• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

K

PEMB

TEAM A

PENIN

PADA S

disajikan s

JUR

KEEFEK

BELAJAR

ACHIEVE

NGKATA

SISWA K

DEBO

sebagai salah Jur

RUSAN PE

FAK

UNIVE

KTIFAN P

RAN KO

EMENT D

AN KUAL

KELAS V

ONG KID

h satu syarat rusanPendid Sa 1

ENDIDIK

KULTAS

ERSITAS

PENGGU

OOPERA

DIVISIO

LITAS P

V SEKOL

DUL KO

Skripsi

untuk memp dikan Guru S

oleh akti Muniroh 1402408042

KAN GURU

ILMU PE

S NEGERI

2012

UNAAN

ATIF TIP

ON

(STAD

PEMBEL

LAH DA

OTA TEG

peroleh gela Sekolah Dasa h

U SEKOL

ENDIDIKA

I SEMAR

MODEL

PE

STUD

D) TERH

LAJARA

ASAR NE

GAL

(2)

   

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini

benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik

sebagian atau keseluruhannya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat

dalam skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Tegal, Juli 2012

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia

ujian skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang.

Di : Tegal

Tanggal : Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd. 19611018 198803 1 002

Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd. 19820814 200801 2 008

Mengetahui,

Koordinator PGSD UPP Tegal

(4)

   

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas

Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota

Tegal oleh Sakti Muniroh 1402408042, telah dipertahankan dihadapan sidang

Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 02 Agustus 2012.

PANITIA UJIAN

Ketua

Drs. Hardjono, M.Pd. 19510801 197903 1 007

Sekretaris

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001

Penguji Utama

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19630923 198703 1 001

Penguji Anggota 1

Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd. 19820814 200801 2 008

Penguji Anggota 2

(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

(Al-Qur’an: Surat Al-Baqarah: 153)

Jangan pernah mengatakan sesuatu yang belum kita kerjakan itu sulit. Ketahuilah,

tidak ada yang sulit jika dikerjakan dengan niat dan bersungguh-sungguh.

(Penulis)

Waktu akan selalu tersedia bagi mereka yang mau memanfaatkannya.

(Leonardo Da Vinci)

Persembahan

Untuk Ibu, Bapak, dan adik-adikku yang selalu menyayangi,

mendoakan, mendukung, dan selalu memberikan apapun yang

terbaik untukku;

Untuk Bapak Teguh Supriyanto dan Ibu Ika Ratnaningrum yang

telah memberikan bimbingan, saran, pengarahan, dan motivasi

untukku;

Untuk Teman-teman seperjuangan PGSD UNNES 2008 yang telah

(6)

   

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,

dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team

Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS

pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Dalam

melaksanakan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi, peneliti banyak

mendapatkan bimbingan, dukungan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor UNNES.

2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan PGSD FIP UNNES.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal FIP UNNES.

5. Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, saran dan motivasi yang bermanfaat kepada peneliti

dalam penyusunan skripsi.

6. Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi.

7. Drs. Akhmad Zaeni, Kepala SD Negeri Debong Kidul yang telah

memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

8. Sismiatun, S.Pd. SD, guru pengampu kelas VA SD Negeri Debong Kidul

yang telah memberikan waktu dan bimbingannya yang bermanfaat bagi

(7)

9. Tuti Awaliyah, A.Ma, guru pengampu kelas VB SD Negeri Debong Kidul

yang telah memberikan waktu dan bimbingannya dalam membantu peneliti

melaksanakan penelitian.

10. Staf guru, karyawan, dan siswa SD Negeri Debong Kidul yang telah bersedia

bekerjasama dalam penelitian ini.

11. Bapak dan Ibu yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, dan doa restu,

sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

12. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan semangat dan dukungannya.

13. Rekan-rekan mahasiswa PGSD UPP Tegal angkatan 2008.

14. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam

penyusunan skripsi ini.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan

pembaca, sehingga dapat dijadikan referensi bagi guru atau insan-insan yang

mempunyai atensi di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan

anak bangsa.

Tegal, Juli 2012

(8)

   

ABSTRAK

Muniroh, Sakti. 2012. Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Debong Kidul Kota Tegal. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Teguh Supriyanto, M.Pd., II. Ika Ratnaningrum, S.Pd, M.Pd.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe student team achievement division (STAD), Aktivitas, dan Hasil Belajar.

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang dalam proses pembelajarannya, siswa lebih banyak diarahkan pada kemampuan menghafal atau mendengarkan ceramah dari guru, maka berdampak pada kurangnya kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dan membuat siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan lebih aktif. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student team achievement division (STAD). Dari uraian latar belakang, muncul rumusan masalah “apakah ada peningkatan aktivitas hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD? dan apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan metode cooperative learning

tipe STAD terhadap aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal.

(9)

sebesar 75,00% serta termasuk kriteria sangat tinggi. Hasil belajar siswa diperoleh rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 75,63, sedangkan kelas kontrol sebesar 68,53. Data hasil penghitungan dengan menggunakan rumus independent sample t test melalui program SPSS versi 17, menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar ditandai dengan nilai thitung > ttabel, yaitu 2,016 > 1,998 dan signifikansi 0,048 < 0,05.

(10)

   

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan ... ii

Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

Bab 1. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 6

1.3Perumusan Masalah ... 7

1.4Pembatasan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1 Tujuan Umum ... 8

1.5.2 Tujuan Khusus ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 8

1.6.1 Bagi Siswa ... 9

1.6.2 Bagi Guru ... 9

1.6.3 Bagi Sekolah ... 9

2. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan ... 10

(11)

2.2.1 Belajar dan Pembelajaran ... 12

2.2.2 Aktivitas Belajar ... 13

2.2.3 Hasil Belajar ... 14

2.2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial ... 15

2.2.5 Model Pembelajaran Kooperatif ... 17

2.3 Kerangka Berpikir ... 35

2.4 Hipotesis ... 36

2.4.1 Hipotesis Tindakan ... 36

2.4.2 Hipotesis Penelitian ... 36

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ... 38

3.1.1 Populasi ... 38

3.1.2 Sampel ... 38

3.2 Variabel Penelitian ... 39

3.2.1 Variabel Terikat (Y) ... 39

3.2.2 Variabel Bebas ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.3.1 Observasi ... 41

3.3.2 Tes ... 41

3.3.3 Dokumentasi ... 42

3.4 Instrumen Penelitian ... 42

3.4.1 Lembar Observasi ... 42

3.4.2 Soal-soal Tes ... 43

3.4.3 Dokumentasi ... 45

3.5 Desain Penelitian ... 46

3.6 Metode Analisis Data ... 46

3.6.1 Deskripsi Data ... 47

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 47

3.6.3 Analisis Akhir (Pengujian Hipotesis) ... 48

(12)

   

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data ... 50

4.2 Uji Prasyarat Instrumen ... 50

4.2.1 Uji Validitas ... 51

4.2.2 Uji Reliabilitas ... 52

4.2.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 53

4.3 Hasil Penelitian ... 54

4.4 Aktivitas Belajar Siswa ... 56

4.5 Uji Prasyarat Analisis ... 56

4.5.1 Normalitas Data ... 57

4.5.2 Homogenitas Data ... 58

4.5.3 Pengujian Hipotesis (Uji t) ... 58

4.6 Pembahasan ... 60

5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

Daftar Lampiran ... 67

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu ... 28

3.1 Kualifikasi Persentase Keaktifan Siswa ... 49

4.1 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa ... 50

4.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 52

4.3 Distribusi Frekuensi Nilai UTS Kelas Eksperimen ... 53

4.4 Distribusi Frekuensi Nilai UTS Kelas Kontrol ... 53

4.5 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 55

4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 55

4.7 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen ... 57

4.8 Hasil Uji Normalitas Data Kelas Kontrol ... 57

4.9 Hasil Uji Homogenitas Data ... 58

(14)

   

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Populasi Siswa Kelas Eksperimen (VA) ... 67

2. Daftar Populasi Siswa Kelas Kontrol (VB) ... 68

3. Daftar Sampel Siswa Kelas VA (Kelas Eksperimen) ... 69

4. Daftar Sampel Siswa Kelas VB (Kelas Kontrol) ... 70

5. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ... 71

6. Deskriptor Pedoman Observasi Model STAD ... 72

7. Lembar Aktivitas Siswa Kelas Kontrol ... 75

8. Deskriptor Pedoman Observasi Model Konvensional ... 76

9. Silabus Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V SD ... 81

10. Silabus Pengembangan Ilmu Pengetahuan Sosial ... 85

11. Kisi-kisi Soal Uji Coba Ilmu Pengetahuan Sosial ... 86

12. Proses Validasi ... 90

13. Daftar Nilai UTS Siswa Kelas VA dan VB ... 124

14. Pembagian TIM Siswa ... 126

15. Nilai Hasil Uji Coba Soal ... 127

16. Hasil Uji Validitas ... 128

17. Hasil Uji Reliabilitas ... 135

18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 1 ... 137

19. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen 2 ... 155

20. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 1 ... 180

21. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol 2 ... 195

22. Daftar Nilai Postes Eksperimen ... 217

23. Daftar Nilai Postes Kontrol ... 218

24. Hasil Uji Homogenitas dan Uji t ... 219

25. Penskoran TIM STAD Pertemuan 1 ... 220

26. Penskoran TIM STAD Pertemuan 2 ... 221

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1

ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pendidikan merupakan hal yang paling fundamental dalam usaha untuk

meningkatkan kualitas kehidupan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Seperti

yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat,

salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah

satu usaha pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan

menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar bagi warga negaranya.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 18,

disebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus

diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan

pemerintah daerah. Sementara pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

menyebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

(16)

2  

Nomor 20 Tahun 2003 pasal 6 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga

negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti

pendidikan dasar.

Seperangkat aturan di atas, menjelaskan bahwa pendidikan dasar

merupakan program dari pemerintah dan wajib diikuti oleh setiap warga

negaranya. Pemerintah juga wajib memberikan fasilitas yang mendukung proses

belajar mengajar, sehingga akan menghasilkan mutu pendidikan yang optimal.

Namun, tujuan tersebut tidak akan tercapai apabila tidak ada dukungan dari

masyarakat. Oleh karena itu, peran dan kerjasama dari masyarakat pun sangat

berpengaruh terhadap hasil dari penyelenggaraan program pendidikan dasar.

Berhasil atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dasar dapat dilihat

dari kualitas lulusan. Salah satu kunci pemerintah untuk menentukan kualitas

lulusan dalam dunia pendidikan dasar yaitu dengan menentukan kurikulum

pendidikannya, sehingga setiap kurun waktu tertentu kurikulum pendidikan selalu

dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

K

urikulum merupakan suatu rancangan program yang di dalamnya

terdapat komponen-komponen seperti tujuan, isi, bahan, metode, dan evaluasi

kegiatan pendidikan yang direncanakan terlebih dahulu serta dilaksanakan untuk

mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 pasal 1 ayat 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

(17)

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setelah kurikulum di Indonesia telah

mengalami perubahan-perubahan sejak kurikulum tahun 1964. Perubahan

kurikulum tersebut terjadi akibat perubahan sistem politik, sosial budaya,

ekonomi, dan iptek di lingkungan masyarakat. Mengacu pada kurikulum,

diharapkan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan optimal sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai pada semua mata pelajaran, termasuk mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang bersifat non-eksak. Pada

proses pembelajaran IPS yang berlangsung dalam dunia pendidikan, sering kali

muncul suatu permasalahan, yaitu masalah keberhasilan pembelajaran yang

kurang optimal. Permasalahan ini disebabkan karena pada saat proses

pembelajarannya siswa lebih banyak diarahkan pada kemampuan menghafal atau

mendengarkan ceramah dari guru, sehingga berdampak pada kurangnya

kemampuan untuk mengembangkan potensi siswa dan membuat siswa cenderung

menjadi pasif. Siswa dipaksa untuk mengingat berbagai informasi tanpa dituntut

untuk dapat menemukan informasi tersebut berdasarkan potensi siswa itu sendiri.

Sama seperti halnya pembelajaran IPS yang terjadi di kelas V SD Negeri

Debong Kidul.Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V yang bernama

Sismiatun, S.Pd. SD pada hari Sabtu tanggal 29 Febuari 2012, diperoleh

keterangan bahwa masih ada beberapa siswa yang susah menerima pelajaran dan

lebih senang bermain dengan teman sebangkunya ketika pelajaran sedang

berlangsung. Selain itu, beliau berkata dalam kegiatan mengajarnya masih

(18)

4  

pembelajaran IPS, serta belum pernah menggunakan model pembelajaran

kooperatif. Berdasarkan nilai UTS semester 2 diperoleh data rata-rata nilai kelas

VA (kelas eksperimen) sebesar 61,105 dengan KKM 68, dan keberhasilan

ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 47% atau 18 siswa dari 38 siswa. Oleh

karenanya, peneliti ingin mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif

pada materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, sehingga diharapkan

dapat lebih meningkatkan nilai hasil belajar siswa, dapat membuat siswa menjadi

aktif, dan pembelajarannya dapat berlangsung secara efektif serta optimal.

Pembelajaran yang efektif dan optimal dapat tercapai apabila

komponen-komponen pengajaran saling terintegrasi satu sama lain. Menurut Hamalik (2011:

77), ada tujuh komponen dalam pengajaran, yaitu: (1) tujuan pendidikan dan

pengajaran, (2) peserta didik atau siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru,

(4) perencanaan pengajaran sebagai segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran,

(6) media pengajaran, dan (7) evaluasi pengajaran.

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa

komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Apabila salah satu komponen

tidak ada, maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan lancar sesuai dengan

apa yang telah direncanakan sebelumnya. Salah satu komponen pembelajaran

yang mendukung proses pembelajaran yaitu strategi belajar mengajar. Strategi

merupakan merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang

pengajar utuk menyampaikan materi pembelajaran, sehingga akan memudahkan

siswa mencapai tujuan yang dikuasai di akhir kegiatan belajar. Strategi menunjuk

(19)

untuk mencapai tujuan. Apabila strategi dirancang kerangka konseptual dan

operasionalnya, maka disebut model pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil

dalam Abimanyu (2008: 2-4), model pembelajaran adalah kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman

bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan

melaksanakan aktivitas pembelajaran. Guru harus pandai memilih model

pembelajaran yang tepat agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Pemilihan suatu model perlu memperhatikan beberapa hal seperti

berorientasi pada tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia, jumlah dan

karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran, fasilitas sekolah, serta kurikulum

yang sedang berlaku. Model yang tepat untuk mengembangkan potensi siswa

secara optimal dan tidak hanya mengandalkan hafalan, ceramah guru, serta dapat

membuat siswa terlibat secara aktif, salah satunya yaitu model cooperative

learning (pembelajaran kooperatif) tipe Student Team Achievement Division

(STAD).

Menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 12), cooperative learning adalah

suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur

kelompok heterogen. STAD merupakan tipe model pembelajaran kooperatif yang

dikembangkan oleh Slavin dan menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi

antarsiswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi

(20)

6  

STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru

yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Oleh sebab itu, model STAD

cocok diterapkan untuk pembelajaran IPS di SD Negeri Debong Kidul, karena

seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa pembelajaran yang berlangsung di

kelas V masih menggunakan model konvensional dan belum pernah

menggunakan metode kerjasama/kooperatif. Pembelajaran menggunakan model

STAD diharapkan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Selain itu,

model STAD lebih menekankan pada pembelajaran student centered

(pembelajaran yang berpusat pada siswa) dan lebih mengutamakan kerjasama

dalam kelompok. Siswa dalam kelompok dituntut secara aktif dan kreatif serta

mampu memaksimalkan semua potensi yang dimilikinya, sehingga hasil

pembelajarannya optimal.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti berminat untuk mengadakan

penelitian dengan judul “Keefektifan Pengunaan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap Peningkatan Kualitas

Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD Negeri Debong Kidul Kota Tegal”.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa

masalah sebagai berikut:

(1) Pembelajaran yang menggunakan model konvensional menyebabkan

siswa cenderung pasif, mudah bosan, tidak memperhatikan penjelasan

(21)

(2) Guru belum pernah mencoba menggunakan model pembelajaran

kooperatif (pembelajaran berbasis kerja kelompok), sehingga hasil belajar

siswa kurang maksimal.

1.3

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dapat

diambil antara lain:

(1) Apakah terdapat perbedaan aktivitas belajar IPS antara siswa kelas V SD

Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD

dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

(2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas V SD

Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD

dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional?

1.4

Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti membatasi

permasalahan sebagai berikut:

(1) Keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dalam meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS materi

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.

(2) Keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi

(22)

8  

1.5

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan

khusus. Untuk penjelasan selengkapnya mengenai tujuan umum dan khusus

penelitian, antara lain sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk:

(1) Meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

(2) Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di SD.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk:

(1) Mengetahui aktivitas belajar siswa kelas V dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model konvensional.

(2) Mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil belajar siswa kelas V SD

Negeri Debong Kidul yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe

STAD dan yang mendapat pembelajaran dengan model konvensional.

(3) Menguji penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

mata pelajaran IPS di SD.

1.6

Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti diharapkan dapat bermanfaat

bagi berbagai pihak, seperti siswa, guru, dan sekolah. Penjelasan selengkapnya

mengenai manfaat-manfaat yang diharapkan dari penelitian bagi pihak-pihak yang

(23)

1.6.1 Bagi Siswa

(1)Meningkatnya kemampuan dan aktivitas belajar IPS khususnya pada

materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan.

(2)Melatih siswa untuk memecahkan masalah melalui belajar kerjasama

kelompok.

1.6.2 Bagi Guru

(1)Memiliki gambaran tentang pembelajaran IPS yang efektif.

(2)Menambah pengetahuan tentang pengembangan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

1.6.3 Bagi Sekolah

Meningkatnya penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di

SD Negeri Debong Kidul, sehingga kualitas pembelajarannya dapat meningkat,

(24)

   

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Intan Nurjanah pada tahun 2009 yang berjudul “Penerapan

Pembelajaran Kooperatif Model STAD Dengan Menggunakan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi Sosial Dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VII-B SMPN 14 Malang”, menunjukkan bahwa pada awal pembelajaran, prestasi belajar fisika siswa masih rendah ditunjukkan dengan ketuntasan belajar fisika siswa hanya mencapai 55,81 % dengan SKM yang

ditetapkan oleh sekolah yaitu 65. Hasil penerapan pembelajaran kooperatif model

STAD dengan menggunakan metode eksperimen mampu meningkatkan kemampuan interaksi sosial dan prestasi belajar fisika siswa. Pada siklus I kemampuan interaksi sosial siswa mencapai 60,08 % dan pada siklus II meningkat menjadi 84,76 %. Nilai rerata fisika siswa pada siklus I mencapai 63,33 dengan persentase ketuntasan 61,90 % dan meningkat menjadi 70,83 dengan persentase ketuntasan 76,19 % pada siklus II.

Penelitian lain yang relevan yaitu hasil penelitian Mega Irhamna dan

Sutrisni pada tahun 2009 yang berjudul Cooperative Learning dengan Model

STAD pada Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMP Negeri 2 Delitua

diperoleh data bahwa pada siklus I proses pembelajaran masih belum

menunjukkan hasil yang memuaskan. Sesuai dengan kriteria keberhasilan yang

(25)

subjek penelitian sebesar 66,25 dan persentase subjek yang memperoleh nilai ≥ 65 yaitu 50%. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria

keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes siswa ≥ 65 dan yang memperoleh nilai ≥ 65 paling sedikit harus 85%.

Setelah diadakan perubahan dan penyempurnaan pelaksanaan evaluasi

siklus I, evaluasi siklus II dilaksanakan sesuai dengan hasil refleksi setiap siklus.

Pelaksanaan evaluasi siklus II merupakan akhir tindakan perbaikan cooperative

learning model STAD.

Evaluasi dalam bentuk tes pada siklus II, menunjukkan rata-rata nilai

subjek penelitian adalah 85,83 dan persentase subjek penelitian yang memperoleh

nilai ≥ 65 sebesar 91,66%. Pembelajaran pada siklus II ini telah berhasil, karena sesuai dengan kriteria keberhasilan yaitu rata-rata nilai tes siswa ≥ 65 dan persentase yang memperoleh nilai ≥ 65 paling sedikit harus 85%.

2.2

Landasan Teori

Landasan teori berasal dari dua kata, yaitu kata “landasan” yang berarti

dasar/tumpuan (KBBI 1990: 493) dan “teori” yang berarti (1) pendapat yang

didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi;

(2) penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan

ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi; (3) asas dan hukum umum yg

menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; (4) pendapat, cara, dan

aturan untuk melakukan sesuatu (KBBI 1990: 932). Teori-teori yang akan

(26)

12  

2.2.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan proses penting dalam proses perubahan perilaku

manusia. Pengertian belajar menurut beberapa pakar pendidikan menurut

Suprijono (2011: 2), antara lain:

(1) Gagne berpendapat bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau

kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan

disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan

seseorang secara alamiah.

(2) Travers mendefinisikan belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian

tingkah laku.

(3) Cronbach menyatakan bahwa learning is shown by a change in a

behavior as a result of experience. (Belajar adalah perubahan perilaku

sebagai hasil dari pengalaman).

Jadi, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat adanya

pengalaman dan latihan atau interaksi dengan lingkungan. Dengan adanya atau

telah mengalami kegiatan belajar, seseorang akan memiliki pengetahuan,

kebiasaan, dan sikap, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, belum terampil

menjadi terampil, dan dari tidak bisa menjadi bisa.

Sementara menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat

20, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Briggs (1992) dalam Sugandi dkk

(2007: 9-10), pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi

(27)

berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Pembelajaran adalah sesuatu yang

dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran merupakan upaya

pendidik untuk membantu siswa melakukan kegiatan belajar (Isjoni 2010: 11).

Jadi, pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru/pengajar

untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya

serta mampu berinteraksi dengan lingkungan.

2.2.2 Aktivitas Belajar

Pengertian aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 17)

adalah keaktifan; kegiatan; kesibukan. Aktivitas belajar merupakan seluruh

aktivitas siswa dalam proses belajar. Menurut Sardiman dalam Saminanto (2010:

97), yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah keaktifan yang bersifat fisik

atau mental. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu menimbulkan aktivitas

siswa dalam berpikir maupun berbuat. Aktivitas yang dilakukan siswa dalam

proses pembelajaran tersebut akan menimbulkan kesan (Slameto 2010: 36).

Merujuk pendapat Dierich (Hamalik 2011: 172-3), ada 8 kelompok

aktivitas belajar, yaitu:

(1) Kegiatan-kegiatan visual, meliputi membaca, melihat gambar-gambar,

mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang

lain bekerja atau bermain.

(2) Kegiatan-kegiatan lisan (oral), meliputi mengemukakan suatu fakta atau

prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan,

memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan

(28)

14  

(3) Kegiatan kegiatan mendengarkan, meliputi mendengarkan penyajian

bahan, percakapan atau diskusi kelompok, permainan, dan radio.

(4) Kegiatan-kegiatan menulis, meliputi menulis cerita, laporan, memeriksa

karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

(5) Kegiatan-kegiatan menggambar, meliputi menggambar, membuat grafik,

chart, diagram peta, dan pola.

(6) Kegiatan-kegiatan metrik, meliputi melakukan percobaan, memilih

alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menari, berkebun, dan

menyelenggarakan permainan.

(7) Kegiatan-kegiatan mental, meliputi merenungkan, mengingat,

memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat

hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

(8) Kegiatan-kegiatan emosional, meliputi minat, membedakan, berani,

tenang, dan lain-lain.

Jadi, aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh siswa

dengan tujuan siswa dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu keberhasilan

dalam proses belajarnya.

2.2.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah

mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Hasil belajar menurut Gagne dalam

Suprijono (2011: 5-6), berupa:

(1)Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

(29)

(2)Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan

aktivitas kognitif.

(3)Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan

kaidah dalam memecahkan masalah.

(4)Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme

gerak jasmani.

(5)Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut.

Sementara itu, hasil belajar menurut Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono

(2009: 26-31), yaitu mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, antara lain: pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif mencakup

penerimaan, partisipasi, penilaian dan penerimaan sikap, organisasi, serta

pembentukan nilai hidup. Yang terakhir, ranah psikomotor terdiri dari persepsi,

kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks,

penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Jadi, hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat telah

melakukan kegiatan-kegiatan belajar.

2.2.4 Ilmu Pengetahuan Sosial

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian IPS menurut Masitoh, Susilo,

(30)

16  

(1) Jean Jarolimek (1967) mendefinisikan IPS adalah ilmu yang mengkaji

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya.

(2) Michaelis (1957) menyatakan bahwa IPS dihubungkan dengan manusia

dan interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya yang

menyangkut hubungan kemanusiaan.

(3) Nasution (1975) berpendapat bahwa IPS adalah suatu program

pendidikan merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya

mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam

lingkungan sosialnya dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu

sosial: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan

psikologi sosial.

Sementara itu, menurut Masitoh, Susilo, dan Soewarso (2010: 3), IPS

merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang manusia dan interaksinya

dengan dunia sekelilingnya. Latar telaahnya yaitu kehidupan nyata manusia. IPS

juga membahas tentang hubungan manusia dengan lingkungannya.

Jadi, IPS adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia dan dalam

hubungannya dengan interaksi lingkungan yang dalam masyarakat. Lingkungan

dalam masyarakat yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya siswa

sebagai bagian dari masyarakat yang dihadapkan pada berbagai permasalahan

yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.

Tujuan dari pendidikan IPS yaitu untuk mendidik dan memberi bekal

kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat,

(31)

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo 2008:

15).

2.2.5 Model Pembelajaran Kooperatif

Pada subbab 2.2.5, peneliti akan membahas mengenai berbagai landasan

teori yang mengacu pada model pembelajaran kooperatif, yaitu tentang model

pembelajaran, pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, kelebihan

dan kekurangan pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe

STAD, tahap-tahap proses pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan pembelajaran

IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penjelasan teori

selengkapnya dapat dilihat pada sub-bagian berikut:

2.2.5.1 Model Pembelajaran

Guru harus merancang kegiatan-kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan

sebelum proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru harus pandai memilih

dan menentukan model pembelajaran yang tepat, sehingga dapat menghasilkan

pembelajaran yang efektif dan dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Sebelum

menentukan model pembelajaran, guru harus paham terlebih dahulu tentang apa

itu model pembelajaran. Menurut Dahlan dalam Isjoni (2010: 49), model

pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam

menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada

pengajar di kelas. Sementara menurut Arends dalam Suprijono (2011: 46), model

pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di

dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,

(32)

18  

didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis

kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang telah dirancang.

Hasan dalam Isjoni (2010: 50), menyatakan bahwa semua model

pembelajaran dapat dikatakan baik, jika memenuhi prinsip-prinsip seperti:

(1) Semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar aktivitas

belajar siswa, maka hal itu semakin baik.

(2) Semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa

belajar juga semakin baik.

(3) Sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan.

(4) Dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru.

(5) Tidak ada satupun model/metode yang paling sesuai untuk segala tujuan,

jenis, materi, dan proses belajar yang ada.

2.2.5.2 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif ini bernaung dalam teori konstruktivisme.

Dukungan teori kostruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting

model pembelajaran kooperatif. Kostruktivisme sosial Vygotsky menekankan

bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual (Suprijono 2011:

55). Siswa mengonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berbasis sosial.

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit, jika mereka saling berdiskusi

(33)

membantu memecahkan masalah. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok

sejawat, menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif merupakan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok

kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk

mencapai tujuan belajar (Sugiyanto 2010: 37). Dalam pembelajaran ini, guru

diharapkan mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif yang heterogen

agar semua anggotanya dapat bekerjasama untuk memaksimalkan

pembelajarannya sendiri dan kelompoknya. Jadi, pembelajaran kooperatif

mengacu pada metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerjasama dalam

kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.

Roger dkk dalam Huda (2011: 29) menyatakan bahwa cooperative

learning is group learning activity organized in such a way that learning is based

on the socially structured change of information between learners in group in

which each learner is held accountable for his or her own learning and is

motivated to increase the learning of others. Pernyataan tersebut mengandung arti

bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang

diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada

perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang

di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri

dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Sementara menurut Johnson dan Johnson dalam Huda (2011: 31),

pembelajaran kooperatif berarti working together to accomplish shared goals

(34)

20  

pembelajaran kooperatif sering didefinisikan sebagai pembentukan

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerjasama dan

saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain.

Etchberger (2011: 397) menjelaskan bahwa:

Cooperative learning has been shown to improve academic achievement for students through active involvement by student (Jacobs et al. 2002, Cooper et al. 2003, Milus 2010). Cooperative learning fosters a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, trust, leadership, dedsionmaking [sic], and conflict resolution), face-to-face promotive interaction, and processing (reflecting on how well the team is functioning and how to function even better, Johnson and Johnson 1994b)

Maksud dari pernyataan tersebut yaitu pembelajaran kooperatif telah

ditunjukkan untuk meningkatkan prestasi akademik siswa melalui keterlibatan

aktif oleh siswa (Jacobs et al 2002, Cooper et al 2003, Milus 2010). Dalam

pembelajaran kooperatif, hubungan dalam kelompok siswa yang memerlukan

saling ketergantungan positif (rasa tenggelam atau berenang bersama-sama),

akuntabilitas individu (masing-masing dari siswa harus berkontribusi dan belajar),

keterampilan antarpribadi (komunikasi, kepercayaan, kepemimpinan,

pengambilan keputusan, dan resolusi konflik), interaksi tatap muka promotif, dan

pengolahan (merefleksikan seberapa baik tim ini berfungsi dan bagaimana agar

berfungsi lebih baik, Johnson dan Johnson 1994b).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa dasar

pembelajaran kooperatif yaitu siswa bekerjasama dalam belajar kelompok dan

(35)

kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi

pelajaran dengan baik dan mampu meningkatkan hasil belajar.

Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antarsiswa dalam

kelompok. Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih

mudah menemukan dan memahami suatu konsep, jika antarsiswa saling

mendiskusikan suatu masalah dengan temannya. Kegiatan siswa dalam belajar

kelompok antara lain mengikuti penjelasan guru, menyelesaikan tugas-tugas

dalam kelompok, memberikan penjelasan kepada teman sekelompoknya,

mendorong teman kelompoknya untuk berpartisipasi secara aktif dan berdiskusi.

Dalam pembelajaran kooperatif, kelompok belajar yang mencapai hasil belajar

maksimal akan diberi penghargaan. Pemberian penghargaan ini bertujuan untuk

meningkatkan motivasi belajar.

2.2.5.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning

menurut Slavin dalam Isjoni (2010: 22), yaitu:

2.2.5.3.1 Penghargaan Kelompok

Cooperative learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk

memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh, jika

kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok

didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam

menciptakan hubungan antarpersonal yang saling mendukung, saling membantu,

(36)

22  

2.2.5.3.2 Pertanggungjawaban Individu

Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari

semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada

aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya

pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk

menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman

sekelompoknya.

2.2.5.3.3 Kesempatan yang Sama untuk Mencapai Keberhasilan

Cooperative learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai

perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang

terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini, setiap siswa baik yang

berprestasi rendah, sedang, maupun tingggi, sama-sama memperoleh kesempatan

untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

Selain itu, Trianto (2007: 44) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran

kooperatif yaitu dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik,

unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan

membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.

2.2.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Sama halnya dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

kooperatif juga memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain:

2.2.5.4.1 Kelebihan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

Kelebihan-kelebihan menggunakan model pembelajaran kooperatif

(37)

menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif.

Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga

mereka lebih mudah dalam berkomunikasi dan berani mengemukakan

pendapatnya. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja

keras siswa, lebih giat, dan lebih termotivasi. Sementara Davidson seperti yang

dikutip oleh Noornia dalam Asma (2006: 26), menyatakan bahwa keuntungan

paling besar dari pembelajaran kooperatif terlihat ketika siswa menerapkannya

dalam menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks. Keuntungan pembelajaran

kooperatif juga dapat meningkatkan kecakapan individu atau kelompok dalam

memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka

buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran

kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan

tidak memiliki rasa dendam.

2.2.5.4.2 Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Slavin dalam Asma (2006: 27), menyatakan bahwa “kekurangan dari

cooperative learning yaitu kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi

kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah kepada

kekecewaan. Hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok yang pandai lebih

dominan”. Sementara menurut Noornia dalam Asma (2006: 27), cooperative

learning membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional, bahkan dapat mengakibatkan materi tidak dapat

disesuaikan dengan kurikulum yang ada, apabila guru belum berpengalaman. Dari

(38)

24  

pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan cooperative learning dengan

baik.

2.2.5.5 Model Pembelajaran Koopertif tipe STAD

Amstrong dan Jesse Palmer (1998) menjelaskan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

The cooperative learning techniques used in this study was the Student Team Achievement Dividions' [sic] (STAD) method developed by Robert Slavin (1986). STAD has been described as the simplest of a group of cooperative learning techniques referred to as Student Team Learning Methods. In the STAD approach studentsare [sic] assigned to four or five member teamsreflecting [sic] a heterogeneous grouping of high, average, and low achieveing students of diverse ethnic backgrounds and different genders. Each week, the teacher introduces new material through a lecture, class discussion, or some form of a teacher presentation. Team members then collaborate on worksheets designed to expand and reinforce the material taught by the teacher. Team members may (a) work on the worksheets in pairs, (b) take turns quizzing each other, (c) discuss problems as a group, or (d) use whatever strategies they wich to learn the assigned material. Each teamwill [sic] then receive answer sheets, making clear to the students that their task is to learn the concepts not simply fill out the orksheets. Team members are instructed that their task is not complete until all teammembers [sic] understand the assigned material.

Kutipan Amstrong dan Jesse Palmer pada paragraf di atas, maksudnya

yaitu teknik-teknik pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian

adalah pembelajaran kooperatif pengelompokkan siswa berdasarkan

perbedaan/pembagian prestasi (STAD) metode yang dikembangkan oleh Robert

Slavin (1986). STAD telah dinyatakan sebagai salah satu teknik pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana yang disebut sebagai metode belajar siswa

berkelompok. Dalam model STAD para siswa dibagi ke dalam kelompok tim

(39)

akademik siswa yang tinggi, rata-rata, dan rendah beragam latar belakang etnis

dan jenis kelamin yang berbeda. Setiap minggu, guru memperkenalkan materi

baru melalui ceramah, diskusi kelas, atau beberapa bentuk presentasi guru.

Anggota tim kemudian berkolaborasi pada lembar kerja yang dirancang untuk

memperluas dan memperkuat materi diajarkan oleh guru. Anggota tim dapat (a)

bekerja pada lembar kerja berpasangan, (b) bergantian menanyai satu sama lain,

(c) membahas masalah-masalah sebagai sebuah kelompok, atau (d) menggunakan

strategi apa saja yang mereka inginkan untuk belajar materi yang diberikan.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yaitu Student Teams

Achievement Divisions (STAD) atau pembagian pencapaian prestasi tim siswa.

Model STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari

Universitas John Hopkins. Model STAD merupakan salah satu model kooperatif

yang paling sederhana dan merupakan model pembelajaran dengan menggunakan

kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok terdiri atas 4-5

orang siswa. Model STAD juga menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi

di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai

materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

2.2.5.6 Tahap-tahap Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki tahap-tahap dalam

pelaksanaannya. Tahap-tahap proses pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut

Asma (2006: 51-4), antara lain:

2.2.5.6.1 Tahap Persiapan Pembelajaran

(40)

26  

(1) Materi

Materi yang akan disampaikan menggunakan model STAD

dirancang terlebih dahulu untuk pembelajaran secara berkelompok.

Sebelum menyajikan materi pelajaran, guru harus sudah membuat

lembar kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok beserta

dengan lembar jawabnya.

(2) Menempatkan siswa dalam kelompok

Menempatkan siswa dalam kelompok maksudnya yaitu

mengurutkan siswa dari atas ke bawah berdasarkan kemampuan

akademiknya dan daftar siswa yang telah diurutkan tersebut dibagi

menjadi empat bagian. Setelah itu, diambil satu siswa dari tiap kelompok

untuk dijadikan sebagai ketua kelompok. Kelompok yang sudah

terbentuk diusahakan berimbang antara kemampuan akademik, jenis

kelamin, dan etnisnya.

(3) Menentukan skor dasar

Skor dasar merupakan rata-rata skor pada kuis sebelumnya.

Apabila akan menggunakan STAD, setelah memberikan tes kemampuan

prasyarat/tes pengetahuan awal, maka skor tes tersebut dapat digunakan

sebagai skor dasar. Selain skor tes tersebut, nilai UTS siswa pada

semester sebelumnya juga dapat digunakan sebagai skor dasar.

2.2.5.6.2 Tahap Penyajian Materi

Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit. Guru

(41)

ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari baru kemudian

menyampaikan materi pelajaran.

2.2.5.6.3 Tahap Kegiatan Belajar Kelompok

Pada tahap ini, setiap kelompok diberi lembar kegiatan, lembar tugas, dan

lembar kunci jawaban yang masing-masing dua lembar untuk setiap kelompok.

Hal ini bertujuan agar terjalin kerjasama di antara anggota tiap kelompok. Lembar

kegiatan dan lembar tugas diserahkan pada saat kegiatan belajar kelompok,

sedangkan lembar kunci jawaban diserahkan setelah kegiatan kelompok selesai

dilaksanakan. Setelah menyerahkan lembar kegiatan dan lembar tugas, guru

menjelaskan tahapan dan fungsi belajar kelompok model STAD. Pada awal

kegiatan kelompok dengan model ini, diperlukan adanya diskusi dengan siswa

tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kelompok kooperatif. Hal-hal

yang perlu dilakukan siswa untuk menunjukkan tanggung jawab terhadap

kelompoknya, misalnya meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya telah

mempelajari materi, tidak seorangpun menghentikan belajar sampai semua

anggota menguasai materi, meminta bantuan kepada tiap anggota kelompoknya

untuk menyelesaikan masalah sebelum menanyakan kepada gurunya, setiap

anggota kelompok berbicara secara sopan, dan saling menghargai pendapat

anggota kelompok.

2.2.5.6.4 Tahap Pemeriksaan terhadap Hasil Kegiatan Kelompok

Tahap ini dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil kegiatan

kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. Pada tahap ini,

(42)

28  

melengkapi jawaban kelompok tersebut. Pada tahap ini, juga dilakukan

pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci

jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya, serta

memperbaikinya, jika masih terdapat jawaban yang masih salah/kurang tepat.

2.2.5.6.5 Tahap Tes Individual

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar

siswa. Setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa

yang telah diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes

sesuai dengan kemampuannya. Pada tahap ini, setiap siswa tidak diperkenankan

untuk bekerjasama mengerjakan soal.

2.2.5.6.6 Tahap Pemeriksaan Hasil Tes

Pada tahap ini, dilakukan adanya perhitungan berdasarkan skor awal.

Berdasarkan skor awal, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk

memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes

yang diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar

siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.

Adapun perhitungan skor perkembangan individu yang dikemukakan Slavin

[image:42.612.138.507.587.713.2]

(2005: 159), seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu

Skor Tes Skor Perkembangan

Individu a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10 c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20 d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor

(43)

2.2.5.6.7 Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok

Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan

masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota

kelompok. Pemberian penghargaan kepada kelompok, diberikan berdasarkan poin

perkembangan kelompok tertinggi dengan rumus sebagai berikut:

N1 =

Berdasarkan poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga tingkatan

penghargaan, yaitu: kelompok yang memperoleh poin rata-rata 15, sebagai

kelompok baik, kelompok yang memperoleh poin rata-rata 20, sebagai kelompok

hebat, dan kelompok yang memperoleh poin rata-rata 25, sebagai kelompok

super.

2.2.5.7 Pembelajaran IPS Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Materi yang diambil oleh peneliti untuk melakukan penelitian yaitu materi

kelas V mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial pada semester dua, yaitu

Perjuangan Bangsa Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan.

Standar Kompetensi : 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat

dalam mempersiapkan dan mempertahankan

kemerdekaan Indonesia.

Kompetensi Dasar : 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam

mempertahankan kemerdekaan.

Indikator : 2.4.1. Menceritakan Peristiwa 10 November 1945 di

(44)

30  

: 2.4.2. Menceritakan Peristiwa Pertempuran

Ambarawa, Medan Area, dan Bandung Lautan Api.

Materi:

Sehari setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, negara kita

memiliki Undang Dasar Negara yang dikenal dengan sebutan

Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk

mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Di lain pihak, Sekutu tidak mengakui

kemerdekaan Indonesia, karena mereka beranggapan bahwa apabila pihak Jepang

telah menyatakan kalah terhadap Sekutu, maka otomatis wilayah pendudukan

Jepang menjadi tanggung jawabnya. Sementara pihak Belanda masih

menginginkan kekuasaan di wilayah Nusantara dengan cara meminta bantuan

kepada Sekutu.

Berikut ini beberapa bentuk perlawanan rakyat Indonesia dalam upaya

mempertahankan kemerdekaan, antara lain:

(1) Pertempuran 10 November 1945

Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu di bawah

komando Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby mendarat di Tanjung Perak

Surabaya. Pada tanggal 30 Oktober 1945, terjadi pertempuran yang

hebat di Gedung Bank Internasional di Jembatan Merah. Pada kejadian

itu, Brigjen Mallaby ditemukan telah tewas. Hal ini menyebabkan

Sekutu berani mengeluarkan ultimatum yang sangat menyinggung

perasaan bangsa Indonesia. Bunyi ultimatum tersebut adalah

“Pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor

(45)

diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas waktu ancaman itu

adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945”. Bung Tomo

memimpin rakyat dengan berpidato membangkitkan semangat lewat

radio. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya, pemerintah

kemudian menetapkan tanggal 10 November sebagai hari Pahlawan.

(2) Bandung Lautan Api

Pada bulan Oktober 1945, tentara sekutu memasuki Kota

Bandung. Tanggal 21 November 1945, tentara sekutu mengeluarkan

ultimatum pertama, agar Kota Bandung bagian utara

selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945 dikosongkan oleh pihak

Indonesia dengan alasan demi keamanan. Para pejuang Indonesia tidak

mengindahkan ultimatum tersebut. Akibatnya, sering terjadi insiden

antara pejuang Indonesia dan tentara sekutu. Pada tanggal 23 Maret

1946, tentara sekutu mengeluarkan ultimatum untuk kedua kalinya.

Kali ini, para pejuang diminta meninggalkan seluruh kota Bandung.

Para pejuang sebelum meninggalkan Kota Bandung melancarkan

serangan umum ke arah markas besar sekutu dan berhasil

membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Maksudnya,

supaya tentara sekutu tidak dapat memanfaatkan bengunan-bangunan

yang ada di Kota Bandung. Peristiwa bumi hangus ini dikenal dengan

sebutan Bandung Lautan Api.

(3) Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa terjadi tanggal 21 November 1945.

(46)

32  

Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang membebaskan

interniran Belanda di Magelang dan Ambarawa tanpa berunding

terlebih dahulu dengan pihak republik. Oleh karena itu, terjadilah

bentrokan senjata antara pihak republik dan Sekutu di Magelang yang

meluas menjadi pertempuran. Pertempuran ini kemudian dikenal

dengan Pertempuran Ambarawa. Pertempuran melawan Sekutu

tersebut banyak menelan korban jiwa, salah satunya adalah Letnan

Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Pada tanggal 12

Desember 1945, para pejuang kembali menyerang Sekutu secara

serempak pada waktu yang bersamaan. Pertempuran berlangsung

selama empat hari, pasukan Sekutu yang merupakan tentara Inggris

akhirnya dapat diusir dari Ambarawa.

(4) Pertempuran Medan Area

Pada tanggal 9 Oktober 1945, tentara Inggris yang diboncengi

NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly.

Tanggal 13 Oktober 1945, terjadi pertempuran pertama antara para

pemuda dan pasukan Sekutu. Pertempuran kemudian menyebar

keseluruh Kota Medan. Bentrokan antara para pejuang dan pasukan

Sekutu sering terjadi. Oleh karena itu, pada tanggal 18 Oktober 1945

Sekutu mengeluarkan peringatan yang melarang rakyat membawa

senjata. Semua senjata harus diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal

10 Desember 1945, tentara Sekutu melancarkan serangan militer

besar-besaran yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh

(47)

(5) Pertempuran Lima Hari di Semarang

Pertempuran lima hari di Semarang terjadi pada tanggal 15-20

Oktober 1945. Pertempuran ini terjadi antara pemuda dan pejuang

Indonesia melawan pasukan Kidobutai yang dibantu oleh batalyon

Jepang lain yang kebetulan sedang singgah di Semarang. Pertempuran

baru berhenti setelah Gubernur Wongsonegoro dan pemimpin Tentara

Komando Rakyat (TKR) berunding dengan komandan tentara Jepang.

Proses gencatan senjata dipercepat setelah Brigadir Jendral Bethel dari

pasukan Sekutu ikut terlibat dalam perundingan pada tanggal 20

Oktober 1945.

(6) Serangan Umum 1 Maret 1949

Dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menangkap

para pemimpin politik dan menduduki ibu kota Republik Indonesia

(RI) di Yogyakarta. Menghadapi tindakan Belanda tersebut, Tentara

Nasional Indonesia (TNI) menyusun kekuatan untuk melawan Belanda.

Puncak serangan TNI yaitu serangan umum terhadap Kota Yogyakarta

pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel

Soeharto.

Sementara itu, tahap-tahap membelajarkan materi Perjuangan

Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:

(1) Tahap persiapan pembelajaran

Guru menyiapkan materi yang akan disampaikan, yaitu

(48)

34  

menyajikan materi pelajaran, guru harus sudah membuat lembar

kegiatan siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok beserta

dengan lembar jawabnya. Setelah itu, guru membagi siswa ke

dalam 9 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas 4-5

orang yang dibagi berdasarkan kemampuan akademik, jenis

kelamin, dan etnisnya dan kemudian guru menentukan skor dasar

yang merupakan rata-rata skor pada kuis sebelumnya, yaitu tes

kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal atau nilai siswa pada

semester sebelumnya.

(2) Tahap penyajian materi

Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar

20-45 menit.

(3) Tahap kegiatan belajar kelompok

Pada tahap ini, setiap kelompok diberi lembar kegiatan,

lembar tugas, dan lembar kunci jawaban yang masing-masing dua

lembar untuk setiap kelompok. Materi yang akan diajarkan

menggunakan model STAD ini dilakukan melalui dua kali

pertemuan yang terdiri atas materi tentang berbagai peristiwa

perlawanan rakyat Indonesia melawan penjajah. Materi tersebut

antara lain: pertemuan pertama, terdiri atas materi Pertempuran 10

November 1945 (kelompok 1, 2, dan 3), Bandung Lautan Api

(kelompok 4, 5, dan 6), dan Pertempuran Ambarawa (kelompok 7,

(49)

Area (kelompok 1, 2, dan 3), Pertempuran Lima Hari di Semarang

(kelompok 4, 5, dan 6), dan Serangan Umum 1 Maret 1949

(kelompok 7, 8, dan 9).

(4) Tahap pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok

Tahap ini dilakukan dengan cara mempresentasikan hasil

kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok.

(5) Tahap tes individual

Tahap ini dilakukan dengan memberikan soal individual yang

berupa pilihan ganda yang terdiri atas 20 soal.

(6) Tahap pemeriksaan hasil tes

Tahap ini dilakukan dengan memeriksa hasil tes.

(7) Tahap pemberian penghargaan kelompok

Pemberian penghargaan kepada kelompok, diberikan

berdasarkan poin perkembangan kelompok tertinggi.

2.3

Kerangka Berpikir

Kondisi awal pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri Debong Kidul,

guru masih sering menggunakan model konvensional, belum pernah

menggunakan model pembelajaran kooperatif, serta siswa diarahkan untuk

mengingat dan menghafal materi yang cakupan hafalannya banyak. Mengacu

pada kondisi awal pembelajaran IPS, menyebabkan siswa cepat bosan, pasif, dan

kurang memperhatikan penjelasan guru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun

(50)

36  

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam

memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Oleh karena itu, seorang guru

harus merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna dengan menggunakan

model-model pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami konsep

dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu model

pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran kerja kelompok yaitu

pembelajaran kooperatif, khususnya tipe STAD. Dengan menggunakan model

pembelajaran ini, diharapkan siswa mampu meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar, baik untuk dirinya sendiri maupun kelompoknya. Selain itu, siswa juga

cenderung lebih aktif dan ikut berpartisipasi, serta mampu mengembangkan

kemampuan bersosialisasi dengan teman sejawatnya.

2.4

Hipotesis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 310), hipotesis yaitu

sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat, meskipun

kebenarannya masih harus dibuktikan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas,

dapat dirumuskan hipotesis tindakan dan penelitian, yaitu sebagai berikut:

2.4.1 Hipotesis Tindakan

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam

pembelajaran IPS materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan, akan terjadi

peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri Debong Kidul.

2.4.2 Hipotesis Penelitian

(51)

(1) Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas V antara yang

memperoleh pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD

dan yang menggunakan model konvensional.

Ho: µ1 = µ2 (tidak beda).

(2) Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas V antara yang memperoleh

pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD dan yang

menggunakan model konvensional.

(52)

   

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Populasi dan Sampel

Pada subbab ini, akan dibahas mengenai populasi dan sampel. Populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi

juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah

yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh

karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu (Sugiyono 2011: 80).

Sementara menurut Sugiyono (2011: 62), sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Penjelasan selengkapnya mengenai

populasi dan sampel, yaitu sebagai berikut:

3.1.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V SD Negeri Debong Kidul

kota Tegal. Jumlah seluruh populasi sebanyak 78 siswa yang terdiri atas 38 siswa

dari kelas VA dan 40 siswa dari kelas VB. Untuk daftar populasi siswa kelas VA

dan VB dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

3.1.2 Sampel

Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan menggunakan teknik simple

random sampling, yaitu pengambilan sampel yang sederhana yang dilakukan

(53)

random sampling dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen, dengan

maksud agar setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.

Berdasarkan jumlah populasi di kelas VA sebanyak 38 siswa dan VB sebanyak

40 siswa, sehingga total populasi sebanyak 78 siswa, maka sampel yang akan

diambil menggunakan tabel Krecjie dengan taraf kesalahan 5% yaitu sebanyak 66

siswa yang berasal dari kelas VA sebanyak 32 siswa dan kelas VB sebanyak 34

siswa. Untuk daftar sampel siswa kelas VA dan VB dapat dilihat pada lampiran 3

dan 4.

3.2

Variabel Penelitian

Menurut Hatch dan Farhady (1981) dalam Sugiyono 2011: 38, variabel

dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai

“variasi” antara satu orang dengan yang lainnya atau satu objek dengan objek

dengan objek lain. Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik simpulannya (Sugiyono 2011: 38).

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel terikat

(dependen) dan bebas (independen). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai

variabel terikat dan bebas:

3.2.1 Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2011: 39). Variabel <

Gambar

Tabel  Halaman
Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Tabel 3.1 Kualifikasi Persentase Keaktifan Siswa
Tabel 4.1 Deskripsi Data Hasil Belajar Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di Poland, satu kajian jangka panjang dalam visualisasi berbentuk siri-masa ujian pra dan pasca telah dijalankan dari tahun 1994 hingga 2004 ke atas pelajar-pelajar di

Setelah IPR diperoleh, untuk pemanfaatan ruang yang peruntukannya hunian perumahan lebih dari 3 (tiga) bangunan, komersial, jasa, perkantoran, pendidikan, industri,

Pendapat tersebut dapat dilihat melalui penelitian ini dimana terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang menguras, mengubur, dan menutup (3M)

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana kebijakan Dinas Kehutanan dalam menanggulangi upaya menanggulangi pembalakan hutan di wilayah KPH Malang.Ingin

Pokok - pokok penjelasan atau perubahan serta penambahan yang telah dilaksanakan dan disepakati pada penjelasan pekerjaan (Aanwijzing) secara online di website:

Pada Mega Electronik Store, pengolahan data dalam hal pemesanan barang electronik masih dilakukan secara manual, dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas tentang pembuatan

Metode spektrofotometri yang dikombinasikan dengan kemometrika kalibrasi multivariat partial least square (PLS) digunakan dalam analisis sediaan farmasi sampel sirup dengan

Bertolak dari berbagai permasalahan di atas, dalam penelitian ini penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peran dari pemerintah daerah Kabupaten