• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Perubahan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan Supervisi Kepala Ruangan terhadap Perubahan Iklim Organisasi Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelatihan

2.1.1. Definisi pelatihan

Proses pelatihan meliputi tugas untuk membantu praktisi menggunakan kesempatan dalam merefleksikan supervisi klinis atau membantu pembentukan para supervisor klinis. Hal ini bukan hanya tentang supervisi, tetapi pelajaran tentang cara melakukan supervisi dengan baik. Peserta yang datang berharap akan diajarkan cara melakukan supervisi, tetapi supervisi klinis adalah suatu proses yang tidak mempunyai sekumpulan prosedur atau cara seperti banyak disiplin praktik. Hal itu tergantung keberhasilan sikap, kualitas dan keterampilan hubungan antar pribadi peserta (Proctor, 2001). Pelatihan bertujuan meringankan tugas perawat untuk melakukan supervisi, bukan menjadi yang disupervisi (Cutcliffe, 2001).

(2)

2.1.2. Prinsip-prinsip pelatihan

Hawkins dan Smith (2006) mengemukakan prinsip-prinsip untuk rancangan pengembangan dan pelatihan yaitu: 1) Mulai berfokus pada kesadaran

diri sendiri dengan mengembangkan proses pengalaman belajar, 2) Mengembangkan otoritas, kehadiran dan pengaruh dirasakan individu melalui

umpan balik, 3) Mengajarkan keterampilan dan teknik dasar dengan cara demonstrasi, cerita ilustratif, ikatan dan refleksi pelatihan yang mereka alami, 4) Mengajarkan teori ketika pengalaman belajar yang didapat sedang berlangsung, 5) Hanya waktu belajar: Pelajaran yang paling efektif ketika seseorang yang belajar memahami kebutuhan pelajaran dan dapat menerapkan pelajaran tersebut, 6) Waktu belajar sebenarnya: Pelajaran ditingkatkan oleh seseorang yang belajar untuk menunjukkan masalah yang tidak terpecahkan, dan 7) Setelah pelatihan awal memerlukan periode praktik supervisi yang panjang sebelum terciptanya pengintegrasian diri, keterampilan, teori dan pengalaman praktik mereka.

2.2. Supervisi

2.2.1. Definisi supervisi

(3)

Supervisi merupakan aspek khusus administrasi organisasi. Ketika sejumlah orang bersama-sama diberikan peralatan dan fasilitas yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tertentu, perlu ada koordinasi usaha yang sistematis jika tujuan kelompok harus dicapai secara efisien (Kadushin & Harkness, 2002). Supervisi meliputi manajemen klinis, pengajaran dan riset, manajemen dan administrasi, perawatan kehidupan, keterampilan interpersonal, pengembangan personal, dan refleksi (Kilminster & Jolly, 2000). Supervisi juga memeriksa pekerjaan orang lain, mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan, dan menyetujui atau memperbaiki pelaksanaan kerjanya (Gillies, 1994).

Supervisi yang efektif melalui kombinasi keterampilan dan teknikal, manajer operasional dapat menyusun sumber daya untuk menemukan sasaran dan tujuan dari departemen. Pekerjaan direncanakan, sumber daya terorganisir, memberi pengarahan, membangun kontrol, membuat koreksi, dan menghasilkan produk. Hal ini disebut proses supervisi (Morgan, 1982).

(4)

Supervisi klinis yang efektif mengakui adanya sifat manusiawi dari perawat. Hal itu mengajarkan tentang cara menggunakan kepribadian, pengetahuan dan keterampilan yang membentuk sikap positif, hubungan bersifat membangun dan adanya interaksi. Supervisi klinis dapat membantu dalam mengidentifikasi aspek perilaku yang didapat melalui interaksi dan hubungan (Lynch et al., 2008).

2.2.2. Batas-batas supervisi

Hal yang penting dalam memulai supervisi pertama kali adalah memahami batas-batas supervisi dan dapat membuat kontrak yang jelas serta dinegosiasikan. Sebuah batasan yang sering dikhawatirkan antara yang disupervisi dan supervisor baru adalah batas antara supervisi dan konseling atau terapi. Secara jelas pekerjaan membantu profesi dalam menstimulasi kembali perasaan secara personal, tertekan, marah atau ketidakbahagiaan. Batas dasar merupakan sesi supervisi yang selalu dimulai dari penjelasan mengenai isu-isu pekerjaan dan berakhir dengan melihat yang disupervisi serta memahami pekerjaan yang telah dijelaskan (Hawkins & Shohet, 2006).

(5)

2.2.3. Kontrak supervisi

Ketika kontrak dengan supervisor, kedua belah pihak harus memiliki kesempatan untuk mengatakan tujuan dari sesi, menjelaskan seberapa banyak harapan yang dihadapi, melihat harapan dan ketakutan tentang hubungan kerja mereka. Adanya ketidakcocokan dalam harapan, adalah hal yang penting bahwa perbedaan ini dijelaskan lebih lanjut dalam beberapa bentuk negosiasi yang berlangsung. Konflik tujuan harus dibicarakan, sebagaimana seharusnya masalah model, asumsi dan nilai-nilai (Hawkins & Shohet, 2006).

Aturan dasar supervisi yang perlu dipahami mengenai frekuensi, durasi, tempat dan kasus, juga kontrak supervisi dan pekerjaan yang dievaluasi (Hawkins & Shohet, 2006). Hawkins dan Shohet menyatakan bahwa dalam kontrak ada

enam bidang utama yang harus dibahas: 1) Praktik dan rencana pertemuan, 2) Batasan, 3) Ikatan kerja, 4) Format sesi, 5) Konteks organisasi dan profesional,

dan 6) Membuat catatan.

2.2.4. Unsur-unsur pokok supervisi

Unsur-unsur pokok supervisi menurut Azwar (2010) antara lain: 1. Pelaksana

(6)

Nursalam (2012) menyatakan pelaksana supervisi meliputi: 1) Kepala ruang: bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada klien di ruang perawatan, merupakan ujung tombak tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik keperawatan di ruang perawatan sesuai dengan yang didelegasikan, 2) Pengawas keperawatan: bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada kepala ruangan yang ada di instalasinya, 3) Kepala seksi keperawatan: mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

2. Sasaran

Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran pekerjaan yang dilakukan oleh “bawahan”, disebut sasaran langsung. Sedangkan sasaran “bawahan” yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung (Azwar, 2010, p. 325). 3. Frekuensi

(7)

Jika sesi diadakan setiap awal bulan maka seorang perawat akan melewatkannya, dan berarti 2 bulan diantara sesi-sesi, yang mana dapat menyebabkan kehilangan kontinuitas dan mengurangi hubungan dengan tim (Lynch et al., 2008).

Standar minimum untuk supervisi bulanan untuk tim, dengan frekuensi bervariasi. Mereka disupervisi selama empat mingguan tampaknya menemukan dokumentasi yang lebih berguna daripada interval 2-3 minggu (Turner & Hill, 2011). Edwards et al. (2005) mengidentifikasi faktor-faktor kemungkinan yang mempengaruhi efektifitas supervisi klinis didapat bahwa panjang sesi antara 31-45 menit memiliki nilai lebih besar dari pada 60 menit. Tidak ada pedoman yang pasti seberapa sering supervisi dilakukan. Pedoman umum yang digunakan tergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan serta sifat penyesuaian yang dilakukan (Azwar, 2010).

4. Tujuan

(8)

5. Teknik

Teknik dalam kegiatan pokok supervisi pada dasarnya akan mencakup empat hal yang bersifat pokok, yakni: 1) Menetapkan masalah dan prioritasnya, 2) Menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya, 3) Melaksanakan jalan ke luar, dan 4) Menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut (Azwar, 2010).

Ada dua teknik dalam melaksanakan supervisi yang baik menurut Azwar, (2010), yaitu:

1. Pengamatan langsung

Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Beberapa hal yang harus diperhatikan: 1) Sasaran pengamatan: pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya, dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksanaan supervisi mengamati sesuatu secara detail, 2) Obyektifitas pengamatan: pengamatan langsung yang tidak memiliki standar dapat mengganggu obyektifitas. Mencegah keadaan seperti ini maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isian atau check list yang telah dipersiapkan, dan 3) Pendekatan pengamatan: pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut, tidak senang atau kesan mengganggu pekerjaan. Maka dianjurkan pendekatan pengamatan dilakukan secara edukatif dan suportif, tidak kekuasaan atau otoriter. 2. Kerjasama

(9)

sehingga perlu terjalin kerjasama antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi. Kerjasama tersebut akan terwujud, jika di satu pihak, berlangsung komunikasi yang baik antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi, dan pihak lain sehingga mereka yang disupervisi merasakan masalah yang dihadapi adalah masalah mereka sendiri (sense of belonging) (Azwar, 2010, p. 329).

2.2.5. Proses supervisi

Supervisi berkaitan dengan kompetensi dan efisiensi yang pada dasarnya berorientasi secara manajerial (Kelly, Long, & McKenna, 2001). Proses supervisi dikemukakan Morgan (1983) terdiri dari lima fase yaitu Fase 1: Menjelaskan dan menyatakan tujuan. Pekerjaan supervisor untuk bekerja dalam batasan tugas dan menurut standar yang telah ditetapkan. Walaupun manajer supervisor tidak biasanya menetapkan pedoman umum operasional dari unit atau departemen, pekerjaan supervisor untuk menjelaskan kebijakan, standar, dan tujuan pekerja ini.

Fase 2: Mengalokasikan dan menjadwalkan sumber daya. Manajer harus mengalokasikan dan menjadwalkan sumber daya secara efisien, efektif, dan ekonomis. Hal ini memerlukan penempatan karyawan sesuai keterampilan yang mereka gunakan, dan mengembangkan prosedur, metode, dan sistem secara menyeluruh (biasanya dalam bentuk perencanaan kerja) dengan tenggat waktu yang terpenuhi. Sumber daya harus digunakan dengan benar, dan pekerjaan harus ditingkatkan secara teratur dan konsisten.

(10)

Tindakan yang diambil menimbulkan hubungan timbal balik dari berbagai fungsi daripada tindakan lain. Hasil prosedur mengharuskan perubahan, membuat koreksi di tempat, sumber daya dijadwal ulang dan direalokasikan, dan tindakan yang mengkoordinasikan manajer departemen dalam dan luar.

Fase 4: Mengumpulkan informasi dan mengukur kinerja. Tindakan ini dilakukan oleh manajer dalam proses mengobservasi dan meninjau catatan kembali untuk mendeteksi penyimpangan norma yang dibentuk dari standar-standar tersebut. Manajer mengevaluasi, menilai, dan menyatukan perbedaan antara kinerja sebenarnya dan tindakan yang seharusnya diambil.

Fase 5: Meningkatkan kinerja pekerjaan. Tindakan penting dari proses supervisi adalah meningkatkan kinerja dari manajer departmen. Hal ini meliputi: konseling dan pelatihan karyawan, meningkatkan dan menyederhanakan metode kerja, membangun dan mengimplementasikan suatu program pengurangan biaya, dan sejumlah kegiatan teknis serta manajerial diperlukan untuk meningkatkan kinerja menyeluruh dari departemen umum dan setiap karyawan khususnya.

(11)

deskriptif dan longitudinal dalam mengembangkan supervisi klinis model keperawatan yang terbaik untuk mendukung praktik perawat profesional.

2.2.6. Jenis-jenis supervisi

Supervisi memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan profesional dan keadilan untuk menilai hubungan perawat/pasien hubungan dan suatu komitmen untuk mencapai pengembangan profesional dalam rangka meningkatkan standard pelayanan (WHSCT, 2013). Kategori utama supervisi yang dikemukakan Hawkins dan Shohet (2006) yaitu: 1) Tutorial supervisi: Beberapa aturan supervisor memiliki peran yang lebih dari seorang guru, hampir seluruhnya berkonsentrasi pada fungsi pengembangan, membantu peserta pelatihan yang mengeksplorasi pekerjaan dengan klien, menyediakan sumber daya dan fungsi pengawasan kualitatif di tempat kerja, 2) Pelatihan supervisi: Supervisi menekankan fungsi pengembangan terhadap yang disupervisi dalam pelatihan atau peran pada masa percobaan (Hawkins & Shohet, 2006). Pelatihan seorang supervisor dan program pengembangan dapat membangun keahlian yang dibutuhkan (Eley & Murray, 2009).

(12)

2.2.7. Model-model supervisi

Suyanto (2009) mengemukakan model-model supervisi antara lain: 1) Model konvensional: Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan, serta mengawasi staf dalam menjalankan tugas, 2) Model ilmiah: Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja, 3) Model klinis: Supervisi model klinis bertujuan membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan, 4) Model artistik: Supervisi model artistik dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan disupervisi.

Model supervisi yang digunakan adalah model klinis. Model supervisi klinis yang dikembangkan Brigid Proctor merupakan model paling populer dari supervisi klinis di United Kingdom. Model Proctor sangat identik dengan model Kadushin, yang terdiri dari tiga fungsi utama meliputi: Fungsi normatif, formatif, dan restoratif (Lynch et al., 2008).

Fungsi normatif setara dengan fungsi administrasi Kadushin. Fungsi ini

mengacu secara khusus pada pemantauan, proses evaluasi dan nilai peran. Fungsi yang melibatkan dan menyediakan supervisi yang bermutu. Fungsi

(13)

kebijakan dan prosedur, akuntabilitas dan manajemen beban kasus. (Lynch et al., 2008). Komponen normatif yang dikembangkan secara strategis untuk mengatur tanggung jawab profesional dan masalah mutu dalam keperawatan (Brunero & Stein-Parbury, 2008).

Fungsi normatif meliputi: p

Area kedua dari pengembangan formatif bahwa supervisi berfokus pada pengambilan keputusan (Lynch et al., 2008).

erubahan tindakan, sensitifitas moral, pemecahan masalah, ketegasan komitmen, konfirmasi tindakan dan peran, identifikasi solusi, meningkatkan praktik keperawatan, meningkatkan pemahaman tentang isu-isu profesional, identitas profesional, mengkonfirmasi keunikan peran, perubahan organisasi dari asuhan keperawatan, meningkatkan asuhan keperawatan individu, mengkritisi praktik, meningkatkan praktik, pengambilan risiko, kepuasan kerja, solidaritas profesional, konfirmasi intervensi keperawatan, kerjasama pasien perawat, kurang pemahaman pasien, dan meningkatkan

Fungsi formatif sama dengan fungsi pendidikan dari model Kadushin, yaitu peran pengembangan supervisi (Lynch et al., 2008). Formatif atau keterampilan dan area pengembangan pengetahuan supervisi klinis

hubungan pasien (Brunero & Stein-Parbury, 2008).

(14)

Fungsi formatif meliputi pembelajaran baru, peningkatan pengetahuan, pengembangan profesional (pengetahuan yang lebih dalam), kepercayaan diri, kesadaran diri dari pikiran dan perasaan, meningkatan pengetahuan tentang hak asasi manusia, mengenali kebutuhan keluarga yang lebih, kompetensi dan kreatifitas, pengembangan profesional, melihat keunikan pasien, mendapatkan pengetahuan, kompetensi, kepercayaan diri sendiri, pengetahuan, memahami penggunaan terapi diri saat berhubungan dengan pasien, meningkatkan ide waktu, dukungan ide, kreatifitas dan inovasi, dan keterampilan komunikasi

Fungsi restoratif berfokus pada fungsi pemberian dukungan supervisi klinis. Tanggung jawab supervisor memastikan bahwa yang disupervisi memadai dan mendukung. Hubungan supervisor dibutuhkan terhadap yang disupervisi sehingga dirasakan, diterima, dihargai, dipahami, merasa aman dan cukup terbuka untuk meninjau ulang dan menghadapi tantangan diri (Lynch et al., 2008).

(Brunero & Stein-Parbury, 2008).

(15)

Model Proctor dapat dilihat pada skema 2.1

Skema 2.1. Supervisi Model Proctor

(Sumber: Lynch, Hancox, Happell & Parker, 2008)

Model Proctor mengembangkan proses utama dalam supervisi menggunakan istilah formatif, restoratif dan normatif. Selain itu model Kadushin menulis tentang supervisi pada pekerja sosial meliputi tiga fungsi utama yaitu: edukatif, suportif, dan manajerial. Berdasarkan kedua model tersebut Hawkins dan Shohet (2006) juga mengembangkan tiga fungsi utama meliputi perkembangan, sumber daya dan kualitatif.

Fungsi perkembangan sama dengan fungsi formatif yang dikemukakan oleh model Proctor. Fungsi perkembangan adalah mengembangkan keterampilan, pemahaman dan kapasitas dari yang disupervisi. Fungsi ini dilakukan melalui refleksi, dan eksplorasi dari pekerjaan yang disupervisi dengan klien mereka. Eksplorasi ini dibantu oleh supervisor untuk memahami klien lebih baik, lebih menyadari reaksi mereka sendiri dan tanggap terhadap klien, memahami dinamika dan interaksi dengan klien, melihat keikutsertaan dan konsekuensi dari intervensi, dan mengeksplorasi cara-cara kerja dan situasi (Hawkins & Shohet, 2006).

Supervisi klinis

Normatif

Formatif

Restoratif

Pengkajian dan kualitas Tugas

Keputusan

(16)

Fungsi sumber daya sama dengan fungsi restoratif yang dikemukakan oleh model Proctor. Fungsi sumber daya adalah cara menanggapi setiap karyawan yang terlibat pekerjaan secara personal dengan klien, yang selalu membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh tekanan, rasa sakit dan fragmentasi klien, dan memerlukan waktu untuk menyadari dan menghadapi reaksi apapun (Hawkins & Shohet, 2006). Sumber daya manusia memastikan bahwa organisasi memperoleh dan mempertahankan modal manusia yang dibutuhkan dan mempekerjakan mereka secara produktif (Armstrong, 2006).

Fungsi kualitatif sama dengan fungsi normatif yang dikemukakan oleh model Proctor. Aspek kualitatif supervisi menyediakan fungsi kontrol kualitas dalam pekerjaan dengan banyak orang. Hal ini tidak hanya kurangnya pelatihan atau pengalaman yang diperlukan, sebagai pekerja, seseorang melihat yang kita kerjakan, tapi kegagalan tidak dapat dihindari, masalah-masalah tidak terlihat, kerentanan dan prasangka kita sendiri. Supervisor dapat bertanggung jawab untuk menegakkan standar lembaga pada pekerjaan yang sedang dilakukan. Hampir semua supervisor, bahkan ketika mereka bukan seorang manajer lini, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pekerjaan yang di supervisi sesuai dalam standar etika yang ditetapkan (Hawkins & Shohet, 2006).

2.2.8. Evaluasi supervisi

(17)

Manchester Clinical Supervision Scale terdiri atas tiga komponen pengembangan model Proctor yaitu: normatif (mempertahankan kinerja dan meningkatkan profesionalisme), formatif (meningkatkan pengetahuan dan keterampilan), dan restoratif (memberikan dukungan).

Winstanley dan White (2011); Winstanley (2000, 2001) menyatakan ada tujuh faktor yang terdapat dalam Manchester Clinical Supervision Scale meliputi: 1) Kepercayaan/hubungan (Normatif/restoratif): Tingkat kepercayaan/hubungan dengan supervisor, selama sesi dan kemampuan untuk mendiskusikan masalah sensitif/rahasia, 2) Pengarahan/dukungan supervisor (Restoratif): Hal ini meluas pada yang disupervisi merasakan dukungan oleh supervisor, mengukur tingkat arahan dan menerima bimbingan, 3) Meningkatkan pelayanan/keterampilan (Formatif): Fokus ini pada yang disupervisi merasakan supervisi klinis telah mempengaruhi pemberian asuhan mereka dan mendorong peningkatan keterampilan.

(18)

2.2.9. Supervisi yang efektif

Supervisi yang efektif dikemukakan oleh Kilminster dan Jolly (2000), antara lain: 1) Supervisi mempunyai suatu hal positif yang mempengaruhi outcome pasien dan ketiadaan supervisi membahayakan pasien, 2) Supervisi secara langsung memberi pengaruh positif outcome pasien dan peserta pelatihan, terutama ketika dikombinasikan dengan fokus umpan balik, 3) Supervisi memiliki pengaruh yang lebih ketika peserta pelatihan memiliki lebih sedikit pengalaman, 4) Supervisi diri sendiri tidaklah efektif, masukan dari seorang supervisor diperlukan, 5) Mutu dari hubungan supervisi sangat penting, yang paling penting kesinambungan dari waktu ke waktu, mengontrol produk yang disupervisi dari supervisi, 6) Peserta pelatihan mencoba untuk memanipulasi proses supervisi dengan cara memahami konflik dengan peluang belajar dan tidak mungkin berpengaruh baik bagi pasien, 7) Perubahan perilaku terjadi secara relatif cepat sebagai hasil supervisi sedangkan perubahan pemikiran dan sikap menjadi lebih lama, dan 8) Peserta pelatihan mengidentifikasi banyak keuntungan dari supervisi.

2.2.10. Peran supervisor

(19)

Hawkins dan Shohet (2006) menyatakan sebagai supervisor harus mencakup banyak fungsi dalam perannya sebagai berikut: 1) Sebagai seorang konselor yang memberikan dukungan, 2) Pendidik membantu yang disupervisi untuk belajar dan berkembang, 3) Manajer bertanggung jawab untuk kualitas pekerjaan yang disupervisi dalam melakukan pekerjaan dengan klien, dan 4) Seorang manajer atau konsultan tanggung jawab terhadap organisasi dalam melakukan supervisi.

Hawkins dan Shohet (2006) menyatakan supervisor yang baik meliputi: 1) Fleksibilitas: dapat bergerak antara konsep-konsep teoritis dan penggunaan berbagai intervensi dan metode, 2) Pandangan multi-perspektifal: mampu melihat situasi yang sama dari berbagai sudut, 3) Peta kerja disiplin di mana mereka melakukan supervisi, 4) Kemampuan bekerja secara transkultural, 5) Kapasitas untuk mengelola dan mengatasi kecemasan mereka sendiri dari yang disupervisi, 6) Keterbukaan untuk belajar dari yang disupervisi dan situasi baru yang muncul, 7) Kepekaan terhadap isu-isu kontekstual yang lebih luas berdampak pada terapi dan proses pengawasan, 8) Menangani persaingan secara tepat dan tidak menindas, dan 9) Humoris, kerendahan hati dan kesabaran.

(20)

2.2.11. Keterampilan supervisor

Keterampilan tidak dapat dipelajari sebelum dimulai dan memang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkembang. Penting untuk mengetahui semua tingkatan keterampilan dan perspektif secara bertahap untuk memperluas fokus dalam sesi (Hawkins & Shohet, 2006).

Proctor (2001) mengemukakan pekerjaan dan keterampilan dari supervisor antara lain: 1) Membangun iklim, melalui pengaturan lingkungan fisik yang ramah, mendapatkan informasi, mendengarkan tanpa penilaian atau prasangka terlebih dahulu, memeriksa yang telah didengar, berbagi informasi yang tepat, mengukur tingkat kesesuaian secara formal/informal dalam praktik, dan situasi tertentu, 2) Mengklarifikasi dan negosiasi kontrak dan perjanjian kerja, melalui keterampilan utama dari pernyataan tujuan yang jelas dan menyatakan preferensi maupun mendengarkan, mengklarifikasi, dan memeriksa pemahaman bersama.

(21)

Keterampilan intervensi dalam melakukan supervisi ada lima kategori intervensi dari model Heron (Hawkins & Shohet, 2006) meliputi: 1) Menentukan: Memberi nasihat, memberi instruksi, 2) Informatif: mendidik, memberi instruksi, menginformasikan, 3) Konfrontatif: Menantang, memberi umpan balik langsung, 4) Katalitik (sebagai penengah): Merefleksikan, mendorong pemecahan masalah secara mandiri, 5) Katartis (menghilangkan emosi): Melepaskan ketegangan, abreaksi, dan 6) Suportif.

Keterampilan umpan balik supervisor adalah proses menyampaikan kepada individu lain bagaimana mereka memiliki pengalaman dalan memberikan umpan balik. Memberi dan menerima umpan balik memiliki kesulitan dan kecemasan karena umpan balik negatif yang diberikan menjadi kenangan kembali dan umpan balik positif yang terdahulu tentang perintah tidak menjadi hal yang besar. Banyak orang memberikan umpan balik hanya ketika ada sesuatu yang salah. Ada beberapa aturan sederhana aturan untuk memberi dan menerima umpan balik yang membuat transaksi berguna dan membuat perubahan. Cara memberikan umpan balik harus jelas, dimiliki, teratur, seimbang, dan spesifik (Hawkins & Shohet, 2006).

(22)

Deskripsi dari Rioch, Coulter, dan Weinberger (1976) tentang seminar menunjukkan tahap pengembangan kelompok tentu tidak dapat diabaikan ketika melakukan supervisi dalam sebuah kelompok. Memahami teori pengembangan kelompok dan memiliki wawasan ke dalam dinamika kelompok tidak cukup. Kelompok supervisor harus tahu cara menghadapi proses kelompok dan memfasilitasi perilaku positif kelompok.

2.3. Iklim Organisasi

2.3.1. Definisi iklim organisasi

Iklim didefinisikan sebagai persepsi individual tentang unit khusus atau lingkungan. Iklim merefleksikan persepsi karyawan dari budaya organisasi dan lebih mudah untuk pendekatan, sedangkan budaya jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena nilai dan kepercayaan yang tidak nyata (Huber, 2006). Budaya organisasi adalah sistem simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi, meliputi cara berfikir, berperilaku, berkeyakinan, yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit (Marquis & Huston, 2010).

(23)

dan laissez-faire. Teori motivasi Lewin, konsep dari “atmosfir” atau “iklim” merupakan esensi dari fungsi hubungan manusia dan lingkungan (Litwin & Stringer, 1968, p. 37).

Iklim organisasi adalah sebuah Gestalt berdasarkan pola-pola yang dirasa sebagai pengalaman yang spesifik dan perilaku seseorang dalam organisasi. Maka dari itu, pengalaman dan perilaku dianggap berpola dengan cara tertentu. Gestalt yang menjelaskan pola secara abstrak merupakan situasi dari iklim, dengan kata lain seseorang berpikir membuat pola dari pengalaman dan perilaku yang mereka miliki, atau bagian situasi lainnya yang mereka miliki, merupakan situasi dari iklim (Ashkanasy et al., 2000).

(24)

2.3.2. Iklim organisasi yang positif

Swansburg (2000); Swansburg dan Swansburg (2001) menyatakan aktifitas untuk meningkatkan iklim organisasi positif yaitu: 1) Mengembangkan misi, sasaran, dan tujuan organisasi dengan masukan dari perawat pelaksana. Termasuk sasaran pribadi mereka, 2) Membuat kepercayaan dan keterbukaan melalui komunikasi yang mencakup umpan balik dan merangsang motivasi segera dan sering, 3) Memberikan kesempatan untuk bertambah dan berkembang,

termasuk pengembangan karier dan program pendidikan berkelanjutan, 4) Meningkatkan kerja tim, 5) Meminta perawat pelaksana untuk menyatakan

kepuasan dan ketidakpuasan mereka selama pertemuan dan konferensi serta melalui survei, 6) Memasarkan organisasi keperawatan untuk perawat pelaksana, karyawan lain, dan masyarakat, 7) Mengikuti semua aktifitas yang melibatkan perawat pelaksana, 8) Menganalisis sistem kompensasi untuk seluruh organisasi keperawatan dan struktur untuk penghargaan kompetensi, ulang tahun, dan produktivitas, 9) Meningkatkan harga diri, autonomi, dan pemenuhan diri untuk perawat pelaksana, termasuk perasaan dalam pengalaman kerja yang bermutu, 10) Menekankan program pengenalan perawat pelaksana terhadap organisasi.

Swansburg (2000); Swansburg dan Swansburg (2001) menyatakan aktifitas untuk meningkatkan iklim organisasi positif selanjutnya 11) Mengkaji

ancaman dan hukuman yang tidak dibutuhkan dan menghilangkannya, 12) Memberikan keamanan kerja dengan lingkungan yang memungkinkan

kebebasan ekspresi ide dan pendapat tanpa ancaman yang dapat terjadi sebagai

(25)

13) Termasuk dalam semua hubungan dengan perawat pelaksana, 14) Membantu perawat pelaksana mengatasi kelemahan mereka dan mengembangkan kekuatan mereka, 15) Mendorong dan mendukung loyalitas, persahabatan, dan kesadaran warga negara, 16) Mengembangkan rencana strategis yang mencakup desentralisasi pembuatan keputusan dan partisipasi oleh perawat pelaksana, dan 17) Menjadi model peran untuk kinerja yang diinginkan dari perawat pelaksana.

2.3.3. Dimensi iklim organisasi

Istilah iklim organisasi menunjukkan serangkaian pendekatan dari lingkungan kerja, yang dirasa langsung dan tidak langsung oleh orang yang tinggal dan bekerja dalam lingkungan kerja dan mengasumsikan pengaruh motivasi dan perilaku mereka. Pengukuran iklim organisasi adalah Organizational Climate Questionnaire (OCQ) oleh Litwin dan Stringer (1968), yang meliputi 50 item. Litwin dan Stringer (1968) mengkategorikan iklim organisasi pada sembilan dimensi atau variabel, yaitu; struktur, tanggung jawab individu, kehangatan, dukungan, penghargaan dan hukuman, konflik dan toleransi konflik, standar penampilan dan harapan, identitas organisasi dan loyalitas kelompok, serta risiko.

(26)

Tekanan dan tanggung jawab individu (Emphasis on individual responsibility): Secara logika dihubungkan dengan struktur organisasi menjadi tingkat penekanan yang ditempatkan sebagai tanggung jawab individu. Penekanan tanggung jawab individu tidak tampak berhubungan dengan jumlah keanggotaan. Tidak ada keterangan empirik mengenai efek tanggung jawab pada perilaku berhubungan dengan keanggotaan (Litwin & Stringer, 1968).

Kehangatan dan dukungan (Warmth and support): Kehangatan dan dukungan emosional telah lama menjadi pengaruh penting dalam perkembangan manusia. Situasi organisasi menekankan terciptanya hubungan secara positif yang diharapkan memiliki alasan membangun keanggotaan sebab anggota kelompok diberikan dengan jumlah anggota tanpa syarat (Litwin & Stringer, 1968).

Penghargaan dan hukuman, diterima atau tidak diterima (Reward and punishment, approval or disapproval): Lingkungan bisnis yang lain, berhubungan erat dengan meningkatkan kehangatan dan dukungan, merupakan tekanan yang dirasakan akibat penghargaan dan hukuman. Hal ini dapat digambarkan dengan pencapaian yang menimbulkan pengaruh kehangatan dan dukungan yang lebih besar dalam istilah memperkuat nilai mereka (Litwin & Stringer, 1968).

(27)

Standar penampilan dan harapan (Performance standards and expectations): Teori pencapaian motivasi dibangun berdasarkan pencapaian standar yang sudah baku dan akan menjadi tingkatan standar yang diharapkan, bahwa standar-standar merupakan faktor penting dalam pencapaian motivasi (Litwin & Stringer, 1968).

Identitas organisasi dan loyalitas kelompok (Organizational identity and group loyalty): Organisasi formal tidak hanya seorang individu yang bekerja tanpa memandang kehadiran yang lain, tetapi bekerja bersama dalam tugas-tugas. Usaha untuk mempromosikan, mengidentifikasi manusia dengan kelompok atau organisasi diperlukan dalam organisasi (Litwin & Stringer, 1968).

Risiko dan mengambil risiko (Risk and risk taking): Dimensi iklim organisasi merupakan bagian penting untuk menentukan pencapaian motivasi melibatkan perilaku risiko. Kondisi lingkungan mengenai risiko dan risiko merupakan determinan yang penting dari motivasi (Litwin & Stringer, 1968).

Hubungan timbal balik dimensional (Dimensional interrelationships): Suatu pendekatan yang lebih nyata meliputi: dimensi interaksi dengan yang lainnya dalam pola yang lebih kompleks. Hubungan perilaku pencapaian, afiliasi terkait perilaku, kekuatan berhubungan dengan perilaku seperti perilaku yang hanya membangkitkan alasan tertentu dipermasalahkan (Litwin & Stringer, 1968).

(28)

Dimensi iklim organisasi meliputi: Struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan dan komitmen.

Struktur (Structure): Struktur merefleksikan perasaan karyawan yang terorganisasi dengan baik dan mendapatkan kejelasan definisi dari peran dan tanggung jawab mereka. Struktur dikatakan tinggi ketika setiap orang merasa pekerjaannya didefinisikan dengan baik. Struktur akan rendah bila karyawan bingung tentang tugas-tugas dan siapa yang mempunyai otoritas dalam membuat keputusan (Stringer, 2002).

Struktur menunjukkan kondisi perawatan yang disediakan meliputi: 1) Sumber material, seperti fasilitas dan perlengkapan, 2) Sumber daya manusia, seperti jumlah, keanekaragaman, dan kualifikasi profesional dan dukungan personil, 3) Karakteristik organisasi, seperti organisasi dari medis dan staf keperawatan, adanya fungsi pengajaran dan penelitian, jenis supervisi dan tinjauan ulang kinerja, metode pembayaran untuk keperawatan dan sebagainya (Donabedian, 2003). Standar struktur menjelaskan peraturan sistem, meliputi: hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personal, peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, pembekalan, obat, dan fasilitas. Standar struktur merupakan rules of the game (Pohan, 2006).

(29)

Standar adalah tingkat kesempurnaan yang telah ditentukan sebelumnya dan menjadi panduan untuk praktik. Standar memiliki karakteristik yang berbeda: standar ditentukan sebelumnya, disusun oleh orang yang berwenang, dikomunikasikan dan diterima oleh orang yang dipengaruhi oleh standar tersebut (Marquis & Huston, 2010). Sedangkan standar pelayanan rumah sakit memerlukan standar medis yang menjadi acuan dalam meningkatkan dan mengembangkan rumah sakit untuk mencapai kondisi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Setiap jenis pelayanan memuat sebagian atau keseluruhan standar, yaitu: Standar 1: falsafah dan tujuan, standar 2: administrasi dan manajemen, standar 3: staf dan pimpinan, standar 4: fasilitas dan peralatan, standar 5: kebijakan dan prosedur, standar 6: pengembangan staf dan program pendidikan, standar 7: evaluasi dan pengendalian mutu (Wijono, 2000).

(30)

Pengakuan (Recognition): Pengakuan mengindikasikan perasaan karyawan terhadap penghargaan untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Hal ini mengukur kedudukan penghargaan (reward) terhadap kritik dan hukuman (punishment). Pengakuan yang tinggi dalam iklim ditandai dengan keseimbangan yang tepat dari penghargaan dan hukuman. Pengakuan yang rendah berarti pekerjaan baik diberikan penghargaan yang konsisten (Stringer, 2002). Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang tenaga kesehatan menguraikan bahwa kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atau dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada Negara atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas diberikan penghargaan. Penghargaan sebagaimana dimaksud, dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain (Wijono, 2000).

Dukungan (Support): Dukungan merefleksikan perasaan dari kepercayaan (trust) dan dukungan yang saling menguntungkan dalam kelompok kerja. Dukungan yang tinggi menunjukkan karyawan merasa bahwa dirinya menjadi bagian dari suatu kelompok yang bertugas dengan baik dan mudah mendapatkan bantuan atau dukungan (terutama dari atasan) bila diperlukan. Ketika dukungan yang rendah, karyawan merasa bekerja terpisah dan sendirian (Stringer, 2002).

(31)

2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi

Tregunno (2005) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi dan budaya yaitu: 1) Individu: Iklim dan bentuk budaya, dapat dibentuk oleh individu dalam organisasi. Individu sebagai pendatang baru sangat penting untuk sebuah organisasi karena mereka dapat membawa harapan tentang budaya ketika bergabung, dan budaya dapat ditransmisikan terhadap pendatang baru oleh staf yang ditetapkan (Tregunno, 2005), 2) Ciri-ciri organisasi: Iklim organisasi dan budaya dibentuk tidak hanya oleh individu-individu tetapi juga oleh ciri-ciri organisasi. Ciri-ciri organisasi mempunyai dasar fundamental dalam mempengaruhi harapan dan persepsi individu. Hal ini meliputi struktur organisasi, rutinitas, perintah, harapan yang dikontrol, dan norma operasional (Tregunno, 2005), 3) Eksternal (lingkungan): Manajer perawat lebih berhasil jika mereka mendapat perhatian dari lingkungan organisasi sampai perubahan diperkenalkan dan perubahan pun dilakukan (Swansburg, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi (determinan) iklim organisasi menurut Cannon (2006) meliputi:

(32)

2. Budaya organisasi: Determinan iklim yang kedua adalah budaya organisasi (Cannon, 2006). Budaya dalam organisasi ini termasuk hasil karya, pandangan, nilai, asumsi, simbol-simbol, bahasa, dan perilaku yang efektif. Budaya organisasi meliputi pula kerangka kerja komunikasi, baik formal maupun informal. Meliputi struktur status atau peran yang berhubungan dengan ciri-ciri pekerja dan penerima pelayanan atau pasien (Swansburg, 2000).

3. Struktur, sistem, dan prosedur organisasi: Determinan iklim yang ketiga pada umumnya pengaturan dan sistem organisasi. Hal ini termasuk struktur organisasi, yang didisain dari tugas dan pekerjaan, sistem penghargaan formal, dan kebijakan yang tegas dan prosedur organisasi. Perencanaan organisasi secara formal menentukan saluran komunikasi, arus informasi, dan persepsi dari kesempatan dan kemajuan, semua berhubungan terhadap enam dimensi iklim (Cannon, 2006).

4. Lingkungan eksternal: Determinan yang keempat, lingkungan eksternal di mana suatu organisasi bersaing peran dalam iklim organisasi tersebut. Pengaruh diberikan melalui lingkungan untuk memberi dampak pada kepemimpinan, strategi dan budaya. Tekanan menunjukkan iklim organisasi yang berbeda (Cannon, 2006).

(33)

2.3.5. Perubahan iklim organisasi

Perubahan dapat membantu mencapai tujuan organisasi seperti juga tujuan individu. Perawat secara individu dan institusi keperawatan akan tumbuh dan berkembang jika mereka melakukan perubahan dengan mengembangkan teknologinya. Perubahan lain termasuk penilaian personel dan organisasi, seperti contoh mengubah secara tetap anggota atau perubahan struktur organisasi. Perawat harus menyadari perubahan dalam berhubungan dengan orang yang memegang autoritas dan kekuasaan, perubahan tanggung jawab dan status, dan perubahan dalam objektif organisasi, departemen, dan unit (Swansburg, 2000).

Teori perubahan meliputi teori Lewin dan Lippit (Swansburg, 2000) yaitu: 1. Teori Lewin

(34)

2. Teori Lippit

Lippit menambahkan fase-fase lain pada teori Lewin yang asli. Tujuh fase dari teori proses perubahan yang dikemukakan dalam Swansburg (2000), sebagai berikut: Fase 1: Mendiagnosa masalah. Selama fase ini manajer perawat sebagai agen pembaruan melihat semua kemungkinan yang dapat dilakukan dan pada siapa akan dilakukan. Seseorang akan dilibatkan dalam proses perubahan.

Fase 2: Pengkajian motivasi dan kapasitas untuk berubah. Pengkajian mempertimbangkan aspek finansial, aspek organisasi, struktur, aturan dan pengaturan, budaya organisasi, kepribadian, kekuatan, autoritas, dan sifat organisasi. Selama fase ini agen pembaruan mengkoordinasikan berbagai aktifitas. Fase 3: Pengkajian motivasi agen pembaruan dan sumber-sumber. Agen pembaruan dapat dari luar atau dalam organisasi atau bagian tersebut. Agen pembaruan eksternal mempunyai dasar yang kurang tetapi harus mempunyai pengalaman yang baik. Agen pembaruan dari dalam, disamping mengetahui orang, ia pun mungkin tahu keduanya.

Fase 4: Memilih objektif perubahan progresif. Proses perubahan didefinisikan, yaitu dibuat rencana detil, disusun jadwal dan batas waktu, dan ditugaskan tanggung jawab, perubahan diimplementasikan untuk periode percobaan dan evaluasi.

(35)

Fase 6: Mempertahankan perubahan. Selama tahap ini penekanannya pada komunikasi dengan umpan balik terhadap kemajuannya. Perubahan terjadi sepanjang waktu.

Fase 7: Terminasi hubungan pertolongan. Agen pembaruan menarik diri pada tanggal tertentu setelah menyusun prosedur tertulis atau untuk kebijakan selamanya.

2.4. Landasan Teori

Teori keperawatan yang digunakan adalah teori King (1981) diawali dengan Dynamic interacting systems yang memiliki tiga konsep yaitu sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial. Konsep teori King (1981) mengemukakan Theory of Goal Attainment berasal dari kerangka kerja sistem interpersonal meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, diri sendiri, peran, stress, pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan ruang.

Fokus landasan teori adalah interaksi individu dengan orang lain dalam berbagai sistem. Teori King (1981) dapat digambarkan pada penelitian supervisi klinis terhadap perubahan iklim organisasi melalui interaksi yang terjadi pada sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial di rumah sakit.

(36)

Dawson, Phillips, dan Leggat (2013) mengeksplorasi proses supervisi klinis terhadap Allied Health Professionals. Cruz, Carvalho, dan Sousa (2014) menghubungkan implementasi dari model supervisi klinik berdasarkan perawat yang disupervisi terhadap stres dan sumber koping yang mereka gunakan.

2.5. Kerangka Konsep

Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual King. Kerangka konseptual King (1981) memiliki tiga konsep yaitu sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial. Teori keperawatan King (1981) diawali dengan Dynamic interacting systems. Terdiri dari 1) Konsep sistem personal meliputi: persepsi, diri sendiri, pertumbuhan dan perkembangan, citra tubuh, waktu, dan ruang, dipilih sebagai pengetahuan yang relevan untuk perawat mempelajari manusia, 2) Konsep sistem hubungan interpersonal meliputi: peran (seperti diri dalam peran profesional penyedia pelayanan kesehatan yang disebut perawat, atau seperti diri dalam peran pengguna pelayanan disebut klien atau pasien), interaksi, komunikasi, transaksi, dan stress, 3) Konsep sistem sosial meliputi: organisasi, kewenangan, kekuatan, status, dan pengambilan keputusan.

(37)

Dasar pemikiran bahwa manusia adalah sistem terbuka yang berinteraksi dengan lingkungan. Perilaku individu digambarkan sebagai tidakan manusia. Tindakan manusia diinterpretasikan sebagai tindakan. Observasi tindakan dinyatakan bahwa persepsi dan penilaian manusia termasuk dalam setiap jenis interaksi.

Teori supervisi klinis menggunakan model Proctor oleh Brigid Proctor. Model Proctor terdiri dari tiga fungsi utama meliputi: Fungsi normatif, formatif, dan restoratif. Fungsi normatif berfokus terhadap nilai-nilai, keyakinan, evaluasi perawatan, dokumentasi, kebijakan dan prosedur, akuntabilitas dan manajemen beban kasus. Fungsi formatif merupakan peran pengembangan supervisi berfokus pada tiga area, tugas, keputusan, dan praktik reflektif. Fungsi restoratif berfokus pada fungsi pemberian dukungan supervisi klinis. (Lynch et al., 2008).

Teori iklim berawal dari penelitian psikologi Kurt Lewin (Ashkanasy et al., 2000). Dimensi iklim organisasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya dikemukakan oleh Litwin dan Stringer (1968) telah dimodifikasi oleh Stringer (2002) meliputi: Struktur, standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan dan komitmen.

(38)

CONSEPTUAL FRAMEWORK

Skema 2.2. Kerangka Konseptual

Iklim Organisasi 1. Struktur: Sumber daya

manusia, sumber material, dan karakteristik organisasi. 2. Standar: Falsafah dan

tujuan, administrasi dan

3. Tanggung jawab: Tugas atau penugasan.

4. Pengakuan: Penghargaan dan hukuman.

5. Dukungan: Dukungan dan kepercayaan

6. Komitmen: Kebanggaan dan loyalitas.

(39)

Input Proses Output

Skema 2.3. Alur Pelaksanaan Supervisi di Rumah Sakit

42

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adversity Quotient (AQ) terhadap hasil belajar matematika siswa yaitu 53% termasuk. kedalam

Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada tahun 2016, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan

fisika kimia di perairan Desa Tanjung Tiram masih belum diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian di lokasi tersebut.. Tujuan dari penelitian ini adalah

Berdasarkan hasil penelitian, masalah penting yang dikritik dalam novel Merajut Harkat Karya Putu Oka Sukanta adalah agama, budaya, kemanusiaan, politik

Desain interior dalam rumah sakit merupakan lingkungan binaan yang keberadaannya berhubungan langsung dengan pasien.. Melalui elemen-elemen desain seperti warna, dapat

Kegiatan yang dilaksanakan setelah pertemuan pada Siklus II Adalah dimulai dari mempersiapkan siswa untuk belajar, memotivasi siswa, menyampaikan tujuan diajarkan,

Tantangan untuk menghadapi masa depan dalam pendidikan desain terletak pada persiapan para mahasiswa desain untuk hidup berkarir profesional dalam dunia yang penuh dengan