• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN TEKNIK MODELLING TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA DI SMP MUHAMMADIYAH PADANG PANJANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN TEKNIK MODELLING TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA DI SMP MUHAMMADIYAH PADANG PANJANG SKRIPSI"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAYANAN PENGUASAAN KONTEN TEKNIK MODELLING TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA DI SMP

MUHAMMADIYAH PADANG PANJANG

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Bimbingan dan Konseling

MIFTAHUL ULYA HASIBUAN NIM. 15 300 800 054

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

i ABSTRAK

MIFTAHUL ULYA HASIBUAN, NIM. 15300800054, judul skripsi:

Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling Terhadap Peningkatan Perilaku prososial Siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan jurusan Bimbingan dan Konseling Institut Agama Islam Negeri Batusangkar, 2020.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya perilaku prososial siswa.

Perilaku prososial adalah proses pemberian pertolongan yang diberikan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau sesuatu dari orang yang ditolong, dimana aspek dari perilaku prososial ada berbagi, kerjasama, menolong, bertindak jujur dan bederma.

Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian dengan metode penelitian eksperimen jenis tipe one group pretest-posstest design. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan populasi sebanyak 27 orang siswa. Data yang dikumpulkan dengan menyebarkan skala likert. Teknik analisis data menggunakan uji non parametik (uji wilcoxon).

Hasil penelitian menemukan bahwa yang penulis lakukan di lapangan dapat diketahui bahwa berdasarkan output test statistics perhitungan non parametik diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) bernilai 0,000 lebih kecil dari < 0,05. Ini berarti, hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan kata lain, layanan penguasaan konten teknik modelling ada pengaruh terhadap siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa layanan penguasaan konten dengn teknik modelling berpengaruh dalam meningkatkan perilaku prososial siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang.

Kata kunci: layanan penguasaan konten, modelling, perilaku prososial.

(6)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK……… i DAFTAR ISI……… ii BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……… 1

B. Identifikasi Masalah………... 8 C. Batasan Masalah………

D. Perumusan Masalah………...

E. Tujuan Penelitian………...

F. Manfaat dan Luaran Penelitian……….

G. Definisi Operasional………..

8 8 9 9 10 BAB II : KAJIAN TEORI

A. Perilaku Prososial

1. Pengertian Perilaku Prososial………

2. Faktor-Faktor Perilaku Prososial………...

3. Aspek-Aspek Perilaku Prososial………...

4. Cara Meningkatkan Perilaku Prososial………..

B. Layanan Penguasaan Konten

1. Pengertian Layanan Penguasaan Konten………...

2. Tujuan Layanan Penguasaan Konten………

3. Komponen Layanan Penguasaan Konten………..

4. Azas Layanan Penguasaan Konten………

5. Pelaksanaan Layanan Peguasaan Konten………..

12 14 18 19

20 22 25 26 27

(7)

iii C. Teknik Modelling

1. Pengertian Teknik Modelling………

2. Tujuan Teknik Modelling………

3. Jenis-jenis Modelling………..

4. Tahap-Tahap Modelling………..

5. Keterkaitan Antara Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling dengan Perilaku prososial………..

D. Kajian Penelitian Yang Relevan……….

E. Kerangka Berfikir………..

F. Hipotesis………

28 30 30 31

32 33 34 35 BAB III : METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian………...

B. Waktu dan Tempat Penelitian………

37 39 C. Populasi dan Sampel………

D. Pengembangan Instrumen………

1. Menetapkan Pola dan Jenis instrument………

2. Menetapkan isi Instrumen………...

3. Menyusun Kisi-Kisi……….

4. Menulis Item………....

5. Validitas………

6. Realibilitas………

E. Teknik Pengumpulan Data……….

F. Teknik Pengolahan Data……….

G. Teknik Analisis Data………...

39 41 41 41 42 43 43 47 49 50 51 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ………

1. Deskripsi Data Pretest………..

2. Pelaksanaan Treatment……….

3. Deskripsi Data Posstest………

54 54 66 74

(8)

iv

4. Perbandingan Data Pretest dan Data Posstest……….

B. Pengujian Analisis Data………..

1. Data berdistribusi normal………..

2. Data harus homogeny………

3. Tipe data interval atau rasio………..

C. Pengujian Hipotesis………

D. Uji Peningkatan N-Gain……….

E. Pembahasan………

86 100 101 103 103 104 111 114 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………..

B. Saran………

118 118 DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 119

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia menyadari betapa pentingnya perilaku prososial dan betapa bahayanya perilaku antisosial bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Salah satu usaha preventif pemerintah untuk menghindari atau meminimalkan fenomena yang kurang mendukung perilaku prososial bagi warga Indonesia adalah dengan mengeluarkan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini, pemerintah mendorong untuk memaksimalkan penerapan perilaku prososial, seperti berbagi, bekerjasama, menolong, jujur, sebagai wujud nilai luhur bangsa bagi seluruh warga Indonesia, terutama di lingkungan sistem pendidikan nasional.

Kepekaan dalam membantu sesama teman seperti menolong teman yang terkena musibah atau bencana alam, meminjamkan alat tulis, kurangnya kerjasama dalam kelompok, tidak mau memberikan barang kepada teman yang membutuhkan, teman yang pingsan tidak ikut memberikan pertolongan dan ada juga yang langsung langsung bergerak untuk memberikan bantuan, berbagi, berderma yang merupakan bentuk perilaku prososial, namun adakalanya siswa cenderung kurang mempunyai kepedulian untuk berperilaku prososial terhadap keadaan tersebut.

Menurut Myers (dalam Asih, 2010:34), menyatakan bahwa perilaku prososial atau altruisme adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri. Senada dengan pendapat Baron & Byrne (dalam Muryadi, 2012:545), adalah perilaku suka rela menolong orang lain tanpa ingin memperoleh imbalan dan si penolong merasa puas setelah menolong.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial adalah perilaku menolong tanpa mempedulikan kepentingan pribadi dan tanpa

1

(10)

mengharapkan imbalan apapun dari orang yang kita tolong dengan begitu si penolong merasakan adanya kepuasan tersendiri setelah menolong orang lain.

Perilaku prososial lebih dimaknai sebagai perilaku yang lebih memberi keuntungan kepada orang lain, mencoba memahami keinginan serta kebutuhan orang lain, juga adanya suatu tindakan supaya bisa memenuhi kebutuhan dari orang tersebut. Menurut Eisenberg (dalam Muryadi, 2012:545) mengemukakan bahwa tingkah laku prososial meliputi tiga aspek yaitu :

1. Tindakan yang dilakukan secara suka rela.

2. Tindakan yang ditujukan demi kepentingan orang lain atau sekelompok orang lain.

3. Tindakan itu merupakan tujuan bukan sebagai alat untuk memuaskan motif pribadi.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami tingkah laku prososial memiliki tiga aspek, pertama tindakan yang dilakukan secara sukarela adalah tindakan yang dilakukan tanpa paksaan orang lain murni dari diri pribadi.

kedua tindakan sukarela ditujukan kepada sekelompok orang atau demi kepentingan orang lain, ketiga tindakan yang bertujuan bukan untuk memuaskan motif pribadi tetapi untuk mencapai kesejahteraan orang lain.

Perilaku prososial adalah suatu tindakan menolong yang dapat menguntungkan orang lain tanpa adanya suatu keuntungan setelah menolong atau mengharapkan suatu imbalan dari orang yang kita tolong seperti menolong teman yang pingsan di kelas semata-mata hanya untuk menolong bukan untuk mengharapkan hadiah setelah menolong. Menurut Staub (dalam Muryadi, 2012:546), mengatakan faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, salah satunya adalah adanya nilai-nilai dan norma yang diinternalisasi oleh individu selama mengalami sosialisasi.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa faktor yang mendasari seseorang bertindak prososial dengan menerapkan nilai dan norma yang berlaku salah satunya norma sosial yang menjadi suatu padoman dalam berperilaku suatu kelompok atau masyarakat yang berkembang sesuai dengan

(11)

kesepakatan yang ada dalam masyarakat, kesepakatan yang dimaksudkan adalah peraturan.

Perilaku prososial juga dapat berfungsi sebagai pendorong individu untuk melakukan kebaikan agar diterima dilingkungan masyarakat sehingga dapat membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi atau kesulitan yang terjadi di lingkungan sekitar.

Dalam kehidupan bermasyarakat, bila sikap yang tidak prososial dibiarkan atau diabaikan begitu saja, maka dampaknya akan bersifat akumulatif, yang dapat menimbulkan berbagai macam gangguan sosial yang dapat merusak siswa itu sendiri. siswa adalah cikal-bakal masyarakat di masa yang akan datang, sehingga jika sejak SMP mereka terbiasa dengan perilaku yang tidak prososial atau bahkan antisosial, tidak mengherankan bila setelah lulus mereka cenderung akan dengan mudah mengutamakan sikap individualistik, melakukan pengabaian terhadap sesama, atau bahkan melakukan tindakan kekerasan dan perilaku antisosial yang lainnya.

Perilaku Prososial dapat berkembang seiring matangnya aspek fisik dan psikis manusia. Menurut Rahman (2013:229) proses perkembangan terjadi karena dua perspektif yaitu social learning development dan social cognitive development. Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa social learning development yaitu anak belajar langsung dari lingkungan sosial dengan mengamati orang lain. Sedangkan social cognitive development yaitu perilaku menolong diperoleh karena adanya perubahan cara kita berfikir bagaimana perilaku diri sendiri maupun perilaku orang lain.

Oleh karena itu guru memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran dalam mendidik, mengarahkan, membimbing dan mengajarkan bagaimana perilaku prososial salah satunya dengan menggunakan layanan konseling. “Layanan penguasaan konten merupakan suatu usaha bantuan terhadap individu dalam menguasai aspek-aspek konten tertentu dan individu diharapkan mampu memenuhi kebutuhannya serta

(12)

menghadapi masalah-masalah yang dialaminya” Juniarti dan Fadzlul (2016:35). Setiap individu mempunyai perilaku prososial, dengan menguasai aspek dalam konten diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan serta permasalahan yang dihadapi atau yang dialaminya. Oleh sebab itu layanan penguasaan konten dapat digunakan untuk membantu individu dalam meningkatkan perilaku prososial yang dimilikinya.

Layanan penguasaan konten adalah salah satu jenis layanan konseling yang diberikan kepada individu atau kelompok untuk membantu klien agar dapat menghadapi permasalahannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno (dalam Numri, 2015:49), yang menyatakan bahwa :

Layanan penguasaan konten (PKO) merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri atau dalam kelompok), untuk menguasai kemampuan atau kompetensi yang dipelajari itu merupakan suatu yang unik konten yang didalamnya terkandung fakta dan data, konsep dan proses, hukum atau aturan, nilai persepsi, efeksi, sikap dan tindakan yang terkait didalamnya layanan penguasaan konten membantu individu dalam menguasai aspek-aspek konten tersebut secara tersinergikan dengan penguasaan konten individu diharapkan mampu memahami kebutuhannya serta mampu mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa melalui layanan penguasaan konten dapat membantu individu dalam menguasai aspek konten dalam mengatasi masalah yang dihadapinya dianggap sebagai kebutuhan yang dirasakan. Menurut Tohirin (dalam Faishal dkk, 2014:111) layanan konten yang merupakan isi layanan dapat merupakan satu unit materi yang menjadi pokok bahasan atau materi latihan yang dikembangkan oleh pembimbing atau konselor dan diikuti oleh sejumlah siswa. Berdasarkan kutipan diatas dapat dipahami bahwa materi layanan dapat dikembangkan melalui konselor.

Menurut Tohirin (dalam Faishal dkk, 2014:111) Isi layanan penguasaan konten dapat mencakup:

1. Pengembangan kehidupan pribadi,

2. Pengembangan kemampuan hubungan sosial,

(13)

3. Pengembangan kegiatan belajar, 4. Pengembangan dan perencanaan karir, 5. Pengembangan kehidupan berekeluarga, 6. Pengembangan kehidupan beragama.

Berdasarkan kutipan dapat disimpulkan bahwa isi layanan penguasaan konten salah satunya membahas hubungan sosial karena individu membutuhkan satu sama lain dengan selalu tolong menolong, maka perilaku prososial siswa dapat ditingkatkan.

Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling dianggap tepat untuk membantu siswa keluar dari kelemahannya untuk berperilaku sesuai yang diharapkan masyarakat maupun lingkungan sekitar serta meningkatkan perilaku prososial. Biasanya cara ini dilakukan melalui belajar sosial terutama dengan meniru dan mengamati”. Teknik Modelling yang diberikan berupa penayangan video berperilaku prososial yang baik sehingga peserta didik bisa memahami dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal yang melatar belakangi peneliti menggunakan Teknik Modelling karena teknik ini dirasa dapat dijadikan sebagai contoh atau model dalam meningkatkan perilaku prososial dengan cara menggunakan video.

Penggunaan video berperan penting dalam membentuk perilaku siswa sehingga dalam pembelajaran untuk pembentukan perilaku dengan cara mengamati dan meniru perilaku orang lain dengan penayangan video akan lebih mudah untuk menyampaikan pesan yang terdapat didalamnya.

Siswa perlu menerapkan perilaku prososial karena suatu perilaku yang dilakukan dengan sukarela dan memiliki dampak menguntungkan orang lain, baik dalam bentuk materi, fisik, maupun psikologis. Perilaku prososial ini merupakan hal yang positif dan dapat memberi manfaat bagi siswa, karena mereka dapat berbagi materi pembelajaran, saling mendukung dalam menghadapi suatu kesulitan dan menjadi proses pendewasaan dalam

(14)

berinteraksi dengan lingkungan. Namun demikian perilaku tersebut belum berkembang di kalangan siswa secara maksimal.

Hal ini didukung dengan jurnal penelitian penelitian Wulandari dkk (2018:76) Jurnal dengan Judul “Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Perilaku Prososial Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 22 Kota Bengkulu”

Sedangkan jurnal penelitian Kusumaningrum (2014:6) menunjukkan peningkatkan perilaku prososial melalui layanan penguasaan konten dengan teknik sosiodrama pada kelas VII SMP Negeri 21 Semarang tahun ajaran 2013/2014.

Berdasarkan kedua hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan perilaku prososial siswa dapat diberikan layanan bimbingan dan konseling berupa layanan penguasaan konten dan bimbingan kelompok.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat dipahami bahwa untuk meningkatkan perilaku prososial siswa tidak hanya dengan memberikan layanan penguasaan konten melainkan dapat diberikan layanan berupa bimbingan kelompok

Data yang didapat dari hasil observasi yang penulis lakukan selama di SMP Muhammadiyah banyak ditemukan siswa kurang memiliki sikap menolong, terkadang ada teman yang meminta tolong dia malah mengatakan ungkapan yang tidak pantas terhadap teman-temannya, ada teman yang mau meminjam catatan, siswa tidak mau meminjamkannya karena takut bukunya rusak atau tidak dikembalikan, ada kelas lain yang meminta bantuan atau sumbangan untuk diberikan kepada keluarga yang kemalangan atau ada acara pertandingan, namun responnya kurang baik dan ada yang menolong tapi tujuannya dengan cara mengharapkan nilai tambah atas sikapnya yang baik dimata orang atau hanya ingin mendapatkan perhatian atau pujian dari orang lain, untuk meningkatkan perilaku prososial ini dibutuhkan layanan penguasaan konten dengan tujuan agar perilaku prososial siswa/siswi SMP Muhammadiyah Padang Panjang bisa menjadi meningkat dan lebih baik dari

(15)

pada sebelumnya. Penanganan masalah untuk meningkatkan perilaku prososial dilakukan dengan menggunakan layanan penguasaan konten.

Hasil observasi diperkuat dengan wawancara yang penulis lakukan dengan salah seorang guru BK di SMP Muhammadiyah Padang Panjang pada bulan September 2019 diruang BK mengatakan bahwa :

Perilaku prososial ini sangat rendah dikalangan siswa. Kebanyakan dari para siswa cendrung acuh tak acuh dengan teman yang lain dan jika ada teman yang sakit hanya sebagian saja yang ikut mejenguknya.

Ada juga sebagian siswa merasa enggan membantu temannya, ia lebih memilih membantu teman yang sudah pernah menolongnya, tidak mau menolong teman yang sedang kesulitan. Beberapa siswa enggan untuk berbagi dengan temannya, tidak bisa diajak bekerjasama karena akan sia-sia, sebagian siswa mengandalkan teman jika ada tugas kelompok, tidak ada kepedulian untuk kerjasama membagi tugas apa yang hendak dikerjakan, sebagian siswa hanya mempedulikan diri sendiri, bertindak tidak jujur saat ada ujian atau ulangan, ada juga yang tidak mau menyumbangkan sebagian uang saat acara maupun ada musibah yang menimpa temannya. Beberapa permasalahan yang terjadi di atas apabila tidak diatasi akan berakibat meningkatkan sikap ketidak pedulian dan sikap tidak menghargai antar sesama manusia, juga kurangnya kerjasama satu sama lain, serta keberadaan orang lain di lingkungan sekitar kurang diperhatikan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru BK menunjukkan bahwa perilaku prososial siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang masih rendah. Perilaku siswa belum sesuai yang diharapkan diantaranya masih banyak siswa yang tidak mau menolong temannya saat kesusahan, maka peneliti ingin meningkatkan perilaku prososial sesuai yang diharapkan.

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan, dimana disini peneliti ingin berkontrubusi dalam meningkatkan perilaku prososial dengan menggunakan layanan penguasann konten karena salah satu tujuan dari layanan penguasaan konten untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara-cara kebiasaan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya dan jika

(16)

tidak dicegah maka siswa tidak bisa terhindarkan dari sikap yang tidak diharapkan yaitu tidak adanya kepedulian atau sikap tolong menolong antar sesamanya. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “

“Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial Siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan paparan dari latar belakang sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah yang muncul pada SMP Muhammadiyah Padang Panjang.

1. Pengaruh layanan penguasaan konten terhadap peningkatan perilaku prososial.

2. Pelaksanaan layanan penguasaan konten dengan teknik modelling terhadap peningkatan perilaku prososial.

3. Pemahaman siswa setelah diberikan layanan penguasaan konten dengn teknik modelling terhadap perilaku prososial.

C. Batasan Masalah

Menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki, baik keterbatasan referensi, keterbatasan waktu, keterbatasan kemampuan, serta keterbatasan lainnya, untuk fokus penelitian ini pada sasaran yang diinginkan, maka batasan masalah dalam penelitian ini “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modeling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial di SMP Muhammadiyah Padang Panjang”

D. Perumusan Masalah

Dalam pembahasan ini yang menjadi rumusan masalahnya adalah

“Apakah berpengaruh secara signifikan Layanan Penguasaan Konten Teknik

(17)

Modelling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial Siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang?”

E. Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial di SMP Muhammadiyah Padang Panjang”

F. Manfaat dan Luaran Penelitian

Adapun Manfaat dan Luaran penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Penelitian

a. Teoritis yaitu mengembangkan teori-teori yang berhubungan dengan

“Apa Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial di SMP Muhammadiyah Padang Panjang”

b. Praktis

1) Untuk bahan pengembangan proggram bimbingan dan konseling mengenai “Apa Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial di SMP Muhammadiyah Padang Panjang”

2) Untuk bahan pertimbangan meningkatkan perilaku prososial

3) Sebagai salah satu persyaratan akademis demi menyelesaikan studi Strata Satu (SI) pada jurusan bimbingan dan konseling Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

2. Luaran Penelitian

Sementara luaran penelitian atau target yang ingin dicapai dari penelitian ini selanjutnya adalah layak dipublikasikan menjadi artikel

(18)

jurnal ilmiah, buku ajar, dan produk lainnya yang bermanfaat serta sebagai rujukan yang ditempatkan di Perpustakaan IAIN Batusangkar.

G. Defenisi Operasional

Agar tidak adanya kesalahpahaman dalam memahami judul, maka penulis menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan proposal ini, yaitu sebagai berikut :

1. Layanan Penguasaan Konten

Menurut Prayitno (2017:94) “layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri, kelompok ataupun klasikal) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar”. Layanan penguasaan konten yang peneliti maksud adalah layanan bantuan yang diberikan kepada seluruh siswa secara klasikal berupa pemberian konten perilaku prososial yang baik melalui beberapa tahap, yaitu tahap awal (pendahuluan), tahap inti (kegiatan), kemudian tahap penutup.

2. Perilaku Prososial

Menurut Baron & Byme (dalam wulandari 2012:122) Secara umum Perilaku prososial merupakan suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut dan mungkin melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Menurut Mussen (dalam Asih, 2010:35) menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku prososial yaitu aspek berbagi, aspek kerjasama, aspek menolong, aspek bertindak jujur dan aspek berderma. Perilaku Prososial yang peneliti maksud salah satunya adalah tindakan menolong, tindakan ini dapat memberikan manfaat bagi orang lain yang ditolong tanpa paksaan dari orang lain dan tidak mengharapkan balasan berupa hadiah setelah menolong orang dengan memiliki sikap yang sesuai dengan aspek prososial Mussen.

(19)

3. Teknik Modelling

Menurut Jones (dalam Sutanti, 2015: 192) “Modelling adalah belajar dengan mengamati, menirukan dengan menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati”. Teknik modelling yang peneliti maksud adalah pemberian contoh kepada siswa bagaimana berperilaku prososial sesuai yang diharapkan. Tahapan teknik modelling yang akan dilaksanakan ada beberapa tahap, yaitu tahap atensi (perhatian), tahap representasi (mengingat apa yang diperhatikan), tahap reproduksi (mempersiapkan, melakukan dan mengevaluasi tingkah laku baru yang dilakukan), terakhir adalah tahap motivasi (mendorong individu untuk membuktikan bahwa dia telah belajar). Tahapan teknik modelling ini akan dilaksanakan pada tahap inti (kegiatan) di layanan penguasaan konten.

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori 1. Perilaku Prososial

a. Pengertian Perilaku Prososial

Prososial secara umum adalah proses pemberian pertolongan yang diberikan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan atau sesuatu dari orang yang ditolong tersebut. Chaplin (dalam Asih, 2010:34) memberikan pengertian perilaku sebagai segala sesuatu yang dialami oleh individu meliputi reaksi yang diamati.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami perilaku adalah sesuatu yang sudah ada dalam diri individu yang dapat dilihat atau diamati dari reaksi seseorang dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-sehari. Salah satu perilaku yang dapat diamati adalah perilaku prososial. Menurut Muryadi (2012:547), Perilaku prososial adalah tindakan menolong orang lain secara ikhlas dan menimbulkan keuntungan baik fisik maupun psikologis bagi objek yang ditolong tersebut. Senada dengan Myers (dalam Asih 2010:34) menyatakan bahwa perilaku prososial atau altruisme adalah hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial adalah keinginan seseorang untuk menolong orang lain murni dari diri pribadi tanpa adanya paksaan atau perintah dari orang lain yang dapat menguntungkan baik fisik maupun psikologis dari orang yang ditolong tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri.

Menurut Penner, dkk, (dalam Rahajeng 2018:125), Perilaku prososial dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku yang membawa manfaat bagi orang lain maupun sekelompok orang.

12

(21)

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang dapat mendatangkan banyak manfaat bagi individu maupun sekelompok orang yang ditolong seperti menolong teman yang rumahnya kebakaran atau mendapat musibah yang menimpanya sehingga imdividu membutuhkan pertolongan dengan meminjamkan uang akan mengurangi beban. Menurut Baron & Byme (dalam wulandari 2012:122) Secara umum Perilaku prososial merupakan suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial merupakan suatu tindakan menolong individu yang sudah menjadi suatu aktivitas atau kewajiban yang membawa keuntungan pada individu yang lain, tetapi aktivitas tersebut secara nyata tidak menimbulkan keuntungan bagi individu yang melakukannya karena dilakukan semata-mata ikhlas tanpa mengharapkan keuntungan setelah menolong bahkan terkadang malah mendatangkan resiko yang harus ditanggung oleh individu yang melakukan aktivitas.

Perilaku prososial menurut Myers (dalam Nurlifah, 2015:9) adalah suatu hasrat atau dorongan untuk memberikan pertolongan kepada orang lain, dengan tanpa memikirkan yang menjadi kepentingan pribadinya, perilaku prososial dapat diartikan sebagai aktivitas yang memberikan keuntungan bagi orang lain.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial adalah suatu dorongan yang diberikan untuk memberikan suatu pertolongan kepada seseorang tanpa memikirkan kegiatan atau kepentingan pribadi yang dapat dijadikan sebagai aktivitas dalam memberikan keuntungan dalam menolong orang lain.

(22)

Perilaku prososial menurut Watson (dalam Nurlifah, 2015:9), merupakan suatu tindakan atau perilaku yang mempunyai konsekuensi positif untuk orang lain, suatu tindakan melakukan pertolongan sepenuhnya berdasarkan motivasi kepentingan pribadi tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri pribadinya. Hal ini senada dengan Wrightsman dan Deaux (dalam Nurlifah, 2015:7), menjelaskan :

Perilaku prososial adalah perilaku manusia yang memiliki konsekuensi sosial positif yang diarahkan pada kesejahteraan untuk orang lain, baik secara fisik ataupun psikis, dan perilaku tersebut adalah perilaku yang banyak memberi kemanfaatan kepada orang lain dari pada untuk dirinya sendiri.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa perilaku prososial adalah tindakan menolong yang memiliki konsekuensi positif yaitu dampak yang terjadi jika suatu keputusan telah diambil secara positif dari suatu perbuatan yang kita lakukan dengan melakukan pertolongan terhadap orang lain yang mempunyai motivasi dalam diri individu yang terarah pada kesejahteraan baik fisik maupun psikis tanpa mengharapkan sesuatu setelah menolong orang lain. Menurut Sears, dkk (dalam Nurlifah, 2015:7) perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan pribadi tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri si penolong itu sendiri.

Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang mempunyai motivasi terhadap diri sendiri sehingga dengan tindakan tersebut dapat menolong banyak orang tanpa mengharapkan keuntungan setelah menolong orang.

b. Faktor-Faktor Perilaku Prososial

Wulandari (dalam Noya 2019:30), Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku prososial diantaranya pemerolehan diri, norma, empati, dan kecerdasan.

(23)

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial diantaranya ada pemerolehan diri yaitu kemampuan dalam memahami orang lain norma, yaitu pedoman perilaku yang diciptakan oleh manusia sebagai petunjuk yang harus dipatuhi masyarakat dalam bertingkah laku seperti menolong orang yang membutuhkan bantuan termasuk kedalam norma sosial yang harus dipatuhi, empati yaitu kemampuan untuk dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain seperti ikut merasakan perasaan sedih teman, kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan seperti menolong teman kecelakaan dijalan raya dengan membawanya kerumah sakit akan sedikit mengurangi permasalahan yang dialami.

Menurut Suryanto dkk. (dalam Noya 2019:30) perilaku prososial dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:

a. Faktor genetis (the selfish gene, kelompok kerjasama, dan kepribadian).

b. Emosional (suasana hati yang baik, dan emosi negatif).

c. Motivasi (empati dan altruisme, alternatif egoistik, keterbatasan altruisme).

d. Interpersonal (karakteristik orang yang ditolong, kecocokan antara orang yang menolong dengan yang ditolong, dan pengaruh kedekatan).

e. Situasional (model, norma, reward, tempat tinggal, dan kondisi masyarakat).

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial :

Pertama, faktor gen yaitu faktor pewarisan sifat keluarga atau daktor kepribadian misalnya anggota keluarga saling kerjasama satu sama lain dengan kebiasaan keluarga maka perilaku tersebut dapat diterapkan di lingkungan.

(24)

Kedua, emosional yaitu suasana hati akan mempengaruhi perilaku prososial karena bisanya individu yang bersedih cenderung tidak akan menolong dibanding individu yang gembira atau senang bukan berarti orang sedih tidak mau menolong.

Ketiga, motivasi akan muncul jika individu memperhatikan kesejahteraan orang lain dengan berempati, adanya keinginan untuk mengurangi perasaan negatif dan adanya perasaan menolong.

Keempat, interpersonal yaitu hubungan antara satu sama lain dengan adanya kecocokan atau pengaruh kedekatan yang sudah lama akrab biasanya orang akan cepat menolong tanpa pikir panjang.

Terakhir, situasional yaitu kondisi sesaat yang muncul pada model yang diamati atau dilihat, norma yang ditaati bersama, adanya reward, tempat tinggal akan mempengaruhi perilaku prososial dan kondisi masyarakat. Latar belakang kepribadian sangat menentukan perilaku menolong seseorang berkaitan dengan orientasi nilai dan sosialisasi.

Lingkungan sangat berpengaruh dan berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai pada diri individu. Perilaku prososial menurut Dayakisni dan Hudaniah (dalam Nuralifah, 2015:12),dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu:

a. Self-gain, merupakan harapan yang dimiliki oleh individu untuk mendapatkan atau menghindari akan hilangnya sesuatu.

b. Personal values and norms, adanya seperangkat norma sosial dan nilai yang telah diinternalisasikan oleh individu selama bersosialisasi, dan sebagain dari nilai – nilai dan norma tersebut ada hubungannya dengan perilaku prososial, seperti misalnya adanya kewajiban untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, juga adanya norma timbal balik.

c. Emphati, merupakan kemampuan individu untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh rang lain.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa self-gain merupakan harapan untuk memperoleh atau menghindari kehilangan

(25)

sesuatu seperti takut dibully, tidak mendapatkan pengakuan dan ingin mendapatkan pujian. Kedua, dengan adanya nilai dan norma sosial individu akan mengalami sosialisasi yang sebagian norma berkaitan dengan perilaku prososial. Ketiga empati yaitu ikut merasakan perasaan orang lain seperi perasaan sedih teman yang mendapatkan musibah.

Menurut Desmita (2006:256) ada beberapa faktor agen sosialisasi yang dapat mempengaruhi perkembangan tingkah laku prososial, diantaranya:

a. Orang tua menggunakan tiga teknik untuk mengajarkan anak-anak mereka bertingkah laku altruistik, yaitu: reinforcement, modeling, dan induction.

b. Guru, di sekolah guru mungkin memudahkan perkembangan tingkah laku menolong dengan menggunakan beberapa teknik, diantaranya: induction, bermain peran, menganalisis cerita-cerita.

c. Teman sebaya

Ketika anak tumbuh dewasa, kelompok sosial menjadi sumber utama dalam perolehan informasi, termasuk tingkah laku yang diinginkan. Mereka dapat memudahkan perkembangan tingkah laku menolong melalui penggunaan penguatan, pemodelan dan pengarahan.

d. Televisi

Anak-anak mungkin meniru tingkah laku menolong dengan mengidentifikasi karakter yang dilihat di televisi. Melalui televisi anak bisa mengerti kebutuhan orang lain, membentuk tingkah laku menolong, sekaligus juga memudahkan perkembangan empati.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan tingkah laku prososial anak, yaitu:

orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak dapat melakukan beberapa cara reinforcement berupa pemberian penguatan, reward pada anak. Modelling dengan cara orang tua sebagai model atau menampilkan tingkah laku menolong pada anak. Induction berupa pengajaran dan penjelasan secara langsung tentang pentingnya perilaku menolong. Guru berperan dalam mengembangkan tingkah laku menolong anak, yaitu dengan cara memberikan teknik-teknik tertentu yang dapat membantu anak mengembangkan potensi empati dan menolong yang ada di dalam dirinya.

(26)

Teman sebaya mempengaruhi tingkah laku prososial anak, apabila anak berteman dengan anak yang memiliki prososial yang tinggi, maka akan besar kemungkinan akan mempengaruhi perilaku anak. Televisi dapat mempengaruhi tingkah laku prososial, anak akan melihat, mempelajari dan mengerti dengan kebutuhan orang lain dengan mengidentifikasi karakter yang dilihat di televisi.

c. Aspek-Aspek Perilaku Prososial

Menurut Eisenberg (dalam Muryadi, 2012:545) mengemukakan bahwa tingkah laku prososial meliputi tiga aspek yaitu :

a. Tindakan yang dilakukan secara suka rela.

b. Tindakan yang ditujukan demi kepentingan orang lain atau sekelompok orang lain.

c. Tindakan itu merupakan tujuan bukan sebagai alat untuk memuaskan motif pribadi.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami tingkah laku prososial memiliki tiga aspek, pertama tindakan yang dilakukan secara sukarela adalah tindakan yang dilakukan tanpa paksaan orang lain murni dari diri pribadi. kedua tindakan sukarela ditujukan kepada sekelompok orang atau demi kepentingan orang lain, ketiga tindakan yang bertujuan bukan untuk memuaskan motif pribadi tetapi untuk mencapai kesejahteraan orang lain.

Selanjutnya Mussen, dkk (dalam Asih, 2010:35) menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku prososial meliputi:

a. Berbagi kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka dan duka.

b. Kerjasama Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan.

c. Menolong Kesediaan untuk menolong orang lain yang sedang berada dalam kesulitan.

d. Bertindak jujur Kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang.

e. Berderma Kesediaan untuk memberikan sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan.

(27)

Berdasarkan kutipan di atas dapat diapahami bahwa aspek-aspek perilaku prososial diantaranya :

Pertama, berbagi yang dimaksud adalah berbagi perasaan dengan orang lain suka maupun duka seperti seorang yang sedih berbagi perasaan dengan orang lain dengan menceritakan hal yang dialaminya.

Kedua, kerjasama dapat terjadi jika saling memberikan pertolongan satu sama lain dengan memberikan kenyamanan dan ketenangan dalam mencapai suatu tujuan.

Ketiga, menolong, menolong merupakan sifat yang sudah melekat dalam setiap diri individu karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Keempat, Bertindak jujur adalah melakukan suatu perbuatan atau hal apa adanya tanpa adanya suatu yang disembunyikan dan tidak melakukan kecurangan.

Kelima, berdema yaitu seseorang yang memberikan sebagian harta benda yang ia miliki untuk kebutuhan orang banyak seperti menolong teman yang mendapat musibah kebakaran dengan memberikan sumbangan atau baju dapat meringankan bebannya.

d. Cara meningkatkan Perilaku Prososial

Adapun cara meningkatkan perilaku prososial menurut Brigham (dalam Tandi, 2019:15-16) : a. Penayangan model perilaku prososial, b.

Menciptakan suatu superodinanate identity dan c. Menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami cara meningkatkan perilaku prososial ada tiga yaitu : penayanagan model perilaku prososial dengan cara mengamati atau meniru sehingga memberikan efek positif dalam mengembangkan perilaku yang diamati. Kedua, menciptakan suatu superodinanate identity yaitu bagian dari keluarga manusia secara keseluruhan dapat mengurangi konflik dan meningkatkan perilaku

(28)

prososial karena memberikan dorongan untuk senantiasa berbuat baik untuk orang lain. Ketiga, menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial karena apabila longgarnya sosialisasi dan pembelajaran terhadap norma maka akan muncul perilaku antisosial tidak peduli dengan lingkungan sekitar ini sangat mengkhawatirkan perkembangan.

2. Layanan Penguasaan Konten

a. Pengertian Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten adalah salah satu jenis layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa dalam menguasai kemamapuan. Menurut Prayitno (2004:2), Layanan penguasaan konten adalah layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri ataupun dalam kelompok) untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa lyanan penguasaan konten adalah layanan yang diberikan kepada individu berupa bantuan untuk menguasai suatu kemampuan atau kompetensi yang merupakan suatu kemampuan tertentu yang dimiliki oleh individu, yang mana kompetensi itu salah satunya berupa kerjasama yang dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku prososial yang dimiliki.

Menurut Supriyo (dalam Hidayati, 2016:31) mendefinisikan layanan penguasaan konten :

Layanan pembelajaran yang sekarang layanan penguasaan konten adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi yang belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan kegiatan belajar lainnya.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten adalah yang diberikan individu dalam mengembangkan sikap dan

(29)

kebiasaan belajar dengan memberikan materi yang cocok agar dapat mengentaskan permasalahan atau memecahkan permasalahan yang dialami oleh individu sehingga tidak terganggunya kehidupan sehari hari dengan terentaskannya permasalahan melalui layanan penguasaan konten maka tercapailah tujuan yang diharapkan. Dengan memberikan layanan penguasaan konten dapat mengatasi permasalahan yang dialami individu.

Menurut Prayitno (dalam Numri, 2015:49), yang menyatakan bahwa : Layanan penguasaan konten (PKO) merupakan layanan bantuan kepada individu (sendiri-sendiri atau dalam kelompok), untuk menguasai kemampuan atau kompetensi yang dipelajari itu merupakan suatu yang unik konten yang didalamnya terkandung fakta dan data, konsep dan proses, hukum atau aturan, nilai persepsi, efeksi, sikap dan tindakan yang terkait didalamnya layanan penguasaan konten membantu individu dalam menguasai aspek-aspek konten tersebut secara tersinergikan dengan penguasaan konten individu diharapkan mampu memahami kebutuhannya serta mampu mengatasi masalah-masalah yang dialaminya.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten adalah dapat membantu individu menguasai aspek konten yang dapat membantu individu memahami serta mengatasi masalah yang dialami dengan memberikan layanan penguasaan konten dianggap sebagai kebutuhan individu. materi layanan disajikan melalui kegiatan belajar. Menurut Nirwana (2012:75) layanan penguasaan konten merupakan layanan bantuan yang diberikan baik kelompok maupun individu untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi individu dalam masalah belajar didalamnya mencakup kesulitan dari luar atau dalam diri individu itu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten adalah layanan yang diberikan kepada individu berupa bantuan untuk mengatasi permasalahan dalam berlajar yang didalamnya terdapat masalah belajar yang mencakup kesulitan yang dialami oleh diri

(30)

individu sehingga melalui layanan penguasaan konten dapat terentaskannya masalah yang dialami individu.

b. Tujuan Layanan Penguasaan Konten

Layanan Penguasaan Konten memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum layanan penguasaan konten adalah dikuasainya konten tertentu. Dengan terkuasainya konten ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dialami atau yang dihdapai sehingga KES tidak terganggu.

Prayitno (dalam Sulistiyanto, 2014:28) dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus seperti berikut:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum layanan penguasaan konten adalah dikuasainya suatu konten tertentu. Penguasaan konten ini perlu bagi individu atau klien untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan penilaian dan sikap, menguasai cara- cara kebiasaan tertentu untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatasi masalah-masalahnya.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penguasaan konten dapat dilihat pertama dari kepentingan individu atau klien mempelajarinya, dan kedua isi konten itu sendiri.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami tujuan layanan penguasaan konten ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu agar klien dapat menanmbah wawasan dan pemahaman dalam menguasai konten tertentu dengan memberikan arahan penilaian dalam mengatasi masalah-masalah. Tujuan khususnya adalah disesuaikan dengan kebutuhan siswa atau bisa dipelajari dengan memberikan materi layanan penguasaan konten.

(31)

Tohirin (dalam Puspitarini, 2016:30-31) mengemukakan bahwa tujuan khusus layanan penguasaan konten terkait dengan fungsi-fungsi konseling adalah sebagai berikut:

1) Fungsi pemahaman, guru pembimbing dan peserta didik perlu menekankan aspek-aspek pemahaman dari konten yang menjadi fokus layanan penguasaan konten.

2) Fungsi pencegahan dapat menjadi muatan layanan penguasaan konten memang terarah kepada terhindar kannya individu/ atau peserta didik dari mengalami masalah tertentu.

3) Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan apabila penguasaan konten memang untuk mengatasi masalah yang sedang dialami klien.

4) Fungsi pengembangan dan pemeliharaan, pemberian konten tertentu dapat membantu individu dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memelihara potensi yang telah dikembangkan.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa fungsi yang akan digunakan adalah yang pertama fungsi pemahaman yaitu memberikan pemahaman mengenai permasalahan yang dialaminya sehingga dari permasalahan tersebut diberikan layanan oleh guru pembimbing. Kedua fungsi pencegahan, sebelum terjadi permasalahan yang besar diberikan pencegahan melauli layanan yang diberikan. Ketiga fungsi pengentasan yaitu apabila klien sedang mengalami suatu permasalahan maka untuk mengatasi permasalahan diberikan layanan. Terakhir fungsi pengembangan dan pemeliharaan yaitu terbatunya individu dalam mengembangkan semua potensi yang ada pada individu dan menjaga potensi yang berkembang.

Senada dengan Prayitno (2017:94-95) tujuan khusus layanan penguasaan konten terkait dengan funsi-fungsi konseling :

(32)

1) Fungsi pemahaman, menyangkut konten-konten yang isinya merupakan berbagai hal yang perlu dikuasai. Dalam hal ini seluruh aspek konten (yaitu fakta, data, konsep, proses, hukum dan aturan, nilai dan bahkan aspek yang menyangkut persepsi, afeksi, sikap dan tindakan) memerlukan pemahaman yang memadai. Konselor dank lien perlu menekankan aspek-aspek pemahaman dari konten yang menjadi fokus layanan penguasaan konten.

2) Fungsi pencegahan, dapat menjadi muatan layanan penguasaan konten apabila kontennya terarah kepada terhindarnya individu atau klien dari mengalami masalah-masalah tertentu (atau kehidupan efektif sehari-hari terganggu (KES-T).

3) Fungsi pengentasan akan menjadi arah layanan apabila penguasaan konten memang untuk mengatasi masalah (KES-T) yang sedang dialami klien.

4) Penguasaan konten dapat secara langsung maupun tidak langsung mengembangkan satu sisi dan sisi lain memelihara potensi individu atau sasaran layanan. Pembelajaran dalam layanan penguasaan konten dapat mengamban fungsi pemngembangan dan pemeliharaan potensi individu.

5) Penguasaan konten yang tepat dan terarah memungkinkan individu membela diri sendiri terhadap ancaman ataupun pelanggaran atas hak-haknya. Dengan demikian, layanan penguasaan konten dapat mendukung fungsi advokasi.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa fungsi dari bimbingan layanan penguasaan konten adalah untuk memberikan pemahaman kepada individu mengenai permasalahan yang terjadi di dalam dirinya, dalam layanan ini juga berfungsi agar individu dapat terhindar dari masalah yang dapat menghambat perkembangan dirinya, mampu mengentaskan dan mengembangkan semua potensi yang ada di dalam diri individu itu sendiri sehingga penguasaan konten tepat dan terarah yang memungkinkan individu membela diri terhadap pelanggaran hak atau adanya suatu ancaman.

Sedangkan Menurut Tohirin (dalam Rauhil, 2014:3), Tujuan dari layanan penguasaan konten adalah :

Agar siswa menguasai aspek-aspek konten atau kemampuan tertentu secara terintegrasi, dengan penguasaan konten oleh siswa akan

(33)

berguna untuk menambah wawasan dan pemahaman, mengarahkan pemilihan dan sikap untuk menguasai cara-cara tertentu memenuhi kebutuhan dan menguasai masalah-masalahnya.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa tujuan dari layanan penguasaan konten adalah menguasasi aspek konten dengan memperluas wawasan yang mengarahkan pada pemilihan sikap diharapkan individu dapat memahami cara-cara tertentu memenuhi kebutuhan dan mengembangkan cara tersebut dengan harapan individu dapat menguasai masalah-masalah yang dialaminya.

c. Komponen Layanan Penguasaan Konten

Layanan penguasaan konten dapat terlaksana apabila mempunyai komponen pokok dalam layanan. Prayitno (2004:5) mengatakan komponen pokok layanan penguasaan konten :

1) Konselor

Konselor adalah tenaga ahli pelayanan konseling, penyelenggaraan layanan penguasaan konten dengan menggunakan berbagai modus dan media layanan.

2) Individu adalah subjek yang menerima layanan

3) Konten merupakan isi dari layanan penguasaan konten yaitu materi yang sesuai.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa komponen yang menjadi pokok dalam layanan pertama konselor. Konselor merupakan ahli dalam bidang konseling dan penggerak utama dalam memberikan layanan penguasaan konten yang dipercaya mampu menyelenggarakan layanan dengan menggunakan berbagai modus dan media layanan.

Selajutnya komponen yang kedua yaitu individu. individu menjadi komponen penting dalam layanan karena kalau tidak ada individu maka kepada siapa layanan akan diberikan karena tujuan dari layanan dikuasai

(34)

oleh konten tertentu adalah individu sebagai subjek dalam menerima layanan yang diberikan.

Sejalan dengan hal diatas komponen yang ketiga yaitu isi dari layanan yang diberikan oleh konselor. Materi yang diberikan dalam layanan ini terkait dengan pengembangan individu atau peningkatan tingkah laku individu yang diharapkan.

d. Azas Layanan Penguasaan Konten

Layanan Penguasaan Konten pada umumnya bersifat terbuka. Asas yang paling diutamakan adalah kegiatan yang ada didalam proses layanan.

Asas kegiatan ini dilandasi oleh asas kesukarelaan dan keterbukaan dari peserta layanan. Dengan ketiga asas tersebut proses layanan akan berjalan lancar dengan keterlibatan penuh peserta layanan.

Secara khusus, layanan penguasaan konten diselenggarakan terhadap klien tertentu. Layanan khusus ini dapat disertai asas kerahasiaan apabila klien dengan kontennya itu menghendakinya. Dalam hal ini konselor harus memenuhhi dan menepati asas tersebut.

Menurut Prayitno (2012 : 94), Ada 3 (azas) yang utama dalam pemberian layanan penguasaan konten walaupun masih banyak lagi azas- azas di dalam bimbingan dan konseling, di antara ketiga azas-azas tersebut antara lain :

1) Azas Kegiatan

Azas ini pada pola konseling multi dimensional yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor.

2) Azas kesukarelaan.

Klien diharapkan secara suka dan rela tantap ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk kebenaran dengan masalah itu kepada konselor.

(35)

3) Azas Keterbukaan.

Klien di harapkan keterus terangan dan kejujuran dalam mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa ada tiga azas dalam layanan penguasaan konten pertama azas kegiatan yaitu proses layanan yang diberikan kepada individu yang membutuhkan dengan menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami. Kedua Azas kesukarelaan yaitu individu diharapkan secara sukarela tanpa adanya paksaan atau keragu- raguan dalam mengungkapkan permasalahan yang terjadi tanpa harus dibuat-buat atau yang sedang dialami klien kepada konselor. Terakhir azas keterbukaan, diharapkan klien jujur dalam mengungkapkan kondisi permasalahan yang dihadapinya dengan keterlibatan penuh peserta sehingga layanan penguasaan konten dapat diselengggarakan dengan baik.

e. Pelaksanaan Layanan Penguasaan Konten

Setiap layanan dalam bimbingan dan konseling memerlukan konsep yang matang sebelum diberikan kepada siswa, termasuk layanan penguasaan konten. Oleh karena itu pemberian layanan penguasaan konten memiliki tahap yang sistematis mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tindak lanjut atau penilaian dan laporan. Prayitno (2017:104-105), menjelaskan operasionalisasi layanan penguasaan konten ke dalam beberapa tahap yaitu:

1) Perencanaan

2) Mengorganisasikan unsur-unsur dan sasaran layanan 3) Pelaksanaan

4) Penilaian

5) Tindak lanjut dan laporan

(36)

Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa langkah-langkah pelaksanaan layanan penguasaan konten yaitu yang Setelah konselor menetapkan peserta layanannya maka ditentukan konten yang ingin dijelaskan kemudian tetapkan proses dan langkah-langkah layanan. setelah selesai merencanakan, kemudian mengorganisasikan unsur-unsur dan sasaran layanan. Konselor mempersiapkan media yang akan digunakan. Setelah itu barulah kegiatan layanan dilaksanakan. Konselor melakukan kegiatan layanan melalui proses pembelajaran penguasaan konten.

Setelah kegiatan dilaksanakan, selanjutnya dilakukan penilaian.

Penilaian disesuaikan dengan acuan, kompetensi, usaha, rasa, dan sungguh- sungguh (AKURS-nya). Penilaian berupa, penilaian segera (laiseg) yang dilakukan dalam proses layanan, penilaian jangka pendek (laijapen) yang dilakukan dalam jangka waktu satu minggu sampai satu bulan, serta penilaian jangka panjang (laijapang) yang dilakukan setelah satu bulan lebih setelah layanan diberikan.

Tahap terakhir adalah tindak lanjut dan laporan. Konselor membicarakan dengan pihak terkait tindak lanjutnya dan kemudian melaksanakannya. Tindak lanjut ini diiringi dengan penyususnan laporan secara lengkap dan menyampaikannya kepada pihak terkait serta mendokumentasikannya.

3. Teknik Modelling

a. Pengertian Teknik Modeling

Modelling adalah belajar dengan mengamati, menirukan dengan menambah atau mengurangi tingkah laku yang teramati. Menurut Perry dan Furukawa (dalam Yuniarwati, 2018:6), mendifinisikan modelling sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau kelompok, sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran- pikiran, sikap- sikap, atau tingkah laku sebagai bagian. Menurut Sayekti

(37)

(dalam Nurhidayati, 2017:4), Teknik sosial modelling yakni teknik yang digunakan untuk membentuk perilaku-perilaku baru pada klien Menurut Erford T. Bradley (dalam Nurhidayati, 2017:4) modelling adalah proses bagaimana individu belajar dari mengamati orang lain.

Berdasarkan pendapat diatas dapat dipahami bahwa agar individu dapat membentuk perilaku baru/sesuai yang diharapkan yang diperoleh dari pengamatan model sosial dengan cara mengimitasi/atau meniru, dan dapat menyesuaikan diri dengan model/tokoh yang dibuat. Menurut Nursalim (dalam Fauziah dkk, 2017:34), Salah satu teknik dalam strategi modelling adalah teknik Symbolic Modelling. Teknik Symbolik Modelling dalam penerapannya dapat disajikan dengan penggunaan media berupa media tulis, komik, serta media audio dan video. Menurut Miarso (dalam Fauziah dkk, 2017:34) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa untuk belajar. Menurut Bandura (dalam Fauziah dkk, 2017:34) menjelaskan bahwa media sarat manfaat untuk perkembangan psikologis anak usia remaja agar memungkinkan anak usia remaja dapat mengamati sikap, gaya kompetensi, dan pencapaian anggota segmen yang berbeda-beda dari masyarakat, serta orang-orang dari budaya lain sehingga menjadikannya contoh yang baik bagi kehidupan anak.

Berdasarkan ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teknik simbolis modelling disajikan dengan media yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa untuk belajar agar memungkinkan anak usia remaja dapat mengamati sikap, gaya kompetensi, dan pencapaian anggota segmen yang berbeda-beda dari masyarakat, serta orang-orang dari budaya lain sehingga menjadikannya contoh yang baik.

(38)

b. Tujuan Teknik Modeling

Teknik modelling juga diperuntukkan bagi peserta didik yang telah memiliki pengetahuan tentang penampilan perilaku tetapi belum dapat menampilkannya. Teknik modelling simbolis merupakan suatu teknik yang bisa digunakan guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa untuk mengembangkan potensi secara optimal maupun menangani permasalahan yang yang dihadapi oleh siswa tersebut. Proses terapeutik dalam bentuk modelling akan membantu atau memengaruhi serta memperkuat perilaku yang lemah atau memperkuat perilaku yang siap dipelajari dan memperlancar respon. tujuan teknik modeling menurut Martinis (dalam Yuniarwati 2018 : 6) Untuk memperoleh tingkah laku sosial yang lebih adaptif dan agar klien bisa belajar sendiri menunjukkan perbuatan yang dikehendaki tanpa harus belajar lewat trial and error serta membantu klien untuk merespon hal- hal yang baru.

c. Jenis-Jenis Modelling

Menurut Corey (dalam Indrawati dkk, 2016:3), Jenis-jenis modeling ada tiga yaitu sebagai berikut :

1) Live Models (penokohan yang nyata), adalah penokohan langsung kepada orang yang dikagumi sebagai model untuk diamati.

2) Symbolic Models (penokohan yang simbolik), yaitu tokoh yang dilihat melalui film, video, atau media audio visual lain.

3) Multiple Models (penokohan ganda), adalah penokohan yang terjadi dalam kelompok dimana seseorang anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan mempelajari suatu sikap baru setelah mengamati bagaimana anggota-anggota lain dalam kelompok bersikap.

(39)

Berdasarkan kutipan diatas dapat dipahami bahwa jenis modeling ada tiga, pertama penokohan yang nyata contohnya Model sesungguhnya adalah orang yang kita kagumi, yaitu artis, teman atau tokoh lain. Kedua, penokohan yang dilihat dari film, foto, majalah atau media lain yang bisa ditiru dan dicontoh seperti perilaku saling menolong (altruism). Ketiga, penokohan dengan melihat perilaku dari teman-teman, orangtua, lingkungan sekitar yang bisa dijadikan model.

Dalam jenis-jenis modelling ada tiga jenis tapi peneliti memilih symbolic models karena melalui video atau media orang lain akan tertarik melihat dan dapat menimbulkan rasa ingin menolong orang lain.

d. Tahap-Tahap Modelling

Menurut Komalasari (dalam Indrawati dkk, 2016:3), tahap – tahap dari teknik Modelling “(1) Perhatian, (2) Representasi, (3) Peniruan Tingkah Laku Model (4) Motivasi”.

Tahap pertama yaitu tahap perhatian. Jika seseorang ingin mempelajari suatu yang baru maka seseorang harus obervasi atau memperhatikan secara menyeluruh terhadap suatu model. Apabila hendak memperhatikan model tingkah laku baik melalui video maupun perkataan maka harus memberikan perhatian dari apa yang dilihat dengan begitu ciri khas dari model akan mempengaruhi tingkah laku seseorang baik memperhatikan dari segi penmapilan, cara berbicara dan lain sebaginya.

Tahap kedua yaitu tahap representasi. Pada tahap ini individu harus mampu mengingat apa yang dilihat atau diperhatikan. Tahap ini seseorang berupaya untuk memasukkan informasi terhadap apa yanag diperhatikan atau yang dilihatnya tentang model disimpan dalam memori atau ingatan baik berbentuk gambar maupun imajinasi.

Tahap ketiga yaitu tahap peniruan tingkah laku. Pada tahap ketiga ini individu belajar untuk menghasilkan perilaku seperti model yang telah

(40)

diamati serta mempraktikkan tingkah laku baru kemudian mengevaluasi tingkah laku yang telah dilakukan. Hal yang penting dilakukan adalah meniru atau membayangkan bagaimana jika seseorang sebagai model seperti yang dilihatnya.

Tahap terakhir adalah tahap motivasi. Tahap ini seseorang sudah mulai mendapatkan dorongan atau inspirasi ketika melihat model. dorongan yang peneliti maksud adalah terjadinya proses belajar bagaiman seseorang termotivasi dengan model yang ia lihat. Ini membuktikan bahwa individu memiliki keinginan untuk belajar apa yang dilakukan model.

4. Keterkaitan antara layanan penguasaan konten dengan perilaku prososial

Kondisi Perilaku prososial semua siswa berbeda-beda. Kondisi tersebut seperti kurangnya kerjasama, tidak ada keinginan untuk menolong, tidak mau berbagi sesama, tidak jujur dalam melakukan tindakan dan lain sebagainya. Pada persentase tugas kelompok siswa kurang menolong untuk saling memahami bagian mana tugas kesulitan yang dihadapi individu dalam masalah belajar didalamnya mencakup kesulitan dari luar atau dalam diri individu itu. Hal ini didukung dengan jurnal penelitian Wulandari, (2018:84), menunjukkan adanya peningkatan setelah diberikan layanan bimbingan kelompok terhadap perilaku prososial siswa kelas VII di SMP negeri 22 kota bengkulu sama dengan penelitian Kusumaningrum (2014:6), menunjukkan adanya peningkatan perilaku prososial melalui layanan pnguasaan konten dengan teknik sosiodrama pada kelas VII SMP Negeri 21 Semarang tahun ajaran 2013/2014.

Berdasarkan kedua penelitian tersebut, dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten dan bimbingan kelompok dapat membantu siswa dalam meningkatkan perilaku prososial dalam mengatasi rendahnya perilaku prososial yang dialami siswa baik masalah dari dalam diri maupun dari luar

(41)

diri sendiri, sehingga nanti dengan diberikannya layanan dapat meningkatkan perilaku prososial yang yang ada didalam diri siswa dan timbul kesadaran dalam diri siswa.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

1. Tri Wulandari dkk (2018) Jurnal dengan Judul “Pengaruh Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Perilaku Prososial Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 22 Kota Bengkulu”

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa sebelum memperoleh bimbingan kelompok termasuk dalam kategori sedang, dan setelah memperoleh bimbingan kelompok menunjukkan perilaku prososial siswa kelas VII di SMP Negeri 22 Kota Bengkulu termasuk dalam kategori tinggi.

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan yang diteliti adalah sama-sama melihat bagaimana perilaku prososial siswa, sehingga nantinya berpengaruh dalam meningkatkan perilaku prososial siswa.

Sedangkan, perbedaan peneliti dengan wulandari adalah penelitian dari variabel X, dimana peneliti mengangkat layanan penguasaan konten sedangkan Tri Wulandari mengangkat bimbingan kelompok.

2. Intan Kusumaningrum, Maria Theresia Srihartati dan Sinta Saraswati (2014) Jurnal dengan Judul “Meningkatkan Perilaku Prososial Rendah Melalui Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Sosiodrama”

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa sebelum memperoleh layanan penguasaan konten dengan teknik sosiodrama perilaku prososial siswa termasuk dalam kriteria rendah, dan setelah memperoleh bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama kriteria perilaku prososial siswa menjadi

(42)

tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa layanan penguasaan konten dengan teknik sosiodrama dapat meningkatkan perilaku prososial siswa.

Persamaan penelitian yang dilakukan dengan yang diteliti adalah sama-sama melihat bagaimana layanan penguasaan konten digunakan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa sehingga nantinya dengan pemberian layanan penguasaan konten berpengaruh dalam meningkatkan perilaku prososial. Sedangkan, Perbedaan peneliti dengan Intan, Maria dan Sinta adalah Penelitian dari teknik yang digunakan, dimana peneliti mengangkat teknik modelling sedangkan Intan mengangkat teknik sosiodrama.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan seperti berikut:

Keterangan:

Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling (X)

Pelaksanaan Layanan

Penguasaan Konten

1. Tahap awal (pendahuluan) 2. Tahap inti (kegiatan)

a. Atensi/Perhatian b. Representasi c. Reproduksi d. Motivasi 3. Tahap Penutup

Perilaku Prososial (Y)

1. Berbagi 2. Kerjasama 3. Menolong 4. Bertindak jujur 5. Berderma

(43)

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, dapat dipahami bahwa layanan penguasaan konten teknik modelling merupakan perlakuan yang akan diberikan kepada siswa di dalam kelas dengan memberikan konten-konten yang akan diaplikasikan oleh siswa terkait perilaku prososial. Tahap pelaksanaan layanan penguasaan konten dimulai dari tahap awal (pendahuluan), kemudian tahap inti (kegiatan) yang di dalamnya terdapat tahap dari teknik modelling yang dimulai dari atensi, representasi, reproduksi, selanjutnya motivasi, maka diharapkan siswa kelas IX.A di SMP Muhammadiyah Padang Panjang dapat menerapkan cara-cara dalam meningkatkan perilaku prososial (berbagi, kerjasama, menolong, bertindak jujur dan bederma). Tahap terakhir layanan penguasaan konten yaitu tahap penutup. Pola kerangka berpikir di atas yang penulis maksud adalah pengaruh layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap peningkatan perilaku prososial siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang.

D. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara, dimana rumusan masalah telah dinyatakan adalam bentuk pertanyaan. Disini peneliti mengambil Hipotesisnya adalah Ha dan Ho.

Ha (Hipotesis alternatif) dimana adanya hubungan antara variabel X dan Y Sedangkan Ho (Hypotesis Nol) dimana pengujiannya dengan perhitungan statistik. Berdasarkan paparan teoritik diatas, rumusan hipotesis yaitu :

Ha : Ada pengaruh yang layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap peningkatkan perilaku prososial siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang.

(44)

Ho : Tidak ada pengaruh antara layanan penguasaan konten teknik modelling terhadap peningkatkan perilaku prososial siswa di SMP Muhammadiyah Padang Panjang.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif. Adapun jenis penelitian menggunakan metode eksperimen. Sugiyono (2012:107).

menjelaskan metode eksperimen ini dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. penelitian ini berfungsi untuk melihat sebesar apa Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Teknik Modelling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial di SMP Muhammadiyah Padang Panjang.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai penelitian eksperimen dimana dalam penelitian yang diteliti adanya pengaruh terhadap kedua variabel sehingga akan dilihat pengaruh objek yang diteliti, apakah besar pengaruhnya atau kecil pengaruhnya. Adapun jenis eksperimen yang digunakan adalah penelitian ini adalah Pre-Eksperimental design dengan tipe one group pretes-posttest design. Menurut Putri (2018:36-37), menjelaskan bahwa penelitian Pre-Eksperimental desegn dengan tipe one group pretes-posttest design, dalam arti hanya kelompok eksperimen saja yang akan diukur berdasarkan dari treatmen yang diberikan, pelaksanaanya dengan cara memberikan pretes terlebih dahulu sebelum diberi tindakan, sehingga dapat melihat pengaruh tindakan yang diberikan terhadap siswa.

setelah itu baru diberikan posttest untuk mengukur seberapa besar pengaruh yang muncul setelah diberikan treatmen. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

37

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan hasil penelitian dalam peningkatan sopan santun melalui layanan penguasaan konten dengan teknik live modeling pada siklus I memperoleh hasil skor rata-rata

menyatakan bahwa layanan penguasaan konten bermakna sebagai suatu bantuan kepada individu (siswa) agar menguasai aspek-aspek konten serta terintegrasi. Dalam rangka

Sesuai dengan judul penelitian “Penerapan Layanan Penguasaan Konten Dengan Teknik Simulasi Untuk Meningkatkan Sikap Mencintai Alam Sekitar Pada Siswa Kelas V SD

Penelitian tentang, Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Dalam Menaati Tata Tertib Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan Menggunakan Teknik Modelling pada Siswa SMP

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah pelaksanaan layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Self management dapat meningkatkan Tingkah Laku Prososial Pada

mampu meningkatkan perilaku asertif siswa melalui isi atau konten yang beragam.. dari perilaku asertif itu sendiri. Teknik sosiodrama dapat dipandang tepat karena.. teknik ini

20-35% Peneliti belum baik dalam memberikan layanan penguasaan konten dengan teknik fieldtrip yang dimulai dari materi layanan, metode kegiatan, alat bantu kegiatan

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh layanan penguasaan konten teknik modeling simbolik dengan media video terhada penerimaan diri siswa tingkat penerimaan diri dalam