• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Seroprevalensi Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Seroprevalensi Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SEROPREVALENSI

INFECTIOUS BRONCHITIS

PADA

AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN CIPUNEGARA,

KABUPATEN SUBANG

RICO FASLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

RICO FASLAH Studi Seroprevalensi Penyakit Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Di bawah bimbingan RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seroprevalensi penyakit infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Sampel serum diambil dari 115 ekor ayam kampung di lima desa dalam Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Ayam tersebut dipelihara di pekarangan (sektor empat) yang berlokasi di sekitar peternakan komersial (sektor satu dan dua). Titer antibodi terhadap antigen infectious bronchitis diidentifikasi menggunakan uji haemagglutination inhibition (HI). Analisis serologi menunjukkan antibodi terhadap infectious bronchitis sebesar 91% dengan rataan titer 26.81±1.41. Hasil ini mengindikasikan tingginya paparan virus infectious bronchitis pada ayam kampung yang berada di sekitar peternakan komersial.

(3)

ABSTRACT

RICO FASLAH Seroprevalence Study of Infectious Bronchitis Disease in Native Chicken in Cipunegara Sub-district, Subang. Under guided of RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO and SRI MURTINI.

This study was aimed to investigate seroprevalence of infectious bronchitis in native chicken in Cipunegara sub-distric, Subang. Serum samples were collected from 115 native chickens in 5 villages in Cipunegara sub-distric, Subang. The chickens were raised in back yard farm (sector 4) were located arround commercial farm (sector 1 and 2). Antibody titres against infectious bronchitis were measured by haemagglutination inhibition (HI) test. Serological analysis founds antibody against infectious bronchitis in 91% of the samples with geometric mean titre of 2.,81±1.41. This result indicated high exposure of infectious bronchitis virus in native chicken that raise arround commercial farm.

(4)

SEROPREVALENSI PENYAKIT

INFECTIOUS BRONCHITIS

PADA AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN CIPUNEGARA

KABUPATEN SUBANG

RICO FASLAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Studi seroprevalensi penyakit infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara Kabupaten Subang” adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak mengurangi kepentingan yang wajar IPB

(7)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Studi Seroprevalensi Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang

Nama : Rico Faslah

NRP : B04070100

Tanggal Lulus:

Disetujui

Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Pembimbing I

Dr. drh. Sri Murtini, M.Si Pembimbing II

Diketahui

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Seroprevalensi Penyakit Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang”. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS selaku dosen pembimbing I, yang

telah memberikan waktu, tenaga dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. drh. Sri Murtini, MSi selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan waktu, tenaga dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Dra. Iis Arifiantini selaku dosen Pembimbing Akademik.

4. Ayahanda H. Juhiar Laini, Ibunda Hasdarlis, Uda Azizen Supardi dan Uni Dewi Elrika Putri serta seluruh keluarga tercinta atas do’a, dorongan, bantuan material dan spiritual serta kasih sayang yang selalu diberikan.

5. Rahmanitia Puhanda atas do’a, dorongan, kasih sayang, pengertian, kesetiaan, kesabaran dan bantuannya dalam mendukung Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman satu penelitian Muhammad Rahman Alansory, Al Khosim dan Deny Juniwati atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Teman satu bimbingan Eka Marttiana, Muhammad Rahman Alansory, Al khosim, Deny juniwati, Zulinarti, Yasmin H Baisa dan Roby atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Sahabat-sahabat tercinta GIANUZZI 44.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 13 November 1988 dari ayah H. Juhiarlaini dan ibu Hasdarlis. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 06 Payolansek. Pada tahun 2001, Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Payakumbuh dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas pada tahun 2004. Setelah itu, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB).

(10)
(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di

Kabupaten Cipunegara, Kabupaten Subang... 2. Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima

desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang... 14

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam kampung merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia. Berbagai jenis ayam kampung di Indonesia telah banyak dibudidayakan seperti ayam Kedu, Cemani, Merawang dan lain-lain. Budidaya ayam kampung oleh masyarakat ada yang bersifat komersial dan ada yang bersifat sambilan. Masyarakat banyak yang memelihara ayam kampung sebagai sambilan selain untuk sumber protein hewani juga merupakan tabungan, jika suatu saat diperlukan ayam bisa dijual. Di beberapa negara ayam kampung memiliki banyak kegunaan. Di Ethiopia, ayam kampung banyak digunakan pada upacara keagamaan, dijual, dan konsumsi rumah tangga (Dessie & Ogle 2001). Di Kamerun, fungsi utama ayam kampung adalah sebagai tambahan penghasilan keluarga dan konsumsi (Ekue et al. 2002). Di Zimbabwe, ayam kampung memiliki pengaruh kuat terhadap nutrisi keluarga dan keamanan pangan (Pedersen 2002). Fungsi yang sama juga dilaporkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Aini 1990). Ayam kampung merupakan sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap mata pencaharian masyarakat (Gondwe 2004).

Ayam kampung memiliki ketahanan tubuh yang relatif kuat terhadap penyakit, sehingga jarang dilaporkan adanya penyakit pada ayam kampung. Rata-rata ayam kampung di Indonesia dipelihara secara diumbar atau semiintensif dan tidak banyak campur tangan pemilik dalam hal memberi makan. Cara pemeliharaan diumbar tersebut membuat tingkat stres pada ayam kampung rendah, sehingga jarang dilaporkan adanya penyakit yang menginfeksi ayam kampung. Peternak ayam kampung juga jarang melakukan tindakan pencegahan penyakit seperti vaksinasi, sehingga antibodi ayam kampung terhadap suatu patogen terbentuk secara alami akibat paparan dari lingkungan. Berbeda halnya dengan ayam ras yang dipelihara secara intensif dan mendapatkan perlakuan vaksinasi dari peternak.

(13)

bukan berarti bahwa ayam kampung bebas dari penyakit selain ND dan AI, tetapi karena tidak adanya pemeriksaan sampel selain itu masyarakat kurang mengetahui gejala penyakit ayam lainnya pada ayam kampung. Salah satu penyakit yang dapat menyerang ayam ras dan ayam kampung adalah infectious bronchitis (IB). Penyakit IB adalah salah satu penyakit respirasi dan urogenital pada ayam (Cavanagh & Naqi 1997).

Penyakit IB disebabkan oleh virus dari famili Coronaviridae (Jordan 1990). Penyakit ini menimbulkan tingkat kematian tinggi pada ayam muda di bawah umur enam minggu. Penularan terjadi melalui kontak langsung dan media lainnya yaitu udara, orang, dan hewan liar. Penyakit IB umumnya menyerang saluran pernapasan. Gejala yang terlihat yaitu keluarnya eksudat dari lubang hidung, kepala membengkak, sering bersin, sesak napas, dan terdengar bunyi mencicit ketika bernapas. Pada ayam yang sedang produksi, infeksi penyakit ini menyebabkan bentuk telur tidak normal, kerabang kasar, dan produksi menurun (Suprijatna et al. 2005).

Serangan penyakit pada ayam dapat menjadi bencana besar bagi peternak, bila tidak diantisipasi dan ditangani dengan tepat. Penyakit akan cepat menular dan menyebabkan kematian sebagian besar atau seluruh ayam dalam peternakan. Gangguan kesehatan ayam merupakan kerugian ekonomi akibat meningkatnya biaya pengobatan dan menurunnya produktivitas (Darmana & Sukma 2003).

(14)

populasi terhadap suatu penyakit dikenal dengan pengujian seroprevalensi suatu penyakit.

Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Propinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205 176,95 ha atau 6.34% dari luas Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Subang dengan luas wilayah yang besar memiliki potensi peternakan yang tinggi, baik ternak kecil, ternak besar maupun ternak unggas (Pemkab Subang 2007). Populasi ayam buras, ayam ras pedaging, dan ayam ras petelur di Kabupaten Subang pada tahun 2010 masing-masing adalah 1 031 405 ekor, 6 589 270 ekor, dan 88 200 ekor (Disnak Jabar 2010). Populasi ayam buras di Kabupaten Subang cukup tinggi. Selama ini data mengenai status penyakit pada ayam buras belum ada sehingga perlu dilakukan analisis prevalensi penyakit pada ayam buras di Kabupaten Subang, salah satunya terhadap penyakit IB.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi serologis infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi prevalensi serologis infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten

Subang.

Hipotesa

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam kampung

Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi yang sudah dikenal luas dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Jenis ayam lokal ini diperkirakan menjadi bervariasi karena pengaruh isolasi tempat. Variasi individu dalam satu jenis ini tidak hanya terbatas pada warna bulu, tetapi juga pada ukuran tubuh, produktivitas telur, dan suara. Ayam kampung juga disebut sebagai ayam buras (Nurcahyo & Widyastuti 1998).

Ayam kampung tidak memiliki ciri spesifik yang khas, dalam hal ini keragaman fenotip maupun genotipnya cukup tinggi. Secara umum ayam kampung dapat diketahui dari bentuk tubuh yang ramping, kakinya panjang dan warna bulu beragam. Manfaat dan keunggulan ayam kampung adalah sebagai produsen daging dan telur, dan tahan terhadap penyakit. Ayam kampung mudah dikenali karena banyak berkeliaran di desa-desa hampir di seluruh wilayah Indonesia (Sulandari et al. 2007).

Masalah yang paling menonjol dalam pemeliharaan ayam buras adalah tingginya kematian pada anak ayam di bawah umur dua bulan, karena serangan penyakit. Perawatan, kebersihan, pemberian pakan dan minuman yang baik diperlukan agar ayam selalu sehat dan prima kondisinya (Sarwono 2003).

(16)

melindungi ayam dari terik matahari, hujan, kencangnya angin malam, dan di kandang tersedia alat perlengkapan pokok (tempat minum, tempat makan, tenggeran untuk tidur, sarang untuk bertelur) bagi kepentingan hidup ayam (Sarwono2003).

Penyakit yang biasa diketahui dan sering dilaporkan pada ayam kampung selama ini adalah penyakit AI dan ND. Banyak sekali penyakit lain selain kedua penyakit tersebut yang dapat menyerang ayam kampung, baik penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, maupun penyakit yang disebabkan oleh hal-hal lain. Penyakit yang disebabkan oleh virus selain AI dan ND antara lain IB, CRD, fowl pox, Mareks disease, dan IBD. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain salmonellosis dan infectious coryza. Penyakit yang disebabkan oleh jamur antara lain aspergillosis. Penyakit yang disebabkan oleh hal-hal lain misalnya bubul (penyakit kaki bengkak) (Sulandari et al. 2007).

Sistem kekebalan pada ayam kampung

Sistem kekebalan ayam terdiri atas kekebalan non-spesifik dan kekebalan spesifik. Kekebalan non-spesifik disebut juga kekebalan bawaan. Sistem kekebalan ini tidak dapat dibuat melalui program kesehatan unggas. Keberadaan kekebalan non-spesifik sangat penting, misalnya faktor genetik, suhu tubuh, bentuk anatomi, mikroflora normal, dan silia saluran respirasi. Faktor lain yang terlibat dalam kekebalan bawaan antara lain nutrisi, lingkungan, umur, proses peradangan, dan faktor metabolis (Gary 1991).

(17)

setelah lima hari paparan. Antibodi ini sering ditemukan pada sekresi mukus mata, usus, dan saluran pernafasan (Gary 1991).

Sel-sel yang memproduksi antibodi disebut limfosit B. Sel ini diproduksi oleh kuning telur dan sumsum tulang. Sel-sel tersebut berpindah menuju bursa fabrisius (BF) pada 15 hari inkubasi dan berhenti pada umur 10 minggu (Gary 1991). Antibodi tidak dapat menembus sel, sehingga antibodi hanya akan bekerja selama antigen berada di luar sel. Antibodi bekerja untuk mempertahankan tubuh terhadap antigen penyebab penyakit yaitu: (1) dengan cara langsung menginaktifasi antigen penyebab penyakit (2) dengan mengaktifkan sistem komplemen yang kemudian akan menghancurkan agen penyakit tersebut (Guyton 1995).

Komponen seluler yaitu seluruh sel yang bereaksi secara spesifik terhadap antigen, kecuali yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Sel yang berhubungan dengan sistem ini yaitu limfosit T. Limfosit T lebih banyak diprogram oleh timus daripada bursa fabrisius (Gary 1991).

Ayam bisa menjadi kebal terhadap penyakit karena memproduksi antibodi atau memperoleh antibodi dari individu lain. Ayam yang memproduksi antibodinya sendiri karena adanya paparan antigen disebut pembentukan kekebalan aktif. Hal ini terjadi setelah ayam divaksinasi atau terpapar suatu penyakit. Ayam yang menerima antibodi dari induk melalui telur disebut mendapatkan kekebalan pasif. Antibodi tersebut tidak diproduksi oleh anak ayam, tetapi merupakan antibodi asal induk. Antibodi asal induk terdapat pada kuning telur dan albumin. Induk yang memiliki titer antibodi tinggi terhadap suatu penyakit maka anaknya akan memiliki kekebalan selama beberapa minggu terhadap penyakit tersebut (Gary 1991).

Infectious Bronchitis (IB)

Karakteristik

Infectious bronchitis (IB) pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada

(18)

merupakan dari famili Coronaviridae (Jordan 1990). Sampai saat ini, telah teridentifikasi lebih dari 60 serotip atau varian IBV di seluruh dunia (Ignajatovic & Sapats 2000; Yu et al. 2001).

Virus infectious bronchitis berbentuk pleomorfik. Virus ini mempunyai amplop berdiameter sekitar 120 nm dengan club-shaped surface projections (spikes) yang panjangnya sekitar 20 nm. Spike tidak dikemas seperti roadshapes dari paramyxovirus. Virus IB mengandung tiga protein virus utama yang spesifik yaitu spike glycoprotein (S), glikoprotein membran (M), dan protein nucleocapsid internal (N). Protein yang keempat adalah small membran protein (sM) yang menghubungkan amplop dengan virion. Protein S terdiri dari dua atau tiga kopi yang masing-masing mempunyai dua glikopolipeptida S1 dan S2 (berturut-turut sekitar 520-620) asam amino. Perbedaan antigenik di antara serotipe virus IB berkaitan dengan adanya variasi struktural dari protein S, yaitu suatu struktur peplomerik pada permukaan amplop virus. Subunit S1 menunjukkan variasi urutan nukleotida yang lebih tinggi dibandingkan dengan subunit S2 (Dharmayanti et al. 2005).

Inang

Inang yang secara alami terinfeksi penyakit IB adalah ayam. Penyakit IB hanya dilaporkan terjadi pada ayam dan tidak terjadi pada unggas lain akan tetapi semua tingkatan umur ayam rentan terhadap infeksi penyakit IB (Butcher et al. 2002). Infeksi pada saat ayam berumur beberapa hari setelah penetasan akan menyebabkan abnormalitas perkembangan pada oviduk, sementara itu bentuk nephritic dan gangguan saluran respirasi lebih terlihat pada ayam berumur di bawah 10 minggu. Status kekebalan ayam bisa mempengaruhi proteksi terhadap infeksi virus IB. Kekebalan asal induk dan kekebalan aktif yang dihasilkan dari infeksi alami atau vaksinasi bisa mencegah dan menurunkan efek dari infeksi (Jordan 1990; Sharma & Adlakha 1995).

Penyebaran infeksi

(19)

secara intensif, insidensi infeksi IB mencapai 100%. Indonesia sebagai negara dengan industri unggas yang besar memiliki insidensi infeksi cukup tinggi. Beberapa isolat yang diteliti telah dinyatakan sebagai isolat lokal Indonesia, antara lain isolat I-269 dan I-14 (Dharmayanti et al. 2005).

Penyakit IB, disebut juga Avian Infectious Bronchitis yang merupakan penyakit peradangan akut pada bronkus. Penyakit ini menyerang organ respirasi dan sangat menular pada ayam dengan karakteristik batuk dan bersin. Penyakit IB sangat berpengaruh terhadap perekonomian karena menyebabkan penurunan berat badan, penurunan produksi, dan kualitas telur. Angka kematian oleh penyakit IB mencapai puncak pada dua minggu terakhir, umumnya pada umur lima sampai enam minggu. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder bakteri. Bakteri menjadi sistemik mengikuti kerusakan saluran respirasi yang disebabkan oleh IBV (Saif 2003). Kematian pada ayam dewasa yang berumur lebih dari enam minggu hampir tidak ada, kasus kematian sering terjadi pada ayam yang berumur kurang dari enam minggu (Darmana & Sukma 2003).

Infeksi penyakit IB pada satu individu unggas di sebuah flok dapat berlangsung persisten selama beberapa bulan dan bersiklus dari satu unggas ke unggas lain. Transmisi virus IB secara langsung melalui udara, dari unggas ke unggas dalam flok serta antar flok. Penyebaran virus juga dapat terjadi melalui feses ayam yang terinfeksi ke lingkungan. Selain itu, penyebaran virus IB dapat terjadi melalui peralatan dan telur. Virus bisa bertransmisi melalui telur, meskipun ini bersifat eksepsional (Jordan 1990; Sudaryani 1994).

(20)

Patogenesa penyakit IB

Penularan penyakit IB terjadi melalui kontak langsung antara ayam yang yang sakit dengan ayam lainnya. Kontak tidak langsung dapat terjadi melalui sekresi mukus dari ayam yang sakit. Infeksi pada ayam muda menyebabkan penyakit pernapasan ringan, tetapi berakibat penurunan daya tahan tubuh dan pertumbuhan. Akibat penurunan daya tahan tubuh dan gangguan pernafasan tersebut, memudahkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri yang ada di lingkungan kandang. Kejadian penyakit dapat diperburuk oleh manajemen yang kurang baik, stres akibat iklim, dan serangan mikoplasmosis. Pada ayam dewasa penyakit IB tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur kurang dari enam minggu dapat menyebabkan kematian (Anonimous 2008). Tingkat mortalitas pada anak ayam sangat tinggi (100%) tapi pada ayam muda sampai umur tiga minggu hanya sekitar 30% (Anonimous 2010).

(21)

Gejala klinis dan lesio yang ditimbulkan oleh infeksi virus IB

Virus IB yang masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan diproduksinya mukus secara berlebih dan disekresikan eksudat pada trakhea dan paru-paru. Kondisi tersebut menyebabkan gejala klinis berupa nafas terengah-engah, batuk, bersin, dan adanya kotoran hidung. Mata terlihat basah, sinus membengkak, gejala klinis tersebut tampak pada anak ayam. Anak ayam tampak depresi dan berkumpul di bawah sumber cahaya. Konsumsi pakan dan berat badan menurun secara signifikan. Pada ayam yang berumur lebih dari enam minggu dan ayam dewasa, tanda-tandanya mirip dengan anak ayam. Infeksi virus IB bisa tidak terlihat pada suatu flok, namun hal itu dapat diketahui dengan pengamatan secara hati-hati dan mendengarkan adanya suara ngorok dari ayam-ayam di flok tersebut pada malam hari. Infeksi IBV pada DOC bisa menimbulkan kerusakan permanen pada oviduk sehingga menurunkan produksi dan kualitas telur (Saif 2003).

(22)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap I yaitu pengambilan sampel pada ayam kampung yang dipelihara di area peternakan unggas sektor I dan II dalam satu kompartemen peternakan unggas di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang pada bulan Desember 2009. Tahap II yaitu pengujian laboratorium di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner pada bulan Februari 2010 sampai Juni 2011.

Bahan dan alat

Bahan penelitian ini adalah sampel serum yang diperoleh dari ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara. Ayam yang diambil sampelnya merupakan ayam kampung yang dipelihara di daerah kompartemen peternakan unggas komersial sektor satu dan dua. Bahan-bahan lain adalah Antigen IBV tipe M41 yang diperoleh dari Central Veterinary Institute (CVI) Lelystad the Netherland, suspensisel darah merah 1%, Phosphate Buffer Saline (0.01 M) pH 7.0-7.2, kontrol positif serum dan kontrol negatif serum. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikro pipet, microplate berdasar V, timer dan shaker.

Penyiapan suspensi sel darah merah 1%

(23)

kembali menjadi 5%. Suspensi sel darah merah tersebut bisa langsung digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu menjadi suspensi 1% untuk uji haemaglutinasi inhibisi mikrotitrasi.

Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA) test (OIE 2009)

1. PBS sebanyak 25 µ l dimasukkan ke plate berdasar V baris pada A sampai E, kolom dua sampai 12.

2. Selanjutnya antigen IB sebanyak 50 µl dimasukkan ke sumur A1 sampai E1. 3. Antigen IB sebanyak 25 µ l dipindahkan dari sumur A1 sampai E1 ke dalam

sumur A2 sampai E2 menggunakan multichanelpipet. Setiap memasukkan antigen dilakukan penggantian tips.

4. Sebanyak 25 µ l PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan 10 kali dengan memipet naik dan turun. Selanjutnya dari sumur B2 dikeluarkan sebanyak 25 µ l campuran tersebut sehingga pengenceran pada sumur B2 menjadi 1/3.

5. PBS sebanyak 75 µ l dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur C2 diambil 75 µ l campuran pada sumur tersebut sehingga pengencerannya menjadi 1/5. 6. PBS sebanyak 125 µ l dipipet ke dalam sumur D2 dan dihomogenkan 10 kali

dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2 diambil 125 µ l suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/7.

7. PBS sebanyak 175 µ l dipipet ke dalam sumur E2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2 diambil 175 µ l suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/9.

(24)

9. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 25 µl PBS ke dalam setiap sumur.

10. Terakhir ditambahkan 25 µ l sel darah merah (1% v/v) ke dalam setiap sumur. Plate dikocok selama 10 detik.

11. Kemudian plate diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4 oC.

Prosedur Haemagglutination Inhibition (HI) Test

1. PBS sebanyak 0.025 ml dimasukkan ke setiap sumur microplate plastik berdasar V, kemudian ditambahkan 0.025 ml serum ke dalam sumur pertama dari plate. Setiap sampel diuji dua kali.

2. Serum pada sumur pertama dihomogenkan dengan menggunakan mikropipet dan dipindahkan ke sumur kedua. Selanjutnya dilakukan pemindahan sampai sumur ke-12.

3. Antigen standar virus IB bertiter 4 HAU selanjutnya ditambahkan sebanyak 0.025 ml pada setiap sumur, kemudian dikocok selama 10 detik dan diinkubasi selama 60 menit dengan suhu 4 oC.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menguji 115 sampel serum ayam kampung yang berasal dari lima desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang yaitu Desa Tanjung, Parigi Mulya, Pada Mulya, Wanasari dan Jati. Seluruh sampel diperoleh dari ayam kampung yang tidak pernah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin IB strain apapun dan dipelihara secara ekstensif di sekitar peternakan sektor satu dan dua. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa dari 115 sampel tersebut 91% diantaranya positif mengandung antibodi terhadap virus infectious bronchitis (IBV) (Tabel 1). Berdasarkan umurnya, sampel dibedakan menjadi sampel asal ayam muda dan ayam dewasa. Ayam muda adalah ayam yang berumur kurang dari tiga bulan, sedangkan ayam yang lebih dari tiga bulan dikategorikan dewasa. Pada penelitian ini diperoleh 62 sampel asal ayam muda dan 53 sampel ayam dewasa. Berdasarkan pengujian diketahui bahwa prevalensi serologis terhadap IBV di kelima desa adalah 85% pada ayam dewasa sedangkan pada ayam muda sebesar 95%. Tingginya prevalensi serologis ini menggambarkan bahwa paparan virus IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara cukup tinggi, karena sampel yang diuji pada penelitian ini diperoleh dari ayam kampung yang tidak pernah divaksinasi. Dengan demikian, antibodi yang terbentuk pada ayam kampung tersebut merupakan akibat interaksi antara virus IB yang ada di lingkungan tempat pemeliharaaan/umbaran ayam-ayam tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa keberadaan virus IB di lingkungan ayam kampung di Kecamatan Cipunegara cukup tinggi.

(26)

Penelitian terhadap seroprevalensi IBV telah dilakukan di beberapa negara baik pada peternakan komersial maupun pada ayam kampung. Seroprevalensi IBV pada ayam broiler dan ayam kampung yang diteliti di Grenada adalah sebesar 31.01%. Angka prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan sebelumnya di negara lain. Di Yordania, 90% dan 61.4% penyakit respirasi menunjukkan hasil seropositif terhadap galur virus IB 4/91 dan D274 (Roussan et al. 2009). Di Pakistan, survei yang dilakukan di peternakan komersial, 88% flok menunjukkan hasil seropositif mengandung antibodi M-41, sedangkan 40, 52 dan 8% flok positif terhadap galur virus IB D274, D1466 dan 4-91 (Ahmad et al. 2007). Seroprevalensi yang tinggi dilaporkan di Nigeria Barat Daya yaitu sebesar 82.7% (Emikpe et al. 2010). Seroprevalensi IBV pada ayam kampung di Mexico dilaporkan 56.5% (Guitirrez et al. 2000). Seroprevalensi IBV di Bangladesh dilaporkan mencapai 100% (Das et al. 2009). Berdasarkan gambaran berbagai penelitian tersebut mengindikasikan bahwa seroprevalensi IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara tinggi. Tingginya seroprevalensi ini dapat disebabkan oleh banyaknya virus yang bersirkulasi di lingkungan tempat pemeliharaan ayam kampung.

(27)

Keberadaan virus IB di Kecamatan Cipunegara hampir merata di lima desa yang di uji sampelnya, terbukti dengan prevalensi serologis IBV pada semua desa cukup tinggi. Berdasarkan pengujian terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara, seroprevalensi IBV di beberapa desa mencapai 100%. Dari lima desa yang di uji sampelnya, ayam kampung muda di empat desa terpapar IBV sebanyak 100%, yaitu desa Tanjung, Parigi Mulya, Pada Mulya, dan Jati. Ayam kampung muda di Desa Wanasari terpapar IBV sebanyak 70%. Ayam kampung dewasa yang 100% terpapar IBV terdapat di Desa Pada Mulya dan Jati. Ayam kampung dewasa di Desa Tanjung, Parigi Mulya, dan Wanasari terpapar IBV masing-masing 82, 90, dan 56%. Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 2.

(28)

Mulya

Dewasa 3 3 100 8,00 ±

0

Muda 4 4 100 7,25 ±

0,96

Desa Wanasari

Dewasa 9 5 56 2,88 ±

3,36

Muda 10 7 70 5,63 ±

3,67

Desa Jati

Dewasa 14 14 100 8,00 ±

0

Muda 13 13 100 7,85 ±

0,55

Total 115 104 90 6,81 ±

1,41

Virus IB selain menyerang ayam komersial juga menyerang ayam kampung. Ayam kampung yang biasanya tidak pernah diperhatikan atau divaksin oleh pemiliknya akan menjadi pembawa dan tempat berkembangnya virus. Kurangnya perhatian peternak terhadap status kesehatan ayamnya tidak hanya di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdelqader et al. (2007) di Yordania, hanya 15% peternak ayam kampung yang berkonsultasi dengan dokter hewan dan sangat sedikit yang menerapkan higiena.

(29)

(McMulin 2004). Pola pemeliharaan ayam kampung yang semiintensif atau diumbar bahkan hidup bebas berkeliaran tanpa dikandangkan memungkinkan ayam memiliki kontak yang luas terhadap ayam lainnya sehingga penyebaran virus IB terjadi dengan cepat.

Ayam dewasa yang terinfeksi virus IB umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata atau bersifat infeksi subklinis (Jordan 1990). Implikasi dari kondisi infeksi subklinis adalah ayam memiliki status sebagai pembawa virus dan menyebarkannya ke ayam lain maupun lingkungan. Menurut Adene et al. (1985) ayam kampung merupakan faktor yang memiliki pengaruh signifikan dalam transmisi penyakit IB. Kondisi tingginya prevalensi penyakit IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara menjadi faktor penting dalam usaha pengendalian penyakit IB pada unggas di wilayah tersebut, sehingga untuk mengatasi penyebaran virus IB pada unggas komersial juga harus memperhatikan status kesehatan ayam kampung.

Karakteristik virus IB yaitu sangat sulit untuk dikontrol terkait kemampuan berubahnya yang cepat dan beradaptasi terhadap inang, kemudian muncul serotip baru atau dikenal dengan varian baru (Jackwood 2001). Varian virus IB cukup tinggi di lingkungan, hal ini disebabkan karena banyaknya virus di lingkungan sehingga tindakan vaksinasi tidak lagi efektif. Sampai saat ini, lebih dari 60 serotip atau varian IBV telah diidentifikasi di seluruh dunia (Ignajatovic & Sapats 2000; Yu et al. 2001). Transmisi melalui aerosol terjadi pada ayam yang memiliki kontak dengan jarak 1,5 meter dengan ayam lainnya, sehingga faktor angin menjadi predisposisi yang cukup penting dalam penyebaran penyakit IB. Pengaruh angin berkontribusi dalam penyebaran penyakit IB antar peternakan dengan jarak 1 200 meter (Cumming 1970).

(30)

ayam harus dijaga sebaik mungkin jika ayam terserang penyakit IB, ayam diberi pakan feed additif , pada air minum ditambahkan vitamin dan mineral, serta suhu dan kelembaban kandang harus dijaga senyaman mungkin.

(31)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan prevalensi serologis penyakit infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang menggunakan metode HI adalah sebesar 91% dengan rataan titer 26.81 ± 1.41.

Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abdelqader A, Wollny CBA, Gauly M. 2007. Characterization of local chicken production systems and their potential under different levels of management practice in Jordan [artikel]. Germany: George August University Göttingen.

Adene DF, Oyejide A, Owoade AA. 1985. Studies on the possible roles of naturally infected Nigerian local chickens and vaccine virus in the epidermiology of infectious bursal disease. Rev Elevage Med Vet Pays Trop 38:122-126.

Ahmad ZK, Naeem, Hameed K. 2007. Detection and seroprevalence of infectious bronchitis virus strains in commercial poultry in Pakistan. Poult Sci J 86: 1329-1335.

Aini I. 1990. Indigenous chicken production in South-East Asia. World’s Poultry Sci J 46:51-57.

Anonim. 2002. Bagaimana sistem kekebalan tubuh ayam bekerja. http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=articl e&sid=788 [15 Agustus 2011].

Anonim. 2008. Infectious bronchitis (Bronkhitis infeksiosa). http://www.vet-klinik.com [13 Februari 2011].

Anonim. 2010. Vaksin IB inaktif. http://www. Pustaka.litbang.deptan.go.id [13 Februari 2011].

Butcher GD, Shapiro DP, Miles RD. 2002. Infectious bronchitis virus: classical

and variant strains1. http://www.

edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/PS/PS03900.PDF

Cavanagh D, Naqi SA. 1997. Infectious bronchitis. Di dalam: Calnek BW, Barnes HJ, Bearol CW, Daugald LRM, and Saif YM, editor. Disease of Poultry. Ed ke-10. Lawa: Lawa University Press.

Cumming RB. 1970. Studies on Australian infectious bronchitis virus. Apparent farm to farm airborne transmission of infectious bronchitis virus. Avian Dis 14:191-195.

Darmana W, Sukma ES. 2003. Ayam Lignin Ayam Kampung Unggul Cina. Depok: Penebar Swadaya.

Das SK, Khan MSR, Das M. 2009. Seroprevalence of infectious bronchitis in chicken in Bangladesh. Bangl J vet Med 7: 249-252.

Dessie T, Ogle B. 2001. Village poultry production system in the Central Highlands of Ethiopia. Trop Anim Health Prod 33:521-537.

(33)

[Disnak Jabar] Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat. 2010. Populasi Ternak. http:/www. disnak. Jabarprof. go. id [28 September 2011].

Ekue FN, Poné KD, Mafeni M.J, Nfi AN, Njoya J. 2002. Survey of the traditional poultry production system in the Bamenda area, Cameroon. Di dalam: Characteristics and Parameters of Family Poultry Production in Africa. Vienna: IAEA.

Emikpe BO, Ohore OG, Olujonwo M, Akpavi SO. 2010. Prevalence of antibodies to infectious bronchitis (IBV) in chickens in southwestern Nigeria. Afr J Microbiol Res 4: 92-95. production systems: is there scope for appropriate production and breeding strategies in Malawi? [tesis]. Germany: Georg-August-Universität Göttingen.

Guitirrez REJ, Ramirez CGT, Camara GEI. 2000. A serological survey for avian infectious bronchitis virus and Newcastle disease virus antibodies in backyard (free range) village chickens in Mexico. Trop Anim Health 32: 381-390.

Guyton AC. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke- 7. Bgian 1. Tengadi, K.A, Dkk, penerjemah; Oswari, editor. Jakarta :EGC. Terjemahan dari : Text Book of medical.

Jordan. 1990. Poultry Diseases. Ed ke-3. London: Bailliere Tindall.

Mahgoub KM, Bassiouni AA, Manal A, Afify, Nagwa RS. 2010. The prevalence of infectious bronchitis (IB) outbreaks in some chicken farms. I. Spotlight on the status of IB outbraks in some chicken flocks. J Am Sci 6(9):57-70.

Nurcahyo EM, Widyastuti YE. 1998. Usaha Pembesaran Ayam Kampung Pedaging. Depok: Penebar Swadaya

Pedersen CV. 2002. Production of semi-scavenging chicken in Zimbabwe [tesis]. Copenhagen: Royal Veterinary and Agricultural University.

(34)

Roussan DA, Kwaldeh GY, Sahahen IA. 2009. Infectious bronchitis virus in Jordan chickens seroprevalensi and detection. Can Vet 50: 77-80.

Saif YM. 2003. Diseases of Poultry 11th Edition. Iowa: Blackwell Publishing Proffesional.

Sarwono B. 2003. Beternak Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sharma, Adlakha. 1995. Text Book of Veterinary Virology. Newdelhi: Vikas Publishing House PVT LTD

Sudaryani T. 1994. Teknik Vaksinasi dan Pengendalian Penyakit Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sulandari S. Zein MSA, Paryanti S. Sartika T. Sidadolog JHP. Astuti M. 2007. Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia. Bogor: LIPI Press

Suprijatna E. 1997. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Depok: Penebar Swadaya.

(35)

ABSTRAK

RICO FASLAH Studi Seroprevalensi Penyakit Infectious Bronchitis pada Ayam Kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Di bawah bimbingan RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO dan SRI MURTINI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seroprevalensi penyakit infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Sampel serum diambil dari 115 ekor ayam kampung di lima desa dalam Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang. Ayam tersebut dipelihara di pekarangan (sektor empat) yang berlokasi di sekitar peternakan komersial (sektor satu dan dua). Titer antibodi terhadap antigen infectious bronchitis diidentifikasi menggunakan uji haemagglutination inhibition (HI). Analisis serologi menunjukkan antibodi terhadap infectious bronchitis sebesar 91% dengan rataan titer 26.81±1.41. Hasil ini mengindikasikan tingginya paparan virus infectious bronchitis pada ayam kampung yang berada di sekitar peternakan komersial.

(36)

ABSTRACT

RICO FASLAH Seroprevalence Study of Infectious Bronchitis Disease in Native Chicken in Cipunegara Sub-district, Subang. Under guided of RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO and SRI MURTINI.

This study was aimed to investigate seroprevalence of infectious bronchitis in native chicken in Cipunegara sub-distric, Subang. Serum samples were collected from 115 native chickens in 5 villages in Cipunegara sub-distric, Subang. The chickens were raised in back yard farm (sector 4) were located arround commercial farm (sector 1 and 2). Antibody titres against infectious bronchitis were measured by haemagglutination inhibition (HI) test. Serological analysis founds antibody against infectious bronchitis in 91% of the samples with geometric mean titre of 2.,81±1.41. This result indicated high exposure of infectious bronchitis virus in native chicken that raise arround commercial farm.

(37)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam kampung merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia. Berbagai jenis ayam kampung di Indonesia telah banyak dibudidayakan seperti ayam Kedu, Cemani, Merawang dan lain-lain. Budidaya ayam kampung oleh masyarakat ada yang bersifat komersial dan ada yang bersifat sambilan. Masyarakat banyak yang memelihara ayam kampung sebagai sambilan selain untuk sumber protein hewani juga merupakan tabungan, jika suatu saat diperlukan ayam bisa dijual. Di beberapa negara ayam kampung memiliki banyak kegunaan. Di Ethiopia, ayam kampung banyak digunakan pada upacara keagamaan, dijual, dan konsumsi rumah tangga (Dessie & Ogle 2001). Di Kamerun, fungsi utama ayam kampung adalah sebagai tambahan penghasilan keluarga dan konsumsi (Ekue et al. 2002). Di Zimbabwe, ayam kampung memiliki pengaruh kuat terhadap nutrisi keluarga dan keamanan pangan (Pedersen 2002). Fungsi yang sama juga dilaporkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Aini 1990). Ayam kampung merupakan sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap mata pencaharian masyarakat (Gondwe 2004).

Ayam kampung memiliki ketahanan tubuh yang relatif kuat terhadap penyakit, sehingga jarang dilaporkan adanya penyakit pada ayam kampung. Rata-rata ayam kampung di Indonesia dipelihara secara diumbar atau semiintensif dan tidak banyak campur tangan pemilik dalam hal memberi makan. Cara pemeliharaan diumbar tersebut membuat tingkat stres pada ayam kampung rendah, sehingga jarang dilaporkan adanya penyakit yang menginfeksi ayam kampung. Peternak ayam kampung juga jarang melakukan tindakan pencegahan penyakit seperti vaksinasi, sehingga antibodi ayam kampung terhadap suatu patogen terbentuk secara alami akibat paparan dari lingkungan. Berbeda halnya dengan ayam ras yang dipelihara secara intensif dan mendapatkan perlakuan vaksinasi dari peternak.

(38)

bukan berarti bahwa ayam kampung bebas dari penyakit selain ND dan AI, tetapi karena tidak adanya pemeriksaan sampel selain itu masyarakat kurang mengetahui gejala penyakit ayam lainnya pada ayam kampung. Salah satu penyakit yang dapat menyerang ayam ras dan ayam kampung adalah infectious bronchitis (IB). Penyakit IB adalah salah satu penyakit respirasi dan urogenital pada ayam (Cavanagh & Naqi 1997).

Penyakit IB disebabkan oleh virus dari famili Coronaviridae (Jordan 1990). Penyakit ini menimbulkan tingkat kematian tinggi pada ayam muda di bawah umur enam minggu. Penularan terjadi melalui kontak langsung dan media lainnya yaitu udara, orang, dan hewan liar. Penyakit IB umumnya menyerang saluran pernapasan. Gejala yang terlihat yaitu keluarnya eksudat dari lubang hidung, kepala membengkak, sering bersin, sesak napas, dan terdengar bunyi mencicit ketika bernapas. Pada ayam yang sedang produksi, infeksi penyakit ini menyebabkan bentuk telur tidak normal, kerabang kasar, dan produksi menurun (Suprijatna et al. 2005).

Serangan penyakit pada ayam dapat menjadi bencana besar bagi peternak, bila tidak diantisipasi dan ditangani dengan tepat. Penyakit akan cepat menular dan menyebabkan kematian sebagian besar atau seluruh ayam dalam peternakan. Gangguan kesehatan ayam merupakan kerugian ekonomi akibat meningkatnya biaya pengobatan dan menurunnya produktivitas (Darmana & Sukma 2003).

(39)

populasi terhadap suatu penyakit dikenal dengan pengujian seroprevalensi suatu penyakit.

Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Propinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205 176,95 ha atau 6.34% dari luas Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Subang dengan luas wilayah yang besar memiliki potensi peternakan yang tinggi, baik ternak kecil, ternak besar maupun ternak unggas (Pemkab Subang 2007). Populasi ayam buras, ayam ras pedaging, dan ayam ras petelur di Kabupaten Subang pada tahun 2010 masing-masing adalah 1 031 405 ekor, 6 589 270 ekor, dan 88 200 ekor (Disnak Jabar 2010). Populasi ayam buras di Kabupaten Subang cukup tinggi. Selama ini data mengenai status penyakit pada ayam buras belum ada sehingga perlu dilakukan analisis prevalensi penyakit pada ayam buras di Kabupaten Subang, salah satunya terhadap penyakit IB.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi serologis infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi prevalensi serologis infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten

Subang.

Hipotesa

(40)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam kampung

Batasan yang pasti mengenai pengertian ayam kampung sampai saat ini belum ada. Penyebutan ayam kampung hanya untuk menunjukkan jenis ayam lokal dengan keragaman genetis tinggi yang sudah dikenal luas dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Jenis ayam lokal ini diperkirakan menjadi bervariasi karena pengaruh isolasi tempat. Variasi individu dalam satu jenis ini tidak hanya terbatas pada warna bulu, tetapi juga pada ukuran tubuh, produktivitas telur, dan suara. Ayam kampung juga disebut sebagai ayam buras (Nurcahyo & Widyastuti 1998).

Ayam kampung tidak memiliki ciri spesifik yang khas, dalam hal ini keragaman fenotip maupun genotipnya cukup tinggi. Secara umum ayam kampung dapat diketahui dari bentuk tubuh yang ramping, kakinya panjang dan warna bulu beragam. Manfaat dan keunggulan ayam kampung adalah sebagai produsen daging dan telur, dan tahan terhadap penyakit. Ayam kampung mudah dikenali karena banyak berkeliaran di desa-desa hampir di seluruh wilayah Indonesia (Sulandari et al. 2007).

Masalah yang paling menonjol dalam pemeliharaan ayam buras adalah tingginya kematian pada anak ayam di bawah umur dua bulan, karena serangan penyakit. Perawatan, kebersihan, pemberian pakan dan minuman yang baik diperlukan agar ayam selalu sehat dan prima kondisinya (Sarwono 2003).

(41)

melindungi ayam dari terik matahari, hujan, kencangnya angin malam, dan di kandang tersedia alat perlengkapan pokok (tempat minum, tempat makan, tenggeran untuk tidur, sarang untuk bertelur) bagi kepentingan hidup ayam (Sarwono2003).

Penyakit yang biasa diketahui dan sering dilaporkan pada ayam kampung selama ini adalah penyakit AI dan ND. Banyak sekali penyakit lain selain kedua penyakit tersebut yang dapat menyerang ayam kampung, baik penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur, maupun penyakit yang disebabkan oleh hal-hal lain. Penyakit yang disebabkan oleh virus selain AI dan ND antara lain IB, CRD, fowl pox, Mareks disease, dan IBD. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antara lain salmonellosis dan infectious coryza. Penyakit yang disebabkan oleh jamur antara lain aspergillosis. Penyakit yang disebabkan oleh hal-hal lain misalnya bubul (penyakit kaki bengkak) (Sulandari et al. 2007).

Sistem kekebalan pada ayam kampung

Sistem kekebalan ayam terdiri atas kekebalan non-spesifik dan kekebalan spesifik. Kekebalan non-spesifik disebut juga kekebalan bawaan. Sistem kekebalan ini tidak dapat dibuat melalui program kesehatan unggas. Keberadaan kekebalan non-spesifik sangat penting, misalnya faktor genetik, suhu tubuh, bentuk anatomi, mikroflora normal, dan silia saluran respirasi. Faktor lain yang terlibat dalam kekebalan bawaan antara lain nutrisi, lingkungan, umur, proses peradangan, dan faktor metabolis (Gary 1991).

(42)

setelah lima hari paparan. Antibodi ini sering ditemukan pada sekresi mukus mata, usus, dan saluran pernafasan (Gary 1991).

Sel-sel yang memproduksi antibodi disebut limfosit B. Sel ini diproduksi oleh kuning telur dan sumsum tulang. Sel-sel tersebut berpindah menuju bursa fabrisius (BF) pada 15 hari inkubasi dan berhenti pada umur 10 minggu (Gary 1991). Antibodi tidak dapat menembus sel, sehingga antibodi hanya akan bekerja selama antigen berada di luar sel. Antibodi bekerja untuk mempertahankan tubuh terhadap antigen penyebab penyakit yaitu: (1) dengan cara langsung menginaktifasi antigen penyebab penyakit (2) dengan mengaktifkan sistem komplemen yang kemudian akan menghancurkan agen penyakit tersebut (Guyton 1995).

Komponen seluler yaitu seluruh sel yang bereaksi secara spesifik terhadap antigen, kecuali yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Sel yang berhubungan dengan sistem ini yaitu limfosit T. Limfosit T lebih banyak diprogram oleh timus daripada bursa fabrisius (Gary 1991).

Ayam bisa menjadi kebal terhadap penyakit karena memproduksi antibodi atau memperoleh antibodi dari individu lain. Ayam yang memproduksi antibodinya sendiri karena adanya paparan antigen disebut pembentukan kekebalan aktif. Hal ini terjadi setelah ayam divaksinasi atau terpapar suatu penyakit. Ayam yang menerima antibodi dari induk melalui telur disebut mendapatkan kekebalan pasif. Antibodi tersebut tidak diproduksi oleh anak ayam, tetapi merupakan antibodi asal induk. Antibodi asal induk terdapat pada kuning telur dan albumin. Induk yang memiliki titer antibodi tinggi terhadap suatu penyakit maka anaknya akan memiliki kekebalan selama beberapa minggu terhadap penyakit tersebut (Gary 1991).

Infectious Bronchitis (IB)

Karakteristik

Infectious bronchitis (IB) pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada

(43)

merupakan dari famili Coronaviridae (Jordan 1990). Sampai saat ini, telah teridentifikasi lebih dari 60 serotip atau varian IBV di seluruh dunia (Ignajatovic & Sapats 2000; Yu et al. 2001).

Virus infectious bronchitis berbentuk pleomorfik. Virus ini mempunyai amplop berdiameter sekitar 120 nm dengan club-shaped surface projections (spikes) yang panjangnya sekitar 20 nm. Spike tidak dikemas seperti roadshapes dari paramyxovirus. Virus IB mengandung tiga protein virus utama yang spesifik yaitu spike glycoprotein (S), glikoprotein membran (M), dan protein nucleocapsid internal (N). Protein yang keempat adalah small membran protein (sM) yang menghubungkan amplop dengan virion. Protein S terdiri dari dua atau tiga kopi yang masing-masing mempunyai dua glikopolipeptida S1 dan S2 (berturut-turut sekitar 520-620) asam amino. Perbedaan antigenik di antara serotipe virus IB berkaitan dengan adanya variasi struktural dari protein S, yaitu suatu struktur peplomerik pada permukaan amplop virus. Subunit S1 menunjukkan variasi urutan nukleotida yang lebih tinggi dibandingkan dengan subunit S2 (Dharmayanti et al. 2005).

Inang

Inang yang secara alami terinfeksi penyakit IB adalah ayam. Penyakit IB hanya dilaporkan terjadi pada ayam dan tidak terjadi pada unggas lain akan tetapi semua tingkatan umur ayam rentan terhadap infeksi penyakit IB (Butcher et al. 2002). Infeksi pada saat ayam berumur beberapa hari setelah penetasan akan menyebabkan abnormalitas perkembangan pada oviduk, sementara itu bentuk nephritic dan gangguan saluran respirasi lebih terlihat pada ayam berumur di bawah 10 minggu. Status kekebalan ayam bisa mempengaruhi proteksi terhadap infeksi virus IB. Kekebalan asal induk dan kekebalan aktif yang dihasilkan dari infeksi alami atau vaksinasi bisa mencegah dan menurunkan efek dari infeksi (Jordan 1990; Sharma & Adlakha 1995).

Penyebaran infeksi

(44)

secara intensif, insidensi infeksi IB mencapai 100%. Indonesia sebagai negara dengan industri unggas yang besar memiliki insidensi infeksi cukup tinggi. Beberapa isolat yang diteliti telah dinyatakan sebagai isolat lokal Indonesia, antara lain isolat I-269 dan I-14 (Dharmayanti et al. 2005).

Penyakit IB, disebut juga Avian Infectious Bronchitis yang merupakan penyakit peradangan akut pada bronkus. Penyakit ini menyerang organ respirasi dan sangat menular pada ayam dengan karakteristik batuk dan bersin. Penyakit IB sangat berpengaruh terhadap perekonomian karena menyebabkan penurunan berat badan, penurunan produksi, dan kualitas telur. Angka kematian oleh penyakit IB mencapai puncak pada dua minggu terakhir, umumnya pada umur lima sampai enam minggu. Kematian biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder bakteri. Bakteri menjadi sistemik mengikuti kerusakan saluran respirasi yang disebabkan oleh IBV (Saif 2003). Kematian pada ayam dewasa yang berumur lebih dari enam minggu hampir tidak ada, kasus kematian sering terjadi pada ayam yang berumur kurang dari enam minggu (Darmana & Sukma 2003).

Infeksi penyakit IB pada satu individu unggas di sebuah flok dapat berlangsung persisten selama beberapa bulan dan bersiklus dari satu unggas ke unggas lain. Transmisi virus IB secara langsung melalui udara, dari unggas ke unggas dalam flok serta antar flok. Penyebaran virus juga dapat terjadi melalui feses ayam yang terinfeksi ke lingkungan. Selain itu, penyebaran virus IB dapat terjadi melalui peralatan dan telur. Virus bisa bertransmisi melalui telur, meskipun ini bersifat eksepsional (Jordan 1990; Sudaryani 1994).

(45)

Patogenesa penyakit IB

Penularan penyakit IB terjadi melalui kontak langsung antara ayam yang yang sakit dengan ayam lainnya. Kontak tidak langsung dapat terjadi melalui sekresi mukus dari ayam yang sakit. Infeksi pada ayam muda menyebabkan penyakit pernapasan ringan, tetapi berakibat penurunan daya tahan tubuh dan pertumbuhan. Akibat penurunan daya tahan tubuh dan gangguan pernafasan tersebut, memudahkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri yang ada di lingkungan kandang. Kejadian penyakit dapat diperburuk oleh manajemen yang kurang baik, stres akibat iklim, dan serangan mikoplasmosis. Pada ayam dewasa penyakit IB tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur kurang dari enam minggu dapat menyebabkan kematian (Anonimous 2008). Tingkat mortalitas pada anak ayam sangat tinggi (100%) tapi pada ayam muda sampai umur tiga minggu hanya sekitar 30% (Anonimous 2010).

(46)

Gejala klinis dan lesio yang ditimbulkan oleh infeksi virus IB

Virus IB yang masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan diproduksinya mukus secara berlebih dan disekresikan eksudat pada trakhea dan paru-paru. Kondisi tersebut menyebabkan gejala klinis berupa nafas terengah-engah, batuk, bersin, dan adanya kotoran hidung. Mata terlihat basah, sinus membengkak, gejala klinis tersebut tampak pada anak ayam. Anak ayam tampak depresi dan berkumpul di bawah sumber cahaya. Konsumsi pakan dan berat badan menurun secara signifikan. Pada ayam yang berumur lebih dari enam minggu dan ayam dewasa, tanda-tandanya mirip dengan anak ayam. Infeksi virus IB bisa tidak terlihat pada suatu flok, namun hal itu dapat diketahui dengan pengamatan secara hati-hati dan mendengarkan adanya suara ngorok dari ayam-ayam di flok tersebut pada malam hari. Infeksi IBV pada DOC bisa menimbulkan kerusakan permanen pada oviduk sehingga menurunkan produksi dan kualitas telur (Saif 2003).

(47)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap I yaitu pengambilan sampel pada ayam kampung yang dipelihara di area peternakan unggas sektor I dan II dalam satu kompartemen peternakan unggas di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang pada bulan Desember 2009. Tahap II yaitu pengujian laboratorium di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner pada bulan Februari 2010 sampai Juni 2011.

Bahan dan alat

Bahan penelitian ini adalah sampel serum yang diperoleh dari ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara. Ayam yang diambil sampelnya merupakan ayam kampung yang dipelihara di daerah kompartemen peternakan unggas komersial sektor satu dan dua. Bahan-bahan lain adalah Antigen IBV tipe M41 yang diperoleh dari Central Veterinary Institute (CVI) Lelystad the Netherland, suspensisel darah merah 1%, Phosphate Buffer Saline (0.01 M) pH 7.0-7.2, kontrol positif serum dan kontrol negatif serum. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikro pipet, microplate berdasar V, timer dan shaker.

Penyiapan suspensi sel darah merah 1%

(48)

kembali menjadi 5%. Suspensi sel darah merah tersebut bisa langsung digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu menjadi suspensi 1% untuk uji haemaglutinasi inhibisi mikrotitrasi.

Prosedur penyiapan virus standar dengan haemagglutination (HA) test (OIE 2009)

1. PBS sebanyak 25 µ l dimasukkan ke plate berdasar V baris pada A sampai E, kolom dua sampai 12.

2. Selanjutnya antigen IB sebanyak 50 µl dimasukkan ke sumur A1 sampai E1. 3. Antigen IB sebanyak 25 µ l dipindahkan dari sumur A1 sampai E1 ke dalam

sumur A2 sampai E2 menggunakan multichanelpipet. Setiap memasukkan antigen dilakukan penggantian tips.

4. Sebanyak 25 µ l PBS dimasukkan ke dalam sumur B2 dan dihomogenkan 10 kali dengan memipet naik dan turun. Selanjutnya dari sumur B2 dikeluarkan sebanyak 25 µ l campuran tersebut sehingga pengenceran pada sumur B2 menjadi 1/3.

5. PBS sebanyak 75 µ l dimasukkan ke dalam sumur C2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur C2 diambil 75 µ l campuran pada sumur tersebut sehingga pengencerannya menjadi 1/5. 6. PBS sebanyak 125 µ l dipipet ke dalam sumur D2 dan dihomogenkan 10 kali

dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur D2 diambil 125 µ l suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/7.

7. PBS sebanyak 175 µ l dipipet ke dalam sumur E2 dan dihomogenkan 10 kali dengan cara memipet naik dan turun. Dari sumur E2 diambil 175 µ l suspensi sehingga pengenceran pada sumur tersebut menjadi 1/9.

(49)

9. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 25 µl PBS ke dalam setiap sumur.

10. Terakhir ditambahkan 25 µ l sel darah merah (1% v/v) ke dalam setiap sumur. Plate dikocok selama 10 detik.

11. Kemudian plate diinkubasi selama 60 menit pada suhu 4 oC.

Prosedur Haemagglutination Inhibition (HI) Test

1. PBS sebanyak 0.025 ml dimasukkan ke setiap sumur microplate plastik berdasar V, kemudian ditambahkan 0.025 ml serum ke dalam sumur pertama dari plate. Setiap sampel diuji dua kali.

2. Serum pada sumur pertama dihomogenkan dengan menggunakan mikropipet dan dipindahkan ke sumur kedua. Selanjutnya dilakukan pemindahan sampai sumur ke-12.

3. Antigen standar virus IB bertiter 4 HAU selanjutnya ditambahkan sebanyak 0.025 ml pada setiap sumur, kemudian dikocok selama 10 detik dan diinkubasi selama 60 menit dengan suhu 4 oC.

(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menguji 115 sampel serum ayam kampung yang berasal dari lima desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang yaitu Desa Tanjung, Parigi Mulya, Pada Mulya, Wanasari dan Jati. Seluruh sampel diperoleh dari ayam kampung yang tidak pernah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin IB strain apapun dan dipelihara secara ekstensif di sekitar peternakan sektor satu dan dua. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa dari 115 sampel tersebut 91% diantaranya positif mengandung antibodi terhadap virus infectious bronchitis (IBV) (Tabel 1). Berdasarkan umurnya, sampel dibedakan menjadi sampel asal ayam muda dan ayam dewasa. Ayam muda adalah ayam yang berumur kurang dari tiga bulan, sedangkan ayam yang lebih dari tiga bulan dikategorikan dewasa. Pada penelitian ini diperoleh 62 sampel asal ayam muda dan 53 sampel ayam dewasa. Berdasarkan pengujian diketahui bahwa prevalensi serologis terhadap IBV di kelima desa adalah 85% pada ayam dewasa sedangkan pada ayam muda sebesar 95%. Tingginya prevalensi serologis ini menggambarkan bahwa paparan virus IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara cukup tinggi, karena sampel yang diuji pada penelitian ini diperoleh dari ayam kampung yang tidak pernah divaksinasi. Dengan demikian, antibodi yang terbentuk pada ayam kampung tersebut merupakan akibat interaksi antara virus IB yang ada di lingkungan tempat pemeliharaaan/umbaran ayam-ayam tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa keberadaan virus IB di lingkungan ayam kampung di Kecamatan Cipunegara cukup tinggi.

(51)

Penelitian terhadap seroprevalensi IBV telah dilakukan di beberapa negara baik pada peternakan komersial maupun pada ayam kampung. Seroprevalensi IBV pada ayam broiler dan ayam kampung yang diteliti di Grenada adalah sebesar 31.01%. Angka prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan sebelumnya di negara lain. Di Yordania, 90% dan 61.4% penyakit respirasi menunjukkan hasil seropositif terhadap galur virus IB 4/91 dan D274 (Roussan et al. 2009). Di Pakistan, survei yang dilakukan di peternakan komersial, 88% flok menunjukkan hasil seropositif mengandung antibodi M-41, sedangkan 40, 52 dan 8% flok positif terhadap galur virus IB D274, D1466 dan 4-91 (Ahmad et al. 2007). Seroprevalensi yang tinggi dilaporkan di Nigeria Barat Daya yaitu sebesar 82.7% (Emikpe et al. 2010). Seroprevalensi IBV pada ayam kampung di Mexico dilaporkan 56.5% (Guitirrez et al. 2000). Seroprevalensi IBV di Bangladesh dilaporkan mencapai 100% (Das et al. 2009). Berdasarkan gambaran berbagai penelitian tersebut mengindikasikan bahwa seroprevalensi IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara tinggi. Tingginya seroprevalensi ini dapat disebabkan oleh banyaknya virus yang bersirkulasi di lingkungan tempat pemeliharaan ayam kampung.

(52)

Keberadaan virus IB di Kecamatan Cipunegara hampir merata di lima desa yang di uji sampelnya, terbukti dengan prevalensi serologis IBV pada semua desa cukup tinggi. Berdasarkan pengujian terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara, seroprevalensi IBV di beberapa desa mencapai 100%. Dari lima desa yang di uji sampelnya, ayam kampung muda di empat desa terpapar IBV sebanyak 100%, yaitu desa Tanjung, Parigi Mulya, Pada Mulya, dan Jati. Ayam kampung muda di Desa Wanasari terpapar IBV sebanyak 70%. Ayam kampung dewasa yang 100% terpapar IBV terdapat di Desa Pada Mulya dan Jati. Ayam kampung dewasa di Desa Tanjung, Parigi Mulya, dan Wanasari terpapar IBV masing-masing 82, 90, dan 56%. Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 2.

(53)

Mulya

Dewasa 3 3 100 8,00 ±

0

Muda 4 4 100 7,25 ±

0,96

Desa Wanasari

Dewasa 9 5 56 2,88 ±

3,36

Muda 10 7 70 5,63 ±

3,67

Desa Jati

Dewasa 14 14 100 8,00 ±

0

Muda 13 13 100 7,85 ±

0,55

Total 115 104 90 6,81 ±

1,41

Virus IB selain menyerang ayam komersial juga menyerang ayam kampung. Ayam kampung yang biasanya tidak pernah diperhatikan atau divaksin oleh pemiliknya akan menjadi pembawa dan tempat berkembangnya virus. Kurangnya perhatian peternak terhadap status kesehatan ayamnya tidak hanya di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdelqader et al. (2007) di Yordania, hanya 15% peternak ayam kampung yang berkonsultasi dengan dokter hewan dan sangat sedikit yang menerapkan higiena.

(54)

(McMulin 2004). Pola pemeliharaan ayam kampung yang semiintensif atau diumbar bahkan hidup bebas berkeliaran tanpa dikandangkan memungkinkan ayam memiliki kontak yang luas terhadap ayam lainnya sehingga penyebaran virus IB terjadi dengan cepat.

Ayam dewasa yang terinfeksi virus IB umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata atau bersifat infeksi subklinis (Jordan 1990). Implikasi dari kondisi infeksi subklinis adalah ayam memiliki status sebagai pembawa virus dan menyebarkannya ke ayam lain maupun lingkungan. Menurut Adene et al. (1985) ayam kampung merupakan faktor yang memiliki pengaruh signifikan dalam transmisi penyakit IB. Kondisi tingginya prevalensi penyakit IB pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara menjadi faktor penting dalam usaha pengendalian penyakit IB pada unggas di wilayah tersebut, sehingga untuk mengatasi penyebaran virus IB pada unggas komersial juga harus memperhatikan status kesehatan ayam kampung.

Karakteristik virus IB yaitu sangat sulit untuk dikontrol terkait kemampuan berubahnya yang cepat dan beradaptasi terhadap inang, kemudian muncul serotip baru atau dikenal dengan varian baru (Jackwood 2001). Varian virus IB cukup tinggi di lingkungan, hal ini disebabkan karena banyaknya virus di lingkungan sehingga tindakan vaksinasi tidak lagi efektif. Sampai saat ini, lebih dari 60 serotip atau varian IBV telah diidentifikasi di seluruh dunia (Ignajatovic & Sapats 2000; Yu et al. 2001). Transmisi melalui aerosol terjadi pada ayam yang memiliki kontak dengan jarak 1,5 meter dengan ayam lainnya, sehingga faktor angin menjadi predisposisi yang cukup penting dalam penyebaran penyakit IB. Pengaruh angin berkontribusi dalam penyebaran penyakit IB antar peternakan dengan jarak 1 200 meter (Cumming 1970).

(55)

ayam harus dijaga sebaik mungkin jika ayam terserang penyakit IB, ayam diberi pakan feed additif , pada air minum ditambahkan vitamin dan mineral, serta suhu dan kelembaban kandang harus dijaga senyaman mungkin.

(56)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan prevalensi serologis penyakit infectious bronchitis pada ayam kampung di Kecamatan Cipunegara, Kabupaten Subang menggunakan metode HI adalah sebesar 91% dengan rataan titer 26.81 ± 1.41.

Saran

(57)

STUDI SEROPREVALENSI

INFECTIOUS BRONCHITIS

PADA

AYAM KAMPUNG DI KECAMATAN CIPUNEGARA,

KABUPATEN SUBANG

RICO FASLAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Abdelqader A, Wollny CBA, Gauly M. 2007. Characterization of local chicken production systems and their potential under different levels of management practice in Jordan [artikel]. Germany: George August University Göttingen.

Adene DF, Oyejide A, Owoade AA. 1985. Studies on the possible roles of naturally infected Nigerian local chickens and vaccine virus in the epidermiology of infectious bursal disease. Rev Elevage Med Vet Pays Trop 38:122-126.

Ahmad ZK, Naeem, Hameed K. 2007. Detection and seroprevalence of infectious bronchitis virus strains in commercial poultry in Pakistan. Poult Sci J 86: 1329-1335.

Aini I. 1990. Indigenous chicken production in South-East Asia. World’s Poultry Sci J 46:51-57.

Anonim. 2002. Bagaimana sistem kekebalan tubuh ayam bekerja. http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=articl e&sid=788 [15 Agustus 2011].

Anonim. 2008. Infectious bronchitis (Bronkhitis infeksiosa). http://www.vet-klinik.com [13 Februari 2011].

Anonim. 2010. Vaksin IB inaktif. http://www. Pustaka.litbang.deptan.go.id [13 Februari 2011].

Butcher GD, Shapiro DP, Miles RD. 2002. Infectious bronchitis virus: classical

and variant strains1. http://www.

edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/PS/PS03900.PDF

Cavanagh D, Naqi SA. 1997. Infectious bronchitis. Di dalam: Calnek BW, Barnes HJ, Bearol CW, Daugald LRM, and Saif YM, editor. Disease of Poultry. Ed ke-10. Lawa: Lawa University Press.

Cumming RB. 1970. Studies on Australian infectious bronchitis virus. Apparent farm to farm airborne transmission of infectious bronchitis virus. Avian Dis 14:191-195.

Darmana W, Sukma ES. 2003. Ayam Lignin Ayam Kampung Unggul Cina. Depok: Penebar Swadaya.

Das SK, Khan MSR, Das M. 2009. Seroprevalence of infectious bronchitis in chicken in Bangladesh. Bangl J vet Med 7: 249-252.

Dessie T, Ogle B. 2001. Village poultry production system in the Central Highlands of Ethiopia. Trop Anim Health Prod 33:521-537.

Gambar

Tabel 1 Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di Kabupaten
Tabel 2 Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di
Tabel 1 Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di Kabupaten
Tabel 2 Hasil pengujian HI terhadap sampel serum ayam kampung di lima desa di

Referensi

Dokumen terkait

Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustin (2015), Acheampong, Agalega & Shibu (2014), menunjukkan bahwa DER secara statistik berpengaruh

Helicobacter pylori mempunyai habitat pada lapisan mukus lambung yang menutupi mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa lambung.. Bersifat tissue and host

Soho akan banyak diminati karena harga jualnya lebih murah dibandingkan ruko, tidak hanya itu fasilitas SOHO juga dinilai lebih baik jika dibandingkan ruko.. “Jika dibandingkan

Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan PT SUCOFINDO maupun Perusahaan BUMN lainnya dalam melakukan evalusi terhadap kebijakan penyaluran pinjaman program

Pokja Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan Pascakualifikasi

[r]

pelaksanaan kegiatan pembelajaran apakah sudah sesuai atau belum dengan variabel - variabel yang terdapat pada Model Pembelajaran Kontekstual. Dalam penelitian ini

Kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali adalah anak perempuan tidak mempunyai hak sebagai ahli waris terhadap harta warisan orang tuanya sesuai dengan