MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap siswa salah satu SMP Negeri di Kota Bandung)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh: Siti Hafitria NIM. 1308094
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
ABSTRAK
Siti Hafitria. (1308094). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem
Solving (CPS) dan siswa yang memperoleh pendekatan ekspositori. Rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu: (1)Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada kelas ekspositori? (2)Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada kelas ekspositori? (3)Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis? Metode penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen dengan desain berbentuk kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 22 Bandung. Sampel penelitian yakni siswa kelas VIII-A dan VIII-B SMP Negeri 22 Bandung yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem
Solving (CPS) dan kelas kontrol memperoleh pendekatan ekspositori. Data hasil
penelitian diolah dengan menggunakan bantuan software Minitab 16, SPSS 22 dan Microsoft Excel. Untuk membandingkan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, dilakukan uji Mann-Whitney pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil yaitu: (1)Pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada siswa kelas Ekspositori, (2)Pencapaian dan peningkatan kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada siswa kelas Ekspositori, (3)Terdapat korelasi positif antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kemampuan berpikir kreatif matematis.
PERNYATAAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
UCAPAN TERIMA KASIH... iv
ABSTRAK... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
E. Definisi Operasional... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 12
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 12
B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 17
C. Creative Problem Solving... 22
D. Teori Belajar yang Mendukung... 26
E. Penelitian yang Relevan... 28
F. Hipotesis Penelitian... 31
BAB III METODE PENELITIAN... 32
A. Desain Penelitian... 32
B. Populasi dan Sampel... 33
C. Variabel Penelitian... 33
D. Instrumen Penelitian... 34
Matematis...
2. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis...
3. Analisis Korelasi antara Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis...
55
69
81
B. Pembahasan... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 94
A. Kesimpulan... 94
B. Saran... 95
DAFTAR PUSTAKA... 96
Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Berpikir Kreatif Matematis... 40
Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 41
Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal... 42
Tabel 3.7 Indeks Kesukaran Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Berpikir Kreatif Matematis... 43
Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda... 44
Tabel 3.9 Daya Pembeda Soal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis... 44
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis... 45
Tabel 3.11 Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi... 47
Tabel 3.12 Klasifikasi Koefisien Korelasi... 52
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 56
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 69
Tabel 4.3 Hasil uji Korelasi Spearman’s Rho... 82
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa... 89
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Observasi terhadap Aktivitas Guru... 90
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Prosedur Creative Problem Solving (CPS)... 24
Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian... 53
Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas CPS.... 59
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Ekspositori... 60
Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas CPS.... 63
Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Ekspositori... 64
Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas N-Gain
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas CPS.... 66
Gambar 4.8 Hasil Uji Normalitas N-Gain
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas
Ekspositori... 67
Gambar 4.9 Rata-Rata Skor Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis... 70
Gambar 4.10 Rata-Rata N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis... 70
Gambar 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas CPS... 72
Gambar 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas Ekspositori... 73
Gambar 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas CPS... 75
Gambar 4.14 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas Ekspositori... 76
Gambar 4.15 Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus Pembelajaran... 100
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas
Eksperimen... 103
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol... 135
Lampiran 2 Bahan Ajar (Lembar Kerja Siswa)... 159
Lampiran 3 Kisi-Kisi Penulisan Soal Instrumen Tes Kemampuan
Kunci Jawaban Soal Tes Pemecahan Masalah dan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 180
Pedoman Penskoran... 187
Lampiran 4 Hasil Skor Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 193
Validitas Butir Soal... 195
Reliabilitas Instrumen Tes... 197
Indeks Kesukaran Butir Soal... 199
Daya Pembeda Butir Soal... 201
Lampiran 5 Hasil Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah... 203
Statistik Deskriptif... 205
Hasil Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah... 206
Statistik Deskriptif... 208
Hasil Pengolahan Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah... 209
Statistik Deskriptif... 211
Lampiran 6 Hasil Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.... 212
Statistik Deskriptif... 214
Hasil Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 215
Statistik Deskriptif... 217
Hasil Pengolahan Data N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 218
Statistik Deskriptif... 220
Lampiran 7 Hasil Observasi
Lampiran 8 Dokumentasi Foto Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menyongsong generasi emas Indonesia tahun 2045,
pemerintah dan segenap komponen bangsa tentunya harus mempersiapkan sumber
daya manusia Indonesia agar dapat membangun negara menjadi negara yang
makmur, sejahtera, kompetitif serta berkontribusi dalam pembangunan peradaban
dunia. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih
banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua
berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai
puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab
itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumber
daya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui
pendidikan agar tidak menjadi beban (Lampiran Permendikbud Nomor 68 tahun
2013).
Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam rangka mempersiapkan
sumber daya manusia Indonesia menyongsong masa depan yang lebih baik.
Pemerintah pun telah menetapkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang
diamanatkan oleh konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
pasal 31 ayat 3.
Pembelajaran matematika sebagai bagian yang terdapat dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah memiliki tujuan pembelajarannya tersendiri
seperti tercantum dalam standar isi Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yaitu agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat
2. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain
untuk menjelaskan masalah;
3. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dan membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika;
4. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh; dan
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah (BSNP, 2006).
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata
pelajaran matematika dikemukakan juga bahwa mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif, serta kemampuan bekerja sama (BSNP, 2006).
Begitu pula dalam Permendikbud lampiran III nomor 58 tahun 2014
tercantum bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik dapat:
1. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu
membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik
dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam
pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika
(kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami
masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperolehtermasuk dalam rangka memecahkan
4. Mengkomunikasikan gagasan,penalaran serta mampu menyusun bukti
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung
tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun,
demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks,
lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka,
memiliki kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
7. Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan
matematika.
8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau
kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu memperkuat sekaligus
membutuhkan yang lain.
Tujuan pembelajaran matematika seperti yang telah diungkapkan di atas
mengisyaratkan pada pentingnya kemampuan pemecahan masalah yang harus
dimiliki siswa. Menurut Sovhick (dalam Kusmaydi, 2010), bahwa latihan
pemecahan masalah akan dapat menghasilkan individu-individu yang kompeten
dalam bidang matematika, karena memiliki manfaat yang besar bagi penanaman
kompetensi matematis siswa. Begitu pula Turmudi (2008) menegaskan dengan
menggunakan pemecahan masalah siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk
tekun, keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa,
yang akan dipakai dalam kehidupan sehari-hari sekalipun di luar masalah
matematika. Menurut Matlin (1994), pemecahan masalah merupakan kompetensi
strategis yang ditunjukkan siswa dalam memahami masalah, memilih strategi
pemecahan, membuat model, dan mengembangkan strategi untuk menyelesaikan
tidak hanya dalam menyelesaikan masalah matematis tapi juga dalam menghadapi
permasalahan lain di kehidupan sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh National Council of
Teachers of Mathematics yang menekankan pemecahan masalah sebagai fokus
sentral dalam kurikulum matematika (NCTM, 2000). Tidak saja kemampuan
pemecahan masalah menjadi alasan untuk mempelajari matematika, tetapi
pemecahan masalah pun memberikan suatu konteks dimana konsep-konsep dan
kecakapan dipelajari. Selain itu, pemecahan masalah merupakan wahana-wahana
utama untuk membangun kecakapan-kecakapan berpikir tingkat tinggi. NCTM
menyatakan dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa mampu:
1. Membangun pengetahuan baru melalui pemecahan masalah;
2. Memecahkan masalah matematika maupun dalam konteks lain;
3. Menerapkan dan digunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan
masalah;
4. Mengamati dan merefleksikan dalam proses pemecahan masalah matematis.
Kemampuan pemecahan masalah erat kaitannya dengan berpikir kreatif.
Kiesswetter (dalam Pehkonen, 1997) mengemukakan bahwa dalam
pengalamannya, berpikir fleksibel yang merupakan suatu komponen dalam
berpikir kreatif adalah salah satu kemampuan paling penting, bahkan mungkin
yang utama, yang harus dimiliki oleh seorang problem-solver yang baik. Di dalam
memilih dan mengembangkan berbagai alternatif strategi pemecahan masalah
tentunya diperlukan kreativitas. Saat ini kemampuan berpikir kreatif sangat
dibutuhkan karena perkembangan teknologi dan informasi begitu pesat. Setiap
individu harus memiliki kreativitas agar dapat bersaing dalam menghadapi era
globalisasi.
Selain itu Pehkonen (1997) juga mengemukakan bahwa: (1) pemecahan
masalah dapat mengembangkan kemampuan kognitif umum, (2) pemecahan
masalah dapat mengembangkan kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan
salah satu bagian dari proses aplikasi matematis, (4) pemecahan masalah
Banyak yang beranggapan bahwa matematika tidak berkaitan dengan
kreativitas. Menurut Pehkonen (1997), kreativitas adalah topik yang sering
diabaikan dalam pembelajaran matematika. Biasanya guru beranggapan bahwa
logika adalah hal yang paling dibutuhkan dalam pembelajaran matematika dan
kreativitas tidak begitu penting dalam pembelajaran matematika. Namun di sisi
lain, kita tidak bisa memungkiri bahwa perkembangan ilmu matematika oleh para
matematikawan merupakan hasil dari potensi berpikir kreatifnya.
Matematika sering dipandang sebagai ilmu yang kaku, memaksa, dan tidak
menumbuhkan kreativitas. Anggapan itu tidak sepenuhnya dapat dikatakan benar.
Matematika tentu memiliki karakteristik kreativitasnya sendiri. Banyak hal dalam
pembelajaran matematika yang dapat menumbuhkan proses berpikir kreatif.
Dewasa ini banyak penemuan-penemuan serta inovasi-inovasi di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang ditunjang oleh kreativitas dalam
menerapkan ilmu matematika di dalamnya. Dengan menyimak paparan pendapat
para ahli tersebut maka nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah dan
berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan yang penting untuk dicapai
oleh siswa.
Memang tidak dapat dipungkiri juga bahwa selama ini pembelajaran
matematika yang berlangsung di sekolah masih belum optimal dalam merangsang
siswa untuk berpikir kreatif, inovatif, dan berorientasi pada pemecahan masalah.
Selain itu menurut Baroody (1993), dalam pandangan tradisional
kebanyakan orang mempercayai bahwa pembelajaran matematika pada intinya
adalah proses yang bersifat penerimaan pasif. Siswa dipandang tidak memiliki
pengetahuan dan pembelajaran merupakan proses penyerapan informasi yang
diperlukan. Dalam pandangan ini, bagaimana memecahkan masalah, bernalar, dan
komunikasi, jikalau pun diajarkan, hanya merupakan informasi yang harus
dihapal oleh siswa.
Namun banyak penelitian di masa kini yang menyarankan bahwa
pengetahuan yang bermakna dan berguna sebaiknya tidak hanya secara langsung
diserap oleh siswa namun harus secara aktif dibangun oleh siswa. Agar siswa
secara aktif terlibat dalam proses pemecahan masalah, bernalar maupun
komunikasi dalam pembelajaran.
Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa masih belum optimal.
Berdasarkan apa yang dialami penulis selama mengajar di salah satu Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di kota Bandung, baik itu dilihat dalam proses
pembelajaran sehari-hari di kelas maupun dalam hasil tes sebagian besar siswa
dapat mengerjakan soal-soal rutin yang telah mereka peroleh contoh cara
pengerjaannya tapi begitu mendapatkan soal tidak rutin yang memerlukan
kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, mereka cenderung
mengalami kesulitan. Begitupula dengan yang dikemukakan oleh para guru
matematika dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di SMP
tersebut.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh para peneliti terdahulu.
Supriatna (dalam Kusmawan, 2012) memberikan gambaran bahwa soal-soal
pemecahan masalah belum dikuasai responden. Dalam penelitiannya yang
dilakukan terhadap siswa SMP terungkap bahwa hanya 25,70% siswa yang
mampu menjawab dengan benar. Setiawan (2008) berdasarkan penelitiannya juga
mengungkapkan bahwa siswa yang mampu menjawab soal-soal pemecahan
masalah dengan benar yaitu sebanyak 23,3%.
Tentunya banyak faktor yang dapat mempengaruhi capaian siswa dalam
pembelajaran. Seperti diungkapkan oleh Marpaung (2002) bahwa salah satu faktor
tersebut yaitu faktor internal mengenai proses pembelajaran matematika dan
assesmennya. Dan untuk mengakomodir tuntutan perubahan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan tersebut diperlukan beberapa perubahan
diantaranya perubahan paradigma pembelajaran, perubahan pendekatan dan
model pembelajaran matematika.
Paradigma pembelajaran yang berlangsung saat ini sedikit demi sedikit
telah bergeser pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered
learning). Dalam student-centered learning, siswa merupakan pusat perhatian dari
berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu, siswa juga perlu diberikan pengertian
bahwa matematika bukanlah sesuatu yang menakutkan yang jauh dari kehidupan
sehari-hari mereka. Siswa perlu diberikan pandangan bahwa matematika adalah
ilmu yang berhubungan erat sekali dengan kehidupan sehari-hari dan banyak
kegunaannya. Jika siswa merasa senang dengan matematika dan merasakan
betapa pentingnya penggunaan matematika untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, tentunya diharapkan kemampuan matematis siswa akan
meningkat.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan
pemecahan masalah matematis dan berpikir kreatif matematis siswa yaitu
pembelajaran dengan pendekatan Creative Problem Solving. Menurut Pepkin
(2000), Creative Problem Solving adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan
kreativitas. Creative Problem Solving merupakan representasi dimensi-dimensi
proses yang dialami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. Creative Problem
Solving merupakan pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab
siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari awal.
Adapun Torrance (1972) dalam penelitiannya menemukan bahwa salah
satu pendekatan pembelajaran yang telah berhasil diterapkan untuk dapat
meningkatkan kreativitas siswa dalam pemecahan masalah yaitu Creative
Problem Solving yang dikembangkan oleh Osborn-Pames. Dalam penelitiannya
Torrance menemukan bahwa siswa yang tidak dilatih untuk berpikir kreatif dalam
pembelajaran di kelas memiliki kesulitan dalam menemukan solusi dibandingkan
siswa yang dilatih. Sehingga pembelajaran yang dapat meningkatkan berpikir
kreatif siswa perlu untuk diterapkan di kelas.
Berdasarkan uraian permasalahan dan pendapat-pendapat para ahli di atas,
maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa SMP dengan
B. Rumusan Masalah Penelitian
Perumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah
diungkapkan yaitu:
1. Apakah pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
3. Apakah pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
5. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis
dan kemampuan berpikir kreatif matematis?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas maka
tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengkaji dan membandingkan pencapaian kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti
pembelajaran ekspositori.
2. Mengkaji dan membandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti
pembelajaran ekspositori.
3. Mengkaji dan membandingkan pencapaian kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti
pembelajaran ekspositori.
4. Mengkaji dan membandingkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti
pembelajaran ekspositori.
5. Mengkaji hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan
kemampuan berpikir kreatif matematis.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu
diantaranya:
1. Bagi siswa, penerapan pendekatan Creative Problem Solving dalam
pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
2. Bagi guru, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan
pembelajaran untuk diterapkan di kelas khususnya dalam upaya
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan
berpikir kreatif matematis.
3. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
E. Definisi Operasional
Berikut ini adalah definisi dari beberapa istilah yang terdapat dalam
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini diartikan
sebagai kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang
telah dimiliki sebelumnya dalam menghadapi dan menemukan solusi dari masalah
matematika yang tidak rutin dihadapinya. Kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut ini:
a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah matematis;
b. Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah matematis;
c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematis
dan atau di luar matematika;
d. Memeriksa kembali kebenaran hasil atau jawaban.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan berpikir kreatif matematis yang dimaksud dalam penelitian
ini diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mengajukan solusi yang bervariasi
dan mungkin baru dalam menyelesaikan suatu masalah matematis yang
dihadapinya. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diukur adalah
yang berhubungan dengan aspek kognitif menggunakan pendekatan produk yaitu
dengan cara melihat hasil jawaban dari instrumen tes kemampuan berpikir kreatif
matematis. Adapun indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang
digunakan yaitu:
a. Fluency (kelancaran), siswa dapat menemukan beberapa gagasan untuk
memecahkan masalah matematis yang diberikan,
b. Flexibility (keluwesan), siswa dapat menemukan gagasan yang berbeda
dalam memecahkan masalah matematis,
c. Originality (orisinalitas), siswa dapat menemukan gagasan baru dalam
memecahkan masalah matematis,
d. Elaboration (elaborasi), siswa dapat memperinci atau memperluas gagasan
3. Creative Problem Solving
Pendekatan Creative Problem Solving adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti
dengan penguatan kreativitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan
langkah-langkah pembelajaran yang mengadopsi prosedur-prosedur dalam
pendekatan Creative Problem Solving seperti yang diungkapkan oleh Pepkin
yaitu: (1) Klarifikasi Masalah, (2) Pengungkapan Gagasan, (3) Evaluasi dan
Seleksi (4) Implementasi.
4. Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah yang menjadi tempat
penelitian diantaranya yaitu dengan menggunakan pendekatan ekspositori. Dalam
pendekatan ekspositori, guru menjelaskan materi di awal pembelajaran,
memberikan contoh-contoh soal, dan juga terdapat tanya-jawab antara guru
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkaji hubungan
sebab-akibat antara pemberlakuan pendekatan pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) dengan upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu metode penelitian
yang digunakan yaitu kuasi eksperimen. Metode ini dipilih karena seperti halnya
dalam sebuah penelitian eksperimen atau percobaan, yang ingin diketahui dalam
penelitian kuasi eksperimen adalah juga hubungan sebab-akibat. Pada metode
kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetap peneliti
menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994). Metode ini digunakan
dengan pertimbangan, subjek telah berada dalam kelompok (kelas) sebelum
penelitian dilaksanakan dan tidak memungkinkan untuk mengacak ulang subjek
yang ada di sekolah karena akan berbenturan dengan kebijakan sekolah.
Dalam penelitian ini kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving
sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Ekspositori. Hasil dari kelompok kontrol dijadikan
sebagai pembanding bagi kelompok eksperimen.
Desain penelitian yang digunakan berbentuk desain kelompok kontrol
non-ekivalen. Pada desain ini subjek tidak dikelompokkan secara acak murni namun
peneliti berusaha agar diperoleh kelompok kontrol dan eksperimen yang seserupa
mungkin (Ruseffendi, 1994). Pretes dan postes menjadi standar yang dipakai
untuk membedakan pencapaian dan peningkatan antara dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pretes dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah dan berpikir kreatif
matematis siswa sebelum diberi perlakuan pembelajaran. Sedangkan postes
setelah masing-masing kelas mendapat perlakuan yang berbeda. Diagram desain
eksperimen yang akan dilakukan adalah sebagai berikut (Ruseffendi, 1994):
O X O
O O
Keterangan:
O : pretes dan postes yang diberikan kepada kelas kontrol dan eksperimen.
X : kelas yang diberi perlakuan pendekatan pembelajaran Creative
Problem Solving.
: sampel tidak diambil secara acak.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII SMP
Negeri 22 Bandung. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VIII-A dan VIII-B SMP Negeri 22 Bandung.
Teknik pengumpulan sampel (sampling) pada penelitian ini tidak mungkin
dilakukan secara acak sederhana karena siswa sudah ditentukan kelasnya dari
awal tahun pelajaran yaitu di semester ganjil sedangkan penelitian ini dilakukan
pada waktu semester genap. Oleh karena itu sampling yang mungkin dilakukan
adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengumpulan
sampel yang dilakukan dengan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2007). Sampel yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan dari
pihak sekolah (guru mata pelajaran matematika dan Kepala Sekolah) serta dosen
pembimbing. Pemilihan dua kelas yang akan menjadi kelas kontrol dan
eksperimen dilakukan melalui pengundian dari sembilan kelas yang setara dan
memiliki karakteristik sama di kelas VIII. Kemudian penentuan kelas yang akan
menjadi kelas kontrol atau kelas kelas eksperimen dilakukan berdasarkan
pengundian dari dua kelas yang telah terpilih sebelumnya.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yakni variabel bebas dan
sebab terjadinya perubahan sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang menjadi
akibat atau dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi
variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan
pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa tes yang digunakan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif
matematis.
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis
Tes yang digunakan adalah tes kompetensi matematika yang terdiri dari
tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes yang diberikan pada setiap kelas
kontrol dan kelas eksperimen baik soal pretes maupun postes sama. Tes awal
dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah dan berpikir
kreatif matematis pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Sedangkan tes
akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya
perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pendekatan pembelajaran yang
diterapkan. Pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif
matematis antara siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran Creative
Problem Solving maupun pembelajaran Ekspositori.
Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan
berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal
uraian. Soal berbentuk uraian ini dimaksudkan agar proses dan cara berpikir
siswa, serta ketelitian siswa dalam menyelesaikan soal tes dapat terlihat dengan
jelas. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ruseffendi (1991) bahwa
salah satu kelebihan tes uraian adalah kita bisa melihat dengan jelas proses
bentuk uraian juga amat baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang
telah dimiliki siswa dengan pengertian materi yang sedang dipikirkannya
(Suherman dkk, 2003).
Langkah-langkah penyusunan instrumen tes kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal yang didalamnya mencakup materi, tingkat kesukaran
tiap butir soal, dan jumlah soal yang akan dibuat.
b. Menyusun soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir
kreatif matematis. Kisi-kisi dan soal tes tercantum dalam lampiran.
c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk
mengetahui validitas isi dan validitas muka.
Secara lengkapnya, kisi-kisi penulisan soal, soal serta pedoman penskoran dari tes
kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis yang digunakan
dalam penelitian ini tercantum dalam Lampiran 3.
Instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam
pretes maupun postes. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tersebut. Instrumen
tes diujicobakan kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan
disampaikan dalam penelitian. Uji coba ini dilaksanakan kepada siswa kelas IX
pada salah satu SMP di Kota Bandung. Hasil uji coba secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Materi yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini yaitu garis
singgung persekutuan dua lingkaran. Materi ini terdapat pada materi ajar
matematika SMP kelas VIII semester genap. Adapun pedoman penskoran yang
diterapkan dalam penelitian ini untuk tes kemampuan pemecahan masalah dapat
dilihat pada Tabel 3.1. Sementara itu pedoman penskoran untuk tes berpikir
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Indikator Respon jawaban siswa terhadap soal Skor Mengidentifi
Tidak menuliskan apapun tentang apa yang diketahui. 0 Hal yang dituliskan menunjukkan interpretasi yang salah. 1 Hal yang dituliskan menunjukkan pemahaman yang
terbatas.
2
Hal yang dituliskan menunjukkan pemahaman yang cukup. 3 Hal yang dituliskan menunjukkan pemahaman yang lengkap serta dapat mengidentifikasi faktor penting yang relevan dengan masalah tersebut.
Tidak dapat merepresentasikan strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika.
0
Menuliskan representasi strategi pemecahan ke dalam bentuk model matematika namun tidak tepat.
1
Menuliskan representasi strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika namun belum cukup atau belum lengkap.
2
Menuliskan representasi strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika yang tepat namun solusi yang diperoleh masih belum benar.
3
Menuliskan representasi strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika secara tepat dan lengkap, serta diperoleh solusi yang benar.
4
Tidak menuliskan strategi apapun. 0 Menuliskan strategi yang tidak tepat atau tidak jelas
sehingga tidak mengarah pada penyelesaian masalah.
1
Menuliskan strategi namun tidak cukup atau tidak lengkap untuk menyelesaikan masalah.
2
Menuliskan strategi yang cukup tepat namun belum lengkap dalam menyelesaikan masalah.
3
Menuliskan strategi yang tepat dan lengkap dalam menyelesaikan masalah.
Tidak menuliskan apapun. 0 Melakukan pemeriksaan jawaban namun tidak mengarah
pada solusi yang tepat.
1
Melakukan pemeriksaan jawaban namun belum lengkap. 2 Melakukan pemeriksaan jawaban namun secara lengkap
namun diperoleh solusi yang tidak tepat
3
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Indikator Respon jawaban siswa terhadap soal Skor Kelancaran
(fluency)
Tidak menggambarkan satu pun kemungkinan . 0 Menggambarkan kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan namun tidak tepat atau tidak jelas.
1
Menggambarkan kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan dengan tepat namun terbatas hanya satu.
2
Menggambarkan lebih dari satu kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan namun kurang jelas.
3
Menggambarkan lebih dari satu kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan dengan tepat dan jelas.
4
Keluwesan (flexibility)
Tidak menuliskan ide/ gagasan apapun. 0 Menuliskan satu ide/ gagasan untuk menyelesaikan
masalah namun terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga diperoleh solusi yang tidak tepat.
1
Menuliskan satu ide/ gagasan untuk menyelesaikan
masalah dan diperoleh solusi yang tepat. 2 Menuliskan lebih dari satu ide/ gagasan yang berbeda
untuk menyelesaikan masalah namun terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga diperoleh solusi yang tidak tepat.
3
Menuliskan lebih dari satu ide/ gagasan yang berbeda untuk menyelesaikan masalah sehingga diperoleh solusi yang tepat.
4
Keaslian (originality)
Tidak menuliskan apapun . 0 Menuliskan cara yang digunakan lebih dari 20 siswa. 1 Menuliskan cara yang digunakan oleh 11 – 20 siswa. 2
Tidak menuliskan gagasan atau langkah-langkah apapun dalam memecahkan masalah. 0 Menguraikan gagasan dalam memecahkan masalah
namun tidak tepat dan tidak mengarah pada solusi. 1 Menguraikan gagasan namun kurang detil 2 Menguraikan gagasan secara detil dalam memecahkan
masalah sehingga diperoleh solusi yang tepat.
a. Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid (absah atau sahih) apabila instrumen
tersebut mampu mampu mengevaluasi atau mengukur apa yang seharusnya akan
diukur. Oleh karena itu, untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaknya
dilihat dari berbagai aspek diantaranya validitas isi dan validitas muka.
1) Validitas isi
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari
segi materi yang dievaluasikan yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai alat
evaluasi tersebut merupakan sampel representatif dari penguasaan yang dikuasai.
Arikunto (2001) menyatakan bahwa validitas isi (content validity) artinya tes yang
digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang diukur. Suatu tes
matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur
Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator yang telah
ditentukan. Pertimbangan para pakar (dosen) juga sangat berperan dalam
menyusun validitas isi suatu instrumen dalam hal yang berkaitan dengan konsep
matematikanya.
2) Validitas Muka
Validitas muka sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi
yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas
pengertiannya atau tidak menimbulkan multitafsir. Validitas muka adalah derajat
kesesuaian tes dengan jenjang sekolah atau pendidikan peserta didik. Soal tes
disesuaikan dengan tingkat pendidikan subyek penelitian.
3) Validitas Butir Soal
Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki
oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu
totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut
(Sudjana, 2005). Sebuah butir soal valid jika mempunyai dukungan yang besar
terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan
rumus korelasi produk momen pearson (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990)
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= skor siswa pada tiap butir soal
= skor total tiap responden (siswa)
= jumlah peserta tes
Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas di atas
menggunakan kriteria menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990)
seperti tercantum dalam Tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien validitas Interpretasi
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah
Tidak valid
Hasil perhitungan validitas butir soal dari uji coba instrumen tes
kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis disajikan dalam
Tabel 3.4. Adapun hasil skor uji coba instrumen tes kemampuan pemecahan
masalah dan berpikir kreatif matematis secara lengkap dapat dilihat dalam
Lampiran 1. Dari lima soal pemecahan masalah matematis yang diujicobakan
terdapat dua soal yang memiliki validitas sedang dan tiga soal memiliki validitas
Sementara itu hasil perhitungan validitas butir soal untuk tes berpikir
kreatif matematis terdapat satu soal yang memiliki validitas tinggi dan empat soal
memiliki validitas sedang.
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal
Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan
yang diukur
No.
Soal
Validitas butir soal
Koefisien validitas Interpretasi Keterangan
Pemecahan
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan
untuk menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Sugiyono (2007)
mendefinisikan reliabilitas alat ukur sebagai “ketetapan alat ukur dalam mengukur
apa yang diukurnya, yang artinya kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan
memberikan hasil ukur yang sama. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa
bentuk uraian dapat dihitung dengan menggunakan rumus Alpha (dalam
Suherman dan Sukjaya, 1990) sebagai berikut:
[ ] [ ∑ ]
Keterangan:
= banyak butir soal (item)
∑ = jumlah varians skor tiap item = varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
digunakan kriteria menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990).
Penafsiran harga korelasi reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien reliabilitas Interpretasi
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah
Sangat Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas tes kemampuan pemecahan
masalah matematis diperoleh koefisien reliabilitas yaitu 0,71. Sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis
ini memiliki reliabilitas yang tinggi. Sementara itu, untuk reliabilitas tes berpikir
kreatif matematis diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,70 sehingga dapat
dinterpretasikan bahwa instrumen tes berpikir kreatif matematis tersebut
reliabilitasnya tinggi.
c. Indeks Kesukaran
Arikunto (2001) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat
dinyatakan sebagai butir-butir soal yanng baik, apabila butir-butir soal tersebut
tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak
merangsang siswa untuk memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan
menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena
Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai
dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas
dan siswa kelompok bawah dilakukan dengan cara mengurutkan dahulu skor
siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (2001) menyatakan bahwa
untuk kelompok kecil, ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi dan
50% siswa yang skornya terendah. Sedangkan untuk kelompok besar, ambil
sebanyak 27% siswa yang skornya tertinggi dan 27% siswa yang skornya
terendah. Selanjutnya masing-masing kelompok disebut kelompok atas dan
kelompok bawah. Indeks kesukaran pada masing-masing butir soal yang
berbentuk uraian dihitung dengan menggunakan rumus:
̅
Keterangan:
= indeks kesukaran
̅ = rata-rata skor untuk masing-masing nomor
= skor maksimal ideal (SMI) untuk masing-masing nomor
Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut
Suherman dan Sukjaya (1990) tercantum dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal
Indeks kesukaran Klasifikasi
Terlalu Sukar
Sukar
Sedang
Mudah
Sangat Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk
Tabel 3.7
Tingkat Kesukaran Butir Soal
Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan yang
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya dya pembeda disebut
indeks diskriminasi atau Discriminatory Power (DP) yang berkisar antara 0,00
sampai dengan 1,00. Discriminatory Power (DP) atau daya pembeda dihitung
dengan membagi siswa ke dalam dua kelompok yaitu : kelompok atas (the higher
group) merupakan kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah
(the lower group) merupakan kelompok siswa yang tergolong rendah. Untuk
menentukan daya pembeda digunakan rumus:
Keterangan:
= jumlah skor kelompok bawah
= jumlah skor ideal kelompok atas
Kriteria penafsiran Daya Pembeda (DP) suatu butir soal menurut Suherman
dan Sukjaya (1990) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk
masing-masing butir soal seperti yang tercantum dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Daya Pembeda Soal
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis
Rekapitulasi dari hasil uji coba instrumen tes kemampuan pemecahan
masalah dan berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penelitian ini
disajikan dalam Tabel 3.10 berikut ini.
Tabel 3.10
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis
No.
dikonsultasikan kembali kepada dosen pembimbing, seluruh soal tersebut
dinyatakan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
dan berpikir kreatif matematis.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan
informasi mengenai aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung.
Instrumen lembar observasi ini diisi oleh seorang observer yaitu guru mata
pelajaran matematika yang mengajar di sekolah tempat penelitian berlangsung.
mengetahui apakah pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan skenario
pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya.
E. Prosedur Penelitian
Untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, ditempuh beberapa tahap seperti yang diuraikan berikut ini. Alur
kegiatan penelitian secara ringkas tercantum dalam gambar 3.1.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan
beberapa kegiatan diantaranya yaitu:
a. Mengidentifikasi permasalahan dan melakukan kajian pustaka terhadap
pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving,
kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis.
b. Menyusun proposal, seminar proposal dan perbaikan proposal.
c. Menyusun instrumen tes, membuat rencana pembelajaran, merancang bahan
ajar di bawah bimbingan dosen pembimbing.
d. Mengurus perijinan untuk melaksanakan penelitian di sekolah yang
bersangkutan.
e. Melakukan uji coba instrumen yang dilanjutkan dengan menganalisis
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya serta
melakukan revisi.
f. Memilih sampel kelas kontrol dan kelas eksperimen secara acak.
g. Menyusun perangkat pembelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap dimana pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Creative Problem Solving dilaksanakan. Peneliti akan
bertindak sebagai pengajar baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
a. Memberikan pretes pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen untuk
mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah dan berpikir kreatif
matematis siswa.
b. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Creative Problem Solving
pada kelas eksperimen dan pembelajaran ekspositori pada kelas kontrol.
c. Memberikan postes pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
3. Tahap Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan nantinya akan dianalisis, di mana data kuantitatif
yang berasal dari pretes dan postes akan dianalisis secara statistik sedangkan data
kualitatif yang berasal dari hasil observasi akan dianalisis secara deskriptif.
4. Tahap Analisis Data
Pengolahan data kuantitatif yang berasal dari pretes dan postes siswa akan
dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) komputer
yaitu Minitab versi 16 dan SPSS versi 22. Dari skor pretes dan postes diperoleh
nilai gain ternormalisasi (n-gain) untuk mengukur peningkatan kemampuan
pemecahan masalah dan kreativitas matematis siswa. Rumus n-gain yang
digunakan di sini yaitu nilai gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake
(dalam Meltzer, 2002) sebagai berikut:
Hasil perhitungan rata-rata gain ternormalisasi tersebut kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake seperti yang
tercantum dalam Tabel 3.11.
Tabel. 3.11
Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi
Nilai n-gain Klasifikasi
Tinggi
Rendah
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas
dilakukan terhadap skor pretes, postes dan nilai gain ternormalisasi (n-gain) dari
masing-masing kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Dengan hipotesis sebagai
berikut.
H0 : Data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Data sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Oleh karena ukuran sampel dalam penelitian ini adalah 36 maka uji
normalitas yang digunakan yaitu uji Shapiro-Wilk. Taraf signifikansi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu = 5%, dengan kriteria pengujian yaitu:
H0 diterima jika nilai Sig. (p-value) , atau
H0 ditolak jika nilai Sig. (p-value) .
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan
terhadap skor pretes, postes dan n-gain dari masing-masing kelas kontrol maupun
kelas eksperimen dengan hipotesis sebagai berikut ini.
H0 : Data sampel berasal dari populasi yang variansnya homogen.
H1: Data sampel berasal dari populasi yang variansnya tidak homogen.
Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu = 5%,
dengan kriteria pengujian yaitu:
H0 diterima jika nilai Sig. (p-value) , atau
H0 ditolak jika nilai Sig. (p-value) .
c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata yang digunakan bergantung pada hasil uji
hasil uji normalitas diperoleh kesimpulan bahwa data sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal maka dilanjutkan pengujian homogenitas variansnya.
Selanjutnya jika data sampel berasal dari populasi yang variansnya homogen
maka dilanjutkan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t dua
sampel independen. Jika data sampel berasal dari populasi yang variansnya tidak
homogen maka dilakukan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t’.
Jika data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
maka selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas dan kemudian menggunakan
uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Terdapat beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini seperti
yang telah dikemukakan pada Bab II. Untuk hipotesis penelitian “Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving (CPS) lebih baik
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori”, hipotesis statistik
yang diajukan untuk uji perbedaan dua rata-ratanya yaitu:
H0:
Rata-rata skor postes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
H1:
Rata-rata skor postes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) lebih dari kelas Ekspositori.
Dan untuk menguji hipotesis penelitian “Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori”, hipotesis statistik yang
diajukan yaitu:
H0:
Rata-rata n-gain kemampuan pemecahan masalah matematis matematis siswa
kelas Creative Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
Rata-rata n-gain kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) lebih dari kelas Ekspositori.
Untuk menguji hipotesis penelitian “Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran Ekspositori” maka hipotesis statistik yang diajukan
yaitu:
H0:
Rata-rata skor postes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
H1:
Rata-rata skor postes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) lebih dari kelas Ekspositori.
Hipotesis penelitian “Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving (CPS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori” diuji dengan menggunakan hipotesis statistik:
H0:
Rata-rata n-gain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas Creative
Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
H1:
Rata-rata n-gain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas Creative
Problem Solving (CPS) lebih dari dengan kelas Ekspositori.
Serangkaian pengujian terhadap data skor pretes, postes, nilai gain
ternormalisasi baik dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah maupun
berpikir kreatif matematis yang diperoleh tersebut secara ringkas dapat dilihat
dalam Gambar 3.2.
Untuk melihat adanya hubungan antara dua kemampuan yaitu kemampuan
pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis maka dilakukan penghitungan
koefisien korelasi terhadap hasil tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir
kreatif matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan pembelajaran. Jika data
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka digunakan formula
product-moment correlation atau disebut juga Pearson’s correlation untuk
menghitung koefisien korelasinya. Rumus untuk menentukan koefisien korelasi
Pearson yaitu:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= skor siswa pada tiap butir soal
= skor total tiap responden (siswa)
= jumlah peserta tes
Jika data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
maka formula yang digunakan yaitu rank-order correlation atau disebut juga Spearman’s rho correlation. Rumus untuk menentukan koefisien korelasi Spearman yaitu:
∑
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= selisih peringkat (rank) dan
= jumlah peserta tes
Interpretasi untuk nilai koefisien korelasi tersebut menurut Guilford
(Suherman, 2003) terbagi ke dalam kategori-kategori seperti tercantum dalam
Tabel 3.12
Klasifikasi koefisien korelasi
Koefisien korelasi Interpretasi
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah
Sangat rendah
Sementara itu, untuk menguji hipotesis penelitian “Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis”
maka hipotesis yang diuji yaitu:
H0 : Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan
berpikir kreatif matematis siswa.
H1 : Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan berpikir
Studi Pendahuluan: Identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, dan lain-lain.
Penyusunan Proposal Penelitian, Seminar Proposal, dan Perbaikan Proposal
Pengembangan Bahan Ajar, Penyusunan Instrumen Penelitian
Uji Coba Instrumen dan Perbaikan Instrumen
Pretes
Kelas Kontrol (Ekspositori) Kelas Eksperimen (Creative
Problem Solving)
Postes
Analisis Data
Gambar 3.1
Alur Kegiatan Penelitian
Gambar 3.2
Alur Tahap Analisis Data
Data Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
(skor pretes, postes, dan n-gain)
Uji Statistik Parametrik
Uji Normalitas
Uji Statistik Non-Parametrik Mann-Whitney
Uji Homogenitas
Uji-t’ Dua Sampel Independen Uji-t Dua
Sampel
Kesimpulan
Kesimpulan Kesimpulan
Normal Tidak Normal
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian serta
pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV terdapat beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving (CPS) diantaranya yaitu:
1. Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Ekspositori.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Ekspositori. Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas Creative Problem Solving berada
pada kategori sedang, sementara itu kelas Ekspositori berada pada kategori
rendah.
3. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving
lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Ekspositori.
4. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving
lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Ekspositori. Peningkatan kemampuan kreativitas
matematis siswa kelas Creative Problem Solving berada pada kategori
5. Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemecahan masalah
matematis dengan berpikir kreatif matematis. Korelasi antar keduanya
termasuk dalam kategori korelasi tinggi.
B. Saran
Berdasarkan beberapa temuan dalam penelitian ini, maka penulis
mengajukan beberapa saran diantaranya yaitu:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif
matematis.
2. Dalam menganalisis capaian belajar siswa, selain diukur dengan
menggunakan instrumen tes kuantitatif juga diperlukan instrumen lain
diantaranya jurnal perkembangan belajar siswa agar dapat terpantau
perkembangan siswa selama proses pembelajaran.
3. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan
kemampuan berpikir kreatif matematis, siswa juga perlu lebih banyak
mendapatkan soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah dan kemampuan
berpikir kreatif matematis.
4. Untuk menunjang keberhasilan penerapan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan Creative Problem Solving diperlukan bahan ajar
yang lebih menarik dan mengandung masalah matematis yang lebih
kontekstual.
5. Penelitian ini terbatas populasinya yaitu siswa SMP Negeri kelas VIII di kota
Bandung, untuk kepentingan penelitian selanjutnya agar diperoleh
generalisasi yang lebih luas maka disarankan untuk memperluas populasi