POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS
HEPATIS DI RUANG V INTERNE RS TK.III Dr.
REKSODIWIRYO PADANG DAN DI RUANG
HCU PENYAKIT DALAM IRNA NON
BEDAH RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
DEWIANA SASMITA
143110209
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS
HEPATIS DI RUANG V INTERNE RS TK.III Dr.
REKSODIWIRYO PADANG DAN DI RUANG
HCU PENYAKIT DALAM IRNA NON
BEDAH RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan ke Program Studi D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Persyaratan dalam Melakukan Penelitian
Karya Tulis Ilmiah
DEWIANA SASMITA
143110209
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama : Dewiana Sasmita
NIM : 143110209
Program Studi : D-III Keperawatan Padang
Judul KTI : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang V Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di Ruang HCU Penyakit Dalam IRNA NON BEDAH RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang.
DEWAN PENGUJI
Ketua : Ns. Hendri Budi, S.Kep. M.Kep. Sp.KMB ( )
Penguji : Ns. Netti, M.Pd ( )
Penguji : Ns. Sila Dewi Anggreni, S.Pd. M.Kep. Sp.KMB ( )
Penguji : Ns. Yessi Fadriyanti, S.Kep. M.Kep ( )
Ditetapkan di : Poltekkes Kemenkes Padang Tanggal : 20 Juni 2017
Mengetahui,
Ka. Prodi D III Keperawatan Padang
Ns. Idrawati Bahar, S.Kep. M.Kep NIP. 19710705 199403 2 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang Interne RS. TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di Ruang HCU Penyakit Dalam IRNA NON BEDAH RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017”.
Karya Tulis Ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam melakukan penelitian Program Studi D-III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat; Ibu Ns. Sila Dewi Anggreni, M.Kep., Sp. KMB selaku pembimbing I dan ibu Ns. Yessi Fadriyanti, S.Kep. M. Kep selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih kepada yang terhormat;
1. Bapak H. Sunardi, SKM, M. Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Padang.
2. Ibu Dra. Lisa Megahati, Apt. MM selaku Kepala RS TK.III Dr. Reksodiwiryo
3. Bapak dr. H. Yusirwan Yusuf, Sp.BA.MARS selaku Direktur Umum RSUP Dr. M. Djamil Padang.
4. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M. Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang.
5. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S. Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
6. Kepala Ruangan Interne RS. TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian awal.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang yang telah memberikan bekal ilmu.
8. Ibu Ns. Zolla Amely Ilda, M. Kep selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi, semangat dan bimbingan.
dan kasih sayang yang tiada terhingga.
10. Untuk teman dekat dengan inisial Z terima kasih atas support, sumbangan pendapat dan semangat selama ini.
11. Teman-teman angkatan 2014 dan sahabat yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal ini.
Peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.
Padang, Juni 2017
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, Dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk Telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Dewiana Sasmita NIM : 133110209 Tanda Tangan: Tanggal : 20 Juni 2017 Tandatanganha rusmengenaim atrai
Karya Tulis Ilmiah berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di Ruang V Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di Ruang HCU Penyakit Dalam IRNA NON BEDAH RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017” ini telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Sidang Karya Tulis Ilmiah Prodi Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Padang.
Padang, Juni 2017
Pembimbing I Pembimbing II
Ns. Sila Dewi Anggreni, S.Pd. M.Kep. Sp.KMB Ns. Yessi Fadriyanti, S.Kep. M. Kep NIP. 19700327 199303 2 002 NIP. 19750121 199903 2 002
Mengetahui,
Ketua Prodi Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Padang
Ns. Idrawati Bahar, S.Kep. M. Kep NIP. 19710705 199403 2 003
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Dewiana Sasmita
Asuhan Keperawatan pada di Ruang V Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di Ruang HCU Penyakit Dalam IRNA NON BEDAH RSUP Dr. M. Djamil Padang
Isi : x + 79 halaman + 16 lampiran
ABSTRAK
Sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar bagi penderitanya. Sekitar 700.000 umat manusia meninggal karena sirosis hepatis (WHO, 2015) Kematian terbesar dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Mayoritas pasien adalah pria dengan rasio pria dan wanita 4 : 1,3 (gunanarsdottir, 2008) dalam (Agustin, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif, penelitian dilaksanakan di ruang V Interne RS. TK. III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam RSUP.Dr.M.Djamil Padang yang dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2017. Instrument pengumpulan data yang digunakan format pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan serta alat pemeriksaan fisik. Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan pada pasien sirosis hepatis.
Hasil penelitian yang didapatkan pada Ny. Y dan Tn.Y perut membuncit, badan terasa lelah, nafsu makan menurun, nafas terasa sesak, konjungtiva tampak anemis, sklera tampak ikterik, terdapat eritema palmaris, leukosit meningkat. Didapatkan 5 masalah keperawatan meliputi, ketidakefektifan pola nafas, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi, intoleransi aktivitas. Rencana keperawatan disusun tergantung kepada masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun, dan kondisi pasien. Serta evaluasi yang didapatkan sesuai dengan NOC yang dilakukan selama 5 hari dimana ketidakefetifan pola napas teratasi, kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi, intoleransi aktivitas masalah teratasi sebagian. Disarankan pada penderita sirosis hepatis untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein dan menghabiskan diit yang diberikan oleh ahli gizi.
Kata kunci :Sirosis Hepatis, AsuhanKeperawatan. DaftarPustaka :30 ( 2009– 2015 )
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar belakang ... 1 B. Rumusan masalah... 5 C. Tujuan penelitian ... 6 D. Manfaat penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Konsep Kasus Sirosis Hepatis ... 8
1. Pengertian ... 8
2. Etiologi ... 9
3. Patofisiologi ... 9
4. WOC ... 12
5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis ... 13
6. Penatalaksanaan ... 18
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Sirosis Hepatis... 20
1. Pengkajian ... 20
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan ... 24
3. Rencana Keperawatan ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
A. Desain Penelitian ... 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
C. Subjek Penelitian ... 40
D. Metode Pengumpulan Data ... 42
E. Alat/ Instrumen Pengumpulan Data ... 43
F. Jenis dan Pengumpulan Data ... 46
G. Analisis ... 45
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN HASIL A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 48
B. Deskripsi Kasus ... 48
1. Pengkajian ... 48
2. Diagnosa Keperawatan... 52
4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ... 63 C. Pembahasan Kasus ... 71 1. Pengkajian ... 71 2. Diagnosa Keperawatan... 73 3. Intervensi Keperawatan ... 74 4. Implementasi Keperawatan ... 75 5. Evaluasi Keperawatan ... 76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78 B. Saaran ... 79 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Intervensi Keperawatan... 25
Tabel 4.1. Pengkajian ... 48
Tabel 4.2. Diagnosa Keperawatan ... 52
Tabel 4.3. Intervensi Keperawatan... 53
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 1 Lampiran 3 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 1
Lampiran 4 Lembar Konsultasi Proposal dan KTI Pembimbing 2 Lampiran 5 Asuhan Keperawatan Responden 1
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan Responden 2
Lampiran 7 Persetujuan Menjadi Responden (Infonmed Consent) Responden 1 Lampiran 8 Persetujuan Menjadi Responden (Infonmed Consent) Responden 2 Lampiran 9 Daftar Dinas Penelitian di RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang Lampiran 10 Daftar Dinas Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang untuk RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang
Lampiran 12 Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang untuk RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 13 Surat Izin Pengambilan Data RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang Lampiran 14 Surat Izin Penelitian dari Kepala RS TK. III Dr.Reksodiwiryo
Padang
Lampiran 15 Surat Izin Penelitian dari Kabag. Pendidikan & Penelitian RSUP Dr. M. Djamil Padang
Lampiran 16 Surat Keterangan Selesai Penelitian di RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang
Lampiran 17 Surat Keterangan Selesai Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : DEWIANA SASMITA
NIM : 143110209
Tempat / Tanggal Lahir : Koto Baru / 30 Desember 1996
Suku : Patopang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Orang Tua : Ayah : Hasbullah
Ibu : Alm. Ismurni
Alamat : Jorong Pasar Nagari Koto Baru, Kec. IV Nagari, Kab. Sijunjung Sumatera Barat
Riwayat Pendidikan
No Pendidikan Tahun Ajaran
1 TK Raudhatul Athfal Al Ikhlas 2001 - 2002
2 SDN 11 Koto Baru 2003 - 2008
3 SMP N 6 Sijunjung 2008 - 2011
4 MAN 3 Jakarta 2011 - 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi permasalahan di indonesia. Ditinjau dari pola penyakit hati yang dirawat, secara umum mempunyai urutan sebagai berikut: hepatitis virus akut, sirosis hati, kanker hati, abses hati. Dari data tersebut ternyata sirosis hati menempati urutan kedua. Sirosis hati merupakan salah satu penyakit hati kronis yang paling banyak ditemukan dimasyarakat dan merupakan stadium terakhir dari penyakit hati menahun (Hadi S, 2000 dalam Stiphany, 2010). Cedera pada struktur seluler dari hati menyebabkan fibrosis terkait dengan radang kronis dan perubahan necrotic menghasilkan sirosis (Digiulio & Donna Jackson, 2014). Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun (penyakit hati kronis) dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis (Nurdjanah, 2009 dalam Sitompul, dkk, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) (2015), Sekitar 700.000 umat manusia meninggal karena sirosis hepatis. Sedangkan Data WHO (2011) dalam Ika (2015) mencatat sebanyak 738.000 pasien dunia meninggal akibat sirosis hati ini. Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya.
Pada tahun 2012 Indonesia memiliki penduduk yang terserang penyakit hati kronis sebanyak 20 juta jiwa. Informasi kesehatan untuk pasien sangat penting untuk kelangsungan pemulihan pasien. Pemulihan tidak berlangsung dengan cepat atau mudah apabila pasien tidak mengetahui hal-hal yang baik untuk mempercepat penyembuhannya (Fitriani, 2013).
Berdasarkan laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44 tahun. (Sulaiman Akhbar, dkk, 2007 dalam Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia, 2013).
2
Prevalensi kejadian hepatitis di Sumatera Barat menurut Riskesdas tahun 2013 bahwa terdapat sebanyak 15 orang dan di Kabupaten Darmasraya sebanyak 43 orang yang terinfeksi virus hepatitis. Menurut pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI tahun 2014 didapatkan data di Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Pesisr Selatan jumlah masyarakat yang terinfeksi virus hepatitis sebanyak 159 orang. Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang (dkk) tahun 2013, menyebutkan angka kejadian luar biasa (KLB) infeksi hepatitis pada bulan Februari 2013 terdapat di Kecamatan Kuranji sebanyak 33 orang diantaranya 5 orang pasien rawat inap dan 28 orang pasien rawat jalan (Burmalis, 2016).
Menurut Black & Hawks, (2009) dalam Riris, (2014) bahwa penyebab sirosis hepatis belum diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik dalam keluarga turut ambil bagian dalam penyakit ini. Kondisi yang menjadi faktor predisposisi munculnya penyakit ini adalah konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama, riwayat terinfeksi virus (B ataupun C), obstruksi bilier, intoksikasi bahan kimia industri, dan penggunaan obat, seperti acetaminophen, methotrexate, atau isoniazid.
Menurut Burroughs, Dooley, Heathcote,& Lok, (2011) dalam Rahayu (2013), Berdasarkan dari etiologi, prevalensi sirosis alkoholik, sirosis non alkoholik, dan sirosis viral khususnya hepatitis C tergolong tinggi. Di sisi lain, prevalensi sirosis viral di negara berkembang termasuk Indonesia, tergolong tinggi khususnya hepatitis B dan C. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang juga memengaruhi proses penyakit yaitu usia, gender (laki-laki), obesitas, dan gangguan metabolik. Faktor-faktor ini mempunyai pengaruh yang bervariasi pada pasien yang berbeda.
Di Amerika Serikat terjadi peningkatan proporsi pasien sirosis hepatis dengan hepatitis C dibandingkan dengan penyakit hati alkoholik pada tahun 2008. Penelitian pada pasien dengan diagnosis tersebut menunjukkan bahwa umur mereka rata-rata sekitar 60 tahun dan mayoritas pasien adalah pria dengan
rasio pria dan wanita 4 : 1,3. Kematian terbesar dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun (Gunnarsdottir, 2008) dalam (Agustin, 2013).
Gejala dapat berkembang secara bertahap, atau mungkin tidak terlihat gejala sama sekali. Ketika timbul gejala, dapat meliputi: Jaundice, yaitu menguningnya kulit, mata, dan selaput lendir karena bilirubin yang meningkat. Urin juga terlihat menjadi lebih gelap seperti air teh. warna tinja pucat / tinja menjadi hitam, kehilangan nafsu makan, mual & muntah darah, mimisan & gusi berdarah, kehilangan berat badan. Komplikasi yang dapat timbul yaitu pembekakkan atau penumpukan cairan pada kaki (edema) dan pada perut (asites) (Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia /PPHI 2013).
Menurut Saputra (2013), beberapa komplikasi dari sirosis hepatis asites, varises esofagus, hemoroid, perdarahan, melena, hipertensi portal, koma hepatikum, kanker hati. Sedangkan menurut Lovena, (2015) bahwa sirosis hepatis sering disebabkan oleh hepatitis B, asites sebagai komplikasi terbanyak.
Menurut hasil penelitian Stiphany, dkk, (2010- 2011) bahwa penderita sirosis hati dengan proporsi tertinggi adalah keluhan utama perut membesar (44,7%), klasifikasi sirosis dekompesanta (95,1%), riwayat penyakit terdahulu yaitu penyakit hati lainnya (25,2%), status komplikasi adalah tidak ada komplikasi (52,4%), jenis komplikasi varises esophagus dan perdarahan (55,1%), sumber biaya Askes (41,7%), lama rawatan rata-rata 9,31 hari, keadaan sewaktu pulang pulang berobat jalan (72,8%).
Menurut hasil penilitian Riris, (2014), bahwa pada pasien sirosis hepatis dengan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terbukti status nutrisi dapat ditingkatkan, tidak terjadi penurunan yang signifikan pada nilai albumin, dan tidak terjadi ensefalopati hepatikum. Sedangkan menurut Brunner & Suddarth, (2013), beberapa intervensi untuk menangani komplikasi yaitu memantau perdarahan, memberikan oksigen, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik,
4
memantau asupan dan haluaran, memantau kadar serum elektrolit, dan memantau status mental.
Menurut penelitian Rahayu, (2013), bahwa pada Tn.B dengan sirosis hepatis, ditemukan masalah keperawatan yaitu pola napas tidak efektif, kelebihan volum cairan, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Intervensi keperawatan yang telah dilakukan adalah teknik napas dalam, monitor berat badan, diet putih telur, dan diet nutrisi tinggi kalori dan protein. Masalah keperawatan pola napas tidak efektif dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan teratasi, sedangkan kelebihan volum cairan teratasi sebagian.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sirosis hepatis terkait masalah nutrisi adalah dengan memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang pentingnya diet tinggi protein, khususnya yang banyak mengandung asam amino rantai cabang (AARC). Salah satu jenis makanan yang kaya akan AARC adalah putih telur. Consensus European Society for Clinical Nutrition and Metabolism merekomendasikan AARC untuk terapi nutrisi pada ensefalopati hepatikum karena terbukti memperbaiki klinis pada pasien sirosis lanjut (Tsiaousi, Hatzitolios, Trygonis, & Savopoulos, 2008 dalam Riris, 2014). Perawat juga beperan dalam melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik dan juga memantau intake dan output cairan untuk mengatasi masalah kelebihan volume cairan serta melakukan tindakan mengukur lingkar perut setiap hari.
Berdasarkan data dari Rekam Medis RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang, jumlah pasien yang di diagnosa Sirosis Hepatis mengalami naik turun pada 3 tahun terakhir. Pada tahun 2014 terdapat 64 pasien, tahun 2015 meningkat menjadi 89 pasien dan tahun 2016 menurun menjadi 61 pasien.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada tanggal 13 Februari 2017, di RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang pada bulan januari ditemukan 3 orang pasien, yaitu Ny.A, Tn.R, Tn.Ri. 2 orang pasien pulang dan Tn.Ri meninggal. Sedangkan pada bulan februari ditemukan 3 orang pasien yaitu Tn.Z umur 58
tahun, Ny.E umur 41 tahun, Ny.N umur 54 tahun. Tn.Z dengan keluhan bengkak pada salah satu tungkai, perawat sudah mengangkat diagnosa kelebihan volume cairan. Perawat sudah melakukan tindakan sesuai rencana keperawatan yaitu memonitor TTV, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik (lasix), dan memasang kateter. Namun pemantauan intake output cairan pasien terabaikan. Pembatasan asupan cairan pasien harus dipantau ketat. Ukur lingkar perut harian, pantau asupan dan keluaran harian. Keluaran seharusnya sama atau melebihi asupan. Keseimbangan normal cairan diantara ruang intraseluler dan ekstraseluler akan terjaga seperti tidak ada hipovolemia, kadar serum albumin normal, penurunan lingkar perut, dan pengukuran tekanan darah normal (Black & Hawks, 2009). Setelah dilakukan evaluasi keperawatan, keandaan umum klien sedang dengan TD : 130/70 mmHg, urine pasien positif.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di IRNA NON BEDAH Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 2 juni 2017 ditemukan 2 orang pasien di ruang penyakit dalam wanita, 1 orang pasien di ruang penyakit dalam Pria, dan di HCU tidak ditemukan pasien. Sedangkan pada tanggal 6 Juni 2017 ditemukan pasien 1 orang di ruang penyakit dalam pria dengan penurunan kesadaran juga Melena, di ruang penyakit dalam wanita tidak ditemukan pasien dengan sirosis hepatis, dan di ruang HCU ditemukan pasien 2 orang yaitu Tn. Y dan Tn.A. Dimana Tn.A umur 59 tahun dengan ensefalopati hepatikum juga melena dan Tn. Y umur 43 tahun dengan sirosis hepatis dengan keluhan perut membucit dan nafas terasa sesak.
Berdasarkan uraian diatas peneliti telah melakukan Asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis Ny.Y di ruang V interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan Tn.Y di ruang HCU Penyakit dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017 mengunakan metode ilmiah proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan pembuatan dokumentasi keperawatan. 2. Tujuan khusus
Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut : a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada pasien Sirosis Hepatis
di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
b. Mampu mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada pasien Sirosis Hepatis di ruang Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di ruang HCU Penyakit Dalam Irna Non Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Sirosis Hepatis.
2. Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJUAN KEPUSTAKAAN A. Konsep Kasus
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. (Baradero, 2008). Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2011).
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati. Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik, paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling umum,; paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013).
Menurut Black & Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah penyakit kronis progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan pembentukan nodul.
2. Etiologi dan Faktor Risiko Sirosis Hepatis
Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun demikian, Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang menyebabkan sirosis hepatis yaitu:
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular)
Merupakan bentuk paling umum di seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C). b. Sirosis Billier
Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi duktus empedu.
c. Sirosis Kardiak
Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.
d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec)
Merupakan bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait dengan penyalahgunaan alcohol.
3. Patofisiologi Sirosis Hepatis
Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan jauundis.
Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012), gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat
10
berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.
Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites meningkat.
Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan: (1) aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises (2) asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di dalam peritoneum) dan (3) bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat meningkat amonia, selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum.
Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Atrofi testis, ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan.
4. WOC SIROSIS HEPATIS
Pembentukan jaringan ikat parut dan modul2 pada parenkim hati
SIROSIS HEPATIS
Ggn. Metabolisme karbohidrat dan lemak
Infeksi hepatitis kronis B/C hepatitis kronik aktif
Penyalahgunaan alkohol/malnutrisi Obstruksi Biliaris Gagal jantung sisi kanan jangka panjang
Kerusakan hepatosit
Inflamasi hati Perubahan aliran darah dan limfe Nekrosis hati MK: Hipertermi, Resiko Infeksi Penyimpanan glikogen menurun Hipoglikemia MK: Resiko Ketidakstabilan gula darah
Sel kekurangan energi
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh Penurunan absorpsi Vit.K MK:Resiko Perdarahan Ggn. Metabolisme protein Sintesa albumin hipoalbumin Penurunan Tek. Osmotik koloid Eksudat cairan Asites/edema MK: Resiko Kerusakan Integritas Kulit Penururnan androgen & aldosteron detoksifikasi Eritema palmaris, atrofi testis, spider
angioma, ginekomastia, rambut rontokk, perubahan menstruasi Penurunan metabolisme bilirubin dan/ kerusakan
bilier/ obstruksi Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi Jaundis Penurunan empedu, di dalam saluran GI dan penigkatan urobilinogen Feses bewarna seperti pucat, urine
bewarna gelap Perubahan aliran darah limfe Hipertensi porta Asites/ Edema Varises Esofagus Hemoroid Varises Abdomen Superfisialis MK: Resiko Perdarahan Splenomegali Anemia, Trombositopenia, Leukopenia Penyembuhan luka lambat MK: Resiko Infeksi Gagal Hati Ketidakmampuan metabolisme amonia menjadi ureum Ensefalopati
Hepatikum Asteriksis, perubahan pola tidur, nafas
buruk, Asidosis Respiratorik Bingung sampai koma Kematian Peningkatan tekanan pada diagframa MK: Ketidakefektifan pola nafas MK: Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral MK: Resiko Cidera MK: Kelelahan MK: Intoleransi Aktivitas Penurunanan ADH dan aldosteron detoksifikasi MK: Kelebihan Volume Cairan Penurunan kekuatan otot pada tungkai MK: Gangguan mobilitas fisik Gatal MK: Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis a. Manifestasi Klinis
1) Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari pemeriksaan fisik rutin, gejala samar.
2) Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor pembekuan dan zat lain serta manifestasi hipertensi porta.
3) Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut, ukuran hati berkurang akibat jaringan parut.
4) Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis terjadi dyspepsia dan perubahan fungsi usus.
5) Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan parasentesis untuk menegakkan diagnosis.
6) Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid hemoragi dari lambung.
7) Edema.
8) Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9) Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik (Brunner & Suddart, 2013).
10) Eritema Palmaris 11) Spider Angioma
12) Jaundis (Black & Hawks 2009)
b. Komplikasi
Menurut Black & Hawks tahun 2009, komplikasi dari serosis hepatis adalah sebagai berikut:
1) Hipertnsi Porta
Hipertensi porta terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada sistem vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan obstruksi aliran darah melalui sistem vena porta ke dalam hati.
14
a) Etiologi dan faktor risiko
Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah penyebab paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan hipertensi porta peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis alkoholik, dll.
b) Patofisiologi
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena porta yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran masuk), dan vena hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak hati atau pembuluh darah utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur ini bertanggung jawab bagi perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta akibat dari peningkatan aliran darah pada vena porta maupun peningkatan resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena porta.
c) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan jaringan pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang akhir pada daerah umbilikus serta kearah kedepan sternum dan tulang rusuk, pelebaran, dan asites yang tipikal tampak ketika penyakit ahati bersamaan.
2) Asites
a) Etiologi dan Faktor Resiko
Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat interaksi beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan tekanan plasma osmotik koloid dan retensi natrium semua berkontribusi terhadap kondisi ini.
b) Patofisiologi
Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke vena hepatik dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam sistem vena porta. Sebagaimana tekanan porta meningkat, plasma bocor langsung dari kapsul hati dan vena
terjadi, mengarah pada kebocoran lebih plasma ke dalam ruang peritoneum. Kehilangan protein plasma ke dalam cairan asites dari sistem vena porta mengurangi tekanan onkotik di dalam kompratemen pembuluh darah. Penurunan tekanan onkotik membatasi kemampuan sistem pembuluh darah menahan atau mengumpulkan air.
c) Manifestasi Klinis
Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul menonjol, serta umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah. Meskipun akumulasi cairan asites banyak dan nyata, namun jika jumlah kecil atau sedang lebih sulit untuk mendeteksi.
3) Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan mungkin tampak bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau setelah pembedahan puntasan portosistemik. Penyebab gangguan ini adalah ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia untuk membentuk ureum sehingga ini dapat diekresikan. a) Patofisiologi
Penyebabab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini dirincikan oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan serebrospinal. Amonia dihasilkan dalam usus ketika protein dipecah oleh bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang lebih kecil, oleh getah lambung dan metabolisme jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di dalam adanya hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati adalah neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organik yang mengandung radikal sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen dan alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai pendek asam lemak.
Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan dalam hati dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui ginjal. Kadar amonia darah meningkat ketika sel hati
16
tidak mampu membentuk fungsi ini mungkin dikarenakan sel hati rusak dan nekrosis. Ini juga mungkin akibat dari pintasan darah dari sistem vena porta secara langsung kedalam sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain, sebagaimana kadar amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai terbentuk. Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai neurotransmiter palsu di dalam SSP. Amonia juga adalah toksin SSP, memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah kepada perubahan metabolisme dan fungsi SSP.
Sebuah proses yang meningkatkan protein di dalam intestinal, seperti meningkatkan diet protein atau perdarahan GI, menyebabkan peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan gejala ensefalopati hepatikum pada klien dengan gagal hepatoseluler atau yang telah menjalani pembedahan pintasan portosistemik.
b) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer neurologis dan rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma dalam. Perubhan neurologis terjadi dengan akumulasi amonia serebral atau perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum mengganggu memori, perhatian, konsentrasi, dan kecepatan respons.
Pola terbalik sering terjadi, klien terbangun malam hari dan mengantuk pada siang hari. Menulis dan ucapan menunjukkan perubahansignifikan seperti terjadi penyimpangan intelektual. Asteriksis mungkin ada. Pada beberapa klien dengan ensefalopati hepatikum, hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang pusat pernafasan. Adanya methylmercaptan menyebabkan bau karakteristik pada pernafan yang disebut fetorhepaticus.
Sebagaiman perkembangan sindrom, tingkat kesadaran klien perlahan berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat, namun,
tingkat depresi SSP umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang mendalam sampai tidak ada respons nyeri dan refleks kornea, benar-benar tidak ada.
Berikut stadium ensefalopati hepatikum: (a) Stadium 1
(1) Letih (2) Gelisah (3) Iritabel
(4) Penurunan tampilan intelektual (5) Penurunan rentang perhatian
(6) Berkurangnya ingatan jangka pendek (7) Perubahan kepribadian
(8) Pola tidur terbalik (b) Stadium 2
(1) Penyimpangan dalam menulis (2) Asteriksis
(3) Gngguan status mental (4) Bingung
(5) Lemah
(6) Fetor hepaticus (c) Stadium 3
(1) Bingung berat
(2) Ketidakmampuan mengikuti perintah (3) Samnolen dalam, tapi dapat bangun (d) Stadium 4
(1) Koma
(2) Tidak respons terhadap rangsangan nyeri
(3) Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi Hasil laboratorium mnunukkan naiknya amonia darah dan kadag glutamin cairan serebrospinal. Meskipun temuan ini membantu mengomfirmasi diagnosis ensefalopati, tapi tidak spesifik. Memantau kadar serum amonia, kadar elektrolit, gas darah, hasil
18
tes fungsi hati (bilirubin, albumin, protrombin, dan enzim) keseluruhan perjalanan penyakit. Temuan ini membantu menentukan tingkat ketidakseimbangan dan tingkat cedera hepatik.
c) Prognosis
Meskipun intervensi biasanya mengurangi ensefalopati hepatikum, klien mungkin meninggal karena komplikasi sirkulasi atau respirasi, infeksi, atau delirium dan kejang. Kematian terjadi pada klien yang berkembang kerah koma dengan gagal hati. Langkah-langkah dramatis mungkin dibutuhkan untuk mengurangi kadar toksik amonia dalam darah. Cara tersebut termasuk hemodialisis dan transfusi tukar, yang melibatkan pembuangan pergantian sekitar 80% darah klien. Transplatasi hati dilakukan pada kasus gagal hati fulminan.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:
1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang; diuretik penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol Brunner & Suddart, (2013).
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan. Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan (Black & Hawks, 2009).
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga volume plasma (Black & Hawks, 2009).
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu sebagai berikut:
1) Memberikan oksigen 2) Memberikan cairan infus
4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)
5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix) 6) Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7) Pelunak feses : dekusat
8) Detoksikan Amonia: Laktulosa 9) Vitamin: zink
10) Analgetik: Oksikodon
11) Antihistamin: difenhidramin (Benadryl) 12) Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13) Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif)
14) Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi sekuensial.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:
1) Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika benar-benar diperlukan, menggunakan jarum sintik yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah mengejan dan pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien diberikan multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk memperbaiki faktor bekuan.
20
3) Meningkatkan pola pernapasan efektif
Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan oleh perawat.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur lingkar perut.
5) Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.
6) Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat, memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis Kasus
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk. 2013).
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan penanggung jawab.
b. Keluhan Utama:
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam. Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah berdarah. (Black & Hawks, 2009)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh komplikasi berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI muncul dari varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai, keletihan, anoreksia. (Black & Hawks, 2009)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pascaintoksikasi dengan kimia industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat mengonsumsi alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga yang menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko. f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual, muntah.
2) Eliminasi
BAB : biasanya berwarna hitam (melena) BAK : biasanya urine berwarna gelap 3) Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan
22
4) Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan siang hari tertidur
5) Pola aktivitas
Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga diperiksa untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Kepala
Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit perawatan diri
3) Wajah
Wajah biasanya tampak pucat 4) Mata
Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis 5) Hidung
Biasanya tampak kotor 6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus 7) Telinga
Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri 8) Paru
a) Inspeksi : pasien terlihat sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya
hipersonor
d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi sekret.
9) Jantung
a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan. b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
c) Auskultasi : biasanya normal 10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites. b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan
atas, hepar teraba membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus 11) Ekstremitas
Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot, Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik
12) Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin biasanya rendah 2) Leukosit biasnya meningkat 3) Trombosit biasanya meningkat 4) Kolesterol biasanya rendah
5) SGOT dan SGPT biasanya meningkat 6) Albumin biasanya rendah
7) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal.
8) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013) 9) Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat
aminotransferase [AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT)], alanin aminotransferase [ALT], [transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)], GGT,
24
kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas darah arteri, biopsy.
10) Pemidaian ultrasonografi 11) Pemindaian CT
12) MRI
13) Pemindaian hati radioisotope (Brunner & Suddart, 2013)
2. Kemungkinan diagnosa yang muncul
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan pada diaframa.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid.
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Kurang pengetahuan dengan faktor pemberat
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral e. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi hati
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan absorbsi vitamin, karbohidrat dan lemak.
g. Resiko perdarahan h. Resiko cidera
i. Resiko ketidakstabilan gula darah j. Resiko Infeksi
k. Resiko kerusakan integritas kulit
l. Kelelahan berhungan produksi energi menurun. m. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
n. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan pada Kasus Sirosis Hepatis
N o Diagnosa Keperawatan NOC NIC 1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan pada diaframa. a. Status Pernafasan : Ventilasi Indikator : 1) Respiratory rate dalam rentang normal
2) Tidak ada retraksi dinding dada 3) Tidak mengalami dispnea saat istirahat 4) Tidak ditemukan orthopnea 5) Tidak ditemukan atelektasis b. Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas Indikator : 1) Respiratory rate dalam rentang normal
2) Pasien tidak cemas 3) Menunjukkan jalan
nafas yang paten
Manajemen Jalan Nafas a. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi; posisi semi fowler.
b. Auskultasi bunyi napas, catat jika adanya bunyinapas tambahan.
c. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan. d. monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi. Terapi Oksigen a. Bersihkan mulut, hidung, dan sisa sekresi
b. Siapkan peralatan oksigen dan siapkan humadifier
c. Monitor aliran oksigen d. Pastikan penggantian
masker atau kanul sesuai kebutuhan e. Sediakan oksigen
ketika pasien dibawa atau dipindahkan f. Amati tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor TTV
a. Monitor vital sign. b. Identifikasi perubahan
26
c. Monitor frekuensi nafas dan irama pernapasan.
Manajemen Cairan a. Monitor indikasi dari
kelebihan volume cairan (edema, asites). b. Nilai luas dan lokasi
edema.
c. Monitor vital sign. d. Monitor hasil labor
yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hb, Ht, osmolalitas). Monitor Cairan
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan (terapi diuretik, disfungsi hati, muntah). 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid. a. Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa Indikator : 1) Serum albumin, kreatinin, hematokrit, Blood Urea Nitrogen (BUN), dalam rentang normal. 2) pH urine, urine sodium, urine creatinin,urine osmolarity, dalam rentang normal. 3) tidak terjadi kelemahan otot. 4) tidak terjadi disritmia. Manajemen Cairan a. Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat
b. Pasang urin kateter jika diperlukan
c. Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolaritas urin) d. Monitor vital sign e. Monitor indikasi
retensi / kelebihan cairan
f. Kaji luas dan lokasi edema
g. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori h. Monitor status nutrisi i. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai interuksi
b. Keseimbangan Cairan Indikator : 1) Tidak terjadi asites 2) Ekstremitas tidak edema 3) Tidak terjadi distensi vena jugularis j. Kolaborasikan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Monitor Cairan
a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi b. Tentukan
kemungkinan faktor
resiko dari
ketidakseimbangan cairan
c. Monitor berat badan d. Monitor TD, HR dan
RR
e. Monitor perubahan irama jantung
f. Catat secara akurat intake dan output g. Monitor tanda dan
gejala edema
h. Beri cairan sesuai keperluan
i. Kolaborasi dalam pemberian obat yang dapat meningkatkan output urin 3. Ketidakeektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Anemia a. Status Sirkulasi Indikator : 1) Systolic blood pressure dalam rentang normal 2) Diastolic blood pressure dalam rentang normal 3) Pulse pressure dalam rentang normal 4) CVP dalam retang normal 5) MAP dalam rentang normal 6) Saturasi O2 dalam rentang normal 7) Tidak asites
Manajemen asam basa a. Pertahankan kepatenan
akses selang IV
b. Monitor gas darah arteri c. Monitor adanya kegagalan pernafasan d. Monitor status hemodinamik e. Monitor kehilangan asam misalnya muntah, pengeluaran NGT f. Monitor status
neurologi
g. Berikan terapi oksigen dengan tepat
28 b. Perfusi Jaringan : Perifer Indikator : 1) CRT (jari tangan dan kaki) dalam batas normal 2) Suhu kulit ekstremitas dalam rentang normal 3) Kekuatan denyut nadi (karotis kanan dan kiri;brachial kanan dan kiri; femur kanan dan kiri, radialis kanan dan kiri) dalam rentang normal
4) Blood pressure dan MAP dalam rentang normal
Perawatan sirkulasi a. Lakukan penilaian
sirkulasi perifer (nadi, edema, CRT ,warna dan suhu ekstermitas) b. Berikan agen inotropik
yang sesuai
c. Berikan tranfusi darah yang sesuai
d. Monitor nilai elektrolit, BUN, dan kreatinin setiap hari
Manajemen sensasi perifer
a. Monitor sensasi panas dan dingin
b. Monitor adanya parasthesia
c. Intruksikan pasien dan keluarga memeriksa adanya kerusakan kulit d. Monitor tromboemboli dan tromboplebitis pada vena Managemen Hipovolemia a. Monitor adanya hipotensi ortotastik dan pusing saat berdiri b. Monitor asupan dan
keluaran
c. Monitor adanya bukti laboratorium terkait dengan kehilangan darah (misalnya hemoglobin, hematokrit). d. Berikan cairan hipotonik IV yang diresepkan (misal sodium klorida, dektrose 5%) e. Berikan coloid suspensions yang diresepkan (misalnya
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral a. Status Sirkulasi Indikator: 1) Tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial b. Perfusi jaringan: serebral Indikator: 1) Mempertahanka n tekanan intrakranial 2) Tekanan darah dalam rentang normal
3) Tidak ada nyeri kepala 4) Tidak ada muntah 5) Memonitor tingkat kesadaran Terapi Oksigen
a. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea b. Pertahankan jalan
napas yang paten c. Atur peralatan
oksigenasi
d. Monitor aliran oksigen e. Pertahankan posisi pasien f. Observasi tanda-tanda hipoventilasi g. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Monitoring Peningkatan Intrakranial a. Monitor tekanan perfusi serebral
b. Catat respon pasien terhadap stimulasi c. Monitor tekanan
intrakranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas d. Monitor intake dan
output cairan
e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik f. Posisikan pasien pada
posisi semi fowler g. Minimalkan stimulasi
dari lingkungan Vital Sign Monitoring a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
b. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, dan berdiri c. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan bandingkan
d. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
30
e. Monitor kualitas dari nadi
f. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
g. Monitor pola
pernapasan abnormal h. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit i. Monitor sianosis
perifer
j. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik) k. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign 5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan absorbsi vitamin, karbohidrat dan lemak. a. Status Nutrisi Indikator : 1) Intake nutrisi dalam rentang normal 2) Intake makanan dalam rentang normal 3) Intake minuman dalam rentang normal 4) Rasio BB/TB dalam rentang normal b. Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan Indikator : 1) Asupan kalori, vitamin, mineral 2) Asupan protein, lemak, 3) Asupan serat, kalsium, sodium 4) Asupan karbohidrat, asupan zat besi Manajemen Nutrisi a. Kaji adanya alergi
makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien c. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan Fe d. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi f. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori g. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Manajemen Mual
a. Ajarkan pasien untuk memonitor
c. Kontrol BB Indikator : 1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2) Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4) Tidak ada tanda –
tanda malnutrisi 5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
b. Ajarkan pasien untuk mempelajari
strategi-strategi untuk
mengatur mualnya c. Lakukan pengkajian
lengkap terkait mual, meliputi frekuensi, durasi, dan faktor presipitasi. d. Evaluasi pengalaman-pengalaman mual pasien sebelumnya e. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan mual pasien sebelumnya f. Kolaborasi
memberikan terapi anti emetik yang diberikan untuk menghindari terjadinya mual
g. Ajarkan teknik-teknik nonfarmakologi,
seperti relaksasi, terpi musik, distraksi, acupressure untuk mengatur mual yang dirasakan oleh pasien Nutrition monitoring a. BB pasien dalam batas
normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor lingkungan selama makan.
e. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan f. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
g. Monitor turgor kulit h. Monitor kekeringan,
32
mudah patah
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht k. Monitor pertumbuhan dan perkembangan l. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.
m. Monitor kalori dan intake nutrisi
n. Catat adanya edema Konseling Nutrisi
a. Bina hubungan terapeutik berdasarkan kepercayaan dan respek pada pasien b. Tentukan intake makanan dan kebiasaan makan pasien c. Sediakan informasi tentang kebutuhan kesehatan untuk modifikasi diit : penurunan berat badan, peningkatan berat badan, kekurangan cairan
d. Bantu pasien untuk mencatat kebiasaan makannya tiap 24 jam 6. Resiko perdarahan Blood coagulation
Indikator : a. Hemoglobin dalam rentang normal b. Hematocrit dalam rentang normal c. Hematemesis dalam rentang normal Bleeding precaution a. Catat Hb/ Ht sebelum dan sesudah perdarahan. b. Monitor hasil koagulasi, termasuk PT (prothombin time), PTT (pertial thromboplastin time), fibrinogen, jumlah trombosit.
dalam rentang normal
selama perdarahan. d. Gunakan sikat gigi
yang lembut untuk oral hygiene. e. Koordinasikan waktu tindakan invasive plasma darah/ trombosit, jika diperlukan. f. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan kaya vitamin K.
g. Instruksikan kepada pasien dan atau keluarga jika ada tanda perdarahan, laporkan segera ke perawat. 7. Resiko cidera a. Risk Kontrol
Indikator: a. Klien terbebas dari cidera b. Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah cidera c. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan d. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada e. Mampu mengenali perubahan status kesehatan b. Kejadian jatuh Indikator: a. Klien tidak terjatuh ketika transfer Environment Management a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik
c. Dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit dahulu pasien
d. Memasang side rail tempat tidur
e. Menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih f. Membatasi pengunjunng g. Memberikan penerangan yang cukup h. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan
34 b. Klien tidak terjatuh dari tempat tidur 8. Resiko ketidakstabilan gula darah
Blood glucose level Indikator : a. Blood glucose dalam rentang normal Hyperglikemi management
a. Monitor kadar glukosa darah.
b. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi (seperti : poliuria, polidipsi, poliphagia, keletihan, latergi, malaise, sakit kepala). c. Atur cairan oral/ atur
pemasukan cairan melalui oral.
d. Monitor status cairan (intake dan output) dengan tepat. e. Bantu pasien menafsirkan kadar glukosa darah. Management Hypoglikemi
a. Monitor kadar gukosa gula darah sesuai dengan indikasi
b. Monitor tanda dan gejala hipoglikemia (misalnya; gemetar, sempoyongan, berkeringat, jantung berdebar-debar, takikardi, menggigil, pucat, mual, sakit kepala, kelelahan, kelemahan, dll)
c. Berikan sumber karbohidrat sederhana, sesuai indikasi
d. Berikan glukosa secara intrvena sesuai indikasi e. Instruksikan pasien
untuk selalu
9. Resiko infeksi a. Immune status Indikator : 1) Suhu tubuh dalam batas normal 2) Leukosit dalam batas normal b. Nutrition Status Indikator 1) Asupan makanan meningkat c. Risk control Indikator:
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2) Mendeskripsika n proses penularan penyakit 3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4) Menunjukkan perilaku hidup sehat Infection Control (Kontrol Infeksi) a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Instruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien d. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan
e. Cuci tangan setiap sebelum dan setelah melakukan tindakan f. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung g. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat h. Berikan terapi antibiotik bila perlu i. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal
j. Monitor kerentanan terhadap infeksi k. Berikan perawatan
kulit pada daerah epidema
l. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
m. Dorong masukan nutrisi yang cukup n. Dorong istirahat o. Ajarkan cara menghindari infeksi p. Laporkan kecurigaan infeksi Monitor Nutrisi
36
c. Monitor diet dan asupan kalori
d. Monitor tugor kulit e. Monitor berat badan 10 Resiko kerusakan
integritas kulit
a. Tissue integrity : Skin and Mucous Membranes
Indikator :
1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastic sitas, temperature, hidrasi, pig mentasi)
2) Tidak ada luka/ lesi pada kulit 3) Perfusi jaringan baik 4) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang 5) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami Pressure Management a. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap dua jam sekali) e. Monitor kulit akan
danya kemerahan f. Oleskan lotion atau
minyak baby/baby oil pada daerah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien h. Monitor status nutrisi
pasien
i. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Perawatan Tirah Baring a. Jelaskan alasan
diperlukannya tirah baring.
b. Ajarkan latihan ditempat tidur dengan cara yang tepat.
c. Aplikasikan papan unuk kaki di tempat tidur.
Pengecekan kulit
a. Amati warna,
kehangatan, bengkak, tekstur, edema.
b. Monitor warna dan suhu kulit.