• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Regulasi emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda"

Copied!
303
0
0

Teks penuh

(1)

REGULASI EMOSI PADA IBU BEKERJA YANG MENGALAMI

KONFLIK PERAN GANDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Angela Lintang Maharani

129114038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

REGULASI EMOSI PADA IBU BEKERJA YANG MENGALAMI

KONFLIK PERAN GANDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Angela Lintang Maharani

129114038

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN MOTTO

“Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan, maka Ia akan merangkul engkau!

Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah”

Mazmur 55:23

“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan

penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang”

–R.A Kartini

“You have to fight to reach your dreams, you have to sacrifice and work

hard for it”

Lionel Messi

“Orang tidak akan meraih fajar tanpa melalui perjalanan malam”

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus

Bapak dan Ibu yang selalu mendukung

dan bersedia menunggu dengan sabar

hingga karya ini selesai dibuat

dan

(7)
(8)

viii

REGULASI EMOSI PADA IBU BEKERJA YANG MENGALAMI

KONFLIK PERAN GANDA

Angela Lintang Maharani

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran regulasi emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda. Penelitian ini berfokus pada regulasi emosi yang dilakukan ibu bekerja dalam menangani emosi negatif yang muncul sebagai akibat dari konflik peran ganda yang dialaminya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan analisis isi kualitatif. Penelitian ini menggunakan tiga partisipan yang merupakan seorang ibu dan juga berstatus sebagai pekerja di sebuah perusahaan atau instansi. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap ibu yang menjalani peran ganda dalam hidupnya kemungkinan besar mengalami konflik peran ganda. Konflik peran ganda yang dialami membuatnya merasakan emosi negatif yang menyebabkan ketidakmaksimalan dalam menjalani peran gandanya. Oleh sebab itu, para ibu yang bekerja melakukan regulasi emosi untuk mengatasi emosi negatif yang muncul karena adanya konflik peran ganda yang dialami. Bentuk regulasi emosi yang dilakukan ada lima, yaitu situastion selection, situation modification, attention deployment, cognitive change dan response modulation. Regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu yang bekerja dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional, dukungan information, dukungan finansial dan dukungan instrumental. Dukungan sosial ini diberikan oleh suami, orangtua, mertua, sanak saudara serta rekan kerja. Selain itu, religiusitas dan budaya yang dimiliki tiap ibu mempengaruhi regulasi emosi yang dilakukannya. Serta proses kognitif individu itu sendiri juga memegang pengaruh yang besar dalam mempengaruhi ibu ketika melakukan regulasi emosi.

(9)

ix

EMOTION REGULATION ON WORKING MOTHERS WHO HAVE A

DUAL ROLE CONFLICT

Angela Lintang Maharani

Faculty of Psychology

Sanata Dharma University

ABSTRACT

This study aims to describe emotional regulations of working mothers who have a dual role conflict. This research focuses on emotion regulations of working mothers dealing with negative emotions that arise as a result of the such a dual role. The method used in this research is qualitative with a qualitative content analysis approach. There are three participants who helped the researchers to conduct this research, they are all mothers who also struggling as employees in a company or agency. This study used semi-structured interviews in data collection. The results show that each mother who has undergone a dual role in her life most likely is experiancing a dual role conflict. Such a conflict experienced by the mothers triggers negative emotions that makes them not optimal in living their dual role. Therefore, working mothers create emotional regulations to overcome the negative emotions that emerge from their dual role conflict. There are five forms of emotional regulations used; situaltion selection, situation modification, attention deployment, cognitive change and response modulation. The regulation of emotions that are used by working mothers are influenced by their social support in the form of emotional support, informational support, financial support and instrumental support. The social support is given by the husband, parents, relatives and colleagues. In addition, religiosity and culture also take a part in affecting emotion regulation. The working mothers also are influenced by their own cognitive processes.

(10)
(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

penyertaan-Nya selama penulisan, pelaksanaan, hingga terselesaikannya skripsi

ini. Pengerjaan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti hendak mengucapkan terima

kasih kepada :

1.

Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaanNya yang berlimpah sehingga

peneliti mampu menyusun skripsi ini sampai akhir.

2.

Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta,

3.

P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta,

4.

M.L. Anantasari, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi peneliti yang telah

menerima dan bersedia membimbing peneliti. Terimakasih Bu Ari atas segala

kesempatan, kesediaan menerima peneliti menjadi anak bimbingan Ibu.

Peneliti memohon maaf jika selama proses bimbingan terdapat banyak

kesalahan yang disengaja ataupun yang tidak sengaja peneliti lakukan dan hal

tersebut melukai perasaan Ibu. Terimakasih atas kesabaran, waktu, tenaga

yang ibu luangkan untuk membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

Terimaksih dan Tuhan memberkati 

5.

Sylvia Carolina MYM., M. Si. selaku Dosen yang pernah menjadi Dosen

(12)

xii

kritik dan saran selama proses penulisan skripsi hingga bab tiga (3).

Terimakasih Bu Sylvi atas masukan dan kritiknya demi kemajuan skripsi ini.

Terimakasih dan sukses selalu 

6.

Alm. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Si. selaku Dosen yang pernah menjadi

Dosen Pembimbing Skripsi pertama peneliti. Terimakasih Bu atas segala

pembelajan, saran, kritik untuk kemajuan skripsi ini. Meskipun hanya sebentar

Ibu sempat membimbing, tetapi segala pesan Ibu diterakhir pertemuan masih

teringat hangat dalam ingatan. Terimakasih dan selamat jalan Bu Lusi 

7.

Ratri Sunar Astuti, M, Si. selaku DPA peneliti selama menempuh kuliah.

Terimakasih atas masukan dan saran Ibu ketika proses perkualiahan

berlangsung,

8.

Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang telah memberikan banyak pelajaran, pengetahuan, dan pengalaman hidup

selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta,

9.

Staf Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang telah membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

10.

Kedua orang tua peneliti, Yoanes Windardi dan Anastasia Nuri

Wahyuningsih. Terimakasih atas doa, cinta, dukungan, semangat, dan

kesabaran yang sudah diberikan pada peneliti,

11.

Keluarga Besar dari Angela Lintang Maharani yang senantiasa memberikan

(13)

xiii

12.

Partisipan peneliti, Ibu P1, Ibu P2 dan Ibu P3. Terimakasih atas kesediaan,

waktu dan sharing yang sangat berharga bagi peneliti,

13.

FREAKY, Scholastika Mega, Maria Adisti, Komang Mahadewi, Amarendra

Syantikaratna, Gabriella Natasha, Gabriella Astrid, Eva Yosephine, dan

Yemima Vanessa. Terimakasih untuk kegilaan, kebodohan, waktu, nasehat

yang sekilas terdengar seperti cacian tapi peneliti sadar itu semua adalah

bentuk perhatian, penguatan dan dukungan tulus tulus kalian yang diberikan

selama ini kepada peneliti,

14.

D’PONGZ, Stefani Vidia G, Stefani Adriani, Ol

ga Aurora, Aniela Evodie,

Lovian Hutapea, terimakasih karena sudah meninggalkan peneliti sebagai

mahasiswa terakhir diantara kalian yang lulus terakhir, tak apa laah ini jadi

penyemangat untuk segera menyusul kalian,

15.

COBRA a.k.a Keluarga Cemara

,

Klaudia Ilona, Chatarina Dwi, Sonia CK,

Komang Mahadewi, Grasia Deivi, Agnes F. Bella, Gede Sudana, Yosua

Cahyo, Wisnu Cahya, dan Chrisna Yuda. Terimakasih atas segala penerimaan,

cinta, dukungan, perhatian, waktu, nasehat dan ketulusan yang tak

henti-hentinya kalia

n berikan kepada “bocah SD” kalian ini selama perkuliahan dan

pembuatan skripsi ini,

16.

TERANCAM S.PSI, Rosalia Wenita, Seprina Hutahae dan Meilan Anggraini.

Terimakasih atas penerimaan, waktu, semangat, kebersamaan dan kata-kata

mutiara kalian yang SUPEEEER sehingga peneliti mampu bangkit dikala

(14)

xiv

Semoga segala keluh kesah dan pengorbanan kita berbuah manis ya, goodluck

and god bless 

17.

UYE, Andira Kristia, Aurelia Laksmi, Yohana Maryeni, Valentina Widya,

Daniel Krisna dan Riris Ch. Terimakasih atas kesediaan kalian menjadi testee

yang siap diundang kapan saja dibutuhkan ketika peneliti akan melaksanakan

praktikum, bersedia membantu peneliti mentranslate jurnal-jurnal untuk

skripsi, dukungan dan perhatian juga tak henti-hentinya kalian berikan sejak

SD hingga saat ini pada peneliti,

18.

Penyemangat dan pendukung peneliti, Yohanes Nomi Ardi Raharjo.

Terimakasih sudah bersedia mendengarkan keluh kesah dan tak henti-hentinya

terus memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan serta cintanya kepada

peneliti dalam bentuk-bentuk yang tak terduga,

19.

Muji Squad, Ema, Clara, Maurren, Grego, Teteh dan Mas Muji. Terimakasih

atas segala pengalaman, pembelajaran, suka, duka, tawa, canda, susah dan

senang yang menemani selama peneliti bekerja sebagai staf Lab. Psikologi dan

menyusun penelitian ini,

20.

Teman-teman Psikologi Sanata Dharma 2012, mari bersama berjuang ke tahap

selanjutnya.

See you on top!

21.

Pihak-pihak lain yang terkait selama proses penulisan dan pelaksanaan

(15)

xv

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang

membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 9 April 2017

Peneliti,

(16)

xvi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN JUDUL ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRAK ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoretis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Emosi ... 10

1. Definisi emosi ... 10

2. Macam-macam emosi ... 10

B. Regulasi Emosi ... 13

1. Definisi regulasi emosi ... 13

2. Bentuk regulasi emosi ... 14

3. Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ... 16

C.

Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja ...

19

D.

Regulasi Emosi Pada Ibu Bekerja Yang Mengalami Konflik Peran

Ganda ...

21

(17)

xvii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26

A.

Jenis Penelitian ...

26

B.

Fokus Penelitian ...

27

C.

Partisipan Penelitian ...

27

D

Metode Pengambilan Data ...

28

E. Proses Pengumpulan Data ... 30

F. Analisis Data... 32

G.

Kredibilitas dan Dependabilitas Data Penelitian ...

34

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 36

A.

Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ...

36

1. Persiapan penelitian dan perijinan ...

36

2. Pelaksanaan penelitian ... 37

B. Partisipan Penelitian ... 38

1. Data partisipan ... 38

2. Latar belakang partisipan ...

38

a. Partisipan 1 ... 38

b. Partisipan 2 ... 41

c. Partisipan3 ... 42

C. Analisis Data Penelitian... 43

1. Analisis P1 ... 43

a.Konflik peran ganda ... 43

b.Emosi negatif yang timbul ... 46

c.Regulasi emosi ... 48

d.Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ...

52

2. Analisis 2 ... 54

a.Konflik peran ganda ... 54

b.Emosi negatif yang timbul ... 56

c.Regulasi emosi ... 58

d.Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ...

63

3. Analisis 3 ... 64

(18)

xviii

b.Emosi negatif yang timbul ... 66

c.Regulasi emosi ... 67

d.Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi ...

71

4. Integrasi Hasil Analisis Tiga Partisipan ... 73

D. Pembahasan ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Skema 1. Regulasi Emosi Pada Ibu Bekerja Yang Mengalami Konflik Peran

(20)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Pertanyaan Umum ... 30

Tabel 2. Indikator Pengkategorian ... 34

Tabel 3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Panduan Wawancara ... 104

Tabel Analisis Verbatim P1 ... 108

Tabel Analisis Verbatim P2 ... 148

Tabel Analisis Verbatim P3 ... 219

Tabel Integrasi ... 242

Inform Consent P1 ... 276

Inform Consent P2 ... 277

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Adanya perubahan zaman membuat perempuan tak hanya melakukan

pekerjaan rumah tangga melainkan mulai berkarir dan mencapai kesuksesan. Hal

ini terlihat dari jumlah perempuan yang melakukan pekerjaan di sektor publik.

Hasil data Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 di Jawa dan Bali menunjukkan

adanya peningkatan sebesar 0,11% pada jumlah perempuan yang melakukan

pekerjaan di sektor publik (Kusumasmara, Widyawan, Wibowo & Hapsari,

2016). Hal ini sejalan dengan adanya pergeseran peran pada perempuan yang tak

lagi hanya berperan pada sektor rumah tangga namun sudah mulai merambah

dunia kerja (Ramadani, 2016). Perempuan yang memiliki pendidikan tinggi

mulai diberi kesempatan dalam mengaplikasikan, mengembangkan ilmu serta

kemampuan yang dimilikinya di dunia kerja. Keadaan ini diperkuat dengan

adanya gerakan emansipasi perempuan yang semakin gencar disuarakan di

Indonesia. Selain gerakan emansipasi, kemajuan teknologi dan perkembangan

ilmu semakin membuka pemikiran serta pandangan masyarakat mengenai peran

serta perempuan dalam dunia kerja (Apollo & Cahyadi, 2012).

Seorang perempuan yang menikah secara otomatis akan menjadi seorang

ibu, baik ibu rumah tangga ataupun ibu bagi anak-anaknya. Seorang ibu yang

memutuskan untuk berkarir selain didorong adanya pemenuhan berkarir dan

(23)

ekonomi. Kebutuhan sandang, pangan dan papan yang semakin tinggi memaksa

ibu untuk ikut berkontribusi menambah penghasilan bagi keluarganya.

Kebutuhan ekonomi bukan satu-satunya pendorong seorang ibu untuk

mengambil keputusan berkarir. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, memperluas

wawasan dan pertemanan juga menjadi motif lain yang mendorong seorang ibu

untuk berkarir (Hermayanti, 2014).

Ibu yang bekerja diharapkan tidak meninggalkan peran utamanya sebagai

istri dan ibu, akan tetapi di sisi lain ibu juga dituntut untuk bersikap profesional

dengan pekerjaannya. Vinokur, Pierce & Buck (dalam Triyanti, 2003)

mengatakan bahwa perempuan profesional yang telah menikah dan memilih

untuk berkarir akan menghadapi pola tradisional yang tidak seimbang dengan

suami dalam tugas mengasuh anak dan pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dua

peran yang diemban ibu yang bekerja secara bersamaan menuntut adanya

keseimbangan. Jika ibu yang bekerja tidak dapat melakukan peran yang satu

karena pemenuhan peran yang lain akan memunculkan konflik peran ganda.

Greenhous & Beutell (1985) menjelaskan bahwa konflik peran ganda merupakan

bentuk konflik antar peran, di mana tekanan peran pekerjaan dan peran keluarga

saling bertentangan. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Thompson & Walker

(dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa konflik peran ganda pada ibu yang

bekerja diakibatkan oleh adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra pada ibu

dalam pemenuhan kedua peran yang diembannya

Greenhous & Beutell (1985) mengatakan ada tiga pemicu munculnya

(24)

peran. Pertama adalah waktu, ibu yang bekerja mengalami kesulitan untuk

memenuhi peran lainnya jika waktu yang dimilikinya telah habis digunakan

untuk pemenuhan satu peran. Al Shofa dan Kristianan (2015) menyatakan bahwa

terjadi pergolakan emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda.

Hal ini terjadi karena satu peran menghambat peran lainnya yang mengakibatkan

ibu bekerja mengalami permasalahan waktu, energi dan emosi. Susanto (2010)

menyatakan hal serupa bahwa konflik peran ganda yang dialami ibu bekerja

menimbulkan emosi negatif seperti, perasaan bersalah, munculnya kegelisahan,

kecemasan dan frustasi.

Pemicu munculnya konflik peran ganda yang kedua menurut Greenhous &

Beutell (1985) adalah ketegangan. Adanya ketegangan yang muncul dari satu

peran akan mempersulit pemenuhan peran lainnya. Ketiga, ketidakmampuan ibu

yang bekerja dalam menyesuaikan perilaku pada peran satu dengan lainnya akan

memicu munculnya konflik peran ganda. Misalnya, seorang ibu ketika bekerja

dituntut untuk tegas, bertanggung jawab dan mampu mengarahkan bawahannya

untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, ketika

di rumah ibu tersebut harus tetap bisa memiliki perilaku yang hangat, penuh

kasih sayang, perhatian dan kelemah lembutan dalam berinteraksi dengan

keluarga (Greenhous & Beutell, 1985).

Adapun Prihanto & Lasmono (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) serta

Yuarsi (dalam Apollo & Cahyadi, 2012), menyatakan bahwa ibu yang bekerja

dalam menjalankan peran gandanya juga memiliki dua faktor pemicu konflik

(25)

adalah faktor dari dalam diri ibu yang bekerja, meliputi ketakutan akan

konsekuensi negatif dari kesuksesan yang dicapainya dalam pekerjaan, kesulitan

mendapatkan perhatian dan perlindungan dari lawan jenis, takut tidak dapat

mengurus anak dan suami serta tidak adanya dukungan suami atau anggota

keluarga lain dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Banyak jasa tempat

penitipan anak atau asisten rumah tangga dalam memecahkan masalah

pengasuhan anak dan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Tetapi

sepertinya hal tersebut tidak dapat membantu ibu yang bekerja dalam menangani

pengasuhan anak atau menyelesaikan pekerjaan rumah dengan maksimal dan

terkadang malah berdampak negatif. Nilai negatif yang ditimbulkan dari tempat

penitipan anak adalah, biaya yang mahal, anak akan cenderung mengembangkan

rasa tidak percaya serta peningkatan agresivitas pada sesama maupun orang

dewasa (Supsiloani dkk, 2015). Faktor eksternal pemicu konflik peran ganda

adalah pandangan sebagaian masyarakat yang masih beranggapan bahwa tugas

mengasuh anak dan mengurus rumah tangga adalah tugas utama seorang ibu.

Dapat ditarik benang merah dari penjelasan sebelumnya bahwa konflik

peran ganda yang dialami pada ibu yang bekerja membawa dampak negatif

dalam kehidupannya sehari-hari. Dampak negatif dari konflik peran ganda pada

ibu yang bekerja, diantaranya adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra

karena harus melakukan dua pekerjaan secara bersamaan, adanya konflik

pekerjaan atau konflik keluarga yang sekiranya dapat mempengaruhi satu dengan

(26)

negatif yang terlihat bila ibu yang bekerja tidak dapat menjalankan peran

gandanya secara efektif dan efisien.

Berbagai masalah, beban tanggung jawab maupun konflik peran ganda

pada ibu yang bekerja dapat menyebabkan ibu yang bekerja mudah menderita

keletihan fisik maupun psikis. Shaevitz (1989) memberikan beberapa gejala fisik

dan psikis yang dialami oleh ibu yang bekerja dalam melakukan peran gandanya.

Keletihan fisik yang dirasakan adalah lesu, sakit kepala, sakit dibagian leher,

bahu, punggung dan perut, jantung berdebar lebih cepat, dan menstruasi menjadi

tidak teratur. Keletihan psikis yang dialami diantaranya ketenangan terganggu,

tegang, cemas, merasa terancam, ingin menghindar, sulit berkonsentrasi, sulit

tidur, kehilangan minat seks, mudah marah dan melampiaskannya melalui

tindakan kekerasan verbal maupun non-verbal, merasa sedih sehingga ingin

menangis atau melarikan diri pada rokok dan minuman keras hingga pada tingkat

ekstrim ingin bunuh diri. Frone (dalam Triaryati, 2003) mendukung pernyataan

Shaevitz bahwa konflik peran ganda berhubungan sangat kuat dengan depresi

dan kecemasan yang dialami oleh ibu yang bekerja dibandingkan dengan suami.

Emosi negatif yang dirasakan merupakan manifestasi dari konflik peran

ganda yang tidak teratasi dengan baik oleh ibu yang bekerja. Penelitian yang

dilakukan oleh Wulandari (2013) menunjukkan bahwa perawat yang mengalami

konflik peran ganda akan merasakan emosi negatif, seperti; mudah marah,

tersinggung dan

stress

sehingga mempengaruhi pelayanan yang tidak maksimal

(27)

Emosi adalah suatu perasaan atau pikiran, suatu keadaan biologis dan

psikologis individu yang khas yang mengarahkan individu pada kecenderungan

untuk bertindak (Goleman, 1995). Emosi terdiri dari emosi positif dan emosi

negatif. Emosi positif dapat memberikan efek menyenangkan dan menenangkan

pada diri seseorang. Emosi negatif adalah emosi yang tidak menyenangkan,

sering dihindari dan berusaha dikendalikan oleh sebagian individu (Safira &

Saputra, 2009). Penjelasan sebelumnya menegaskan bahwa emosi dapat

mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Hal ini lah yang dialami oleh ibu

yang bekerja, jika ibu yang bekerja merasakan emosi negatif maka sangat

dimungkinkan hal tersebut mendorong terjadinya tindakan yang berdampak

negatif bagi diri dan lingkungan sekitarnya.

Emosi negatif yang tidak terkelola dengan baik selain memberikan

dampak negatif pada diri sendiri maupun lingkungan sekitar, juga dapat

mengganggu pemenuhan peran ganda di kehidupan sehari-hari pada ibu yang

bekerja. Oleh sebab itu, perlu adanya pengetahuan ataupun kesadaran dalam diri

ibu yang bekerja untuk melakukan pengolahan emosi negatif. Pengelolaan emosi

atau yang biasa disebut dengan regulasi emosi adalah kemampuan individu untuk

memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk

mencapai tujuannya (Thompson, 1994). Regulasi emosi lebih menekankan pada

kemampuan seseorang dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta

perasaannya dalam kehidupan sehari-hari (Widuri, 2012). Dapat disimpulkan

bahwa regulasi emosi adalah kemampuan seseorang dalam memonitor dan

(28)

memodifikasi reaksi emosi individu sehingga dapat mengekspresikan emosinya

secara tepat dalam kehidupan sehari-hari guna meningkatkan efisiensi peran

ganda ibu yang bekerja.

Regulasi emosi dapat memberikan dampak positif pada ibu yang bekerja.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pedagang di pasar Klewer

merasakan dampak positif dari regulasi emosi yang dilakukannya. Dampak

positif yang muncul diantaranya merasakan ketenangan, munculnya emosi positif

dan mampu mengurangi emosi negatif dalam diri, selain itu para pedagang lebih

bahagia dan emosi positif yang dirasakan membuatnya menjadi lebih positif

dalam bertindak ketika menghadapi persoalan sehari-hari. Regulasi emosi tidak

sepenuhnya dapat dilakukan oleh semua orang. Beberapa orang yang tidak

melakukan regulasi emosi akan cenderung merasa sedih dan senang yang

bergantian tak menentu, selain itu dirinya lebih dikuasai emosi negatif yang

berdampak pada pelampiasan emosi negatif pada orang sekitarnya (Yusuf, 2015).

Regulasi emosi negatif pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran

ganda menjadi menarik untuk diteliti karena penelitian bertujuan untuk

menggambarkan regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang mengalami

konflik peran ganda. Beberapa penelitian sebelumnya, yaitu hubungan antara

regulasi emosi dengan kecemasan pada ibu hamil (Aprisandityas & Elfida,

2012), regulasi emosi odapus (Fitri, 2012) serta hubungan regulasi emosi dan

penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja (Nisfiannoor & Kartika, 2004).

Ketiga penelitian terdahulu memberikan hasil bahwa semakin baik kemampuan

(29)

meningkatkan penerimaan kelompok teman sebaya. Selain itu, regulasi emosi

dapat meningkat karena pengaruh dari dukungan sosial dan adanya hubungan

transcendental

dengan Tuhan.

Penelitian yang berpusat pada regulasi emosi yang dialami oleh ibu yang

bekerja dalam sektor publik perlu dilakukan mengingat mulai meningkatnya

jumlah pekerja perempuan di Indonesia. Partisipan pada penelitian ini adalah ibu

yang bekerja di sebuah instansi dan perusahaan. Hal ini dipilih peneliti karena

ibu yang bekerja di sebuah perusahaan atau instansi cenderung memiliki konflik

peran ganda yang lebih terlihat (Triaryati, 2003) serta dapat menggambarkan

regulasi emosi yang dilakukannya. Penelitian ini akan menggunakan

design

penelitian kualitatif, karena penelitian kualitatif dapat mengungkap regulasi

emosi pada perempuan menikah yang bekerja secara utuh (

holistic

). Pengambilan

data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur melalui

pertanyaan-pertanyaan terbuka. Metode ini dipilih peneliti untuk mengungkap

regulasi emosi pada ibu yang bekerja yang mengalami konflik peran ganda.

B.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran regulasi

emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda?

C.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan bagaimana regulasi

(30)

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoretis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam

bentuk pengetahuan di lingkup Psikologi Keluarga dan Psikologi

Perempuan, khususnya mengenai ibu bekerja yang mengalami konflik

peran ganda serta regulasi emosi yang dilakukan oleh ibu bekerja yang

mengalami konflik peran ganda.

2.

Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan reflektif

bagi ibu bekerja agar dapat mengetahui cara meregulasi emosi ketika

mengalami atau menghadapi konflik peran ganda atau konflik pekerjaan

atau konflik keluarga. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi bahan

refleksi bagi keluarga atau lingkungan sekitar ibu bekerja dalam

mendampingi, mendukung dan membantu melewati masa sulit ibu bekerja

(31)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Emosi

1.

Definisi emosi

Teori James-Lange (dalam Sobur, 2003) merumuskan bahwa emosi

adalah hasil penilaian atau persepsi individu pada perubahan tubuhnya

sebagai respon terhadap stimulus. Travis & Wade (2007) mengemukakan

bahwa emosi adalah reaksi terhadap stimulus yang melibatkan perubahan

pada tubuh, wajah, aktivitas otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif

dan kecenderungan melakukan tindakan yang dibentuk oleh

peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka peneliti menyimpulkan

bahwa emosi adalah respon yang terbentuk karena adanya rangsangan

yang kemudian dipersepsikan oleh individu. Persepsi ini akan

mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan

peraturan pada suatu kebudayaan.

2.

Macam-macam emosi

Wade & Travis (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

individu memiliki dua bentuk emosi, yaitu primer dan sekunder. Emosi

primer, sudah ada dalam diri individu sejak lahir, sedangkan emosi

sekunder akan berbeda antar individu tergantung kemampuan

(32)

takut (

fear

), marah (

anger

), sedih (

sadness

), senang (

joy

), terkejut

(

surprise

), jijik (

disgust

), dan sebal (

contempt

). Emosi sekunder meliputi

keberagaman kebudayaan dengan berbagai emosi yang akan berkembang

berdasarkan tingkat pemikiran setiap individu.

Adapun Lazarus (dalam Salamah, 2012) mengklasifikasikan

emosi, sebagai berikut: marah (

anger

) adalah perasaan yang timbul atas

penghinaan terhadap diri sendiri. Cemas (

anxiety

) adalah perasaan yang

timbul karena merasa tidak mampu terhadap suatu hal tertentu. Takut

(

fright

) adalah perasaan yang timbul dalam diri individu ketika

menghadapi suatu keadaan yang berbeda dari biasanya atau keadaan

berbahaya. Rasa bersalah (

guilt

) adalah perasaan yang ada pada individu

ketika melakukan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku. Sedih

(

sadness

) adalah perasaan yang muncul sebagai akibat kehilangan sesuatu

yang tidak tergantikan. Iri (

envy

) adalah perasaan yang muncul saat

mengetahui milik orang lain melebihi milik pribadi atau kemampuan yang

dimiliki tidak lebih baik dari kemampuan orang lain. Cemburu (

jealousy

)

adalah perasaan yang timbul saat kehilangan kasih sayang akibat hadirnya

orang ketiga. Senang (

happiness

) adalah perasaan yang muncul saat

berhasil mencapai suatu tujuan. Bangga (

pride

) adalah perasaan yang

muncul saat pencapaian individu akan suatu hal diakui oleh lingkungan

sekitar. Lega (

relief

) adalah perasaan yang timbul ketika tekanan pada

individu menghilang. Harapan (

hope

) adalah kemungkinan untuk menjadi

(33)

adalah tindakan yang ditunjukkan dengan selalu memberikan kebahagiaan

kepada orang disekitarnya. Iba/ kasihan (

compassion

) adalah perasaan

yang muncul ketika melihat penderitaan orang lain dan ingin menolong

orang tersebut.

Selain itu, emosi menurut Gohm & Clore (dalam Safaria dan

Saputra, 2009 ) dibedakan dalam dua kategori berdasarkan dampaknya,

yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi Positif dapat memberikan

efek menyenangkan dan menenangkan pada diri individu. Emosi positif

membuat individu merasakan ketenang, santai, rileks, gembira, lucu dan

senang. Emosi Negatif adalah emosi yang sering dihindari dan berusaha

dikendalikan oleh sebagian besar individu. Emosi negatif memberikan

dampak tidak menyenangkan, menyusahkan serta membuat individu

merasakan, sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya, frustasi,

marah, dan dendam.

Kesimpulan dari penjelasan tersebut bahwa emosi menurut Wade

& Travis (2007) dibedakan menjadi emosi primer dan emosi sekunder.

Emosi primer adalah emosi yang sudah dimiliki setiap individu sejak lahir

sedangkan emosi sekunder adalah emosi yang dimiliki individu tergantung

pengembangan dan kemampuan berpikir individu tersebut. Selain itu,

emosi menurut Gohm & Clore (dalam Safaria dan Saputra, 2009) dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi

positif dapat membuat individu yang merasakannya merasa tenang dan

(34)

dan gembira. Sedangkan emosi negatif membuat individu yang

merasakannya menjadi merasa tidak senang dan menyusahkan serta

merasakan perasaan sedih, kecewa, putus asa, depresi, tidak berdaya,

marah dan dendam.

B.

Regulasi Emosi

1.

Definisi regulasi emosi

Frijda (dalam Nisfiannoor dan Kartika, 2004) mendefinisikan

regulasi emosi sebagai salah satu bentuk kontrol individu terhdap emosi

yang dimilikinya. Bentuk kontrol terhadap emosi ini dapat membantu

individu untuk bertahan pada situasi yang tidak menyenangkan.

Pernyataan tersebut sejalan dengan pengertian regulasi emosi menurut

Reivich dan Shatee (dalam Handayani, 2016) yaitu kemampuan individu

untuk dapat tenang dibawah tekanan. Individu yang memiliki regulasi

emosi yang baik akan mampu bertahan pada situasi yang kurang atau

bahkan tidak menyenangkan dan mampu mengendalikan emosi negatifnya

sehingga mendapatkan emosi positif yang dibutuhkan individu.

Widuri (2012) mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu

kemampuan individu dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta

perasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan pengertian

sebelumnya, Thompson (1994) menyatakan bahwa regulasi emosi sebagai

proses pertanggung jawaban individu dalam memonitor, mengevaluasi dan

memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai

(35)

emosi sebagai sebuah proses yang dilakukan individu untuk membentuk

emosinya, mengetahui bagaimana individu mengalaminya dan bagaimana

individu mengekspresikan emosinya.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka peneliti mengambil benang

merah bahwa regulasi emosi merupakan sebuah bentuk kontrol dimana

didalamnya terdapat proses pengaturan emosi, memonitor, mengevaluasi

dan memodivikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus agar dapat

bertahan dalam situasi tidak menyenangkan.

2.

Bentuk regulasi emosi

Regulasi emosi memiliki beberapa bentuk seperti yang

diungkapkan oleh Gross (2014), diantaranya:

a.

Situation Selection

(Seleksi Situasi)

Situation selection

adalah usaha yang dilakukan individu untuk

mendekati, menjauhi atau bahkan menghindari seseorang, tempat,

objek ataupun situasi yang dapat menimbulkan emosi.

Situation

selection

biasa dilakukan oleh diri sendiri (intrinsik).

b.

Situation Modification

(Modifikasi Situasi)

Situation modification

merupakan usaha yang dilakukan

individu untuk memodifikasi situasi secara langsung yang

mendatangkan situasi baru. Proses regulasi emosi ini lebih

menekankan pada memodifikasi situasi agar emosi negatif yang

(36)

adalah dengan melakukan modifikasi lingkungan fisik dan eksternal

perempuan menikah yang bekerja.

c.

Attention Deployment

(Penyebaran Atensi)

Attention deployment

merupakan usaha individu untuk

mengarahkan perhatiannya di dalam sebuah situasi untuk mengatur

emosinya. Ada dua strategi yang dapat digunakan individu pada

proses regulasi emosi ini, yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi

adalah memfokuskan perhatian pada aspek berbeda dari sebuah

situasi, atau memindahkan perhatian jauh dari situasi yang tidak

menyenangkan secara bersamaan.

Attention deployment

dalam

bentuk konsentrasi adalah ketetarikan atau perhatian individu pada

keistimewaan emosi yang ditimbulkan akibat sebuah situasi. Apabila

perhatian secara berulang diarahkan pada perasaan individu dan

konsekuensinya, maka hal inilah yang dinamakan perenungan.

Attention deployment

memiliki banyak bentuk, seperti distraksi yang

melibatkan fisik misalnya menutup mata, menutup telinga, dan

mengarahkan kembali perhatian internal melalui konsentrasi.

d.

Cognitive Change

(Perubahan Kognitif)

Cognitive change

adalah usaha individu dengan merubah cara

pandangnya dalam menilai situasi ketika individu tersebut

mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan

(37)

mengubah cara berpikir mengenai situasi tersebut atau mengenai

kemampuan individu dalam mengatur tuntutan-tuntutannya.

e.

Response Modulation

(Modulasi Respon)

Response modulation

merupakan sebuah usaha yang dilakukan

individu untuk mengatur dan menampilkan respon emosi yang tidak

berlebihan.

Response Modulation

dilakukan pada aspek pengalaman,

perilaku dan fisiologis, seperti olahraga, relaksasi atau bahkan

dengan menggonsumsi makanan secara berlebihan, alkohol, rokok

dan penggunaan obat-obatan narkotika.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

bentuk regulasi emosi adalah

situation selection

(seleksi situasi),

situation

modification

(modifikasi situasi),

attention deployment

(penyebaran

atensi),

cognitive change

(perubahan kognitif), dan

response modulation

(modulasi respon).

3.

Faktor yang mempengaruhi regulasi emosi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan

regulasi emosi individu, diantaranya:

a.

Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Ratnasari & Seleeman (2017)

menunjukkan adanya perbedaan regulasi emosi pada laki-laki dan

perempuan. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan Salovey &

Sluyter (dalam Nisfiannoor & Kartika, 2004) yang menyatakan bahwa

(38)

sosial dan perlindungan yang diberikan orang lain. Sedangkan

laki-laki lebih memilih melakukan kegiatan fisik, seperti olahraga dalam

meregulasi emosinya.

b.

Kognitif

Kognitif dapat membantu individu dalam mengatur dan menjaga

emosi yang dirasakan agar tidak berlebihan (Nisfiannoor & Kartika,

2004). Selain itu, Gross menjelaskan bahwa emosi yang dirasakan

individu merupakan hasil dari pemberian nilai individu pada situasi

yang dialami atau dihadapinya. Individu yang memberikan penilaian

positif cenderung akan mengembangkan reaksi emosi yang positif dan

begitu juga sebaliknya (dalam Utomo, 2015)

c.

Dukungan sosial

Cohen & Syme (dalam Apollo & Cahyadi, 2012) menyatakan

bahwa dukungan sosial adalah sumber-sumber yang disediakan orang

lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejahteraan

individu. Dukungan sosial efektif dalam mengatasi tekanan psikologis

pada masa sulit dan menekan yang dialami individu. Selain itu,

Sarason, Sarason & Gurung (dalam Taylor, Shelley., ET AL., 2009)

dalam kajian psikologi menunjukkan bahwa hubungan yang

supportif

secara sosial mampu meredam efek

stress

, membantu mengatasi

(39)

d.

Budaya

Budaya adalah perilaku, gagasan, sikap dan tradisi yang

berlangsung terus menerus serta pada sekelompok besar manusia dan

disebarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Myers, 2012).

Budaya yang terdapat dalam kelompok masyarakat tertentu dapat

mempengaruhi cara individu menerima dan menilai suatu pengalaman

emosi, dan menampilkan suatu respon emosi (Ellisyani & Setiawan,

2016). Aspek budaya ini menjadi berhubungan dengan regulasi emosi

karena adanya motivasi di dalam budaya itu sendiri. Budaya

mempengaruhi regulasi emosi karena di dalamnya ada motivasi untuk

menjaga hubungan baik dengan orang lain (Kusumaningrum, 2012).

e.

Usia

Usia turut berpengaruh dalam mempengaruhi regulasi emosi

individu. Brener dan Salovey (dalam) mengungkapkan semakin

bertambahnya usia individu maka kemampuan meregulasi emosinya

akan semakin relative baik. Pernyataan tersebut selaras dengan

Calkins (dalam Kusumaningrum, 2012) bahwa lobus frontal memiliki

peran penting dalam mengatur perilaku individu untuk menghindar

atau mendekati stimulus yang menimbulkan emosi. Kemampuan ini

semakin berkembang seiring bertambahnya usia individu.

Kesimpulan dari pemaparan tersebut, bahwa regulasi emosi dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, kognitif,

(40)

digunakan peneliti untuk mereprentasikan kondisi dari partisipan yang

diteliti, yakni ibu bekerja yang ada dalam tahap perkembangan dewasa

awal. Faktor kognitif, dukungan sosial dan budaya digunakan sebagai

acuan dalam mengkoding data.

C.

Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja

Netemeyer, McMurrian & Boles (dalam Meilani, Sunarti &

Krisnatuti, 2014) menyatakan bahwa konflik peran ganda adalah keinginan

yang berbeda atau berlawanan antara pekerjaan dan keluarga dimana peran

yang satu menuntut lebih sehingga menimbulkan gangguan terhadap peran

lainnya. Melengkapi pengertian sebelumnya, Kahn (Al Shofa & Kristiana,

2015) mendifinisikan konflik peran ganda sebagai suatu keadaan dimana

adanya perbedaan harapan peran yang menimbulkan ketidakselarasan

tekanan peran sehingga mengakibatkan munculnya konflik psikologis

pada individu yang menjalani peran ganda.

Netemeyer (1996) dalam penelitiannya menunjukkan adanya

hubungan dua arah antara peran keluarga dan peran pekerjaan dalam

konflik peran ganda. Ada dua komponen konflik peran ganda, yaitu

Family Interference with Work

(FIW) dan

Work Interference with Family

(WIF). Pertama,

Family Interference with Work

(FIW) adalah konflik

peran ganda dapat muncul akibat urusan keluarga mengganggu urusan

pekerjaan, artinya bentuk konflik antar peran dimana tuntutan yang

muncul di dalam keluarga mengganggu pelaksanaan tanggung jawab

(41)

peran ganda dapat muncul akibat urusan pekerjaan mengganggu urusan

keluarga, artinya bentuk konflik antar peran dimana tuntutan yang muncul

di dalam pekerjaan mengganggu pelaksanaan tanggung jawab keluarga.

Greenhaus & Beutell (1985) menjelaskan bahwa konflik peran

ganda disebabkan oleh tiga faktor, yaitu waktu, ketegangan dan

penyesuaian peran. Konflik peran ganda yang disebabkan oleh waktu,

terjadi ketika seorang ibu yang bekerja mengalami kesulitan memenuhi

peran yang lain karena waktu yang ada habis digunakan untuk pemenuhan

satu peran saja. Contoh, seorang ibu yang waktunya terkuras habis di

tempat kerja tidak dapat meluangkan waktunya ketika sudah berada di

rumah atau keterlambatan ibu yang bekerja ketika sampai di tempat kerja

karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Kedua adalah

ketegangan, faktor ini timbul oleh salah satu peran dimana ketegangan

yang ada pada peran tertentu dapat mempengaruhi pelaksanaan peran

lainnya. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang

menunjukkan bahwa perawat yang memiliki ketegangan dalam keluarga

akan menurunkan semangat dan produktivitas kerjanya (Wulandari, 2013).

Terakhir adalah penyesuaian peran, hal ini terjadi jika seorang ibu tidak

bisa menyesuaikan perannya ketika harus menjadi ibu di rumah dan

menjadi pekerja di luar rumah.

Setiap pilihan pasti mendatangkan konsekuensi, begitu pula yang

dirasakan ibu yang bekerja. Cukup banyak masalah yang muncul karena

(42)

hanya berupa keletihan fisik, namun juga psikis. Hasil penelitian Barnett

& Hyde (dalam Syarifah & Kusumaputri, 2014) menunjukkan bahwa ibu

yang berperan ganda terbukti memiliki dampak negatif, seperti

meningkatnya

stress

, depresi dan gangguan fisik. Selain itu, ketika sebuah

perusahaan tidak memiliki kebijakan yang mengadaptasi dari masalah

konflik peran ganda pada karyawan perempuan akan menyebabkan

karyawan perempuan menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.

Situasi yang tidak menyenangkan di perusahaan akan memudahkan

munculnya stress yang kemudian berpengaruh pada kinerja karyawan

perempuan serta produktivitas dan profitabilitas perusahaan dalam jangka

panjang (Triaryati, 2003). Oleh sebab itu perlu adanya perhatian khusus

dari dalam diri dan juga lingkungan sekitar perempuan menikah yang

bekerja untuk menyikapi dampak konflik peran ganda agar tidak semakin

memperburuk keadaan.

D.

Regulasi Emosi Pada Ibu Bekerja Yang Mengalami Konflik Peran

Ganda

Meningkatnya jumlah pekerja perempuan di Jawa dan Bali sebesar

0,11% pada tahun 2012 (Kusumasmara, Widyawan, Wibowo & Hapsari,

2016) membawa dampak positif dan negatif dalam kehidupan ibu yang

bekerja. Dampak positif yang dirasakan adalah meningkatnya pendapatan

keluarga, dapat mengembangkan kemampuan diri dan memperluas

wawasan serta pertemanan (Hermayanti, 2014). Dampak negatif yang

(43)

bekerja letika dibutuhkan untuk urusan keluarga, lebutuhan keluarga yang

tidak dapat terpenuhi secara menyeluruh, kelelahan fisik yang muncul

karena terkurasnya tenaga saat bekerja menyebabkan ibu bekerja tidak

dapat dengan maksimal melakukan tanggung jawabnya sebagai ibu di

rumah secara maksimal dan tidak dapat menemani suami dalam

kegiatan-kegiatan tertentu (Latuny, 2012)

adalah adanya tuntutan waktu dan tenaga yang ekstra karena harus

melakukan pekerjaan sebagai ibu bekerja dan sebagai ibu rumah tangga

secara bersamaan. Selain itu, adanya konflik pekerjaan atau konflik rumah

tangga yang mempengaruhi satu dengan lainnya serta mulai berkurangnya

perhatian untuk anak. Adanya tuntutan peran pekerjaan dan tuntutan peran

rumah tangga disaat bersamaan menyebabkan munculnya konflik peran

ganda pada ibu bekerja.

Kahn, dkk (dalam Al Shofa & Kristiana, 2015) mendefinisikan

konflik peran ganda sebagai suatu situasi di mana adanya perbedaan

harapan yang menimbulkan ketidakselarasan tekanan peran sehingga

mengakibatkan konflik psikologis pada individu. Konflik peran ganda

yang dialami ibu yang bekerja membawa dampak negatif pada psikisnya.

Dampak psikis yang dirasakan oleh ibu yang bekerja, seperti tegang,

cemas, mudah marah, dan sedih. Pernyataan ini selaras dengan penelitian

yang dilakukan Barnett & Hyde (dalam Syarifah & Kusumaputri, 2014)

(44)

dan adanya gangguan fisik pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran

ganda.

Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari konflik

peran ganda maka perlu adanya regulasi emosi pada ibu yang bekerja.

Regulasi emosi menurut Widuri (2012) sebagai suatu kemampuan individu

dalam mengatur dan mengekspresikan emosi serta perasaannya dalam

kehidupan sehari-hari. Melengkapi pengertian sebelumnya Thompson

(1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai suatu proses pertanggung

jawaban individu dalam memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi

reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai tujuan tertentu.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi respon yang kurang tepat akibat

emosi negatif yang dirasakan (Sobur, 2003).

Regulasi emosi menurut Gross (2014) dapat dilakukan dalam

beberapa bentuk, pertama,

situation selection

dimana ibu yang bekerja

berusaha untuk mendekati, menjauh atau bahkan menghindari seseorang,

objek, tempat ataupun situasi yang dapat menimbulkan emosi. Kedua,

situation modification

yang merupakan usaha ibu yang bekerja untuk

memodifikasi situasi secara langsung yang mendatangkan situasi baru.

Ketiga,

attention deployment

dimana ibu yang bekerja berusaha untuk

mengarahkan perhatiannya didalam sebuah situasi untuk mengatur

emosinya. Dalam bentuk regulasi ini, ibu yang bekerja dapat

melakukannya dengan dua cara, yaitu distraksi dan konsentrasi. Distraksi

(45)

atau memindahkan perhatian jauh dari situasi yang tidak menyenangkan

secara bersamaan. Pengertian konsentrasi dalam bentuk regulasi emosi

Attention Deployment

adalah ketertarikan atau perhatian individu pada

keistimewaan emosi yang ditimbulkan akibat situasi tertentu. Keempat,

cognitive change

yang merupakan usaha ibu yang bekerja untuk merubah

cara pandangnya dalam menilai situasi ketika dirinya mengalami situasi

yang tidak menyenangkan. Terakhir,

response modulation

yang

merupakan usaha ibu yang bekerja untuk mengatur dan menampilkan

respon emosi yang tidak berlebihan. Regulasi emosi yang dilakukan

individu memiliki dampak positif apabila dilakukan dan memiliki dampak

negatif apabila individu tidak melakukan regulasi emosi dalam

kesehariannya. Dampak negatif yang terjadai pada diri individu apabila

tidak melakukan regulasi emosi, antara lain cenderung merasakan emosi

yang bergantian antara sedih dan bahagia, individu akan cenderung

dikuasai oleh emosi negatif serta melampiaskan emosi negatifnya pada

orang-orang disekitarnya (Yusuf, 2015). Kelima bentuk regulasi emosi

dalam

penelitian

sebelumnya

(Aprisandityas

&

Diana,

2012;

Kusumaningrum, 2012; Yusuf, 2015) menunjukkan adanya dampak positif

yang dirasakan apabila individu melakukan regulasi emosi pada dirinya.

Dampak positif yang dirasakan, diantaranya munculnya perasaan tenang

dalam diri, berkurangnya kecemasan dalam diri, menjadi lebih dekat

dengan Tuhan, emosi yang dirasakan lebih positif dan bahagia dalam

(46)

Skema 1 Kerangka Berpikir

E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian adalah

bagaimana gambaran regulasi emosi yang dilakukan ibu bekerja yang

mengalami konflik peran ganda.

Ibu yang Bekerja

Keluarga:

- Peningkatan pendapatan keluarga

- Waktu dengan keluarga berkurang

- Kurang terpenuhinya perhatian dan perawatan untuk anak dan keluarga

Konflik Peran Ganda

Emosi Negatif (Marah, Sedih, Cemas, Takut, Malu,

Cemburu, Rasa Bersalah, dan Iri)

Regulasi Emosi 1. Situation

selection 2. Situation

modification 3. Attention

deployment 4. Cognitive change 5. Response

modulation Pekerjaan:

- Terpenuhinya aktualisasi diri

- Bertambahnya wawasan dan pergaulan

(47)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Taylor (dalam Suwandi &

Basrowi, 2008) adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati. Penelitian kualitatif memiliki tujuan khusus dalam ranah

psikologi. Tujuan dari penelitian kualitatif difokuskan pada penggalian dari

pengalaman-pengalaman partisipan penelitian di mana pengalaman tersebut

menjadi dasar dalam besikap dan berperilaku dalam batasan fokus penelitian

(Herdiansyah, 2015).

Pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan oleh peneliti adalah

analisis isi deduktif atau analisis isi terarah (

directed content analysis

).

Analisis isi terarah menurut Hsieh dan Shannon (dalam Supratiknya, 2012)

memiliki tujuan untuk memvalidasi atau menguji ulang sebuah kerangka

teoritis atau bahkan sebuah teori. Supratiknya (2012) mengatakan bahwa

pendekatan ini sesuai jika diterapkan ketika sudah ada teori atau hasil-hasil

penelitian tertentu tentang suatu fenomen dan kita ingin memvalidasi atau

mengujinya kembali dalam konteks baru anatara lain dengan menggunakan

kelompok subjek yang baru pula. Hsieh dan Shannon (dalam Supratiknya,

(48)

digunakan untuk membantu peneliti dalam merumuskan pertanyaan penelitian

atau membantu menentukan skema awal pengkodean atau skema awal

hubungan antar kode.

B.

Fokus Penelitian

Fokus penelitian yang dilakukan peneliti lebih menekankan pada

bagaimana regulasi emosi pada ibu bekerja yang mengalami konflik peran

ganda.

C.

Partisipan Penelitian

Partisipan yang diteliti sejumlah 3 orang. Keputusan ini didasarkan

pada pernyataan Patton (1990) yang menyatakan bahwa tidak ada aturan pasti

untuk jumlah partisipan dalam penelitian kualitatif. Jumlah partisipan

tergantung pada apa yang ingin diketahui serta tujuan penelitian. Selain itu,

pemilihan 3 partisipan dalam penelitian juga bertujuan agar data yang

didapatkan lebih mendalam (Patton, 1990).

Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan

purposive

sampling

dan

snowball sampling. Purposive sampling

yaitu pemilihan

partisipan berdasarkan ciri-ciri atau keriteria yang sesuai dengan tujuan

penelitian (Herdiansyah, 2015). Untuk dapat mencapai tujuan penelitian, maka

peneliti menentukan beberapa kriteria untuk partisipan penelitiannya. Pertama,

partisipan penelitian adalah seorang ibu yang berusia dewasa awal dalam

rentang 21-40 tahun (Sobur, 2003). Kriteria ini dipilih dengan alasan bahwa

pada usia tersebut individu sedang mengalami fase kehidupan perkawinan,

(49)

seorang ibu yang berstatus karyawati atau pegawai. Ketiga, perusahaan atau

instansi tempat partisipan bekerja memiliki jam kerja terikat, yaitu kurang

lebih 7 jam/hari selama 5 hari kerja. Ibu yang bekerja dengan jam kerja yang

mengikat disertai dengan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga,

diharapkan konflik peran gandanya dapat terlihat.

Teknik sampling kedua adalah

snowball sampling

.

Snowball sampling

adalah penelusuran lebih lanjut yang bersifat sambung menyambung hingga

sampai pada sasaran yang hendak diteliti (Herdiansyah, 2015). Peneliti

menggunakan teknik ini dengan bertanya kepada orang tua, keluarga, kerabat

dan teman untuk mendapatkan partisipan yang sesuai dengan kriteria.

D.

Metode Pengambilan Data

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara

semi-terstruktur. Metode ini dianggap tepat karena pertayaan yang diajukan adalah

pertanyaan terbuka yang menghasilkan jawaban yang lebih bebas namun tidak

keluar dari konteks pembicaraan. Pertanyaan yang diajukan pada partisipan

lebih fleksibel, tergantung situasi-kondisi serta alur pembicaraan. Meskipun

terkesan bebas dan fleksibel, namun tetap ada kontrol di dalamnya. Kontrol

pada metode ini melalui acuan pedoman wawancara yang ditetapkan atau

dibuat peneliti sebelum melakukan wawancara pada partisipan. Pedoman

wawancara yang dibuat peneliti hanya topik-topik yang sekiranya dapat

diimprovisasikan sesuai situasi-kondisi dan alur pembicaraan alamiah antara

(50)

dan partisipan tidak keluar dari tema atau konteks penalitian (Herdiansyah,

2015).

Sebelum melakukan wawancara dengan partisipan, peneliti akan

membuat panduan wawancara yang bertujuan untuk mengingatkan peneliti

pada topik-topik yang ingin diketahui dari partisipan. Selain itu, panduan

wawancara juga tidak dibuat kaku agar mendapatkan jawaban yang mendalam

mengenai fenomena yang dialami oleh partisipan (Herdiansyah, 2015).

Selama proses wawancara, peneliti akan merekam semua jawaban partisipan

menggunakan

recorder

dan

handphone

yang kemudian akan dipindah menjadi

data tertulis berupa verbatim yang akhirnya akan dikoding sesuai dengan

tema-tema yang ada. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti membuat

pertanyaan utama untuk penelitian ini, berupa bagaimana regulasi emosi pada

ibu bekerja yang mengalami konflik peran ganda. Untuk mempermudah

mendapatkan jawaban atas pertanyaan utama tersebut maka peneliti akan

membuat beberapa pertanyaan kecil yang dapat membantu menjelaskan

bagaimana proses-proses yang terjadi pada partisipan dalam melakukan

(51)

Tabel 1. Panduan Pertanyaan Umum

Konflik Peran Ganda

1.

Bisakah ibu ingat-ingat dan ceritakan kembali pada saya pengalaman

pertama ibu ketika menjalani peran sebagai karyawan dan ibu rumah tangga

secara bersamaan?

2.

Kendala apa yang ibu alami ketika melakukan aktivitas kerja dan mengurus

rumah tangga?

3.

Apa yang ibu rasakan ketika menghadapi kendala tersebut?

4.

Bagaimana perasaan ibu ketika meninggalkan anak pertama kali untuk

bekerja?

5.

Bagaimana perasaan ibu ketika harus dengan terpaksa meninggalkan anak

yang sakit di rumah untuk keperluan pekerjaan?

6.

Bagaimana pendapat suami ibu ketika ibu memutuskan untuk bekerja?

7.

Apakah di kantor ibu ada sistem lembur? Bagaimana tanggapan keluarga

mengenai hal tersebut?

8.

bagaimana tanggapan keluarga ibu yang kurang / tidak mendukung sistem

kerja kantor ibu (lembur)?

9.

Bagaimana perasaan ibu ketika harus meninggalkan rumah dalam waktu

yang lama untuk keperluan pekerjaan?

Regulasi Emosi

10.

Bagaimana ibu mengelola perasaan sedih, marah, kecewa, takut cemas ibu

karena kendala mengatasi aktivitas sebagai pekerja dan ibu rumah tangga?

11.

Apa yang ibu lakukan untuk mencari ketenangan ketika merasakan

kesedihan, marah, kecewa, iri, cemas akibat ketidak mampuan ibu mengatasi

kendala sebagai ibu dan sebagai pekerja sekaligus?

12.

Dari beberapa cara ibu mengatasi perasaan sedih, kecewa, iri, takut, marah

dan cemas, kira-kira ada tidak cara paling efektif untuk mengatasi hal

tersebut?

13.

Ada tidak cara lain yang ibu temukan sekarang untuk mengatasi perasaan

sedih, kecewa, takut, cemas, iri dan marah karena menghadapi kendala

dalam menyelesaikan tututan rumah dan pekerjaan

E.

Proses Pengumpulan Data

Setelah pedoman wawancara dibuat, maka proses pengumpulan data

yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut:

1.

Menentukan partisipan yang sesuai dengan kriteria penelitian

2.

Ketika sudah mendapatkan calon partisipan, peneliti akan melakukan

(52)

sekaligus untuk menjelaskan maksud dan tujuan peneliti untuk

mendapatkan data yang digunakan untuk pemenuhan tugas akhir.

Selain

itu,

partisipan

menggunakan

kesempatan

ini

untuk

menscreening pengalaman partisipan apakah muncul konflik peran

ganda dalam perjalanan hidup peran ganda partisipan atau tidak. Jika

pengalaman konflik peran ganda yang diinginkan tidak ada maka

partisipan akan berterimakasih dan menghentikan proses pengambilan

data pada tahap ini kemudian mencari partisipan yang sesuai.

3.

Peneliti menjelaskan kepada setiap calon partisipan secara personal

mengenai topik dan tujuan penelitian.

4.

Peneliti bertanya pada partisipan mengenai kesediaan partisipan untuk

menjadi partisipan dalam penelitian dan memberikan data yang

dibutuhkan oleh peneliti

5.

Partisipan menandatangani

informed consent

sebagai tanda kesediaan

untuk menjadi partisipan pada penelitian ini

6.

Peneliti menanyakan kesediaan waktu partisipan untuk tatap muka

selanjutnya dan melaksanakan wawancara

7.

Peneliti dan partisipan akan melaksanakan wawancara sesuai dengan

jadwal yang disepakati bersama. Sebelum memulai wawancara,

peneliti akan meminta ijin pada partisipan untuk merekam semua

jawaban selama proses wawancara berlangsung menggunakan

handphone

dan

recorder

. Tujuan merekam semua jawaban adalah

(53)

8.

Peneliti mendengarkan hasil rekaman wawancara dan membuat

verbatim

9.

Setelah membuat verbatim, peneliti lalu memulai menganalisis data

yang ada

10.

Peneliti membaca hasil analisis data secara berulang dan jika masih

ada yang kurang, maka peneliti akan melakukan wawancara tambahan

untuk memperdalam data yang masih belum tampak dan kurang

mendalam.

11.

Hasil analisis yang sudah dibuat oleh peneliti, diberikan oleh teman

atau pembimbing peneliti untuk memperoleh kredibilitas penelitian.

F.

Analisis Data

Pelaksanaan analisis isi terarah dengan basis penerapan kategori secara

deduktif ini akan mencakup langkah-langkah sebagaimana diuraikan berikut

ini (Supratiknya, 2012):

1.

Menurut Elo dan Kyngas (dalam Supratiknya, 2012) peneliti harus

menyususn matriks kategorisasi. Hsieh dan Shannon (dalam

Supratiknya, 2012) mengatakan jika pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara, maka para partisipan yang dipilih peneliti akan

diberikan pertanyaan utama yang bersifat terbuka tentang aneka

pengalaman atau suka duka yang dialami atau dirasakan

masing-masing

partisipan.

Kemudian,

peneliti

juga

menyertakan

pertanyataan-pertanyaan lanjutan yang lebih terarah sekitar

Gambar

Tabel 4.   Data Partisipan ......................................................................................
Tabel Analisis Verbatim P1 ................................................................................
Tabel 1. Panduan Pertanyaan Umum
Tabel 2. Indikator Pengkategorisasian
+3

Referensi

Dokumen terkait

Data Penelitian Skala Konflik Peran Ganda pada Ibu Bekerja... Data Penelitian Skala

Saat shift malam, saya tidak terlalu khawatir pada anak saya karena ada suami yang menjaga.. Saya sering menolak ajakan suami

Listwise deletion based on all variables in the procedure... Listwise deletion based on all variables in the

kan saya seneng dik bisa ngeusahain ngasih ASI Eksklusif soalnya kan saya mau ngasih yang.. terbaik buat anak

Sedangkan menurut Holahan dan Gilbert dalam Schabracq (1996) yang menjadi sumber terjadinya konflik peran adalah saat seseorang memiliki anak, komitmen seseorang terhadap

peran ganda berada pada kategori rendah dengan ( mean 25,79) dan psychological well.. being berada pada kategori tinggi dengan ( mean

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya konflik intrapersonal yang dialami ibu bekerja akibat ketegangan yang terjadi antara id, ego, dan

Kebahagiaan adalah perasaan senang atau puas terhadap kondisi yang ada, adanya kesadaran untuk tidak menyesali/mengeluh terhadap hal-hal yang sudah terjadi,