• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Pontianak, 30 Januari 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA PENGANTAR. Pontianak, 30 Januari 2015 Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

i KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera untuk kita semua,

Puji syukur kitan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkah- Nya penyusunan Rencana Strategis Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak dapat diselesaikan.

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 tanggal 8 Januari 2015 maka Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Kalimantan Barat sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia menyusun Renstra Tahun 2015-2019.

Renstra Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak Tahun 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat berbagai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak dan menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan tahunan serta dalam pengukuran kinerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak.

Akhir kata, semoga Rencana Strategis Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak Tahun 2015-2019 dapat bermanfaat bagi kegaitan pengawasan obat dan makanan di Kalimantan Barat.

Pontianak, 30 Januari 2015

Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak

Dra. Corry Panjaitan, Apt NIP. 195805181989032001

(2)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR……….. . v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. KONDISI UMUM... 1

1.1.1 Peran Balai Besar POM di Pontianak Berdasarkan Peraturan ... 2

1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia ... 5

1.1.3 Capaian Kinerja Balai besar POM di Pontianak Periode 2010-2014 ... 12

1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN... 14

1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional ... 15

1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 16

1.2.3 Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) ... 16

1.2.4 Globalisasi, Perdagangan Bebas, dan Komitmen Internasional ... 17

1.2.5 Perubahan Iklim ... 19

1.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat ... 20

1.2.7 Kemajuan Teknologi ... 20

1.2.8 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk ... 21

1.2.9 Desentralisasi dan Otonomi Daerah... 22

1.2.10 Perkembangan Teknologi ... 23

1.2.11 Implementasi Program Fortifikasi Pangan ... 23

1.2.12 Jejaring Kerja ... 24

1.2.13 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) ... 24

BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN ORGANISASI... 33

2.1. VISI ... 33

2.2 MISI ... 34

2.3. BUDAYA ORGANISASI ... 36

2.4. TUJUAN ORGANISASI ... 36

2.5. SASARAN STRATEGIS ... 37

(3)

iii BAB III

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI, DAN KERANGKA

KELEMBAGAAN... 42

3.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL ... 42

3.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM RI ... 45

3.2.1. Arah Kebijakan Badan POM RI... ... 46

3.2.2. Strategi Badan POM RI... ... 46

3.3. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI PONTIANAK ... 51

3.3.1. Arah Kebijakan Balai Besar POM di Pontianak... ... 51

3.3.2. Strategi Balai Besar POM di Pontianak... ... 53

3.4. KERANGKA REGULASI ... 55

3.5. KERANGKA KELEMBAGAAN ... 58

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 60

4.1. TARGET KINERJA... 60

4.2. KERANGKA PENDANAAN ... 62

BAB V PENUTUP ... 64

(4)

iv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Sarana Produksi dan Distribusi di Tiap Kabupatn/Kota ... 5 Tabel 2. Profil Pegawai Balai Besar POM di Pontianak Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2015 ... 11 Tabel 3. Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019

Berdasarkan Analisa Beban Kerja ... 12 Tabel 4. Capaian Kinerja Balai Besar POM di Pontianak Periode 2010-2014 ... 12 Tabel 5. Rangkuman Analisis SWOT ... 29 Tabel 6. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja

Balai Besar POM di Pontianak ... 40 Tabel 7. Program/Kegiatan Strategis, Sasaran Program/Kegiatan

dan Indikator Balai ... 51 Tabel 8. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja ... 60 Tabel 9. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan ... 62

(5)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Pontianak ... 9 Gambar 2. Profil Pegawai Balai Besar POM di Pontianak

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 ... 11 Gambar 3. Pola Pikir Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Badan POM RI... 25 Gambar 4. Diagram Permasalahan dan Isu Strategis, Kondisi Saat Ini

dan Dampaknya ... 31 Gambar 5. Peta Strategis Balai Besar POM di Pontianak Periode 2015-2019... 33 Gambar 6. Logframe Balai Daerah ... 50

(6)

vi DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM di Pontianak LAMPIRAN II Matriks Kerangka Regulasi Balai Besar POM di Pontianak 2015-2019

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. KONDISI UMUM

Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, setiap instansi pemerintah wajib membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang sering disebut Rencana Strategis Kementerian / Lembaga (Renstra KL). Renstra KL memuat Visi, Misi, Tujuan, Arah kebijakan, Strategi dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan Fungsi Kementerian / Lembaga, yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Pada tahun 2015, Indonesia telah memasuki tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 sebagai mana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2007. Rencana yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 – 2019 tersebut, ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagi bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.

Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi organisasi, Balai Besar POM Pontianak menyusun Rencana Strategis 2015 – 2019.Rencana Strategis Balai Besar POM di Pontianak disusun berdasarkan Rencana Strategis Badan POM RI yang kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar POM di Pontianak .Penyusunan Renstra BBPOM di Pontianak 2015 – 2019 dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang – undangan dan hasil evaluasi pencapaian kinerja BBPOM di Pontianak tahun 2010 – 2014. Selanjutnya diharapkan Renstra BBPOM di Pontianak tahun 2015 – 2019 ini dapat meningkatkan kinerja BBPOM di Pontianak dibandingkan pencapaian periode berikutnya sesua dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

(8)

2 1.1.1. Peran Balai Besar POM di Pontianak berdasarkan Peraturan

Balai Besar POM di Pontianak merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. BPOM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementrian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan makanan di wilayah Indonesia.

Tugas, fungsi, dan kewenangan BPOM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.

Balai Besar POM di Pontianak adalah Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan tipe B yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 14 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Balai Besar POM di Pontianak mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan kebijakan Badan POM di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya di wilayah administratif Provinsi Kalimantan Barat.

Secara garis besar, dua dari tiga Fungsi BPOM yang dijalankan oleh BBPOM di Pontianak yaitu: (1) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di Provinsi Kalimantan Barat, termasuk pasar aman dari bahan berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan di Provinsi Kalimantan Barat. (2) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di ProvinsiKalimantan Barat melalui: a) Penyebarluasan public warning; b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan pengawasan

(9)

3 terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu, dan advokasi serta kerjasama dengan masyarakat dan berbagai pihak/lembaga lainnya

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Balai Besar POM di Pontianak sebagai unit pelaksana teknis Badan POM yang merupan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen, idealnya Balai POM Pontianak dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang hanya bergerak ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan. Namun, kendala luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu faktor utama yang sangat sulit bagi Balai Besar POM di Pontianak melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif.

Provinsi Kalimantan Barat yang sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan luas 146.807 km2, kurang lebih 7,53 persen dari luas wilayah Indonesia atau 1,13 kali dari luas pulau Jawa, garis lintas batas darat sekitar 1.020,66 km dan garis lintas laut sekitar 900 km. Provinsi ini mencakup 14 wilayah Kabupaten/Kota yang terdiri dari 2 kota dan 12 kabupaten.

Sebagian besar transportasi di wilayah kerja Balai Besar POM di Pontianak dilakukan dengan transportasi darat. Transportasi udara hanya dilakukan pada wilayah yang tidak dapat dicapai dengan transportasi darat atau memerlukan waktu yang lama bila melalui transportasi darat, karena akses/jaringan infrastruktur yang sulit, yaitu Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Kapuas Hulu, sedangkan kabupaten/kota lainnya ditempuh dengan transportasi darat.

Waktu tempuh untuk sampai ke wilayah kerja di tiap-tiap kabupaten/kota berbeda- beda. Estimasi rincian waktu tempuh ke wilayah kerja (ibu kota kabupaten / kota) di tiap-tiap kabupaten/kota 11 secara umum (dengan cacatan tidak ada kerusakan jalan ) adalah sebagai berikut :

 Kota Pontianak : -

 Kota Singkawang : 4 jam

 Kabupaten Kubu Raya : 1 jam

 Kabupaten Mempawah : 2 jam

 Kabupaten Bengkayang : 5 jam

(10)

4

 Kabupaten Sambas : 7 jam

 Kabupaten Landak : 5 jam

 Kabupaten Sanggau : 6 jam

 Kabupaten Sekadau : 7 jam

 Kabupaten Sintang : 9 jam (darat), 1 jam (udara)

 Kabupaten Melawi : 10 jam

 Kabupaten Kapuas Hulu : 22 jam (darat) ; 1,5 jam (udara)

 Kabupaten Kayong Utara : transportasi udara ke Ketapang 45 menit dilanjutkan 2 jam transport darat ke Kayong Utara

 Kabupaten Ketapang : 45 menit (transportasi udara)

Kondisi geografis Kalimantan Barat yang terbuka karena berbatasan darat langsung dengan Malaysia Timur yaitu Negara Bagian Serawak meningkatkan tantangan yang muncul akibat globalisasi pada pengawasan obat dan makanan. Ada 5 (lima) pintu masuk yang berbatasan langsung yaitu Entikong (Kab. Sanggau), Aruk (Kab.Sambas), Jagoi Babang (Kab.Bengkayang), Jasa (Kab.Sintang), dan Nanga Badau (Kab.Kapuas Hulu), namun lintas batas tidak resmi yang merupakan jalan jalan kecil jauh lebih banyak. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya praktek perdagangan yang tidak jujur/sehat melalui peredaran produk illegal / TMS seperti makanan impor tidak terdaftar, narkotika, obat palsu, obat tradisional tidak terdaftar dan atau dicampuri bahan kimia obat, kosmetika mengandung bahan berbahaya serta produk pangan yang tercemar bahan berbahaya dan tidak layak dikonsumsi cenderung meningkat, sehingga berpotensi membahayakan keselamatan / kesehatan masyarakat.

Kondisi geografis Kalimantan Barat tersebut berpengaruh terhadap kemampuan pengawasan sarana distribusi dan produksi di Kalimantan Barat. Secara keseluruhan terdapat 153 sarana produksi dan 2858 sarana distribusi dengan total 3011 sarana yang tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Barat. Sementara kemampuan SDM Balai Besar POM di Pontianak untuk melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi baru 42% ( 1264 sarana dari 3011 sarana).

(11)

5

Tabel 1.

Jumlah Sarana Produksi dan Distribusi di Tiap Kabupaten/Kota

No. Kabupaten/Kota Jenis Sarana

Produksi Distribusi

1 Kota Pontianak 58 912

2 Kab Kubu Raya 13 228

3 Kab Mempawah 12 146

4 Kota Singkawang 16 201

5 Kab Bengkayang 3 121

6 Kab Sambas 6 192

7 Kab Landak 0 91

8 Kab Sanggau 6 215

9 Kab Sekadau 7 104

10 Kab Sintang 6 186

11 Kab Melawi 6 96

12 Kab Kapuas Hulu 6 106

13 Kab Ketapang 10 193

14 Kab Kayong Utara 4 67

Jumlah 153 2858

1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 14 tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, struktur yang ada di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pontianak terdiri dari empat Bidang dan Sub Bagian Tata Usaha, yaitu:

1. Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen

2. Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi 3. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

4. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen 5. Sub Bagian Tata Usaha

6. Kelompok Jabatan Fungsional

Sesuai dengan struktur organisasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Pontianak yang ada, maka masing-masing bidang dan sub bagian memiliki tugas sebagai berikut:

1) Bidang Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen.

(12)

6 Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk narkotika, obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen.

2) Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya serta pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan pengendalian mutu di bidang mikrobiologi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya, dan Mikrobiologi menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium, pengendalian mutu hasil pengujian pangan, dan bahan berbahaya

b. pelaksanaan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium, dan pengendalian mutu hasil pengujian mikrobiologi

Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi terdiri dari:

a. Seksi Laboratorium Pangan dan Bahan Berbahaya, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium dan pengendalian mutu hasil pengujian pangan dan bahan berbahaya.

b. Seksi Laboratorium Mikrobiologi, mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pengelolaan laboratorium dan pengendalian mutu hasil pengujian mikrobiologi.

3) Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan

(13)

7 kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan, dan penyidikan obat dan makanan.

b. pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sarana pelayanan kesehatan di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya;

c. pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya; dan

d. evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan, dan penyidikan obat dan makanan.

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari:

a. Seksi Pemeriksaan, mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

b. Seksi Penyidikan, mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

(14)

8 4) Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.

Bidang ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan laporan pelaksaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu serta layanan informasi konsumen.

Dalam melaksanakan tugas Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan rencana dan program sertifikasi produk dan Layanan Informasi Konsumen

b. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distriusi tertentu c. Pelaksanaan layanan informasi untuk konsumen

d. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi produk dan layanan informasi konsumen

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri dari:

a. Seksi Sertifikasi, mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu.

b. Seksi Layanan Informasi Konsumen, mempunyai tugas melakukan layanan informasi untuk konsumen.

5) Sub Bagian Tata Usaha.

Sub bagian ini mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan Balai Besar POM Pontianak.Dalam melaksanakan tugas Sub Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :

a. Urusan Administrasi Kepegawaian

b. Urusan Administrasi Perencanaan dan Keuangan c. Urusan Administrasi Umum

d. Urusan Administrasi Perlengkapan dan Rumah Tangga Kantor e. Penerimaan Sampel Pihak Luar yang berhubungan dengan PNBP f. Pengelola Barang Milik Negara (BMN)

(15)

9 6) Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas : “Melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku”.

a. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari Jabatan Fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Jabatan Fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya.

b. Masing-masing kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasi oleh tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekretaris Utama Badan POM.

c. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

d. Jenis dan jenjang fungsional diatur berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku

Gambar 1.Struktur organisasi Balai Besar POM Pontianak

(16)

10 Balai Besar POM di Pontianak mempunyai dua Pos POM yaitu Pos POM Entikong dan Pos POM Aruk untuk membantu pengawasan obat dan makanan di wilayah pintu perbatasan resmi dengan negara Malaysia. Sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.2.1608 tahun 2006 tentang Pedoman Pos Pengawas Obat dan Makanan, Pos POM Entikong dan Aruk merupakan Pos POM tipe B (daerah perbatasan) yang strukturnya terdiri dari koordinator dan pengawas. Koordinator Pos POM bertanggung jawab langsung kepada Kepala Balai Besar POM di Pontianak dan bertugas membina dan melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain.

Keberadaan Pos POM Entikong dan Pos POM Aruk belum secara formal tercantum dalam struktur organisasi Balai Besar POM di Pontianak. Hal ini memerlukan perhatian khusus agar kedua Pos POM tersebut masuk ke dalam struktur organisasi Balai Besar POM di Pontianak. Untuk lebih mengoptimalkan kinerja kedua Pos POM tersebut seyogyanya diformalkan dalam jabatan struktural eselon IV di bawah koordinasi Kepala Balai Besar POM di Pontianak.

Perbaikan dalam struktur organisasi terkait Subbagian Tata Usaha juga perlu dilakukan. Subbagian tata usaha memiliki cakupan tanggung jawab yang luas sebagaimana tercantum di atas. Oleh karena itu, untuk optimalisasi fungsi manajemen sebaiknya diangkat menjadi eselon III untuk membawahi Kasubbag Perlengkapan dan Rumah Tangga, Kasubbag Perencanaan dan Keuangan, Kasubbag Umum dan Kepegawaian.

Untuk mendukung tugas-tugas Balai Besar POM di Pontianak sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang memadai. Jumlah SDM yang dimiliki Balai Besar POM di Pontianak untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2014 adalah sejumlah 80 orang. Adapun profil pegawai BBPOM di Pontianak dapat dijelaskan pada tabel 2 di bawah ini:

(17)

11 Tabel 2

Profil Pegawai Balai Besar POM di Pontianak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015 (per April 2015)

No Unit Kerja

S3 S2 Apoteke r/ Profesi S1 NON sarjana Jumlah

1 Kepala 1 1

2 Bid. Pengujian Teranokoko 0 0 9 1 4 14

3 Bid. Pengujian Pangan, Bahan

Berbahaya dan Mikrobiologi 0 0 6 5 5 16

4 Bidang Pemeriksaan dan

Penyidikan 0 4 5 1 6 16

5 Bidang Sertifikasi dan Layanan

Informasi 0 2 3 1 2 8

6 Sub Bag Tata Usaha 0 0 1 3 16 20

7 Petugas Pos POM 0 0 4 0 0 4

TOTAL 0 6 29 11 33 79

Dari Tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa 42% pegawai Balai Besar POM di Pontianak adalah non sarjana, sisanya S2 8%, Apoteker / Profesi 37%, S1 14%. Di bawah ini gambar 1.2.grafik komposisi persentase SDM Balai Besar Pom di Pontianak menurut pendidikan.

Gambar2

Profil Pegawai Balai Besar Pom di Pontianak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014

(18)

12 Dari komposisi SDM Balai Besar POM di Pontianak sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1.1 dan gambar 1.2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas dan kompetensi SDM secara berkesinambungan melalui capacity building yang terencana, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun ke depan.

Tabel 3

Kebutuhan SDM BPOM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban Kerja

1.1.3. Capaian Kinerja Balai Besar POM di Pontianak Periode 2010 – 2014

Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Balai Besar POM di Pontianak mempunyai tugas mengawasi peredaran obat dan makanan di wilayah Kalimantan Barat. Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Balai Besar POM di Pontianak pada tahun 2010 - 2014 dapat dilihat sesuai dengan pencapaianindikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 4

Capaian Kinerja Balai Besar POM di Pontianak periode 2010-2014

NO Indikator T*) Tahun 2014 Tahun

2013 Tahun

2012 Tahun

2011 Tahun 2010 2014 R**)(%) %C***) R (%) R (%) R (%) R (%) 1 Persentase kenaikan Obat

yang memenuhi standar 0.40% -2.94% -734.6% -0.69% -0.19% 0.38% baseline 2 Persentase kenaikan Obat

tradisional yang memenuhi

standar 1.00% 4.30% 430.40% 3.77% -0.38% 2.72% baseline

3 Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi

standar 1.00% 0.80% 80.07% 1.15% -0.07% -2.15% baseline

(19)

13

4 Persentase kenaikan suplemen makanan yang

memenuhi standar 2.00% 10.84% 542.25% 15.25% 10.85% 8.35% baseline 5 Persentase kenaikan

makanan yang memenuhi

standar 15.00% 3.75% 25.00% 14.63% 21.63% 5.16% baseline 6 Persentase Obat yang

Memenuhi Standar (Aman,

Manfaat & Mutu) 98.49% 95.15% 96.61% 97.40% 97.90% 98.47% 98.09%

7 Persentase Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (Tidak mengandung BKO)

99.00% 99.97% 100.98% 99.44% 95.29% 98.39% 95.67%

8 Persentase Kosmetik yang Memenuhi Syarat (Tidak Mengandung Bahan Berbahaya)

99.00% 99.97% 100.98% 100.32% 99.10% 97.02% 99.17%

9 Persentase Suplemen Makanan yang Memenuhi

Syarat Keamanan 98.00% 99.99% 102.04% 104.40% 100.00% 97.50% 89.15%

10 Persentase Makanan yang

Memenuhi Syarat 90.00% 80.02% 88.91% 90.90% 97.90% 81.43% 76.27%

Catatan:Sumber: LAKIP BALAI BESAR POM DI PONTIANAK 2014

*) T : Target

**) R : Realisasi

***) %C : Persentase capaian (realisasi dibandingkan terhadap target)

Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun 2010-2014 tersebut di atas, kinerja Balai Besar POM di Pontianak menunjukkan adanyafluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 indikator kinerja obat yang beredar telah memenuhi standar tercapai sebesar 95,15%,sedangkan obat tradisional beredar telah tercapai memenuhi syarat sebesar 99,97%. Untuk kinerja kosmetik beredar telah memenuhi syarat sebesar 99,97% dan kinerja suplemen makanan tercapai sebesar 99,99%, dan makanan beredar yang memenuhi syarat sebesar 80.02%.

Persentase/proporsi obat dan makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 cenderung mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010. Namun, penurunan terjadi pada persentase obat yang beredar memenuhi syarat. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengawasan obat dan makanan yang dilakukan oleh Badan POM selama ini harus terus ditingkatkan untuk mencegah bertambahnya sediaan obat yang substandar untuk beredar di masyarakat. Di lingkup Balai Besar POM di

(20)

14 Pontianak, peningkatan terutama perlu dilakukan pada pengawasan post market.

Untuk produk kosmetik misalnya, sejak diberlakukan Harmonisasi ASEAN pada 1 Januari 2011, produk kosmetik yang memenuhi syarat cenderung menurun, sedangkan jumlah produk kosmetik yang masuk ke Indonesia meningkat walaupun terdapat persentase kenaikan produk kosmetik yang memenuhi syarat di tahun tahun berikutnya. Begitu pula pada produk makanan, yang pada akhir periode Renstra 2010-2014, menunjukkan hasil yang belum menggembirakan yaitu dari target 90.00% produk makanan yang beredar memenuhi syarat hanya tercapai 80.02%. Untuk itu, perlu dilakukan upaya terobosan untuk melindungi masyarakat dari produk makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Pencapaian target Renstra 2010 – 2014 tersebut tidak dijadikan baseline untuk menetapkan target pada Renstra Balai Besar POM di Pontianak tahun 2015 – 2019 dikarenakan adanya perubahan definisi operasional pada tiap – tiap indikator kinerja.

Berdasarkan capaian kinerja utama Balai Besar POM di Pontianak sesuai dengan tabel 1.2 di atas, terlihat bahwa kinerja Balai Besar POM di Pontianak telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Namun hal ini tidak semestinya membuat Balai Besar POM di Pontianak berpuas diri dan menjadikan peran Balai Besar POM di Pontianak selesai. Bahkan dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang dinamis diharapkan peran Balai Besar POM di Pontianak dapatterus ditingkatkan. Balai Besar POM di Pontianak diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaitu agar pengawasan obat dan makanan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN

Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks.

Globalisasi membawa keleluasaan informasi, peningkatan arus distribusi barang dan jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang.Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya

(21)

15 pemanfaatan berbagai sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim, ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan penyebaran wabah penyakit, mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi oleh Balai Besar POM di Pontianak.Hal ini menuntut peningkatan peran dankapasitas instansi Balai Besar POM di Pontianak dalam mengawasi peredaran Obat dan Makanan di Kalimantan Barat.

Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal daninternal yang dihadapi oleh Balai Besar POM di Pontianak adalah sebagai berikut:

1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan.

Balai Besar POM di Pontianak sebagai UPT Badan POM penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu Obat dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif yaitu:

1. Pengawasan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab.

2. Pelaksanaan regulasi yang baik didukung dengan sumber daya yang memadai secara kualitas maupun kuantitas, sistem manajemen mutu, akses terhadap ahli dan referensi ilmiah, laboratorium pengujian mutu yang kompeten, independen, dan transparan.

3. Pembinaan dan pengawasan produksi dan distribusi obat dan makanan. Upaya ini dilakukan melalui inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, pengambilan dan pengujian sampel, surveilans, dan uji setelah pemasaran, serta pemantauan label dan penandaan, iklan, dan promosi.

(22)

16 4. Penegakkan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap

pelanggaran, termasuk pemberantasan produk palsu dan ilegal.

5. Perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif sebagai upaya yang terpadu antara upaya represif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

6. Perlindungan masyarakat terhadap pecemaran sediaan farmasi dari bahan-bahan dilarang atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan persyaratan.

1.2.2. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (SJSN).Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.Implementasi JKN membawa dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengawasan obat dan makanan. JKN menimbulkan peningkatan demand terhadap obat sebagai produk yang dibutuhkan dan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi obat.

Tuntutan peranan Balai Besar POM di Pontianak sebagai akibat berlakunya JKN adalah peningkatan pengawasan post market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar.Hal ini menuntut peningkatan kapasitas dan kapabilitas laboratorium pengujian Balai Besar POM di Pontianak.Begitu pula dengan pengembangan dan pemeliharaan kompetensi SDM pengawas obat dan makanan serta kuantitas SDM yang harus terus ditingkatkan.

1.2.3. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)

Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik.Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya

(23)

17 pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

Salah satu kondisi yang harus tercipta sebagai kelanjutan program ini adalah pencapaian JKN, termasuk didalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat atau vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi Balai Besar POM di Pontianak untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan.Hal ini bisa tercapai jika PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu Obat JKN. Tantangan bagi Balai Besar POM di Pontianak ke depan adalah intensifikasi pengawasan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya.

1.2.4. Globalisasi, Perdagangan Bebas, dan Komitmen Internasional

Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas,yang mencakup banyak bidang dan saling terkait. Proses ini dipicu dandipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yangsangat cepat. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagipembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yangmerugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakanyang responsif.

Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjianinternasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya areaperdagangan bebas/Free Trade Area (FTA). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6(Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand)Free Trade Area, ASEAN-China FTA, ASEAN-Japan Comprehensive EconomicPartnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN Australia-New

(24)

18 Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, negara-negara tersebut dimungkinkanmembentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untukmeningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional, berpeluang besarmenjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia, serta menciptakan pasarregional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barangdan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesiaakan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabungdalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industrifarmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalamnegeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.

Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakandan harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara danrakyat kita dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaantrans-nasional dan negara-negara lain tersebut.Masuknya produk perdagangan bebas tersebut merupakan persoalankrusial yang perlu segera diantisipasi.Realitas menunjukkan bahwa saat iniIndonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeriyang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi.

Selain sebagai pasar produk obat dan makanan, globalisasi ekonomi juga menjanjikan potensi bagi Indonesia sebagai produsen. Di Kalimantan Barat khususnya, sektor industri kian meningkat dengan 4,37% dari keseluruhan jenis industri tersebut merupakan industri makanan dan minuman tertama dalam bentuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Menghadapi komunitas ASEAN, daya saing UMKM obat tradisional maupun makanan perlu dibenahi. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan teknis untuk memenuhi persyaratan pendaftaran/standar mutu, rendahnyakesadaran dalam mendaftarkan produk, keterbatasan kemampuan aksesterhadap aplikasi elektronik, keterbatasan pembiayaaan penyesuaian standardan sertifikasi internasional (Hazard Analysis

(25)

19 Critical Control Point/HACCP, GMP, halal, International Standard Organization/ISO, analisa sertifikasi), maupun rendahnya penguasaan teknologi pelaku UMKM obat tradisional dan Makanan perlu mendapat perhatian BPOM. Perlu ada intervensi pembinaan(regulatory assistance) dan kebijakan yang berpihak kepada UMKM.Misalnya, penurunan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pendaftaran produk Obat tradisional risiko rendah produksi UMKM.

Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi, maka pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industriObat dan Makanan di Indonesia. Dengan adanya FTA, maka pemerintah harusmengembangkan kesiapan industri Obat dan Makanan untuk dapatmendukung pemerataan, keterjangkauan dan ketersediaan obat yang bermutu,aman, dan berkhasiat sehingga mampu bersaing dengan produk obat dari luarnegeri.

1.2.5. Perubahan Iklim

Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for Climate Change University of Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.

Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari prosesperubahan iklim, diperlukan peranan dari Balai Besar POM di Pontianak dalam mengawasi peredaranvarian obat baru dari jenis penyakit tersebut. Selain dari obat kimia, varianobat baru ini juga diikuti pula dengan varian obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar.Kondisi ini menuntut kerjakeras dari Balai Besar POM di Pontianak untuk melakukan pengawasan terhadap perkembangan peredaran obat tersebut.

(26)

20 1.2.6. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makroekonomi, yakni pendapatan perkapita sebesar USD3.500 tahun 2013 dan pada tahun 2014 telah ditetapkan World Bank menjadi 10 (sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia.Secara teori dan fakta, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas.

Konsumsi masyarakat dapat diukur dengan Indeks Tendensi Konsumen (ITK).

Indeks Tendensi Konsumen adalah indeks yang dapat memberikan gambaran mengenai situasi bisnis dan perekonomian secara umum menurut pendapatan konsumen yang didasarkan pada persepsi konsumen mengenai keadaan bisnis dan perekonomian. ITK Kalimantan Barat pada Triwulan IV-2014 sebesar 107,29 artinya kondisi ekonomi dari sisi konsumen dikategorikan baik dan pada triwulan I-2015 diperkirakan sebesar 110,04 artinya kondisi ekonomi konsumen membaik dan tingkat optimisme konsumen diperkirakan lebih tinggi. Pada produk makanan jadi dan bahan makanan, indeks tendensi konsumen mencapai nilai 123.96 yang menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk yang beredar cukup tinggi. Diharapkan peningkatan kepercayaan tersebut dapat dijadikan landasan untuk meningkatkan kinerja pengawasan produk obat dan makanan yang beredar.

1.2.7. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan program pengawasan obat dan makanan. Teknologi instrumentasi yang terus berkembang membantu proses pengujian produk obat dan makanan menjadi lebih cepat dan akurat. Selain itu, perkembangan teknologi informasi mendukung peningkatan efektivitas pengawasan obat dan makanan secara dua arah dari masyarakat maupun instansi pemerintah.Penyebaran informasi melalui media cetak, elektronik dan internet membuat informasi menjadi lebih cepat diketahui oleh masyarakat

(27)

21 luas.Masyarakat selain dapat mengakses informasi yang dibutuhkan terkait produk obat dan makanan yang dikonsumsi juga dapat memberikan umpan balik terhadap program pengawasan obat dan makanan yang dijalankan oleh pemerintah. Di sisi lain, penjualan produk obat dan makanan yang ditawarkan melalui situs interne sebagai bagian dari teknologi informasi kian marak.

1.2.8. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk

Rata – rata laju pertumbuhan penduduk Kalimantan Barat menurut Badan Pusat Statistik dalam kurun waktu 2010 – 2013 adalah sebesar 1,67 persen dengan jumlah total penduduk pada tahun 2013 sebesar 4,641 juta jiwa. Populasi terbesar pada kelompok umur 0-4 tahun dan menunjukkan tren kenaikan tiap tahunnya.Usia produktif antara 15 – 64 tahun juga mengalami tren kenaikan tiap tahunnya.

Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akancukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasikonsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan jugapenampilan, sehingga vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen produk yang cukup besar konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi Balai Besar POM di Pontianak untuk melakukan pengawasan terhadap berbagai jenisobat dan suplemen yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya.

Selain itu disimpulkan pula bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk, maka permintaan terhadap Obat dan Makanan juga akan semakinmeningkat, sehingga penawaran dari Obat dan Makanan juga akan meningkat.Potensi pasar yang besar membuat para produsen Obat dan Makanan baiklokal maupun internasional semakin meningkatkan volume maupunvariasinya. Bertambahnya jumlah volume dan variasi Obat danMakanan ini tentunya menuntut semakin besarnya peran Balai Besar POM di Pontianak dalam proses pengawasannya.

Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi. Kondisi inimenjadi tantangan

(28)

22 dan peluang bagi pemerintah untuk dapat memanfaatkanfase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yangsangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN.Pemanfaatan bonus demografi tersebut hanya dapat dilakukan jika SDM memiliki kualitas yang baik.Kualitas tersebut tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia.

Balai Besar POM di Pontianak sebagai UPT Badan POM mendukung kualitas SDM Indonesia pada umumnya dan Provinsi Kalimantan Barat pada khususnya dengan melakukan pengawasan keamanan, manfaat, dan mutu obat dan makanan untuk menghindari dan mengurangi resiko obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat dikonsumsi oleh penduduk.

1.2.9. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yangsemula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Hal ini berdampak pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless), dengan one line command (satu komando), sehingga apabila terdapat suatu produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.

Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan di antaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan belum optimal.

Untuk menunjang tugas dan fungsi Balai Besar POM di Pontianak dalam pengawasan diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pemangku kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah,masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimilikimasing-masing untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunankesehatan yang baik.

(29)

23 1.2.10. Perkembangan Teknologi

Kemajuan teknologi produksi di bidang Obat dan Makanan meliputi perkembangan vaksin baru dan produk biologi lain termasuk produk darah, produk jaringan, produk terapi gen, produk stem cell, produk hormon, pangan hasil rekayasa genetika, pangan iradiasi, perkembangan teknologi nano untuk produk dan kemasannya serta produk hasil inovasi lainnya. Ini adalah sebagian dari kemajuan teknologi produksi yang diprediksi akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kondisi ini menuntut BPOM meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sebagai lembaga pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium pengujian Balai Besar POM di Pontianak selaku “diagnosis pasti” adanya risiko yang beredar di masyarakat.

Selain itu, dengan kemajuan teknologi transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang, berbagai produk itu dimungkinkan dalam waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke pelosok - pelosoknya.Bagi pengawasan Obat dan Makanan, ini merupakan satu potential problem, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu, antisipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya.

Perkembangan teknologi informasi dapat pula mendukung jejaring distribusi obat dan makanan yang menimbulkan resiko beredarnya produk substandar semakin meningkat.Jalur distribusi terbuka melalui pemasaran dan transaksi produk obat dan makanan secara daring yang juga memerlukan pengawasan berbasis teknologi.

1.2.11. Implementasi Program Fortifikasi Pangan

Fortifikasi pangan merupakan salah satu cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih tingginya masalah gangguan kesehatan karena kurang yodium (GAKI).Penerapan fortifikasi

(30)

24 khususnya di Provinsi Kalimantan Barat harus diiringi dengan pengawasan oleh Balai Besar POM di Pontianak. Hasil pengawasan tepung terigu pada tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS sebesar 17% sedangkan produk garam sebesar 16%.

Kegiatan Intensifikasi pengawasan produk fortifikasiNasional (tepung terigu dan garam) merupakan upaya pengawasan produkpangan baik dalam rangka pemenuhan persyaratan (compliance) maupunsurveilan keamanan pangan.Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasipenerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) di sarana produksi dan Cara Ritel Pangan yang baik di sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasan terhadap kesesuaian label serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui sampling dan pengujian.

1.2.12. Jejaring Kerja

Balai Besar POM di Pontianak dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player.Untuk itu Balai Besar PPOM di Pontianak mengembangkan kerjasama dengan instansi terkait dalam mendukung tugas – tugas Balai Besar POM di Pontianak maupun pemangku kepentingan.Balai Besar POM di Pontianak telah memiliki jejaring kerja dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota seperti Tim OKKPD (Otoritas Kompetensi Keamanan Pangan Daerah) dan Tim Pengawasan dan Monitoring gula yang beredar di masyarakat.

1.2.13. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB)

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Balai Besar POM di Pontianak sebagai UPT Badan POM melaksanakan reformasi birokrasi sesuai PP Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design reformasi birokrasi 2010 – 2025. Upaya

(31)

25 atau proses RB yang dilakukan Balai Besar POM di Pontianak merupakan pengungkit dalam pencapain sarasan sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB Pola piker pelaksanaan RB Balai Besar POM di Pontianak mengacu kepada pola pikir pelaksanaan RB Badan POM sebagaimana Gambar 3 dibawah ini:

Gambar 3

Pola Pikir Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Badan POM

a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Balai Besar POM di Pontianai merupakan pelaksana tugas dan fungsi Badan POM RI di Provinsi Kalimantan Barat.Untuk menunjang pengawasan Obat dan Makanan di wilayah terpencil, terluar, dan wilayah perbatasan Balai Besar POM di Pontianak memiliki Pos POM Entikong dan Pos POM Aruk. Peran Balai Besar POM di Pontianak khususnya Pos POM Entikong sebagai pengejawantahan Nawacita butir ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpanganantar kelompok ekonomi masyarakat), perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan Balai Besar POM di Pontianak ke depan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka

(32)

26 meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Pontianak.

b. Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, Balai Besar POM Pontianak berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan.Komitmen Balai POM Pontianak tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008 dan Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005.

Upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan Balai Besar POM di Pontianak diantaranya melaui e-recruitment, e- procurement, dan Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT). Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja Balai Besar POM di Pontianak tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

c. Penataan Peraturan Perundang-undangan dan Penegakkan Hukum

Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM.Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan.Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang.

(33)

27 Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selainketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SKGubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota.Pada level operasional, Balai Besar POM di Pontianak telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas.

Tantangan ke depan, Balai Besar POM di Pontianak harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan,maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansiterkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasamadi Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian dampak ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran obat dan makanan.

d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkankapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Hal ini terutama dijalankan melalui sembilan program Percepatan Reformasi Birokrasi. Untuk mencapaitujuan tersebut, Balai POM di Pontianak telah mengimplementasikan Sistem AkuntabilitasKinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasilevaluasi Badan POM RI terhadap Laporan AkuntabilitasKinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) memperoleh nilai A di tahun 2013.

Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIPmenjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerjaBalai Besar POM di Pontianak.Namun, Balai Besar POM di Pontianak masih perlu melakukan penyempurnaan dalampenatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalammewujudkan pemerintahan yang akuntabel.

e. Penguatan Pengawasan

Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraanpemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).Melalui upaya pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM di

(34)

28 Pontianak, diharapkan dapatmeningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara diserta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang. Pengawasan yang dilakukan antara lain melalui kebijakanpenanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah(SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, implementasi whistle- blowingsystem, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritasmenuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih danMelayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawasan InternalPemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran.

f. Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematisdan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir danbudaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuaidengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalammelakukan perubahan, Balai POM di Pontianak telah membentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawaiBPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung palingutama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangkapelaksanaan RB.Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinantimbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasisecara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang danakan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dariforum pembelajaran atau inovasi.

(35)

29 Tabel 5.

Rangkuman Analisis SWOT

HASIL PEMBAHASAN (SWOT) Kekuatan

(Strengths)

1. Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional

2. Pimpinan dan SDM memiliki komitmen yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi.

3. Kualitas SDM memadai.

4. Kerja sama yang baik dengan pemangku kepentingan

5. Laboratorium yang telah terakreditasi.

Kelemahan (Weaknesses)

1. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama

2. Masih kurangnya dukungan IT

3. Kelembagaan Pusat dan Balai belum sinergi.

4. Kuantitas SDM belum memadai

5. Belum optimalnya struktur organisasi dan tata kerja

Peluang (Opportunities)

1. Adanya pedoman dan acuan pengawasan yang jelas

2. Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait

3. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Tantangan (Threats)

1. Letak geografis Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan luasnya wilayah cakupan pengawasan.

2. Kurangnya komitmen pelaku usaha untuk mematuhi aturan.

3. Perkembangan teknologi yangbelum dapat diimbangi dengan teknologi pengawasan.

(36)

30 HASIL PEMBAHASAN (SWOT)

4. Lemahnya penegakan hukum yang belum memberi efek jera.

Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Balai Besar POM di Pontianak perlu melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor- faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi Balai Besar POM di Pontianak periode 2015-2019. Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan ancaman, posisi organisasi Balai Besar POM di Pontianak harusnya melakukan pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan tujuan organisasi Balai Besar POM di Pontianak periode 2015-2019.

Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai Besar POM di Pontianak tersebut di atas telah diupayakan secara optimal untuk mencapai target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain:, (1) belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat (post-market) dan (2) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas terdapat beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran Balai Besar POMdi Pontianak dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 1.4 terdapat diagram yang menunjukkan analisis permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan tupoksi dan kewenangan Balai Besar POM di Pontianaksebagai berikut:

(37)

31 Gambar 4

Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya

Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas Balai Besar POM di Pontianak sebagai lembaga pengawasan obat dan makanan masih perlu terus dilakukan penguatan, baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan agar dapat memastikan berjalannya proses pengawasan obat dan makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, mutu serta khasiat/manfaat produk yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat.

Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi Balai Besar POM di Pontianak sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih

PERAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PONTIANAK Peningkatan Kinerja

Pengawasan Obat dan Makanan di Kalimantan Barat

Kemitraan dan pembinaan kepada pemangku kepentingan

Peningkatan kapasitas kelembagaan

BELUM OPTIMALNYA PERAN BALAI BESAR POM DI

PONTIANAK DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN

OBAT DAN MAKANAN

Belum optimalnya sistem pengawasan Obat dan Makanan

Belum optimalnya pembinaan dan bimbingan kepada pemangku

kepentingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan

Edukasi Publik

Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan

Gambar

Tabel 1. Jumlah Sarana Produksi dan Distribusi di Tiap Kabupatn/Kota  ..........    5  Tabel 2
Gambar 1.Struktur organisasi Balai Besar POM Pontianak
Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya
Tabel 6. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai Besar POM di Pontianak   periode 2015-2019
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tidak optimalnya pemakaian terminal maka terlihat kondisi Terminal Kertosono terkesan kumuh, kurang terawat sehingga umur konstruksi bangunan terminal

Adapun hasil uji T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara pekerja anak laki-laki dan perempuan pada nilai ekonomi anak masa depan..

Kami telah melakukan perhitungan kembali berkaitan dengan Matematis (penjumlahan, pengurangan dan sebagainya) dari seluruh transaksi yang ada/tercantum pada Daftar Laporan

Air permukaan yang dalam pasal 1 ayat 3 didefinisikan sebagai semua air yang terdapat pada permukaan tanah, dikelola berdasarkan satuan wilayah sungai yang terdiri dari satu

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persayaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Unit Kerja : Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya Tim Penjaminan Mutu (Quality Assurance), terdiri atas:.. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan

Cerita aneh, lucu dan kadang menggelikan tentang awal pertumbuhan kampus Un iversitas Muhammadiyah Malang yang dipimpin oleh Pak Malik Fadjar sengaja saya ungkap

Saya pernah mengalami di sebuah project yang menggunakan sebuah server yang kencang dengan memory mencapai ratusan GB, namun karena database design yang kacau,