K
PEMB
TEAM A
PENIN
PADA S
disajikan sJUR
KEEFEK
BELAJAR
ACHIEVE
NGKATA
SISWA K
DEBO
sebagai salah JurRUSAN PE
FAK
UNIVE
KTIFAN P
RAN KO
EMENT D
AN KUAL
KELAS V
ONG KID
h satu syarat rusanPendid Sa 1
ENDIDIK
KULTAS
ERSITAS
PENGGU
OOPERA
DIVISIO
LITAS P
V SEKOL
DUL KO
Skripsi
untuk memp dikan Guru Soleh akti Muniroh 1402408042
KAN GURU
ILMU PE
S NEGERI
2012
UNAAN
ATIF TIP
ON
(STAD
PEMBEL
LAH DA
OTA TEG
peroleh gela Sekolah Dasa hU SEKOL
ENDIDIKA
I SEMAR
MODEL
PE
STUD
D) TERH
LAJARA
ASAR NE
GAL
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini
benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik
sebagian atau keseluruhannya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Tegal, Juli 2012
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia
ujian skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang.
Di : Tegal
Tanggal : Juli 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd. 19611018 198803 1 002
Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd. 19820814 200801 2 008
Mengetahui,
Koordinator PGSD UPP Tegal
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas
Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota
Tegal oleh Sakti Muniroh 1402408042, telah dipertahankan dihadapan sidang
Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 02 Agustus 2012.
PANITIA UJIAN
Ketua
Drs. Hardjono, M.Pd. 19510801 197903 1 007
Sekretaris
Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001
Penguji Utama
Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001
Penguji Anggota 1
Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd. 19820814 200801 2 008
Penguji Anggota 2
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
(Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah: 153)
Jangan pernah mengatakan sesuatu yang belum kita kerjakan itu sulit. Ketahuilah,
tidak ada yang sulit jika dikerjakan dengan niat dan bersungguh-sungguh.
(Penulis)
Waktu akan selalu tersedia bagi mereka yang mau memanfaatkannya.
(Leonardo Da Vinci)
Persembahan
Untuk Ibu, Bapak, dan adik-adikku yang selalu menyayangi,
mendoakan, mendukung, dan selalu memberikan apapun yang
terbaik untukku;
Untuk Bapak Teguh Supriyanto dan Ibu Ika Ratnaningrum yang
telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan, dan motivasi
untukku;
Untuk Teman-teman seperjuangan PGSD UNNES 2008 yang telah
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team
Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS
pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Dalam
melaksanakan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi, peneliti banyak
mendapatkan bimbingan, dukungan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor UNNES.
2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES.
3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD FIP UNNES.
4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal FIP UNNES.
5. Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran dan motivasi yang bermanfaat kepada peneliti
dalam penyusunan skripsi.
6. Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
7. Drs. Akhmad Zaeni, Kepala SD Negeri Debong Kidul yang telah
memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.
8. Sismiatun, S.Pd. SD, guru pengampu kelas VA SD Negeri Debong Kidul
yang telah memberikan waktu dan bimbingannya yang bermanfaat bagi
9. Tuti Awaliyah, A.Ma, guru pengampu kelas VB SD Negeri Debong Kidul
yang telah memberikan waktu dan bimbingannya dalam membantu peneliti
melaksanakan penelitian.
10. Staf guru, karyawan, dan siswa SD Negeri Debong Kidul yang telah bersedia
bekerjasama dalam penelitian ini.
11. Bapak dan Ibu yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, dan doa restu,
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
12. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan semangat dan dukungannya.
13. Rekan-rekan mahasiswa PGSD UPP Tegal angkatan 2008.
14. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam
penyusunan skripsi ini.
Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan
pembaca, sehingga dapat dijadikan referensi bagi guru atau insan-insan yang
mempunyai atensi di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
anak bangsa.
Tegal, Juli 2012
ABSTRAK
Muniroh, Sakti. 2012. Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd., II. Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe student team achievement division (STAD), Aktivitas, dan Hasil Belajar.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang dalam proses pembelajarannya, siswa lebih banyak diarahkan pada kemampuan menghafal atau mendengarkan ceramah dari guru, maka berdampak pada kurangnya kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dan membuat siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan lebih aktif. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement division (STAD). Dari uraian latar belakang, muncul rumusan masalah “apakah ada peningkatan aktivitas hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD? dan apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode cooperative learning
tipe STAD terhadap aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.
sebesar 75,00% serta termasuk kriteria sangat tinggi. Hasil belajar siswa diperoleh rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 75,63, sedangkan kelas kontrol sebesar 68,53. Data hasil penghitungan dengan menggunakan rumus independent sample t test melalui program SPSS versi 17, menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar ditandai dengan nilai thitung > ttabel, yaitu 2,016 > 1,998 dan signifikansi 0,048 < 0,05.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... i
Halaman Pernyataan ... ii
Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii
Halaman Pengesahan ... iv
Motto dan Persembahan ... v
Prakata ... vi
Abstrak ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
Bab 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 6
1.3Perumusan Masalah ... 7
1.4Pembatasan Masalah ... 7
1.5 Tujuan Penelitian ... 8
1.5.1 Tujuan Umum ... 8
1.5.2 Tujuan Khusus ... 8
1.6 Manfaat Penelitian ... 8
1.6.1 Bagi Siswa ... 9
1.6.2 Bagi Guru ... 9
1.6.3 Bagi Sekolah ... 9
2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan ... 10
2.2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 12
2.2.2 Aktivitas Belajar ... 13
2.2.3 Hasil Belajar ... 14
2.2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial ... 15
2.2.5 Model Pembelajaran Kooperatif ... 17
2.3 Kerangka Berpikir ... 35
2.4 Hipotesis ... 36
2.4.1 Hipotesis Tindakan ... 36
2.4.2 Hipotesis Penelitian ... 36
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 38
3.1.1 Populasi ... 38
3.1.2 Sampel ... 38
3.2 Variabel Penelitian ... 39
3.2.1 Variabel Terikat (Y) ... 39
3.2.2 Variabel Bebas ... 40
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.3.1 Observasi ... 41
3.3.2 Tes ... 41
3.3.3 Dokumentasi ... 42
3.4 Instrumen Penelitian ... 42
3.4.1 Lembar Observasi ... 42
3.4.2 Soal-soal Tes ... 43
3.4.3 Dokumentasi ... 45
3.5 Desain Penelitian ... 46
3.6 Metode Analisis Data ... 46
3.6.1 Deskripsi Data ... 47
3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 47
3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 48
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ... 50
4.2 Uji Prasyarat Instrumen ... 50
4.2.1 Uji Validitas ... 51
4.2.2 Uji Reliabilitas ... 52
4.2.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 53
4.3 Hasil Penelitian ... 54
4.4 Aktivitas Belajar Siswa ... 56
4.5 Uji Prasyarat Analisis ... 56
4.5.1 Normalitas Data ... 57
4.5.2 Homogenitas Data ... 58
4.5.3 Pengujian Hipotesis (Uji t) ... 58
4.6 Pembahasan ... 60
5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 64
5.2 Saran ... 65
Daftar Lampiran ... 67
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu ... 28
3.1 Kualifikasi Persentase Keaktifan Siswa ... 49
4.1 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa ... 50
4.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 52
4.3 Distribusi Frekuensi Nilai UTS Kelas Eksperimen ... 53
4.4 Distribusi Frekuensi Nilai UTS Kelas Kontrol ... 53
4.5 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 55
4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 55
4.7 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen ... 57
4.8 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Kontrol ... 57
4.9 Hasil Uji Homogenitas Data ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Populasi Siswa Kelas Eksperimen (VA) ... 67
2. Daftar Populasi Siswa Kelas Kontrol (VB) ... 68
3. Daftar Sampel Siswa Kelas VA (Kelas Eksperimen) ... 69
4. Daftar Sampel Siswa Kelas VB (Kelas Kontrol) ... 70
5. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 71
6. Deskriptor Pedoman Observasi Model STAD ... 72
7. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 75
8. Deskriptor Pedoman Observasi Model Konvensional ... 76
9. Silabus Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V SD ... 81
10. Silabus Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 85
11. Kisi-kisi Soal Uji Coba Ilmu Pengetahuan Sosial ... 86
12. Proses Validasi ... 90
13. Daftar Nilai UTS Siswa Kelas VA dan VB ... 124
14. Pembagian TIM Siswa ... 126
15. Nilai Hasil Uji Coba Soal ... 127
16. Hasil Uji Validitas ... 128
17. Hasil Uji Reliabilitas ... 135
18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 1 ... 137
19. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 2 ... 155
20. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 1 ... 180
21. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 2 ... 195
22. Daftar Nilai Postes Eksperimen ... 217
23. Daftar Nilai Postes Kontrol ... 218
24. Hasil Uji Homogenitas dan Uji t ... 219
25. Penskoran TIM STAD Pertemuan 1 ... 220
26. Penskoran TIM STAD Pertemuan 2 ... 221
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1
ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan merupakan hal yang paling fundamental dalam usaha untuk
meningkatkan kualitas kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Seperti
yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat,
salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah
satu usaha pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan
menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar bagi warga negaranya.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 18,
disebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus
diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan
pemerintah daerah. Sementara pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
2
Nomor 20 Tahun 2003 pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar.
Seperangkat aturan di atas, menjelaskan bahwa pendidikan dasar
merupakan program dari pemerintah dan wajib diikuti oleh setiap warga
negaranya. Pemerintah juga wajib memberikan fasilitas yang mendukung proses
belajar mengajar, sehingga akan menghasilkan mutu pendidikan yang optimal.
Namun, tujuan tersebut tidak akan tercapai apabila tidak ada dukungan dari
masyarakat. Oleh karena itu, peran dan kerjasama dari masyarakat pun sangat
berpengaruh terhadap hasil dari penyelenggaraan program pendidikan dasar.
Berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dasar dapat dilihat
dari kualitas lulusan. Salah satu kunci pemerintah untuk menentukan kualitas
lulusan dalam dunia pendidikan dasar yaitu dengan menentukan kurikulum
pendidikannya, sehingga setiap kurun waktu tertentu kurikulum pendidikan selalu
dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
K
urikulum merupakan suatu rancangan program yang di dalamnyaterdapat komponen-komponen seperti tujuan, isi, bahan, metode, dan evaluasi
kegiatan pendidikan yang direncanakan terlebih dahulu serta dilaksanakan untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 pasal 1 ayat 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setelah kurikulum di Indonesia telah
mengalami perubahan-perubahan sejak kurikulum tahun 1964. Perubahan
kurikulum tersebut terjadi akibat perubahan sistem politik, sosial budaya,
ekonomi, dan iptek di lingkungan masyarakat. Mengacu pada kurikulum,
diharapkan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan optimal sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai pada semua mata pelajaran, termasuk mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang bersifat non-eksak. Pada
proses pembelajaran IPS yang berlangsung dalam dunia pendidikan, sering kali
muncul suatu permasalahan, yaitu masalah keberhasilan pembelajaran yang
kurang optimal. Permasalahan ini disebabkan karena pada saat proses
pembelajarannya siswa lebih banyak diarahkan pada kemampuan menghafal atau
mendengarkan ceramah dari guru, sehingga berdampak pada kurangnya
kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dan membuat siswa cenderung
menjadi pasif. Siswa dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa dituntut
untuk dapat menemukan informasi tersebut berdasarkan potensi siswa itu sendiri.
Sama seperti halnya pembelajaran IPS yang terjadi di kelas V SD Negeri
Debong Kidul.Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V yang bernama
Sismiatun, S.Pd. SD pada hari Sabtu tanggal 29 Febuari 2012, diperoleh
keterangan bahwa masih ada beberapa siswa yang susah menerima pelajaran dan
lebih senang bermain dengan teman sebangkunya ketika pelajaran sedang
berlangsung. Selain itu, beliau berkata dalam kegiatan mengajarnya masih
4
pembelajaran IPS, serta belum pernah menggunakan model pembelajaran
kooperatif. Berdasarkan nilai UTS semester 2 diperoleh data rata-rata nilai kelas
VA (kelas eksperimen) sebesar 61,105 dengan KKM 68, dan keberhasilan
ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 47% atau 18 siswa dari 38 siswa. Oleh
karenanya, peneliti ingin mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif
pada materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, sehingga diharapkan
dapat lebih meningkatkan nilai hasil belajar siswa, dapat membuat siswa menjadi
aktif, dan pembelajarannya dapat berlangsung secara efektif serta optimal.
Pembelajaran yang efektif dan optimal dapat tercapai apabila
komponen-komponen pengajaran saling terintegrasi satu sama lain. Menurut Hamalik (2011:
77), ada tujuh komponen dalam pengajaran, yaitu: (1) tujuan pendidikan dan
pengajaran, (2) peserta didik atau siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru,
(4) perencanaan pengajaran sebagai segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran,
(6) media pengajaran, dan (7) evaluasi pengajaran.
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa
komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Apabila salah satu komponen
tidak ada, maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar sesuai dengan
apa yang telah direncanakan sebelumnya. Salah satu komponen pembelajaran
yang mendukung proses pembelajaran yaitu strategi belajar mengajar. Strategi
merupakan merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang
pengajar utuk menyampaikan materi pembelajaran, sehingga akan memudahkan
siswa mencapai tujuan yang dikuasai di akhir kegiatan belajar. Strategi menunjuk
untuk mencapai tujuan. Apabila strategi dirancang kerangka konseptual dan
operasionalnya, maka disebut model pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil
dalam Abimanyu (2008: 2-4), model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran. Guru harus pandai memilih model
pembelajaran yang tepat agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pemilihan suatu model perlu memperhatikan beberapa hal seperti
berorientasi pada tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah dan
karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran, fasilitas sekolah, serta kurikulum
yang sedang berlaku. Model yang tepat untuk mengembangkan potensi siswa
secara optimal dan tidak hanya mengandalkan hafalan, ceramah guru, serta dapat
membuat siswa terlibat secara aktif, salah satunya yaitu model cooperative
learning (pembelajaran kooperatif) tipe Student Team Achievement Division
(STAD).
Menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 12), cooperative learning adalah
suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur
kelompok heterogen. STAD merupakan tipe model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Slavin dan menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi
antarsiswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi
6
STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru
yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Oleh sebab itu, model STAD
cocok diterapkan untuk pembelajaran IPS di SD Negeri Debong Kidul, karena
seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa pembelajaran yang berlangsung di
kelas V masih menggunakan model konvensional dan belum pernah
menggunakan metode kerjasama/kooperatif. Pembelajaran menggunakan model
STAD diharapkan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Selain itu,
model STAD lebih menekankan pada pembelajaran student centered
(pembelajaran yang berpusat pada siswa) dan lebih mengutamakan kerjasama
dalam kelompok. Siswa dalam kelompok dituntut secara aktif dan kreatif serta
mampu memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya, sehingga hasil
pembelajarannya optimal.
Berdasarkan latar belakang, maka peneliti berminat untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Keefektifan Pengunaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas
Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa
masalah sebagai berikut:
(1) Pembelajaran yang menggunakan model konvensional menyebabkan
siswa cenderung pasif, mudah bosan, tidak memperhatikan penjelasan
(2) Guru belum pernah mencoba menggunakan model pembelajaran
kooperatif (pembelajaran berbasis kerja kelompok), sehingga hasil belajar
siswa kurang maksimal.
1.3
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dapat
diambil antara lain:
(1) Apakah terdapat perbedaan aktivitas belajar IPS antara siswa kelas V SD
Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?
(2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas V SD
Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?
1.4
Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti membatasi
permasalahan sebagai berikut:
(1) Keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS materi
Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.
(2) Keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi
8
1.5
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan
khusus. Untuk penjelasan selengkapnya mengenai tujuan umum dan khusus
penelitian, antara lain sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk:
(1) Meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
(2) Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di SD.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk:
(1) Mengetahui aktivitas belajar siswa kelas V dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model konvensional.
(2) Mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa kelas V SD
Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional.
(3) Menguji penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
mata pelajaran IPS di SD.
1.6
Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat bermanfaat
bagi berbagai pihak, seperti siswa, guru, dan sekolah. Penjelasan selengkapnya
mengenai manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian bagi pihak-pihak yang
1.6.1 Bagi Siswa
(1)Meningkatnya kemampuan dan aktivitas belajar IPS khususnya pada
materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.
(2)Melatih siswa untuk memecahkan masalah melalui belajar kerjasama
kelompok.
1.6.2 Bagi Guru
(1)Memiliki gambaran tentang pembelajaran IPS yang efektif.
(2)Menambah pengetahuan tentang pengembangan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
1.6.3 Bagi Sekolah
Meningkatnya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di
SD Negeri Debong Kidul, sehingga kualitas pembelajarannya dapat meningkat,
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian Intan Nurjanah pada tahun 2009 yang berjudul “Penerapan
Pembelajaran Kooperatif Model STAD Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VII-B SMPN 14 Malang”, menunjukkan bahwa pada awal pembelajaran, prestasi belajar fisika siswa masih rendah ditunjukkan dengan ketuntasan belajar fisika siswa hanya mencapai 55,81 % dengan SKM yang
ditetapkan oleh sekolah yaitu 65. Hasil penerapan pembelajaran kooperatif model
STAD dengan menggunakan metode eksperimen mampu meningkatkan kemampuan interaksi sosial dan prestasi belajar fisika siswa. Pada siklus I kemampuan interaksi sosial siswa mencapai 60,08 % dan pada siklus II meningkat menjadi 84,76 %. Nilai rerata fisika siswa pada siklus I mencapai 63,33 dengan persentase ketuntasan 61,90 % dan meningkat menjadi 70,83 dengan persentase ketuntasan 76,19 % pada siklus II.
Penelitian lain yang relevan yaitu hasil penelitian Mega Irhamna dan
Sutrisni pada tahun 2009 yang berjudul Cooperative Learning dengan Model
STAD pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua
diperoleh data bahwa pada siklus I proses pembelajaran masih belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Sesuai dengan kriteria keberhasilan yang
subjek penelitian sebesar 66,25 dan persentase subjek yang memperoleh nilai ≥ 65 yaitu 50%. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria
keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes siswa ≥ 65 dan yang memperoleh nilai ≥ 65 paling sedikit harus 85%.
Setelah diadakan perubahan dan penyempurnaan pelaksanaan evaluasi
siklus I, evaluasi siklus II dilaksanakan sesuai dengan hasil refleksi setiap siklus.
Pelaksanaan evaluasi siklus II merupakan akhir tindakan perbaikan cooperative
learning model STAD.
Evaluasi dalam bentuk tes pada siklus II, menunjukkan rata-rata nilai
subjek penelitian adalah 85,83 dan persentase subjek penelitian yang memperoleh
nilai ≥ 65 sebesar 91,66%. Pembelajaran pada siklus II ini telah berhasil, karena sesuai dengan kriteria keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes siswa ≥ 65 dan persentase yang memperoleh nilai ≥ 65 paling sedikit harus 85%.
2.2
Landasan Teori
Landasan teori berasal dari dua kata, yaitu kata “landasan” yang berarti
dasar/tumpuan (KBBI 1990: 493) dan “teori” yang berarti (1) pendapat yang
didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi;
(2) penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan
ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi; (3) asas dan hukum umum yg
menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; (4) pendapat, cara, dan
aturan untuk melakukan sesuatu (KBBI 1990: 932). Teori-teori yang akan
12
2.2.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan proses penting dalam proses perubahan perilaku
manusia. Pengertian belajar menurut beberapa pakar pendidikan menurut
Suprijono (2011: 2), antara lain:
(1) Gagne berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau
kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan
seseorang secara alamiah.
(2) Travers mendefinisikan belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian
tingkah laku.
(3) Cronbach menyatakan bahwa learning is shown by a change in a
behavior as a result of experience. (Belajar adalah perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman).
Jadi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya
pengalaman dan latihan atau interaksi dengan lingkungan. Dengan adanya atau
telah mengalami kegiatan belajar, seseorang akan memiliki pengetahuan,
kebiasaan, dan sikap, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, belum terampil
menjadi terampil, dan dari tidak bisa menjadi bisa.
Sementara menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat
20, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Briggs (1992) dalam Sugandi dkk
(2007: 9-10), pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi
berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Pembelajaran adalah sesuatu yang
dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran merupakan upaya
pendidik untuk membantu siswa melakukan kegiatan belajar (Isjoni 2010: 11).
Jadi, pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru/pengajar
untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya
serta mampu berinteraksi dengan lingkungan.
2.2.2 Aktivitas Belajar
Pengertian aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 17)
adalah keaktifan; kegiatan; kesibukan. Aktivitas belajar merupakan seluruh
aktivitas siswa dalam proses belajar. Menurut Sardiman dalam Saminanto (2010:
97), yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik
atau mental. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas
siswa dalam berpikir maupun berbuat. Aktivitas yang dilakukan siswa dalam
proses pembelajaran tersebut akan menimbulkan kesan (Slameto 2010: 36).
Merujuk pendapat Dierich (Hamalik 2011: 172-3), ada 8 kelompok
aktivitas belajar, yaitu:
(1) Kegiatan-kegiatan visual, meliputi membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang
lain bekerja atau bermain.
(2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral), meliputi mengemukakan suatu fakta atau
prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan,
memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan
14
(3) Kegiatan kegiatan mendengarkan, meliputi mendengarkan penyajian
bahan, percakapan atau diskusi kelompok, permainan, dan radio.
(4) Kegiatan-kegiatan menulis, meliputi menulis cerita, laporan, memeriksa
karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
(5) Kegiatan-kegiatan menggambar, meliputi menggambar, membuat grafik,
chart, diagram peta, dan pola.
(6) Kegiatan-kegiatan metrik, meliputi melakukan percobaan, memilih
alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menari, berkebun, dan
menyelenggarakan permainan.
(7) Kegiatan-kegiatan mental, meliputi merenungkan, mengingat,
memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat
hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
(8) Kegiatan-kegiatan emosional, meliputi minat, membedakan, berani,
tenang, dan lain-lain.
Jadi, aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh siswa
dengan tujuan siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu keberhasilan
dalam proses belajarnya.
2.2.3 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah
mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Hasil belajar menurut Gagne dalam
Suprijono (2011: 5-6), berupa:
(1)Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
(2)Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif.
(3)Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan
kaidah dalam memecahkan masalah.
(4)Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
(5)Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
Sementara itu, hasil belajar menurut Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono
(2009: 26-31), yaitu mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, antara lain: pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif mencakup
penerimaan, partisipasi, penilaian dan penerimaan sikap, organisasi, serta
pembentukan nilai hidup. Yang terakhir, ranah psikomotor terdiri dari persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Jadi, hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat telah
melakukan kegiatan-kegiatan belajar.
2.2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian IPS menurut Masitoh, Susilo,
16
(1) Jean Jarolimek (1967) mendefinisikan IPS adalah ilmu yang mengkaji
manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya.
(2) Michaelis (1957) menyatakan bahwa IPS dihubungkan dengan manusia
dan interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang
menyangkut hubungan kemanusiaan.
(3) Nasution (1975) berpendapat bahwa IPS adalah suatu program
pendidikan merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya
mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam
lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu
sosial: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan
psikologi sosial.
Sementara itu, menurut Masitoh, Susilo, dan Soewarso (2010: 3), IPS
merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang manusia dan interaksinya
dengan dunia sekelilingnya. Latar telaahnya yaitu kehidupan nyata manusia. IPS
juga membahas tentang hubungan manusia dengan lingkungannya.
Jadi, IPS adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan dalam
hubungannya dengan interaksi lingkungan yang dalam masyarakat. Lingkungan
dalam masyarakat yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya siswa
sebagai bagian dari masyarakat yang dihadapkan pada berbagai permasalahan
yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.
Tujuan dari pendidikan IPS yaitu untuk mendidik dan memberi bekal
kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat,
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo 2008:
15).
2.2.5 Model Pembelajaran Kooperatif
Pada subbab 2.2.5, peneliti akan membahas mengenai berbagai landasan
teori yang mengacu pada model pembelajaran kooperatif, yaitu tentang model
pembelajaran, pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, kelebihan
dan kekurangan pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, tahap-tahap proses pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan pembelajaran
IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penjelasan teori
selengkapnya dapat dilihat pada sub-bagian berikut:
2.2.5.1 Model Pembelajaran
Guru harus merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
sebelum proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru harus pandai memilih
dan menentukan model pembelajaran yang tepat, sehingga dapat menghasilkan
pembelajaran yang efektif dan dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Sebelum
menentukan model pembelajaran, guru harus paham terlebih dahulu tentang apa
itu model pembelajaran. Menurut Dahlan dalam Isjoni (2010: 49), model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada
pengajar di kelas. Sementara menurut Arends dalam Suprijono (2011: 46), model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
18
didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran
yang telah dirancang.
Hasan dalam Isjoni (2010: 50), menyatakan bahwa semua model
pembelajaran dapat dikatakan baik, jika memenuhi prinsip-prinsip seperti:
(1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas
belajar siswa, maka hal itu semakin baik.
(2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa
belajar juga semakin baik.
(3) Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan.
(4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.
(5) Tidak ada satupun model/metode yang paling sesuai untuk segala tujuan,
jenis, materi, dan proses belajar yang ada.
2.2.5.2 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif ini bernaung dalam teori konstruktivisme.
Dukungan teori kostruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting
model pembelajaran kooperatif. Kostruktivisme sosial Vygotsky menekankan
bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual (Suprijono 2011:
55). Siswa mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berbasis sosial.
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit, jika mereka saling berdiskusi
membantu memecahkan masalah. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok
sejawat, menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok
kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto 2010: 37). Dalam pembelajaran ini, guru
diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen
agar semua anggotanya dapat bekerjasama untuk memaksimalkan
pembelajarannya sendiri dan kelompoknya. Jadi, pembelajaran kooperatif
mengacu pada metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerjasama dalam
kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.
Roger dkk dalam Huda (2011: 29) menyatakan bahwa cooperative
learning is group learning activity organized in such a way that learning is based
on the socially structured change of information between learners in group in
which each learner is held accountable for his or her own learning and is
motivated to increase the learning of others. Pernyataan tersebut mengandung arti
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang
diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada
perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang
di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri
dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Sementara menurut Johnson dan Johnson dalam Huda (2011: 31),
pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared goals
20
pembelajaran kooperatif sering didefinisikan sebagai pembentukan
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerjasama dan
saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain.
Etchberger (2011: 397) menjelaskan bahwa:
Cooperative learning has been shown to improve academic achievement for students through active involvement by student (Jacobs et al. 2002, Cooper et al. 2003, Milus 2010). Cooperative learning fosters a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, trust, leadership, dedsionmaking [sic], and conflict resolution), face-to-face promotive interaction, and processing (reflecting on how well the team is functioning and how to function even better, Johnson and Johnson 1994b)
Maksud dari pernyataan tersebut yaitu pembelajaran kooperatif telah
ditunjukkan untuk meningkatkan prestasi akademik siswa melalui keterlibatan
aktif oleh siswa (Jacobs et al 2002, Cooper et al 2003, Milus 2010). Dalam
pembelajaran kooperatif, hubungan dalam kelompok siswa yang memerlukan
saling ketergantungan positif (rasa tenggelam atau berenang bersama-sama),
akuntabilitas individu (masing-masing dari siswa harus berkontribusi dan belajar),
keterampilan antarpribadi (komunikasi, kepercayaan, kepemimpinan,
pengambilan keputusan, dan resolusi konflik), interaksi tatap muka promotif, dan
pengolahan (merefleksikan seberapa baik tim ini berfungsi dan bagaimana agar
berfungsi lebih baik, Johnson dan Johnson 1994b).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa dasar
pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerjasama dalam belajar kelompok dan
kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi
pelajaran dengan baik dan mampu meningkatkan hasil belajar.
Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antarsiswa dalam
kelompok. Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih
mudah menemukan dan memahami suatu konsep, jika antarsiswa saling
mendiskusikan suatu masalah dengan temannya. Kegiatan siswa dalam belajar
kelompok antara lain mengikuti penjelasan guru, menyelesaikan tugas-tugas
dalam kelompok, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya,
mendorong teman kelompoknya untuk berpartisipasi secara aktif dan berdiskusi.
Dalam pembelajaran kooperatif, kelompok belajar yang mencapai hasil belajar
maksimal akan diberi penghargaan. Pemberian penghargaan ini bertujuan untuk
meningkatkan motivasi belajar.
2.2.5.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning
menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 22), yaitu:
2.2.5.3.1 Penghargaan Kelompok
Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk
memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh, jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok
didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam
menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling membantu,
22
2.2.5.3.2 Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada
aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk
menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya.
2.2.5.3.3 Kesempatan yang Sama untuk Mencapai Keberhasilan
Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang
terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini, setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, maupun tingggi, sama-sama memperoleh kesempatan
untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
Selain itu, Trianto (2007: 44) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran
kooperatif yaitu dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik,
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan
membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
2.2.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Sama halnya dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif juga memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain:
2.2.5.4.1 Kelebihan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif
Kelebihan-kelebihan menggunakan model pembelajaran kooperatif
menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif.
Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga
mereka lebih mudah dalam berkomunikasi dan berani mengemukakan
pendapatnya. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja
keras siswa, lebih giat, dan lebih termotivasi. Sementara Davidson seperti yang
dikutip oleh Noornia dalam Asma (2006: 26), menyatakan bahwa keuntungan
paling besar dari pembelajaran kooperatif terlihat ketika siswa menerapkannya
dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks. Keuntungan pembelajaran
kooperatif juga dapat meningkatkan kecakapan individu atau kelompok dalam
memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka
buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran
kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan
tidak memiliki rasa dendam.
2.2.5.4.2 Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Slavin dalam Asma (2006: 27), menyatakan bahwa “kekurangan dari
cooperative learning yaitu kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi
kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah kepada
kekecewaan. Hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih
dominan”. Sementara menurut Noornia dalam Asma (2006: 27), cooperative
learning membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional, bahkan dapat mengakibatkan materi tidak dapat
disesuaikan dengan kurikulum yang ada, apabila guru belum berpengalaman. Dari
24
pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan cooperative learning dengan
baik.
2.2.5.5 Model Pembelajaran Koopertif tipe STAD
Amstrong dan Jesse Palmer (1998) menjelaskan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
The cooperative learning techniques used in this study was the Student Team Achievement Dividions' [sic] (STAD) method developed by Robert Slavin (1986). STAD has been described as the simplest of a group of cooperative learning techniques referred to as Student Team Learning Methods. In the STAD approach studentsare [sic] assigned to four or five member teamsreflecting [sic] a heterogeneous grouping of high, average, and low achieveing students of diverse ethnic backgrounds and different genders. Each week, the teacher introduces new material through a lecture, class discussion, or some form of a teacher presentation. Team members then collaborate on worksheets designed to expand and reinforce the material taught by the teacher. Team members may (a) work on the worksheets in pairs, (b) take turns quizzing each other, (c) discuss problems as a group, or (d) use whatever strategies they wich to learn the assigned material. Each teamwill [sic] then receive answer sheets, making clear to the students that their task is to learn the concepts not simply fill out the orksheets. Team members are instructed that their task is not complete until all teammembers [sic] understand the assigned material.
Kutipan Amstrong dan Jesse Palmer pada paragraf di atas, maksudnya
yaitu teknik-teknik pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian
adalah pembelajaran kooperatif pengelompokkan siswa berdasarkan
perbedaan/pembagian prestasi (STAD) metode yang dikembangkan oleh Robert
Slavin (1986). STAD telah dinyatakan sebagai salah satu teknik pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana yang disebut sebagai metode belajar siswa
berkelompok. Dalam model STAD para siswa dibagi ke dalam kelompok tim
akademik siswa yang tinggi, rata-rata, dan rendah beragam latar belakang etnis
dan jenis kelamin yang berbeda. Setiap minggu, guru memperkenalkan materi
baru melalui ceramah, diskusi kelas, atau beberapa bentuk presentasi guru.
Anggota tim kemudian berkolaborasi pada lembar kerja yang dirancang untuk
memperluas dan memperkuat materi diajarkan oleh guru. Anggota tim dapat (a)
bekerja pada lembar kerja berpasangan, (b) bergantian menanyai satu sama lain,
(c) membahas masalah-masalah sebagai sebuah kelompok, atau (d) menggunakan
strategi apa saja yang mereka inginkan untuk belajar materi yang diberikan.
Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yaitu Student Teams
Achievement Divisions (STAD) atau pembagian pencapaian prestasi tim siswa.
Model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari
Universitas John Hopkins. Model STAD merupakan salah satu model kooperatif
yang paling sederhana dan merupakan model pembelajaran dengan menggunakan
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok terdiri atas 4-5
orang siswa. Model STAD juga menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi
di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
2.2.5.6 Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki tahap-tahap dalam
pelaksanaannya. Tahap-tahap proses pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Asma (2006: 51-4), antara lain:
2.2.5.6.1 Tahap Persiapan Pembelajaran
26
(1) Materi
Materi yang akan disampaikan menggunakan model STAD
dirancang terlebih dahulu untuk pembelajaran secara berkelompok.
Sebelum menyajikan materi pelajaran, guru harus sudah membuat
lembar kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok beserta
dengan lembar jawabnya.
(2) Menempatkan siswa dalam kelompok
Menempatkan siswa dalam kelompok maksudnya yaitu
mengurutkan siswa dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan
akademiknya dan daftar siswa yang telah diurutkan tersebut dibagi
menjadi empat bagian. Setelah itu, diambil satu siswa dari tiap kelompok
untuk dijadikan sebagai ketua kelompok. Kelompok yang sudah
terbentuk diusahakan berimbang antara kemampuan akademik, jenis
kelamin, dan etnisnya.
(3) Menentukan skor dasar
Skor dasar merupakan rata-rata skor pada kuis sebelumnya.
Apabila akan menggunakan STAD, setelah memberikan tes kemampuan
prasyarat/tes pengetahuan awal, maka skor tes tersebut dapat digunakan
sebagai skor dasar. Selain skor tes tersebut, nilai UTS siswa pada
semester sebelumnya juga dapat digunakan sebagai skor dasar.
2.2.5.6.2 Tahap Penyajian Materi
Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit. Guru
ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari baru kemudian
menyampaikan materi pelajaran.
2.2.5.6.3 Tahap Kegiatan Belajar Kelompok
Pada tahap ini, setiap kelompok diberi lembar kegiatan, lembar tugas, dan
lembar kunci jawaban yang masing-masing dua lembar untuk setiap kelompok.
Hal ini bertujuan agar terjalin kerjasama di antara anggota tiap kelompok. Lembar
kegiatan dan lembar tugas diserahkan pada saat kegiatan belajar kelompok,
sedangkan lembar kunci jawaban diserahkan setelah kegiatan kelompok selesai
dilaksanakan. Setelah menyerahkan lembar kegiatan dan lembar tugas, guru
menjelaskan tahapan dan fungsi belajar kelompok model STAD. Pada awal
kegiatan kelompok dengan model ini, diperlukan adanya diskusi dengan siswa
tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kelompok kooperatif. Hal-hal
yang perlu dilakukan siswa untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap
kelompoknya, misalnya meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya telah
mempelajari materi, tidak seorangpun menghentikan belajar sampai semua
anggota menguasai materi, meminta bantuan kepada tiap anggota kelompoknya
untuk menyelesaikan masalah sebelum menanyakan kepada gurunya, setiap
anggota kelompok berbicara secara sopan, dan saling menghargai pendapat
anggota kelompok.
2.2.5.6.4 Tahap Pemeriksaan terhadap Hasil Kegiatan Kelompok
Tahap ini dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil kegiatan
kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. Pada tahap ini,
28
melengkapi jawaban kelompok tersebut. Pada tahap ini, juga dilakukan
pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci
jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya, serta
memperbaikinya, jika masih terdapat jawaban yang masih salah/kurang tepat.
2.2.5.6.5 Tahap Tes Individual
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar
siswa. Setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa
yang telah diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes
sesuai dengan kemampuannya. Pada tahap ini, setiap siswa tidak diperkenankan
untuk bekerjasama mengerjakan soal.
2.2.5.6.6 Tahap Pemeriksaan Hasil Tes
Pada tahap ini, dilakukan adanya perhitungan berdasarkan skor awal.
Berdasarkan skor awal, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes
yang diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar
siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.
Adapun perhitungan skor perkembangan individu yang dikemukakan Slavin
[image:42.612.138.507.587.713.2](2005: 159), seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor Tes Skor Perkembangan
Individu a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20 d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor
2.2.5.6.7 Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok
Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan
masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota
kelompok. Pemberian penghargaan kepada kelompok, diberikan berdasarkan poin
perkembangan kelompok tertinggi dengan rumus sebagai berikut:
N1 =
Berdasarkan poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga tingkatan
penghargaan, yaitu: kelompok yang memperoleh poin rata-rata 15, sebagai
kelompok baik, kelompok yang memperoleh poin rata-rata 20, sebagai kelompok
hebat, dan kelompok yang memperoleh poin rata-rata 25, sebagai kelompok
super.
2.2.5.7 Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Materi yang diambil oleh peneliti untuk melakukan penelitian yaitu materi
kelas V mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial pada semester dua, yaitu
Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan.
Standar Kompetensi : 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat
dalam mempersiapkan dan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Kompetensi Dasar : 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam
mempertahankan kemerdekaan.
Indikator : 2.4.1. Menceritakan Peristiwa 10 November 1945 di
30
: 2.4.2. Menceritakan Peristiwa Pertempuran
Ambarawa, Medan Area, dan Bandung Lautan Api.
Materi:
Sehari setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, negara kita
memiliki Undang Dasar Negara yang dikenal dengan sebutan
Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di lain pihak, Sekutu tidak mengakui
kemerdekaan Indonesia, karena mereka beranggapan bahwa apabila pihak Jepang
telah menyatakan kalah terhadap Sekutu, maka otomatis wilayah pendudukan
Jepang menjadi tanggung jawabnya. Sementara pihak Belanda masih
menginginkan kekuasaan di wilayah Nusantara dengan cara meminta bantuan
kepada Sekutu.
Berikut ini beberapa bentuk perlawanan rakyat Indonesia dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan, antara lain:
(1) Pertempuran 10 November 1945
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu di bawah
komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Tanjung Perak
Surabaya. Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi pertempuran yang
hebat di Gedung Bank Internasional di Jembatan Merah. Pada kejadian
itu, Brigjen Mallaby ditemukan telah tewas. Hal ini menyebabkan
Sekutu berani mengeluarkan ultimatum yang sangat menyinggung
perasaan bangsa Indonesia. Bunyi ultimatum tersebut adalah
“Pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor
diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas waktu ancaman itu
adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945”. Bung Tomo
memimpin rakyat dengan berpidato membangkitkan semangat lewat
radio. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya, pemerintah
kemudian menetapkan tanggal 10 November sebagai hari Pahlawan.
(2) Bandung Lautan Api
Pada bulan Oktober 1945, tentara sekutu memasuki Kota
Bandung. Tanggal 21 November 1945, tentara sekutu mengeluarkan
ultimatum pertama, agar Kota Bandung bagian utara
selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh pihak
Indonesia dengan alasan demi keamanan. Para pejuang Indonesia tidak
mengindahkan ultimatum tersebut. Akibatnya, sering terjadi insiden
antara pejuang Indonesia dan tentara sekutu. Pada tanggal 23 Maret
1946, tentara sekutu mengeluarkan ultimatum untuk kedua kalinya.
Kali ini, para pejuang diminta meninggalkan seluruh kota Bandung.
Para pejuang sebelum meninggalkan Kota Bandung melancarkan
serangan umum ke arah markas besar sekutu dan berhasil
membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Maksudnya,
supaya tentara sekutu tidak dapat memanfaatkan bengunan-bangunan
yang ada di Kota Bandung. Peristiwa bumi hangus ini dikenal dengan
sebutan Bandung Lautan Api.
(3) Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 21 November 1945.
32
Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang membebaskan
interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa tanpa berunding
terlebih dahulu dengan pihak republik. Oleh karena itu, terjadilah
bentrokan senjata antara pihak republik dan Sekutu di Magelang yang
meluas menjadi pertempuran. Pertempuran ini kemudian dikenal
dengan Pertempuran Ambarawa. Pertempuran melawan Sekutu
tersebut banyak menelan korban jiwa, salah satunya adalah Letnan
Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Pada tanggal 12
Desember 1945, para pejuang kembali menyerang Sekutu secara
serempak pada waktu yang bersamaan. Pertempuran berlangsung
selama empat hari, pasukan Sekutu yang merupakan tentara Inggris
akhirnya dapat diusir dari Ambarawa.
(4) Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945, tentara Inggris yang diboncengi
NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly.
Tanggal 13 Oktober 1945, terjadi pertempuran pertama antara para
pemuda dan pasukan Sekutu. Pertempuran kemudian menyebar
keseluruh Kota Medan. Bentrokan antara para pejuang dan pasukan
Sekutu sering terjadi. Oleh karena itu, pada tanggal 18 Oktober 1945
Sekutu mengeluarkan peringatan yang melarang rakyat membawa
senjata. Semua senjata harus diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal
10 Desember 1945, tentara Sekutu melancarkan serangan militer
besar-besaran yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh
(5) Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran lima hari di Semarang terjadi pada tanggal 15-20
Oktober 1945. Pertempuran ini terjadi antara pemuda dan pejuang
Indonesia melawan pasukan Kidobutai yang dibantu oleh batalyon
Jepang lain yang kebetulan sedang singgah di Semarang. Pertempuran
baru berhenti setelah Gubernur Wongsonegoro dan pemimpin Tentara
Komando Rakyat (TKR) berunding dengan komandan tentara Jepang.
Proses gencatan senjata dipercepat setelah Brigadir Jendral Bethel dari
pasukan Sekutu ikut terlibat dalam perundingan pada tanggal 20
Oktober 1945.
(6) Serangan Umum 1 Maret 1949
Dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menangkap
para pemimpin politik dan menduduki ibu kota Republik Indonesia
(RI) di Yogyakarta. Menghadapi tindakan Belanda tersebut, Tentara
Nasional Indonesia (TNI) menyusun kekuatan untuk melawan Belanda.
Puncak serangan TNI yaitu serangan umum terhadap Kota Yogyakarta
pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Soeharto.
Sementara itu, tahap-tahap membelajarkan materi Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
(1) Tahap persiapan pembelajaran
Guru menyiapkan materi yang akan disampaikan, yaitu
34
menyajikan materi pelajaran, guru harus sudah membuat lembar
kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok beserta
dengan lembar jawabnya. Setelah itu, guru membagi siswa ke
dalam 9 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas 4-5
orang yang dibagi berdasarkan kemampuan akademik, jenis
kelamin, dan etnisnya dan kemudian guru menentukan skor dasar
yang merupakan rata-rata skor pada kuis sebelumnya, yaitu tes
kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal atau nilai siswa pada
semester sebelumnya.
(2) Tahap penyajian materi
Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar
20-45 menit.
(3) Tahap kegiatan belajar kelompok
Pada tahap ini, setiap kelompok diberi lembar kegiatan,
lembar tugas, dan lembar kunci jawaban yang masing-masing dua
lembar untuk setiap kelompok. Materi yang akan diajarkan
menggunakan model STAD ini dilakukan melalui dua kali
pertemuan yang terdiri atas materi tentang berbagai peristiwa
perlawanan rakyat Indonesia melawan penjajah. Materi tersebut
antara lain: pertemuan pertama, terdiri atas materi Pertempuran 10
November 1945 (kelompok 1, 2, dan 3), Bandung Lautan Api
(kelompok 4, 5, dan 6), dan Pertempuran Ambarawa (kelompok 7,
Area (kelompok 1, 2, dan 3), Pertempuran Lima Hari di Semarang
(kelompok 4, 5, dan 6), dan Serangan Umum 1 Maret 1949
(kelompok 7, 8, dan 9).
(4) Tahap pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok
Tahap ini dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil
kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok.
(5) Tahap tes individual
Tahap ini dilakukan dengan memberikan soal individual yang
berupa pilihan ganda yang terdiri atas 20 soal.
(6) Tahap pemeriksaan hasil tes
Tahap ini dilakukan dengan memeriksa hasil tes.
(7) Tahap pemberian penghargaan kelompok
Pemberian penghargaan kepada kelompok, diberikan
berdasarkan poin perkembangan kelompok tertinggi.
2.3
Kerangka Berpikir
Kondisi awal pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri Debong Kidul,
guru masih sering menggunakan model konvensional, belum pernah
menggunakan model pembelajaran kooperatif, serta siswa diarahkan untuk
mengingat dan menghafal materi yang cakupan hafalannya banyak. Mengacu
pada kondisi awal pembelajaran IPS, menyebabkan siswa cepat bosan, pasif, dan
kurang memperhatikan penjelasan guru.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun
36
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Oleh karena itu, seorang guru
harus merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna dengan menggunakan
model-model pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami konsep
dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu model
pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran kerja kelompok yaitu
pembelajaran kooperatif, khususnya tipe STAD. Dengan menggunakan model
pembelajaran ini, diharapkan siswa mampu meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya. Selain itu, siswa juga
cenderung lebih aktif dan ikut berpartisipasi, serta mampu mengembangkan
kemampuan bersosialisasi dengan teman sejawatnya.
2.4
Hipotesis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 310), hipotesis yaitu
sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun
kebenarannya masih harus dibuktikan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas,
dapat dirumuskan hipotesis tindakan dan penelitian, yaitu sebagai berikut:
2.4.1 Hipotesis Tindakan
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran IPS materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, akan terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri Debong Kidul.
2.4.2 Hipotesis Penelitian
(1) Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas V antara yang
memperoleh pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD
dan yang menggunakan model konvensional.
Ho: µ1 = µ2 (tidak beda).
(2) Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas V antara yang memperoleh
pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dan yang
menggunakan model konvensional.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Populasi dan Sampel
Pada subbab ini, akan dibahas mengenai populasi dan sampel. Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi
juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah
yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu (Sugiyono 2011: 80).
Sementara menurut Sugiyono (2011: 62), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Penjelasan selengkapnya mengenai
populasi dan sampel, yaitu sebagai berikut:
3.1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul
kota Tegal. Jumlah seluruh populasi sebanyak 78 siswa yang terdiri atas 38 siswa
dari kelas VA dan 40 siswa dari kelas VB. Untuk daftar populasi siswa kelas VA
dan VB dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.
3.1.2 Sampel
Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan menggunakan teknik simple
random sampling, yaitu pengambilan sampel yang sederhana yang dilakukan
random sampling dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen, dengan
maksud agar setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.
Berdasarkan jumlah populasi di kelas VA sebanyak 38 siswa dan VB sebanyak
40 siswa, sehingga total populasi sebanyak 78 siswa, maka sampel yang akan
diambil menggunakan tabel Krecjie dengan taraf kesalahan 5% yaitu sebanyak 66
siswa yang berasal dari kelas VA sebanyak 32 siswa dan kelas VB sebanyak 34
siswa. Untuk daftar sampel siswa kelas VA dan VB dapat dilihat pada lampiran 3
dan 4.
3.2
Variabel Penelitian
Menurut Hatch dan Farhady (1981) dalam Sugiyono 2011: 38, variabel
dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai
“variasi” antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek
dengan objek lain. Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik simpulannya (Sugiyono 2011: 38).
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel terikat
(dependen) dan bebas (independen). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai
variabel terikat dan bebas:
3.2.1 Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2011: 39). Variabel <