• Tidak ada hasil yang ditemukan

krisis neraca pembayaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "krisis neraca pembayaran"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 3, Nomor 2, Desember 2006

tssN

1829-80281].ce

Ekonomi

Pendidik

an

&

Wadah

Kreativitas

dan Olah

Pikir

llmiah

Pendekatan CIPOO Suatu Mode! Pemberdayaan Agen Pembaharu Untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Oleh: Ngadiyono

Pembangunan Ekonomi Pedesaan, Rural Breakdown, dan Nasib Pendidikan Anak (Analisis Sosiologi Pendidikan Kasus Wilayah Stren Kali Surabaya)

Oleh: Basrowi

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori dan Kondisi Empiris Oleh: Losina Purnastuti

The Improvement

of

a Production and Productivity

That is Followed by Rearrangement of The Industrial Composition as a Part of Integral Policy

to

Reduce Foverty in Indonesia

Oleh: Bambang Suprayitno

Theory of Trying: Sebuah Teori Keperilakuan untuk Membantu Memasarkan Produk Baru

Oleh: Musaroh

Penerapan Metode Problem Solving Dalam Pembelajaran Statistika Lanjut Oleh: Ali Muhson

Reorientasi Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan Nasional

Oleh: Mustofa

U

NIvE

RsIT^A.s

N

ecE

RI YocyaKARTA

Jurnal Ekonomi&

Pendidikan Vol.3 No. 3 Hal. 1-96

Yogyakarta, Desember 2006

ISSN

1829-8028

(2)

Volume 3 Nomor 2, Desember 2006 ISSN

:

1829-8028

Jurnal

Ekonomi

&

Pendidikan

Wadah Kreativitas dan Olah Pikir Ilmiah - Terbit dua kali setahun

Penerbit:

Program Studi Pendidikan Ekonomi FISE UNY

Pemimpin Umum/Penanggung Jawab:

Ketua Program Studi Pendidikan Ekoiromi

Dewan Redaksi: Sukidjo, M.Pd. (Ketua) Ali Muhson, M.Pd. (Sekretaris)

Penyunting:

Sugiharsono, M.Si.

Endang Mulyani, M.Si.

Daru Wahyuni, 14.Si.

Losina Purnastuti, M.Ec.Dev

Supriyanto, M.M.

Penyunting Ahli:

Dhini Guzhini, [tl.Ec. (Universitas Gadlah tlada) Diah Wulan Sari, M.Ec.Dev. (Universitas Airlangga)

Suyanto, M.Ec.

Dev

(Universitas Surabaya) Meta Arief, M.Si. (Universitas Pendidikan Indcnesia)

Siwi Nugraheni, M.Env.Man & Dev (Universitas Katholik Parahyangan) Prof. Suyanto, Ph.D. (Universitas Negeri Yogyakarta)

Prof. Zamroni, Ph.D. (Universitas Negeri Yogyakarta)

Setting &

Lay

Out:

Tejo Nurseto, S.Pd

Tata

Usaha &

Silkulasi:

Ngadiono, S.Pd

Terbit

Peftama

Kali: Februari 2004

Alamat

Redaksi:

Program Studr Pendidikan Ekonomi FISE UNY

Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Telp. +62.274-586168 ext. 387

(3)

Volume 3 Nomor 2, Desember 2006

ISSN:

1829-8028

Jurnal

Ekonomi

&

Pendidikan

untuk

Membantu

il

iii iv

L0-27

43-59

6.

7.

Oleir: Musaroh

----Penerapan

Metode

Problem

Solving

Dalam

Lanjut

Pembelajaran Statistika

Oleh: Ali

tvluhson

71-83

Reorientasi Peran Pemerintah Nasional

Dan Masyarakat Dalam Sistem Pendidikan

84-95 96 Biodata Penulis

Pedoman Penulisan

s@@

Dewan Redaksi

Daftar

Isi---1.

Pendekatan Cipoo Suatu Model Pemberdayaan Agen Pembaharu Untuk

Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Oleh :

Ngadiyono---2.

Pembangunan

Ekonomi

Pedesaan,

Rural

Breakdown,

dan

Nasib Pendidikan Anak (Analisis Sosiologi Pendidikan Kasus Wilayah Stren Kali

Surabaya)

--Oleh: Basrowi

---

-3.

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori dan Kondisi Empiris

obffiffig'ffi$fi$$*mfise-4.

The Improvement

of a

Production and Productivity That is Followed by Rearrangement of The Industrial Composition as a Part of Integral Policy

to

Reduce

Povefi

in Indonesia

Oleh: Bambang Suprayitno

(4)

---Juruol Ekonomi & Pendidikan, Volume 3 Nomor 2, De.cember 2006

KRISIS NERACA PEMBAYARAN: ANTARA TEORI DAN

KONDISI

EMPIRIS

Oleh:

Losina

Purnastuti

(Sbf

Pengaiar

FISE

Universitas

Negeri

Yogyakarta)

A. PENDAHULUAN

Gelombang

krisis

neraca

pembayaran

(Balance

of

payment

/

BOp)

bermunculan

di

tahun

1990an: krisis yarrg melanda EMS

tahun

L992-93, krisis di

Amerika Latin

di

tahun

1994-95,

dan

krisis

di

Asia

tahun

1997-98.

Ilustrasi

krisis

neraca pembayaran

yang

dikutip dari Eichengreen (f.999) di atas

telah

mengundang perhatian para ekonom dan obyek ini menjadi bahan diksusi yang menarik baik secara

teoritis maupun kajian empiris.

B. SUMBER-SUMBE& PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN

KRISIS

PADA PASAR YANG SISTEM FINANSIALNYA TERSEGMENTASI

1.

Sumber-sumber krisis.

Krisis "currency"

di

awal tahun

L97Aan

dikenal sebagai

krisis

neraca

pembayaran generasi pertama. Dalam model

ini

ekspektasi para investor dikaitkan dengan mekanisme penyesuain portofolio. Gagasan dibalik model

ini

adalah seperti berikut: dengan regim "currency peg", para

investor

menyimpan asset domestik dan

asset asing dalam proporsi

tertentu.

Model

ini

mengasumsikan bahwa pemerintah menjalankan

anggaran

yang defisit, yang mana

anggaran

defisit

ini

dibiayai pencetakan uang yang tidak terkontrol. Pada saat investor melakukan penyeimbangan kembali portofolio mereka melalui penjualan kelebihan penawaran asset domestik untuk mendapatkart mata uang asing atau asset asing, dalam situasi ini bank sentral terpaksa

harus

melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisanya
(5)

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan Kondisi Empiris--- Losina Pu:nustuti

uffil*

nrenrpertahankan

nilai

tukar

mata

uang

agar

tetap

paCa

nilai yang

sudah

{illfrFtrudan (pegged). Kondisi

ini

akan

menyebabkan

trend

y'ang meningkat pada

lflMor

price" mata uang asing.

Pada

saat'

trend yang

meningkat

ini

telah

ffirgsur

cukup lama, para investor berekspektasi bahwa tingkat nilai tukar akan

mffi

keo-ka bank sentral kekurangan bahkan kehabisan cadangan devisa. Kemudian

nnrlnerela

mulai

menjual

mata

uang lokal

dan

membeli

mata

uang asing

karena

mmrrnghampkan

keuntungan

dari

kapitai gain.

Penjualan

mata

uang lokal

itti

rilrlrErnpercepat proses terkurasnya cadangan devisa pada bank sentral. Karena defisit

illErirr

berjalan dibiayai dengan cadangan internasional, kekurangan akan cadangan

ffirisa

akan mengakibatkan defisitnya neraca berjalan, dan krisis neraca pembayaran

&n

terjadi.

L

Pencegahan

dan Manajemen krisis

Model ini mengimplikasikan bahwa penyebab krisis adalah buruknya kebijakan

Fnerintah.

Adanya

target

spekulatif

disini

dikarenakan pemerintah menjalankan kebgakan-kebijakan

yang tidak

konsisten dalarm kebiiakan

fiskal,

moneter

dan

'e<change

rate,"

yang mana defisit anggaran dibiayai melalui pencetakan uang baru

serta pemerintah mengaplikasikan "fixed exchange rate." Model

inijuga

menunjukkan bahwa krisis generasi pertama tidak disebabkan oleh tidak rasionalnya para investor maupun

tidak

simetrisnya pasar. Sebaliknya krisis

ini

terjadi

karena

par:

investor

berlaku rasional. (Krugman,

2001). Oleh

karenanya

kita

bisa

mencegah krisis

semacam

ini

di

masa mendatang dengan cara memperbaiki keseimbangan moneter dan fiscal sebelum ekses ini menciptakan ekpektasi akan krisis (Eichengreen,1999).

Sejak tahun 1970an dan awal 1980an mobilitas kapital sangat ;endah karena

berbagai aturan

dan

kapital kontrol yang dijalankan oleh peraerintah, defisit neraca

pembayaran

yang

sebab

utamanya adalah

defisit

neraca berjalan

yang

dibiayai

dengan cadangan

internasional.

Oleh

karena

itu

martajemen

kisis

sebaiknya

menstabilkan neraca berjalan yang seimbang yang mengimptikasikan kebutuhan akan

kebijakan moneter dan fiskal yang ketat.

Dalarn kondisi mobilitas kapital

yang tidak

sempurna stabilisasi neraca

berjalan

dapat

dijalankan dengan

berbagai

strategi

kebijakan.

Artikel

ini

akan

menggunakan dua pendekatan yang sangat popular yang dijelaskan oleh Rivera-Batiz

(1994) dengan

menggunkan

model

ekonomi

sederhana,

yang

mana

kondisi

perekonomian mula-mula adalah defisit baik pada employment-nya maupun neraca

pernbayarannya.

(6)

Jurnal Ekor;omi & Pendidikon, Volume 3 Nomor 2, Desenber 2006

secara grafis mocel ini dapat dijelaskan menggunakan kurva berikut ini.

gambar 1.

Do\

So

D,

xl

}()1,

/ \ i--r

r__

Yp

Pada

poin

A

menunjukkan

adanya

defisit pada

neraca

pembayaran

dan

unemployment. Kondisi full employment ditunjukkan pada posisi Yf sedangkan kondisi

neraca pembayaran

yang

seimbang ditunjukkan

garis

T.

Kebijakan

yang

dapat digunakan

untuk

mengatasi neraca pembayaran

yang

defisit

antara lain

adalah

kontraksionari

moneter

dan

kebijakan

fiscal.

Pendekatan

kebijakan

ini

akan mengakibatkan bergesernya kurve agrregat demand dari D0 ke D1. Kontraksi ini akan

mendorong neraca pembayaran ke posisi neraca pembayaran yang seimbang. Akan tetapi, reaksi yang cepat dari adanya kontraksi ini akan menimbulkan resesi jangka

pendek

dan meningkatkan tingkat pengangguran yang semakin memburuk. Datam

jangka panjang resesi ekonomi

dan

meningkatnya

angka

pengangguran akan

mendorong penururnan

upah

riel.

Hal

ini

akan

menstimulus

sector

swasta dan menggerakkan perel:onomian menuju full employment.

Disamping pendekatan diatas, ada alternatif program penyesuain lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang sama tanpa efek yang tajam pada

(7)

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan Kondisi Empiriu--- Losina purrusrati

Y6

Devaluasi

yang

dikombinasikan

dengan

beberapa

kebijakan

kontraksioner akan

menggerakkan ekonomi

dari

posisi ketidakseimbangan pada

titik A

menuiu ke titik keseimbangan jangka panjang E,

di

mana dalam posisi

ini

neraca pembayaran yang seimbang dicapai.

Jika

kebijakan kontraksionei'i

tidak

diterapkan

,

devaluasi dapat mendorong perekonomian

ke

arah

full

employment pada

titik

B,

akan

tetapi

efek inflasioner yang sangat kuat akan muncul sebagai konsekuensi logisnya.

'

Efek kebijakan stabilisasi ini telah banyak ditelaah dalam berbagai literature. sebagian besar kajian empiris menunjukkan

bahwa

menjelang

tahun l990an

,

IMF

sangat mendorong penerapan program pemulihan ekonomi

ini

dengan mengunakan kedua kebijakan diatas; devaluasi dan kotraksioneri secara bersamaan. Kebijakan ini diasosiasikan dengan perbaikan neraca pembayaran. sebagai contoh, Khan (1990) menganalisa enam puluh sembilan negara berkembang yang mengikuti program IMF tersebut antara tahun 1973 dan 19BB dan kajian ini menunjukkan bahwa program ini membantu tercapainya perbaikan neraca pembayaran.

C. KRISIS

NERACA PEMBAYARAN

PADA

PEREKONOMIAN

YANG

SYSTEM FINANSIALNYA

DILIBEMLISASI:

STUDI KA.sUs

KRIsIs

DI

ASIA

Krisis neraca pembayaran generasi peftama disebabkan oleh "kesembronoan,, atau

kelalaian

kebijaksanaan makroekonomi. Hal

ini

berarti kehati-hatian (prudent) kebijakan ekonomi dapat mecegah timbulnya krisis atau di

saat

krisis nrulai merebak

program stabilisasi

yang

berbasis

makroekonomi

dapat

membantu

pemulihan keseimbangan. Meskipun demikian, Krisis yang teriadi pada tahun 1990an memaksa para ekonom untuk mempertimbangkan kembali teori-teori yang menjelaskan sebab-sebab

krisis neraca

pembayaran, kebijakan-kebijakan pencegahan

dan

(8)

Jwvolu,,,r3N,,r,

program stabilisasi. Apa yang telah berubalr sejak model krisis generasi pertama ini? Perubahan yang utama adalah adanya pergeseran yang sangat signifikan pada pasar

modal

internasionerl.,

yang

mana

peningkatan

integrasi secara

meluas

telah mendorong

tingkat

mobilitas

modal. Hal

ini

berarti bahwa

keseimbangan neraca pembayaran bukan hanya fungsi dari neraca berjalan yang seimbang,

tapijuga

fungsi

dari neraca kapital yang stabil.

Menjelang pertengahan

era

1990an

aliran

modal internasional mengambil peranan baru dan penting di negara-negara berkembang seperti terlihat pada table di bawah ini.

Tabe! 1:

Total Aliran

Modal ke

Negara-Negara Berkembang

(dalam milvar

US$)

Period Bank debt and

trade credits 1991-199s

(Annual Average)

66.4 25.7

1996 119.0

I

4s.B

Sumber: World Bank Debt tables (L997).

Liberalisasi

finansiai

telah mengakibatkan mengalirnya modal secara besar-besaran

ke

negara-rregara

berkembang. IMF (1998a)

melaporkan pegurangan

hambatan-hambatan pada transaksi neraca modal, penerapan nilai tukar (exchange

rate)

ganda

dan

kewajiban

untuk

melepaskan batasan-batasan

untuk

penerimaan ekpor telah membentuk pondasi untuk meningkatkan aliran modal.

Dengan meningkatrtya

aliran

mobilitas kapital

ini,

maka

sangalah

penting

untuk menelaah dalarn kondisi bagaimana "capital inflour" secara cepat dapat berubah

menjadi "capital outflow" yang

kemudian

akan mempengaruhi

efek

ketidakstabilan

pada neraca perrbayaran domestik. Berikut ini adalah beberapa kondisi krusial yang sering rnuncul

di

negara'negara berkembang yang dapat membahayakan stabilitas

ekonomi yang menghadapi rnobilitas kapital yang

tinggi.

(a)

fundamental finansial

yang lemah,

(o)

moral hazard,

(c)

fundamental makroekonomi yang lemah dan (d)

regim exchange rate.

1.

Fundamenta! Finansial yang

l-emah

Tanpa adanya pembangunan

di

sector finasial domestik, mengalirnya modal

secara besar-besaran

ke

dalam negeri cialam

jangka

pendek secara iriternal akan
(9)

Bank-Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan Kondisi Empiris--- Losina purnustuti

-finnk

yang

didominasi

oleh

bank pemerintah seringkali mengarahkan

dana

ini

ke

sedor-sector yang dimiliki oleh negara atau sector non prifat, yang mana sector ini

nremilik tingkat

pengembalian

(rate

of

return) yang

rendah dibandingkan dengan cector prifat di negar-negara berkembang pada umumnya. Glick (1998) dan Krugman

[1998)

mendeskripsikan bahwasannya

di

Asia,

sentralisasi

dan kroni

bank

yang dorninan mengucurkan modal pada perusahaan-perusahaan yang secara politis dan

pnbadi menguntungkan

dan

sektor-sektor

atau

proyek-proyek tanpa pertimbangan '-risk adjusted lending"

atau

proyek-proyek yang memaksimumkan

"internal

rate of

return."

Moreno dkk (1998) mengamati bahwa di Asia perusahaan-perusahaan yang

dikelola dengan buruk seringkali dapat memperoleh akses murah dan nrudah untuk rnemperoleh

modal

dan

mendapat "bocoran"

tujuan-tujuan

kebijakan pemerintah bahkan

pada

proyek-proyek

yang

memiliki

"cash

flow" yang

buruk.

Gap antara pembangunan ekuitas dan pasar bond teiah mendorong sebagian besar modaljangka pendek itti menEalir

ke

sector bank untuk distribusi, dan penghapusan bentuk-bentuk kompetisi

alokasi modal.

Kurangnya

standar

prudensial

dalam

peminjaman dan

lemahnya pengawasan serta stuktur aturan di Asia tidak hanya memfasilitasi pinjaman yang beresiko akan tetapi system perbankan Asia yang "undercapitalised,, juga telah

tidak

mampu menyerap kerugian-kerugian yang diciptakan oleh pinjaman-pinjaman yang dievaluasi secara buruk.

Tidak

adanya

transparansi

dalam

laporan

keuangan

juga

memfasilitasi praktek-praktek pinjaman yang beresiko. Banyak perusahaan besar milik keluarga dan

konglomerasi di Asia meningkatkan uang pada pos subsider dan transfer. Dana-dana

ini

untuk

menutup kerugian-kerugian

dari

pos susider lainnya. Bahkan lebih parah

lagi, beberapa konglomerat secara

aktif

meminjam uang

dari

perusahaan keuangan subsider untuk perusahaan lain yang mana perusahaan-nerusahaan ini berada dalam satu naungan perusahaan keluarga yang sama.

2.

Moral

Hazard

Ketika finansial intermedier atau pemiliknya tahu bahwa mereka tidak harus

membayar secara penuh atas biaya kegagalan dalam kasus dimana kre,Jiturnya tidak bisa men enuhi kewajibannya,maka agen-agen irri akan cenderung melakukan "over-lending"

dan

berani mengambil resiko yang berrebiham. Garansi semacam

ini

bisa

terjadi sebab pemerintah tidak dapat menanggung biaya "shock" yang cukup hesar

atau

karena pemilik intermedier

ini

adalah kerabat

dari

penentu kebijakan (Moreno

dkk,

1998). Garansi implisit ini

juga

mengaburkan perbedaan antara hutang publik dan prifat.
(10)

Jurntl

Ekononrl <Q

lranillllkttt,

l

ttlrttttr,.l Nttntrn.). l)t:suttltr,r )006

Mclllnnon dan Plll (1997) menggunakan "borrowing and investing

two

period

model"dari Fisher

yang telah

disecerhanakan

serta

mengaplikasikannnya pada

perekonomian

yang

secara internasional dilebaralisasikan,

di

mana

neraca modal dibiarkan terbuka dan reformasi di sektor real diimplementasikan

untuk

menjelaskan adanya fenomena "over-borrowing" yang disebabkan adanya masalah moral hazard.

. Dalam perekonomian inisemua rumah tangga menjadi peminjam murni (net

borrolver) pada periode peftama untuk berinvestasi

dan

mengeksploitasi refornnasi

struktural. Pasar internasiona! yang terbuka memungkinkan mereka untuk meminjam

pada

tingkat

yang

jarrh

lebih

tinggi dari

pendapatan mereka

di

masa

yang

akan datang agar mereka dapat meningkatkan konsumsi mereka saat ini.

Dalam prakteknya McKirrnon

dan

Pill (1997) menunjukkan adanya potensi krisis finansial ketika aliran finansial internasioan dibatasi. Hal ini disebabkan adanya masalah informasi yang tidak simetris (asymmetry information) dan moral hazard di pasar

modal.

Keberadaan asuransi deposito

bisa

mendorong

bank untuk

berlaku

terlalu

agresif

dalam

meminjamkan dananya.

Hal

ini

mengakibatkan

perusahaan-perusahaan banyak menghadapi masalah untuk mengembalikan pinjaman investasi

mereka

dan

pada akhirnya kegagalan pinjaman yang menyebar luas menyebabkan

sector perbankan domestik menjadi lumpuh. Dukungan pemerintah secara implisit

pada sector

perbankarr

dan

konglomerat-konglomerat besar

dapat

menyebabkan perusahaan-perusahaan domestik

atau

kreditr:r internasional semakin mengabaikan

penihgkatan

resiko pada

neraca mereka.

Situasi

ini

terjadi

di

beberapa sektor

perbankan

di

seluruh Cunia dan sangat

jelas

bahwa fenomena

ini muncul di

Asia

menjelang krisis dimana perbankan dtrn intermecliary

finansial

dilindungi garansi dari

pe'nerinfah baik yang

ekplisit

ataupun yang implisist.

3. Fundamental Makroekonomi

Jika suatu negara mempunyai kelemahan structural

,

mobilitas kapital yang

tinggi akan hbnya akan semakin memperburuk masalah ini. Sebagai contoh, adanya

kapital inflow ke Amerika Latin

di tahun

1980an disalurkan untuk memberi fasilitas

finasial

yallg

murah pada

sector-sektor

pemerintah

yang

tidak

efisien

atau

perusahaan'perusahaan monopoli. Neraca perdagangan yang terdistorsi

juga

akan menciptakan

insentif untuk

pendanaan sector

subtitusi impor tertentu,

meskipun mereka akan mengalami kebangkrutan finasial ketika mereka mencabut perlindungan

tarifnya dan memaksa untuk bersaing di pasar dunia.

Pada neraca penlagangan, Asia telah secara luas meliberalisasikan hampir

semua sektor. Meskipun demikian,

pemerintah

masih mendominasi banyak bagian
(11)

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan Kondisi Empiris--- Losina purnsstuti

pmdraan

monopoli

untuk

menarik modal

jangka

pendek

dalam

upaya untuk

ml@erohh

rente monopoli padahal modal tersebut sebenarnya dapat dimanfaatkan

CEEn

lebih baik untuk

aktifitas ekonomi lainnya. Pada

saat

modal mengalir ke

pttionomian

yang

mendukung monopoli

seperti

ini,

nrodal

ini

akan

cenderung

mgalir

ke

sektor-sektor pemerintah yang

tidak

efisien. Akan

te6pi,

karena Asia

muqftuti

hampir semua spek-aspek

teori

sequencing sebagaimana dijabarkan oleh

&tnsbn

(1998)

dan

Eichengreen

dkk

(1998),

kelemahan-kelemahan struktural

ffioekonomi

bukan

"major risk"

kapitar

infrow. secara umurn

sebagisn

6sr.,

[image:11.595.51.557.22.719.2]

fimfunental

ekonomi

makro

negara-negar

Asia sepefti

ditunjukkan

beberapa hfficator pada table berikut ini.

Tabel 2:

Indikator

Makroekonomi

di

beberapa negara

Asia

Indonesia 1(orea Malavsia Philiooines Tlrailand

GDP growth Avg. 1990-94 Avq. 1995-96 6.9 8.1 7.6 8.0 8,7 9.0 1.9 5.3 9.0 7.2 CPI inflation Avg. 1990-94

Avq. 1995-96 9.48,7

70

4.7 3,8 4.4 tL.7 8.3 4,8 5.8

Government

budget

I

GDP Avg. 1990-94 Avo. 1995-95 0.4 L,7 -0.4 0.4 -0.7 0.8 -1.4 0.4 3.2 2.6 Current account/ GDP

Avg. 1990-94 Avq. 1995-96

-2.5 -3.8

-1.5

-i.4

-6.3-8.2

-4.5 -4.9

-7.0 -8.4 Sumber: Glick, 1998

Pada table 2 di atas menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan

inflasi yang terkontrol.

4.

Kurs

Kurs tetap (Fixed exchange rates) seringkali membuat

kreditur

underestimate

akan cuffency

risk dan oleh

karenanya

kreditor

tidak

melakukan hedging pada

pinjaman-pinjaman luar negerirrya. Sepanjang tahun 1990an sampai diberlakukannya regim kurs menganbang (floating exchange rate regime) di Thailand pada 2 Juli 1997

semua negara

yang terkena

krisis

di

Asia menganut

regim

kurr;

tetap

baik

yang directty fixed maupun yang managed exchange rafes. Regim ini mengeliminir persepsi resiko nilai tukar pinjaman asing.
(12)

Jurnnl Ekonoml

&

Pendldiktrn, llolttnc .l Nttrntr 2, Dcsembt'r 2006

Begitr.r Thailand ridak mampu lagi mempeftahankan currency peg-nya dalam

menghadapi situasi "impossible

trinity"

(Leung 1998), dan spekulan menyerang Thai

bath, devaluasi

mata

uang

bath

mengakibatkan kebangkrutan besar-besaran yang menciptakan guncangan sistemik pada sitem perbankan yang belum berkembang dan

rapuh. Nilai riel hutang dalam mata uang asing meningkat karena devaluasi tersebut. Dalam waktu singkai jumlah perusahaan yang tidak dapat memenuhi hutang-hutang

mereka bertambah banyak. Krisis

ini

mendorong turunnya revaluasi nilai real estate

secara cepat. Pin;aman yang ditopang

oleh

real estate menjadi "undercapitalised".

Roubini

dkk

(1998)

memperkirakan

bahwa

di

Thailand

dan

Malysia

dana

yang dikucurkan oleh bank ke seKor real estate mencapai 40 persen. Non performing loan

ini

pada akhirnya membuat bank-bank sendiri mengalami kesulitan

dan

menjadi bangkrut.

Devaluasi

di

negara-negara lain

juga

membuahkan efek yang serupa dengan

yang terjadi di Thailand yaitu memburuknya kondisi perusahaan domestik dan bank.

Di akhir 1997 dilaporkan bahwasannya persentasi non-peforming loan atas jumlah

total

pinjaman mencapai t4o/o

di

Ptrilipina, 160/o

di

Korea

dan

Malaysia, 17o/o di Indonesia, dan 19clo diThailand (Rcubini dkk,1998)'

D. PENCEGA}IAI\

KRISIS

i

Menghadapi

tekanan

dari

pasar modal

eksternal, seringkali

negara

berkembang

harus menyesuaikan

kerangka kebijakan

jangka

panjangnya guna

mengakomodasi perubaharr. 11sl in: melibatkan kebijakan-kebijakain fiskal, moneter dan kurs, perdagangen dan investasi serta regulasi dan pembangunan pasar modal domestik.

1.

Kebijakan

Fiskal

Meskipun kebijakan fiskal sangat direkomenclasikan untuk niencapai stabilitas makro.ekonomi, akan tetapi menggurrakan oenyesuaian fiskal untuk mengate'si kapital

inflow dapat

menyulitkan

secara logistik

dan

sangat

problematik. Pengurangan pengeluaran pemerintah seringkali merrghadapi hambatan politis. Merubah anggaran

belanja negara

membutuhkan prosedur

yang rumit

dan

memakan

waktu

yang

:i

panjang.

Dt Asia, kebijakan diarahkan pada perubahan defisit neto. Arah kebijakan ini

bukan perrdekatan yang terbaik karena sebagian besar negara-negara yang dilanda

(13)

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan I(ondisi Empiris--- za sina purndituti

kebijakan fiskal

yang

konservatif. Sebaliknya, pada ekonomi transisi dimana

sektor publiknya besar, pengeluaran pemerintah rlapat dikurangi de;rgan lebih mudah dalam rentang yang sangat bervariasi, antara lain adalah transfer-transfer ke perusahaan-perusahaan

milik

negara.

Privatisasi

dapat

mengurangi rekanan anggaran

publik. Semakin terkendali

defisit

sektor pubiik

sernakin rnudah

untuk

menyerap modal eksternal, dan semakin kecil tekanan inflasioner

Negara-negara Asia yang mengalami krisis mengtradapi permintaan investasi

infrastuktur yang terus menerus serta pengeluaran pada sumber daya manusia secara

berkesinambungan. Karena pemotongan anggaran biasanya tlerasal

dari

investasi

yang

sedang berjalan, versus pengurangan

pada

pelayanan sosial

dan

personal, pemotongan pengeluaran tidak akan menjadi jalan keluar yang optimal. Ketika krisis memaksa pemerintah

Thailand

rnelakukan

kontraksi

fiskal,

diantaranya

dengan

pengurangan

pengeluaran infrastruktur,

yang

kemudian

hal

ini

berakibat berkurangnya potensi pertumbuhan ekonomi dan memepertemah kepercayaan. pada

sisi

penerimaan, kondisi

fiskal yang stabil

dan

kondusif

akan

rnembantu menarik investasi

asing.

Upaya-upaya

untuk

menaikl<an

tingkat pajak akan

cenderung mengurangi

aliran

investasi

tersebut.

Dalam

hal

ini

pajak

kcnsumsi

akan

lebih

kondusif untuk investasi daripada pajak pendapatan atau pajak modal. 2.

Sterilisasi,

Kebijakan

Moneter dan

Kurs

Untuk mengatasi efek ekspansionari dari kapilal inflow jangka pen,Jek, bank sentral seringkali berusaha untuk mensterilkan aliran ini dengan mengeluarkan bond

dan membeli mata uang asing dalam usahanya untuk menjaga mata uangnya dari apresiasi. Meskipun kebijakan

ini

dapat berjalan dalam

jangka

pendek akan tetapi kebijakan

ini tidak

akan bekerja tanpa biaya yang signifikan karena

tingkat

bunga

yang

diperoleh

dari pembelian valuta asing seringkali lebih rendah dari oada tingkat bunga yang harus dibayarkan pada hutang

domestik.

sebagai contoh, Bank

Dunia

(1996) memperkirakan bahwa bank sentral Indonesia dalam

hal ini

Bank Indonesia membayar lebih dari

$lmilyar

untuk mensterilkan aliran jangka pendek di tahun 1992-1993. Peningkatan hutang domestik akan menaikkan tingkat bunga pada regim fixed exchange rate dan memaksa pemerintah untk mernbayar secara lebih progresif pada
(14)

Jarnol Ekonomi & Pendldikan, l/ohtn:e 3 Nomor 2, Desember 2006

Tahel

5.

Offset

coefficaents

di beberapa

Negara Asia

Schadler

et

al.

(quarterly)

1977(3)

to

I9s1(4)

Frankel and Okongwu

(quarterly)

1987(1)

to

1993(4)

Leung

(quarterly)

1984(4)

to

1993-ss Thailand -0.65

(**x

n.a. -0.68

(*xx)

Indonesia n.a. n.a -0.40 (x)

Korea n.a. _0.16 (xxx) -0.74 1xx*1

Philipoines n.a. -C.64 (xxx't n.a. Paktstan

Malaysia Taiwan

n.a. n.a. _0.47

(*x*)

n.a. n.a. n.a.

n.a. n.a. n.a.

***

nrncant pada Ungkat ;ignificant pada tingkat 90 99 percentpercent

Sumber: Leung, 1998

Secara

umum, kebijakan moneter

sangatlah

terbatas

atau tidak

efisien

pada

perekonomian

yang

memeiliki neraca modal yang terbuka

dan

mengadopsi regim

fixed

exchange

rate.

Seperti

yang

clirumuskan

oleh

Bank Dunia

(rglO)

dan

tJori makro ekonomi standar mendeskripsikan bahwa pengurangan

tingkat

bunga akan

mengurangi keatraktifan negara tesehut akan aliran portfolio yang sensitive terhadap suku bunga, akan tetapi hal ini akan memngakibatkan ekspansi kredit domestik yang

dapat menyulut apresiasi riel, boom investasi atau apresiasi asset-aset termasuk real

estate, seperti yang

teriadi di

Thailand pada pertengahan 1990an. Apabila hasil ini

"overheating",

kontaksi moneter akan terjadi,

pengurangan investasi

tetapi

ada kemungkinan

masuknya

aliran portfolio yang disebabkan tingkat suku bunga yang

tinggi. Ketika perusahaan-perusahaan dapat meminjam modal dari luar negeri secara

langsung

atau

melalui bank-bank

lokal

dan

bank-bank

asing, mereka

dapat

menembus hambatan-hambatan kredit

domestik

tJan mempersulit agenda kebijakan pemerintah.

Regim

fixed

exchange

rate

membatasi intlependensi kebijakan moneter,

tapi

juga

menawarkan garransi implisit akan exchange risk pada investor asing. Regim floating

exchange

rate akan

memaksa investor

jangka

pendek menghadapi ketidakpastian dan memberi kefleksibelan yang lebih iinggi untuk kebijakan moneter.

3.

Perdagangan

dan Kebiiakan-Kebijakan Investasi

Mengarahkan moCal

pada

itrvestasi-investasi produktif adalah aspek yang
(15)

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan Kondisi Empir,s--- Losina purnasluti

dan

kebijakan liberalisasi investasi mernfasilitasi pemyerapan

aliran

modal dengan cara mengurangu tekanan pada real exchange

rate.

Liberalisasi

perdugangur-r"r,

dibarengi

dengan

kebijakan-kebijakan investasi

yang

sesuai

yang

mendorong investasi yang efisien pada sektor-sektor produktif.

4. Pembangunan pasar

Modal.

Meskipun fundamental makroekonomi adaiah suatu keharusan untuk stabilitas neraca pembayaran, akan

tetapi

hal tersebut bukanlah

syarat yang mencukupi bila

kita berada

di

dunia yang secara finansial terintegrasi. Semakin dalam

dan semakin

baik

memfungsikan

pasar modal akan

memfasilitasi manajemen

aliran

modal. semakin mantap pasar finasial domestik akan menrbantu mengisolasi pasar domestik dari shock likuiditas asing, seperti; penarikan besar-besaran secara cepat kredit antar

bank jangka pendek. semakin ruas

pasar, seperti; pembangunan pasar bond korporasi domestik sebagai kompremen pasar pinjaman bank

langka

pendek, akan membuat perusahaan-perusahaan mendifersifikasi

struktur mocal

mereka

dan

semakin

baik pengelolaan neracanya. Jeras

bahwa

investasi

jangka

panjang

seharusnya tidak

dibiayai dengan piniaman antar barrk

iangka pendek. pasar bond korporasi akan lebitr

baik bila melayani kebutuhan-kebutuhan modai sepefti

ini.

Liberalisasi pasar modal domestik

juga

akan

membantu menopang aliran

modal., khususnya aliran pcrtfolio. Pembangunan psar-pasar finansial

ini

sangauah

vital

untuk kemarrrpuErn pemerintah dalam mengelola

dan

menyerap aliran moclal ya,rg ticiak stabil

dan

lebih luas lagi adalah untuk mengerora perekonomian mereka senciri dengan

.*o

,,out

't;;;;r;;

contohnya, eksekusi operasi pasar terbuka

tidak akan

mr.,ngkin terlaksana tanpa memfungsikan pasar hutang pemei'intah yang efisien, rikuid dan seragam.

pembangunan

pasar

mocrar

domestik

memerrukan peningkatan system

regulasi, penciptaan

insentif

yang

mempromosikan

perrraku

.

prudensi

.d'an memodernisasi infrastruktur dasar

untuk

transaksi, seperti; penetapan

dan

system

harga.

Reformasi

pasar

modar

akan

meningkotkan arokasi

sumberdaya sehingga

mampu

mendorong peftumbuhan.

pajak

dan

kebi;akan regurasi

ser,arusnla mendukung perubahan-perubahan ini.

5. Regulasi-Regulasi yang prudensial

Liberalisasi transaksi

modal

dan

transfer

yang

komprehensif seharusnya bukan berarti menanggalkan semua aturan dan regulasi yang diterapkan untuk aliran modar, seperti yang terjadi

di

berbagai negara di

Asia

serama kurun wai<tu lgg0an, khususnya dengan pengembangbiakan finance companies di rhailand dan bank-bank

di

Indonesia. penetapan

struktur aturan yang

sesuai

untuk

pasar finansiar dan

transaksi sangatlah penting untuk mengelola aliran-aliran

(16)

lrr*l::lr,t,,*t

*

t'rrutt,t,*,,

,,,'2'

Drtr,,,l,",',M

perlu memastikan bahwa regulatori, pajak, dan struktur-struktur legal memberikan

insentif yang sesuai

untuk

perilaku prudensi

dari

para agen-agen

di

sektor flnasial.

Suatu kerangka yang sesuai untuk regulasi prudensial dan superuisi adalah penting selama proses liberalisasi neraca modal dan dan sesudahnya.

Regulasi prudensial biasanya mencakup

hukum, regulasi,

pedoman dan pengawasan

yang

mempronrosikan kesehatan institusi-institusi

finansial

dengan nremastikan risk management yang memadai dan pengaturan internal yang efektif

iJengan cara,melgembangkan disiplin pasar, melindungi investor

dari

penipuan dan

praktek-praktek

deseptif,

serta

memastikan

bahwa agen finansial

melaksakan kewajiban fidusier mereka (Johnston, 1998)

E. KESIMPU!.AN

Di dunia yang finansialnya tersegmentasi, maka manajemen krisis finansial

dan

pencegahannya

adalah suatu

masalah

yang

berkenaan

dengan

pemulihalr

keseimbangan

neraca berjelan.

Hal

ini

pada

dasarnya

dapat

dicapai

melalui

pengadopsian kebijakan-keb'rjakan

makro

ekonorni

yang

prudensial.

Meskipun demikian,

di

dunia yang finansialnya terintegrasi

,

neraca pembayaran adalah fungsi dari neraca berjalan yang stabil dan neraca modal yang stabil. Kondisi ini memerlukan bukan hanya kebijakan makro ekonomi yang prudensial akan

tetapijuga

kepercayaan investor dan dinamika aiiran modal yang stabil. Kepercayaan investor tergantung pada

kesehatan

dan

efisiensi kebijakarn makro ekonomi

sefta

kesehatan

dan

efisiensi

system flnansial domestik. Kesehatan kebijakan makro ekonomi dan sistem finansial

domestik

ini

memerlukan sektor finansial

yang efektif yang

dengan

layak

mengalokasikan rnodal secara internal pada batas resiko ekses harga dan investasi yang tidak rasional. Ekses-ekses tersebut sangat jelas nampak pada tingkat investasi

double-digit

cti hampir

sernua negara-negara

di

Asia pada

pertengahan 1990an. Sistem finansial yang lemah, moral hazarad, regim exchange rate dan fur'lamental makro'ekonor.ri yang lemah telah terbukti menjadi kombinasi yang berbahaya pada situasi mobilitas

modal

intetnasional

yang tinggi. Di dunia yang

secara finansial terintegrasi, regulasi pruc.lensial yang layak

dan

liberalisasi pasar finansial domestik

untuk

mernfasilitasi alokasi rasional modal adalah

syarat

yang

diperlukan untuk
(17)

Krisis Neraca Pembayaran: Antara Teori Dan Kondisi Empiris--- Losinu purnastati

Daftar

Pustaka

Bank of International Settlements (BIS), 1998, 6dh Annuat Report, Basle, Swi2erland.

Eichengreen, Barry, Ariccia, Giovanni, Detragiache, Enrica,

and

Milesi-Ferretti, Gian,

7998,

TheoretrCal and PracfuTa/ Aspects

of

Capta/ Account lrbera/izabb4 IMF Research Department, SM/98/187.

Eichengreen,

Barry, 7999,

Toward

a

New International Financial Architecture

-

a practical post Asia agenda, Institute for International Economics.

Glick, Reuven, 1998, Thoughts

on the

origins

of

the

Asia

Crisis: rmpulses and propagation mechanisms, Working paper NO. PB9B-07, Center

for

Pacific

Basin Monetary

and

Economic Studies, Economic Research Department, Federal Reserve Bank of San

Francisco,

:

IMF, 1998a, Annual Report,IMF, Washington D.C.

IMF, 1998b, International Capital Markets: developments, prospects, and key policy issues, IMF, Washington D.C.

Johnston,

R.

Barry,

1998, Sequencing Capital A.ccount Liberalisation, Finance and Development, December 1998, Vol.35, No.4.

Khan, M., 1990, The Macroeconomic Effects of Fund Supported Adjustment programs/ IMF Staff Papers, June 1.990.

Khan, M. and M,D. Knight, Stabilization Programs

in

Developing countries:

A

Formal

Framework, IMF Staff Papers, lvlarch.

Krugman, Paul,

1979,

A

Model

of

Balance

of

Payment Crises, Journal

of

Money,

Credit, and Banking, Vol.11, pp.311-25.

Krugman, Paul, 1998,

"What

to

Happened

to Asia?i

unpublished manuscripfi MTf ,

January.

Krugman, Paul, 2001, Crises:

The

Next Generation?, unpublr'shed manuscripfi

Mff,

March.

Leung, Suiwah, 1998, "Capital flows, ntonetary policy and exchange rates in the Asian

Region"

in

Korea

Development

Institute (eds.)

Financial Deregulation, Capital Flows

and

Macroeconomic Management

in

the

Asia

Pacific, The Korean Developrnent Institute, Seoul.

,f

I

(18)

Jurnol Ekonomi & Pentlittikon, Volur,lc 3 Nomor 2, Dcsembar 2006

McKinnon, RonalC,

tg9L,

The Order of economic liberalization: financial control in the

transition

to

a

market

economy.

The John

Hopkins University Press,

.,

Baltimcre.

McKinnon, Ronald

and

Huw Pilr,

igg7,

''Credible Economic Liberalizations and Overbo;rowing", Economiq Devetopment

and International

Trade, Vol'87,

No.2, MaY, PP' 189-93

Moreno, R., Pasadilla,

G.,

P.emolina,

E.,

1998, "Asia's Financial Crisis: LessonS and

Policy Responses",

working

Paper PB98-02, Federal Reserve Bank

of

san Francisco, JulY 1998 .

Obstfeld, Maurice, Rational and Self-Fulfilling Balance

of

Payments Crises, American

Econom ic Review, V ol.7 6, PP.7

2-Bl.

Radelet, Steven,

'

and Sachs, Jeffrey, 1998, " The East Asian Financial Crisis: Diagnosis, Remedies, Prospects", Brookings Panel paper, washington

D.c.,

March

26-2.7.

Roubini, Nouriel, Corsetti, Giancarlo,

and

Pesneti, Paolo, 1998,

"What

caused the

Asian

currency

and

financial

crisis",

unpublished

paper,

March, http. //www.stein.nyu.edu/-nroubini/asia/AsiaHomepage. html

Rivera-Batiz, Francisco

and Luis,

1994, International Finance

and open

Economy

Macroeconomics, MacMillan, Second Edition'

Shaalan, Shakur, 1998, "Financial markets: coping

with

turbulence", IMF Economic

Forum,

December'

http://imfntlx.imf.org :80/externaUn pltr I 19981TR981201' htm

World Bank, 1996, Managing Capital Flows

in

East Asia, The International Bank for

Reconstruction and Development, Washington, D'C'

Gambar

Tabel 2: Indikator Makroekonomi di beberapa negara Asia

Referensi

Dokumen terkait

kapal 5000 GT dari setiap pola operasi bila menggunkan kapal bekas. • Mengetahui besar rasio biaya

“cuma apa ya, paling cari kesibukan lain gitu, biasanya nge - PES, maen game yang offline aja, kalo sama temen ya gabung sama temen, kalo gak ada ya udah tiduran,

Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005 dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara nilai yang

Tataran konseptual menyangkut perumusan visi, misi, tujuan dan program pesantren; tataran institusional dapat diwujudkan melalui pembentukan budaya lembaga yang

Lompat jauh merupakan salah satu nomor dalam cabang olahraga atletik. Tujuan lompat jauh ialah melakukan lompatan sejauh mungkin dengan teknik dan prosedur yang telah

Ini menunjukkan bahwa somber daya manusia yang berkualitas memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan industri pariwisata terutama ketika pemerintah

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering total gulma pada umur pengamatan 21, 41, dan 55

Kafir tidak hanya mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi juga termasuk mereka yang melawan segala usaha yang sungguh-sungguh untuk menata ulang struktur masyarakat agar