Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) 2011, 20 Desember 2011, ISSN 2089-3051
PERILAKU MEKANIK SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI
DENGAN SISTEM INJEKSI FILLER
Hendrik Wijaya1, Wiryanto Dewobroto2
1
Mahasiswa Magister Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, Email:[email protected] 2
Lektor Kepala Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, Email: [email protected]
ABSTRAK
Sambungan yang tidak mengalami slip (mekanisme slip kritis) merupakan hal yang penting pada struktur jembatan, karena bila slip terjadi, sifat beban reversal akan menyebabkan fatigue pada sambungan sehingga berdampak pada kegagalan struktur. Slip adalah fenomena pergerakan pelat pada celah (ruang kosong) / gap antara baut dengan sisi tebal lubang pelat, ini dapat terjadi karena diameter lubang pada pelat lebih besar dibandingkan diameter baut itu sendiri. Walaupun desain yang dilakukan telah berdasarkan mekanisme slip kritis (gaya aksi berada di bawah tahanan slip), seiring dengan berjalannya waktu dan peningkatan aktifitas, beban berlebih dapat terjadi pada jembatan. Hal ini dapat mengakibatkan beban aksi melebihi tahanan slip sehingga mekanisme berpindah menjadi mekanisme tumpu. Walaupun mekanisme tumpu memiliki kuat yang lebih tinggi dari beban yang ada, beban reversal jembatan menyebabkan baut menumpu sisi lubang pelat secara bolak balik pada kedua sisi lubang secara berulang-ulang. Kondisi yang berulang ini menyebabkan sambungan mengalami fatigue dan berakibat pada kegagalan jembatan. Oleh karena itu slip pada sambungan struktur jembatan harus dihindari.Jika celah (ruang kosong) yang ada dihilangkan tanpa mengganggu toleransi pelaksanaan (lubang baut tetap lebih besar daripada diameter baut) misalnya dengan cara mengisi celah tersebut dengan filler (setelah proses ereksi) berupa material cair (memudahkan pengisian) yang kemudian mengeras menjadi material mutu tinggi, maka ruang kosong sebagai prasarana gerakan baut seperti pada saat slip dapat terhindari. Dengan adanya filler di atas, slip tidak akan terjadi. Pada saat beban yang ada melebihi tahanan slip,maka tumpu antara baut dengan dengan filler langsung bekerja sehingga sambungan bebas slip dapat tercapai.
Kata kunci: sambungan baut, slip, slip kritis, celah, filler
1. PENDAHULUAN
Struktur jembatan memiliki sifat pembebanan yang berbeda dengan struktur gedung pada umumnya. Beban bergerak pada jembatan rangka baja mengakibatkan beban reversal (bolak balik) pada setiap member rangka jembatan. Adanya beban reversal yang mengakibatkan fatigue tersebut mengharuskan sambungan tipe slip kritis digunakan pada struktur jembatan (AASHTO 2005).
Mekanisme slip kritis hanya dapat dicapai dengan memberikan gaya pretensioning pada baut sedemikian rupa hingga terjadi friksi pada bidang kontak efektif pelat-pelat sejajar gaya. Pada proses pengalihan gaya, mekanisme slip kritis terjadi lebih dahulu. Apabila gaya yang terjadi melampaui tahanan slip sambungan maka slip akan terjadi sehingga pengalihan gaya berpindah menjadi mekanisme tumpu.
Slip adalah fenomena pergerakan pelat pada celah (ruang kosong) / gap antara baut dengan sisi tebal lubang pelat, ini dapat terjadi karena diameter lubang pada pelat lebih besar dengan diameter baut itu sendiri.
Walaupun desain yang dilakukan telah berdasarkan mekanisme slip kritis (gaya aksi berada di bawah tahanan slip), seiring dengan berjalannya waktu dan peningkatan aktifitas, beban berlebih dapat terjadi pada jembatan. Hal ini dapat mengakibatkan beban aksi melebihi tahanan slip sehingga mekanisme berpindah menjadi mekanisme tumpu. Walaupun mekanisme tumpu memiliki kuat yang lebih tinggi dari beban yang ada, beban reversal jembatan menyebabkan baut menumpu sisi lubang pelat secara bolak balik pada kedua sisi lubang secara berulang-ulang. Kondisi yang berulang ini menyebabkan sambungan mengalami fatigue dan berakibat pada kegagalan jembatan. Oleh karena itu slip pada sambungan struktur jembatan harus dihindari.
baut pelat baja
a.) Tidak Mengalami Slip
celah / gap
celah / gap baut
tumpu baut - pelat
pelat baja
b.) Slip Akibat Beban Bolak Balik
tumpu baut - pelat
baut pelat baja
b.1) Pasca Slip 1
b.1) Pasca Slip 2 celah /
gap
Gambar 1. Pengaruh Beban Reversal pada Mekanisme Tumpu (Wijaya 2011)
Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat diketahui bahwa adanya celah ini menjadi masalah yang dapat menyebabkan terjadinya slip. Ukuran lubang baut yang lebih besar dari diameter baut ini tidak dapat dihindari karena perlunya toleransi dan kemudahan pada saat pemasangan baut. Jika saja celah yang ada dapat dihilangkan setelah proses pelaksanaan / ereksi, maka slip tidak akan terjadi sehingga fatigue akibat slip tidak terjadi dan terhindar dari kegagalan struktur.
Jika celah yang ada dihilangkan tanpa mengganggu toleransi pelaksanaan (lubang baut tetap lebih besar daripada diameter baut) misalnya dengan cara mengisi celah tersebut dengan filler (setelah proses ereksi) berupa material cair (memudahkan pengisian) yang kemudian mengeras menjadi material mutu tinggi, maka ruang kosong sebagai prasarana gerakan baut seperti pada saat slip dapat terhindari.
Dengan adanya filler di atas, diduga slip tidak akan terjadi. Pada saat beban yang ada melebihi tahanan slip,maka tumpu antara baut dengan dengan filler langsung bekerja sehingga sambungan bebas slip dapat tercapai.
2. TINJAUAN PUSTAKA
AISC 2010 menyatakan bahwa mekanisme pengalihan gaya-gaya pada sambungan baut tipe geser ditentukan oleh:
1. mekanisme tumpu pelat tegak lurus arah gaya sambungan;
2. mekanisme friksi (slip kritis) antar pelat sejajar arah sambungan, yaitu jika ada gaya
pretensioning yang mencukupi pada baut mutu tinggi.
Mekanisme tumpu dan mekanisme friksi mempunyai formulasi yang berbeda. Mekanisme tumpu ditentukan oleh parameter diameter baut dan tebal pelat profil, sedangkan mekanisme friksi ditentukan oleh parameter koefisien slip dan gaya pretensioning pada baut mutu tinggi. Keduanya juga mempunyai sifat yang berbeda, mekanisme tumpu memberikan sifat daktail, sedangkan mekanisme friksi memberikan sifat yang non-daktail.
Pada mekanisme tumpu, kekuatan sambungan akan ditentukan oleh tebal pelat, dan diameter baut. Sehubungan dengan ketebalan profil baja hot-rolled yang mencukupi, umumnya keruntuhan pada sambungan terjadi pada baut yang mengalami geser (keruntuhan / kegagalan pada baut). Artinya baut telah digunakan secara optimal (efisien).
Gambar 2.Mekanisme Tumpu Pada Sambungan (Dewobroto 2009)
Mekanisme friksi (slip kritis) dapat bekerja apabila ada gaya pretensioning yang mencukupi pada saat pengencangan baut. Bidang friksi (plane of friction) pada Gambar 3. adalah bidang permukaan pada pelat-pelat sambung yang saling melekat erat karena gaya clamping dari pretensioning pada baut sehingga menghasilkan tekanan tegak lurus permukaan yang saling berlawanan dan seimbang. Hubungan kedua pelat sambungan tersebut menghasilkan tahanan friksi yang merupakan sumber kekuatan mekanisme friksi.
gaya reaksi gaya aksi
baut mutu tinggi tegangan tumpu pada bidang kontak antara pelat dan baut geser pada baut
slip/deformasi bidang kontak
Pa eban lebih b ontak antara alam peraliha umpu (failure
npa adanya p
Gamba
ada konstruk umpu saja,
enyambung / tap pada str inamik akiba ada kompone
mbatan rang
ASHTO 200 esar, getaran esain dengan
arena adany mekanisme sl ang bekerja, ntuk membe an gaya beba besar dari ta a baut denga an gaya pad e). Slip yang
peningkatan
ar 4. Beban V
ksi gedung s artinya kuat / profil samb ruktur berup at beban berg
en struktur je gka yang dap
05 menyatak besar atau te n mekanisme
ya beban rev ip kritis. Ses
tetapi AAS er yang men ang mengalam
ya aksi
ya clamping dari pretensioning
r 3. Mekanism
friksi (slip k an yang ada ahanan friksi an tebal pela da sambunga
terjadi ini d gaya tahanan
VS Deformasi
sambungan t sambunga bung. Berbed pa beban sta gerak. Beban embatan. Jad at mengalam
kan bahwa sa egangan dan
slip kritis.
versal, maka suai dengan SHTO mensy ngalami gaya mi beban rev
bidang kontak
me Friksi Pada
kritis) yang a. Mekanism i yang ada at yang mer an hingga ak dapat diindik n sambungan
Tipikal Samb
baut tipe ge an hanya di da dengan str atis saja, pad n bergerak in di pada struk mi gaya tarik
ambungan ya n regangan ya
sambungan AASHTO b yaratkan bah a tekan saja versal harus m
tah
baut m efektif
a Sambungan
dihasilkan d e ini bekerja
hingga sam rupakan dim khirnya samb asikan denga n.
bungan Baut M
eser yang di itentukan ol ruktur gedun da struktur j ni merupakan ktur jembatan
dan gaya tek
ang mengala ang berdamp
pada konstr bahwa jika t hwa mekani
dari tahanan f a hingga sua mbungan men n beban reve n terdapat me kan secara be
ami beban re pak pada day
ruksi jembat terjadi slip m isme tumpu
member bra an mekanism
si
2009)
friksi antar p atu batasan d ngalami slip ekanisme tum
galami kegag a penambaha
(Kulak et.al. 2
anya sebatas r baut dan bangunan ge ban tetap be ersal (beban
ember penyu ergantian teru
eversal, beba ya layan struk
tan harus me maka mekan
hanya dapa
acing, denga
me slip kritis.
pelat bekerja dimana gaya dan terjadi mpu bekerja us menerus.
an tumbukan ktur harus di
engandalkan nisme tumpu at digunakan an kata lain
Mekanisme tumpu di atas memang harus dihindari karena dengan adanya celah akibat lubang baut yang lebih besar daripada baut dapat menyebabkan tumpu baut-pelat secara berulang-ulang (lihat Gambar 1.). Hal inilah yang tidak diijinkan AASHTO karena tumpu dengan adanya celah tersebut dapat menyebabkan fatigue.
Di sisi lain kemungkinan untuk terjadinya slip dapat selalu ada. Adanya kemungkinan beban berlebih dapat menyebabkan gaya beban lebih besar daripda tahanan slip kritis. Jika hal ini terjadi maka slip akan terjadi sehingga dapat membahayakan struktur sesuai penjelasan di atas.Masalah beban berlebih sering menjadi penyebab kegagalan struktur jembatan di Indonesia. Sebut saja Jembatan Air Beliti (Sumatera Selatan, 1995), Jembatan Cipunagara (Jawa Barat, 2004), Jembatan Air Lingsing (Sumatera Selatan, 2006), ketiganya merupakan jembatan rangka baja yang mengalami keruntuhan disebabkan karena kelebihan beban. Adanya kasus beban berlebih ini tentu erat kaitannya dengan beban yang terjadi diatas beban desain slip.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa perilaku pasca slip adalah mekanisme tumpu. Tumpu yang berulang-ulang dapat menyebabkan fatigue. Hal ini yang dapat menjadi penyebab kegagalan jembatan. Kasus ketiga jembatan yang gagal akibat beban berlebih di atas tidak dilengkapi dengan data pendukung seperti yang penulis angkat, ini dapat terjadi karena minimnya survei dan evaluasi kegagalan jembatan di Indonesia. Namun hal ini dapat terjawab dengan mempelajari kasus Jembatan Musi II yang saat ini masih digunakan.
Jembatan Musi II merupakan jembatan rangka baja yang berada di Palembang, Sumatera Selatan ini dibangun pemerintah antara tahun 1993-1994. Jembatan dengan lebar 9 meter dan panjang 600 meter ini sering mendapatkan beban berlebih sehingga mengalami kerusakan yang cukup parah dan masih digunakan hingga saat ini.
Prof. Dr. Sohei Matsuno, seorang pakar jembatan berkebangsaan Jepang yang merupakan Guru Besar di Universitas Sriwijaya, Palembang melakukan pengamatan pada Jembatan Musi II. Pada tahun 2000 didapatkan bahwa tingkat goyangan jembatan sebesar sekitar 5 cm (normal). Saat ini (2011) tingkat goyangan telah melebihi 10 cm (berbahaya). Selain itu juga didapatkan 6 (enam) buah baut pada sambungan yang patah dan ratusan baut lainnya kendur. (Sumber: http://www.seputar-indonesia.com)
Banyaknya baut yang kendur menjadi indikasi bahwa telah terjadi slip pada sambungan akibat adanya beban berlebih, dimana beban yang ada ada lebih besar daripada tahanan slip. Tingkat goyangan yang tinggi juga mendukung pernyataan telah terjadi slip. Tingkat goyangan yang tinggi ini merupakan dampak dari fenomena tumpu yang terjadi terus menerus akibat beban bolak-balik. Jika hal ini tidak ditangani secara serius maka bukan tidak mungkin Jembatan Musi II akan mengalami kegagalan struktur hingga ambruk seperti pada ketiga jembatan yang telah disebutkan di atas.
Biasanya dalam pelaksanaan di lapangan, besarnya pengencangan baut yang diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah melalui kalibrasi dengan pengujian tension calibrator. Namun nilai pretensioning yang telah diberikan pada suatu baut dalam suatu konstruksi tidak dapat diketahui dengan tepat pada saat inspeksi di lapangan (Kulak 2005)
The inspector and the designer must realize that it is a reality that the bolt pretension itself cannot be determined during the inspection process for most building and bridge applications. (Kulak 2005)
Dari uraian di atas dapat diketahui slip dapat selalu saja terjadi. Slip tersebut bisa terjadi karena adanya celah akibat lubang baut lebih besar daripada diameter baut. Adanya celah tersebut menjadi masalah dalam menghindari terjadinya slip pada sambungan padahal celah tersebut berguna sebagai toleransi dan kemudahan pada saat pemasangan. Jika celah tersebut dihilangkan setelah proses pelaksanaan / erection dengan mengisi celah tersebut dengan filler maka slip tidak akan terjadi.
baut
celah / gap
Gambar 5.Celah Pada Lubang Sambungan
3. METODA PENELITIAN
Untuk menghindari terjadinya slip pada sambungan maka celah yang ada harus dihilangkan. Jika lubang baut dibuat sama besar dengan ukuran diameter baut, maka celah pada sambungan tidak akan ada dan slip tidak akan terjadi. Cara ini tidak dapat digunakan, karena jika tidak disiapkan celah maka akan sangat menyulitkan pemasangan di lapangan. Sebagai toleransi minimum, lubang ukuran standar tetap mensyaratkan diameter lubang lebih besar 2 mm daripada diameter baut, perbedaan ini bertujuan untuk toleransi pemasangan di lapangan.
Pemikiran yang ada adalah pengaruh celah pada sambungan harus dihilangkan setelah proses pemasangan di lapangan. Dengan cara ini maka toleransi untuk kemudahan pemasangan tidak akan terganggu. Untuk menghilangkan celah tersebut maka setelah pemasangan dilakukan, celah tersebut diisi dengan filler. Filler ini harus berupa material yang bersifat cair agar memudahkan pengisian dan setelah waktu tertentu material tersebut harus dapat mengeras sehingga dapat langsung mengalihkan mekanisme tumpu dari baut penuju pelat sambungan.
baut pelat baja
a.) Sistem Konvensional
baut pelat baja
B.) Sistem Filler Filler celah /
gap
Gambar 6.Filler Memenuhi Celah Sebagai Penghambat Ruang Gerak Slip
kaku, tanpa ada deformasi yang berarti, resiko terjadinya fatigue akibat beban bolak balik dapat dihindari.
ring / washer celah / gap kosong ()
ccelah / gap kosong ()
ring / washer
celah / gap kosong (2) ccelah / gap kosong (2)
ring / washer celah / gap dengan filler ()
celah / gap dengan filler ()
a.) Sebelum dibebani
b ) Sesudah dibebani (P > P slip) celah / gap kosong (konvensional)
b ) Sesudah dibebani (P > P slip) celah / gap dengan filler
P
P
P
P
Gambar 7. Dampak Penggunaan Filler Pada Sambungan (Wijaya 2011)
Pada Gambar 7 dapat terlihat bahwa dengan metode konvensional / tanpa filler (Gambar 7.b) setelah terjadi slip, masing-masing pelat bergerak ke arah kerja gaya sebesar sehingga besar celah menjadi sebesar 2 pada salah satu sisi dari masing –masing pelat (pelat atas dan pelat bawah). Pada sambungan dengan menggunakan filler (Gambar 7.c), pada saat beban lebih besar dari tahanan slip (slip kritis), celah tetap seperti semula seperti sebelum dibebani yaitu sebasar pada kedua sisi masing-masing pelat karena pelat tidak dapat bergerak (ruang gerak dibatasi oleh
filler)
Walaupun tipe sambungan slip kritis yang mengambil peran pada peralihan gaya sambungan pada konstruksi. AISC dan AASHTO mensyaratkan bahwa kuat tumpu tetap perlu diperhitungkan dalam mengambil alih gaya-gaya yang terjadi. Artinya kuat tumpu tetap harus didesain lebih tinggi daripada kuat slip kritis yang ada, jadi pada saat terjadi beban berlebih (overload), kuat tumpu mengambilh alih proses transfer gaya dari mekanisme friksi.
Beban reversal pada jembatan dapat menyebabkan fatigue pada sambungan akibat adanya slip (lihat Gambar 1). Fatigue mengakibatkan kegagalan sambungan jembatan dapat terjadi pada saat beban yang bekerja berada dibawah tahanan tumpu ultimate, dengan kata lain kuat tumpu ultimate tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Masing-masing jenis benda uji dilakukan pengujian sebanyak tiga kali. Di bawah ini merupakan konfigurasi benda uji yang dimaksud.
t pelat = 16 mm
t pelat = 8 mm
t pelat = 16 mm
Bagian Sambungan Yang Di-Uji TRANSDUCER
a.) Tampak Depan b.) Tampak Samping
Gambar 8. Konfigurasi Pengujian Sambungan
Perlu diingat bahwa penelitian ini menitikberatkan pada pentingnya menghindari fenomena slip yang biasa terjadi. Dengan adanya filler pada celah, pada saat mekanisme tumpu mengambil alih gaya-gaya yang ada, filler akan berfungsi sebagai penghambat ruang gerak slip dan slip tidak akan terjadi sesuai dengan hipotesa.
Pengujian berupa uji tarik beban statik dilakukan di Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan Puskim, Bandung. Untuk menarik benda uji digunakan Mesin UTM (Universal Testing Machine). Mesin UTM yang tersedia adalah UTM dengan kapasitas 200 ton dengan merk TOKYOKOKI.
4. HASIL PENELITIAN
a.) S
a.
a.) Se
Sistem Konve
Gambar
)Sebelum Ke
Gambar
ebelum Kerun
Gamba
ensional
r 9.Benda Uji
eruntuhan
r 10.Benda Uj
ntuhan
ar 11.Benda Uj
b.)
Terpasang Pa
b.) Sesu
ji Sistem Konv
b.)
ji Sistem Injek
Sistem Injek
ada Mesin UT
udah Kerunt
vensional 3
) Sesudah Ke
ksi Filler 1
ksi Filler
TM
tuhan
5.
embahasan p stem konven
Gamb
ada sambung mekanisme tum
aut hingga ak rik pelat bera
ada sambung aya – perpin ukup besar se
erilaku slip y ritis menyeb arena adanya
ada kisaran onvensional ambungan ya
erilaku samb erilaku sistem aja slip kriti poxy.
erilaku berbe an sebalikny ambungan m
0
penelitian d nsional denga
bar 12. Kurva
gan sistem k mpu mengam khirnya terja ada di bawah
gan dengan s dahan yang ecara tiba-tib
yang biasany abkan terjad a celah pada l
gaya di baw dan injeksi f ang bekerja bungan siste m injeksi fill
s dan mend
eda akan terl a pada samb mengalami m
0
Gaya – Perpin
konvensiona mbil alih pro adi kegagalan
h kuat geser b
sistem injeks dihasilkan d ba.
ya terjadi ak dinya perpind lubang samb
wah 7500 kg
filler berhim
adalah sama em konvens
ler tidak dap
dapatkan duk
lihat pasca s bungan injek
al, slip terjad oses pengalih
n geser pada baut.
i filler, terlih dapat dilihat
kibat gaya b dahan yang bungan.
g sebelum te mpit (relatif s a yaitu meka
ional pada pat diketahui kungan dari
lip kritis, dim ksi filler, slip
umpu. Pada
di pada kisa han gaya-gay a baut atau ke
hat bahwa fen bahwa tidak
beban yang t besar secara
erjadi slip kr ama) karena anisme slip tahap ini a keberadaany mekanisme
mana pada s p tidak terjad
sambungan
aran gaya 50 ya. Tumpu ter egagalan tari
nomena slip k adanya lon
terjadi lebih a mendadak.
ritis, seluruh a memang pa
kritis. Perlu dalah slip k ya apakah sl
tumpu akib
sambungan k di. Pada taha sistem kon 30.00 35.0
m) an
Sistem Konve
Sistem Konve
Sistem Injeks
Sistem Injeks
Sistem Injeks
-perpindahan
dan Injeksi Fi
000 - 7500 k rjadi antara p ik pada pelat
tidak terjadi ncatan perpin
besar dari . Perpindaha
kurva bend ada tahap ini u menjadi ca kritis murni, lip kritis mur bat adanya i
konvensional ap ini jelas k nvensional tu
00 40.00 ensional 2
ensional 3
i Filler 1
i Filler 2
i Filler 3
n benda uji
iller
kg sehingga pelat dengan t ketika kuat
i. Dari kurva ndahan yang
tahanan slip an ini terjadi
da uji sistem i mekanisme atatan bahwa , sedangkan rni atau bisa injeksi filler
antara dua buah elemen yaitu baut dengan pelat, sedangkan pada sistem injeksi filler, tumpu terjadi antara tiga buah elemen yaitu baut – epoxy – pelat.
Adanya filler epoxy yang mengisi celah tersebut mengakibatkan slip tidak terjadi. Pada saat gaya yang bekerja lebih besar dari tahanan slip, pelat berusaha bergerak untuk menumpu pada baut, namun adanya filler, gerak dari pelat tersebut menjadi terbatas, sehingga tumpu langsung terjadi tanpa adanya perpindahan yang berarti. Mekanisme tumpu yang langsung terjadi adalah tumpu antara pelat dengan epoxy. Filler epoxy berperan dalam mengalihkan gaya dari pelat menuju baut. Jadi di satu sisi tumpu terjadi antara pelat dengan epoxy, di sisi epoxy lainnya tumpu terjadi antara epoxy dengan baut.
Di sisi lain slip yang tidak dapat terjadi akibat celah yang ada dihilangkan / diisi dengan filler epoxy tidak mengganggu keberadaan / fungsi celah itu sendiri sebagai toleransi pelaksanaan pada saat pemasangan baut. Keberadaan sistem sambungan injeksi filler ini selain mumpuni dalam hal kekuatan namun juga tidak mengganggu kepentingan-kepentingan lainnya. Dengan kata lain sistem sambungan ini memberikan dampak positif pada kinerja sambungan tanpa memberikan pengaruh negatif atau kekurangan lainnya.
Sementara itu kaitannya dengan penggunaan sistem sambungan ini pada sambungan jembatan rangka baja yang mengalami beban bolak-balik, sambungan sistem ini telah membuka peluang tersendiri. Tentunya slip yang telah dapat dihindarkan ini membuka peluang untuk menghindari terjadinya resiko fatigue akibat tumpu bolak-balik antara pelat dengan baut yang diprasarani oleh celah pada lubang sambungan. Ini sesuai dengan hipotesis yaitu ketika ada beban berlebih yang melebihi kapasitas slip kritis, slip tidak akan terjadi sehingga resiko-resiko yang sebelumnya mungkin terjadi dapat dihindari. Terlalu dini untuk mengatakan sambungan sistem injeksi filler ini merupakan sambungan yang tahan terhadap fatigue, namun peluang menuju arah tersebut terbuka luas mengingat hasil yang telah dicapai pada penelitian ini.
6. KESIMPULAN
Keberadaan slip pada sambungan struktur baja dapat menjadi masalah tersendiri. Keberadaan slip yang disebabkan adanya celah pada lubang sambungan menyebabkan slip dapat selalu terjadi jika gaya yang terjadi melebih tahanan slip. Di sisi lain keberadaan celah tersebut tetap harus dipertahankan sehingga toleransi untuk pelaksanaan dapat tercapai.
Penelitian ini telah memberikan solusi berupa sambungan sistem injeksi filler yang mana injeksi epoxy diberikan pada celah sambungan sehingga pengaruh celah dapat dihindarkan. Sambungan sistem injeksi filler memberikan dampak positif yaitu menghindarkan sambungan dari fenomena slip. Fenomena slip kritis diperlukan untuk sambungan yang tahan fatigue, dengan tidak adanya slip pada sambungan sistem injeksi filler ini, maka terbuka peluang untuk meningkatkan kinerja sambungan yang tahan fatigue dengan penelitian lebih lanjut.
Dapat dilakukannya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pelita Harapan (LPPM UPH), untuk itu diucapkan terima kasih kepada lembaga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
AASHTO. AASHTO LRFD Bridge Design Specification. AmericanAssociation of StateHighway and Transportation Officials, (2004)
AISC. An American National Standard :Specification for Structural Steel Buildings (ANSI/AISC 360-10). Chicago: American Institute of Steel Construction, 2010.
Dewobroto, Wiryanto. Struktur Baja 1, Rangka Batang dan Sambungan. Januari, 2006.
Dewobroto, Wiryanto and Anthony Natanael. Penelitian Perilaku Keruntuhan Sambungan Pelat Baja Satu Sisi Menggunakan Baut Mutu Tinggi. Pra-Sidang Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Juni 2008 – unpublished.
Kulak, Geoffrey and John W. Fisher. Guide to Design for Bolted and Riveted Joints. Chicago: American Institute of Steel Construction, 2001.
Kulak, Geoffrey High Strength Bolting. Toronto: Canadian Institute of Steel Construction, 2005. Mans, D.G and J. Rodenberg. The Amsterdam Arena : a Multifunctional Stadium London, January 2001 Munse, W. H. “High-Strength Bolting”. AISC Engineering Journal, 1967.
Nikolovski, Tihomir. Injection Bolts FAKOM AD, 2009
RCSC. Specification for Structural Joints Using High Strength Bolt. Chicago: Research Council On Structural Connections, 2009.
Wijaya, Hendrik. Peningkatan Kinerja Sambungan Baut Mutu Tinggi Pada Struktur Baja Cold-formed Dengan Sistem Mekanisme Tumpu Baru. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Unpublished, 2008.
Wijaya, Hendrik dan Dewobroto, Wiryanto “Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan Baja Cold-Formed”. Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol. 15, no. 3, hal. 107 – hal. 112. Bandung, 2008.