• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH : NANDA LUCYA GULTOM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OLEH : NANDA LUCYA GULTOM"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

KEWAJIBAN PEMBERITAHUAN RIWAYAT KESEHATAN (Studi Putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen

Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016)”

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universtitas Sumatera Utara

OLEH :

NANDA LUCYA GULTOM NIM : 187005004/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)
(5)

harus dipenuhi sebelum perjanjian asuransi yang dikenal dengan istilah “prinsip itikad baik”. Salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip ini adalah menyembunyikan fakta tentang kesehatan diri Tertanggung dengan cara menyampaikan informasi secara tidak jujur yang terdapat pada Putusan Arbitrase / Mediasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016 yang dikeluarkan pada tanggal 14 April 2016 yang menjadi pembahasan pada penelitian ini. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu: bagaimana pengaturan tentang kewajiban pemberitahuan riwayat kesehatan dalam asuransi jiwa, apa hambatan yang akan terjadi dalam pengajuan klaim asuransi jiwa jika pihak Pemegang Polis melakukan kelalaian terkait dengan kewajiban pemberitahuan riwayat kesehatan dan bagaimana analisa pertimbangan hukum BPSK terhadap pembatalan surat penolakan klaim yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi terhadap pengajuan klaim meninggal dunia (Studi Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor:005/BPSK-TT/KEP/IV/2016).

Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan merupakan data primer yaitu data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik studi pustaka (library research) dan hasil wawancara. Seluruh data dianalisis dengan metode analisis data kualitatif.

Berdasarkan penelitian, pengaturan tentang Kewajiban Pemberitahuan dalam Asuransi tercantum pada Pasal 52 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 23/POJK.05/2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi dan pada Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Hambatan yang terjadi dalam Pengajuan Klaim Asuransi Jiwa Yang Diakibatkan oleh Kelalaian Pemegang Polis Terkait Kewajiban Pemberitahuan Riwayat Kesehatan adalah tidak cairnya uang pertanggungan atau disebut Penolakan Klaim. Analisa Pertimbangan hukum BPSK terhadap pembatalan surat penolakan klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi terhadap pengajuan klaim meninggal dunia pada putusan adalah terdapat beberapa hal yang keliru dalam analisa Hakim BPSK berupa ketidaksesuaian fakta hukum dengan kronologi kasus.

Kata Kunci : Prinsip Itikad Baik, Hambatan Pencairan Klaim Asuransi, Klaim Meninggal Dunia.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

****) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(6)

ABSTRACT

By: Nanda Lucya Gultom

Honest information from the Insured is one of the conditions that must be met before an insurance agreement is known as the "principle of good faith". One form of violation of this principle is hiding facts about the Insured's personal health by dishonestly conveying information contained in the Consumer Dispute Settlement Arbitration/Mediation Decision Number: 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016 issued on April 14,2016 which is the discussion in this study. The formulation of the problem in this study are: how is the regulation regarding the obligation to notify health history in life insurance, what are the obstacles that will occur in submitting a life insurance claim if the policyholder commits negligence related to the obligation to notify health history and how is the analysis of BPSK legal considerations on the cancellation of the letter. rejection of claims made by the Insurance Company against the submission of a death claim (Study of the Decision of the Consumer Dispute Settlement Agency Number: 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016).

This research method uses a descriptive normative juridical approach. The data used are primary data, namely secondary data collected by library research and interview results. All data were analyzed by qualitative data analysis method.

Based on the research, the regulation regarding the Obligation of Notification in Insurance is stated in Article 52 of the Financial Services Authority Regulation Number: 23/POJK.05/2015 concerning Insurance Products and Marketing of Insurance Products and in Article 251 of the Commercial Code (KUHD). Obstacles that occur in the filing of a Life Insurance Claim Due to the Negligence of the Policyholder Regarding the Obligation of Health History Notification is the non-disbursement of the sum insured or called Claim Rejection.

Analysis BPSK's legal considerations regarding the cancellation of the claim rejection letter made by the insurance company against the submission of a death claim in the decision are that there are several things that are wrong in the BPSK judge's analysis in the form of discrepancies between legal facts and the chronology of the case.

Keywords: Good Faith Principle, Barriers to Disbursement of Insurance Claims, Death Claims.

*) Students of the Faculty of Law, University of North Sumatra

**) Lecturer of the Faculty of Law, University of North Sumatra

***) Lecturer of the Faculty of Law, University of North Sumatra

****) Lecturer of the Faculty of Law, University of North Sumatra

(7)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kuasanya dapat diselesaikan penulisan Tesis ini, dengan judul, “Hambatan Pengajuan Klaim Asuransi Jiwa Disebabkan Kelalaian Pihak Pemegang Polis Terkait dengan Kewajiban Pemberitahuan Riwayat Kesehatan (Studi Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016)”. Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tentunya Tesis ini sukar untuk diselesaikan.

Untuk itu, dengan ketulusan hati, diucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada, sebagai berikut:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu, dan nasihat guna penyelesaian Tesis;

3. Ibu Dr. Agusmidah, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan I (satu);

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan II (dua);

5. Bapak Dr. Muhammad Ekaputra, S.H.,M.Hum., selaku Wakil Dekan III (tiga);

(8)

ii

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran ditengah kesibukan,serta memberikan nasihat, bimbingan, arahan serta bantuan guna penyelesaianTesis;

8. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran ditengah kesibukan, serta memberikan nasihat, bimbingan, arahan serta bantuan guna penyelesaianTesis;

9. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing III, yang telah memberikan ilmu, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran ditengah kesibukan, serta memberikan nasihat, bimbingan, arahan, bantuan guna penyelesaianTesis;

10. Kakak Frederina Septiani Gultom, S.E, Abang Donni Fernando Manurung,S.H, Keponakan kesayangan Jesse Leticia Anindira Manurung, Adik saya Wika Risda Gultom atas segala dukungan dan doanya;

11. Immanuel Tulus Margandatua Tambunan, S.H., M.H., yang selalu menjadi penyemangat dalam mengarungi pahit manisnya kehidupan di dunia hingga saat ini;

(9)

iii

12. Sahabat-sahabat seperjuangan selama perkuliahan di Magister Ilmu Hukum, yaitu: Yahya Ziqra, S.H., M.H, Restu Yandika Zendrato,S.H., Febby Farizky,S.H.,M.H., Adlya Nova,S.H., Maralutan Siregar, S.H., Syukur Kasih Lase, S.H., dan Maulana Harahap,S.H.,M.H., yang selalu ada untuk terus memberikan dukungan selama perkuliahan dan dalam penyelesaian Tesis ini;

13. Sahabat-sahabat terkasih yang termasuk dalam grup The Lawaks Club (TLC) yang juga merupakan rekan alumni Fakultas Hukum USU 2014 ;

14. Sahabat-sahabat penulis yang setia memberi support dan doanya hingga saat ini, yaitu : Yohana Hutagalung, S.Kg, dr. Clara Vica Tarigan, S.Ked, Kakak tersayang Bettiteresya Perangin-Angin, S.H., dr. Yenny Elisabeth Sigalingging,S.Ked. ;

15. Seluruh Staf Pengajar, Pegawai Tata Usaha dan Staff Keamanan pada Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara;

16. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Terkhusus kepada Ibu penulis, wanita terhebat dan orang pertama yang selalu mendoakan dan mensupport serta alasan utama penulis untuk mengemban studi di Magister Ilmu Hukum USU yaitu Riani Saragi Turnip (almarhum), dan Ayah penulis, orangtua satu-satunya yang masih ada untuk selalu mendoakan penulis dan supporter nomor satu, lelaki terbaik yang saya miliki yaitu Jairus James Gultom,S.E. Semoga

(10)

iv

segala kebaikannya mendapat balasan berkat dari Yesus Kristus Sang Juruslamat, dan kesempurnaan itu hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa maka Tesis ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis siap menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap tesis ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Medan, 16 Agustus 2021 Penulis,

NANDA LUCYA GULTOM

(11)

v

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nanda Lucya Gultom

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 13 November 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Kebangsaan : Indonesia

Status : Belum Menikah / Lajang

Alamat : Jl. Sei Arakundo Gg.Tula No.7A Medan

Email : nanda.lucya96@gmail.com

Latar Belakang Pendidikan Formal

Sekolah Tempat Tahun

SD SD.ST.Antonius II Medan 2002– 2008

SMP/MTs SMP. Santo Thomas 1 Medan

2008-2011 SMA/MAS SMA. Santo Thomas 1

Medan

2011 – 2014 S-1 (strata satu) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

2014 – 2018

S-2 (Magister) (M.H) Program Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara Konsenterasi Hukum

Bisnis

2018 – 2021

(12)

vi DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. i

RIWAYAT HIDUP ………... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 10

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Penelitian ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

2. Kerangka Konseptual ... 27

G. Metode Penelitian ... 31

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31

2. Sumber Data ... 32

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 34

4. Analisis Data ... 35

BAB II PENGATURAN TENTANG KEWAJIBAN PEMBERITAHUAN RIWAYAT KESEHATAN DALAM ASURANSI JIWA ………... 39

A. Prinsip-prinsip Perjanjian Asuransi dalam Peraturan Perundang-undangan ... 39

B. Prinsip Pemberitahuan dalam Asuransi Jiwa ... 44

1. Pemberitahuan oleh Pemegang Polis/Tertanggung tentang Riwayat Kesehatannya pada Perusahaan Asuransi ………... ... 44

a. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang … 44

b. Menurut Pengaturan Perusahaan Asuransi Jiwa Sequislife ………. . 48

2. Pemberitahuan oleh Perusahaan Asuransi tentang Ketentuam-ketentuan Produk Asuransi Jiwa terhadap Pemegang Polis /Tertaggung ………. . 50 a. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun

(13)

vii

2014 Tentang Perasuransian ………. 50

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.23/POJK.05/ 2015 Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi Jiwa ……… 51

c. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Berkenaan dengan Perilaku Buruk PelakuUsaha/ Pihak Asuransi ……….. 51

C. Implementasi Prinsip Pemberitahuan ... 49

1. Implementasi pada Perusahaan Asuransi ... 49

2. Implementasi pada Pemegang Polis ... 51

BAB III HAMBATAN DALAM PENGAJUAN KLAIM ASURANSI JIWA YANG DIAKIBATKAN OLEH KELALAIAN PEMEGANG POLIS TERKAIT KEWAJIBAN PEMBERITAHUAN RIWAYAT KESEHATAN ... 67

A. Hal-hal yang diatur dalam Polis Asuransi Jiwa ... 67

B. Jenis-Jenis Klaim Asuransi Jiwa ………… ... 69

C. Prosedur Pengajuan Klaim Meninggal Dunia ... 73

D. Hambatan-Hambatan yang Terjadi Jika Terdapat Kelalaian Terkait Kewajiban Pemberitahuan Riwayat Kesehatan oleh Pemegang Polis ... 80

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN TERHADAP PEMBATALAN SURAT PERMOHONAN KLAIM MENINGGAL DUNIA (Studi Putusan Badan Penyelesaian Konsumen Nomor: 005/BPSK/TT/KEP/IV/2016) ………. 82

A. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005 / BPSK-TT / KEP / IV / 2016 …………... 82

1. Kronologi Kasus ………. 82

2. Bukti-Bukti ………. 90

3. Pertimbangan Hukum Hakim BPSK……….. 90

4. Putusan Hakim BPSK ……… 93 B. Analisis Pertimbangan Hukum BPSK No: 005 / BPSK-

(14)

viii

TT/KEP/ IV / 2016 ………. 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 108

A. Kesimpulan ……….. 108

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan atas berbagai macam risiko yang bisa terjadi dan menimpa diri mereka sewaktu-waktu adalah salah satu penyebab tingginya jumlah pengguna asuransi belakangan ini. Hal ini tentu saja menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi perusahaan asuransi yang menyediakan layanan asuransi, dimana akan semakin luas pasar yang bisa diolah dan dijadikan sebagai sasaran penjualan produk yang mereka miliki.

Akan tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang belum memahami atau bahkan sama sekali tidak mengerti tentang asuransi, jenis-jenis asuransi, tujuan berasuransi, dan manfaat asuransi, apalagi untuk mengetahui lebih dalam tentang asuransi khususnya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.1

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyatakan bahwa Asuransi adalah :

Perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1. Penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat

1 Deny Guntara, "Asuransi dan ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya”, Jurnal Justisi Ilmu Hukum, Universitas Buana Perjuangan Karawang, Vol 1, No 1, 2016, hlm. 29.

(16)

yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.2

Salah satu bentuk perusahaan asuransi adalah asuransi jiwa, yaitu “asuransi khusus yang bergerak di bidang jasa perlindungan terhadap keselamatan jiwa seseorang dari ancaman bahaya kematian”. Contohnya adalah asuransi kecelakaan diri, asuransi jiwa berjangka, asuransi jiwa seumur hidup. Asuransi jiwa yang berkembang di Indonesia ada dua macam, yaitu asuransi jiwa tunggal dan asuransi jiwa bersama. 3

Perjanjian asuransi jiwa hanya boleh berlaku bila pemegang polis mempunyai kepentingan atas hidup orang yang jiwanya diasuransikan dan tidak boleh mencari keuntungan dengan mempertanggungkan jiwa tertanggung. Jika hal tersebut terjadi maka perjanjian asuransi jiwa akan batal demi hukum.4

Pemegang Polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah untuk mendapatkan pelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya, tertanggung, atau peserta lain.5

Menurut ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “setiap perjanjian harus dilandasi oleh itikad baik para pihak yang mengadakan perjanjian”. Hal demikian berlaku pula pada perjanjian asuransi.

2 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

3 Ferdy Novril, “Penentuan Besar Cadangan Pada Asuransi Jiwa Bersama Dwiguna Dengan Metode Illinois”, Jurnal Matematika, Universitas Andalas, Vol 5, No 3, 2016, hlm.2.

4 Ibid.

5 Ibid, hlm.3.

(17)

Perjanjian asuransi mempunyai sifat-sifat khusus dibandingkan dengan jenis-jenis perjanjian lain yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) diartikan bahwa, “tertanggung harus menyadari bahwa pihaknya mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan yang sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya dan selengkap-lengkapnya mengenai keadaan obyek yang diasuransikan”.6

Pasal 251 KUHD menyatakan bahwa, “Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal”.7

Keterangan secara jujur sangat penting bagi lembaga asuransi karena dari keterangan tersebut, akan dapat dianalisis risiko calon tertanggung sehingga dapat ditentukan besar premi yang harus dibayar. Keterangan secara jujur dari tertanggung merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sebelum perjanjian asuransi dibuat secara kongkrit dalam bentuk polis, yang dikenal dengan principle of utmost good faith yaitu “prinsip itikad baik atau prinsip kejujuran yang

sempurna, yakni setiap tertanggung berkewajiban memberitahukan secara jelas dan teliti mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang

6 Abdulkadir Muhammad, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 4.

7 Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

(18)

diasuransikan serta tidak mengambil untung dari asuransi”. Perjanjian asuransi yang telah disepakati kedua pihak merupakan perbuatan hukum (das sein) yang mana kedua pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian asuransi tersebut (das sollen).8

Salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip itikad baik ini adalah menyembunyikan fakta tentang kesehatan diri tertanggung dengan cara menyampaikan informasi secara tidak jujur. Pelanggaran tersebut dapat menyebabkan persoalan hukum dikemudian hari terhadap perjanjian yang telah dibuat antara tertanggung dengan lembaga asuransi sebagai penanggung. Terutama jika terjadi klaim asuransi (jiwa) dari tertanggung, keluarga atau ahli warisnya.

Penanggung menyatakan bahwa tertanggung tidak melaksanakan itikad baik sehingga klaim asuransi yang diajukan ditolak oleh perusahaan asuransi.9

Perjanjian asuransi jiwa memiliki unsur kepentingan tidak hanya terbatas pada kepentingan tertanggung tetapi dapat pula ditujukan untuk kepentingan pihak ketiga (penerima manfaat) yang sudah ditentukan oleh pemegang polis pada awal pembuatan asuransi jiwa tersebut. Ketika tertanggung yang menjadi objek tanggungan dalam asuransi jiwa telah meninggal dunia, maka penerima manfaat dapat mengajukan klaim asuransi jiwa kepada pihak asuransi.10

8 Ibid.

9 Esther Masri Jurnal Krtha Bhayangkara, “Pelanggaran Prinsip Itikad Baik dalam Perjanjian Asuransi pada P.T. Asuransi Jiwasraya Cabang Padang”, Jurnal Hukum, Universitas Diponegoro, Vol.12, No.1, Juni 2018, hlm. 39.

10 Ibid, hlm.40.

(19)

Maka pihak perusahaan asuransi harus melihat apakah benar penerima manfaat mempunyai kepentingan atas meninggalnya tertanggung. Untuk itu pihak asuransi dalam memberikan uang pertanggungan akan mengacu pada polis, dimana dalam polis telah dimuat nama dari penerima manfaat yang ditunjuk serta status atau hubungannya dengan tertanggung ketika nantinya tertanggung meninggal dunia.11

Saat ini prinsip yang umum diakui adalah terdapatnya pertalian darah yang dekat atau pertalian hukum sudah cukup membuktikan adanya kepentingan yang dapat diasuransikan tanpa harus membuktikan adanya pertalian keuangan. Ini artinya hubungan suami istri, orang tua dan anak, kakek dengan cucu dan saudara sekandung sudah cukup untuk memenuhi persyaratan kepentingan yang dapat diasuransikan. Prinsip ini biasanya tidak berlaku untuk hubungan keluarga yang lebih jauh, seperti paman, tante dan keponakan. Selain itu dalam hubungan bisnis, sejumlah keadaan dapat menimbulkan suatu kepentingan yang dapat diasuransikan. Sebagai contoh adalah majikan mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan dalam hidup pegawainya. Tetapi tetap saja, penerima manfaat mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa dia adalah penerima manfaat yang ditunjuk oleh tertanggung. Hal ini dapat dibuktikan dengan menunjukkan polis asli dan identitas diri penerima manfaat kepada pihak asuransi. 12

11 Abulkadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Cetakan Ketiga, ( Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1977) , (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hlm. 42.

12 Radiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Seri Umum Ke-10, (Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo,1992), hlm. 116.

(20)

Pada dasarnya tidak semua permohonan klaim yang diajukan oleh penerima manfaat secara otomatis akan dibayar oleh pihak asuransi (perusahaan asuransi jiwa), tetapi dari permohonan klaim tersebut harus dilakukan penelitian sebelumnya. Ketentuan mengenai batasan-batasan tanggung jawab pihak asuransi dalam melaksanakan kewajibannya kepada penerima manfaat telah diatur dalam polis asuransi jiwa, dimana pada masing-masing perusahaan asuransi jiwa memiliki kebijakan yang berbeda dalam menentukan batasan-batasan tersebut.13

Setiap perusahaan asuransi jiwa, dalam hal ini bertindak sebagai pihak asuransi (penanggung), mempunyai kebijakan yang berlainan dalam menentukan apakah permohonan klaim dari tertanggung atau penerima manfaat dapat diterima atau tidak oleh pihak asuransi. Hal ini bertujuan agar perjanjian asuransi jiwa tersebut tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.14

Salah satu hak yang diterima oleh penerima manfaat adalah pembayaran biaya tanggungan pengobatan pemegang polis selama di rumah sakit serta uang pertanggungan yang sesuai pada awal perjanjian asuransi jiwa dalam bentuk klaim.15

Salah satu contoh kasus terkait dengan permasalahan tersebut yaitu pada Putusan Arbitrase / Mediasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor :

13 Ratna Syamsiar , “Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential”

Jurnal Hukum, Universitas Lampung, Vol 7, No 1 2013, hlm. 356.

14 Hilda Yunita Sabrie, “Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa Akibat Tertanggung Bunuh Diri”

Jurnal Hukum,Universitas Negeri Semarang, Vol 26, No 1,2011, hlm.36.

15 Ratna Syamsiar, Op.Cit, hlm.4

(21)

005/BPSK-TT/KEP/IV/2016 yang dikeluarkan pada tanggal 14 April 2016.

Putusan tersebut membahas mengenai persengketaan antara Ahli Waris dari Pemegang Polis Asuransi Jiwa Squislife yang bernama “Tjaidi” dengan PT.Asuransi Jiwa Sequislife. Adapun duduknya perkara adalah sebagai berikut:

Tan Lie Lie adalah seorang nasabah pada PT. Asuransi Squislife yang bergabung pada tanggal 20 Mei 2015. Pengisian data pada Surat Permintaan Asuransi (SPA) ditulis oleh agen bernama Meiliana tanpa ditandatangi oleh Tan Lie Lie selaku Pemegang Polis sekaligus Tertanggung dengan tanda tangan yang tercantum berupa 1 (satu) garis lurus.

Pada awal pengisian data, agen melakukan wawancara dengan Pemegang Polis dan tercatat tidak ada riwayat penyakit yang akut, cacat badan dan mental yang bertentangan dengan ketentuan dalam polis asuransi untuk pencairan dana klaim ke depannya dan yang bersangkutan dalam keadaan sehat. Pengisian data diselesaikan tanpa ada dilakukan medical check-up dari agen dan perusahaan asuransi PT.Squislife. Angsuran dana premi yang akan dibayar oleh Pemegang Polis sebesar Rp.1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu rupiah) setiap bulannya dengan jumlah pembayaran tanggungan sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah).

Pada tanggal 24 September, Tan Lie Lie meninggal dunia karena sakit yang dideritanya sesuai dengan Surat Kematian dari dokter yang merawatnya pada RSU. Sri Pamela. Setelah masa duka berlalu, pihak ahli waris dari Tan Lie Lie (Penerima Manfaat Asuransi) mengajukan klaim sesuai dengan ketentuan akan

(22)

tetapi klaim ditolak oleh Perusahaan Asuransi tersebut berdasarkan surat No.78 s/d 80/K/MC/SQ/I/2016 pada tanggal 19 Januari 2016 dengan isi sebagai berikut : 1. Bahwa Tertanggung meninggal dunia pada tanggal 24 September 2015 di RS

Pamela Tebing Tinggi dengan diagnosa kematian adalah CKD (Chronic Kidney Disease) dan hal ini sudah melanggar syarat dan ketentuan dalam pencairan uang santunan.

2. Bahwa pada saat pengisian Surat Permintaan Asuransi tanggal 20 Mei 2015, terdapat pernyataan yang tidak sesuai dengan faktanya, yaitu tentang riwayat kesehatan. Pada waktu pengisian data, Tan Lie Lie menyatakan bahwa dirinya sehat dan tidak ada pernah melakukan sinar x (rontgen), laboratorium, dll dan.

Faktanya, Tan Lie Lie pernah dirawat jalan dengan diagnosa Hipertensi, Dislipidemia, Hiperuricenemia.

Atas tindakan tersebut, pihak Ahli Waris (Penerima Manfaat) menuntut PT.Squislife untuk melaksanakan kewajibannya yaitu membayar santunan jiwa sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah) yang telah disepakati pada awal perjanjian dan mengajukan keberatan / gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Tebing Tinggi untuk dapat memberikan keadilan serta menghukum PT.Squislife untuk membayar ganti rugi atas tindakan pencemaran nama baik yang menyatakan bahwa pemegang polis, Tan Lie Lie selaku Ibu kandung dari ahli waris (Penerima Manfaat) dinyatakan terkena penyakit akut yang pada faktanya Tan Lie Lie (Pemegang Polis dan Ibu kandung Penggugat tidak pernah memiliki riwayat penyakit tersebut dan penelusuran

(23)

dilakukan Pihak Perusahaan Asuransi secara sepihak tanpa izin dari keluarga Pemegang Polis) sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Beberapa hal penting yang menjadi alasan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berasuransi perlu dibarengi dengan peningkatan pelayanan asuransi yang semakin baik.

2. Terdapatnya kemacetan dalam pencairan klaim manfaat asuransi akibat adanya ketidaksesuaian pernyataan dari pihak pemegang polis dengan penelusuran sepihak oleh asuransi.

3. Opini masyarakat yang menganggap banyaknya perusahaan asuransi yang hanya mengambil keuntungan pribadi atas perjanjian asuransi dan merugikan masyarakat dalam pelaksanaannya.

Maka dari beberapa alasan di atas, sangat perlu dilakukan penelitian dengan judul, “Hambatan Pengajuan Klaim Asuransi Jiwa Disebabkan Kelalaian Pihak Pemegang Polis terkait dengan Kewajiban Pemberitahuan Riwayat Kesehatan (Studi Putusan Arbitrase/Mediasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016)”.

(24)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahkan dalam penelitian tesis ini yaitu :

1. Bagaimana pengaturan tentang kewajiban pemberitahuan riwayat kesehatan dalam asuransi jiwa?

2. Apa hambatan yang akan terjadi dalam pengajuan klaim asuransi jiwa jika pihak Pemegang Polis melakukan kelalaian terkait dengan kewajiban

pemberitahuan riwayat kesehatan?

3. Bagaimana analisa pertimbangan hukum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap pembatalan surat penolakan klaim yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi terhadap pengajuan klaim meninggal dunia (Studi Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK- TT/KEP/IV/2016)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang kewajiban pemberitahuan dalam asuransi jiwa.

(25)

2. Untuk mengetahui hambatan yang akan terjadi dalam pengajuan klaim asuransi jiwa jika pihak pemegang polis melakukan kelalaian terkait dengan kewajiban pemberitahuan.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum BPSK terhadap pembatalan surat penolakan klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi terhadap pengajuan klaim meninggal dunia. (Studi Putusan Arbitrase/Mediasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016).

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus pada penelitian tesis ini dan tujuan yang ingin dicapai, makan diharapkan penelitian dapat memberikan manfaat seabgai berikut :

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum asuransi pada khususnya, yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pengaturan tentang kewajiban pemberitahuan dalam asuransi jiwa.

b. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan kepustakaan maupun referensi bagi penelitian lanjutan lainnya.

(26)

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan juga mampu memberikan sumbangan secara praktis, yaitu :

a. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan juga mampu memberikan sumbangan dan saran bagi pengembangan ilmu hukum, khususya hukum asuransi mengenai kewajiban pemberitahuan dalam pengisian riwayat penyakit calon nasabah asuransi.

b. Praktisi hukum

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada praktisi hukum agar dapat menegakan hukum jika terjadi permasalahan dalam penerimaan manfaat asuransi, khususnya jika keadaan pemegang polis (pembayar premi) telah meninggal dunia.

c. Masyarakat

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih memahami prosedur penerimaan manfaat asuransi khususnya dalam keadaan pemegang polis (pembayar premi) telah meninggal dunia serta masyarakat lebih menjalankan itikad baik jika dalam posisi sebagai calon nasabah dengan bersikap jujur mengenai riwayat kesehatannya.

(27)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan di Fakultas Magister Ilmu Hukum diseluruh Universitas yang ada di Indonesia, baik secara fisik maupun online judul tesis yang berjudul “Kendala Pengajuan Klaim Asuransi Jiwa Disebabkan Kelalaian Pihak Pemegang Polis terkait dengan Kewajiban Pemberitahuan (Studi Putusan Arbitrase / Mediasi Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016)” belum pernah dilakukan.

Namun ada beberapa penelitian sebelumnya terkait judul tersebut antara lain :

1. Dudi Badruzaman. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, STAI Sabili Bandung dengan judul, “Perlindungan Hukum Tertanggung Dalam Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa”. Adapun perumusan masalahny sebagai berikut :

a. Bagaimana perlindungan hukum tertanggung dalam pembayaran klaim asuransi jiwa?

b. Bagaimana tanggung jawab perusahaan asuransi dalam pembayaran klaim asuransi jiwa?

c. Bagaimana penyelesaian sengketa dan perbedaan unsur premi asuransi syari’ah dengan dan konvensional?

2. Panji Adhisetiawan. Program Studi Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Indonesia dengan judul “Analis Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi

(28)

Diamond Investa antara PT Asuransi Jiwa Bakrie dengan Tertanggung”.

Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Apakah jenis produk asuransi “diamond investa” yang diterbitkan oleh PT.

Asuransi Jiwa Bakrie?

b. Bagaimana bentuk pelanggaran yang terjadi pada penempatan investasi yang dilakukan oleh Bakrie Life berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 424/KMK.06/2003 Jo. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 158/PMK/010/2008?

c. Bagaimana upaya hukum atas penyelesaian klaim asuransi “Diamond Investa” yang dapat dilakukan oleh pihak tertanggung pada kasus ini?

3. Eti Andriani. Program Studi Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala dengan judul, “Pelaksanaan Kewajiban Pemberitahuan Tentang Objek Oleh Tertanggung Kepada Penanggung Pada Asuransi Kendaraan Bermotor”.

Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Bagaimana pelaksanaan kewajiban pemberitahuan oleh pihak tertanggung terhadap objek yang diasuransikan?

b. Bagaimana penerapan ganti rugi pada asuransi kendaraan bermotor yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas?

c. Apakah penyebab penolakan klaim asuransi pada PT.Asuransi Ramayana Tbk Cabang Banda Aceh?

(29)

4. Nur Eka Pradata. Program Studi Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Reguler, Universitas Indonesia dengan judul, “Analisis Yuridis Dampak Penerbitan Polis Terhadap Pengajuan Klaim Oleh Tertanggung Dalam Asuransi Kesehatan”.

Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Bagaimana kedudukan polis dalam asuransi kesehatan menurut peraturan perundang-undangan?

b. Bagaimana tanggung jawab penanggung dan tertanggung dalam asuransi kesehatan apabila polis belum terbit?

c. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat belum diterbitkannya polis terkait pengajuan klaim oleh tertanggung dalam asuransi kesehatan?

5. Komang Ayu Devi Natasia . Program Studi Hukum Bisnis, Universitas Udayana dengan judul, “Upaya Hukum terhadap Penolakan Klaim Asuransi Jiwa oleh PT Prudential Life Assurance Cabang Gatsu”. Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Bagaimana prosedur pengajuan klaim dan faktor-faktor yang menyebabkan klaim ditolak oleh PT.Prudential Life Assurance Cabang Gatsu?

b. Apa faktor yang menyebabkan klaim ditolak oleh PT Prudential Life Assurance Cabang Gatsu?

c. Upaya hukum atas penolakan klaim dalam pelaksanaan Asuransi Jiwa pada PT Prudential Life Assurance Cabang Gatsu?

(30)

Setelah melakukan screening mengenai kesamaan atau telah dilakukannya penelitian sebelumnya mengenai hambatan pengajuan klaim asuransi jiwa disebabkan kelalaian pihak Pemegang Polis, tidak ada satupun penelitian yang membahas dan mendekati hal tersebut. Maka daripada itu, penelitian ini sangat orisinil keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dikarenakan penelitian yang baru dan belum ada yang menyinggung atau meneliti hal tersebut.

Adapun perbedaan antara penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang akan dibahas yaitu pada rumusan masalah yang terdapat pada penelitian-penelitian di atas, yang hanya sekedar membahas peran dan tanggung jawab setiap pihak- pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi jiwa khususnya dalam pelaksanaan pencairan klaim asuransi jiwa, sedangkan pada penelitian ini lebih spesifik membahas tentang hambatan-hambatan yang terjadi pada pengajuan klaim asuransi jiwa (klaim meninggal dunia) yang disebabkan adanya kelalaian Pihak Pemegang Polis terkait kewajiban pemberitahuan riwayat kesehatannya. Selain itu, perbedaan yang terdapat pada penelitian yang akan dibahas yaitu adanya kronologi permasalahan atau alur cerita yang terdapat pada Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor : 005/BPSK-TT/KEP/IV/2016 dimana terdapat ketidaksesuaian isi putusan dengan kronologi kasus yang terjadi dan tertulis dalam isi putusan tersebut.

(31)

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori

Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya, berpedoman pada teori maka akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial ang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya perpecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.16

Suatu penelitian diperlukan adanya landasan teoritis. Landasan teoritis merupakan “kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas maupun konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu permasalahan.”17 Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam suatu penelitian hukum. 18

Teori hukum merupakan “cabang ilmu hukum yang menganalisis secara kritis dalam perspektif interdisipliner, dari berbagai aspek perwujudan (fenomena) hukum secara tersendiri atau menyeluruh, baik dalam konsepsi

16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2003), hlm.6.

17 M.Solly Lubis dan Salim,HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm.54.

18 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Majur, 1994), hlm.80.

(32)

teoritis maupun dalam pelaksanaan praktis dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih baik dan uraian yang lebih jelas tentang bahan-bahan yuridis ini.”19

Adapun kerangka teori yang akan dijadikan landasan untuk menjawab rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah teori kepastian hukum, teori perjanjian, teori perlindungan hukum dan teori perlindungan konsumen.

a. Teori Kepastian Hukum

Bagir Manan berpendapat bahwa :

“kepastian hukum tidak selalu sama dengan keadilan, bahkan ada kemungkinan saling bertolak belakang dengan keadilan, tetapi tanpa kepastian akan menjadi sangat menjadi subyekif karena sepenuhnya terantum pada si pembuat ketentuan atau yang mengendalikan kepastian.

Keadilan yang seperti ini dapat melahirkan ketidakadilan”20 Berbeda dengan pendapat Gustav Redbruch, kepastian hukum merupakan salah satu nilai dasar dari hukum. Mengenai kepastian hukum yang paling penting adalah peraturannya, terlepas peraturan itu adil atau tidak adil dan bermanfaat bagi masyarakat atau tidak.21

Van Apeldorn mengemukakan dua pengertian tentang kepastian hukum, seperti berikut :

1) Kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah kongkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah

19 Bani Affan, “Analisis yuridis atas hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian antara driver/ pemilik kendaraan dengan perusahaan penyedia jasa aplikasi transportasi online”, Jurnal Hukum, hlm.13.

20 Farida Fitriyah, Hukum Pengadaan Tanah Transmigrasi, (Malang : Setara Press,2016), hlm 37-38.

21 Ibid.

(33)

konkrit, pihak-pihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut.

2) Kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak ang bersengketa dapat dihindari dari kesewenang-wenangan penghakiman. 22 Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan “sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.”

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.23

Teori Kepastian Hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu :

1) Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan;

2) Keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan ataudilakukan oleh negara terhadap individu.24

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan.

Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu

22 Peter Mahmud Marzuki I, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm.59-60 (untuk selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki II).

23 Asikin zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pres, 2012), hlm.4

24 Peter Mahmud Marzuki I, Op.cit, hal.137.

(34)

tersimpul dua tugas lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna.25

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara factual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk.26

Hubungan yang dikaitkan dengan penelitian ini yaitu untuk menjawab permasalahan no.1 tentang bagaimana hukum tertulis yang paling tepat dan pasti untuk menjelaskan peraturan kewajiban pemberitahuan khususnya pemberitahuan riwayat kesehatan dalam asuransi jiwa.

Pengaturan disebut sebagai nilai dasar hukum yang mengikatnya. Adanya nilai dasar hukum tesebut dapat menjadi informasi dan aturan mengikat diantara kedua belah pihak yaitu Pemegang Polis dan Perusahaan Asuransi untuk melaksanakan itikad baiknya dengan menjelaskan riwayat kesehatan Pemegang Polis dengan sejujur-jujurnya sehingga Perusahaan Asuransi

25 M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, USU Medan, 2007, hlm. 43.

26 Cst Kansil, Christine, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus Istilah Hukum, (Jakarta : Jala Permata Aksara, 2009), hlm. 385.

(35)

dapat menentukan jenis polis yang paling tepat untuk kebutuhan kesehatan Pemegang Polis.

b. Teori Kesepakatan

Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.27

Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak. 28

Menurut Riduan Syahrani bahwa :

“Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan”.29

27 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

28 Ibid.

29 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung : Alumni, 2000), hlm. 214.

(36)

Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah : “Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”30

Kesepakatan berarti “ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.” Dalam hal ini, antara para pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini artinya adalah “bebas dari kekhilafan (dwaling, mistake), paksaan (dwang, dures), dan penipuan (bedrog, fraud).” Secara a contrario, berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata, perjanjian menjadi tidak sah, apabila kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.31

Suatu perjanjian dianggap lahir atau terjadi, pada saat dicapainya kata sepakat antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Kata sepakat atau consensus mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan

kehendaknya masing-masing untuk menutup sebuah perjanjian dan kehendak yang satu sesuai secara timbal balik dengan pihak yang lain.

Pernyataan kehendak tersebuat selain dapat dinyatakan secara tegas dengan

30 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm.16.

31 Shanti Rachmadsyah., Hukum Perjanjian, diakses dari www. hukumonline.com pada tanggal 25 April 2020 pukul 12.00 WIB.

(37)

kata-kata juga dapat dilakukan dengan perbuatan atau sikap yang mencerminkan adanya kehendak untuk mengadakan perjanjian.32

Berdasarkan penjelasan di atas alasan penggunaan teori kesepakatan adalah teori ini sangat relevan untuk menjawab permasalahan no.2 dalam penelitian yang membahas tentang kendala yang akan terjadi dalam pengajuan klaim asuransi jiwa jika pihak pemegang polis melakukan kelalaian terkait dengan kewajiban pemberitahuan.

Perusahaan asuransi dengan tegas akan menjelaskan kepada calon nasabah yang disebut dengan “Pemegang Polis” tentang bagaimana isi polis atau hal-hal yang akan disepakati atau diperjanjikan selama polis asuransi bersifat aktif. Setiap pernyataan akan meimbulkan dampak positif dan negatif bagi kedua belah pihak.

Pengajuan klaim dapat dilakukan jika polis asuransi dalam keadaan aktif.

Pengajuan klaim merupakan hak dari Pemegang Polis maupun Penerima Manfaat yang sudah ditunjuk oleh Pemegang Polis pada saat awal pembentukan perjanjian asuransi.

Teori ini dapat membantu dalam memperoleh jawaban dalam penelitian ini terkait apa saja kendala atau dampak yang akan terjadi dalam pengajuan

32 Shanti Rachmadsyah., Hukum Perjanjian, diakses dari www. hukumonline.com pada tanggal 25 April 2020 pukul 12.00 WIB.

(38)

klaim yang dilakukan Penerima Manfaat asuransi, jika pada awal pembuatan polis pihak Pemegang Polis tidak menjalankan itikad baik dalam kesepakatan, yaitu tidak menjelaskan riwayat kesehatan pribadinya dengan jujur atau disebut dengan istilah tidak melaksanakan “kewajiban pemberitahuan” dalam asuransi jiwa.

c. Teori Keadilan

Keadilan berasal dari kata adil, menurut Kamus Bahasa Indonesia adil adalah "tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah.” Adil terutama mengandung arti bahwa “suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif.”33 Keadilan pada dasarnya adalah “suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ketempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut.”34

Indonesia menggambarkan keadilan dalam Pancasila sebagai dasar negara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan dalam hidup

34 Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum Edisi Lengkap (Dari Klasik ke Postmodernisme), Ctk.Kelima, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2015, hlm. 241.

(39)

bersama. Adapun keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungannya manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya. manusia dengan masyarakat, bangsa, dan negara, serta hubungan manusia dengan Tuhannya.35

Teori Keadilan Thomas Hobbes ialah “suatu perbuatan dapat dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.” Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa keadilan atau rasa keadilan baru dapat tercapai saat adanya kesepakatan antara dua pihak yang berjanji.

Perjanjian disini diartikan dalam wujud yang luas tidak hanya sebatas perjanjian dua pihak yang sedang mengadakan kontrak bisnis, sewa- menyewa, dan lain-lain. Melainkan perjanjian disini juga perjanjian jatuhan putusan antara hakim dan terdakwa, peraturan perundang-undangan yang tidak memihak pada satu pihak saja tetapi saling mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan publik.36

Roscoe Pound melihat keadilan dalam hasil-hasil konkrit yang bisa diberikannya kepada masyarakat. Ia melihat bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Pound sendiri mengatakan, bahwa ia sendiri senang melihat:

35 Ibid, 242.

36 Ibid.

(40)

“semakin meluasnya pengakuan dan pemuasan terhadap kebutuhan, tuntutan atau keinginan-keinginan manusia melalui pengendalian sosial; semakin meluas dan efektifnya jaminan terhadap kepentingan sosial; suatu usaha untuk menghapuskan pemborosan yang terus- menerus dan semakin efektif dan menghindari perbenturan antara manusia dalam menikmati sumber-sumber daya, singkatnya social engineering semakin efektif”.37

Teori Keadilan Hans Kelsen adalah “suatu tertib sosial tertentu yang dibawah lindungannya usahqqa untuk mencari kebenaran dapat berkembang dan subur”. Karena keadilan menurutnya adalah keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, keadilan demokrasi–keadilan toleransi.38

Keadilan hukum bagi masyarakat tidak sekedar keadilan yang bersifat formal-prosedural, keadilan yang didasarkan pada aturan-aturan normatif yang rigid yang jauh dari moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan. Lawan dari keadilan formal-prosedural adalah keadilan substantif, yakni keadilan yang ukurannya bukan kuantitatif sebagaimana yang muncul dalam keadilan formal, tetapi keadilan kualitatif yang didasarkan pada moralitas publik dan nilai-nilai kemanusiaan dan mampu mermberikan kepuasan dan kebahagiaan bagi masyarakat.39

Hukum nasional hanya mengatur keadilan bagi semua pihak, oleh karenanya keadilan didalam perspektif hukum nasional adalah keadilan yang menserasikan atau menselaraskan keadilan-keadilan yang bersifat umum

37 Muhammad Syukri Albani Nasution, Hukum dalam Pendekatan Filsafat, Ctk. Kedua, (Jakarta : Kencana, 2017), hlm. 217-218.

38 Ibid, hlm.219

39 Umar Sholehudin, Hukum dan Keadilan Masyarakat, (Surabaya : Setara Press,2017), hlm.43.

(41)

diantara sebagian dari keadilan-keadilan individu. Dalam keadilan ini lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara hak-hak individu masyarakat dengan kewajiban-kewajiban umum yang ada didalam kelompok masyarakat hukum.40

Alasan penggunaan teori ini adalah untuk menjawab permasalahan no. 3 dalam penelitian ini, yaitu bagaimana lembaga BPSK memutuskan gugatan perkara yang disampaikan oleh pihak ahli waris terhadap Perusahaan Asuransi PT. Lembaga BPSK menggunakan teori keadilan untuk menilai sikap dan putusan bagaimana yang paling tepat agar bersifat adil di kedua belah pihak sehingga memutuskan untuk membatalkan surat penolakan klaim yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi PT.Squislife terhadap pengajuan klaim meninggal dunia yang dilakukan oleh ahli waris pemegang polis.

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah “hasil penalaran dari pengusul proposal yang berisi penjelasan tentang hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.” Kerangka konseptual ini pada dasarnya merupakan alur pikir yang memberikan arah bagi jalannya penelitian secara konseptual. Kerangka konseptual disusun dengan memperhatikan konsep-

40 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, (Bandung, Alumni, 2000), hlm.30.

(42)

konsep hukum yang terkandung dalam kerangka teoritis yang dipergunakan sebagai pisau analisis penelitian.41

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Asuransi Jiwa

Asuransi jiwa adalah “sebuah layanan asuransi yang digunakan sebagai bentuk perlindungan terhadap timbulnya kerugian finansial atau hilangnya pendapatan seseorang atau keluarga akibat adanya kematian anggota keluarga (tertanggung) yang biasanya menjadi sumber nafkah bagi keluarga tersebut”.42

b. Manfaat Asuransi

Asuransi jiwa berguna untuk menanggulangi kerugian finansial yang tidak terduga akibat risiko kematian atau risiko hidup terlalu lama. Hal ini membantu para nasabah asuransi jiwa untuk mengcover biaya hidup keluarga yang ditinggalkan atau bahkan membiayai dirinya sendiri di masa tua. Uang Pertanggungan ialah bentuk tanggung jawab dari pihak penanggung atau “ganti rugi” apabila terjadi sesuatu terhadap hal yang ditanggungkan (pihak tertanggung). Hal inilah disebut dengan manfaat asuransi.43

c. Keadaan Evenement

Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenement dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung.

41 Pedoman penulisan tesis magister ilmu hukum, op.cit. hlm.7.

42 Deny Guntara, Asuransi dan ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya, Jurnal Justisi Ilmu Hukum, Universitas Buana Perjuangan Karawang, Vol 1, No 1, 2016, hlm. 29.

43 https://www.pfimegalife.co.id/, Proteksi, Manfaat Asuransi yang Wajib diketahui, di akses pada tanggal 2 Juli 2020 pukul 13.00 WIB.

(43)

Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan bahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenement) dalam asuransi jiwa. Evenement ini hanya 1 (satu), yaitu ketidakpastian kapan meniggalnya seseorang sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenement ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis. 44

d. Klaim Asuransi

Klaim asuransi adalah “sebuah permintaan resmi kepada perusahaan asuransi, untuk meminta pembayaran berdasarkan ketentuan polis asuransi.”45

e. Pemegang Polis

Pemegang polis adalah “pihak yang memiliki wewenang untuk memegang polis yang disetujui sekaligus pembayar premi”.46

f. Penerima Manfaat

Penerima manfaat dalam asuransi jiwa adalah “ahli waris yang ditunjuk oleh pemegang polis untuk menerima uang pertanggungan dan namanya disebutkan dalam polis asuransi jiwa.”47

44 Henky K. V. Paendong, “Perlindungan Pemegang Polis Pada Asuransi Jiwa dikaitkann dengan Nilai Investasi”, Vol.1, No.6, Juli 2020.

45 Sri Handayani, Pengaruh Penyelesaian Klaim Asuransi Terhadap Pencapaian Target Penjualan Produk Asuransi AJB Bumiputera 1912 Cabang Bengkulu, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu, hlm. 79.

46 Ibid.

47 Allianz Indonesia, Siapa Saja yang Dapat Menjadi Penerima Manfaat dalam Asuransi Jiwa ? diakses oleh www.allianz.co.id pada tanggal 27 Februari 2020.

(44)

g. Ahli Waris

Ahli waris adalah “seseorang atau beberapa orang yang ditunjuk oleh Pemegang Polis dan menurut hukum yang berlaku adalah sah dan dibuktikan dengan dokumen yang sah menurut ketentuan yang berlaku di Republik Indonesia, sebagaimana tertera dalam Halaman Data Polis, untuk menerima manfaat Asuransi jika Tertanggung meninggal dunia.” 48

h. BPSK

BPSK adalah “suatu Badan/Lembaga independent, badan publik yang mempunyai tugas dan wewenang antara lain melaksanakan penanganan dan penyelesaianan sengketa konsumen secara Konsiliasi, Mediasi dan Arbitrase, memberikan konsultasi perlindungan konsumen, melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, melaporkan kepada penyidik umum, menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran, memanggil dan menghadirkan saksi serta menjatuhkan sanksi administrative terhadap pelaku usaha yang melanggar.”49

48 Sequislife You Better Tomorrow, Dictionary of Insurance, diakses dalam www.

sequislife.co.id pada tanggal 15 Juli 2020 pukul 08.30 WIB.

49 Zainul Akhyar, Harpani Matnuh, Hardianto, “Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Banjarmasin”, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Vol.5, No.10, November 2015, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat, hlm.74.

(45)

G. Metode Penelitian

Metode adalah “proses prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia.” Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai “proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian”50

Penelitian hukum adalah “suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematis dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.”51 Metode penelitian adalah “upaya ilmiah untuk memahami dam memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.”

Metode dapat berarti jalan atau cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 52Metode Penelitian dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan di dalam penelitian ini adalah tipe penelitian hukum yuridis normatif.” Metode penelitian yuridis normatif adalah

50 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta:ANDI, 2000), hlm.4.

51 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 1996), hlm.6.

52 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta : Gramedia, 1997), hlm.16.

(46)

penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan- bahan kepustakaan atau data sekunder belaka.53

Penelitian ini dilakukan guna untuk mendapatkan bahan-bahan berupa: teori- teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan. Ruang lingkup penelitian hukum normatif menurut Soerjono Soekanto meliputi: 54

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum secara vertikal dan horisontal.

d. Perbandingan hukum.

e. Sejarah hukum.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang artinya “penelitian berupaya untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.”55

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah “data primer, data sekunder dan data tersier”.

53 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 13.

54 Ibid, hlm. 14

55 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm.29.

(47)

a. Data primer adalah “data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian empris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung kepada narasumber.56 Bahan hukum primer berupa bahan hukum perundang-undangan yang berhubungan dengan materi penelitian yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

b. Bahan hukum sekunder yaitu:

“Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang bersumber dari buku-buku, jurnal-jurnal hukum, pendapat para pakar hukum dan praktisi hukum, dan yurisprudensi yang berkaitan dengan penelitian ini”. Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan terdiri dari buku-buku, jurnal, hasil karya ilmiah dan berbagai makalah yang berkaitan dengan hukum asuransi.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu "bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum atau istilah hukum serta Buku Polis Asuransi Jiwa PT. Squislife.

56 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op.cit, hlm.156.

(48)

3. Teknik Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

1) Penelitian kepustakaan (library research), yaitu “penelitian hukum sebagai sebuah sistem norma, asas-asas, kaidah dari peraturan perundang- undangan, perjanjian, dll yang dimaksud untuk mendapatkan konsepsi, teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu yang berhubungan dengan objek telaahan peneliti.”57

Data yang diperoleh dari studi kepustakaan selanjutnya akan ditafsirkan atau diinterpretasikan untuk memperoleh kesesuaian penerapan peraturan perundang-undangan yang dihubungkan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

2) Penelitian lapangan (field research) yaitu “penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi secara langsung di lapangan.”58 Penelitian ini dilakukan pada PT. Squislife cabang Medan.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut :

1) Studi dokumen yaitu dengan cara memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data terhadap referensi hukum berupa buku-buku dan karya ilmiah

57 Mukti Fajar Nur Dewanta dan Yulianto Achmad, Op.cit, hlm. 34.

58 Moh.Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005), hlm.24.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Pasal 27 ayat (6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor …./POJK.05/2013 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, perlu

Pembubaran reksadana diatur dalam Pasal 45 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK/.04/2016 Tentang Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (selanjutnya

Sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 4/POJK.03/2015 Pasal 51 dan 52, maka PT. BPR NUSANTARA BONA PASOGIT 15 telah menunjuk seorang anggota Direksi

Dasar hukum dalam pengawasan dan pengaturan Industri financial disektor Jasa Keuangan adalah pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

Definisi gadai juga disebutkan dalam Pasal 1 Angka 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 /POJK.05/2016 Tentang Usaha Pegadaian yaitu bahwa “gadai adalah suatu hak

(2) Kewajiban melakukan pengumuman dan keterbukaan informasi sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 13, Pasal 18, Pasal 21, dan Pasal 23 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat 3 Anggaran Dasar Perseroan dan pasal 17 ayat 1 serta Pasal 52 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa