BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit menular yang ada adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar TB umumnya menyerang paru-paru namun juga dapat menyerang organ lainnya. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini dapat menyerang pada semua orang, baik anak-anak maunpun orang dewasa. Penyakit ini sangat mudah ditularkan pada orang lain, bakteri Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas (bronkus) atau menyerang langsung ke bagian tubuh lainnya. TB Paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang dapat menular. TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia (Dep.Kes Republik Indonesia, 2012).
produktif. Laporan WHO tentang angka kejadian TBC evaluasi selama 3 tahun dari 2008, 2009, 2010 menunjukkan bahwa kejadian TBC Indonesia mencapai 189 per 100.000 penduduk. Secara global, angka kejadian kasus kejadian TBC 128 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi Mycobacterium Tuberkulosis menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut (Dep.Kes Republik Indonesia, 2012).
Berdasarkan laporan TB dunia oleh WHO (2006), Insiden TB di Indonesia terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana pemberian asuhan keperawatan TB Paru di RSUD Pandan.
1.2.2 Tujuan khusus
Menetapkan dan mengembangkan pola pikir secara ilmiah kedalam proses asuhan keperawatan serta mendapatkan pengalaman dan melaksanakan asuhan keperawatan sebagai berikut :
1. Melaksanakan pengkajian data.
3. Menentukan antisipasi masalah potensial. 4. Mengidentifikasi kebutuhan segera.
5. Menyusun rencana asuhan keperawatan sesuai dengan prioritas masalah. 6. Melaksanakan rencana asuhan sesuai masalah.
7. Mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi ilmu pengetahuan
a) Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi dunia keperawatan dalam merawat klien dengan Tuberkulosis Paru.
b) Menambah keilmuan baru yang dapat dijadikan pedoman untuk ilmu selanjutnya terutama berkaitan dengan Tuberkulosis Paru.
1.3.2 Bagi mahasiswa
a. Meningkatkan pengetahuan asuhan keperawatan Tuberkulosis Paru.
b. Menambah keterampilan mahasiswa dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis Paru.
1.3.3 Bagi lahan praktikan
a. Meningkatkan pelayanan mutu baik secara kualitas maupun kuantitas terutama pada klien dengan masalah Tuberkulosis Paru.
1.3.4 Bagi institusi pendidikan
a. Sebagai sumber kepustakaan bagi mahasiswa
b. Agar dapat digunakan sebagai wacana dari ilmu keperawatan terutama pada pasien Tuberkulosis Paru.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yaitu menggunakan metode pustaka dimana mencari bahan – bahan materi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan materi dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Tuberkulosis Paru.
1.5 Rumusan Masalah
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis Medis 2.1.1 Pengertian
TBC (Tuberkulosis paru) merupakan infeksi jaringan paru-paru oleh bakteri Myobacterium tuberculosa. Bakteri ditularkan bersama udara inspirasi. Kemudian merusak jaringan paru-paru sehingga paru-paru menjadi berongga dari berbentuk jaringan ikat di paru. (Sumber, Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk paramedis Oleh Drs. Kus Irianto, Tahun 2004).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2.1.2 Cara Penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.1.3 Resiko Penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
2.1.4 Resiko Menjadi Sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan : 1. 50% meninggal.
2.1.5 Patogenesis Tuberkulosis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4 Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun – tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain. Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.
terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
2.1.6 Gejala Penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
2.1.7 Gejala Sistemik/ Umum :
1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan. 4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2.1.8 Gejala Khusus:
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/ darah.
2.1.9 Diagnosis Tuberkulosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah :
1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. 2. Pemeriksaan fisik.
5. Rontgen dada (thorax photo). 6. Uji tuberkulin.
2.1.10 Diagnosis TB. Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
• S (Sewaktu) :
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. • P (Pagi) :
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. • S (Sewaktu) :
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2.1.11 Indikasi Pemeriksaan Foto Thoraks
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
2.1.12 Diagnosis TB Ekstra Paru :
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
2.1.13 Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi :
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis. 2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
2.1.14 Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “Definisi Kasus” yang meliputi empat hal , yaitu :
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah : 1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai.
2. Registrasi kasus secara benar.
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif. 4. Analisis kohort hasil pengobatan.
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi.
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective). 3. Mengurangi efek samping.
2.1.15 Klasifikasi Berdasarkan ORGAN Tubuh Yang Terkena: 1) Tuberkulosis Paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru
2.1.16 Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan DAHAK Mikroskopis, yaitu pada TB Paru :
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
2.1.17 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat kePARAHan Penyakit. 1) TB paru BTA Negatif Foto Thoraks Positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk Berat dan Ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB Ekstra - Paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB Ekstra Paru Ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB Ekstra-Paru Berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan :
• Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. • Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
2.1.18 Klasifikasi Berdasarkan RIWAYAT Pengobatan Sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
positif setelah selesai pengobatan ulangan. Catatan :
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
2.2 Tinjaun Teoritis Keperawatan 2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan Nafas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam hari, menggigil dan/ atau berkeringat Mimpi buruk
Tanda : Takikardia, takipnea, dispnea pada kerja Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut) b. Integritas ego
Gejala : Adanya faktor stress lama Masalah keuangan, rumah
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan
Tanda : menyangkal (khususnya selama tehap dini) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang c. Makanan/ cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan Tak dapat mencerna Penurunan berat badan
Tanda : Turgor kulit buruk, kering/ kulit bersisik d. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang Tanda : berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi, gelisah e. Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif Nafas pendek
Riwayat Tuberculosis/ terpajan pada individu terinfeksi
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura)
Pengembangan pernafasan tak simetris (efusi pleurol)
Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural)
Bunyi nafas tubuler dan/ atau bisikan pektoral diatas lesi luas Krekels tercatat di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic)
Karakteristi sputum hijau/ purulen, mukoid kuning atau bercak darah. Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut) f. Keamanan
Gejala : Adanya kondisi peka imun contoh AIDS, kanker, tes HIV positif Tanda : Demam rendah atau sakit panas
g. Interaksi sosial
Gejala : Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular
Perubahan pola biasa dalam anggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
h. Penyuluhan pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga TB
Ketidakmungkinan umum/ status kesehatan buruk Gagal untuk membaik/ kambuhnya TB
Tidak berpartisipasi dalam terapi
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 6,6 hari
i. Pemeriksaan diagnostik
Kultur sputum : Positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam-cepat
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Jalan nafas tak efektif dapat berhubungan dengan reaksi radang alveolus. 2. Nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
3. Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, salah interprestasi informasi.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d pertahanan primer tidak adekuat kerusakan jaringan / infeksi.
5. Resti pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
2.2.3 Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan I
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas pasien dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan irama dan kedalaman serta pengunaan otot aksesori
Rasional : penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi mengi menunjukkan akumulasi sekret
2. Berikan pasien posisi semi fowler, bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
3. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea Rasional : mencegah obstruksi/ inspirasi
4. Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali ada kontraindikasi
Rasional : Masukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan seret 5. Kolaborasi lembabkan udara/ oksigen inspirasi
2. Diagnosa Keperawatan II
Tujuan : Menunjukan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
Intervensi :
1. Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik
Rasional : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
2. Pastikan pola diet biasa pasien yang tidak disukai/ disukai
Rasional : Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet
3. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu
4. Selidiki anoreksia, mual muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat. Awasi frekwensi, volume, konsistensi faeces.
3. Diagnosa Keperawatan III
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk belajar. Contoh tingkat takut masalah, kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi media terbaik, siapa yang terlibat.
Rasional : belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik, dan tingkatkan pada tahap individu
2. Tekankan pentingnya mempertahankan tinggi protein dan diet karbohidrat serta masukan cairan adekuat.
Rasional : mematuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan
3. Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat.
Rasional : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pegulangan menguatkan belajar 4. Anjurkan untuk tidak merokok
Rasionalisasi : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan
5. Kaji bagaimana TB ditularkan
4. Diagnosa Keperawatan IV Tujuan : Nyeri tidak ada
Kriteria : Klien melaporkan nyeri terkontrol, tampak rileks dan istirahat dengan baik, berprestasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
1. Tanyakan klien tentang nyeri, tentukan karakteristik yeri, buat tentang intensitas pada skala 0-10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena peradangan pada paru yang dapat melibatkan visera saraf atau jaringan tulang. 2. Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional : Penggunaan skala rentang membantu klien dalam mengkaji tingkat nyeri memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik, meningkatkan kontrol nyeri.
3. Berikan tindakan kenyamanan, dorongan penggunaan relaksasi.
Rasional : Masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
4. Berikan analgesik rutin sesuai indikasi, khususnya 45-60 menit sebelum tindakan afas dalam latihan batuk.
5. Diagnosa Keperawatan V
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan resiko penyebab infeksi
Intervensi :
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk dan bersin
Rasional : Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi memantu pasien/ orang terdekat untuk mengambil langkah dalam mencegah infesi keorang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, teman
Rasional : Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untu mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tissue dan menghindari meludah
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolisasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
Rasional : dengan makan sedikit frekwensi sering dapat meningkatkan pemasukan semua.
6. Diagnosa Keperawatan VI Tujuan : Pertukaran gas efektif. Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif. - Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. - Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. 4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi, pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
7. Diagnosa Keperawatan VII
Tujuan : Kecemasan pada klien berkurang. Kriteria evaluasi :
Sedikit melaporkan tentang gugup atau cemas. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya. Intervensi :
1. Memberikan bantuan secara fisik dan psikologis, memberikan dukungan moral.
Rasional : Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan meningkatkan rasa saling percaya.
2. Menerangkan prosedur pengobatan dengan sebaik-baiknya.
Rasional : Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/ persepsi klien. 3. Mengatur waktu khusus dengan klien untuk berdiskusi tentang
kecemasan klien.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Tanggal masuk RS : 22 april 2014 Ruangan : TB PARU
Nomor Register : 02-22-41 Diagnosa Medis : TBC (Tubeculosis Paru) Tgl. Pengkajian : 22 April 2014
1. Biodata
a. Identitas Diri Klien
Nama : Ny. M
Umur : 36 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum Nikah
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Tani
Alamat : Manduamas
b.Penanggung jawab
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Tani
Alamat : Manduamas
Hub dengan pasien : Anak kandung
II. Keluhan Utama
Batuk bercampur darah, nyeri pada dada, sesak nafas.
III. Riwayat Kesehatan sekarang a. Provacative / palliative
Klien merasa nyeri pada dada yang sangat berat.
Hal yang memperbaikinya adalah istirahat theraphy medik dan obat-obatan. b. Qualityl Quantity
Klien kelihatan lemah, meringis kesakitan, klien merasakan nyeri pada dada dengan skala nyeri 5.
c. Region
Lokasi di dada dan menyebar ke punggung belakang d. Severity (mengganggu aktivitas)
Aktivitas ringan-berat tergantung tetapi teratasi dengan bantuan keluarga dan perawat.
e. Time
IV.Riwayat kesehatan masa lalu :
1. Penyakit yang pernah dialami : TB. Paru
2. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan : Ke klinik bidan, minum OAT 6 bulan, pasien kambuh
3. Pernah dirawat/ dioperasi : Pernah dirawat ( Praktek Bidan ) 4. Lamanya dirawat : Kurang lebih 2 hari
V. Riwayat kesehatan keluarga :
1. Penyakit yang diderita anggota keluarga : Batuk - batuk Hub dgn pasien : Kedua Orangtua
3. Genogram
Ket :
: Pria meninggal : Wanita meningal : Pria
: Wanita : Klien
VI. Riwayat / Keadaan Psikososial
1. Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak dan Indonesia 2. Persepsi pasien dgn penyakitnya : Sebagai cobaan dari TUHAN 3. Konsep diri :
a. Gambaran diri ( Body image )
Tanggapan dengan tubuhnya : Klien merasa tubuhnya yang Sekarang tidak seperti yang dulu.
Bagian tubuh yang disukai : Klien menyukai seluruh anggota tubuhnya.
Bagian tubuh yang tidak disukai : Klien merasa menyukai seluruh anggota tubuhnya.
Persepsi tentang kehilangan tubuhnya : Klien tidak kehilangan anggota tubuhnya
b. Identitas ( Personal identitiy )
Status dalam keluarga : Sebagai anak di dalam keluarga. Kepuasan terhadap status : Saat ini pasien tidak mampu
menjalankan statusnya sebagai anak.
c. Peran
Kemampuan melaksanakan perannya : Klien tidak mampu melakukan perannya sebagai anak karena sakit yang dideritanya. Kepuasan melaksanakan perannya : Kurang puas karena
tidak bisa melakukan perannya seperti biasa d. Ideal diri
Harapan pasien terhadap
Tubuhnya : Kembali seperti semula
Posisi ( Pekerjaan ) : Dapat melakukan perannya sebagai anak
Status ( keluarga ) : Bisa berkumpul bersama Keluarga.
Tugas / pekerjaan : Dapat bekerja kembali Harapan pasien terhadap lingkungan
Keluarga : Dengan kondisi yang sekarang klien berharap keluarga yang tenang.
Tempat / lingkungan kerja : klien berharap rekan kerjanya tidak akan mengalami hal yang sama seperti yang klien rasakan sekarang.
Harapan pasien terhadap penyakit dan tenaga kesehatan Semoga cepat sembuh, dan tenaga kesehatan mampu mengobati dengan baik.
e. Harga diri
Tanggapan pasien terhadap harga dirinya : Harga dirinya rendah, berhubung dengan penyakit yang pernah dialaminya.
4.Sosial
Hubunan dengan keluarga : Saat ini klien merasa keluarganya masih peduli dengan dia ( klien ditemani oleh ibunya ).
Hubungan dengan pasien lain : Baik, klien sering kontak ( komunikasi ) dengan pasien lain.
Dukungan keluarga : Sangat kuat dan memberi semangat kepada anaknya
Reaksi saat interaksi : Dengan kontak mata 5. Spritual
Kenyakinan terhadap kesembuhan :Yakin akan kesembuhannya Persepsi terhadap penyakitnya : Sebagai cobaan dari Tuhan
VII. Pemeriksaan Fisik
8. Keadaan Umum : Compos Mentis
9. Tanda-tanda vital
TD : 90/60 mmHg Pernafasan : 30 x/i Temp : 36.80C Nadi : 87 x/i
TB : 157 cm BB : 30 kg 10. Kepala dan leher
a. Kepala
Bentuk : Kepala lonjong
Ubun – ubun : Ubun – ubun tertutup
Kulit kepala : Kurang bersih terhadap ketombe
Nyeri kepala : Tidak ad nyeri kepala
Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : Merata pada seluruh kepala
Bau : Bau keringat
Wajah
Warna kulit : Sawo matang
Struktur wajah : Lonjong
b. Mata
Kelengkapan / kesimetrisan : Lengkap dan simetris
Pupil : Isokor kiri/kanan
Strabismus : Tidak ada
Refleks cahaya : Positif, klien merasa silau bila terkena cahaya
Konjungtiva : Anemis karena kurang darah Hb:10.4 gr%
Sklera : Ikterik (berwarna kekuningan)
Palpera : Tidak edema pada palpebra
Pergerakan bola mata : Normal, kedua bola mata dapat bergerak
Strabismus : Tidak ada strabismus
Tekanan bola mata : Tidak diukur
c. Hidung
Tulang hidung dan posisi septumnasi: Simetris, dan berada pada antara kedua mata
Mukosa : Pucat
Pernafasan cuping hidung : Pernafasan cuping hidung
Ketajaman penciuman : Mampu membedakan bau alkohol dengan jeruk
d. Telinga
Bentuk telinga : Simetris ( lengkap kiri dan kanan )
Keluhan : Tidak ada keluhan pada telinga
Ketajaman pendengaran : Normal ( klien dapat mendengar suara jarum detik jam dibelakang telinga )
Alat bantu : Klien tidak menggunakan alat bantu dengar
e. Mulut dan faring
Mulut : Kotor
Mukosa : Kering
Bibir : Simetris atas / bawah
Lidah : Kotor banyak bercak
Gigi : Tidak ada karies pada gigi.
Tenggorokan : Tidak Sakit menelan f. Leher
Pembesaran kelenjar thyroid : Kelenjar tiroid tidak membesar
Pembesaran kelenjar limfe : Tak ada ditemukan
Peningkatan vena jugularis : Tak ada ditemukan
Denyut nadi karotis : Teraba dengan jelas
11. Integumen
a. Kebersihan : Bersih ( Dilap 2x/hari )
b. Kehangatan : Hangat
c. Warna : Agak pucat
penyinaran matahari d. Turgor : Kurang ( > 2 detik )
e. Kelembapan : Kering
f. Edema : Tidak ada edema
g. Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan pada kulit klien
h. Luka insisi : Tidak ada ditemukan luka insisi
12. Payudara dan ketiak
13. Thorak / Dada
a) Bentuk thorax : Normal dan simetris ka/ki b) Pemeriksaan paru
Pola nafas : Tidak teratur RR: 30x/i Reaksi otot bantu nafas : ada, dengan cuping hidung
Perkusi thorax : Sonor
Suara pernafasan : Ronchi
Taktil premitus : Sama kiri / kanan
Keluhan : Batuk produktif
1. Sesak nafas : Dipsnea
2. Saat : Berbaring
3. Tindakan yang mengurangi : Setengah duduk / semi fowler
4. Alat bantu napas : Oksigen 2-3 L / i c) Pemeriksaan jantung
Nyeri dada : Ya, ada nyeri dada saat batuk
Irama jantung : Reguler dengan S1 dan S2 Mur mur gallop (-)
Pulsasi : Kuat
S2 : Dup
14. Abdomen
a. Bentuk abdomen : Soepel
b. Benjolan / massa : Tidak ada terdapat massa c. Spidernevi : Tidak ada terdapat garis – garis
spidernevi
d. Peristaltik usus : 12x/i
e. Nyeri tekan : Tidak ada
f. Ascites : Tidak ada ascites
g. Hepar : Tidak teraba
h. Ginjal : Tidak teraba
i. Lien : Tidak teraba
j. Suara abdomen : Timpani
15. Kelamin dan genetalia (klien tidak bersedia diperiksa) a. Genetalia
Bentuk alat kelamin : Klien tidak bersedia diperiksa
Rambut pubis : Klien tidak bersedia diperiksa
Lubang uretra : Klien tidak bersedia diperiksa
Kelainan : Klien tidak bersedia diperiksa b. Anus dan perineum
Kelainan pada anus : Klien tidak bersedia diperiksa
Perineum : Klien tidak bersedia diperiksa
16. Muskuloskletal / Ekstremitas atas dan bawah
a. Kesimetrisan otot : Simetris kiri / kanan b. Kemampuan gerak sendi : Bebas
c. Kekuatan otot : 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 d. Fraktur : tidak ada
e. Edema : tidak ada edema f. Sianosis : tidak ada
10. Neurologis
1) Kesadaran : Compos Mentis, Eye : 4
Verbal : 5 Motorik : 6 GCS : 15 2) Status mental :
Daya ingat : klien mampu menjawab kapan terakhir kali dia merokok 3) Tes Fungsi kranial
a. N I ( olfaktorius ) :
Klien dapat membedakan bau kayu putih dan teh manis b. N II ( optikus) :
Klien dapat membaca papan nama perawat dalam jarak kurang lebih 30 cm c. N III,IV,VI (okulomotoris, trokhealis, abdusen ) :
Respon cahaya terhadap pupil + Bola mata dapat digerakan kesegala arah , tidak terdapat nistagmus atau diplopia
d. N V (trigeminus ) :
Mata klien berkedip pada saat pilinan kapas diusapkan pada kelopak mata, klien merasakan sentuhan saat kapas diusapkan kemaksila dengan mata tertutup
e. N VII ( Fasialis ) :
Klien dapat membedakan rasa manis dan asin, klien dapat mengerutkan dahi, wajah klien tampak simetris saat klien tersenyum.
f. N VIII (auditorius ) :
Kien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik tanpa harus diulang . b. N IX, X ( glosofaringeus, vagus ) :
Uvula bergetar simetris saat kien mengatakan “Ah”, reflek menelan bagus, c. N XI (asesorius ) :
d. N XII ( hipoglosus ) :
Lidah klien dapat digerakan secara bebas ke segala arah.
3. Fungsi Motorik
Tidak terdapat kontraktur pada ekstrimitas atas dan bawah, tonus otot cukup baik untuk menahan gravitasi, reflek bisep ++/++, reflek trisep ++/++, reflek patella ++/++ reflek babinski
4. Fungsi Sensorik
Klien dapat membedakan sensai tumpul dan tajam. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa Medis : Tuberkulosis Paru (TBC) a) Pemeriksaan Lab. Darah Lengkap No
.
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
McHc RDW PDW
36.4 13.5 10.6
33 - 35 11.6 – 14.8
b) Rontgen
Tanggal : 22.04.2014 Jenis : X-Ray Chest PA
Hasil : Jantung tidak membesar, trakea di tengah, kedua hilus tidak menebal, kedua paru suram, corakan bronkovaskuler kedua paru baik, kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostofrenikus lancip, tulang – tulang dan jaringan lunak, dinding dada baik. c) Lain – lain : BTA
3.2 ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1.
2.
Data subjektif :
- Klien mengatakan batuk berdahak dan bercampur darah
- Klien mengatakan sesak Data objektif :
- Klien tampak sesak nafas, dispnea
- Klien mengatakan nafsu makan kurang.
- Klien mengatakan BB menurun.
3.
4
- Klien hanya bias
menghabiskan ½ porsi yang di sediakan.
- HB 10.4mg/dl Data objektif : - Klien tampak kurus - BB 30 kg, TB 157 cm - Diet habis ½ porsi makan. TD : 90/60 mmhg,
Data subjektif :
- Klien mengatakan nyeri dada saat batuk.
- Klien mengatakan sesak Data objektif :
- Klien tampak mengelus-elus dadanya ketika batuk, dan meringis kesakitan.
- Klien mengatakan kurang tahu tentang pengobatan Data objektif :
- Klien tampak cemas dan
bertanya-tanya tentang keadaannya.
Reaksi radang Peningkatan sekret
Respon batuk
Penggunaan otot2 abdomen Sumber stres meningkat Ketidak lengkapan informasi
Kurangnya pengetahuan
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Jalan nafas tak efektif b/d peningkatan sputum d/d Klien batuk berdahak bercampur darah, klien tampak sesak nafas, sputum (+), darah (+), RR 30x/i; Temp 36.80 C.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia d/d BB menurun ( 35 kg-30 kg), HB menurun 10.4mg/dl, TD : 90/60 mmhg, klien menghabiskan ½ porsi makan.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri b/d kontraksi dada meningkat d/d klien meringis kesakitan saat batuk, skala nyeri 5, TD 90/60 mmhg, HR : 87 x/i 4. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi d/d klien cemas, gelisah dan
3.4 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny. M Ruangan : TB Paru
Umur : 36 tahun Diagnosa Medis : TB Paru
No Diagnosa keperawatan berikut maka bersihan jalan napas klien
3. Atur posisi dengan semifowler 4. Ciptakan lingkungan terapeutik 5. Ajarkan klien batuk efektif 6. Beri klien air putih hangat 7. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat sesuia dengan indikasi
1. Untuk mengetahui perubahan vital dan potensial komplikasi
2. Untuk mengetahui adanya bunyi nafas abnormal.
3. Diharapkan jalan napas terbuka dan sesak (-).
4. Diharapkan dapat mendukung usaha penyembuhan klien.
5. Diharapkan sputum bisa keluar.
6. Diharapkan sekret encer sehingga sputum lancar keluar dan batuk berkurang.
- Dispnea (-)
2. Anjurkan klien untuk makan saat diet masih hangat.
3. Makan lebih sering dengan porsi kecil
4. Beri makanan yang TKTP 5. Auskultasi bunyi usus 6. Kolaborasi dengan ahli gizi,
laboratorium.
1. Untuk mengetahui perubahan vital dan potensil komplikasi.
2. Dengan menganjurkan klien makan saat diet masih hangat memberi makan sedikit-sedikit tapi sering diharapkan nafsu makan klien meningkat.
3. Dengan menganjurkan klien makan saat diet masih hangat memberi makan sedikit-sedikit tapi sering diharapkan nafsu makan klien meningkat.
4. Untuk mempercepat proses
penyembuhan dan meningkatkan BB pasien.
5. Untuk mengetahui tanda-tanda penurunan bising usus dan mortilitas gaster dan konstipasi.
6. Untuk memenuhi gizi dan energi. 3 Dx 3 Dalam waktu 5 x 24 jam
diharapkan dengan
1. Kaji tanda-tanda vital 2. Kaji skala nyeri
dilakukannya intervensi keperawatan berikut maka kerusakan pertukaran gas tidak
4. Kolaborasi dengan dokter : Beri obat anti piuretik dan anti biotik.
- Untuk mengetahui derajat nyeri dan menentukan intervensi selanjutnya. - Memberikan kenyaman kepada pasien - Untuk memberikan pengobatan sesuai
indikasi
2. Jelaskan proses penyakit dan pengobatan.
3. Intruksikan latihan nafas dalam dan batuk efektif.
4. Libatkan keluarga dan proses
-Untuk mengetahui perubahan vital dan potensil komplikasi
-Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan rencana pengobatan.
kondisi atau proses penyakit dan tindakan. - Mengidentifikasi tanda
dan gejala.
- Melakukan perubahan pola hidup dalam program pengobatan
pengobatan.
5.
Lakukan penyuluhan tentang penyakit dan proses pengobatan.-Meningkatkan pemahaman dalam proses pengobatan.