• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Preekslampsia dan Dislipidemia 2.1.1 Pengertian preekslampsia dan dislipidemia

2.1.1.1 Pengertian Preeklampsia

Preeklampsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa.

(Yeyeh & Rukiyah, 2010).

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini, 2009).

2.1.1.2 Pengertian dislipidemia

Dislipidemia merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian disfungsi endotel pada preeklampsia. Sehingga dislipidemia dapat disimpulkan berperan dalam kejadian preeklampsia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida serta penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL)

(2)

9

Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat disertai penurunan kadar HDL kolesterol (Hartono, A. 2010).

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Bays, H, E., Peter, H, J., William, V, B., Jacabson, T, A. 2014) Dislipidemia dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya memiliki peran yang penting dan sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibahas sendiri-sendiri. Dimana hasil pengukuran kadar kolesterol serum memenuhi salah satu atau keseluruhan kriteria berikut:

2.1.1.2.1 Kadar kolesterol total meningkat, > 200 mg/dl.

2.1.1.2.2 Kadar trigliserida meningkat, > 150 mg/dl.

2.1.1.2.3 Kadar kolesterol LDL meningkat, > 130 mg/dl.

2.1.1.2.4 Kadar kolesterol HDL menurun, < 40 mg/dl.

2.1.2 Etiologi preeklampsia dan dislipidemia 2.1.2.1 Etiologi preeklampsia

Penyebab terjadinya preeklampsia sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa teori yang menerangkan penyebab terjadinya preeklampsia yaitu:

2.1.2.1.1 Implantasi plasenta disertai invasi trofoblastik abnormal pada pembuluh darah uterus. Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami remodeling ekstensif karena invasi oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel ini menggantikan

(3)

10

lapisan otot dan endotel untuk memperlebar diameter pembuluh darah. Vena-vena hanya diinvasi secara superfisial. Namun pada preeklampsia, mungkin terjadi invasi trofoblastik inkomplit (Fisher, M., King, J., & Tague, G. 2009).

Plasentasi yang kurang baik ini mengakibatkan stres oksidatif pada plasenta sehingga terjadi retriksi pertumbuhan janin dan pelepasan faktor-faktor plasental ke sistemik yang mencetuskan respons inflamasi serta aktivasi endotel sistemik dan menimbulkan sindrom preeklampsia. (Cunningham

& Gary, 2012).

Gambar 2.1. Invasi trofoblastik abnormal (Cunningham & Gary. 2012)

2.1.2.1.2 Faktor imunologis dimana terjadi toleransi imunologis yang bersifat maladaptif di antara jaringan maternal, paternal (plasental), dan fetal. Pada preeklampsia menurut Easterbrook., Frank, H., & Daniel, R, F.

(2011), trofoblas ekstravilus mengekspresikan antigen leukosit manusia G (HLA-G) yang bersifat imunosupresif dalam jumlah yang kurang sehingga

(4)

11

berpengaruh pada kecacatan vaskularisasi plasenta.

Faktor-faktor yang berperan terhadap reaksi radang yang dipacu secara imunologis ini dirangsang oleh mikropartikel plasenta dan adiposit (Cunningham &

Gary. 2012).

2.1.2.1.3 Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamatorik yang terjadi pada kehamilan normal. Perubahan inflamatorik diduga merupakan kelanjutan dari plasentasi yang abnormal. Iskemik yang diakibatkan karena karena kecacatan dalam plasentasi mencetuskan respon dilepaskannya faktor-faktor plasenta yang menyebabkan timbulnya sindrom preeklampsia (Harmon, S, M., Geopert, J, M., & Bennet, R, W.

2009).

2.1.2.1.4 Faktor-faktor genetik, termasuk gen predisposisi yang diwariskan, serta pengaruh epigenetik.

Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan akibat interaksi gen-gen yang diwariskan orang tua yang mengendalikan sejumlah besar fungsi metabolik dan enzimatik di setiap sistem organ (Cunningham & Gary, 2012).

2.1.2.2 Etiologi Dislipidemia

Etiologi dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya seperti:

2.1.2.2.1 Faktor Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya kolesterol HDL. Resiko terjadinya dislipidemia pada wanita lebih besar daripada pria.

Sebagaimana penelitian Cooper pada 589 perempuan

(5)

12

didapatkan respon peningkatan kolesterol sedikit berbeda yaitu kadar LDL kolesterol meningkat lebih cepat sedangkan kadar HDL kolesterol juga meningkat sehingga rasio kadar kolesterol total/HDL menjadi rendah (William, R., & Donald, S, F. 2014).

2.1.2.2.2 Faktor Usia

Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin menurun, begitu juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga bercak perlemakan dalam tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL relative tidak berubah.

Pada usia 10 tahun bercak perlemakan sudah dapat ditemukan di pembuluh darah. Prevalensi dislipidemia pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 9,3% dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia hingga 15,5% pada kelompok usia 55-64 tahun (William, R., & Donald, S, F. 2014).

2.1.2.2.3 Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan salah satu faktor terjadinya dislipidemia. Dalam ilmu genetika menyebutkan bahwa gen diturunkan secara berpasangan memerlukan satu gen dari ibu dan satu gen dari ayah, sehingga kadar hiperlipidemia tinggi dan diakibatkan oleh faktor dislipidemia primer karena faktor genetik (William, R., & Donald, S, F. 2014).

2.1.2.2.4 Faktor Kegemukan

Salah satu penyebab kolesterol naik adalah karena kelebihan berat badan atau juga bisa disebut dengan penyakit obesitas. Kelebihan berat badan ini juga bisa disebabkan oleh makanan yang terlalu banyak yang

(6)

13

mengandung lemak jahat tinggi di dalamnya.

Kelebihan berat badan dapat meningkatkan trigliserida dan dapat menurunkan HDL (William, R.,

& Donald, S, F. 2014).

2.1.2.2.5 Faktor Olahraga

Manfaat berolahraga secara teratur dapat membantu untuk meningkatkan kadar kolesterol baik atau HDL dalam tubuh. Selain itu berolahraga mampu meproduksi enzim yang berperan untuk membantu proses memindahkan kolesterol LDL dalam darah terutama pada pembuluh arteri kemudian dikembalikan menuju ke hati untuk diubah menjadi asam empedu. Asam empedu ini diperlukan melancarkan proses pencernaan kadar lemak dalam darah. Semakin rutin berolahraga dengan teratur maka kadar kolesterol LDL dalam tubuh akan semakin berkurang sampai menuju ke titik normal (Srinivas, T., Ejaz, A., Mu, W., Roncal. 2009).

2.1.2.2.6 Faktor Merokok

Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, dan menurunkan kolesterol HDL. Ketika pengguna rokok menghisap rokok maka secara otomatis akan memasukkan karbon monoksida ke dalam paru-paru dan akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang hormone adrenalin, sehingga akan mengubah metabolisme lemak yang dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah (Anwar, A. 2004).

(7)

14 2.1.2.2.7 Faktor Makanan

Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan arterosklerosis. Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar kolestertol total dan LDL sehingga mempunyai resiko terjadinya dislipidemia (Anwar, A. 2004).

2.1.3 Patofisiologi preekslampsia dan dislipidemia 2.1.3.1 Patofisiologi preeklampsia

Menurut Bobak, L, J. (2012) adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular resistance [SVR]), peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklampsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal.

Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi ke unit janin uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel – sel darh merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan gejala yang menyertai pre eklamsia. Vasopasme merupakan akibat peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin II dan kemungkinan suatu ketidak seimbangan abtara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2. Selain kerusakan endotelil vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan volume intra vaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre eklamsia mudah menderita edema paru.

(8)

15

Hubungan sistem imun dengan pre eklamsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting dalam perkembangan pre eklamsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa membangkitkan respons imunologis lanjut. Teori ini di dukung oleh peningkatan insiden pre eklamsia-eklamsia pada ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru (materi genetik yang berbeda).

Menurut Mochtar, R (2007) Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan glomerolus.

Menurut Yeyeh & Rukiyah (2010) Vaskonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel 1989 yang dikutip oleh Yeyeh & Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi utero plasenta yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksi/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan prose

(9)

16

hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan menggangu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh.

Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu diman peroksidase dan oksidan lebih dominan maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak.

Sedangkan pada wanita hamil normal serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darh melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel – sel endotel akan mengakibatkan antara lain: adhesi dan agresi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotinin sebagai akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

(10)

17 2.1.3.2 Pathway preeklampsia

Gambar 2.2 Skema Patofisiologi Preeklampsia (Cunningham & Gary, 2012)

2.1.3.3 Patofisiologi dislipidemia

Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid diangkut dalam darah sebagai kompleks lipid dan protein (lipoprotein). Lipid dalam darah diangkut dengan 2 cara yaitu jalur eksogen dan jalur endogen. Jalur eksogen yaitu trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas sebagai kilomikron.

Selain kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Jalur endogen yaitu trigliserida dan kolesterol yang disintesis oleh hati mengalami hidrolisis dalam sirkulasi oleh lipoprotein lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil. LDL merupakan lipoprotein yang mengandung kolesterol paling banyak (60-70%). Lipoprotein dikelompokkan menjadi 6 kategori yaitu : I (Kilomikron), IIa (LDL), IIb

(11)

18

(LDL+very-low-density lipoprotein [VLDL]), III (intermediate density lipoprotein), IV (VLDL), V (VLDL+kilomikron) (Hartono, A., 2010).

Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti meningkatnya jumlah LDL seperti pada sindrom metabolik dan kadar kolesterol HDL, makin tinggi kadar HDL maka HDL bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Srinivas, T., et al, 2009).

2.1.3.4 Pathway dislipidemia

Gambar 2.3 Skema Patofisiologi Dislipidemia (Cunningham & Gary, 2012)

2.1.4 Klasifikasi preekslampsia dan dislipidemia 2.1.4.1 Pre-eklamsia ringan

Adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Yeyeh & Rukiyah, 2010).

Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi :

(12)

19

2.1.4.1.1 Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.

2.1.4.1.2 Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan

2.1.4.1.3 Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2.

2.1.4.1.4 Tidak disertai gangguan fungsi organ.

2.1.4.2 Preekslampsia Berat

Adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Yeyeh & Rukiyah, 2010).

Gejala dan tanda pre eklamsia berat :

2.1.4.2.1 Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.

2.1.4.2.2 Proteinuria > 3gr/liter/24 jam

2.1.4.2.3 Pemeriksaan kuatitatif bisa disertai dengan :

2.1.4.2.4 Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.

2.1.4.2.5 Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.

2.1.4.2.6 Terdapat edema paru dan sianosis.

2.1.4.2.7 Gangguan perkembangan intra uterin 2.1.4.2.8 Trombosit < 100.000/mm3

2.1.4.3 Klasifikasi dislipidemia

Klasifikasi dislipidemia membagi menjadi dislipidemia primer dan sekunder. Dislipidemia sekunder adalah dislipidemia yang

(13)

20

terjadi akibat suatu penyakit lain, misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, preeklampsia, dan lain-lain.

2.1.4.3.1 Dislipidemia Primer

Dislipidemia ini dapat disebabkan oleh banyak kelainan genetik, dislipidemia ini menjadi beberapa keadaan, yakni:

a) Dislipidemia Poligenik

Keadaan ini merupakan penyebab hiperkolesterolemia tersering (>90%).

Merupakan interaksi antara kelainan gen yang multipel, nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya serta lebih mempunyai lebih dari satu dasar metabolik. Dislipidemia biasanya ringan atau sedang dan tidak ada xantoma (penumpukan lemak di bawah lapisan kulit) ( Jayante., De, K, A, Saha, P. 2016)

b) Dislipidemia Familial

Kelainan ini bersifat autosomal dominan dan terdapat bentuk homozigot maupun heterozigot.

Dislipidemia familial homozigot memiliki kadar kol-total antara 600-1000 mg/dl, tidak dapat diobati, menyebabkan PJK dan stenosis aorta pada masa kanak-kanan dan dewasa muda.

Hiperkolesterolemia timbul karena peningkatan kadar kol-LDL yang disebabkan oleh kelainan fungsi atau jumlah reseptor LDL.

Pada dislipidemia familial heterozigot biasanya kadar koltotal bervariasi antara 350-460 mg/dl, tetapi adanya nilai >300 mg/dl pada dewasa atau

>260 mg/dl untuk usia <16 tahun perlu dicurigai diagnosis dislipidemia familial. Diagnosisnya

(14)

21

dapat dibuat pada saat kelahiran dengan menggunakan darah yang berasal dari umbilikus.

Kadar TG normal atau sedikit meningkat. ( Kashinakunti, SV., Sunitha, H., Gurupadappa, K., Manjula, R. 2017)

c) Dislipidemia Remnan

Kelainan ini ditandai dengan peningkatan kolesterol dan TG (dislipidemia kombinasi) dan berat-ringannya kelainan ini bervariasi. Pada orang muda atau pasien yang kurus satu-satunya manifestasi mungkin hanya hipertrigliseridemia sedang. Meskipun jarang terjadi, namun merupakan penyebab PJK serius dan penyebab kelainan pembuluh darah perifer yang dini.

Manifestasi kardiovaskuler sering muncul pasda dekade kehidupan ke-4 atau ke-5.

d) Dislipidemia Kombinasi Familial

Kelainan ini merupakan kelainan genetik metabolisme lipoprotein yang sering ditemukan berhubungan dengan PJK, dengan angka kejadian 1% dari jumlah penduduk. Diagnosis bergantung pada hasil pemeriksaan pada anggota keluarga lain. Biasanya terjadi pada keluarga dengan riwayat PJK yang kuat. Mayoritas pasien menunjukkan peningkatan Apo B plasma. Pada pasien dengan peningkatan kadar kolesterol dan TG, diagnosis banding, meliputi dislipidemia remnan, dislipidemia kombinasi familial, dislipidemia familial, dan dislipidemia sekunder.

(15)

22

2.1.4.3.2 Dislipidemia Sekunder

Dislipidemia ini disebabkan oleh penyakit/keadaan lain. Penatalaksanaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Risiko PJK mungkin berkurang pada dislipidemia sekunder dibandingkan dislipidemia primer karena masa berlangsung yang lebih pendek.

Ada pula yang disebut dislipidemia autoimun, yakni dislipidemia yang terjadi karena mekanisme autoimun seperti pada penyakit-penyakit mieloma multiple, SLE (Systemic Lupus Erythrematosus), penyakit Graves, dan purpura trombositopenik serta idiopatik. Di sini terjadi pembentukan antibodi yang mengikat dan mengubah fungsi enzim lipolitik (seperti LDL, Hepatic Triglyceride Lipase-HTGL), apoprotein, dan reseptor.

Dislipidemia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi lipoprotein. Lipoprotein disini diperiksa dengan cara ultrasentrifugasi, kemudian klasifikasi dibuat berdasarkan kandungan lipid dan apoprotein yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (ILD), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL).

(16)

23

Tabel 2.1 Klasifikasi kandungan lipid masing-masing lipoprotein (Kashinakunti, SV, 2017)

Lipoprotein Lipid %

Trigliserida Kolesterol Fosfolipid Kilomikron 80-95 2-7 3-9 VLDL 55-80 5-15 10-20 IDL 20-50 20-40 15-25 LDL 5-15 40-50 20-25 HDL 5-10 15-25 20-30

Secara klinis dislipidemia dapat diklasifikasikan sebagai :

a) Hiperkolesterolemia b) Hipertrigliseridemia c) dislipidemia campuran

2.1.5 Tanda gejala preeklampsia dan dislipidemia 2.1.5.1 Tanda gejala preeklampsia

Biasanya gejala preeklamsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun menurut Yeyeh &

Rukiyah (2010) mengatakan : 2.1.5.1.1 Preeklampsia Ringan

a) Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih b) Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih

c) Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 d) Edema pada pretebia, dinding abdomen,

lumbosakral, dan wajah

(17)

24

2.1.5.1.2 Preeklampsia Berat

Menurut Srinivas, T., et al (2009) berikut tanda- tanda dari preeklampsia berat

a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg b) Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg c) Peningkatan kadar enzim hati/ikterus d) Trombosit < 100.000/mm3

e) Oligouria < 400 ml/24 jam f) Protein urin > 3 gr/liter g) Nyeri epigastrium

h) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

i) Perdarahan retina j) Edema pulmonum 2.1.5.2 Tanda gejala dislipidemia

Dislipidemia merupakan suatu kondisi, bukan merupakan suatu penyakit sehingga tidak ada gejala-gejala klinisnya. Manifestasi klinik dapat terllihat setelah pemeriksaan klinik di laboratorium.

Pada tahap lebih lanjut, beberapa simptom yang mungkin timbul antara lain: terjadinya pengendapan lemak pada otot dan kulit (xanthoma). Pada kondisi kadar trigliserida yang sangat tinggi (800 mg/dl atau lebih) dapat menyebabkan pembengkakan hati dan limpa serta simptom pankreatitis seperti sakit perut. (Islam, N, A, F., M, A, R, Choowdhury., Kibria, G, M., S, Akhter. 2010) 2.1.6 Perubahan pada organ-organ

Menurut Winkjasastro, H (2006) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan pada organ-organ, antara lain :

2.1.6.1 Perubahan anatomi patologik 2.1.6.1.1 Plasenta

Pada preeklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke

(18)

25

plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.

2.1.6.1.2 Ginjal

Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak.

Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan – perdarahan kecil.

Penyelidikan biopsi pada ginjal menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus;

3) kelainan pada tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke glomerulus. Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah;

b) tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel

(19)

26

dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.

2.1.6.1.3 Hati

Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain.

Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan hati.

2.1.6.1.4 Otak

Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.

2.1.6.1.5 Retina

Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya

(20)

27

baik karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.

2.1.6.1.6 Paru-Paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.

2.1.6.1.7 Jantung

Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsi jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.

2.1.6.1.8 Kelenjar adrenal

Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.

2.1.6.2 Perubahan fisiologi patologik

Menurut Islam, N, A, F., et al (2010) Perubahan fisiologi patologik dari preeklampsia

2.1.6.2.1 Perubahan pada plasenta dan uterus

Menurunnya aliran darh ke plasenta mengakibatkan disfungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi.

Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap

(21)

28

perangsangan sering didapatkan pada pre eklamsia dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus prematurus.

2.1.6.2.2 Perubahan pada ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi air garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garm dan dengan demikian juga retensi air. Peranan kelenjar adrenal dalam retensi garam dan air belum diketahui benar. Fungsi ginjal pada pre eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.

2.1.6.2.3 Perubahan pada retina

Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau enyeluruh pada satu atau beberapa arteri;

jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang

(22)

29

menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya pre eklampsia berat;

walaupun demikian, vasopasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah persalinan berakhir. Retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita pre eklampsia merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

2.1.6.2.4 Perubahan pada Paru – paru

Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.

2.1.6.2.5 Perubahan pada otak

Mc Call melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak hanya menurun pada eklampsia.

(23)

30

2.1.6.2.6 Metabolisme air dan Elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia tidak hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering bertambah edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita pre eklampsia daripada wanita hail biasa atau penderita hipertensi menahun. Penderita pre eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolid, kristaloid dan protein dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre eklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal. Gula darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia, kejang-kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum laktikum dan asam organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic dioksida sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi bikarbonas

(24)

31

natrikus. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh beberapa penulis kadar asam urat dalam darah dipakai sebagai parameter untuk menentukan proses pre eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal asam urat melewati glemorulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis.

Tampaknya perubahan pada glomerulus menyebabkan filtrasi asam urat mengurang, sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Akan tetapi, kadar asam urat yang tinggi tidak selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat meningkat.

Kadar keratin dan ureum pada pre eklampsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria atau anuria.

Protein serumtotal, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada pre eklampsia, kecuali pada penyakit yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat dengan nyata. Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre eklampsia. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

2.1.7 Faktor resiko preeklampsia dan dislipidemia 2.1.7.1 Faktor Resiko Preeklampsia

Menurut Vicky, C & Cathy, C., (2013), factor resiko pre eklamsia :

(25)

32

2.1.7.1.1 Pre eklamsia 10 kali lebih sering terjadi pada primigravida

2.1.7.1.2 Kehamilan ganda memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat

2.1.7.1.3 Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.

2.1.7.1.4 Riwayat hipertensi 2.1.7.1.5 Diabetes mellitus

2.1.7.1.6 Pre eklamsia sebelumnya 20% resiko kekambuhan Menurut Bobak L, J. (2010), factor resiko pre eklamsia : 2.1.7.1.7 Primigravida, multi para

2.1.7.1.8 Usia < 20 atau > 35 tahun 2.1.7.1.9 Obesitas

2.1.7.1.10 Diabetes militus 2.1.7.1.11 Hipertensi sebelumnya 2.1.7.1.12 Kehamilan mola 2.1.7.1.12 .Kehamilan ganda 2.1.7.1.13 Polihidramnion

2.1.7.1.14 Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya

Faktor risiko terjadinya preeklampsia menurut Bobak, L, J.

(2012) yaitu:

2.1.7.1.15 Usia

Preeklampsia sering ditemukan pada kelompok usia ibu yang ekstrim yaitu lebih dari 35 tahun dan kurang dari 20 tahun. (Shamsi, M, B. 2008).

Tekanan darah cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga pada usia ≥35 tahun akan terjadi peningkatan risiko preeklamsia (Potter

& Perry, 2005).

(26)

33 2.1.7.1.16 Nulipara

Pada pasien nulipara, risiko terjadinya preeklamsia adalah 26% dibandingkan 17% pada kelahiran.

Kehamilan memberikan sebuah efek perlindungan terhadap risiko preeklamsia yang mungkin memiliki sebuah secara imunologi (Shamsi, M, B. 2008) 2.1.7.1.17 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya

Ibu yang memiliki riwayat preeklampsia dikehamilan pertama diketahui lebih berisiko untuk mengalami preeklamsia pada kehamilan berikutnya.

Pasien multipara dengan riwayat preeklampsia berat adalah risiko tinggi populasi yang harus diidentifikasi pada awal kehamilan (Shamsi, M, B.

2008)

2.1.7.1.18 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih

Risiko pada kehamilan kedua atau ketiga berhubungan langsung dengan waktu yang lama setelah kelahiran sebelumnya. Jarak antar kelahiran 10 tahun atau lebih, diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Wanita dengan jarak antara kehamilan lebih dari 59 bulan memiliki peningkatan risiko terjadinya preeklamsia dibandingkan dengan wanita dengan interval 18-23 bulan.

2.1.7.1.19 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan

Riwayat preeklampsia pada keluarga dikaitkan dengan empat kali lipat peningkatan risiko preeklamsia berat. Genetik merupakan faktor

(27)

34

penting dalam terjadinya preeklampsia dengan riwayat keluarga (Shamsi, M, B. 2008)

2.1.7.1.20 Obesitas sebelum hamil.

Obesitas sentral sebagai penanda obesitas viseral menunjukkan risiko lebih tinggi dari obesitas perifer. Lemak viseral secara fungsional berbeda daripada lemak subkutan dikarenakan menghasilkan lebih banyak CRP (C-Reactive Protein) dan sitokin inflamasi dan kurang leptin sehingga memberikan kontribusi lebih untuk terjadinya stres oksidatif. Jaringan adiposa merupakan jaringan aktif secara hormonal, memproduksi sitokin, serta bahan aktif yang dihasilkan terutama di jaringan lemak. Bahan ini menghasilkan asosiasi obesitas dengan peningkatan peradangan, resistensi insulin dan sindrom resistensi insulin dan stres oksidatif (Roberts, C., Martha, N, Anderson, D & Eugene, N. 2011).

2.1.7.2 Faktor Resiko Dislipidemia

Beberapa faktor resiko hiperlipidemia menurut penelitian Roberts et al. (2011) antara lain:

2.1.7.2.1 Usia, pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun atau postmenopause tanpa terapi estrogen (ERT = Estrogen Replacement Therapy).

2.1.7.2.2 Obesitas

2.1.7.2.3 Asupan makanan tinggi lemak jenuh 2.1.7.2.4 pola hidup tidak sehat,

2.1.7.2.5 kurang aktivitas fisik, 2.1.7.2.6 Diabetes

2.1.7.2.7 Stress

2.1.7.2.8 terdapat riwayat dislipidemia.

(28)

35 2.1.7.2.9 Faktor Penyakit

2.1.8 Penatalaksanaan preekslampsia dan dislpidemia 2.1.8.1 Penatalaksanaan preeklampsia

2.1.8.1.1 Manajemen ekspektatif atau aktif

Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal dengan memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu serta mengurangi morbiditas neonatal. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelets), angka seksio sesarea, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta mengurangi morbiditas perinatal akibat seperti penyakit membran hialin dan necrotizing enterocolitis.

Berat lahir bayi rata-rata lebih besar pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak. Pemberian kortikosteroid pada manajemen ekspektatif adalah untuk mengurangi morbiditas (sindrom gawat napas, perdarahan intraventrikular dan infeksi) serta mortalitas perinatal. Manajemen ekspektatif dapat dipertimbangkan pada kasus preeklampsia pada usia kehamilan 26-34 minggu yang bertujuan untuk memperbaiki luaran perinatal (Wibowo, M. 2015).

2.8.1.1.2 Pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta

(29)

36

perinatal. Salah satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi vaskular melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik.

Pedoman RCOG (Royal College of Obstetrics and Gynaecology) untuk penatalaksanaan preeklampsia berat merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 gram selama 5-10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 gram/jam selama 24 jam postpartum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks patella, frekuensi napas, dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan magnesium sulfat.

Pemberian ulang 2 gram bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang berulang (Wibowo, M. 2015).

2.1.8.1.3 Pemberian antihipertensi a) Antihipertensi lini pertama

Nifedipin dengan dosis awal 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit dan maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin merupakan salah satu penghambat kanal kalsium yang sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi.

b) Antihipertensi lini kedua

Sodium nitroprusside dengan dosis 0,25 µg iv/kg/menit infus, ditingkatkan 0,25 µg iv/kg/ 5 menit atau diakzoside 30-60 mg iv/5 menit (Prawirohadjo, S. 2010).

(30)

37 2.1.8.2 Penatalaksanaan dislipidemia

2.1.8.2.1 Penatalaksanaan umum

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori.

2.1.8.2.2 Penatalaksanaan non farmakologik

Meliputi terapi nutrisi medik, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan kadar HDL kolesterol serta sedikit menurunkan kadar LDL kolesterol.

2.1.8.2.3 Penatalaksanaan Farmakologi

Berbagai studi klinis menunjukkan bahwa terapi farmakologik dengan obat-obat penurun lipid memberi manfaat perbaikan profil lipid dan menurunkan komplikasi Kardiovaskular pada pasien- pasien diabetes. Pada saat ini dikenal sedikitnya 6 jenis obat yang dapat memperbaiki propil lipid serum yaitu:

2.1.8.2.3.1 8HMG-CoA reduktase inhibitor

(31)

38

2.1.8.2.3.2 Derivat asam fibrat 2.1.8.2.3.3 Sekuestran asam empedu 2.1.8.2.3.4 Asam nikotinat

2.1.8.2.3.5 Ezetimibe

2.1.8.2.3.6 Asam lemak omega-3 2.1.9 Komplikasi preekslampsia dan dislipidemia

2.1.9.1 Komplikasi pada ibu

2.1.9.1.1 Kejang (eklampsia)

Eklampsia adalah keadaan ditemukannya serangan kejang tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang sebelumnya menunjukan gejala preeklampsia (Prawirohardjo, S. 2010).

2.1.9.1.2 Solusio plasenta

Menurut penelitian Parker et al tahun 2015, terdapat hubungan patofisiologi antara preeklampsia dengan kejadian solusio plasenta yang diperantarai proses iskemik uteroplasenta (Parker, M, G., Keller, L., Evenson, J. 2015).

2.1.9.1.3 Gagal organ ganda pada ibu (gagal ginjal, nekrosis hepar, ruptur hepar, perdarahan otak, edema paru, dan pelepasan retina)

Preeklampsia merupakan gangguan multisistem dengan implikasi yang besar bagi ibu dan janin.

Dimana terjadi plasentasi abnormal dalam kaskade terbentuknya hubungan uteroplasenta yang pada akhirnya mengakibatkan disfungsi organ ibu. Pada pasien dengan predisposisi, peradangan dan patologi pembuluh darah, faktor janin, termasuk kehamilan kembar dan makrosomia, serta paparan lingkungan, dapat berkontribusi untuk pelepasan zat plasenta,

(32)

39

termasuk molekul anti-angiogenik ke dalam sirkulasi ibu. Hal ini dapat berpengaruh secara langsung atau tidak langsung pada endotel organ akhir, termasuk ginjal, hati, dan otak. Pembebasan spesies oksigen reaktif, sitokin, dan mikrotrombi dari endotel yang rusak berkontribusi lebih lanjut untuk kerusakan organ (Easterbrook., Frank H., Daniel, R, F. 2011).

2.1.9.2. Komplikasi pada janin 2.1.9.2.1 Prematuritas

Sekitar 25% dari seluruh kelahiran prematur diindikasikan secara medis dan sisanya 75% adalah terjadi spontan. Etiologi prematur paling banyak disebabkan oleh preeklampsia (40%), IUGR (IntraUterine Fetal Death) (10%), solusio plasenta (7%), dan kematian janin (7%). Aliran darah ke plasenta yang menurun akan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin. Akibat dari kurangnya suplai oksigen maka dapat mengakibatkan gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur (Roberts et al., 2011).

2.1.9.2.2 Retardasi pertumbuhan intrauterin

Teori implantasi plasenta yang abnormal akan menghambat invasi trofoblas sehingga nutrisi yang disalurkan kepada janin dapat berkurang dan mengakibatkan retardasi pertumbuhan intrauterin (Srinivas et al. 2009).

(33)

40

2.1.9.2.3 Kematian intrauterin

Menurut penelitian Harmon, S.M., Goepfert, J, M., &

Bennet, R, W (2015), terdapat risiko kematian janin intrauterin pada kehamilan dengan preeklamsia yaitu 11,6 per 1000 diminggu 26, lalu 4,6 per 1000 diminggu 28, dan 2,5 per 1000 diminggu 32.

2.1.9.3 Komplikasi dislipidemia

Menurut Yeasmin F., Mahal, M., Amin, S., Shanaj, A., Rashid, M., Hossain, M, S. (2009) Komplikasi dislipidemia sebagai berikut :

2.1.9.3.1 Jantung Koroner

Sumbatan pada pembuluh darah yang menyuplai darah ke jantung akan menimbulkan gejala penyakit seperti nyeri dada.

2.1.9.3.2 Stroke

Stroke terjadi bila aliran darah ke bagian otak penderita tersumbat oleh gumpalan darah.

2.2. Tinjauan Teori Tentang Labu Siam 2.2.1 Labu siam

Labu siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.) merupakan tanaman subtropis dan termasuk ke dalam spesies cucurbitaceus yang sering digunakan sebagai bahan makanan. Tanaman ini berasal dari Meksiko dan telah dibudidayakan sejak zaman pra-Kolombia (Saade, R, L. 1996). Labu siam termasuk salah satu komoditas yang sangat mudah ditemukan, hal ini sesuai dengan data statistik yang menyatakan bahwa produksi labu siam dari tahun 2000 hingga tahun 2012 mengalami peningkatan yaitu dari 158.654 ton menjadi 428.083 ton (Badan Pusat Statistik, 2013).

Buah labu siam ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(34)

41

Gambar 2.4 Labu Siam (Badan Pusat Statistik, 2013)

Dalam bidang pengobatan, labu siam memiliki aktivitas diuretik, antihiperlipidemia, antiinflamasi (Satish, 2013), dan penurunan kadar glukosa darah . Saponin sangat bermanfaat dalam menghambat dan mencegah penyerapan kolesterol dalam tubuh. Alkaloid mampu meperlancar peredaran darah sehingga dapat mencegah stroke, sedangkan tanin memiliki aktivitas antimikroba. Senyawa polifenol, antosianin, dan flavonoid memiliki aktivitas antioksidan, menurunkan risiko penyakit jantung, menurunkan tekanan darah, membantu mencegah kanker, dan membantu menghentikan proses inflamasi.

Kandungan gizi buah labu siam dalam 100 gram daging buah labu siam dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Buah Labu Siam (Satish, K, K. 2013) Kandungan Jumlah

Kandungan

Manfaat Kandungan

Protein (g) 0,82

Untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan sel atau jaringan, termasuk sel otak pada janin.

Lemak (g) 0,13 Untuk memberikan energi untuk ibu hamil

Karbohidrat (g) 3,9 sumber kalori yang penting bagi ibu hamil.

Serat (g) 1,7

Untuk mencegah asupan kalori berlebih dan menjaga berat badan ibu hamil agar tidak berlebihan.

Gula (g) 1,85 Untuk membantu memenuhi

kebutuhan energi

(35)

42

Kalsium (mg) 17 untuk membangun tulang dan gigi janin.

Besi (mg) 0,34 Untuk membantu meningkatkan

volume darah dan mencegah anemia.

Magnesium (mg) 12

Untuk mendukung proses

pertumbuhan janin dan mengurangi risiko cacat pada bayi.

Fosfor (mg) 18

Untuk mendukung kepadatan tulang dan gigi ibu hamil dan janin dalam kandungannya.

Kalium (mg) 125

untuk mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida di dalam darah.

Natrium (mg) 2

Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, membantu fungsi saraf, dan memengaruhi cara kerja otot.

Seng (mg) 0,74 Untuk mendukung tumbuh kembang janin

Tembaga (mg) 0,12 Untuk meningkatkan imunitas tubuh

Mangan (mg) 0,19

untuk metabolisme lemak dan karbohidrat, serta penyerapan kalsium dan regulasi gula darah.

Selenium (mg) 0,2 Untuk membantu sistem kekebalan tubuh

Vitamin C 7,7 untuk kesehatan gigi, gusi, dan tulang, serta membantu penyerapan zat besi.

Tiamin (mg) 0,03 Untuk mengurangi resiko cacat lahir

Riboflavin (mg) 0,03

Untuk membantu menjaga kesehatan kehamilan, dan megurangi resiko preeklampsia

Niacin (mg) 0,47 Untuk mencegah keguguran

Vitamin B6 (mg) 0,08

untuk pembentukan sel darah merah, untuk efektivitas manfaat protein, lemak, dan karbohidrat.

Folat (mkg) 93

Untuk mengurangi risiko cacat lahir, termasuk cacat tabung saraf pada janin yang memengaruhi otak serta sumsum tulang belakang janin.

Vitamin E (mkg) 0,12

Untuk membantu mencegah pembentukan gumpalan selama dan pasca kehamilan, dan Meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari ibu hamil

(36)

43

dan bayi yang sedang tumbuh di dalam rahim.

Vitamin K (mkg) 4,6 Untuk membentuk darah bagi ibu hamil

Serat pangan mampu mengurangi waktu tinggal (transit time) makanan sejak dari rongga mulut hingga sisa makanan dikeluarkan dalam bentuk feses. Selama tinggal di saluran pencernaan, serat pangan akan mengikat zat-zat karsinogenik (penyebab kanker). Berkat singkatnya transit time sisa makanan di saluran pencernaan, waktu zat karsinogenik bermukim dalam tubuh juga makin pendek, sehingga peluang terjadinya kanker menjadi sangat kecil.

Kandungan asam folat pada buah labu siam juga cukup baik, yaitu 93 mkg per 100 g. Konsumsi 100 gram labu Siam cukup untuk memenuhi 23,25 persen kebutuhan tubuh akan asam folat.

Asam folat sangat penting bagi ibu hamil karena dapat mengurangi risiko kelahiran bayi cacat. Konsumsi asam folat yang rendah pada ibu hamil berhubungan erat dengan berat bayi lahir rendah dan kejadian neural tube defects (gangguan otak).

Defisiensi asam folat ditandai oleh gejala anemia, yaitu jumlah sel butir darah merah berkurang. Kebutuhan asam folat pada orang dewasa adalah 400 mkg per hari. Kebutuhan ini menjadi dua kali lipat pada ibu yang sedang hamil, dan bertambah 50 persen pada ibu yang sedang menyusui.

Buah labu siam juga kaya akan Kalium. Kalium berguna bagi tubuh untuk mengendalikan tekanan darah, terapi darah tinggi, serta membersihkan karbondioksida di dalam darah. Kalium juga bermanfaat untuk memicu kerja otot dan simpul saraf. Kalium yang tinggi juga akan memperlancar pengiriman oksigen ke otak dan membantu memperlancar keseimbangan cairan, sehingga tubuh menjadi lebih segar.

Selain itu, buah labu siam juga mengandung komponen vitamin yang cukup tinggi. Niasin merupakan bagian dari vitamin B kompleks yang disebut sebagai vitamin B3, berfungsi untuk menurunkan produksi

(37)

44

VLDL (very low density lipoprotein) di dalam hati, sehingga produksi kolesterol LDL (low density lipoprotein) dan trigliserida dapat menurun.

Niasin berperan pada reaksi enzimatik di dalam tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yaitu sebagai koenzim I dan koenzim II.

Niasin sangat diperlukan agar suplai energi dalam jaringan tubuh berjalan normal. Kekurangan niasin yang parah setelah beberapa bulan akan mengakibatkan pellagra serta dermatitis, yaitu gangguan kulit yang khas dan simetris, terutama di bagian badan yang tidak tertutup seperti tangan, lengan, siku, kaki, kulit, dan leher.

Labu siam juga kaya akan vitamin B6. Vitamin B6 mempunyai peran penting dalam metabolisme protein. Vitamin B6 sangat esensial untuk proses transaminasi dan deaminasi serta dekarboksilasi asam amino.

Kebutuhan per hari mencapai 0,02 mg untuk dewasa, 0,015 mg untuk bayi, 0,2-1,2 untuk anak-anak, dan 1,4-2 mg untuk remaja. (Saade, R, L.

1996)

Kandungan selenium pada labu siam juga cukup baik. Selenium berperan penting untuk memperbaiki mood. Sebuah penelitian di Amerika Serikat membuktikan bahwa orang yang kadar selenium tubuhnya paling rendah menunjukkan mood yang paling buruk. Konsumsi selenium disarankan sekitar 55-70 mikrogram perhari.

Labu siam mempunyai sejumlah khasiat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Salah satu manfaat terbesar labu siam adalah kemampuannya menurunkan tekanan darah tinggi. Makanan tergolong makanan sehat untuk jantung dan pembuluh darah bila mengandung rasio kalium:natrium minimal 5:1. Setiap 100 gram buah labu siam mengandung kalium:natrium dengan perbandingan 62:1.

Selain itu, labu siam juga diketahui memiliki efek diuretik, sehingga mampu menurunkan kadar garam di dalam darah melalui pembuangan air seni. Berkurangnya kadar garam yang bersifat menyerap atau menahan air ini akan meringankan kerja jantung dalam memompa darah, sehingga tekanan darah akan menurun. (Saade, R, L. 1996)

(38)

45

Labu siam juga sangat baik bagi penderita asam urat. Efek diuretik dari labu siam akan melancarkan pembuangan air kecil, sehingga kelebihan asam urat dapat segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Labu siam juga baik bagi penderita diabetes. Hal itu disebabkan pada labu siam terdapat kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga penderita diabetes tidak perlu mengonsumsi makanan pokok secara berlebihan.

Kandungan air yang tinggi pada labu siam membuatnya sangat baik untuk menjaga kesehatan ginjal. Labu siam juga mengandung komponen saponin yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Kandungan saponin sangat bermanfaat untuk menghambat dan mencegah penyerapan kolesterol di dalam darah. Rata-rata konsumsi saponin yang dianjurkan adalah 15 mg setiap hari.

Pada labu siam juga terkandung komponen tanin yang bersifat antimikroba, serta alkaloid yang mampu memperlancar peredaran darah sehingga mencegah penyakit stroke. Meskipun belum memiliki bukti ilmiah secara pasti, labu siam telah dikenal sebagai obat wasir. Hal itu mungkin disebabkan kandungan seratnya yang cukup baik.

Selain itu, labu Siam juga baik untuk penderita sariawan. Namun, labu siam tidak cocok diberikan kepada penderita rematik karena sifat dinginnya dapat memicu munculnya gejala sakit.

(39)

46

2.3 Kerangka Teori, Kerangka Konsep Penelitian dan Hipotesis Preeklampsia dan Dislipidemia

2.3.1 Kerangka Teori Preeklampsia dan Dislipidemia Kegagalan invasi sel-sel tropoblas

Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis mengalami vasokontriksi

Penurunan aliran darah utero plasenta

Hipoksia dan Iskemia Plasenta

Plasenta yang mengalami hipoksia dan iskemia Oksidan, yaitu radikal hidroksil

Radikal hidroksil merusak membran sel yang mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi lipid peroksida Lipid peroksida akan merusak membran sel endotel

Perubahan Profil lipid(LDL dan HDL) Disfungsi Endotel

Non Farmakologi

Labu siam

Mengandung efek diuretik, kalium Pektin

Menurunkan tekanan darah Menurunkan profil lipid (Sumber : Cunningham, 2012)

PREEKLAMPSIA DISLIPIDEMIA

(40)

47 2.3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

= Yang diteliti

= Mempengaruhi

= Berpengaruh

= Tidak di teliti

2.3.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :

Ada pengaruh pemberian labu siam terhadap tekanan darah dan Profil lipid pada ibu hamil dengan preeklampsia.

Preeklampsia dan dislipidemia Faktor yang

mempengaruhi - Faktor usia ibu

- Paritas -Usia Kehamilan

- IMT

Pemberian jus labu

siam

Tekanan darah normal Profil lipid

normal

Gambar

Gambar 2.2 Skema Patofisiologi Preeklampsia (Cunningham &amp; Gary, 2012)
Gambar 2.3 Skema Patofisiologi Dislipidemia (Cunningham &amp; Gary, 2012)
Tabel 2.1 Klasifikasi kandungan lipid masing-masing  lipoprotein (Kashinakunti, SV, 2017)
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Buah Labu Siam (Satish, K, K. 2013)  Kandungan  Jumlah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan 5 dimensi tersebut yang terdapat pada pendapat diatas diketahui basil bahwa a The Vision Role, belum sesuai dengan apa yang diinginkan oerganisasinya, hal ini

Koordinator merupakan seseeorang yang memberikan saran dan pelayanan kepada fungsi lini dalam suatu organisasi. Mereka bertugas untuk menterjemahkan tugas pokok dari

2.Terapi konvensional intraventricular hemorrhage berpusat pada tatalaksana hipertensi dan peningkatan tekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi

Dari latar belakang masalah tersebut di atas hasil penelitian dapat ditulis dengan judul “Kabupaten Martanimpoena di Praja Mangkunegaran tahun 1942 – 1947”, karena pada

KEBUTUHAN SDM Kompetensi dosen: •  Tourism communication •  Creative •  Media knowledge •  English proficiency Kebutuhan dosen: •  English course •  Stay

Jika kita mengakui dosa-dosa kita, Allah itu setia dalam firman-Nya untuk mengampuni dosa-dosa kita dan adilbenar dalam penebusan-Nya untuk membersihkan kita dari

Merupakan hambatan dalam kendali akan perusahaan, kurang informasi yang relevan untuk penyelesaian masalah, kurangnya kesempatan untuk melakukan diskusi terbuka dalam rangka

GEOLOGI STRUKTUR 10  Rake (Pith) adalah besar sudut antara garis dengan garis horisontal, yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat besamya rake sama dengan