhkan sebagai mode agar klasifikasi tepat sasaran. Mode yang ketiga adalah letak tajaman. Letak tajaman dapat membedakan pembuatan dan penggunaan artefak obsidian. Mode yang terakhir adalah adalah bentuk tajaman. Bentuk tajaman yang berbeda bisa mengindikasikan penggunaan dan proses pembuatan yang berbeda pula.
Artefak obsidian dengan bentuk tajaman cekung akan menghasilkan hasil potongan yang berbeda dengan alat dengan tajaman cembung ataupun lurus.
Setelah mode didapat pada klasifikasi analitik, tahapan selanjutnya adalah klasifikasi taksonomik. Klasifikasi taksonomik berperan untuk menempatkan mode tersebut ke dalam kelas-kelas tertentu. Terdapat lima kelas yang telah ditetapkan secara hirarki yaitu kategori, tipe, subtipe, sub-subtipe, dan variasi. Himpunan artefak obsidian berperan sebagai kelas “kategori”.
Mode bentuk umum berperan sebagai kelas “tipe”. Mode bentuk khusus berperan sebagai kelas “subtipe”. Mode letak tajaman berperan sebagai kelas
“sub-subtipe”, dan yang terakhir mode bentuk tajaman masuk ke kelas
“variasi”.
3.2.1 Bentuk Umum
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat hal mendasar yang dapat membedakan temuan artefak obsidian desa Pulau
Sangkar, yaitu bentuk dasar artefak. Diketahui terdapat tiga jenis bentuk umum, yaitu serpih, bilah dan serpih kortikal. Istilah serpih merupakan bentuk dasar yang mengalami modifikasi secara intensional. Modifikasi dapat berupa pengerjaan lanjutan ataupun jejak pemakaian. Setelah diamati, artefak berbentuk dasar serpih berjumlah 123 serpih.
Bilah merupakan istilah untuk hasil dari penyerpihan yang memiliki bentuk tertentu yaitu panjangnya dua kali atau lebih dari lebarnya dan memiliki tajaman di salah satu atau ke dua sisi lateralnya. Temuan bilah pada himpunan ini berjumlah 4 dan memiliki panjang 57 mm sampai 69 mm Serpih kortikal merupakan serpih yang masih nampak semacam kulit batuan atau korteks. Korteks merupakan bagian luar dari bongkahan batuan yang belum diolah, semacam kulit batu yang terbentuk secara alamiahnya. Serpih kortikal (berkorteks) dalam analasis artefak batu bisa mengamsusikan proses pemangkasan pertama dari sebuah bongkahan bahan batu (Forestier, 2007: 275, 277). Serpih dengan korteks akan masuk kategori jika kortek tersebut >50% dari luasan sisi dorsal.
3.2.2 Bentuk Khusus
Bentuk khusus artefak obsidian merupakan lanjutan dari turunan bentuk umum, di mana setiap bentuk umum memiliki bentuk khususnya masing-masing. Bentuk khusus di sini sama dengan jenis umum. Perbedaan yang ada pada sebuah artefak terkadang sangat signifikan, maka dari itu bentuk khusus dinilai dibutuhkan agar klasifikasi tepat sasaran. Terdapat
25
enam kelompok bentuk khusus yaitu serpih diretus, serpih tidak diretus, bilah tidak diretus, serpih kortikal tidak diretus, dan serpih kortikal diretus
Serpih diretus merupakan serpih yang mengalami pemangkasan lanjutan berupa retus di area tajamannya. Bentuk khusus serpih diretus teridentifikasi berjumlah 22. Serpih tidak diretus merupakan serpih yang langsung digunakan tanpa melalui pengerjaan lanjutan berupa retus. Ciri yang paling menonjol dari bentuk khusus ini adalah bekas pakai atau kilapan pada bagian sisi tertentu (Simanjuntak, 2012: 219) yang menandakan bahwa alat tersebut telah dipakai. Bentuk khusus serpih tidak diretus teridentifikasi berjumlah 101 artefak obsidian. Bilah diretus merupakan serpih yang memiliki ciri spesifik pada kedua sisi yang sejajar mempunyai panjang dua kali lebar atau lebih (Simanjuntak, 2012: 221).
Bentuk khusus serpial kortikal memiliki 2 bentuk yaitu serpih kortikal diretus dan serpih kortikal tidak diretus. Pada serpih kortikal diretus terdapat 1 artefak dan pada serpih kortikal tidak diretus berjumlah 6 artefak.
3.2.3 Letak Tajaman
Letak tajaman merupakan aspek yang juga diperhatikan pada pengamatan setiap artefak obsidian. Hal ini bertujuan untuk membedakan setiap artefak obsidian berdasarkan letak tajamannya. Parameter penentuan letak tajaman pada serpih berdasarkan pengamatan sisi dorsal, di mana letak tajaman ditentukan berdasarkan posisinya terhadap bulbus atau bagian proksimal. Sedangkan pada alat batu inti pengamatan langsung ditentukan berdasarkan asumsi cara memegang alat tersebut. Pada dasarnya jumlah
tajaman dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu lateral kiri, lateral kanan, lateral kiri & kanan.
Lateral kiri merupakan istilah untuk menyebut letak tajaman yang berada pada bagian kiri terhadap sumbu longitudinal bagian proksimal alat (Andrefsky, 2005: 267). Letak tajaman pada bagian lateral kiri berjumlah 35. Lateral kanan merupakan istilah untuk menyebut letak tajaman atau letak peretusan yang berada pada bagian kanan terhadap sumbu longitudinal alat (Andrefsky, 2005: 257). Artefak obsidin yang memiliki tajaman lateral kanan yang telah diidentifikasi berjumlah 28.
Lateral kiri dan kanan merupakan istilah untuk menyebut letak tajaman atau letak peretusan berada pada kedua sisi lateral sebuah artefak obsidian. Yang memiliki letak tajaman lateral kiri dan kanan berjumlah 71 artefak.
3.2.4 Bentuk Tajaman
Setelah melalui pengamatan terhadap tajaman pada masing-masing artefak obsidian, diketahui terdapat empat bentuk dasar pada alat batu yang ditemukan di lahan bapak Syafrijal, yaitu lurus cembung, cekung, lurus, dan cembung cekung.
27
Tajaman lurus adalah apabila artefak obsidian tersebut memiliki tajaman pada salah satu sisinya berbentuk seperti garis atau datar. Artefak obsidian yang memiliki tajaman berbentuk lurus teridentifikasi berjumlah 40 artefak. Bentuk tajaman berbentuk cekung adalah apabila artefak obsidian tersebut memiliki tajaman pada salah satu sisinya berbentuk cekung menyerupai bulan sabit. Alat batu yang memiliki tajaman berbentuk cekung teridentifikasi berjumlah
Tajaman berbentuk cembung adalah apabila artefak tersebut memiliki tajaman cembung pada salah satu sisinya berbentuk menyerupai busur setengah lingkaran. Artefak obsidian yang memiliki tajaman berbentuk cembung berjumlah 8. Tajaman berbentuk cembung dan cekung adalah apabila alat tersebut memiliki tajaman pada salah satu sisi atau kedua sisinya. Masing-masing dari tajamannya tersebut memiliki bentuk cembung (bentuk menyerupai setengah lingkaran) dan cekung (bentuk menyerupai
Gambar 1. Tajaman berbentuk lurus (rectilinear) 1. Tajaman berbentuk cembung (convex) 2. Tajaman berbentuk cekung (concave) 3.
(Sumber: Inizan, 1999: 140, telah diolah kembali)
bulan sabit). Artefak yang teridentifikasi memiliki bentuk cembung dan cekung berjumlah 4 alat.
Berikut hasil model Klasifikasi taksonomi pada tabel berikut ini,
Artefak Batu Obsidian
Atribut
Bentuk Umum Bentuk Khusus Letak Tajaman Bentuk Tajaman
Serpih Bilah Serpih
Kortikal Diretus Tidak
Diretus Kanan Kiri Kanan-
Kiri Lurus Cembung Cekung Cekung- Cembung
Total 123 4 7 24 110 27 36 71 41 81 8 4
Tabel 1. Klasifikasi artefak obsidian
Berikut ini merupakan Skema analisis taksonomi pada himpunan artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar.
Bagan 3 Skema analisis taksonomi pada himpunan artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar Diedit oleh romario lubis
29
BAB IV
TIPOLOGI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR
4.1 TIPOLOGI ARTEFAK OBSIDIAN DESA BARU PULAU SANGKAR Sistem penamaan sekiranya diperlukan agar mempermudah penulis, dalam membantu penamaan masing-masing kelas yang bertujuan untuk menyederhanakan penyebutannya. Tingkatan tipe, artefak obsidian dengan bentuk umum serpih akan diberi nama “Tipe A”, bilah “Tipe B”, serpih kortikal
“Tipe C”, batu inti “Tipe D” dan tatal “Tipe E”. Tahap selanjutnya menentukan penamaan subtipe, pada subtipe kode yang digunakan adalah huruf alphabet kecil. Huruf “a” untuk yang diretus, dan “b” untuk yang tidak diretus.
Tingkatan selanjutnya merupakan sub-subtipe dengan penamaan menggunakan huruf alphabet kecil. Sub-subtipe “ki” untuk lateral kiri, “ka”
untuk lateral kanan, dan “ka.ki” untuk lateral kiri & kanan. Tingkatan terakhir merupakan variasi dengan penamaan menggunakan angka. “1” untuk tajaman berbentuk lurus, “2” untuk tajaman berbentuk cembung, “3” untuk tajaman berbentuk cekung, dan “4” untuk tajaman berbentuk cembung & cekung.
Berikut merupakan penjelasan secara klasifikasi taksonomik.
4.1.1 Tipe A
Tipe A merupakan istilah untuk bentuk umum yang berupa serpih, dalam tipe A memiliki dua subtipe yaitu subtipe a dan subtipe b, yang akan dirunutkan lagi berikut ini.
1. Subtipe a (serpih diretus)
Berciri serpih yang mengalami jejak modifikasi lanjutan pada sisi tajamannya. Subtipe a berjumlah sebanyak 23 serpih yang diretus dan memiliki tiga sub-subtipe yaitu, sub-subtipe ka (lateral kanan), ki (lateral kiri) dan ka.ki (lateral kanan dan lateral kiri).
a. Subtipe a sub-subtipe ka (serpih diretus lateral kanan)
Artefak obsidian dengan subtipe a sub-subtipe ka memiliki jumlah 4 artefak dengan tajaman yang terletak pada sisi lateral kanan. Sub-subtipe ka memiliki tiga variasi bentuk tajaman yaitu lurus, cembung dan bentuk cembung & cekung.
a) Subtipe a sub-subtipe ka variasi 1 (bentuk tajaman lurus) merupakan ciri pada tajaman yang meiliki bentuk lurus. Sisi tajaman tersebut terdapat jejak modifikasi lanjutan berupa retus.
Variasi ini memiliki jumlah sebanyak 3 artefak.
foto 4. Tipe A Subtipe a Sub-subtipe ka Variasi 1 Doc. M. Wahyu Candra (2022)
b) Subtipe a sub-subtipe ka variasi 2 (bentuk tajaman cembung) variasi ini memiliki ciri tajaman yang berbentuk cembung atau
31
setengah lingkaran. Sisi tajaman memiliki jejak modifikasi berupa retus, dengan artefak yang tajaman berbentuk cembung berjumlah 1 artefak.
foto 5. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka variasi 2
Doc. M. Wahyu Candra
c) Subtipe a sub-subtipe ka variasi 4 (bentuk tajaman cembung &
cekung) dengan menunjukan 2 bentuk tajaman disalah satu sisi lateral yaitu lateral kanan. Bentuk tajam ini memiliki jejak peretusan, variasi 4 memiliki satu temuan artefak
foto 6. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka variasi 4 Doc. M. Wahyu Candra
b. Subtipe a sub-subtipe ki (serpih diretus lateral kiri) artefak obsidian dengan subtipe a sub-subtipe ki memiliki jumlah 7 artefak dengan tajaman yang terletak pada sisi lateral kiri. Sub-subtipe ki memiliki tiga variasi bentuk tajaman yaitu lurus, cembung dan bentuk cembung & cekung.
a) Subtipe a sub-subtipe ki variasi 1 (bentuk tajaman lurus) merupakan ciri pada tajaman yang meiliki bentuk lurus. Sisi tajaman tersebut terdapat jejak modifikasi lanjutan berupa retus.
Variasi 1 ini memiliki jumlah sebanyak 4 artefak
foto 7. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ki variasi 1 Doc. M. Wahyu Candra
b) Subtipe a sub-subtipe ki variasi 2 (bentuk tajaman cembung), variasi ini memiliki ciri tajaman yang berbentuk cembung atau setengah lingkaran. Sisi tajaman yang memiliki jejak modifikasi berupa retus, dengan artefak yang tajaman berbentuk cembung berjumlah 1 artefak.
33
foto 8. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ki variasi 2 Doc. M. Wahyu Candra
c) Subtipe a sub-subtipe ki variasi 4 (bentuk tajaman cembung &
cekung) dengan menunjukan 2 bentuk tajaman disalah satu sisi lateral yaitu lateral kiri. Bentuk tajam ini memiliki jejak peretusan, variasi 4 memiliki satu temuan artefak.
foto 9. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ki variasi 4 Doc. M. Wahyu Candra
c. Subtipe a sub-subtipe ka.ki (serpih diretus lateral kiri dan lateral kanan) artefak obsidian dengan subtipe a sub-subtipe ka.ki memiliki jumlah 13 artefak dengan tajaman yang terletak pada sisi
lateral kiri dan lateral kanan. Sub-subtipe ka.ki memiliki tiga variasi bentuk tajaman yaitu lurus, cembung dan bentuk cembung &
cekung.
a) Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 1 (bentuk tajaman lurus), variasi ini memiliki ciri pada tajaman yang berbentuk lurus. Sisi tajaman tersebut terdapat jejak modifikasi lanjutan berupa retus.
Pada variasi 1 memiliki enam artefak obsidian.
foto 10. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 1
Doc. M. Wahyu Candra
b) Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 2 (bentuk tajaman cembung), variasi ini memiliki ciri pada tajaman yang berbentuk berbentuk cembung ataupun setengah lingkaran. Sisi tajaman tersebut terdapat jejak modifikasi lanjutan berupa retus. Pada variasi 2 memiliki enam artefak obsidian.
35
foto 11. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 2 Doc. M. Wahyu Candra
c) Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 4 (bentuk tajaman cembung
& cekung), pada variasi 3 ini terdapat satu artefak obsidian yang berciri bentuk tajaman cembung & cekung dengan letaknya berada di lateral kiri dan kanan.
foto 12. Tipe A Subtipe a sub-subtipe ka.ki variasi 4 Doc. Wahyu Candra
2. Subtipe b (serpih tidak diretus)
Berbentuk dasar serpih dengan jejak pemakaian berupa penumpulan, primping, luka maupun striasi pada tajamannya. Subtipe b
berjumlah 47 artefak dan memiliki tiga sub-subtipe sebagai parameter letak tajaman, yaitu ka (lateral kanan), ki (lateral kiri), dan ka.ki (lateral kanan & lateral kiri).
a. Subtipe b sub-subtipe ka (serpih tidak diretus letak tajaman lateral kanan) memiliki artefak obsidian berjumlah 19 artefak dengan memiliki beberapa variasi yang berupa bentuk tajamanan.
Sub-subtipe ka memiliki 3 variasi yaitu bentuk tajaman lurus, bentuk tajaman cembung, dan bentuk tajaman cekung.
a) Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 (bentuk tajaman lurus), variasi dengan bentuk tajaman lurus pada lateral kanan berjumlah 6 artefak obsidian.
Foto 13. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 Doc. Wahyu Candra
b) Subtipe b sub-subtipe ka variasi 2 (bentuk tajaman cembung), variasi bentuk tajaman cembung pada artefak obsidian berjumlah 11 artefak.
37
Foto 14. Tipe A Subtipe B sub-subtipe ka variasi 2 Doc. Wahyu Candra
c) Subtipe b sub-subtipe ka variasi 3 (bentuk tajaman cekung), variasi bentuk tajaman cekung pada artefak obsidian berjumlah 2 artefak.
Foto 15. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka variasi 3 Doc. Wahyu Candra
b. Subtipe b sub-subtipe ki (serpih tidak diretus letak tajaman lateral kiri) memiliki jumlah artefak obsidian berjumlah 28 artefak
dengan memiliki beberapa variasi yang berupa bentuk tajamanan.
Sub-subtipe ki memiliki 3 variasi yaitu bentuk tajaman lurus, bentuk tajaman cembung, dan bentuk tajaman cekung.
a) Subtipe b sub-subtipe ki variasi 1 (bentuk tajaman lurus), variasi dengan bentuk tajaman lurus pada lateral kiri berjumlah 6 artefak obsidian.
Foto 16. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ki variasi 1 Doc. Wahyu Candra
b) Subtipe b sub-subtipe ki variasi 2 (bentuk tajaman cembung), variasi bentuk tajaman cembung pada artefak obsidian berjumlah 18 artefak.
39
Foto 17. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ki variasi 2 Doc. Wahyu Candra
c) Subtipe b sub-subtipe ki variasi 3 (bentuk tajaman cekung), variasi bentuk tajaman cekung pada artefak obsidian berjumlah 4 artefak.
Foto 18. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ki variasi 3 Doc. Wahyu Candra
c. Subtipe b sub-subtipe ka.ki (serpih tidak diretus letak tajaman lateral kanan & lateral kiri) memiliki jumlah artefak obsidian berjumlah 28 artefak dengan beberapa variasi yang berupa bentuk
tajamanan. Sub-subtipe ka.ki memiliki 3 variasi yaitu bentuk tajaman lurus, bentuk tajaman cembung, dan bentuk tajaman cekung.
a) Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 1 (bentuk tajaman lurus), variasi dengan bentuk tajaman lurus pada lateral kiri berjumlah 12 artefak obsidian.
Foto 19. Tipe A subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 1 Doc. Wahyu Candra
b) Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 (bentuk tajaman cembung), variasi bentuk tajaman cembung pada artefak obsidian berjumlah 39 artefak.
41
Foto 20. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 Doc. Wahyu Candra
c) Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 3 (bentuk tajaman cekung), variasi bentuk tajaman cekung pada artefak obsidian berjumlah 2 artefak.
Foto 21. Tipe A Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 Doc. Wahyu Candra
4.1.2 Tipe B
Tipe B merupakan istilah untuk bentuk umum yang berupa bilah, dalam tipe B memiliki satu subtipe yaitu subtipe b yang merupakan bentuk
khusus dari bilah tidak diretus. Bentuk khusus bilah subtipe tersebut merupakan bilah yang tidak diretus dengan jumlah temuan sebanyak 4 artefak obsidian.
1. Subtipe b (bilah tidak diretus), dalam subtipe ini terdapat 2 sub- subtipe yang berupa letak tajaman. Letak tajaman teresebut yaitu lateral kanan dengan penamaan subtipe b sub-subtipe ka dan juga letak tajaman kanan & kiri dengan penamaan subtipe b sub-subtipe ka.ki.
a. Subtipe b sub-subtipe ka (bilah tidak diretus letak tajaman lateral kanan), pada sub-subtipe ka terdapat satu artefak obsidian dengan variasi bentuk tajaman lurus.
a) Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 (bentuk tajaman lurus)
Foto 22. Tipe B Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 Doc. Wahyu Candra
43
b. Subtipe b sub-subtipe ka.ki (bilah tidak diretus letak tajaman lateral kanan & lateral kiri). Terdapat 3 artefak obsidian pada sub-subtipe ka.ki dengan dua bentuk tajaman yaitu lurus, dan cembung &
cekung.
a) Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 1 (bentuk tajaman lurus), pada variasi 1 bentuk tajaman lurus lateral kanan dan kiri terdapat 2 artefak obsidian.
Foto 23. Tipe B subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 1 Doc. Wahyu Candra
b) Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 4 (bentuk tajaman cembung cekung), pada variasi 4 terdapat 2 bentuk tajaman yaitu cembung dan cekung dengan 1 artefak obsidian.
Foto 24. Tipe B Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 4 Doc. Wahyu Candra
4.1.3 Tipe C
Tipe C merupakan bentuk umum untuk serpih kortikal, Tipe C memiliki subtipe a dan b sebagai bentuk khusunya. Pada tipe C terdapat 7 artefak obsidian. Pemarparan subtipe lebih lanjut akan dijelaskan lagi berikut ini.
1. Subtipe a (serpih kortikal diretus) artefak obsidian dengan subtipe a memiliki satu 1 artefak obsidian.
a. Subtipe a sub-subtipe ki (serpih kortikal diretus letak tajaman lateral kiri) yang memiliki letak tajaman pada lateral kiri memiliki variasi bentuk tajaman.
a) Subtipe a sub-subtipe ki variasi 1 (bentuk tajaman lurus)
45
Foto 25. Tipe C Subtipe a sub-subtipe ki variasi 1 Doc. Wahyu Candra
2. Subtipe b (serpih kortikal tidak diretus) artefak obsidian pada subtipe b memiliki 6 artefak obsidian. Terdapat 3 letak tajaman pada subtipe b yaitu sub-subtipe ka, sub-subtipe ki dan sub-subtipe ka.ki.
a. Subtipe b sub-subtipe ka (serpih kortikal tidak diretus letak tajaman lateral kanan) berjumlah 3 artefak dengan 2 bentuk variasi tajaman.
a) Subtipe b sub-subtipe ka variasi 1 (bentuk tajaman lurus)
Foto 26. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ka variasi Doc. Wahyu Candra
b) Subtipe b sub-subtipe ka variasi 2 (bentuk tajaman cembung) terdapat dua artefak obsidian variasi bentuk tajaman cembung.
Foto 27. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ka variasi 2 Doc. Wahyu Candra
b. Subtipe b sub-subtipe ki (serpih kortikal tidak diretus letak tajaman lateral kiri) hanya memiliki satu artefak.
a) Subtipe b sub-subtipe ki variasi 2 (bentuk tajaman cembung)
47
Foto 28. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ki variasi 2 Doc. Wahyu Candra
c. Subtipe b sub-subtipe ka.ki (serpih kortikal tidak diretus letak tajaman lateral kanan dan kiri) memilik 2 aretefak dengan satu bentuk variasi tajaman
a) Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 (bentuk tajaman lurus)
Foto 29. Tipe C Subtipe b sub-subtipe ka.ki variasi 2 Doc. Wahyu Candra
Bentuk
Umum Kode Bentuk
Khusus Kode Letak
Tajaman Kode Bentuk
Tajaman Kode Nama Varian
Jumlah Varian
Serpih A
Diretus a
Kanan Ka
Lurus 1 AaKa1 2
Cembung 2 AaKa2 1
Cekung 3 AaKa3
Cembung-
Cekung 4 AaKa4 1
Kiri Ki
Lurus 1 Aaki1 4
Cembung 2 Aaki2 1
Cekung 3 Aaki3
Cembung-
Cekung 4 Aaki4 1
Kanan-
Kiri Ka.Ki
Lurus 1 Aaka.ki1 6
Cembung 2 Aaka.ki2 6
Cekung 3 Aaka.ki3
Cembung-
Cekung 4 Aaka.ki4 1
Tidak Diretus b
Kanan Ka
Lurus 1 Abka1 6
Cembung 2 Abka2 11
Cekung 3 Abka3 2
Cembung-
Cekung 4 Abka4
Kiri Ki
Lurus 1 Abki1 6
Cembung 2 Abki2 18
Cekung 3 Abki3 4
Cembung-
Cekung 4 Abki4
Kanan-
kiri Ka.Ki
Lurus 1 Abka.ki1 12
Cembung 2 Abka.ki2 39
Cekung 3 Abka.ki3 2
Cembung-
Cekung 4 Abka.ki4
Total: 123
Bilah B Diretus a
Kanan Ka
Lurus 1 Baka1
Cembung 2 Baka2
Cekung 3 Baka3
Cembung-
Cekung 4 Baka4
Kiri Ki
Lurus 1 Baki1
Cembung 2 Baki2
Cekung 3 Baki3
49
Cembung-
Cekung 4 Baki4
Kanan-
kiri Ka.Ki
Lurus 1 Baka.ki1
Cembung 2 Baka.ki2
Cekung 3 Baka.ki3
Cembung-
Cekung 4 Baka.ki4
Tidak Diretus b
Kanan Ka
Lurus 1 Bbka1 1
Cembung 2 Bbka2
Cekung 3 Bbka3
Cembung-
Cekung 4 Bbka4
Kiri Ki
Lurus 1 Bbki1
Cembung 2 Bbki2
Cekung 3 Bbki3
Cembung-
Cekung 4 Bbki4
Kanan-
kiri Ka.Ki
Lurus 1 Bbka.ki1 2
Cembung 2 Bbka.ki2
Cekung 3 Bbka.ki3
Cembung-
Cekung 4 Bbka.ki4 1
Total: 4
Serpih Kortikal C
Diretus a
Kanan Ka
Lurus 1 Caka1
Cembung 2 Caka2
Cekung 3 Caka3
Cembung-
Cekung 4 Caka4
Kiri Ki
Lurus 1 Caki1 1
Cembung 2 Caki2
Cekung 3 Caki3
Cembung-
Cekung 4 Caki4
Kanan-
kiri Ka.Ki
Lurus 1 Caka.ki1
Cembung 2 Caka.ki2
Cekung 3 Caka.ki3
Cembung-
Cekung 4 Caka.ki4
Tidak Diretus b
Kanan Ka
Lurus 1 Cbka1 1
Cembung 2 Cbka2 2
Cekung 3 Cbka3
Cembung-
Cekung 4 Cbka4
Kiri Ki Lurus 1 Cbki1
Cembung 2 Cbki2 1
Cekung 3 Cbki3 Cembung-
Cekung 4 Cbki4
Kanan-
kiri Ka.Ki
Lurus 1 Cbka.ki1
Cembung 2 Cbka.ki2 2
Cekung 3 Cbka.ki3
Cembung-
Cekung 4 Cbka.ki4
Total: 7
Tabel 2. Tipologi artefak obsidian Desa Baru Pulau Sangkar