REGULASI EMOSI PADA IBU BEKERJA YANG MENGALAMI
KONFLIK PERAN GANDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Angela Lintang Maharani
129114038
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
REGULASI EMOSI PADA IBU BEKERJA YANG MENGALAMI
KONFLIK PERAN GANDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Angela Lintang Maharani
129114038
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
HALAMAN MOTTO
“Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan merangkul engkau!
Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah”
–
Mazmur 55:23
“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan
penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang”
–R.A Kartini
“You have to fight to reach your dreams, you have to sacrifice and work
hard for it”
–
Lionel Messi
“Orang tidak akan meraih fajar tanpa melalui perjalanan malam”
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini aku persembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus
Bapak dan Ibu yang selalu mendukung
dan bersedia menunggu dengan sabar
hingga karya ini selesai dibuat
dan
viii
REGULASI EMOSI PADA IBU BEKERJA YANG MENGALAMI
KONFLIK PERAN GANDA
Angela Lintang Maharani
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran regulasi emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda. Penelitian ini berfokus pada regulasi emosi yang dilakukan ibu bekerja dalam menangani emosi negatif yang muncul sebagai akibat dari konflik peran ganda yang dialaminya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan analisis isi kualitatif. Penelitian ini menggunakan tiga partisipan yang merupakan seorang ibu dan juga berstatus sebagai pekerja di sebuah perusahaan atau instansi. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap ibu yang menjalani peran ganda dalam hidupnya kemungkinan besar mengalami konflik peran ganda. Konflik peran ganda yang dialami membuatnya merasakan emosi negatif yang menyebabkan ketidakmaksimalan dalam menjalani peran gandanya. Oleh sebab itu, para ibu yang bekerja melakukan regulasi emosi untuk mengatasi emosi negatif yang muncul karena adanya konflik peran ganda yang dialami. Bentuk regulasi emosi yang dilakukan ada lima, yaitu situastion selection, situation modification, attention deployment, cognitive change dan response modulation. Regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu yang bekerja dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional, dukungan information, dukungan finansial dan dukungan instrumental. Dukungan sosial ini diberikan oleh suami, orangtua, mertua, sanak saudara serta rekan kerja. Selain itu, religiusitas dan budaya yang dimiliki tiap ibu mempengaruhi regulasi emosi yang dilakukannya. Serta proses kognitif individu itu sendiri juga memegang pengaruh yang besar dalam mempengaruhi ibu ketika melakukan regulasi emosi.
ix
EMOTION REGULATION ON WORKING MOTHERS WHO HAVE A
DUAL ROLE CONFLICT
Angela Lintang Maharani
Faculty of Psychology
Sanata Dharma University
ABSTRACT
This study aims to describe emotional regulations of working mothers who have a dual role conflict. This research focuses on emotion regulations of working mothers dealing with negative emotions that arise as a result of the such a dual role. The method used in this research is qualitative with a qualitative content analysis approach. There are three participants who helped the researchers to conduct this research, they are all mothers who also struggling as employees in a company or agency. This study used semi-structured interviews in data collection. The results show that each mother who has undergone a dual role in her life most likely is experiancing a dual role conflict. Such a conflict experienced by the mothers triggers negative emotions that makes them not optimal in living their dual role. Therefore, working mothers create emotional regulations to overcome the negative emotions that emerge from their dual role conflict. There are five forms of emotional regulations used; situaltion selection, situation modification, attention deployment, cognitive change and response modulation. The regulation of emotions that are used by working mothers are influenced by their social support in the form of emotional support, informational support, financial support and instrumental support. The social support is given by the husband, parents, relatives and colleagues. In addition, religiosity and culture also take a part in affecting emotion regulation. The working mothers also are influenced by their own cognitive processes.
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
penyertaan-Nya selama penulisan, pelaksanaan, hingga terselesaikannya skripsi
ini. Pengerjaan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti hendak mengucapkan terima
kasih kepada :
1.
Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaanNya yang berlimpah sehingga
peneliti mampu menyusun skripsi ini sampai akhir.
2.
Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta,
3.
P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta,
4.
M.L. Anantasari, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi peneliti yang telah
menerima dan bersedia membimbing peneliti. Terimakasih Bu Ari atas segala
kesempatan, kesediaan menerima peneliti menjadi anak bimbingan Ibu.
Peneliti memohon maaf jika selama proses bimbingan terdapat banyak
kesalahan yang disengaja ataupun yang tidak sengaja peneliti lakukan dan hal
tersebut melukai perasaan Ibu. Terimakasih atas kesabaran, waktu, tenaga
yang ibu luangkan untuk membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
Terimaksih dan Tuhan memberkati
5.
Sylvia Carolina MYM., M. Si. selaku Dosen yang pernah menjadi Dosen
xii
kritik dan saran selama proses penulisan skripsi hingga bab tiga (3).
Terimakasih Bu Sylvi atas masukan dan kritiknya demi kemajuan skripsi ini.
Terimakasih dan sukses selalu
6.
Alm. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si. selaku Dosen yang pernah menjadi
Dosen Pembimbing Skripsi pertama peneliti. Terimakasih Bu atas segala
pembelajan, saran, kritik untuk kemajuan skripsi ini. Meskipun hanya sebentar
Ibu sempat membimbing, tetapi segala pesan Ibu diterakhir pertemuan masih
teringat hangat dalam ingatan. Terimakasih dan selamat jalan Bu Lusi
7.
Ratri Sunar Astuti, M, Si. selaku DPA peneliti selama menempuh kuliah.
Terimakasih atas masukan dan saran Ibu ketika proses perkualiahan
berlangsung,
8.
Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang telah memberikan banyak pelajaran, pengetahuan, dan pengalaman hidup
selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta,
9.
Staf Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang telah membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
10.
Kedua orang tua peneliti, Yoanes Windardi dan Anastasia Nuri
Wahyuningsih. Terimakasih atas doa, cinta, dukungan, semangat, dan
kesabaran yang sudah diberikan pada peneliti,
11.
Keluarga Besar dari Angela Lintang Maharani yang senantiasa memberikan
xiii
12.
Partisipan peneliti, Ibu P1, Ibu P2 dan Ibu P3. Terimakasih atas kesediaan,
waktu dan sharing yang sangat berharga bagi peneliti,
13.
FREAKY, Scholastika Mega, Maria Adisti, Komang Mahadewi, Amarendra
Syantikaratna, Gabriella Natasha, Gabriella Astrid, Eva Yosephine, dan
Yemima Vanessa. Terimakasih untuk kegilaan, kebodohan, waktu, nasehat
yang sekilas terdengar seperti cacian tapi peneliti sadar itu semua adalah
bentuk perhatian, penguatan dan dukungan tulus tulus kalian yang diberikan
selama ini kepada peneliti,
14.
D’PONGZ, Stefani Vidia G, Stefani Adriani, Ol
ga Aurora, Aniela Evodie,
Lovian Hutapea, terimakasih karena sudah meninggalkan peneliti sebagai
mahasiswa terakhir diantara kalian yang lulus terakhir, tak apa laah ini jadi
penyemangat untuk segera menyusul kalian,
15.
COBRA a.k.a Keluarga Cemara
,
Klaudia Ilona, Chatarina Dwi, Sonia CK,
Komang Mahadewi, Grasia Deivi, Agnes F. Bella, Gede Sudana, Yosua
Cahyo, Wisnu Cahya, dan Chrisna Yuda. Terimakasih atas segala penerimaan,
cinta, dukungan, perhatian, waktu, nasehat dan ketulusan yang tak
henti-hentinya kalia
n berikan kepada “bocah SD” kalian ini selama perkuliahan dan
pembuatan skripsi ini,
16.
TERANCAM S.PSI, Rosalia Wenita, Seprina Hutahae dan Meilan Anggraini.
Terimakasih atas penerimaan, waktu, semangat, kebersamaan dan kata-kata
mutiara kalian yang SUPEEEER sehingga peneliti mampu bangkit dikala
xiv
Semoga segala keluh kesah dan pengorbanan kita berbuah manis ya, goodluck
and god bless
17.
UYE, Andira Kristia, Aurelia Laksmi, Yohana Maryeni, Valentina Widya,
Daniel Krisna dan Riris Ch. Terimakasih atas kesediaan kalian menjadi testee
yang siap diundang kapan saja dibutuhkan ketika peneliti akan melaksanakan
praktikum, bersedia membantu peneliti mentranslate jurnal-jurnal untuk
skripsi, dukungan dan perhatian juga tak henti-hentinya kalian berikan sejak
SD hingga saat ini pada peneliti,
18.
Penyemangat dan pendukung peneliti, Yohanes Nomi Ardi Raharjo.
Terimakasih sudah bersedia mendengarkan keluh kesah dan tak henti-hentinya
terus memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan serta cintanya kepada
peneliti dalam bentuk-bentuk yang tak terduga,
19.
Muji Squad, Ema, Clara, Maurren, Grego, Teteh dan Mas Muji. Terimakasih
atas segala pengalaman, pembelajaran, suka, duka, tawa, canda, susah dan
senang yang menemani selama peneliti bekerja sebagai staf Lab. Psikologi dan
menyusun penelitian ini,
20.
Teman-teman Psikologi Sanata Dharma 2012, mari bersama berjuang ke tahap
selanjutnya.
See you on top!
21.
Pihak-pihak lain yang terkait selama proses penulisan dan pelaksanaan
xv
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 9 April 2017
Peneliti,
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN JUDUL ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRAK ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pertanyaan Penelitian ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoretis ... 9
2. Manfaat Praktis ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Emosi ... 10
1. Definisi emosi ... 10
2. Macam-macam emosi ... 10
B. Regulasi Emosi ... 13
1. Definisi regulasi emosi ... 13
2. Bentuk regulasi emosi ... 14
3. Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ... 16
C.
Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja ...
19
D.
Regulasi Emosi Pada Ibu Bekerja Yang Mengalami Konflik Peran
Ganda ...
21
xvii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26
A.
Jenis Penelitian ...
26
B.
Fokus Penelitian ...
27
C.
Partisipan Penelitian ...
27
D
Metode Pengambilan Data ...
28
E. Proses Pengumpulan Data ... 30
F. Analisis Data... 32
G.
Kredibilitas dan Dependabilitas Data Penelitian ...
34
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 36
A.
Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ...
36
1. Persiapan penelitian dan perijinan ...
36
2. Pelaksanaan penelitian ... 37
B. Partisipan Penelitian ... 38
1. Data partisipan ... 38
2. Latar belakang partisipan ...
38
a. Partisipan 1 ... 38
b. Partisipan 2 ... 41
c. Partisipan3 ... 42
C. Analisis Data Penelitian... 43
1. Analisis P1 ... 43
a.Konflik peran ganda ... 43
b.Emosi negatif yang timbul ... 46
c.Regulasi emosi ... 48
d.Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ...
52
2. Analisis 2 ... 54
a.Konflik peran ganda ... 54
b.Emosi negatif yang timbul ... 56
c.Regulasi emosi ... 58
d.Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ...
63
3. Analisis 3 ... 64
xviii
b.Emosi negatif yang timbul ... 66
c.Regulasi emosi ... 67
d.Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ...
71
4. Integrasi Hasil Analisis Tiga Partisipan ... 73
D. Pembahasan ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
xix
DAFTAR GAMBAR
Skema 1. Regulasi Emosi Pada Ibu Bekerja Yang Mengalami Konflik Peran
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan Pertanyaan Umum ... 30
Tabel 2. Indikator Pengkategorian ... 34
Tabel 3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel Panduan Wawancara ... 104
Tabel Analisis Verbatim P1 ... 108
Tabel Analisis Verbatim P2 ... 148
Tabel Analisis Verbatim P3 ... 219
Tabel Integrasi ... 242
Inform Consent P1 ... 276
Inform Consent P2 ... 277
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Adanya perubahan zaman membuat perempuan tak hanya melakukan
pekerjaan rumah tangga melainkan mulai berkarir dan mencapai kesuksesan. Hal
ini terlihat dari jumlah perempuan yang melakukan pekerjaan di sektor publik.
Hasil data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 di Jawa dan Bali menunjukkan
adanya peningkatan sebesar 0,11% pada jumlah perempuan yang melakukan
pekerjaan di sektor publik (Kusumasmara, Widyawan, Wibowo & Hapsari,
2016). Hal ini sejalan dengan adanya pergeseran peran pada perempuan yang tak
lagi hanya berperan pada sektor rumah tangga namun sudah mulai merambah
dunia kerja (Ramadani, 2016). Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi
mulai diberi kesempatan dalam mengaplikasikan, mengembangkan ilmu serta
kemampuan yang dimilikinya di dunia kerja. Keadaan ini diperkuat dengan
adanya gerakan emansipasi perempuan yang semakin gencar disuarakan di
Indonesia. Selain gerakan emansipasi, kemajuan teknologi dan perkembangan
ilmu semakin membuka pemikiran serta pandangan masyarakat mengenai peran
serta perempuan dalam dunia kerja (Apollo & Cahyadi, 2012).
Seorang perempuan yang menikah secara otomatis akan menjadi seorang
ibu, baik ibu rumah tangga ataupun ibu bagi anak-anaknya. Seorang ibu yang
memutuskan untuk berkarir selain didorong adanya pemenuhan berkarir dan
ekonomi. Kebutuhan sandang, pangan dan papan yang semakin tinggi memaksa
ibu untuk ikut berkontribusi menambah penghasilan bagi keluarganya.
Kebutuhan ekonomi bukan satu-satunya pendorong seorang ibu untuk
mengambil keputusan berkarir. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, memperluas
wawasan dan pertemanan juga menjadi motif lain yang mendorong seorang ibu
untuk berkarir (Hermayanti, 2014).
Ibu yang bekerja diharapkan tidak meninggalkan peran utamanya sebagai
istri dan ibu, akan tetapi di sisi lain ibu juga dituntut untuk bersikap profesional
dengan pekerjaannya. Vinokur, Pierce & Buck (dalam Triyanti, 2003)
mengatakan bahwa perempuan profesional yang telah menikah dan memilih
untuk berkarir akan menghadapi pola tradisional yang tidak seimbang dengan
suami dalam tugas mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dua
peran yang diemban ibu yang bekerja secara bersamaan menuntut adanya
keseimbangan. Jika ibu yang bekerja tidak dapat melakukan peran yang satu
karena pemenuhan peran yang lain akan memunculkan konflik peran ganda.
Greenhous & Beutell (1985) menjelaskan bahwa konflik peran ganda merupakan
bentuk konflik antar peran, di mana tekanan peran pekerjaan dan peran keluarga
saling bertentangan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Thompson & Walker
(dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa konflik peran ganda pada ibu yang
bekerja diakibatkan oleh adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra pada ibu
dalam pemenuhan kedua peran yang diembannya
Greenhous & Beutell (1985) mengatakan ada tiga pemicu munculnya
peran. Pertama adalah waktu, ibu yang bekerja mengalami kesulitan untuk
memenuhi peran lainnya jika waktu yang dimilikinya telah habis digunakan
untuk pemenuhan satu peran. Al Shofa dan Kristianan (2015) menyatakan bahwa
terjadi pergolakan emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda.
Hal ini terjadi karena satu peran menghambat peran lainnya yang mengakibatkan
ibu bekerja mengalami permasalahan waktu, energi dan emosi. Susanto (2010)
menyatakan hal serupa bahwa konflik peran ganda yang dialami ibu bekerja
menimbulkan emosi negatif seperti, perasaan bersalah, munculnya kegelisahan,
kecemasan dan frustasi.
Pemicu munculnya konflik peran ganda yang kedua menurut Greenhous &
Beutell (1985) adalah ketegangan. Adanya ketegangan yang muncul dari satu
peran akan mempersulit pemenuhan peran lainnya. Ketiga, ketidakmampuan ibu
yang bekerja dalam menyesuaikan perilaku pada peran satu dengan lainnya akan
memicu munculnya konflik peran ganda. Misalnya, seorang ibu ketika bekerja
dituntut untuk tegas, bertanggung jawab dan mampu mengarahkan bawahannya
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, ketika
di rumah ibu tersebut harus tetap bisa memiliki perilaku yang hangat, penuh
kasih sayang, perhatian dan kelemah lembutan dalam berinteraksi dengan
keluarga (Greenhous & Beutell, 1985).
Adapun Prihanto & Lasmono (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) serta
Yuarsi (dalam Apollo & Cahyadi, 2012), menyatakan bahwa ibu yang bekerja
dalam menjalankan peran gandanya juga memiliki dua faktor pemicu konflik
adalah faktor dari dalam diri ibu yang bekerja, meliputi ketakutan akan
konsekuensi negatif dari kesuksesan yang dicapainya dalam pekerjaan, kesulitan
mendapatkan perhatian dan perlindungan dari lawan jenis, takut tidak dapat
mengurus anak dan suami serta tidak adanya dukungan suami atau anggota
keluarga lain dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Banyak jasa tempat
penitipan anak atau asisten rumah tangga dalam memecahkan masalah
pengasuhan anak dan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Tetapi
sepertinya hal tersebut tidak dapat membantu ibu yang bekerja dalam menangani
pengasuhan anak atau menyelesaikan pekerjaan rumah dengan maksimal dan
terkadang malah berdampak negatif. Nilai negatif yang ditimbulkan dari tempat
penitipan anak adalah, biaya yang mahal, anak akan cenderung mengembangkan
rasa tidak percaya serta peningkatan agresivitas pada sesama maupun orang
dewasa (Supsiloani dkk, 2015). Faktor eksternal pemicu konflik peran ganda
adalah pandangan sebagaian masyarakat yang masih beranggapan bahwa tugas
mengasuh anak dan mengurus rumah tangga adalah tugas utama seorang ibu.
Dapat ditarik benang merah dari penjelasan sebelumnya bahwa konflik
peran ganda yang dialami pada ibu yang bekerja membawa dampak negatif
dalam kehidupannya sehari-hari. Dampak negatif dari konflik peran ganda pada
ibu yang bekerja, diantaranya adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra
karena harus melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, adanya konflik
pekerjaan atau konflik keluarga yang sekiranya dapat mempengaruhi satu dengan
negatif yang terlihat bila ibu yang bekerja tidak dapat menjalankan peran
gandanya secara efektif dan efisien.
Berbagai masalah, beban tanggung jawab maupun konflik peran ganda
pada ibu yang bekerja dapat menyebabkan ibu yang bekerja mudah menderita
keletihan fisik maupun psikis. Shaevitz (1989) memberikan beberapa gejala fisik
dan psikis yang dialami oleh ibu yang bekerja dalam melakukan peran gandanya.
Keletihan fisik yang dirasakan adalah lesu, sakit kepala, sakit dibagian leher,
bahu, punggung dan perut, jantung berdebar lebih cepat, dan menstruasi menjadi
tidak teratur. Keletihan psikis yang dialami diantaranya ketenangan terganggu,
tegang, cemas, merasa terancam, ingin menghindar, sulit berkonsentrasi, sulit
tidur, kehilangan minat seks, mudah marah dan melampiaskannya melalui
tindakan kekerasan verbal maupun non-verbal, merasa sedih sehingga ingin
menangis atau melarikan diri pada rokok dan minuman keras hingga pada tingkat
ekstrim ingin bunuh diri. Frone (dalam Triaryati, 2003) mendukung pernyataan
Shaevitz bahwa konflik peran ganda berhubungan sangat kuat dengan depresi
dan kecemasan yang dialami oleh ibu yang bekerja dibandingkan dengan suami.
Emosi negatif yang dirasakan merupakan manifestasi dari konflik peran
ganda yang tidak teratasi dengan baik oleh ibu yang bekerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari (2013) menunjukkan bahwa perawat yang mengalami
konflik peran ganda akan merasakan emosi negatif, seperti; mudah marah,
tersinggung dan
stress
sehingga mempengaruhi pelayanan yang tidak maksimal
Emosi adalah suatu perasaan atau pikiran, suatu keadaan biologis dan
psikologis individu yang khas yang mengarahkan individu pada kecenderungan
untuk bertindak (Goleman, 1995). Emosi terdiri dari emosi positif dan emosi
negatif. Emosi positif dapat memberikan efek menyenangkan dan menenangkan
pada diri seseorang. Emosi negatif adalah emosi yang tidak menyenangkan,
sering dihindari dan berusaha dikendalikan oleh sebagian individu (Safira &
Saputra, 2009). Penjelasan sebelumnya menegaskan bahwa emosi dapat
mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Hal ini lah yang dialami oleh ibu
yang bekerja, jika ibu yang bekerja merasakan emosi negatif maka sangat
dimungkinkan hal tersebut mendorong terjadinya tindakan yang berdampak
negatif bagi diri dan lingkungan sekitarnya.
Emosi negatif yang tidak terkelola dengan baik selain memberikan
dampak negatif pada diri sendiri maupun lingkungan sekitar, juga dapat
mengganggu pemenuhan peran ganda di kehidupan sehari-hari pada ibu yang
bekerja. Oleh sebab itu, perlu adanya pengetahuan ataupun kesadaran dalam diri
ibu yang bekerja untuk melakukan pengolahan emosi negatif. Pengelolaan emosi
atau yang biasa disebut dengan regulasi emosi adalah kemampuan individu untuk
memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk
mencapai tujuannya (Thompson, 1994). Regulasi emosi lebih menekankan pada
kemampuan seseorang dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta
perasaannya dalam kehidupan sehari-hari (Widuri, 2012). Dapat disimpulkan
bahwa regulasi emosi adalah kemampuan seseorang dalam memonitor dan
memodifikasi reaksi emosi individu sehingga dapat mengekspresikan emosinya
secara tepat dalam kehidupan sehari-hari guna meningkatkan efisiensi peran
ganda ibu yang bekerja.
Regulasi emosi dapat memberikan dampak positif pada ibu yang bekerja.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pedagang di pasar Klewer
merasakan dampak positif dari regulasi emosi yang dilakukannya. Dampak
positif yang muncul diantaranya merasakan ketenangan, munculnya emosi positif
dan mampu mengurangi emosi negatif dalam diri, selain itu para pedagang lebih
bahagia dan emosi positif yang dirasakan membuatnya menjadi lebih positif
dalam bertindak ketika menghadapi persoalan sehari-hari. Regulasi emosi tidak
sepenuhnya dapat dilakukan oleh semua orang. Beberapa orang yang tidak
melakukan regulasi emosi akan cenderung merasa sedih dan senang yang
bergantian tak menentu, selain itu dirinya lebih dikuasai emosi negatif yang
berdampak pada pelampiasan emosi negatif pada orang sekitarnya (Yusuf, 2015).
Regulasi emosi negatif pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran
ganda menjadi menarik untuk diteliti karena penelitian bertujuan untuk
menggambarkan regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang mengalami
konflik peran ganda. Beberapa penelitian sebelumnya, yaitu hubungan antara
regulasi emosi dengan kecemasan pada ibu hamil (Aprisandityas & Elfida,
2012), regulasi emosi odapus (Fitri, 2012) serta hubungan regulasi emosi dan
penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja (Nisfiannoor & Kartika, 2004).
Ketiga penelitian terdahulu memberikan hasil bahwa semakin baik kemampuan
meningkatkan penerimaan kelompok teman sebaya. Selain itu, regulasi emosi
dapat meningkat karena pengaruh dari dukungan sosial dan adanya hubungan
transcendental
dengan Tuhan.
Penelitian yang berpusat pada regulasi emosi yang dialami oleh ibu yang
bekerja dalam sektor publik perlu dilakukan mengingat mulai meningkatnya
jumlah pekerja perempuan di Indonesia. Partisipan pada penelitian ini adalah ibu
yang bekerja di sebuah instansi dan perusahaan. Hal ini dipilih peneliti karena
ibu yang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi cenderung memiliki konflik
peran ganda yang lebih terlihat (Triaryati, 2003) serta dapat menggambarkan
regulasi emosi yang dilakukannya. Penelitian ini akan menggunakan
design
penelitian kualitatif, karena penelitian kualitatif dapat mengungkap regulasi
emosi pada perempuan menikah yang bekerja secara utuh (
holistic
). Pengambilan
data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur melalui
pertanyaan-pertanyaan terbuka. Metode ini dipilih peneliti untuk mengungkap
regulasi emosi pada ibu yang bekerja yang mengalami konflik peran ganda.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran regulasi
emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda?
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan bagaimana regulasi
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoretis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam
bentuk pengetahuan di lingkup Psikologi Keluarga dan Psikologi
Perempuan, khususnya mengenai ibu bekerja yang mengalami konflik
peran ganda serta regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang
mengalami konflik peran ganda.
2.
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan reflektif
bagi ibu bekerja agar dapat mengetahui cara meregulasi emosi ketika
mengalami atau menghadapi konflik peran ganda atau konflik pekerjaan
atau konflik keluarga. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi bahan
refleksi bagi keluarga atau lingkungan sekitar ibu bekerja dalam
mendampingi, mendukung dan membantu melewati masa sulit ibu bekerja
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Emosi
1.
Definisi emosi
Teori James-Lange (dalam Sobur, 2003) merumuskan bahwa emosi
adalah hasil penilaian atau persepsi individu pada perubahan tubuhnya
sebagai respon terhadap stimulus. Travis & Wade (2007) mengemukakan
bahwa emosi adalah reaksi terhadap stimulus yang melibatkan perubahan
pada tubuh, wajah, aktivitas otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif
dan kecenderungan melakukan tindakan yang dibentuk oleh
peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka peneliti menyimpulkan
bahwa emosi adalah respon yang terbentuk karena adanya rangsangan
yang kemudian dipersepsikan oleh individu. Persepsi ini akan
mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan
peraturan pada suatu kebudayaan.
2.
Macam-macam emosi
Wade & Travis (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
individu memiliki dua bentuk emosi, yaitu primer dan sekunder. Emosi
primer, sudah ada dalam diri individu sejak lahir, sedangkan emosi
sekunder akan berbeda antar individu tergantung kemampuan
takut (
fear
), marah (
anger
), sedih (
sadness
), senang (
joy
), terkejut
(
surprise
), jijik (
disgust
), dan sebal (
contempt
). Emosi sekunder meliputi
keberagaman kebudayaan dengan berbagai emosi yang akan berkembang
berdasarkan tingkat pemikiran setiap individu.
Adapun Lazarus (dalam Salamah, 2012) mengklasifikasikan
emosi, sebagai berikut: marah (
anger
) adalah perasaan yang timbul atas
penghinaan terhadap diri sendiri. Cemas (
anxiety
) adalah perasaan yang
timbul karena merasa tidak mampu terhadap suatu hal tertentu. Takut
(
fright
) adalah perasaan yang timbul dalam diri individu ketika
menghadapi suatu keadaan yang berbeda dari biasanya atau keadaan
berbahaya. Rasa bersalah (
guilt
) adalah perasaan yang ada pada individu
ketika melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Sedih
(
sadness
) adalah perasaan yang muncul sebagai akibat kehilangan sesuatu
yang tidak tergantikan. Iri (
envy
) adalah perasaan yang muncul saat
mengetahui milik orang lain melebihi milik pribadi atau kemampuan yang
dimiliki tidak lebih baik dari kemampuan orang lain. Cemburu (
jealousy
)
adalah perasaan yang timbul saat kehilangan kasih sayang akibat hadirnya
orang ketiga. Senang (
happiness
) adalah perasaan yang muncul saat
berhasil mencapai suatu tujuan. Bangga (
pride
) adalah perasaan yang
muncul saat pencapaian individu akan suatu hal diakui oleh lingkungan
sekitar. Lega (
relief
) adalah perasaan yang timbul ketika tekanan pada
individu menghilang. Harapan (
hope
) adalah kemungkinan untuk menjadi
adalah tindakan yang ditunjukkan dengan selalu memberikan kebahagiaan
kepada orang disekitarnya. Iba/ kasihan (
compassion
) adalah perasaan
yang muncul ketika melihat penderitaan orang lain dan ingin menolong
orang tersebut.
Selain itu, emosi menurut Gohm & Clore (dalam Safaria dan
Saputra, 2009 ) dibedakan dalam dua kategori berdasarkan dampaknya,
yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi Positif dapat memberikan
efek menyenangkan dan menenangkan pada diri individu. Emosi positif
membuat individu merasakan ketenang, santai, rileks, gembira, lucu dan
senang. Emosi Negatif adalah emosi yang sering dihindari dan berusaha
dikendalikan oleh sebagian besar individu. Emosi negatif memberikan
dampak tidak menyenangkan, menyusahkan serta membuat individu
merasakan, sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi,
marah, dan dendam.
Kesimpulan dari penjelasan tersebut bahwa emosi menurut Wade
& Travis (2007) dibedakan menjadi emosi primer dan emosi sekunder.
Emosi primer adalah emosi yang sudah dimiliki setiap individu sejak lahir
sedangkan emosi sekunder adalah emosi yang dimiliki individu tergantung
pengembangan dan kemampuan berpikir individu tersebut. Selain itu,
emosi menurut Gohm & Clore (dalam Safaria dan Saputra, 2009) dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi
positif dapat membuat individu yang merasakannya merasa tenang dan
dan gembira. Sedangkan emosi negatif membuat individu yang
merasakannya menjadi merasa tidak senang dan menyusahkan serta
merasakan perasaan sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya,
marah dan dendam.
B.
Regulasi Emosi
1.
Definisi regulasi emosi
Frijda (dalam Nisfiannoor dan Kartika, 2004) mendefinisikan
regulasi emosi sebagai salah satu bentuk kontrol individu terhdap emosi
yang dimilikinya. Bentuk kontrol terhadap emosi ini dapat membantu
individu untuk bertahan pada situasi yang tidak menyenangkan.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pengertian regulasi emosi menurut
Reivich dan Shatee (dalam Handayani, 2016) yaitu kemampuan individu
untuk dapat tenang dibawah tekanan. Individu yang memiliki regulasi
emosi yang baik akan mampu bertahan pada situasi yang kurang atau
bahkan tidak menyenangkan dan mampu mengendalikan emosi negatifnya
sehingga mendapatkan emosi positif yang dibutuhkan individu.
Widuri (2012) mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu
kemampuan individu dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta
perasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan pengertian
sebelumnya, Thompson (1994) menyatakan bahwa regulasi emosi sebagai
proses pertanggung jawaban individu dalam memonitor, mengevaluasi dan
memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai
emosi sebagai sebuah proses yang dilakukan individu untuk membentuk
emosinya, mengetahui bagaimana individu mengalaminya dan bagaimana
individu mengekspresikan emosinya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka peneliti mengambil benang
merah bahwa regulasi emosi merupakan sebuah bentuk kontrol dimana
didalamnya terdapat proses pengaturan emosi, memonitor, mengevaluasi
dan memodivikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus agar dapat
bertahan dalam situasi tidak menyenangkan.
2.
Bentuk regulasi emosi
Regulasi emosi memiliki beberapa bentuk seperti yang
diungkapkan oleh Gross (2014), diantaranya:
a.
Situation Selection
(Seleksi Situasi)
Situation selection
adalah usaha yang dilakukan individu untuk
mendekati, menjauhi atau bahkan menghindari seseorang, tempat,
objek ataupun situasi yang dapat menimbulkan emosi.
Situation
selection
biasa dilakukan oleh diri sendiri (intrinsik).
b.
Situation Modification
(Modifikasi Situasi)
Situation modification
merupakan usaha yang dilakukan
individu untuk memodifikasi situasi secara langsung yang
mendatangkan situasi baru. Proses regulasi emosi ini lebih
menekankan pada memodifikasi situasi agar emosi negatif yang
adalah dengan melakukan modifikasi lingkungan fisik dan eksternal
perempuan menikah yang bekerja.
c.
Attention Deployment
(Penyebaran Atensi)
Attention deployment
merupakan usaha individu untuk
mengarahkan perhatiannya di dalam sebuah situasi untuk mengatur
emosinya. Ada dua strategi yang dapat digunakan individu pada
proses regulasi emosi ini, yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi
adalah memfokuskan perhatian pada aspek berbeda dari sebuah
situasi, atau memindahkan perhatian jauh dari situasi yang tidak
menyenangkan secara bersamaan.
Attention deployment
dalam
bentuk konsentrasi adalah ketetarikan atau perhatian individu pada
keistimewaan emosi yang ditimbulkan akibat sebuah situasi. Apabila
perhatian secara berulang diarahkan pada perasaan individu dan
konsekuensinya, maka hal inilah yang dinamakan perenungan.
Attention deployment
memiliki banyak bentuk, seperti distraksi yang
melibatkan fisik misalnya menutup mata, menutup telinga, dan
mengarahkan kembali perhatian internal melalui konsentrasi.
d.
Cognitive Change
(Perubahan Kognitif)
Cognitive change
adalah usaha individu dengan merubah cara
pandangnya dalam menilai situasi ketika individu tersebut
mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan
mengubah cara berpikir mengenai situasi tersebut atau mengenai
kemampuan individu dalam mengatur tuntutan-tuntutannya.
e.
Response Modulation
(Modulasi Respon)
Response modulation
merupakan sebuah usaha yang dilakukan
individu untuk mengatur dan menampilkan respon emosi yang tidak
berlebihan.
Response Modulation
dilakukan pada aspek pengalaman,
perilaku dan fisiologis, seperti olahraga, relaksasi atau bahkan
dengan menggonsumsi makanan secara berlebihan, alkohol, rokok
dan penggunaan obat-obatan narkotika.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
bentuk regulasi emosi adalah
situation selection
(seleksi situasi),
situation
modification
(modifikasi situasi),
attention deployment
(penyebaran
atensi),
cognitive change
(perubahan kognitif), dan
response modulation
(modulasi respon).
3.
Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
regulasi emosi individu, diantaranya:
a.
Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Ratnasari & Seleeman (2017)
menunjukkan adanya perbedaan regulasi emosi pada laki-laki dan
perempuan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Salovey &
Sluyter (dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004) yang menyatakan bahwa
sosial dan perlindungan yang diberikan orang lain. Sedangkan
laki-laki lebih memilih melakukan kegiatan fisik, seperti olahraga dalam
meregulasi emosinya.
b.
Kognitif
Kognitif dapat membantu individu dalam mengatur dan menjaga
emosi yang dirasakan agar tidak berlebihan (Nisfiannoor & Kartika,
2004). Selain itu, Gross menjelaskan bahwa emosi yang dirasakan
individu merupakan hasil dari pemberian nilai individu pada situasi
yang dialami atau dihadapinya. Individu yang memberikan penilaian
positif cenderung akan mengembangkan reaksi emosi yang positif dan
begitu juga sebaliknya (dalam Utomo, 2015)
c.
Dukungan sosial
Cohen & Syme (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) menyatakan
bahwa dukungan sosial adalah sumber-sumber yang disediakan orang
lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
individu. Dukungan sosial efektif dalam mengatasi tekanan psikologis
pada masa sulit dan menekan yang dialami individu. Selain itu,
Sarason, Sarason & Gurung (dalam Taylor, Shelley., ET AL., 2009)
dalam kajian psikologi menunjukkan bahwa hubungan yang
supportif
secara sosial mampu meredam efek
stress
, membantu mengatasi
d.
Budaya
Budaya adalah perilaku, gagasan, sikap dan tradisi yang
berlangsung terus menerus serta pada sekelompok besar manusia dan
disebarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Myers, 2012).
Budaya yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat
mempengaruhi cara individu menerima dan menilai suatu pengalaman
emosi, dan menampilkan suatu respon emosi (Ellisyani & Setiawan,
2016). Aspek budaya ini menjadi berhubungan dengan regulasi emosi
karena adanya motivasi di dalam budaya itu sendiri. Budaya
mempengaruhi regulasi emosi karena di dalamnya ada motivasi untuk
menjaga hubungan baik dengan orang lain (Kusumaningrum, 2012).
e.
Usia
Usia turut berpengaruh dalam mempengaruhi regulasi emosi
individu. Brener dan Salovey (dalam) mengungkapkan semakin
bertambahnya usia individu maka kemampuan meregulasi emosinya
akan semakin relative baik. Pernyataan tersebut selaras dengan
Calkins (dalam Kusumaningrum, 2012) bahwa lobus frontal memiliki
peran penting dalam mengatur perilaku individu untuk menghindar
atau mendekati stimulus yang menimbulkan emosi. Kemampuan ini
semakin berkembang seiring bertambahnya usia individu.
Kesimpulan dari pemaparan tersebut, bahwa regulasi emosi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, kognitif,
digunakan peneliti untuk mereprentasikan kondisi dari partisipan yang
diteliti, yakni ibu bekerja yang ada dalam tahap perkembangan dewasa
awal. Faktor kognitif, dukungan sosial dan budaya digunakan sebagai
acuan dalam mengkoding data.
C.
Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja
Netemeyer, McMurrian & Boles (dalam Meilani, Sunarti &
Krisnatuti, 2014) menyatakan bahwa konflik peran ganda adalah keinginan
yang berbeda atau berlawanan antara pekerjaan dan keluarga dimana peran
yang satu menuntut lebih sehingga menimbulkan gangguan terhadap peran
lainnya. Melengkapi pengertian sebelumnya, Kahn (Al Shofa & Kristiana,
2015) mendifinisikan konflik peran ganda sebagai suatu keadaan dimana
adanya perbedaan harapan peran yang menimbulkan ketidakselarasan
tekanan peran sehingga mengakibatkan munculnya konflik psikologis
pada individu yang menjalani peran ganda.
Netemeyer (1996) dalam penelitiannya menunjukkan adanya
hubungan dua arah antara peran keluarga dan peran pekerjaan dalam
konflik peran ganda. Ada dua komponen konflik peran ganda, yaitu
Family Interference with Work
(FIW) dan
Work Interference with Family
(WIF). Pertama,
Family Interference with Work
(FIW) adalah konflik
peran ganda dapat muncul akibat urusan keluarga mengganggu urusan
pekerjaan, artinya bentuk konflik antar peran dimana tuntutan yang
muncul di dalam keluarga mengganggu pelaksanaan tanggung jawab
peran ganda dapat muncul akibat urusan pekerjaan mengganggu urusan
keluarga, artinya bentuk konflik antar peran dimana tuntutan yang muncul
di dalam pekerjaan mengganggu pelaksanaan tanggung jawab keluarga.
Greenhaus & Beutell (1985) menjelaskan bahwa konflik peran
ganda disebabkan oleh tiga faktor, yaitu waktu, ketegangan dan
penyesuaian peran. Konflik peran ganda yang disebabkan oleh waktu,
terjadi ketika seorang ibu yang bekerja mengalami kesulitan memenuhi
peran yang lain karena waktu yang ada habis digunakan untuk pemenuhan
satu peran saja. Contoh, seorang ibu yang waktunya terkuras habis di
tempat kerja tidak dapat meluangkan waktunya ketika sudah berada di
rumah atau keterlambatan ibu yang bekerja ketika sampai di tempat kerja
karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Kedua adalah
ketegangan, faktor ini timbul oleh salah satu peran dimana ketegangan
yang ada pada peran tertentu dapat mempengaruhi pelaksanaan peran
lainnya. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa perawat yang memiliki ketegangan dalam keluarga
akan menurunkan semangat dan produktivitas kerjanya (Wulandari, 2013).
Terakhir adalah penyesuaian peran, hal ini terjadi jika seorang ibu tidak
bisa menyesuaikan perannya ketika harus menjadi ibu di rumah dan
menjadi pekerja di luar rumah.
Setiap pilihan pasti mendatangkan konsekuensi, begitu pula yang
dirasakan ibu yang bekerja. Cukup banyak masalah yang muncul karena
hanya berupa keletihan fisik, namun juga psikis. Hasil penelitian Barnett
& Hyde (dalam Syarifah & Kusumaputri, 2014) menunjukkan bahwa ibu
yang berperan ganda terbukti memiliki dampak negatif, seperti
meningkatnya
stress
, depresi dan gangguan fisik. Selain itu, ketika sebuah
perusahaan tidak memiliki kebijakan yang mengadaptasi dari masalah
konflik peran ganda pada karyawan perempuan akan menyebabkan
karyawan perempuan menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.
Situasi yang tidak menyenangkan di perusahaan akan memudahkan
munculnya stress yang kemudian berpengaruh pada kinerja karyawan
perempuan serta produktivitas dan profitabilitas perusahaan dalam jangka
panjang (Triaryati, 2003). Oleh sebab itu perlu adanya perhatian khusus
dari dalam diri dan juga lingkungan sekitar perempuan menikah yang
bekerja untuk menyikapi dampak konflik peran ganda agar tidak semakin
memperburuk keadaan.
D.
Regulasi Emosi Pada Ibu Bekerja Yang Mengalami Konflik Peran
Ganda
Meningkatnya jumlah pekerja perempuan di Jawa dan Bali sebesar
0,11% pada tahun 2012 (Kusumasmara, Widyawan, Wibowo & Hapsari,
2016) membawa dampak positif dan negatif dalam kehidupan ibu yang
bekerja. Dampak positif yang dirasakan adalah meningkatnya pendapatan
keluarga, dapat mengembangkan kemampuan diri dan memperluas
wawasan serta pertemanan (Hermayanti, 2014). Dampak negatif yang
bekerja letika dibutuhkan untuk urusan keluarga, lebutuhan keluarga yang
tidak dapat terpenuhi secara menyeluruh, kelelahan fisik yang muncul
karena terkurasnya tenaga saat bekerja menyebabkan ibu bekerja tidak
dapat dengan maksimal melakukan tanggung jawabnya sebagai ibu di
rumah secara maksimal dan tidak dapat menemani suami dalam
kegiatan-kegiatan tertentu (Latuny, 2012)
adalah adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra karena harus
melakukan pekerjaan sebagai ibu bekerja dan sebagai ibu rumah tangga
secara bersamaan. Selain itu, adanya konflik pekerjaan atau konflik rumah
tangga yang mempengaruhi satu dengan lainnya serta mulai berkurangnya
perhatian untuk anak. Adanya tuntutan peran pekerjaan dan tuntutan peran
rumah tangga disaat bersamaan menyebabkan munculnya konflik peran
ganda pada ibu bekerja.
Kahn, dkk (dalam Al Shofa & Kristiana, 2015) mendefinisikan
konflik peran ganda sebagai suatu situasi di mana adanya perbedaan
harapan yang menimbulkan ketidakselarasan tekanan peran sehingga
mengakibatkan konflik psikologis pada individu. Konflik peran ganda
yang dialami ibu yang bekerja membawa dampak negatif pada psikisnya.
Dampak psikis yang dirasakan oleh ibu yang bekerja, seperti tegang,
cemas, mudah marah, dan sedih. Pernyataan ini selaras dengan penelitian
yang dilakukan Barnett & Hyde (dalam Syarifah & Kusumaputri, 2014)
dan adanya gangguan fisik pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran
ganda.
Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik
peran ganda maka perlu adanya regulasi emosi pada ibu yang bekerja.
Regulasi emosi menurut Widuri (2012) sebagai suatu kemampuan individu
dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta perasaannya dalam
kehidupan sehari-hari. Melengkapi pengertian sebelumnya Thompson
(1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu proses pertanggung
jawaban individu dalam memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi
reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai tujuan tertentu.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi respon yang kurang tepat akibat
emosi negatif yang dirasakan (Sobur, 2003).
Regulasi emosi menurut Gross (2014) dapat dilakukan dalam
beberapa bentuk, pertama,
situation selection
dimana ibu yang bekerja
berusaha untuk mendekati, menjauh atau bahkan menghindari seseorang,
objek, tempat ataupun situasi yang dapat menimbulkan emosi. Kedua,
situation modification
yang merupakan usaha ibu yang bekerja untuk
memodifikasi situasi secara langsung yang mendatangkan situasi baru.
Ketiga,
attention deployment
dimana ibu yang bekerja berusaha untuk
mengarahkan perhatiannya didalam sebuah situasi untuk mengatur
emosinya. Dalam bentuk regulasi ini, ibu yang bekerja dapat
melakukannya dengan dua cara, yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi
atau memindahkan perhatian jauh dari situasi yang tidak menyenangkan
secara bersamaan. Pengertian konsentrasi dalam bentuk regulasi emosi
Attention Deployment
adalah ketertarikan atau perhatian individu pada
keistimewaan emosi yang ditimbulkan akibat situasi tertentu. Keempat,
cognitive change
yang merupakan usaha ibu yang bekerja untuk merubah
cara pandangnya dalam menilai situasi ketika dirinya mengalami situasi
yang tidak menyenangkan. Terakhir,
response modulation
yang
merupakan usaha ibu yang bekerja untuk mengatur dan menampilkan
respon emosi yang tidak berlebihan. Regulasi emosi yang dilakukan
individu memiliki dampak positif apabila dilakukan dan memiliki dampak
negatif apabila individu tidak melakukan regulasi emosi dalam
kesehariannya. Dampak negatif yang terjadai pada diri individu apabila
tidak melakukan regulasi emosi, antara lain cenderung merasakan emosi
yang bergantian antara sedih dan bahagia, individu akan cenderung
dikuasai oleh emosi negatif serta melampiaskan emosi negatifnya pada
orang-orang disekitarnya (Yusuf, 2015). Kelima bentuk regulasi emosi
dalam
penelitian
sebelumnya
(Aprisandityas
&
Diana,
2012;
Kusumaningrum, 2012; Yusuf, 2015) menunjukkan adanya dampak positif
yang dirasakan apabila individu melakukan regulasi emosi pada dirinya.
Dampak positif yang dirasakan, diantaranya munculnya perasaan tenang
dalam diri, berkurangnya kecemasan dalam diri, menjadi lebih dekat
dengan Tuhan, emosi yang dirasakan lebih positif dan bahagia dalam
Skema 1 Kerangka Berpikir
E. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah
bagaimana gambaran regulasi emosi yang dilakukan ibu bekerja yang
mengalami konflik peran ganda.
Ibu yang Bekerja
Keluarga:
- Peningkatan pendapatan keluarga
- Waktu dengan keluarga berkurang
- Kurang terpenuhinya perhatian dan perawatan untuk anak dan keluarga
Konflik Peran Ganda
Emosi Negatif (Marah, Sedih, Cemas, Takut, Malu,
Cemburu, Rasa Bersalah, dan Iri)
Regulasi Emosi 1. Situation
selection 2. Situation
modification 3. Attention
deployment 4. Cognitive change 5. Response
modulation Pekerjaan:
- Terpenuhinya aktualisasi diri
- Bertambahnya wawasan dan pergaulan
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Taylor (dalam Suwandi &
Basrowi, 2008) adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Penelitian kualitatif memiliki tujuan khusus dalam ranah
psikologi. Tujuan dari penelitian kualitatif difokuskan pada penggalian dari
pengalaman-pengalaman partisipan penelitian di mana pengalaman tersebut
menjadi dasar dalam besikap dan berperilaku dalam batasan fokus penelitian
(Herdiansyah, 2015).
Pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti adalah
analisis isi deduktif atau analisis isi terarah (
directed content analysis
).
Analisis isi terarah menurut Hsieh dan Shannon (dalam Supratiknya, 2012)
memiliki tujuan untuk memvalidasi atau menguji ulang sebuah kerangka
teoritis atau bahkan sebuah teori. Supratiknya (2012) mengatakan bahwa
pendekatan ini sesuai jika diterapkan ketika sudah ada teori atau hasil-hasil
penelitian tertentu tentang suatu fenomen dan kita ingin memvalidasi atau
mengujinya kembali dalam konteks baru anatara lain dengan menggunakan
kelompok subjek yang baru pula. Hsieh dan Shannon (dalam Supratiknya,
digunakan untuk membantu peneliti dalam merumuskan pertanyaan penelitian
atau membantu menentukan skema awal pengkodean atau skema awal
hubungan antar kode.
B.
Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang dilakukan peneliti lebih menekankan pada
bagaimana regulasi emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran
ganda.
C.
Partisipan Penelitian
Partisipan yang diteliti sejumlah 3 orang. Keputusan ini didasarkan
pada pernyataan Patton (1990) yang menyatakan bahwa tidak ada aturan pasti
untuk jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif. Jumlah partisipan
tergantung pada apa yang ingin diketahui serta tujuan penelitian. Selain itu,
pemilihan 3 partisipan dalam penelitian juga bertujuan agar data yang
didapatkan lebih mendalam (Patton, 1990).
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan
purposive
sampling
dan
snowball sampling. Purposive sampling
yaitu pemilihan
partisipan berdasarkan ciri-ciri atau keriteria yang sesuai dengan tujuan
penelitian (Herdiansyah, 2015). Untuk dapat mencapai tujuan penelitian, maka
peneliti menentukan beberapa kriteria untuk partisipan penelitiannya. Pertama,
partisipan penelitian adalah seorang ibu yang berusia dewasa awal dalam
rentang 21-40 tahun (Sobur, 2003). Kriteria ini dipilih dengan alasan bahwa
pada usia tersebut individu sedang mengalami fase kehidupan perkawinan,
seorang ibu yang berstatus karyawati atau pegawai. Ketiga, perusahaan atau
instansi tempat partisipan bekerja memiliki jam kerja terikat, yaitu kurang
lebih 7 jam/hari selama 5 hari kerja. Ibu yang bekerja dengan jam kerja yang
mengikat disertai dengan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga,
diharapkan konflik peran gandanya dapat terlihat.
Teknik sampling kedua adalah
snowball sampling
.
Snowball sampling
adalah penelusuran lebih lanjut yang bersifat sambung menyambung hingga
sampai pada sasaran yang hendak diteliti (Herdiansyah, 2015). Peneliti
menggunakan teknik ini dengan bertanya kepada orang tua, keluarga, kerabat
dan teman untuk mendapatkan partisipan yang sesuai dengan kriteria.
D.
Metode Pengambilan Data
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara
semi-terstruktur. Metode ini dianggap tepat karena pertayaan yang diajukan adalah
pertanyaan terbuka yang menghasilkan jawaban yang lebih bebas namun tidak
keluar dari konteks pembicaraan. Pertanyaan yang diajukan pada partisipan
lebih fleksibel, tergantung situasi-kondisi serta alur pembicaraan. Meskipun
terkesan bebas dan fleksibel, namun tetap ada kontrol di dalamnya. Kontrol
pada metode ini melalui acuan pedoman wawancara yang ditetapkan atau
dibuat peneliti sebelum melakukan wawancara pada partisipan. Pedoman
wawancara yang dibuat peneliti hanya topik-topik yang sekiranya dapat
diimprovisasikan sesuai situasi-kondisi dan alur pembicaraan alamiah antara
dan partisipan tidak keluar dari tema atau konteks penalitian (Herdiansyah,
2015).
Sebelum melakukan wawancara dengan partisipan, peneliti akan
membuat panduan wawancara yang bertujuan untuk mengingatkan peneliti
pada topik-topik yang ingin diketahui dari partisipan. Selain itu, panduan
wawancara juga tidak dibuat kaku agar mendapatkan jawaban yang mendalam
mengenai fenomena yang dialami oleh partisipan (Herdiansyah, 2015).
Selama proses wawancara, peneliti akan merekam semua jawaban partisipan
menggunakan
recorder
dan
handphone
yang kemudian akan dipindah menjadi
data tertulis berupa verbatim yang akhirnya akan dikoding sesuai dengan
tema-tema yang ada. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti membuat
pertanyaan utama untuk penelitian ini, berupa bagaimana regulasi emosi pada
ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda. Untuk mempermudah
mendapatkan jawaban atas pertanyaan utama tersebut maka peneliti akan
membuat beberapa pertanyaan kecil yang dapat membantu menjelaskan
bagaimana proses-proses yang terjadi pada partisipan dalam melakukan
Tabel 1. Panduan Pertanyaan Umum
Konflik Peran Ganda
1.
Bisakah ibu ingat-ingat dan ceritakan kembali pada saya pengalaman
pertama ibu ketika menjalani peran sebagai karyawan dan ibu rumah tangga
secara bersamaan?
2.
Kendala apa yang ibu alami ketika melakukan aktivitas kerja dan mengurus
rumah tangga?
3.
Apa yang ibu rasakan ketika menghadapi kendala tersebut?
4.
Bagaimana perasaan ibu ketika meninggalkan anak pertama kali untuk
bekerja?
5.
Bagaimana perasaan ibu ketika harus dengan terpaksa meninggalkan anak
yang sakit di rumah untuk keperluan pekerjaan?
6.
Bagaimana pendapat suami ibu ketika ibu memutuskan untuk bekerja?
7.
Apakah di kantor ibu ada sistem lembur? Bagaimana tanggapan keluarga
mengenai hal tersebut?
8.
bagaimana tanggapan keluarga ibu yang kurang / tidak mendukung sistem
kerja kantor ibu (lembur)?
9.
Bagaimana perasaan ibu ketika harus meninggalkan rumah dalam waktu
yang lama untuk keperluan pekerjaan?
Regulasi Emosi
10.
Bagaimana ibu mengelola perasaan sedih, marah, kecewa, takut cemas ibu
karena kendala mengatasi aktivitas sebagai pekerja dan ibu rumah tangga?
11.
Apa yang ibu lakukan untuk mencari ketenangan ketika merasakan
kesedihan, marah, kecewa, iri, cemas akibat ketidak mampuan ibu mengatasi
kendala sebagai ibu dan sebagai pekerja sekaligus?
12.
Dari beberapa cara ibu mengatasi perasaan sedih, kecewa, iri, takut, marah
dan cemas, kira-kira ada tidak cara paling efektif untuk mengatasi hal
tersebut?
13.
Ada tidak cara lain yang ibu temukan sekarang untuk mengatasi perasaan
sedih, kecewa, takut, cemas, iri dan marah karena menghadapi kendala
dalam menyelesaikan tututan rumah dan pekerjaan
E.
Proses Pengumpulan Data
Setelah pedoman wawancara dibuat, maka proses pengumpulan data
yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut:
1.
Menentukan partisipan yang sesuai dengan kriteria penelitian
2.
Ketika sudah mendapatkan calon partisipan, peneliti akan melakukan
sekaligus untuk menjelaskan maksud dan tujuan peneliti untuk
mendapatkan data yang digunakan untuk pemenuhan tugas akhir.
Selain
itu,
partisipan
menggunakan
kesempatan
ini
untuk
menscreening pengalaman partisipan apakah muncul konflik peran
ganda dalam perjalanan hidup peran ganda partisipan atau tidak. Jika
pengalaman konflik peran ganda yang diinginkan tidak ada maka
partisipan akan berterimakasih dan menghentikan proses pengambilan
data pada tahap ini kemudian mencari partisipan yang sesuai.
3.
Peneliti menjelaskan kepada setiap calon partisipan secara personal
mengenai topik dan tujuan penelitian.
4.
Peneliti bertanya pada partisipan mengenai kesediaan partisipan untuk
menjadi partisipan dalam penelitian dan memberikan data yang
dibutuhkan oleh peneliti
5.
Partisipan menandatangani
informed consent
sebagai tanda kesediaan
untuk menjadi partisipan pada penelitian ini
6.
Peneliti menanyakan kesediaan waktu partisipan untuk tatap muka
selanjutnya dan melaksanakan wawancara
7.
Peneliti dan partisipan akan melaksanakan wawancara sesuai dengan
jadwal yang disepakati bersama. Sebelum memulai wawancara,
peneliti akan meminta ijin pada partisipan untuk merekam semua
jawaban selama proses wawancara berlangsung menggunakan
handphone
dan
recorder
. Tujuan merekam semua jawaban adalah
8.
Peneliti mendengarkan hasil rekaman wawancara dan membuat
verbatim
9.
Setelah membuat verbatim, peneliti lalu memulai menganalisis data
yang ada
10.
Peneliti membaca hasil analisis data secara berulang dan jika masih
ada yang kurang, maka peneliti akan melakukan wawancara tambahan
untuk memperdalam data yang masih belum tampak dan kurang
mendalam.
11.
Hasil analisis yang sudah dibuat oleh peneliti, diberikan oleh teman
atau pembimbing peneliti untuk memperoleh kredibilitas penelitian.
F.
Analisis Data
Pelaksanaan analisis isi terarah dengan basis penerapan kategori secara
deduktif ini akan mencakup langkah-langkah sebagaimana diuraikan berikut
ini (Supratiknya, 2012):
1.
Menurut Elo dan Kyngas (dalam Supratiknya, 2012) peneliti harus
menyususn matriks kategorisasi. Hsieh dan Shannon (dalam
Supratiknya, 2012) mengatakan jika pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara, maka para partisipan yang dipilih peneliti akan
diberikan pertanyaan utama yang bersifat terbuka tentang aneka
pengalaman atau suka duka yang dialami atau dirasakan
masing-masing
partisipan.
Kemudian,
peneliti
juga
menyertakan
pertanyataan-pertanyaan lanjutan yang lebih terarah sekitar