• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KULTUR ORGANISASI DENGAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Kultur Organisasi Dengan Kinerja Guru Sd Muhammadiyah I Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KULTUR ORGANISASI DENGAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Kultur Organisasi Dengan Kinerja Guru Sd Muhammadiyah I Surakarta."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

0

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN

KEPALA SEKOLAH DAN KULTUR ORGANISASI DENGAN

KINERJA GURU SD MUHAMMADIYAH I SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

KARTIKA NOVIANTI S 3000 900 30

PROGRAM PASCA SARJANA

MAGISTER SAINS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)

1

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KULTUR ORGANISASI DENGAN

KINERJA GURU SD MUHAMMADIYAH I SURAKARTA

Kartika Novianti Yadi Purwanto

Tea_khanza@yahoo.com

Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

Tujuan dari penelitian adalah untuk mencari bukti empiris, yaitu untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi dengan kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta. Sampel penelitian yaitu para guru di Sekolah dasar (SD) Muhammadiyah I Surakarta berjumlah 48 guru. Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratified cluster random. Alat ukur penelitian adalah skala persepsi terhadap kepemimpinan kepala sekolah, skala kultur organisasi dan kinerja guru diungkap dari data sekunder yaitu IPG (Indeks Prestasi Guru) yang diperoleh dari Kepala Sekolah. Teknik analisis data menggunakan regresi berganda. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil Fhitung = 51,262 dengan p = 0,001 < 0,01 artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi dengan kinerja guru. Hubungan persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dengan kinerja guru berdasarkan hasil uji hasil uji t sebesar 5,741 dengan p = 0,000. Artinya persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dapat dijadikan prediktor kinerja guru. Hubungan kultur orgganisasi dengan kinerja guru diperoleh hasil sebesar 2,102 dengan p = 0,039. Artinya kultur organisasi dapat dijadikan prediktor kinerja guru. Tingkat persepsi terhadap kepemimpinan Kepala tergolong tinggi dan tingkat kultur organisasi di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta termask kategori sangat tinggi. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta sebesar 50,4%. Sedangkan sisanya 49,6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang tidak terobservasi, misalnya motivasi, lingkungan kerja, dan dukungan sosial. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi berhubungan dengan kinerja guru. Implikasi dalam penelitian secara teoritis berguna bagi guru bahwa persepsi positif terhadap Kepala Sekolah kultur organisasi merupakan dua faktor yang dapat meninkatkan kinerja guru. Secara praktis berguna bagi peneliti selanjutnya bahwa persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mencoba melakukan penelitian yang sejenis dengan subjek yang berbeda.

(5)

2

RELATION BETWEEN PERCEPTIONS OF PRINCIPAL LEADERSHIP AND ORGANIZATIONAL CULTURE WITH TEACHER PERFORMANCE SD

MUHAMMADIYAH I SURAKARTA

ABSTRACT

The research is to find empirical evidence to relation between perceptions of principal leadership and organizational culture with teacher performance SD Muhammadiyah I Surakarta. The population in this study were elementary school Muhammadiyah I Surakarta was 48 teachers. Sampling technique used in this study poplation. Measuring instrument research is scale perception of school leadership, organizational culture scale and performance of teachers of secondary data revealed that IPG (Grade Teacher) obtained from the Principal. The research is a relationship between perceptions of leadership and organizational culture Principal Elementary School teacher performance Muhammadiyah I Surakarta. Conclusion of the study, namely there is a relationship between perceptions of leadership and organizational culture Principal Elementary School teacher performance Muhammadiyah I Surakarta F= 51,262; p = 0,001 < 0,01. There is a relationship between perceptions of the leadership of the Principal with the performance of elementary school teachers Muhammadiyah I Surakarta t tes = 5,741 dengan p = 0,000. There is a relationship between the culture of the organization with the performance of elementary school teachers Muhammadiyah I Surakarta t test = 2,102 dengan p = 0,039. The role of perceptions of leadership Principal and organizational culture on the performance of elementary school teachers Muhammadiyah Surakarta of 50.4% I. While the remaining 49.6% is explained by other variables outside the model are unobservable, such as motivation, work environment, and social support.

(6)

1 PENDAHULUAN

Kualitas guru sampai saat ini tetap menjadi persoalan yang penting, karena pada kenyataannya keberadaan guru di berbagai jenjang, dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas oleh sebagian kalangan dinilai jauh dari kinerja yang distandarkan. Guru tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi teladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan sehari-hari. Selayaknya, seseorang yang bercita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan para siswa sebagai generasi penerus yang berkualitas. Pendidikan harus mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Oleh sebab, untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan tenaga pendidik yang memiliki kinerja tinggi.

Pada kenyataannya, kinerja tinggi tidak dimiliki oleh setiap guru. di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Leutuan (2011), bahwa kinerja guru rendah dipengaruhi oleh kemampuan guru

dalam mengajar memperlihatkan nilai rata-rata guru di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 2010/2011 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2012) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya.

(7)

2 diperoleh persentase guru hanya 22,15% dari seluruh guru SD di Indonesia berpendidikan S1 (Napitupulu, 2012).

Rendahnya kompentensi dan pendidikan guru berdampak pada hasil nilai yang diperoleh siswa. Peringkat indeks pengembangan manusia (Human Development Index) di Indonesia masih sangat rendah. Menurut data tahun 2009 dari 117 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat 111 dan pada tahun 2009 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di peringkat 108. Ketiga, Mutu akademik di bidang IPA, Matematika dan Kemampuan Membaca sesuai hasil penelitian Programme for International Student

Assesment (PISA) menunjukan bahwa

dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA Indonesia berada pada peringkat 38, untuk Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat 39. Keempat, sebagai konsekuensi logis dari indikator-indikator di atas adalah penguasaan terhadap IPTEK di Indonesia masih tertinggal dari negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand (Napitupulu, 2012).

Ditambahkan oleh Sahulata (2009) bahwa mutu pendidikan Indonesia dianggap masih rendah karena lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Bekal kecakapan yang diperoleh di lembaga pendidikan belum memadai untuk digunakan secara mandiri, yang terjadi di lembaga pendidikan hanya transfer of knowledge semata yang

mengakibatkan peserta didik tidak inovatif, kreatif bahkan tidak pandai dalam menyiasati persoalan-persoalan di seputar lingkungannya.

Pernyataan tersebut membuktikan bahwa kinerja guru di Indonesia masih perlu perbaikan. Salah satu penyebab kinerja guru Indonesia rendah berasal dari guru itu sendiri. Minimnya kompetensi dan bekal kecakapan yang dimiliki guru mempengaruhi kualitas kinerja guru bersikap monoton dalam pembelajarannya. Guru kurang kreatif dan inovatif sehingga membosankan siswa dalam memperoleh pengetahuan dari guru.

(8)

3 berjalan sangat lambat. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Banyak guru tidak suka perubahan. Guru sudah puas dengan tugas sehari-hari di kelas, sehingga ketika ada perubahan dalam pendidikan justru menjadi kaget dan bingung. Hal ini dapat terjadi karena guru selama 32 tahun ditempatkan sebagai robot yang harus melaksanakan perintah atasannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Maas (2009) tentang kesulitan yang dihadapi oleh siswa dari faktor guru Sekolah Menengah Atas (SMA) diperoleh hasil 75% siswa merasa sangat sulit menerima penjelasan guru, 80% siswa merasa guru tidak mampu dalam mengajar, 70% siswa menyatakan tulisan guru sulit dibaca, 55% siswa menyatakan cukup mudah menangkap materi yang disampaikan guru, 50% menyatakan guru dalam mengajar bersikap monoton, dan 60% siswa menyatakan guru dalam mengajar hanya memberi tugas-tugas.

Keadaan tersebut sesuai dengan kondisi guru di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah I Surakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SD Muhammadiyah I

Surakarta diperoleh jawaban bahwa dari jumlah guru sebanyak 48 orang, tidak semuanya memiliki kinerja tinggi. Ada 11 guru selain sebagai guru kelas juga sebagai guru les. Ada kemungkinan sebagai guru kelas dan sebagai guru les membuat guru tersebut kelelahan, sehingga dalam bekerja ada kecenderungan tidak maksimal dan guru memiliki kinerja rendah. Dampaknya berpengaruh terhadap hasil kerja guru yaitu prestasi belajar siswa menurun. Berbeda dengan guru yang memiliki kinerja tinggi, guru berusaha menggunakan metode-metode dan strategi tertentu untuk menarik minat siswa belajar sehingga prestasi belajar dapat meningkat.

(9)

4 Faktor kepemimpinan merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah. Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas kepemimpinan seorang Kepala Sekolah. Masalah kepemimpinan Kepela Sekolah merupakan peran yang menuntut persyaratan kualitas kepemimpinan yang efektif dan efisien. Bahkan telah berkembang menjadi tuntutan yang meluas dari masyarakat, sebagai kriteria keberhasilan sekolah diperlukan adanya kepemimpinan Kepala Sekolah yang berkualitas.

Terdapat empat aspek dalam kepemimpinan yang dikaji antara lain mengenai gaya kepemimpinannya, teori kepemimpinan, pendekatan jenis, dan fungsi kepemimpinan. Aspek gaya kepemimpinan merupakan pencerminan dari perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam upaya mempengaruhi segala kegiatan yang dipimpinnya. Dengan demikian, semua persepsi yang muncul atau yang dikemukakan orang yang dipimpinnya akan mencerminkan ciri utama gaya kepemimpinan seseorang.

Melalui gaya kepemimpinan itulah seorang pemimpin akan mampu mentransfer beberapa nilai seperti penekanan pada kelompok, dukungan guru-guru maupun karyawan, toleransi terhadap resiko, kriteria pengubahan dan sebagainya. Pada lain sisi pegawai akan membentuk suatu persepsi subyektif mengenai dasar-dasar nilai yang ada dalam organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang ingin disampaikan pimpinan melalui gaya

kepemimpinannya. Untuk

(10)

5 pribadi juga mampu membaca keadaan bawahannya serta lingkungan kerjanya. Perilaku dan sikap Kepala Sekolah dapat dinilai oleh guru melalui pandangan tentang kepemimpinan yang dijalan.

Perubahan sistem pendidikan lingkungan kerja terjadi dalam proses yang relatif cepat sehingga membuat banyak pendidik atau guru perlu beradaptasi diri terutama pada kultur organisasi sekolah. Organisasi sekolah perlu mengkaji sebenarnya model kultur seperti apa yang tengah dibangun. Mengingat kultur yang dikembangkan tersebut akan tercermin dalam aktifitas keseharian dalam menjalankan lembaga

Beban guru SD begitu berat sebagai dasar pendidikan, maka sekolah harus dikelola secara profesional. Agar dihasilkan tamatan yang sesuai dengan harapan masyarakat dan pemerintah. Harianjaya (2002) mengatakan bahwa organisasi (termasuk sekolah) akan berhasil atau bahkan gagal ditentukan oleh pemimpin. Sehubungan dengan hal tersebut pemimpin atau Kepala SD baik negeri maupun swasta di lingkungan pendidikan nasional

secara periodik diberikan penataran atau diklat dengan harapan agar sumber daya menusia (SDM) meningkat dan mampu memimpin organisasi di sekolahnya masing-masing.

(11)

6 sekolah. Hal tersebut juga disebabkan oleh adanya dukungan berbagai pihak termasuk dinas pendidikan suatu saat sebagai pembina terkait tidak sesuai dengan apa yang harap oleh guru maupun kepala sekolah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diketahui bahwa ada permasalahan tentang kinerja guru rendah. Akibat kinerja guru rendah berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas guru sebagai pengajar kurang maksimal sehingga hasil mengajarpun guru kurang kreatif dan inovatif. Guru dalam pembelajaran bersifat monoton dan membosankan membuat siswa tidak berminat untuk belajar dan prestasi belajar siswa menurun. Di sisi lain, persepsi kepemimpinan dalam suatu sekolah sangat penting, mengingat semua kegiatan yang dilakukan di sekolah dikoordinir oleh Kepala Sekolah. Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas kepemimpinan seorang Kepala Sekolah. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan sekolah dala mendidik siswa adalah kultur sekolah. Kultur organisasi sekolah, salah satu komponen penting yang

berperan dalam keberhasilan peningkatan kualitas produktivitas sekolah. Atas dasar permasalahan tersebut, maka diajukan pertanyaan

yaitu ”Apakah ada hubungan antara

pandangan tentang kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi

dengan kinerja guru?”.

Tujuan dari penelitian adalah untuk mencari bukti empiris, yaitu untuk mengetahui:

1. Hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi dengan kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta.

2. Tingkat persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta.

3. Peran persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta.

TINJAUAN PUSTAKA

(12)

7 telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan yang mencakup kemampuan kerja, disiplin, hubungan kerja, prakarsa, kepemimpinan, dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatinya (Soeprihanto, 2006).

Kompetensi guru dapat tercermin dalam tiga peran, yaitu peran guru sebagai pribadi, peran guru sebagai warga sekolah, dan peran guru sebagai warga masyarakat. Guru mempunyai tiga tugas pokok yang harus tampak dalam kinerjanya, yaitu: (1) tugas profesional, (2) tugas kemanusiaan dan (3) tugas kemasyarakatan. Tugas profesional berhubungan dengan tugas mendidik untuk mengembangkan kepribadian,

tugas mengajar untuk

mengembangkan kemampuan berfikir, tugas melatih untuk mengembangkan keterampilan. Tugas kemanusiaan ialah, tugas para guru kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, melakukan identifikasi diri dan intropeksi diri agar peserta didik dapat menempatkan dirinya di masyarakat yang memiliki cita-cita dan harga diri. Tugas

kemasyarakatan berkaitan dengan tugas guru untuk peserta didik agar mereka mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan dapat mewariskan nilai-nilai yang sesuai dengan falsafah dan kultur bangsa (Mulyasa, 2007).

Kinerja guru diungkap dari data sekunder yaitu IPG (Indeks Prestasi Guru) yang diperoleh dari Kepala Sekolah. Di IPG tersebut memuat tentang penilaian guru dengan unsur yang dinilai yaitu kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Semakin tinggi skor kinerja, maka hasil kerja akan semakin meningkat. Sebaliknya, apabila skor kinerja rendah maka hasil kerja semakin menurun.

(13)

8 Soeprihanto (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah Lingkungan kerja. Seseorang yang bekerja di lingkungan kerja yang baik akan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang bekerja ditempat kerja yang serba tidak teratur.

Faktor persepsi terhadap gaya kepempimpinan dijelaskan oleh Rivai (2006) bahwa persepsi sebagai tanggapan dalam memahami lingkungan secara langsung dari seseorang melalui pengindraannya, yang melibatkan pengorganisasian, penafsiran, penginterpretasian, dan evaluasi seseorang dalam memandang dan mengartikan suatu objek atau peristiwa dengan melalui proses penerimaan stimulus menjadi sesuatu yang berarti. Objek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan.

Bolton, dkk., (2008)

menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan adalah merupakan perilaku kepemimpinan yang mendasarkan diri pada dua konsep pokok yaitu: (1) yang berorientasi pada tugas (2) yang berorientasi pada

hubungan antar manusia. Gaya kepemimpinan yang berdasarkan pada pelaksanaan tugas adalah memusatkan perhatiannya pada kepentingan organisasi, yaitu memberikan perincian tentang tugas-tugas yang akan dilaksanakan, kapan dilaksanakan oleh bawahannya. Sedangkan gaya kepemimpinan yang

mengacu pada hubungan

interpersonal, memusatkan perhatian kepada hubungan yang harmonis antar pemimpin dan yang dipimpin.

Kesimpulan persepsi terhadap kepemimpinan yaitu tanggapan individu dalam memahami pemimpinnya secara langsung melalui pengindraannya, yang melibatkan pengorganisasian, penafsiran, penginterpretasian, dan evaluasi sehingga mampu mengartikan gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pemimpinnya.

(14)

9 of principals) seseorang atasan maupun bawahan. Kualitas kehidupan organisasi, baik yang terwujud dalam kebiasaan maupun kepemimpinan dan hubungan tersebut tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan keyakinan tertentu yang dianut organisasi. Karena itu, kultur organisasi banyak didefinisikan sebagai spirit dan keyakinan sebuah organisasi yang mendasari lahirnya aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur bagaimana seseorang harus bekerja, struktur yang mengatur bagaimana seorang anggota organisasi berhubungan secara formal maupun informal dengan orang lain, sistem dan prosedur kerja yang mengatur bagaimana kebiasaan kerja seharusnya dimiliki oleh seseorang anggota organisasi.

Secara garis besar menurut Ishak dan Ayatullah (2003) aspek kultur budaya tersebut ada dua yaitu: a. Nilai (value) yakni sesuatu yang

diyakini oleh warga organisasi dalam mengetahui apa yang benar dan apa yang salah

b. Keyakinan (belief) yakni sikap tentang cara bagaimana

seharusnya bekerja dalam organisasinya.

Melalui gaya kepemimpinan itulah seorang pemimpin akan mampu mentransfer beberapa nilai seperti penekanan pada kelompok, dukungan guru-guru maupun karyawan, toleransi terhadap resiko, kriteria pengubahan dan sebagainya. Pada lain sisi pegawai akan membentuk suatu persepsi subyektif mengenai dasar-dasar nilai yang ada dalam organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang ingin disampaikan pimpinan melalui gaya

kepemimpinannya. Untuk

menyesuaikan antara nilai-nilai, dibutuhkan suatu proses yang disebut sosialisasi, proses ini akan berhasil dengan baik jika pegawai baru akan merasa senang dengan lingkungan kerja yang ditempatinya.

(15)

10 tercermin dalam aktifitas keseharian dalam menjalankan lembaga

HIPOTESIS

Berdasarkan pada teori yang telah digunakan, maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu ada hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi dengan kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta.

METODE PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap gaya kepemimpinan Kepala Sekolah, kultur organisasi, dan kinerja guru.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh guru di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah I Surakarta berjumlah 48 guru, dengan rincian jumlah guru laki-laki sebanyak 18 orang dan guru perempuan sebanyak 30 orang. Jumlah subjek 48 orang tersebut dipergunakan semua sebagai sampel. Oleh sebab itu, penelitian ini disebut penelitian studi populasi,

karena seluruh subjek 48 orang dipakai semua sebagai sampel.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan Kepala Sekolah dan skala kultur organisasi. Alat ukur kinerja guru diungkap dari data sekunder yaitu IPG (Indeks Prestasi Guru) yang diperoleh dari Kepala Sekolah. Di IPG tersebut memuat tentang penilaian guru dengan unsur yang dinilai yaitu kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.

(16)

11 bantuan komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution).

PEMBAHASAN

Peran kepemimpinan sangat diperlukan bagi karyawan. Keberadaan pemimpin dalam perusahaan sangat penting karena pemimpin memiliki peranan yang sangat strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi. Tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi.

Seorang pemimpin akan berusaha memotivasi bawahan agar berprestasi melebihi apa yang diharapkan dan apa yang diperkirakan (Handoko, 2000). Pemimpin dapat memotivasi dan menginspirasi

bawahan dengan jalan

mengkomunikasikan penghargaan yang tinggi dan jelas untuk memfokuskan kerja keras dan mengekspresikan tujuan penting dengan cara-cara sederhana. Terkadang mereka juga menunjukkan tujuan mereka dan menampilkan sikap yang optimistik. Seiring dengan tuntutan perubahan tersebut, model

kepemimpinan mutakhir seperti kepemimpinan transformasional diyakini akan memainkan peranan penting bagi setiap organisasi dalam mengembangkan prestasi perusahaan.

Kepemimpinan dapat diterapkan terhadap pegawai yang memiliki pendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan dapat memiliki pengetahuan yang luas mengenai industri, teknologi dan lingkungan organisasi tempat mereka bekerja dan bisa mendapatkan manfaat dari pengalaman selama bertahun-tahun.

Pengetahuan mampu

(17)

12 menyelesaikan masalah dengan cara mengganti alat-alat yang sederhana dengan peralatan yang modern dan harga yang terjangkau oleh perusahaan sehingga hasil produktivitas dapat meningkat.

Terdapat empat aspek dalam kepemimpinan yang dikaji antara lain mengenai gaya kepemimpinannya, teori kepemimpinan, pendekatan jenis, dan fungsi kepemimpinan. Aspek gaya kepemimpinan merupakan pencerminan dari perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam upaya mempengaruhi segala kegiatan yang dipimpinnya. Dengan demikian, semua persepsi yang muncul atau yang dikemukakan orang yang dipimpinnya akan mencerminkan ciri utama gaya kepemimpinan seseorang.

Melalui gaya kepemimpinan itulah seorang pemimpin akan mampu mentransfer beberapa nilai seperti penekanan pada kelompok, dukungan guru-guru maupun karyawan, toleransi terhadap resiko, kriteria pengubahan dan sebagainya. Pada lain sisi pegawai akan membentuk suatu persepsi subyektif mengenai dasar-dasar nilai yang ada dalam organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang ingin

disampaikan pimpinan melalui gaya

kepemimpinannya. Untuk

menyesuaikan antara nilai-nilai, dibutuhkan suatu proses yang disebut sosialisasi, proses ini akan berhasil dengan baik jika pegawai baru akan merasa senang dengan lingkungan kerja yang ditempatinya mampu meningkatkan kinerja anggotanya.

Kinerja atau performance dapat

diartikan sebagai: (1) Melakukan,

menjalankan, melaksanakan; (2)

Memenuhi atau melaksanakan

kewajiban; (3) Melaksanakan atau

menyempurnakan tanggung jawab; dan

(4) Melakukan sesuatu yang

diharapkan. Kinerja merupakan hasil

yang dicapai atau tingkat keberhasilan

seseorang dalam melaksanakan tugas

selama periode tertentu dibandingkan

dengan standar hasil kerja, target atau

sasaran yang telah ditentukan terlebih

dahulu dan telah disepakati bersama

Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Yunita (2014) telah melakukan penelitian

dengan judul Pengaruh

Kepemimpinan Kepala Sekolah dan

Budaya Organisasi Terhadap Kinerja

Guru SMA Negeri Simpang Empat.

(18)

13 kesimpulan (1) ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru. (2) Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja guru. (3) Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan budaya organisasi terhadap kinerja guru.

Perubahan sistem pendidikan lingkungan kerja terjadi dalam proses yang relatif cepat sehingga membuat banyak pendidik atau guru perlu beradaptasi diri terutama pada kultur organisasi sekolah. Organisasi sekolah perlu mengkaji sebenarnya model kultur seperti apa yang tengah dibangun. Mengingat kultur yang dikembangkan tersebut akan tercermin dalam aktifitas keseharian dalam menjalankan lembaga melalui budaya atau kultur organisasi.

Kultur organisasi adalah pemahaman kerangka kerja yang berisi sikap, nilai, norma perilaku, dan harapan yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi merupakan asumsi dasar yang dirasakan bersama oleh anggota organisasi. Dalam suatu organisasi diperlukan suatu acuan baku sehingga sumber daya manusia dapat diberdayakan secara optimal,

artinya agar karyawan dapat berfungsi secara profesional dengan integritas yang tinggi. Acuan baku tadi dapat dimanifestasikan dalam bentuk budaya organisasi yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan komitmen kerjanya bagi perusahaan dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Dengan demikian dapat disintesiskan budaya organisasi adalah pedoman yang dianut sebuah organisasi yang mengatur bagaimana para anggota organisasi bertindak dan berperilaku yang dicirikan dengan indikator: merealisasikan misi organisasi, pengarahan dan dukungan pemimpin, pengawasan, kerjasama, komunikasi yang harmonis, dan penghargaan atas prestasi.

Seorang pemimpin

(19)

14 muluk-muluk, di mana rencana dilihat dari situasi dan kondisi organisasi. 2). banyak akal, seorang pemimpin harus mempunyai banyak akal untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Seorang pemimpin juga dituntut untuk mempunyai banyak pengetahuan yang luas, sehingga akan dapat mendukung pemimpin dalam pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah. 3). merupakan komunikator yang terampil, pemimpin suatu organisasi harus dapat berkomunikasi, baik dengan bawahan maupun dengan pihak luar, agar dapat menyampaikan suatu informasi atau suatu perintah. Dalam komunikasi, komunikator menggunakan simbol-simbol dalam penyampaian berita oleh karena itu seorang komunikator harus banyak mempunyai ide dalam penyampaian berita, agar penerima mudah memahami apa yang disampaikan oleh komunikator. 4). percaya pada diri sendiri, seorang pemimpin dalam mengambil keputusan harus mempunyai keyakinan pada diri sendiri bahwa keputusan yang diambil sudah benar. 5). emosional stabil, maksudnya bahwa seorang pemimpin

harus dapat menguasai emosinya dalam segala tindakannya, baik dengan kelompoknya maupun di luar kelom-pok. 6). dapat mengambil inisiatif, seorang pemimpin adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisasi, atau mengontrol usaha dan upaya orang lain. 7) partisipasi dalam bidang sosial, seorang pemimpin selain harus memperhatikan kelompoknya, juga harus memperhatikan lingkungan di luar kelompoknya.

(20)

15 organisasi makin baik kinerja karyawan. Kesadaran anggota organisasi untuk bersama-sama merealisasikan visi dan misi organisasi, pimpinan yang senantiasa memberikan pengarahan pekerjaan anggota organisasi di bawah bimbingannya, disertai pengawasan yang baik, mencipakan kerjasama yang harmonis dan komunikasi yang lancar serta memberi penghargaan terhadap karyawan yang berprestasi akan berpengaruh terhadap pembuatan program kerja yang baik, pelaksanaan terhadap tugas pokok, pengelolaan administrasi yang rapi maka akan tercipta suasana yang kondusif dan mempermudah pengevaluasian setiap program kerja dan membuat laporan pekerjaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan kultur organisasi dengan kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta dapat diperoleh suatu kesimpulan, yaitu: 1. Ada hubungan antara persepsi

terhadap kepemimpinan Kepala

Sekolah dan kultur organisasi dengan kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta.

2. Tingkat persepsi terhadap kepemimpinan Kepala tergolong tinggi dan tingkat kultur organisasi di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta termask kategori sangat tinggi. 3. Peran persepsi terhadap

kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta sebesar 50,4%. Sedangkan sisanya 49,6% dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang tidak terobservasi, misalnya motivasi, lingkungan kerja, dan dukungan sosial.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan saran kepada siswa dan peneliti selanjutnya, sebagai berikut:

1. Bagi Kepala sekolah

(21)

16 guru. Selain itu bagi guru yang belum mampu melaksanakan fungsinya hendaknya Kepala Sekolah memberikan teguran agar guru dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. Selain itu, pengurus juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi mengajar dan kreativitas kerja guru dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, seperti menyediakan buku-buku yang diperlukan guru.

2. Bagi Guru

Guru diharapkan mampu mempertahan motivasi mengajar dan kreativitas kerja yang sudah tinggi. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mempertahan kreativitas mengajar dan motivasi kerja dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kemampuan, dapat diperoleh melalui internet, surat kabar, dan buku-buku sehingga kemampuan mengajar guru dapat maksimal. 3. Bagi Departemen Pendidikan

Departemen Pendidikan untuk mendukung motivasi kinerja guru tetap tinggi dapat diwujudkan dengan memberi bantuan tambahan gaji yang diambil dari RAPBD (Rencana

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah).

4. Bagi peneliti selanjutnya

persepsi terhadap

kepemimpinan Kepala Sekolah dan kultur organisasi terhadap kinerja guru Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta sebesar 50,4%. Sedangkan sisanya 49,6%. Maka untuk selanjutnya agar peneliti melakukan penelitian untuk mengungkap variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja guru, misalnya seperti. misalnya motivasi, lingkungan kerja, dan dukungan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Bolton, P., Brunnermeier, M.K., dan Veldkamp, L. 2008. Leadership, Coordination and Mission-Driven Management. Wall Street Journal. Hal. 1-43.

Handoko, T.H. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE

Harianjaya, M dan Efendi, T. 2002. Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

(22)

17 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lean, L.D. 2005. Organizational

Culture’s Influence on

Creativity and Innovation: A Review of the Literature and Implications for Human Resource Development. Advances in Developing Human Resources Vol. 7, No. 2 May 2005 226-246.

Leutuan, Harun Al Rasyid. 2011. Pengaruh Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja Guru. Jurnal Penabur. Vol. 4. No. 3. Hal. 1-14.

Locke, A.E. 1997. Esensi Kepemimpinan. Empat Kunci untuk Memimpin dengan Keberhasilan (Terjemahan: Aris Ananda). Jakarta: Mitra Utama.

Maas, M. 2009. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Siswa IPS

SMAK BPK PENABUR

Sukabumi. Jurnal Pendidikan Penabur - No.03 / Th.III / Desember 2009.

Mulyasa, E. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Napitupulu, Andrew. 2012. Frofesi Guru dan Permasalahannya

Profesional Guru

dan Permasalahannya.

http://harunalrasyidleutuan.wo rdpress.com/2010/01/22/frofes i-guru-dan-permasalahannya-

profesional-guru-dan-permasalahannya/

Nurkolis. 2009. Mempertanyakan Keprofesionalan Guru. Suara Merdeka. 21 Desember. Hal.6.

Rivai, M. 2006. Produktivitas dan Manajemen. Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produksi.

Sahulata, O. 2009. Meningkatkan Kualitas Kinerja Tenaga Pendidik. Artikel Pendidikan. Http://www.google.com.id. Diakses Tanggal 14 Januari 2009. Pukul 21.00.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tindak tutur ilokusi direktif yang difokuskan dalam bentuk bahasa meminta sangat menarik untuk diteliti, sikap anak pada waktu meminta sesuatu, terkadang terdengar kurang sopan

Tanaman yang paling sering ditemukan adalah pohon akasia ( Acacia mangium ) dan tanaman yang paling jarang ditemukan adalah pohon manggis ( Garcinia mangostana ). Rasio

tidak memilih suatu pre-school akan ditentukan tingkat kepuasan yang.

Persoalan yang sering muncul dalam pengaturan kewenangan bidang perindustrian pasca otonomi daerah di Propinsi DIY (Kota Yogyakarta &amp; Kabupaten Sleman) adalah dalam

Demikian pula dengan hasil penelitian (Leary, 1983) yang menyatakan bahwa wanita memiliki skor yang lebih tinggi dalam pengukuran ketakuatan dalam situasi sosial dibanding

Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman generatif, tinggi runduk, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, diameter batang, panjang ruas

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedian Barang dan Jasa Nomor: 19/PPBJ/02.12/DPKP/VI/2014, Tanggal 23 Juni 2014, Dengan ini Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertanian