• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kandungan Salmonella sp. Pada Telur Mentah dan Telur Setengah Matang Pada Warung Kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Kandungan Salmonella sp. Pada Telur Mentah dan Telur Setengah Matang Pada Warung Kopi Jalan Samanhudi Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun Tahun 2013"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005). Menurut Chandra (2006) Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan , antara lain :

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan b. Mencegah penularan wabah penyakit.

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

Di dalam upaya sanitasi makanan ini, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, seperti berikut:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi. b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan. c. Keamanan terhadap penyediaan air

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

(2)

2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Sanitasi Makanan

Menurut Chandra (2006) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif. Factor-faktor tersebut berkaitan dengan makanan, manusia dan peralatan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan faktor makanan, antara lain : 1. Faktor Makanan

a. Sumber bahan makanan

Apakah diperoleh dari hasil pertanian, peternakan, perikanan atau yang lainnya, sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan insektisida.

b. Pengangkutan bahan makanan

Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya, apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan penutup. Pengangkutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan agar tidak rusak. Contoh, mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin.

c. Penyimpanan bahan makanan

(3)

1. Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang.

2. Jika akan menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.

3. Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur.

4. Memiliki sirkulasi udara yang cukup. 5. Memiliki pencahayaan yang cukup.

6. Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus (jika ada).

7. Harus ada jalan dalam gudang: a. Jalan utama lebar 160 cm. b. Jalan antar lebar blok 80 cm c. Jalan antar rak lebar 80 cm d. Jalan keliling 40 cm d. Pemasaran Makanan

Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalahpasar swalayan atau supermarket. e. Pengolahan makanan

Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratansanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.

(4)

Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutupserta dapat memenuhi selera makan pembeli. g. Penyimpanan makanan

Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi dalam lemari atau alat pendingin.

2. Faktor Manusia

Orang-orang yang bekerja pada tahapan di atas juga harus memenuhi persyaratan sanitasi, seperti kesehatan dan kebersihan individu, tidak menderita penyakit infeksi dan bukan carrier dari suatu penyakit. Untuk personil yang menyajikan makananharus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan dan 1 tahun.

3. Faktor Peralatan

Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus juga memenuhi persyaratan sanitasi.

Menurut Yuliarsih (2006) permasalahan sanitasi makanan yang menyangkut nilai gizi ataupun mengenai komposisi bahan makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, kurang diperhatikan. Sanitasi makanan lebih ditekankan pada pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan makanan agar tidak membahayakan bagi kesehatan.

1. Bahaya makanan untuk kehidupan

(5)

b. Dalam makanan tersebut memang telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan.

2. Hal-hal yang dapat membahayakan makanan bagi tubuh manusia. a. Zat-zat kimia yang bersifat racun

Biasanya karena kelalaian, misalnya menempatkan racun tikus atau insektisida dengan bahan-bahan dapur.

b. Bakteri-bakteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, misalnya

Dipindahkan lalat dan feses, sayuran yang dicuci dengan air yang telah terkontaminasi, minum susu sapi yang berpenyakit TBC dan makan daging dari hewan yang sakit.

2.2. Telur

(6)

sebab itu, usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur (Hardani, 2003).

2.2.1 Struktur Telur

Telur mempunyai struktur yang sangat khusus. Secara terperinci telur terdiri dari bahan organik, pada putih telur komponen terbanyak adalah air disusul dengan protein, dan pada kuning telur bagian terbanyak juga air, lemak dan protein (Hardani, 2003).

Adapun struktur telur terdiri dari (Nurzane, 2010) : 1. Cangkang telur

Mempunyai banyak pori yang penting untuk pertukaran udara. Di dalam cangkang terdapat selaput tipis, di salah satu ujung telur, selaput tidak menempel pada cangkang sehingga membentuk rongga udara.

2. Rongga Udara

Sebagai sumber oksigen bagi embrio. 3. Albumen (putih telur)

Berfungsi untuk melindungi zigot atau embrio dari goncangan, bahaya lain, dan sebagai cadangan makanan.

4. Kuning Telur

Sebagai persediaan makanan bagi embrio. 5. Kalaza (tali kuning telur)

Berfungsi untuk menahan kuning telur, supaya tetap pada tempatnya dan menjaga embrio agar tetap berada di bagian atas kuning telur.

(7)

Disebut juga sel embrio, yang akan tumbuh menjadi individu baru. Secara terperinci struktur telur ayam dapat dilihat pada lampiran 3. 2.2.2 Klasifikasi dan Kualitas Telur

Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur, dasar inilah yang disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja, tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi seperti berat dan mutu telur (Sudaryani, 2003).

Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya menghasilkan telur dengan sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, telur besar, medium, kecil dan peewe. Secara lengkap grading telur berdasarkan ukuran berat dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Grading Telur Berdasarkan Ukuran Berat

No. Klasifikasi Berat /butir (gram) 1. Sumber : Sudaryani, 2003

(8)

Tabel 2.2 Grading Telur Berdasarkan Mutu Mutu Karakteristik

AA

A

B

C

Kulit bersih, tidak retak dan normal. Diameter kantung telur tidak lebih dari 0,3 cm, putih telur cerah dan kental, kuning telur normal dan tidak cacat.

Kulit bersih, tidak retak dan normal, diameter kantung telur tidak lebih dar 0,42 cm, putih telur cerah tapi agak encer, kuning telur agak normal dan tidak cacat.

Kulit tidak retak, sedikit bernoda sedikit abnormal, diameter kantung telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah dan sedikit encer, kuning telur agak normal dan membesar dan agak cacat.

Kulit tidak retak, tetapi bernoda dan abnormal, diameter kantung telur tidak lebih dari 0,90 cm, putih telur cerah tetapi encer, kuning telur membesar dan cacat.

Sumber : Sudaryani, 2003

2.2.3 Faktor-faktor yang Menentukan Kualitas Telur

Kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan kualitas telur. Secara khusus faktor-faktor yang menentukan kualitas telur antara lain (Sudaryani, 2003) :

(9)

Kualitas telur sebelah luar ditentukan oleh kondisi kulit telurnya. Berikut ini beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas telur sebelah luar.

a. Kebersihan kulit telur

Kualitas telur semakin baik jika kulit telur dalam keadaan bersih dan tidak ada kotoran sedikit pun.

b. Kondisi kulit telur

Kondisi kulit telur dapat dilihat dari tekstur dan kehalusannya. Kualitas telur akan semakin baik jika tekstur halus dan tidak retak.

c. Warna kulit

Warna kulit telur ayam ada 2 (dua) yaitu putih dan cokelat. Perbedaan warna kulit tersebut disebabkan adanya pigmen Cephoryrin yang terdapat pada permukaan kulit telur yang berwarna cokelat. Kulit telur yang berwarna cokelat relatif lebih tebal dibandingkan dengan yang berwarna putih. Tebal kulit telur yang berwarna cokelat rata-rata 0,51 mm, sedangkan tebal kulit telur yang berwarna putih rata-rata 0,44 mm. Oleh karena itu, kualitas kulit telur yang berwana cokelat lebih baik dibandingkan telur yang berwarna putih. Dalam penyimpanan, telur yang berkulit cokelat lebih awet dibandingkan telur yang berwarna putih (Sudaryani,2003).

d. Bentuk telur

Bentuk telur yang baik adalah proporsional, tidak berbenjol-benjol, tidak terlalu lonjong dan juga tidak terlalu bulat.

(10)

Pada umumnya, telur yang lebih berat harganya lebih mahal harganya. Di Indonesia, ketentuan tersebut belum berlaku sebab ada kecenderungan konsumen lebih menyukai telur dalam jumlah butiran yang lebih banyak dalam setiap kilogramnya.

2. Kualitas telur sebelah dalam (isi telur)

Untuk menentukan kualitas isi telur dapat dilihat dari bagian telur sebelah dalam. Beberapa faktor yang menentukan kualitas isi telur di antaranya adalah sebagai berikut (Sudaryani, 2003):

a. Ruang udara

Telur yang segar memiliki ruang udara yang lebih kecil dibandingkan telur yang sudah lama. Pembagian kualitas telur berdasarkan ruang udaranya adalah sebagai berikut :

1) Kualitas AA memiliki kedalaman ruang udara 0,3 cm. 2) Kualitas A memiliki kedalaman ruang udara 0,5 cm. 3) Kualitas B memiliki kedalaman ruang udara > 0,5 cm. b. Kuning telur

Telur yang segar memiliki kuning telur yang tidak cacat, bersih dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah.

c. Putih telur

(11)

2.2.4 Kandungan Gizi Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya, dan mengandung berbagai macam zat gizi yang penting bagi tubuh. Gizi telur sebenarnya berpusat pada kuning telur yang tinggi akan kadar protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin (Khamsan, 2002).

Kandungan gizi dalam 100 gram telur ayam dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam 100 gr Telur Ayam

No. Zat Gizi Putih Telur Kuning Telur Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, 1996

2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Gizi Telur

(12)

Beberapa jenis penyakit ayam, seperti ND (newcastle disease) dan infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur.

2. Suhu

Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan pada ayam sehingga zat-zat gizi yang diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal mencapai 29ºC (85ºF) (Sudaryani, 2003).

2.2.5.2 Makan Induk 1. Pakan

Kualitas pakan juga akan mempengaruhi kualitas kuning telur serta putih telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung kuning, jagung putih dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf, 1994)

2.2.5.3 Suhu Penyimpanan

(13)

diletakkan ember berisi air yang berfungsi untuk menjaga kelembapan ruang. Dengan cara ini penguapan cairan di dalam telur dapat dikurangi (Sudaryani, 2003).

2.3. Bakteri

2.3.1 Karakteristik Bakteri

Nama bakteri berasal dari bahasa yunani, yaitu bakterian yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Berbagai jenis bakteri dapat dibedakan menurut bentuknya yang kadang tercermin pada namanya ( purnawijayanti, 2001).

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu golongan basil, dan kokus dan golongan spiril. Basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Basil dapat bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, bergandengan dua disebut diplobasil. Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Golongan ini

tidak sebanyak golongan hasil. Kokusada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher disebut steroptococcus, ada yang bergandengan dua disebut dicoccus, ada yang mengelompok berempat disebut tetracoccus, kokus yang

mengelompok merupakan suatu untaian disebut stafilococcus, sedang yang mengelompok seperti kubus disebut sarsina.

(14)

Pada umumnya bakteri itu kecil sekali, sehingga kita memerlukan mikroskop untuk mengamatinya. Kokus berdiameter antara 0,5µ-2,5µ. Basil lebarnya antara 0,2µ-2,0µ, sedang panjangnya antara 1µ-15µ. Sel bakteri ini terdiri atas dinding sel, sitoplasma dan bahan inti (nukleus).

Kebanyakan dari bakteri mati jika tidak ada makanan atau dalam keadaan tidak cocok. Tetapi bakteri tertentu dapat membentuk spora. Istilah spora pada bakteri mempunyai arti lain. Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar atau bentuk tidak aktif dari bakteri apabila lingkungannya tidak sesuai. Misalnya, suhu tinggi atau rendah. Kondisi kering dan kondisi lain yang tidak meguntungkan. Dalam bentuk spora, bakteri ini tidak mati. Segera setelah keadaan luar baik lagi bakteri, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri sebagaimana biasanya ( Purnawijayanti, 2001). 2.4. Bakteri pengkontaminasi Telur

Ada beberapa bakteri yang dapat mengkontaminasi telur yaitu (Syamsir 2010) 1. Bakteri Salmonella sp.

Salmonella adalah bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia dan banyak hewan, seperti demam tifoid, demam paratifoid, dan salmonellosis. Bakteri Salmonella sp. dapat masuk langsung dari indukan ke telur dan juga dari pori-pori

telur yang terkontaminasi. 2. Bakteri Campilobecter Sp.

(15)

gatroenteritis. Bakteri ini mengkontaminasi telur dengan cara masuk melalui telur yang terkontaminasi feces dan masuk melalui pori-pori telur

3. Bakteri Listeria Monocytogenesis

Bakteri Listeria organ targetnya adalah sistem kekebalan tubuh sebelum dapat menyebabkan infeksi. Mereka yang lolos respon awal sistem kekebalan tubuh akan menyebar dan merusak organ target yakni pada organ pencernaan. Bakteri Listeria juga dapat masuk melalui feces dan tanah yang mengandung bakteri tersebut.

Namun dari ke tiga bakteri tersebut bakteri Samonella sp merupakan bakteri patogen utama yang mengkontaminasi telur.

2.5. Tinjauan Tentang Salmonella sp. 2.5.1. Klasifikasi Salmonella sp.

Berikut ini merupakan taksonomi bakteri Salmonella sp. yaitu : Filum : Bacteria (Eubacteria)

Kelas : Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriakceae

Spesies : Salmonella sp. terdiri dari 3 spesies utama yaitu : 1. Salmonella typhi terdiri dari 1 serotipe. 2. Salmonella cholerasuis terdiri dari 1 serotipe.

3. Salmonella enteritidis mempunyai lebih dari 2300 serotipe antara lain S. arizonae, S. belfats, S. blockey, S. dublin, S. gallinarum, S. heidelberg, S. hirschfeldil, S. infaris, S. javiana, S. loma-linda,

(16)

paling sering menimbulkan penyakit bersumber makanan/minuman dan ditemukan dalam telur adalah S. enteriditis dan S. typhimurium (Bonang, 1995).

Salmonella sp. adalah suat

berbentuk batang, aerob atau fakultatif anaerob, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 0,5–0,8 x 1–3 µm, memfermentasi glukosa, maltosa, manitol. Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan Salmonella dinamai da

sebenarnya, rekannya yang pertama kali menemukan bakterium ta 2012).

Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada temperatur 5-47 °C dengan pertumbuhan optimum 35-37 °C. Namun, ada beberapa serovar yang mampu tumbuh pada temperatur 4 °C. Salmonella sensitif terhadap temperatur tinggi dan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Dalam makanan beku, jumlah Salmonella menurun perlahan-lahan karena temperatur penyimpanan menurun (Fernandes 2009).

Waktu yang diperlukan Salmonella sp. untuk sekali membelah diri adalah 24-25 menit, tetapi waktu untuk membelah diri dapat dipengaruhi oleh suhu, pH, cahaya, bahan kimia dan kelembaban.

Salmonella sp. dapat bertahan selama berminggu-minggu di luar tubuh yang

(17)

cukup lama namun tidak dapat mentoleransi konsentrasi garam yang tinggi. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa

hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. Salmonella sp. mati setelah dipanaskan sampai 55 °C (131 °F) selama 90 menit, atau sampai 60 °C (140 °F) selama 12 menit. Untuk melindungi terhadap infeksi Salmonella sp., dianjurkan makanan dipanaskan selama sedikitnya 10 menit pada suhu 75 °C (167 °F) sehingga pusat makanan mencapai suhu ini. Salmonella sp. yang patogen terhadap manusia adalah Salmonella thypi, Salmonella parathypi A dan Salmonella parathypi B (Wikipedia, 2012).

2.5.2 Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp.

Bakteri Salmonella sp. ini sebenarnya selalu masuk melalui mulut, biasanya dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi Salmonella sp., sebagian kuman mati oleh asam lambung, tetapi yang lolos masuk ke usus halus dan berkembang biak di ileum. Di sini bakteri memerbanyak diri di kelenjar getah bening yang kemudian menyebar ke aliran darah dan kelenjar getah bening kemudian ke usus (Mudihardi 2001).

Dosis infektif bagi manusia 105 – 108 Salmonella sp. di antara faktor-faktor tubuh yang menyebabkan resisten terhadap infeksi Salmonella sp. adalah keasaman lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus setempat.

(18)

1. Golongan Bakteremia

Biasanya ini dihubungkan dengan S. cholerasuis, tetapi dapat disebabkan oleh serotip Salmonella. Invasi dini dalam darah setelah infeksi melalui mulut dengan kemungkinan lesi fokal di paru-paru, tulang, selaput otak dan sebagainya.

2. Golongan gastroenteritis (food poisoning)

Misalnya oleh S. enteritidis dan S. typhimurium, S. newport, S. dublin, merupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella sp., gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. enteritidis dan S. typhimurium. Biasanya terjadi demam, kejang perut dan diare yang terjadi antara 12-72 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.

Penyakit tersebut dapat berlangsung selama 4-7 hari, dan kebanyakan sembuh tanpa pengobatan/pemberian antibiotik. Akan tetapi, diare mungkin bertambah parah dan mengharuskan penderita berobat ke rumah sakit terutama untuk penggantian cairan elektrolit.

Penyakit ini berakibat fatal jika orang tua dan bayi yang kekebalannya rendah mengonsumsi kuman tersebut. Pada penderita ini, infeksi bisa menyebar dari usus ke pembuluh darah dan kemudian ke seluruh jaringan tubuh dan dapat menyebabkan kematian, kecuali jika penderita cepat memeroleh pengobatan antibiotik.

(19)

3. Golongan Enteric Fever (Typhoid fever/Typhus Abdominalis)

Menurut Muhardi (2001), Gejala ini terutama ditimbulkan oleh S. typhi, S. paratyphi A dan S. schottmulleri. Salmonella sp. yang termakan mencapai usus dan

masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa ke aliran darah. Kemudian kuman dibawa oleh darah menuju organ, termasuk usus dimana organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieksresikan dalam tinja,.

Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepala, konstipasi, bradikardia dan mialgia. Demam sangat tinggi dan limfa serta hati menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah (rose spots) yang berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah. Pada masa sebelum adanya antibiotika, komplikasi utama adalah enteric fever adalah perdarahan usus. Angka kematian adalah 10-15%.

4. Golongan Carriertat

Merupakan golongan yang menyebabkan manusianya menjadi carrier, setelah terinfeksi nyata atau sub klinik, beberapa orang dalam jaringannya terus terdapat organisme ini selama waktu yang tidak terbatas.

Menurut RAY (2001) manusia dapat bertindak sebagai carrier setelah terinfeksi dan menyebarkannya melalui feces untuk waktu yang cukup lama, selain itu dapat juga terisolasi dari tanah, air, dan sampah yang terkontaminasi feces. Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus halus, berbiak di sel

(20)

dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi air dan elektrolit.

2.5.3 Cara Kontaminasi Bakteri Salmonella sp. Ke Dalam Telur

Bakteri Salmonella sp. dapat masuk dalam telur melalui dua cara yaitu (Saksono, 1986):

1. Secara langsung (vertikal), melalui kuning telur dan albumen (putih telur) dari ovarium induk ayam yang terinfeksi Salmonella sp., dalam hal ini biasanya terjadi apabila induk ayam terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. dan menghasilkan telur yang terinfeksi ringan dan

menghasilkan anak ayam yang terinfeksi yang bertahan hidup dan tumbuh menjadi besar dan mungkin meneruskan mengeksresikan Salmonella sp. yang kemudian menghasilkan telur yang mengandung Salmonella sp.

2. Secara horizontal, dimana Salmonella sp. masuk melalui pori-pori kulit (cangkang), hal ini biasanya karena kotoran yang menempel pada kulit telur. 2.5.4. Batasan Cemaran Salmonella sp. pada Makanan dan Minuman

Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Nomor : 03726/B/SK/VII/89 tentang Batasan maksimum Cemaran dalam Makanan dan Minuman dimana untuk semua jenis makanan dan minuman kandungan Salmonella sp. adalah 0 (nol) atau tidak terdapat bakteri Salmonella sp.

(21)

Apabila terdapat bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman, maka makanan atau minuman tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan walaupun jumlahnya belum dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Maka agar angka bakteri nol, makanan atau minuman tersebut harus melalui pengolahan yang tepat untuk dapat membunuh bakteri Salmonella sp. pada makanan dan minuman terlebih dahulu.

2.6. Cara Pengolahan Makanan

Syarat-syarat proses pengolahan adalah (Depkes RI, 2004) :

1. Jenis bahan yang digunakan, baik bahan tambahan maupun bahan penolong serta persyaratan mutunya.

2. Jumlah bahan untuk satu kali pengolahan. 3. Tahap-tahap proses pengolahan.

4. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan pembusukan, kerusakan dan pencemaran.

2.7. Perebusan Telur

Cara benar untuk mendapatkan telur rebus yang baik adalah sebagai berikut : (Anonimous, 2012)

Pertama siapkan panci atau wadah untuk merebus air. Masukkan air dan telur ke dalam panci lalu dimasak.

(22)

Masukan telur selama 10 – 15 menit ke dalam air lalu didihkan (waktu terbaik adalah 10 menit) dan segera angkat dan dinginkan telur (bisa menggunakan air es atau air biasa). lebihd ari 15 menit, telur akan terlalu matang dan bisa mengubah warna kuning telur menjadi keungu – unguan. Untuk memudahkan proses pengupasan kulit, sebaiknya gunakan telur yang sudah disimpan selama beberapa hari. Telur yang masih baru umumnya akan sulit untuk dikupas.

2. Telur 3/4 matang

Siapkan air yang sudah mendidih, kemudian angkat dari api. Masukan telur kedalam panci lalu tutuplah pancinya. Rendam telur selam kurang lebih 6 – 8 menit. Kemudian angkat telur dan pindahkan ke dalam cangkir. Bila kulit telur masih sulit untuk dikupas, telur bisa direndam dalam air hangat lagi selama 1 – 2 menit. Telur yang sempurna, kuning telur sudah mengumpal dan putih telur masih sedikit kental. 3. Telur 1/2 matang

Caranya sama dengan telur 3/4 matang, telur hanya cukup direndam dalam air yang sudah didihkan. Waktu rendam hanya berlangsung selama 2 – 3 menit, kemudian segera angkat dan dinginkan dalam air. Telur setengah matang yang sempurna memiliki kuning telur yang tidak mengeras sama sekali dan putih telur yang berbentuk krim.

(23)

2.8. Kerangka Konsep

Telur Ayam Mentah - Putih Telur - Kuning Telur

Telur Ayam Setengah Masak

- Putih Telur - Kuning

Telur

Kandungan Salmonella sp

Batasan Mikroorganisme Pada Makanan

SNI 01-6366-2000

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi

Gambar

Tabel 2.1 Grading Telur Berdasarkan Ukuran Berat
Tabel 2.2 Grading Telur Berdasarkan Mutu
Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam 100 gr Telur Ayam

Referensi

Dokumen terkait

Plant growth (dry weight of the potato shoot and root) and tuber productivity of G062 inoculated plant were higher than control plants (Figure 8). This result

meneliti proses input data SMA Kristen 1 Salatiga pada server nilai dan keuangan serta identifikasi permasalahan yang ada. 2) Plan : Merupakan tahap perencanaan kerja, dimana

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, unutk mengetahui apakah desain didaktis dengan scaffolding dapat mengatasi learning obstacle (hambatan

Internet merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern, salah satu fitur dari internet yang populer saat ini adalah

Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) yang peneliti lakukan selama empat bulan, yaitu pada tanggal 15 September 2015 sampai tanggal 15 Desember 2015 di TK Darussalam

Kedua metode ini dipilih karena memiliki cara pendekatan yang berbeda pada QoS namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menjaga kualitas dari layanan pada jaringan

Adanya molekul-molekul polar dengan dipol permanen akan menyebabkan imbasan dari kutub molekul polar kepada molekul nonpolar, sehingga elektron-elektron dari molekul

In streets and intersections, identification of critical accident-prone points has an important role in using the acceptable model and method in order to decrease