• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Pemuda dalam Pengembangan Ekowisata Mangrove Ditinjau dari Perspektif Geografi Lingkungan (Studi Kasus Desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Pemuda dalam Pengembangan Ekowisata Mangrove Ditinjau dari Perspektif Geografi Lingkungan (Studi Kasus Desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa) Chapter III V"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan studi kasus. Menurut Surachmad dalam Aries (2008) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Selanjutnya, studi kasus memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Razavieh dalam Aries (2008) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalam. Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen. Sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya. Oleh karena itu, dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan metode kualitatif.

Pendekatan penelitian kualitatif dijalankan dari fenomena-fenomena atau gejala yang berlaku dilapangan yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang bisa saja berubah-ubah. Rancangan penelitian berkembang selagi proses penelitian dijalankan. Dalam pelaksanaan penelitian peran peneliti langsung berfungsi sebagai alat penelitian yang konsisten sepenuhnya (Iskandar, 2009).

(2)

3.2.Lokasi Penelitian

Objek lokasi penelitian adalah di desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa. Pertimbangan penetapan Desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa sebagai objek penelitian adalah:

1. Merupakan desa yang di dalamnya terdapat jenis tanaman mangrove dan merupakan kawasan hutan lindung

2. Memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata

3.3. Subjek Penelitian

Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa Kota Langsa, maka akan dilakukan wawancara secara mendalam dengan informan kunci (key informan), yaitu tokoh kunci yang dianggap memahami tentang partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa Kota Langsa. Penentuan informan kunci ditetapkan berdasarkan metode purposive sampling, yaitu penentuan subjek penelitian dengan tujuan tertentu. Adapun informan kunci yang dipilih di antaranya:

• Walikota Kota Langsa;

Yaitu pemimpin tertinggi pemerintahan dan penanggung jawab utama pembangunan di Kota Langsa.

• 2 (dua) orang Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Langsa;

(3)

• Kepala Dinas Pariwisata Kota Langsa;

Yaitu pemerintah yang bertanggung jawab secara khusus terhadap pembangunan pariwisata di Kota Langsa.

• Kepala Bidang Pemuda dan Olah Raga di Disdikpora Kota Langsa;

Yaitu pemerintah yang bertanggung jawab khusus terhadap pembangunan pemuda di Kota Langsa.

• Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian Kota Langsa

• Kepala Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan Kota Langsa

Yaitu badan yang mempunyai tugas pemerhati lingkungan hidup dalam mendukung pelestarian lingkungan hidup secara terpadu dan berkelanjutan. • Kepala Dinas Syariat Islam Kota Langsa;

Yaitu pemerintah yang bertanggung jawab khusus untuk menjalankan syariat Islam, termasuk dalam melakukan koordinasi pelaksanaan pariwisata Islami di Kota Langsa.

• Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Langsa

Yaitu organisasi pemuda yang memiliki keanggotan dari berbagai perwakilan organisasi masyarakat dan pemuda (OKP) dan memiliki koordinasi secara langsung dengan pemerintah Kota Langsa.

• Tokoh Pemuda non Organisasi

(4)

3.4.Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Data sekunder diperoleh melalui observasi lapangan, studi perpustakaan yang bersumber dari literatur, dokumen-dokumen atau tulisan-tulisan, serta berbagai studi penelitian sejenis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

b. Data primer diperoleh melalui wawancara secara mendalam (in-depth interview) dengan penggunaan alat penelitian verbal (recording), untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini menjadi lengkap.

3.5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan, baik data sekunder maupun primer akan disusun dan disajikan kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode analisis yang berbeda. Untuk menjawab rumusan masalah pertama, penulis menggunakan metode analisis deskriptif yaitu melakukan penyesuaian antara teori dengan realita lapangan (hasil penelitian), yang telah tersusun rapi sehingga dapat diketahui keadaan sebenarnya.

(5)

menggunakan metode analisis isi (Content Analisys), yaitu menganalisa pembahasan dari kajian dokumentasi kebijakan tertulis yang dimiliki oleh pemerintah Kota Langsa. Adapun dokumentasi kebijakan yang dimaksud adalah rancangan qanun (peraturan daerah) Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota (RIPPARKA) Kota Langsa.

3.6.Definisi Operasional

Konstruksi variabel yang dibangun untuk memberikan penjelasan suatu konsep diperlukan definisi operasional yang tegas dan termasuk ukuran variabelnya. Adapun definisi operasional dan ukuran variabel dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Partisipasi adalah keterlibatan pemuda sesuai dengan hak dan kewajibannya dalam program-program pembangunan yang dilakukan pemeritah. Keterlibatan dalam tahap pembangunan dimulai sejak tahap perencanaan pembangunan dan kebijakan, pelaksanaan, pemanfaatan/pemeliharaan, sampai tahap evaluasi.

2. Kelompok Pemuda adalah kumpulan dua orang atau lebih yang berusia 16 sampai 30 tahun dan tergabung dalam organisasi kelompok pemuda yang berdomisili di Kota Langsa.

3. Ekowisata adalah bentuk kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan yang sangat erat dengan prinsip konservasi.

(6)

5. Ekowisata Mangrove adalah produk dan jasa lingkungan yang dihasilkan dari ekosistem mangrove yang dijadikan paket perjalanan untuk menikmati keindahan lingkungan.

6. Geografi Lingkungan adalah unsur dalam disiplin ilmu geografi yang fokus mengkaji lingkungan fisikal dan lingkungan sosial.

7. Strategi adalah usaha dan upaya pemerintah dalam mewujudkan target-target pengembangan Ekowisata mangrove di Kota Langsa.

(7)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Desa Kuala Langsa

Desa Kuala Langsa merupakan wilayah perairan Kota Langsa yang berada di koordinat 04º31’25” LU dan 98º10’9” BT dengan luas wilayah±1.600 Ha. Tinggi rata-rata ±10 mdpl. Batas-batas Desa Kuala Langsa, sebelah utara berbatasan dengan Desa Telaga Tujuh, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sungai Pauh, sebelah barat berbatasan dengan Desa Lhok Banie sebelah timur dengan Langsa Lama. Mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah nelayan minoritasnya bermatapencaharian dibidang jasa dan perdagangan. Sarana kesehatan yang ada di Desa Kuala Langsa yaitu 1 puskesmas, 1 Posyandu 1 Pustu. Sarana jalan Desa Kuala Langsa sudah beraspal dan dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat dengan di sebelah kanan kiri jalan area tambak dan pemukiman penduduk.

(8)

4.2.Aspek Lingkungan dalam Pengembangan Ekowisata Mangrove

Holden (2000) dalam Juan (2015) menyatakan bahwa lingkungan atau kondisi fisik merupakan salah satu faktor penting dalam pariwisata, hal ini mulai disadari pada satu dekade terakhir, dimana pariwisata sangat bergantung pada kondisi fisik dan lingkungan, baik sebagai atraksi utama pariwisata itu sendiri maupun sebagai tempat dimana aktivitas pariwisata itu terjadi. Hubungan antara lingkungan dan pariwisata merupakan hubungan yang kompleks, karena keduanya saling bergantung dan bersimbiosis. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang dilakukan ke suatu destinasi diluar kebiasannya, yang pada dasarnya merupakan

rangkaian kegiatan yang kompleks yang memiliki dan melibatkan banyak aspek, antara lain aspek dinamis yaitu manusia, aspek fisik dan lingkungan yaitu kondisi

geografis, dan juga aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik. 4.2.1.Kondisi Fisik Ekowisata Hutan Mangrove

4.2.1.1 Letak dan Luas

(9)

4.2.1.2 Iklim

Desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat memiliki iklim tropis basah dengan curah hujan terjadi sepanjang tahun. Rata-rata curah hujan dengan kisaran 1.651 mm/tahunnya. Berdasarkan data BPS terjadi penurunan curah hujan tahunan dibanding dengan tahun sebelumnya.

4.2.1.3 Tanah

Kawasan mangrove Kuala Langsa merupakan zona bakau yang tumbuh di daerah payau pada tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai.

4.2.1.4 Topografi

Desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat topografi permukaan daratan relatif datar tanpa perbukitan dengan elivasi 0-8 mdpl.

4.2.1.5 Flora dan Fauna

Flora yang bisa dijumpai di Desa Kuala Langsa merupakan flora mangrove zona bakau karena jenis mangrove yang ditemukan yaitu Rhizophora sp dan beberapa jenis lain seperti Xylocarpus sp. Hutan Mangrove Kuala Langsa berperan sebagai tempat berlindung dan berkembang biaknya berbagai jenis burung, monyet, mamalia, ikan, kepiting, moluska, reptil, dan serangga.

4.2.2. Kondisi Non Fisik 4.2.2.1 Kondisi Ekonomi

(10)

dengan hasil laut atau (alam). Adakalanya masyarakat tidak bekerja disaat musim panceklik ikan dan pada saat cuaca buruk. Melihat hal tersebut perlu adanya suatu alternatif mata pencaharian untuk masyarakat sekitar. Sehingga masyarakat tidak hanya menggantungkan hidup dari kegiatan melaut.

Ekowisata merupakan salah satu wisata alternatif dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan karena dianggap bisa memberikan kesempatan kerja, kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengembangan kemampuan berusaha (Scheyvens,2000). Selama ini hutan lindung mangrove yang berada di Desa Kuala Langsa telah dijadikan salah satu objek wisata Kota Langsa. Diharapkan keberadaan ekowisata mangrove Kuala Langsa dapat memberikan mata pencaharian baru bagi masyarakat sekitar.

Hasil wawancara dengan Walikota Langsa Abdullah Usman, mengatakan bahwa:

“Mayoritas masyarakat Desa Kuala Langsa adalah nelayan, pemerintah sangat mengharapkan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, kalaulah dilihat sepanjang jalan menuju ekowisata mangrove banyak masyarakat sekitar yang berdagang, banyaknya pengunjung yang datang kesana maka secara tidak langsung akan menambah pendapatan masyarakat. Bukan hanya itu kami Pemerintah juga sedang berupaya merencanakan untuk membentuk UKM dan nantinya membuat pelatihan bagi masyarakat sekitar untuk kreatif mengelola segala hasil dari mangrove, baik dari buah mangrove, getahnya kesemua dari mangrove dapat diolah sebagai upaya memberdayakan masyarakat sekitar. Diharapkan nantinya akan menambah pendapatan masyarakat”.

(11)

Selanjutnya Dedy Dinas Kehutanan juga berpendapat terkait kondisi ekonomi masyarakat lokal berikut kutipan wawancarnya:

“Walaupun saya belum pernah melakukan penelitian khusus terkait pendapatan ekonomi masyarakat, tapi kalau dilihat disepanjang jalan menuju ekowisata banyak masyarakat yang jualan secara tidak langsung pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar, dengan adanya objek wisata maka masyarakat dapat berjualan di sekitar tempat wisata. Dengan begitu pendapatan masyarakat akan bertambah saya dapat melihatnya dari segi itu”.

Berdasarakan hasil wawancara dengan salah satu pedagang Yusuf salah satu pedagang yang sudah lama berdagang di tempat wisata Kuala Langsa, mengungkapkan

“Saya sudah lama berdagang disini, dulunya saya berdagang di dalam pelabuhan , sejak adanya mangrove ini saya pindah berdagang di luar pelabuhan karena pelabuhan kuala langsa ramainya saat hari sabtu dan minggu saja, tapi kalau saya berdagang disini lebih ramai, setiap harinya ada saja orang yang datang, penghasilan yang saya dapat pun meningkat, perharinya saya bisa mendapatkan keuntungan di atas 50 ribu, kalau di hari libur bisa di atas 100 ribu tergantung ramainya pengunjung”.

Sesuai yang diungkapkan Yusuf terlihat Pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa membawa keuntungan sendiri bagi para pedagang yang mayoritas pedagang adalah masyarakat lokal yaitu adanya peningkatan pendapatan walaupun tidak signifikan.

(12)

jalan menuju lokasi ekowisata, kerang yang dibakar atau dimasyarakat dikatakan tirom juga dapat dijumpai.

Berdasarkan wawancara dengan pedagang ikan dan tirom, mengatakan saat ini mereka tidak hanya menjual ikan dan tirom ke pasar, akan tetapi menjualnya langsung di depan rumah yang berada di pinggir jalan dekat dengan lokasi wisata, dan sebagian pembeli adalah pengunjung yang pulang dari tempat wisata, secara tidak langsung dengan adanya ekowisata tersebut dapat menambah pendapatan.

Agus, pemuda setempat berpendapat dengan adanya ekowisata mangrove Kuala Langsa, sudah mampu membantu pemuda setempat dalam memenuhui kebutuhan sehari-hari, selama ini pemerintah Kota Langsa memberi wewenang kepada pemuda setempat untuk mengelola tempat wisata tersebut, dengan perjanjian tetap menjaga tempat wisata agar tidak rusak serta ikut menjaga hutan dari penebangangan secara liar. Selama ini pemuda setempat yang mengelola ekowisata mangrove Kuala Langsa, sampai batas waktu yang ditentukan pemerintah. Sehingga mereka sangat mendukung pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa. Berikut kutipan wawancaranya:

“Kami sangat beruntung dengan adanya wisata ini, karena pak wali memberikan wewenang kepada kami untuk menjaga tempat ini, dan berjanji menjaga tempat wisata biar tidak rusak, biaya masuk yang kami dapatkan itu untuk kami, kami bagi per team, itulah menjadi penghasilan kami tiap harinya”.

(13)

tidak signifikan. Hal ini dapat dilihat di sekitar ekowisata mangrove Kuala Langsa banyaknya masyarakat yang berjualan dan semuanya adalah masyarakat lokal.

4.2.2.2. Kondisi Sosial

Pola pemukiman di Desa Kuala Langsa tergolong pemukiman memanjang, yang memanjang mengikuti jalan. Masyarakat di Desa Kuala Langsa membangun rumah di lingkungan perairan yakni mambangun rumah panggung dengan kondisi lantai yang disesuaikan dengan pengalaman masyarakat sehingga tidak terjangkau pasang surut air laut dan ini menjadi keunikan pemukiman yang dapat dijumpai di Desa Kuala Langsa. Selain itu dikarenakan letak desa tidak jauh dari pusat kota dan bukan termasuk kedalam desa terpincil maka masyarakat Desa Kuala Langsa terbuka terhadap perubahan. Hal ini dapat dilihat dari keterbukaan masyarakat terhadap adanya tempat wisata di daerahnya. Saat ini Pengembangan ekowisata mangrove berada di Desa Kuala Langsa Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa. Keberadaaan ekowisata pastinya akan membawa dampak positif maupun negatif bagi masyarakat sekitar. Pemberdayaan sosial yang bisa dilihat secara langsung dan tidak langsung dengan dilakukannya kegiatan ekowisata adalah semakin terbukanya kesempatan masyarakat setempat terhadap akses umum seperti misalnya air bersih dan jalan yang semakin baik.

(14)

nilai positif bagi masyarakat sekitar. berikut kutipan wawancara dengan tokoh masyarakat Desa Kuala Langsa:

“Kami tidak dilibatkan langsung pembangunan ekowisata mangrove Kuala Langsa tapi kami pernah duduk dengan pemerintah di meunasah disitu pemerintah kasih tahu bahwa mau dibangun tempat wisata mangrove, ya kami senang-senang saja berharap mendatangkan keuntungan bagi masyarakat”.

Terlihat dari uraian di atas masyarakat terbuka terhadap keberadaan ekowisata mangrove yang ada di desanya. Hal ini senada dengan hasil wawancara Mahdi, tokoh pemuda mengungkapkan masyarakat maupun pemuda merasa senang dengan keberadaan ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa, dengan adanya ekowisata mangrove ini Desa Kuala Langsa lebih dikenal oleh daerah lain, masyarakat dan pemuda berupaya untuk terbuka dan tetap ramah kepada para pengunjung agar para pengunjung merasa nyaman dan berkeinginan untuk kembali lagi guna mengunjungi Ekowisata Mangrove Kuala Langsa. Berikut kutipan wawancara dengan tokoh pemuda Desa Kuala Langsa:

“Kami para pemuda senang dengan adanya objek wisata di Desa Kuala Langsa ini, dan ini membuat desa kami dikenal oleh masyarakat luar, kalaupun ramai orang datang kesini kami dengan senang hati membantu kalau ada orang yang perlu bantuan. Ya kalau kami ramah kepada wisatawan pastinya wisatawan mau kembali lagi kesini”.

(15)

dari keberadaan ekowisata ini, pemuda setempat tetap menepis kekhawatiran tersebut, dan berupaya untuk tetap ramah serta terbuka terhadap para pengunjung bukan hanya itu pemuda setempat juga berkerjasama untuk menjaga ekowisata mangrove agar tetap bersih dan nyaman.

Sisni, salah satu pengunjung yang berasal dari daerah lain mengungkapkan bahwa baru pertama kali ke objek ekowisata mangrove Kuala Langsa hal ini untuk memenuhi rasa penasaranya untuk dapat melihat keindahan mangrove, beliau mengatakan selama berkunjung disambut baik oleh pemuda setempat dengan senyum dan keramahannya. Berikut kutipan wawancaranya:

“Asal saya dari Medan, saya baru pertama kali ke Aceh kebetulan saya baru mengunjungi saudara saya di Aceh, liatlah saya harus pakai jilbab kesini takot kenak tangkap WH katanya kalau tidak pakai jilbab, ini saudara saya yang bawa ke wisata mangrove, bagus sekali pemandangannya adem kali disini, di depan tadi pun kami disambut baik kami harus bayar 5 ribu untuk dua orang, ya gak apa-apa lah sekarang mana ada yang gratis kan”.

Berdasarkan dari pendapat di atas dapat dikatakan kondisi sosial masyarakat maupun pemuda sudah dapat menerima dan terbuka terhadap keberadaan ekowisata mangrove Kuala Langsa hal ini ditunjukkan dengan keramahannya dalam menyambut para pengunjung, selain itu dari keterlibatan masyarakat maupun pemuda dalam menjaga objek ekowisata mangrove Kuala Langsa.

4.2.2.3. Kondisi Budaya

(16)

masyarakat. Oleh karena itu lingkungan budaya ini pun kelestariannya tidak boleh tercemar oleh budaya asing, tetapi harus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan kenangan yang mengesankan bagi tiap wisatawan yang berkunjung Masyarakat di Desa Kuala Langsa adalah masyarakat dengan kebudayaan yang dibangun dari aspek kelautan dimana laut merupakan sumberdaya alam tepat menggantungkan hidup mengingat mayoritas penduduknya adalah nelayan sehingga interaksi masyarakat dengan perairan sangat tinggi.

Selain itu mayoritas masyarakat desa Kuala Langsa adalah suku aceh dan memeluk agama islam sehingga sangat menjaga nilai keislaman dan adat istiadat. Dalam visi RIPPARKA salah satunya adalah terwujudnya pembangunan Destinasi Wisata yang KeIslaman, berkearifan lokal. Selama ini Aceh dikenal dengan syariatnya, semua pembangunan tidak luput dari unsur keislaman (syariat), begitu juga dengan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa harus menjunjung tinggi nilai keislaman (syariat islam).

Hal ini diperkuat dengan pendapat Kepala Dinas Syariat Islam, beliau mengatakan Dinas Syariat Islam sangat mendukung dengan keinginan pemerintah untuk menjadikan Kota Langsa sebagai Destinasi Wisata 2017, berikut kutipan wawancaranya:

(17)

Dukungan Dinas Syariat Islam dalam hal ini yaitu ikut memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tetap menjaga budaya-budaya masyarakat aceh, agar tidak luntur terikut oleh budaya luar, serta menghimbau agar masyarakat tetap melaksanakan syariat islam sebagaimana yang telah diatur, misalnya apabila ingin berwisata hendaknya menggunakan pakaian yang sopan dan menutupi aurat, tidak berdua-duan dengan yang bukan mukhrim, dan sebagainya yang tidak melanggar syariat. Budaya keislaman ini yang diharapakan tetap terjaga.

Angga, juga berpendapat selama ini pemuda setempat ikut menjaga budaya-budaya aceh, tetap menjunjung nilai keislaman, pemuda setempat selaku pengelola tempat wisata mengontrol para pengunjung selama berwisata agar tidak terjadi hal-hal yang melanggar syariat. Jika ada yang dianggap menyimpang pemuda setempat tidak segan untuk menegur pengunjung.

Tokoh masyarakat mengatakan budaya keislaman (syariat islam) merupakan hukum atau aturan yang harus diterapkan oleh setiap umat islam, Aceh dikenal dengan syariatnya, syariat islam yang berlaku di Aceh diharapkan menjadi daya tarik sendiri bagi para pengunjung, dan dapat terciptanya wisata islami, karena pada dasarnya syariat islam itu berfungsi menjaga keamanan dan ketentraman, bukan seperti anggapan diluar yang mengganggap syariat islam itu hukum cambuk.

(18)

sebagai suatu sarana dalam mempertahankan keberadaan budaya asli penduduk setempat. Karena pada hakekatnya kebudayaan daerah merupakan salah satu daya tarik wisata.

4.2.3 Atraksi dalam Kegiatan Ekowisata

Ataraksi wisata yang dapat dinikmati pengunjung yaitu menikmati keindahan alam, melihat flora dan fauna , tracking, memancing, bersampan, dan kuliner.

4.2.3.1. Keunikan Sumberdaya Alam

(19)

4.2.3.2.Tracking

Terdapat jalur tracking pada kawasan mangrove berupa jalan setapak yang panjangnya 520 meter. Di sepanjang jalur tracking terdapat HomeStay dan Gajebo serta terdapat menara pemantau, pengunjung nantinya dapat naik ke atas menara untuk dapat melihat hamparan hutan mangrove. Kegiatan tracking dikenakan biaya sebesar Rp 5000,00/ dua orang. Jalur tracking ini menelusuri hutan mangrove.

4.2.3.3. Memancing

Kegiatan memancing merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dikarenakan banyak lokasi yang bisa dijadikan tempat pemancingan. Pada umumnya, wisatawan melakukan kegiatan memancing pada hutan mangrove yang berbatasan dengan laut secara langsung atau dengan menggunakan sampan.

4.2.3.4.Bersampan

Kegiatan bersampan dilakukan bisa untuk melakukan kegiatan mancing atau hanya sekedar menelusuri muara-muara pada hutan mangrove. Sampan dapat disewa membuat pengunjung dapat berkeliling menggunakan sampan tersebut untuk lebih dekat dengan hutan mangrove Kuala Langsa.

4.2.3.5.Kuliner

(20)

sembilang, dan apabila ada wisatawan dari luar daerah Kuliner Ikan Sembilang salah satu rekomendasi yang harus dicoba. Selain rumah makan, di sepanjang jalan juga terdapat cafe-cafe terapung cafe ini dibangun di atas air dan berada dibalik pepohonan mangrove maka itu dikatakan cafe apung bahkan ada yang menyebut cafe bangka yang menjual mie aceh seafood dengan minuman khas pantai yaitu kelapa muda, ini merupakan salah satu kuliner yang menjadi penarik tersendiri bagi para pengunjung setelah lelah tracking maka beristrahat sambil menikmati mie aceh seafood menjadi pilahan para pengunjung.

Seperti yang dikatakan Walikota Langsa, bahwa nantinya pemerintah Kota Langsa akan menjadikan kuliner sebagai salah satu prasarana pendukung objek ekowisata. Pemerintah akan berkerjasama dengan rumah makan dan cafe yang selama ini sudah diakui citarasa yang enak, untuk nantinya menjadi salah satu tempat persinggahan bagi para pengunjung guna merasakan kuliner yang khas di Kota Langsa saat ini pemerintah sudah mengkonfirmasi dengan pemilik rumah makan Sembilang Umi dan café apung WTC dengan makan mie aceh kepiting dan segala jenis seafood. Sehingga diharapkan kuliner bisa menjadi daya tarik sendiri bagi para pengunjung untuk kembali berwisata di Kota Langsa.

4.2.4. Kebersihan Lokasi Ekowisata

(21)

Langsa juga bebas dari pengaruh industri karena memang tidak ada industri besar yang terdapat di sekitar kawasan tersebut.

Mengingat ekowisata adalah wisata alam yang memanfaatkan sumberdaya alam dalam hal ini hutan lindung mangrove maka sudah tentu perlu adanya biaya operasional hutan mangrove agar hutan mangrove tetap berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara dengan para tokoh pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda, Abdullah Usman Walikota Langsa mengatakan bahwa selama ini dalam pembangunan ekowisata mangrove Kuala Langsa belum dianggarkan biaya operasional hutan mangrove agar tetap berkelanjutan, selama ini anggaran digunakan untuk pembangunan sarana prasarana pendukung ekowisata mangrove. Pengelolaan ekowisata mangrove saat ini dilimpahkan pada masyarakat dan pemuda setempat, pemerintah Kota Langsa hanya mengontrol jalannya ekowisata, segala sesuatu terkait ekowisata menjadi kesepakatan masyarakat dan pemuda setempat, termasuk pemeliharan hutan mangrove baik penjagaan hutan dari illegal logging maupun kebersihan objek wisata. Untuk reboisasi selama ini tetap dilakukan pemerintah dengan melibatkan langsung para instansi yang terkait.

(22)

Dedi Dinas Kehutanan, mengatakan dalam pembangunan ekowisata mangrove Kuala Langsa belum direncanakan biaya operasional hutan mangrove agar tetap berkelanjutan, selama ini anggaran hanya untuk pembangunan sarana dan prasarana pendukung, akan tetapi dalam rapat terakhir pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, beliau katakan sudah dianggarkan dana untuk pengadaan tempat sampah sebagai prasarana menjaga kebersihan tempat wisata.

Pangian Widodo, Ketua Komisi C DPRK Kota Langsa juga mengatakan belum adanya anggaran operasional hutan mangrove agar tetap berkelanjutan, anggaran selama ini untuk pembangunan sarana prasarana pendukung ekowisata mangrove kuala langsa yang pada pembangunan melewati beberapa tahap pembangunan. Saat ini sudah masuk pada tahap kedua yang akan menghabiskan anggaran mencapai 4,6 M.

4.2.5 Kenyamanan

(23)

ini bukan jalur arteri sehingga tidak mempengaruhi dalam kegiatan parkir kendaraan.

4.2.6. Kelembagaan

Status kawasan Kuala Langsa merupakan kawasan hutan lindung. Pemerintah Kota Langsa telah menjadikan hutan mangrove Kuala Langsa sebagai salah satu obejek wisata yaitu ekowisata mangrove Kuala Langsa dengan fasilitas jalan setapak sepanjang 520 meter dengan HomeStay dan Gajebo serta dilengkapi menara pemantau di dalamnya saat ini terus dilakukan pengembangan berupa pembangunan sarana prasarana pendukung lainnya. Tidak ditemukan sistem kelembagaan wisata di kawasan ekowisata mangrove Kuala Langsa, akan tetapi pemerintah memberikan izin kepada masyarakat maupun pemuda setempat untuk mengelola tempat wisata.

Angga pemuda setempat mengatakan mereka yang dibagi dalam beberapa team bertugas mengelola tempat wisata mangrove dengan memberlakukan biaya masuk sebesar RP. 5.000,-/dua orang. Jumlah pengunjung yang datang ke tempat wisata mangrove Kuala Langsa tidak menentu . Kalau dihari biasa pendapatan yang diperoleh bekisar RP. 250.000,- berarti jumlah pengunjung 100 orang, kalau hari libur bisa mencapai RP.500.000,- dengan jumlah pengunjung 200 orang bahkan bisa lebih jumlah pengunjungnya. Biaya masuk ini diberlakukan dengan tujuan selain untuk pendapatan pemuda setempat juga untuk biaya pemeliharan tempat wisata.

(24)

mangrove Kuala Langsa merupakan zona bakau yang tumbuh di daerah payau pada tanah alluvial atau pertemuan air laut dan air tawar disekitar muara sungai. Untuk menjadikan hutan mangrove sebagai ekowisata diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan terlebih dahulu karena keseimbangan ekosistem mangrove dianggap sangat penting untuk itu perlu adanya perlindungan agar tidak terjadi degradasi mangrove. Menurut Tuwo (2011) Beberapa parameter yang dijadikan sebagai pertimbangan dalam penentuan indeks kesesuaian wisata seperti ketebalan mangrove, kerapatan mangrove jenis mangrove, pasang surut, dan objek biota.

Reza, Kabid Pariwisata mengatakan aspek lingkungan telah mendukung untuk dikembangkannya ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa, akan tetapi semua itu perlu proses untuk dapat menjadikan mangrove Kuala Langsa sebagai ekowisata yang baik dan nyaman. Mengingat ekowisata hal baru yang akan dikembangkan di Kota Langsa segala sesuatu terkait ekowisata mangrove Kuala Langsa menjadi tanggung jawab bersama tidak hanya dilimpahkan pada satu instansi saja. Perlu adanya pengelolaan yang baik untuk menjadikan ekowisata mangrove seperti yang ada di daerah lain.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung maka dapat dikatakan aspek lingkungan geografi baik fisik maupun non fisik sudah mendukung, akan tetapi perlu adanya pengelolaan yang baik dan keseriusan bagi semua para stakeholders untuk dapat menjadikan hutan lindung mangrove Kuala Langsa sebagai Ekowisata Kota Langsa.

(25)

Tuwo (2011) Kriteria ekologi mencakup keanekaragaman (kerapatan jenis, keragaman spesies, dan keberadaan fauna), keunikan, biota berbahaya, keaslian, karakteristik kawasan dan konservasi. Kriteria sosial-ekonomi mencakup penerimaan masyarakat, kesehatan masyarakat, pendidikan, keamanan, dan tenaga kerja. Sedangkan kriteria faktor penunjang mencakup aksesbilitas dan air bersih.

4.3.Pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa

Qanun Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota langsa mengatakan bahwa Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam, serta kawasan budaya. Dengan salah satu visi kepariwisataan Kota Langsa adalah mewujudkan pembangunan destinasi pariwisata islami, yang memenuhi kearifan lokal, menjaga kelestarian, memupuk rasa cinta lingkungan , meningkatkan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakat.

(26)

Saat ini masyarakat hanya tahu mangrove itu ditebang untuk dijadikan kayu arang, untuk pesisir timur Aceh, Kota Langsa yang memiliki mangrove terluas, mangrove ini bisa dimaanfaatkan secara baik tanpa harus merusaknya bahkan dapat dilestarikan salah satanya dengan dijadikan objek wisata. Dengan dijadikaannya ekowisata mangrove nantinya akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat sekitar. Selama ini pemerintah Kota Langsa terus melakukan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, terus melakukan pembangunan sarana prasarana pendukung ekowisata mangrove, membuat qanun khusus ekowisata, membutuhkan waktu beberapa tahun lagi untuk dapat menjadikan ekowisata mangrove menjadi lebih baik, dan diharapkan nantinya Kota Langsa memiliki destinasi wisata hutan mangrove yang baik seperti daerah lainnya. Fasilitas yang baru dibangun yaitu jalan setapak sepanjang 520 meter, HomeStay,Gajebo serta menara pemantau pada tahap pertama. Selama ini pengelolaan ekowisata Kuala Langsa, dilaksanakan oleh masyarakat dan pemuda setempat, hal ini kita lakukan agar masyarakat dan pemuda setempat punya rasa memiliki dan menyadari akan pentingnya hutan mangrove untuk kehidupan mereka, sehingga ikut menjaga hutan mangrove dari segala bentuk kerusakan. Pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa saat ini belum menjadi sumber PAD Kota Langsa,karena belum ada ketentuan retribusi dari pemerintah. Kami pemerintah tidak melarang dan tidak menyuruh adanya biaya masuk selama ini, itu kesepakatan pemuda setempat. saat ini pengembangan masih dalam tahap pengenalan kepada masyarakat, dan setelah semua pembangunan selesai maka secara tidak langsung pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa akan menjadi sumber PAD Kota Langsa”.

(27)

mangrove di Desa Kuala Langsa sebagai salah satu objek wisata. Sebagaimana yang telah di rencanakan Pemerintah Kota Langsa optimis ingin menjadikan Kota Langsa sebagai Destinasi Wisata 2017, hutan lindung mangrove Kuala Langsa menjadi salah satu objek wisata Kota Langsa, melihat Kota Langsa memiliki primadani hutan mangrove yang cukup baik, yang apabila ini dikelola secara serius diyakinkan akan menjadi sumber PAD Kota Langsa.

Melihat daerah-daerah lain sudah banyak berhasil menjadikan hutan mangrove sebagai Ekowisata yang mampu menjadikan sumber PAD serta meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. diharapkan pengembangan ekowisata ini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta dengan adanya ekowisata mangrove ini diharapkan masyarakat punya rasa memiliki untuk terus menjaga kelestarian hutan mangrove. Apabila dilihat ekowisata mangrove di Kota Langsa belum seperti daerah-daerah lain, Saat ini ekowisata mangrove masih dalam tahap pengenalan pada masyarakat, bahwa pentingnya ekowisata, yang bersifat konservasi dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal.

Pemerintah Kota Langsa baru melakukan pembangunan jalan setapak dikawasan hutan mangrove dengan panjang 520 meter, HomeStay dan Gajebo ,serta dilengkapi sarana pengawasan berupa menara pemantau. Fokus pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa ini terus dilakukan dengan terus dibangunnya sarana-sarana pendukung ekowisata mangrove sampai target pembangunan yang diinginkan selesai.

(28)

pengelolaan ekowisata mangrove diserahkan kepada masyarakat Desa Kuala Langsa, tujuan diserahkan pengelolaan kepada masyarakat sekitar yaitu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat sekitar, agar masyarakat sekitar sadar pentingnya hutan mangrove bahwa bukan hanya kayu mangrove saja yang bermanfaat untuk kehidupan mereka, dengan rasa kepemilikan yang mereka punya diharapkan masyarakat berempati untuk ikut menjaga dan melestarikan hutan mangrove tanpa harus merusak dan menebang hutan sembarangan.

Setelah qanun khusus ekowisata ini dibuat nantinya pengelolaan ekowisata mangrove tidak sepenuhnya diserahkan kemasyarakat akan tetapi semua aturan terkait ekowisata mangrove sudah tertulis dalam qanun, termasuk ketentuan retribusinya. Karena selama ini pemerintah belum menetapkan retribusi khusus untuk ekowisata mangrove segala sesuatu terkait ekowisata mangrove sesuai kesepakatan masyarakat maupun pemuda setempat. Itu artinya ekowisata mangrove Kuala Langsa saat ini belum menjadi sumber PAD Kota Langsa, akan tetapi ekowisata mangrove Kuala Langsa sudah dapat memberdayakan masyarakat sekitar.

(29)

semua maka seluruh komponen yang ada di Kota Langsa harus berbenah diri untuk menjadikan daerah ini sebagai salah satu kota wisata yang berkarakter serta bernuansa islami di Provinsi Aceh tidak hanya berharap kepada dinas pariwisata. Berikut Kutipan Wawancara:

“Pemerintah Kota Langsa sedang giat-giatnya membangun beberapa tempat tujuan wisata yang antara lain wisata hutan manggrove di Kuala Langsa sebagai wisata pesisir dan wisata hutan kota. Pemerintah sejak tahun 2014 lalu, sesuai dengan Komitmen Pemerintah Kota Langsa untuk mewujudkan “Kota Destinasi Wisata 2017,” sudah melakukan pembangunan fasilitas jalan setapak di kawasan hutan mangrove Desa Kuala Langsa, sepanjang 520 meter. Jalan setapak ini dijadikan Ekowisata mangrove sekaligus sebagai sarana pengawasan Kawasan Hutan Mangrove. Katanya mangrove disini disebut-sebut memiliki jenis terlengkap di Indonesia. Pembangunan fasilitas Jalan setapak ini juga diharapkan dapat menciptakan multiplier effect bagi masyarakat sekitar,Pembangunan ekowisata mangrove ini melewati beberapa tahap pembangunan, saat ini sedang dilanjutkan lagi tahap pembangunannya guna tercapainya destinasi wisata 2017, fasilitas lanjutan yang mau dibangun yaitu mushalla, rest area, WC umum, pelabuhan mini,seperti itu tapi untuk lebih jelasnya bisa ke dinas kehutanan mereka yang melanjutkan pembangunannya dinas pariwisata cuma bertugas mempromosikannya saja”.

(30)

kedalam rawa-rawa untuk dapat menikmati keindahan mangrove Kuala Langsa. Berikut kutipan wawancara

” Kota Langsa tidak seperti Banda Aceh yang memiiki laut, Kota Langsa hanya punya hutan mangrove yang cukup luas dan pemerintah sedang melakukan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dengan mambangun jalan setapak dengan dibangunnya jalan setapak jadi kita bisa melihat indahnya mangrove tanpa harus memasukkan kaki kelumpur”.

Dedy, pegawai kehutanan juga mengungkapkan pengembangan kawasan hutan lindung mangrove Kuala Langsa sebagai objek ekowisata dianggap penting dengan harapan tetap menjaga nilai-nilai ekowisata itu sendiri yaitu bersifat konservasi tanpa merusak hutan dan memberikan edukasi bagi masyarakat sekitar tentang pentingnya hutan mangrove. Beliau juga mengatakan dengan dibuatnya ekowisata ini membantu pihak kehutanan dalam menjaga hutan lindung mangrove mengingat banyaknya pengrusakan berupa pencurian kayu-kayu mangrove untuk dijadikan arang,akan tetapi dengan adanya menara pantau yang selama ini dibangun sebagai sarana pendukung ekowisata tersebut sudah dapat mengurangi pencurian. Berikut kutipan wawancara dengan Dedy dari Dinas Kehutanan yang merupakan instansi yang terlibat dalam pembangunan ekowisata mangrove

(31)

Langsa sudah mampu mengelola aset daerah untuk dijadikan sumber PAD, mengingat selama ini dalam tahap pembangunan ekowisata mangrove Kuala Langsa telah banyak dana daerah tersalurkan untuk membangun objek ekowisata mangrove Kota Langsa. Sehingga diharapakan pengembangan ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa nantinya mampu memberikan PAD untuk Kota Langsa.

Maimul Mahdi, Ketua Komisi A DPRK Kota Langsa (Partai Aceh), mengungkapkan bahwa mangrove Kuala Langsa dahulunya hanya sebagai kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai pelindung kawasan pesisir dari ancaman abrasi air laut, akan tetapi melalui pemerintahan Abdullah Usman, Hutan lindung mangrove sebagai aset Kota Langsa mulai di jadikan salah satu objek wisata yang fokus pembagunannya dijadikan ekowisata mangrove yang ada di Kota Langsa, mulai tahun 2014 pemerintah Kota Langsa fokus melakukan pembangunan jalan setapak untuk dapat menikmati keindahan mangrove di Desa Kuala Langsa, dan direncanakan pembangunan ini ditargetkan selesai pada tahun 2017. Sesuai dengan tujuan Pemerintah Kota Langsa untuk menjadikan Kota Langsa sebagai Destinasi Wisata 2017.

(32)

mata, saat ini ekowisata mangrove Kuala Langsa belum menjadi sumber PAD Kota Langsa akan tetapi sudah mampu memberdayakan masyarakat sekitar dalam meningkatkan perekonomiannya, konsep konservasi juga menjadi landasan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, ini menandakan pemerintah dan masyarakat sudah mampu mengelola aset daerah berupa hutan lindung mangrove menjadi salah satu objek wisata dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah di dalam pasal 1 butir 1 menyebutkan : ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

(33)

Gambar 4.1 Lanjutan Fasilitas Ekowisata Mangrove Kota Langsa

(34)

pengembangan ekowisata mangrove dipandang sangat penting, hal ini sejalan dengan hasil wawancara bebarapa tokoh pemerintah, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda. Berikut kutipan wawancara dengan walikota Langsa bapak Abdullah Usman:

“Penting sekali keterlibatan pemuda karena keberlanjutan negeri ini berada ditangan mereka, kalau kita mau melihat bagaimana masa depan negeri ini lihatlah pemuda saat ini, pemuda adalah cerminan masa depan dan mereka harus kreatif harus mampu memanfaatkan peluang, kalau nanti objek wisata ini berkembang pesat,pemudalah yang harus kreatif, misalnya membuat kerajinan tangan cendra mata dan sebagainya, selain itu pemuda harus menjaga objek wisata yang sudah ada dengan tidak merusak objek wisata, ya begitulah pemuda harus terlibat dalam pengembangan wisata di Kota Langsa”.

Terlihat dari yang diungkapan Walikota Langsa Abdullah Usman begitu pentingnya keterlibatan masyarakat tidak terkecuali pemuda dalam semua aspek pembangunan, pemuda adalah cerminan masa depan. Apalagi dalam hal ekowisata mangrove Kuala Langsa, dengan tidak merusak hutan, menjaga kebersihan,serta menjaga fasilitas objek wisata itu saja sudah dikatakan terlibat dalam pengembangan ekowisata mangrove, apalagi ikut mengelola ekowisata mangrove Kuala Langsa, pemerintah terus berupaya melibatkan masyarakat maupun pemuda dalam pembangunan, dimana ekowisata mangrove ini berada di Desa Kuala Langsa, otomatis pemberdayaan masyarakat lokal yang paling diutamakan.

Senada yang diungkapkan Walikota Langsa, Reza Kabid Pariwisata mengatakan pentingnya keterlibatan pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa berikut kutipan wawancara dengan bapak Reza:

(35)

diberdayakan, kalaupun nanti diambil alih PEMDA tapi nanti tetap melibatkan pemuda setempat ”.

Peran pemuda sangat penting dalam semua aspek pembangunan, begitu juga dalam sektor pariwisata, menurutnya untuk menjadikan Kota Langsa sebagai Destinasi Wisata 2017 perlu adanya kerjasama dari semua pihak tidak terkecuali pemuda, khususnya untuk mempromosikan pariwisata yang ada di Kota Langsa. Apalagi terkait Ekowisata Mangrove Kuala Langsa keterlibatan pemuda sangat perlu, dalam semua aspek baik dalam pengelolaan, maupun pengawasan.

Pangian Widodo Ketua Komisi C DPRK (Partai HANURA) juga berpendapat perlunya keterlibatan masyarakat maupun pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove berikut kutipannya:

“Untuk pengembangan objek wisata mangrove ini masyarakat dan pemuda perlu terlibat karena nantinya pengunjung itu bakalan berhadapan langsung dengan masyarakat sekitar dan penerimaan dimasyarakat itu sangat penting, ya masyarakat maupun pemuda bisa terlibat sebagai penyambut tamu, maupun sebagai pemandu pokoknya masyarakat dan pemuda perlu terlibat tidak mungkin rasanya objek wisata dibangun di desa mereka tapi masyarakat tidak diberdayakan”.

Maimul, Ketua Komisi A DPRK (Partai ACEH) mengatakan perlu adanya keterlibatan masyarakat maupun pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove, dengan melibatkan masyarakat dan pemuda merupakan upaya pemberdayaan agar masyarakat dan pemuda menyadari pentingnya peran mereka di dalam membangun daerahnya.

Ansari, tokoh masyarakat mengatakan, keterlibatan masyarakat maupun pemuda sangat diperlukan apalagi terkait ekowisata mangrove Kuala Langsa berikut kutipan wawancara dengan tokoh masyarakat:

(36)

senang, Biarlah kami yang menjaga tempat wisata ini, jangan orang lain diluar Desa Kuala Langsa , mau kami masyarakat dengan adanya objek wisata ini kami mendapatkan keuntungan”.

Terlihat dari ungkapan bapak Ansari masyarakat sangat mengharapkan untuk dapat dilibatkan dalam pengembangan ekowisata mangrove, kalau bukan mereka siapa lagi, tidak mungkin masyarakat desa lain mau menjaganya, maka dari itu dalam pengembangan ekowisata mangrove keterlibatan masyarakat maupun pemuda sangat penting mengingat dalam pengembangan ekowisata mangrove dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan ini yang sangat diharapkan masyarakat setempat.

Menurut pendapat Mahalli (2010), bentuk partisipasi masyarakat dapat dikategorikan dalam beberapa tahap, yaitu: tahap perencanaan, pelaksanaan, penerimaan manfaat, dan evaluasi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka bentuk-bentuk partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dapat dikonsepsikan dalam empat tahapan, yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan dan pemeliharaan, dan tahap evaluasi.

4.4.1.Partisipasi pada Tahap Perencanaan

Partisipasi pada tahap perencanaan adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan anggaran pada suatu kegiatan. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran, dan kritikan melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.

(37)

Mereka tidak tahu, ide ini dari pemerintah maupun saya pribadi, saya liat ini bisa dikembangkan, setelah ini dibangun mereka kita panggil, mereka kita libatkan bukan dalam perencanaannya namun dalam pelaksaannya, kita hanya menyampaikan bahwa ini akan kita bangun objek wisata manfaatnya nanti untuk kalian disini, maka kalian harus mendukung harus menjaga agar hutan ini jangan ditebang karena kalau ditebang tidak ada lagi orang yang kesini. Jadi kalau perencanaan mereka mana mengerti namanya juga mereka masyarakat nelayan yang tahunya menangkap ikan kalau mereka kita ajak grand design mereka tidak tahu”. Sesuai yang diungkapkan bapak walikota, terlihat bahwa pemerintah bukan berarti tidak memberikan izin kepada masyarakat maupun pemuda untuk ikut terlibat dalam tahap perencanaan, pemerintah Kota Langsa tetap mengharapkan keterlibatannya baik dalam memberikan usulan, saran dan kritikan, karena pada saat ini ekowisata mangrove Kuala Langsa masih dalam tahap keberlanjutan pembangunan. Pada saat ini untuk tahap awal, grand design ekowisata mangrove menjadi tugas pemerintah, masyarakat maupun pemuda tetap dilibatkan pada tahap pemanfaatan. Diharapkan dengan adanya keterlibatan masyarakat maupun pemuda dalam setiap tahap pembangunan, Pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dapat teralisasi sebagaimana yang telah direncanakan.

(38)

Zulfan, Ketua KNPI Kota Langsa juga mengatakan dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa selama ini pemuda tidak dilibatkan pada tahap perencanaan, pembangunan ekowisata mangrove Kuala Langsa merupakan kebijakan dari pemerintah Kota Langsa. Akan tetapi, selaku kaum muda yang berada di induk organisasi kepemudaan dan merupakan mitra strategis pemerintah, ikut mendukung pemerintah untuk mewujudkan Destinasi Wisata 2017 dan mengharapkan untuk dapat dilibatkan dalam setiap tahap pembangunan.

Ansari, Tokoh masyarakat mengatakan bahwa masyarakat maupun pemuda setempat tidak dikutsertakan secara langsung dalam proses perencanaan pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa, namun sebelumnya Pemerintah Kota Langsa pernah mengajak masyarakat dan pemuda untuk duduk di Balai Desa guna menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Langsa akan membangun jalan setapak di kawasan hutan lindung mangrove Kuala Langsa sebagai sarana penunjang objek ekowisata mangrove Kuala Langsa.

Agus, pemuda setempat mengatakan bahwa pemuda setempat tidak diikutsertakan dalam tahap perencanaan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, akan tetapi sebelum pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dilakukan Pemerintah Kota Langsa, masyarakat setempat sudah terlebih dahulu membangun jalan setapak yang terbuat dari kayu di lokasi berbeda dari pembangunan jalan setapak yang dibuat oleh Pemerintah Kota Langsa.

(39)

Partisipasi Pemuda pada tahap Perencanaan

Keterangan

Tahap Penyusunan rencana *

Tahap penyusunan strategi *

Tahap penyusunan kepanitian dan

anggaran kegiatan *

Kehadiran pada pertemuan-pertemuan rapat

Pemberian usulan, saran, dan kritikan * Keterangan:

* = Tidak Terlibat  = Terlibat

(40)

umumnya kesulitan dalam memahami kerumitan maupun permasalahan teknis perencanaan, masyarakat tidak selalu menyadari atau mengerti perihal proses pengambilan keputusan (decision-making process), terdapat kesulitan dalam mencapai dan mempertahankan keterwakilan dalam proses pengambilan keputusan, sikap apatis masyarakat, meningkatnya ongkos dalam hal pegawai maupun keuangan, panjangnya proses pengambilan keputusan dan dampak-dampak yang merugikan pada efisiensi pengambilan keputusan.

Senada dengan teori yang Jenkins (1993) dalam Bagul (2009) ungkapakan salah satu alasan yang menghambat ketidakikutsertaan masyarakat dalam tahap perencanaan yaitu: Masyarakat atau pemuda umumnya kesulitan dalam memahami permasalahan teknis perencanaan, dikarenakan apabila dilihat dari latar belakang pendidikannya rendah, hanya sedikit masyarakat yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat diploma maupun strata sehingga pemuda tidak paham dalam teknis perencanaan.

4.4.2.Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan

(41)

Hal ini ikut diperkuat oleh Reza Kabid Pariwisata, pemerintah Kota Langsa telah membangun fasilitas pendukung ekowisata berupa jalan setapak yang panjangnya 520 meter dan dilengkapi dengan HomeStay, Gajebo dan menara pemantau di dalamnya selama ini sudah banyak pengunjung yang datang kesana menikmati perjalanan wisata. Setidaknya pemuda lebih pintar membaca peluang, seharusnya pemuda sudah mampu berfikir bagaimana melaksanakan kegiatan pengembangan ekowisata yang dapat memberikan keuntungan lebih,misalnya, membuat even-even wisata,menjadi pelaku usaha dibidang pariwisata dan sebagainya. Jadi partisipasi pemuda dalam pelaksanaan pengembangan ekowisata mangrove jangan hanya terlibat dalam kegiatan penjagaan tempat wisata.

Zulfan Ketua KNPI Kota Langsa juga mengatakan bahwa keterlibatan pemuda yang bernaung dalam organisasi kepemudaan pada tahap pelaksaanaan yaitu sebagai pemandu wisata, biasanya apabila Kota Langsa kedatangan tamu dari luar daerah dan ingin melihat wisata yang ada di Kota Langsa pihak Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaaan dan Pariwisata menghubungi untuk dapat menamani para tamu mengunjungi tempat wisata termasuk ekowisata mangrove Kuala Langsa. Selain itu pemuda juga aktif dalam mempromisikan wisata yang ada di Kota Langsa salah satunya dengan menggunakan media sosial. Sedangkan pemuda setempat bertugas sebagai pelaksana penjagaan tempat wisata.

Angga pemuda setempat mengatakan keterlibatan pemuda setempat dalam tahap pelaksanaan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa sebagai penjaga tempat wisata berikut ungkapan wawancara dengan pemuda setempat

(42)

ini, untuk biaya masuk, kebersihan tempat wisata, keamanan, ketersedian air bersih, listrik, kami yang mengaturnya”.

Terlihat pemerintah telah memberikan wewenang kepada pemuda setempat untuk dapat melaksanakan kegiatan ekowisata mangrove Kuala Langsa.

Berdasarkan hasil wawancara dapat dibuat matrik keterlibatan pemuda dalam tahap pelaksanaan pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa sebagai berikut:

Partisipasi Pemuda pada tahap Pelaksanaan

Keterangan

Pelaksanaan pembangunan objek wisata mangrove

*

Pelaksanaan pemandu wisata *

Pelaksanaan even-even pariwisata

*

Pelaku bisnis pariwisata *

Pelaksanaan penjagaan tempat wisata dan parkir

Keterangan:

* = Tidak Terlibat  = Terlibat

(43)

ataupun barang dan uang serta ide-ide sebagai salah satu bentuk partisipasinya pada pekerjaan tersebut.

4.4.3.Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan dan Pemeliharaan

Tahap pemanfaatan dan pemeliharaan ekowisata mangrove oleh masyarakat khususnya para pemuda merupakan tahap yang penting sebagai upaya partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove. Pemanfaatan bertujuan agar sarana dan prasarana ekowisata mampu menjadi media untuk mencapai tujuan kepariwisataan, sedangkan pemeliharaan merupakan kegiatan yang harus dilakukan pasca pemanfaatan sarana dan prasarana ekowisata guna memelihara sarana dan prasarana ekowisata agar terus berkesinambungan dan berkelanjutan.

Hutan lindung mangrove Kuala Langsa dijadikan sebagai objek ekowisata, dengan mangrove sebagai fokus pengembangannya. Mangrove Kuala Langsa merupakan hutan yang berfungsi melindungi kawasan pesisir Kota Langsa dari bahaya abrasi air laut, selain itu mangrove juga berfungsi sebagai tempat tinggal berbagai keanekaragaman mahluk hidup hendakanya pemanfaatan mangrove untuk dijadikan ekowisata tetap mampu terpelihara kelestariaannya.

(44)

sekitar, salah satunya yaitu dengan dijadikan hutan mangrove sebagai ekowisata yang mana konsep ekowisata itu tetap menjaga kelestarian hutan mangrove dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Maka dari itu sejak tahun 2014 hutan lindung mangrove sudah dimanfaatkan menjadi objek ekowisata, pemerintah sudah membangun fasilitas- fasiltas pendukung ekowisata mangrove, dan selama ini pemuda setempat yang bertugas memanfaatkan dan memelihara, baik fasiltas pendukung maupun memelihara hutan mangrove dari ancaman penebangan liar.

Senada dengan yang diungkapkan Walikota Langsa, Reza Kabid Pariwisata Kota Langsa mengungkapkan, selama ini pemerintah telah membangun fasilitas objek ekowisata, untuk pemanfaatan dan pemeliharaan pemerintah memberikan wewenang kepada pemuda setempat. Pemuda setempat yang mengatur segala bentuk pemanfaatan dan pemeliharaan ekowisata mangrove agar tidak rusak dan tetap berkelanjutan.

(45)

makanan yang diberikan pengunnjung. Selain dikenakan tarif masuk Pengunjung juga dikenakan jasa parkir RP.2.000/ kendaraan. Kesemua hal tersebut pemuda setempat yang memanfaatkannya. Untuk urusan pemeliharan juga pemuda bekerja secara team dengan tugas membersihkan tempat wisata, serta pemuda juga yang menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung dari bahaya satwa-satwa yang hidup di hutan mangrove bukan hanya itu pemuda setempat berkewajiban juga memelihara hutan mangrove dari ancaman penebangan liar oleh tangan yang tidak bertanggung jawab pengawasaan dapat dilakukukan melalui menara pemantau yang tersedia.

Agus juga mengaku selama ini kinerja mereka juga terus diawasi oleh pemerintah setempat, lebih dari sekali Walikota Langsa secara diam-diam datang disaat mereka bekerja guna melihat secara langsung bagaimana mereka dalam memanfaatkan dan memelihara ekowisata mangrove, dan apabila tidak sesuai Walikota Langsa tidak segan-segan menegur dan bahkan memberikan peringatan keras yaitu apabila pemuda tidak mampu memanfaatkan dan memeliharanya dengan baik, maka Pemerintah Kota Langsa mengambil alih wewenang pemanfaatan dan pemeliharaan ekowisata.

(46)

Berikut matrik keterlibatan pemuda dalam tahap pemanfaatan dan pemeliharaan ekowisata mangrove Kuala Langsa:

Partisipasi Pemuda pada tahap Pemanfaatan dan pemeliharaan

Keterangan

Pengelola tempat wisata 

Membersihkan objek wisata 

Penjagaan hutan mangrove dari

penebangan liar 

Penanaman hutan mangrove 

Keterangan:

* = Tidak Terlibat  = Terlibat

Terlihat dari hasil wawancara dan matrik pemuda setempat terlibat dalam tahap pemanfaatan dan pemeliharaan ekowisata mangrove Kuala Langsa.

4.4.4.Partisipasi pada Tahap Evaluasi

(47)

Seperti diungkapkan Abdullah Usman Walikota Langsa, beliau mengatakan sama halnya seperti pada tahap perencanaan, pada tahap evaluasi pemuda setempat tidak ikut berpartisipasi, padahal Pemerintah Kota Langsa sangat mengharapkan dan senang hati jikalau pemuda selaku kaum yang diangap mampu membawa perubahan, mau berperan aktif dalam segala tahap pembangunan. Mengingat ekowisata mangrove ini berada di Desa Kuala Langsa sudah semestinya pemuda setempat ikut terlibat dalam tahap evaluasi terkait pengembangan ekowisata mangrove.

Hal ini juga diakui oleh Angga (20 tahun), pemuda setempat selama ini tidak terlibat dalam tahap evaluasi terkait pengembangan ekowisata mangrove, selama ini pemuda setempat hanya mengharapakan kepada Pemerintah Kota Langsa untuk melibatkan pemuda pada tahap pemanfaatan ekowisata mangrove.

Reza, Kabid Pariwisata berpendapat, mengingat ekowisata mangrove Kuala Langsa masih dalam proses pembangunan dan pengembangan maka ketelibatan masyarakat maupun pemuda pada tahap evaluasi sangat diperlukan, dikarenakan masyarakat dan pemuda bagian dari pada ekowisata itu sendiri, seharusnya mereka yang bertugas mengawasi kinerja pemerintah, menyampaikan ide dan gagasan baik dan buruknya pengembangan ekowisata mangrove selama ini, akan tetapi selama ini pemuda setempat tidak melakukan evaluasi dalam pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa.

(48)

Kota Langsa yang berperan, mengingat pemuda setempat adalah masyarakat pesisir, banyak dari mereka yang tidak paham terkait perencanaan dan evaluasi. Bukan berarti dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa Pemerintah Kota Langsa tidak mengajak masyarakat maupun pemuda pada setiap tahapan pembangunan.

Mahdi, mengatakan pada tahap perencanaan dan evaluasi pemuda setempat tidak terlibat, beliau mengungkapkan biar itu menjadi peran Pemerintah Kota Langsa, pemuda setempat hanya mengharapkan adanya pemberdayaan pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, dalam arti kata pemuda setempat dilibatkan dalam tahap pelaksanaan maupun pemanfaatan, agar pemuda setempat mendapatkan pekerjaan dengan adanya pengembangan ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa.

Berdasarkan hasil wawancara di atas maka dapat dibuat matrik keterlibatan pemuda dalam tahap evaluasi sebagai berikut:

Partisipasi Pemuda Pada Tahap Evaluasi

Keterangan

Menilai hasil kebijakan yang telah dilaksanakan

* Memberikan masukan atau kritikan

terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan

*

Memantau hasil kebijakan dan pelaksanaanya

* Keterangan:

(49)

4.5.Rencana dan Kebijakan Pengembangan Ekowisata Mangrove Kota Langsa

Sebagai komitmen dalam meningkatkan pembangunan di sektor pariwisata, pemerintah Kota Langsa telah menyusun rencana qanun (peraturan daerah) tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota (RIPPARKA), yang memiliki sasaran agar terwujudnya pengembangan kegiatan kepariwisataan di daerah secara optimal, serasi, selaras, seimbang, terpadu, tertib, lestari sehingga mampu menjadi Kota Langsa sebagai tujuan wisata terpadu.

Dalam rencana qanun tentang RIPPARKA dijelaskan bahwa Visi RIPPARKA adalah terwujudnya pembangunan Destinasi Wisata yang KeIslaman berkearifan lokal dan memenuhui kelestarian lingkungan hidup.. Secara fungsi, RIPPARKA berfungsi sebagai pedoman dan pegangan bagi pembangunan, pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata di daerah, baik yang dilakukan oleh Pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota maupun pihak swasta.

(50)

Kebijakan pembangunan kepariwisataan yaitu a) pembangunan pariwisata berbasis pada pemberdayaan masyarakat, b) Pengembangan agro wisata yang ditunjang oleh industri pariwisata, c) pengembangan fasilitas dan manfaat kepariwisataan dibangun dengan menggunakan pola dan kearifan lokal d). meningkatkan kesadaran para pihak tentang program pengembangan kepariwisataan e) Melengkapi sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan f) Mengembangkan kelembagaan pengelolaan kepariwisataan yang kuat dan berkesinambungan dan, g) Mengembangkan informasi dan publikasi mengenai destinasi pariwisata.

4.6.Strategi Pemerintah Kota Langsa dalam Meningkatkan Pertisipasi Pemuda dalam Pengembangan Ekowisata Mangrove

Kesadaran pemerintah akan pentingnya partisipasi pemuda dalam pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa telah memicu pemerintah Kota Langsa untuk menjalankan berbagai upaya dalam merangkul dan mengajak para pemuda maupun kelompok pemuda agar ikut berpatisipasi secara konsisten dan berkelanjutan dalam setiap proses pembangunan Kota Langsa, termasuk dalam pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa.

(51)

Reza Kabid Pariwisata, mengatakan strategi pemerintah kota langsa dalam meningkatkan partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dengan membuat kelompok kelompok pemuda sadar wisata, yaitu kelembagaan di tingkat masyarakat, Anggota kelompok pemuda sadar wisata terdiri dari para pelaku kepariwisataan yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab.

Zulfan Ketua KNPI Kota Langsa, berpendapat, upaya yang bisa dilakukan pemerintah Kota Langsa dalam melakukan pengembangan ekowisata mangrove adalah dengan cara melakukan promosi pariwisata, memberikan legal support (dukungan) kepada pengusaha agar dapat bergerak melakukan usaha, serta melakukan pembinaan kepada masyarakat dan pemuda tentang pengetahuan pariwisata dalam hal ini ekowisata mangrove.

Pemerintah Kota Langsa sangat menyadari bahwa perlunya keterlibatan masyarakat maupun pemuda pada setiap tahap pembangunan, diharapkan masyarakat juga yang ikut merasakan dampak positif dari pembangunan. Dalam hal ini pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa pemerintah mengharapakan masyarakat dan pemuda ikut merasakan dampak positif adannya ekowisata tersebut. Pemerintah juga berharap kepada para pemuda agar ikut berpatisipasi dalam pengembangan ekowisata. Beberapa harapan pemerintah kepada pemuda adalah sebagai berikut:

(52)

pemerintah dalam menjaga dan melestarikan hutan lindung mangrove yang selama ini memberikan keuntungan bagi masyarakat maupun pemuda setempat, 4) Tumbuhnya rasa percaya diri yang tinggi pada diri pemuda dalam berkreativitas dan berinovasi di industri wisat, jangan hanya terlibat dalam kegiatan yang bersifat instan, seperti jaga parkir, akan tetapi lebih pintar membaca peluang, dan kreatif menciptakan sesuatu yang bisa mendatangkan keuntungan bagi pemuda. 5) Terlibat aktif dalam menjaga keutuhan martabat orang muslim, menjaga adat dan budaya masyarakat Aceh, serta mampu memberi penjelasan hukum syariah kepada wisatawan, 6) Terlaksananya pembinaan dan pemberdayaan secara kontinyu di organisasi kelompok pemuda seperti di kelompok remaja mesjid dan karang taruna yang ada di setiap Desa di Kota Langsa, 7) Melibatkan diri sebagai pelaku wisata, seperti dalam perencanaan program, sebagai panitia even-even pariwisata, serta dalam pelestarian budaya, 8) Adanya partisipasi pemuda berupa kreativitas yang lahir dari inisiatif dan kesadaran para pemuda tanpa harus disuruh oleh pemerintah.

Selain pemerintah yang memiliki harapan, pemuda setempat juga mempunyai beberapa harapan terkait partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, berikut rumusan strategi yang bisa diterapkan oleh Pemerintah Kota Langsa untuk meningkatkan partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove di Desa Kuala Langsa:

(53)

pelaku professional pariwisata atau ingin menjadi pengusaha muda di sektor pariwisata. Selama ini pemuda hanya terlibat dalam kegiatan yang bersifat instan seperti penjaga tempat wisata dan parkir. Hal tersebut sangat disayangkan semestinya pemuda bisa menjadi pelaku bisnis pariwisata, pelatihan kewirausahan pemuda dirasa perlu agar mampu mendorong pembangunan karakter dan budaya wirausaha dikalangan pemuda di Desa Kuala Langsa, pelatihan kewirausahaan bisa dimulai dari hal yang kecil, yaitu kewirausahaan sovenir dan cendra mata serta pengelolaan hasil mangrove. Setidaknya dengan adanya pelatihan memberikan stimulus bagi para pemuda untuk lebih kreatif dan pintar melihat peluang usaha untuk dapat dikembangkan, sehingga hal tersebut dapat memberdayakan pemuda dalam hal memberikan lapangan kerja baru bagi para pemuda 3) Memfasilitasi potensi pemuda sebagai pelaku dunia wisata, seperti sebagai pemandu wisata, dan sebagai pelaku bisnis pariwisata, 4) Mengajak para pemuda serta seluruh elemen masyarakat untuk meyakinkan dunia bahwa Kota Langsa adalah aman dan menarik untuk dikunjungi, 5) Memberikan penyadaran kepada seluruh elemen pemuda agar berlaku ramah kepada wisatawan yang berkunjung dan merasa sama-sama memiliki tanggung jawab dalam pengembangan pariwisata.

(54)

Sugeng beserta para anak muda di desa tersebut jadi motor penggerak bisnis di Kawasan tersebut. Mereka mati-matian melakukan edukasi agar masyarakat di sana mau dan terbiasa mengubah pola hidup dari kegiatan eksploratif menjadi kegiatan mendukung pariwisata. Di desa ini, seluruh kegiatan dikelola langsung oleh Karang Taruna. Tak seperti daerah wisata lain yang punya investor besar sebagai pengelola, Desa ini hanya mengandalkan masyarakat dan karang taruna sebagai pengelola. Mereka menjadi tuan di wilayahnya sendiri.

Melihat keberhasilan yang telah dilakukan pemuda di Desa Nglanggeran Yogyakarta bukan tidak mungkin hal tersebut diterapkan di Desa Kuala Langsa. Sehingga tidak berharap besar kepada investor dalam pengelolaannya, tetapi sebagai langkah awal pemuda setempat yang menjadi penggerak untuk mengelola ekowisata mangrove. Pemuda harus terlibat dalam kegiatan pariwisata berbasis lingkungan. saat ini ekowisata mangrove terkenal dengan tracking menelusuri hutan lindung mangrove, sambil tracking pengunjung juga dapat menikmati pemandangan hamparan hutan mangrove yang indah.

(55)

memberikan edukasi kepada anak-anak bahwa pentingnya keberadaan hutan mangrove bagi wilayah pesisir. Masih banyak paket-paket wisata yang dapat dikembangkan di ekowisata mangrove Kuala Langsa dan semua kegiatan wisata tersebut hendaknya dikelola oleh pemuda baik organisasi maupun non organisasi. Ini adalah salah satu strategi untuk melibatkan pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa dan kesemuanya itu perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan pemuda untuk dapat mengembangkan ekowisata mangrove Kuala Langsa.

4.7.Analisis SWOT untuk Penentuan Strategi Partisipasi Pemuda dalam Pengembangan Ekowisata Mangrove Kuala Langsa

(56)

Tabel 4.1 Faktor Internal Faktor Kekuatan

1. Tersedianya sumberdaya pemuda yang berpotensi sebagai tenaga kerja 2. Adanya keinginan yang tinggi dari pemuda untuk mengelola dan mengembangkan ekowisata

3. Izin kepada pemuda untuk mengembangkan ekowisata 4. Keterbukaan Pemuda kepada para pengunjung

Faktor Kelemahan

1. pemuda tidak terlibat partisipasi pada tahap perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan ekowisata

2. Kualitas sumberdaya pemuda seperti keterampilan dan pendidikan masih rendah

3. Kemampuan modal pemuda untuk membuka usaha pariwisata masih rendah 4. Kurangnya kemampuan pemuda sebagai pelaku wisata

Sumber: Analisis Penulis, 2016

Tabel 4.2 Faktor Eksternal PELUANG

1. Terbukanya alternatif pekerjaan baru untuk meningkatkan pendapatan pemuda 2. Meningkatanya jumlah pengunjung yang datang untuk melakukan kegiatan

ekowisata

3. Dukungan pemerintah berupa alokasi dana untuk grand design, infrastruktur serta dukungan kepada pemuda untuk terlibat dalam pengembangan

ekowisata

4. Menambah income PAD

ANCAMAN

1. Pemuda dari luar daerah yang memiliki ketrampilan dan modal untuk mengelola ekowisata

2. Pengalihan pengelolaan objek wisata dari pemuda kepada pemerintah 3. Adanya oknum yang ingin mendapatkan keuntungan secara sepihak 4. Kurang koordinasi antara pemuda dengan stakeholder secara konsisten

terhadapprogram pengembangan ekowisata Sumber: Analisis Penulis, 2016

4.8.Penentuan Alternatif Strategi

Strategi penentuan partisipasi pemuda dalam pengembangan ekowisata mangrove

Kuala Langsa dengan cara membuat matriks SWOT. Matriks ini digunakan dan disusun

berdasarkan faktor-faktor strategi, baik internal (kekuatan dan kelemahan) maupun

(57)

maka disusun empat strategi prioritas, yaitu strategi prioritas I : Strategi Strength –

Opportunity (SO), Strategi Prioritas II: Strategi Weakness – Opportunity (WO),

Strategi Prioritas III : Strength – Threat (ST), dan Strategi Prioritas IV : Weakness –

Threat (WT).

Tabel 4.3. Strategi Prioritas I: Strategi Strength – Opportunity (SO) Strength Opportuniy

1. Tersedianya sumberdaya pemuda yang berpotensi sebagai tenaga

kerja,

2. Adanya keinginan yang tinggi dari pemuda untuk mengelola dan

mengembangkan ekowisata.

3. Izin kepada pemuda untuk mengembangkan ekowisata,

4. Keterbukaan Pemuda kepada para pengunjung

1. Terbukanya alternatif pekerjaan baru untuk meningkatkan pendapatan pemuda

2. Meningkatanya jumlah pengunjung yang datang untuk melakukan kegiatan ekowisata

3. Dukungan pemerintah berupa alokasi dana untuk grand design, infrastruktur serta dukungan kepada pemuda untuk terlibat dalam pengembangan ekowisata 4. Menambah income PAD

(pendapatan asli daerah) Strategi SO (Strength – Opportunity)

1. Dengan adanya dukungan pemerintah kepada pemuda untuk dapat terlibat dalam

pengembangan ekowisata, hendaknya pemuda dapat memanfaatkan peluang tersebut.

Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu memfasilitasi pemuda dengan cara

memberikan motivasi, sosialisasi kepada pemuda serta membuat pelatihan untuk para

pemuda agar dapat lebih aktif, kreatif dan inovatif dalam melakukan kegiatan

pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa. Mengingat keinginan pemuda

untuk terlibat dalam pengembangan ekowisata sangat tinggi.

(58)

Tabel. 4.4. Strategi Prioritas II: Strategi Weakness – Opportunity (WO)

Weakness Opportunity

1. Pemuda tidak terlibat pada tahap perencanaan dan evaluasi dalam pengembangan ekowisata

2. Kualitas sumberdaya manusia seperti keterampilan dan pendidikan masih rendah

3. Kemampuan modal masyarakat

maupun pemuda untuk membuka usaha pariwisata masih rendah

4. Kurangnya kemampuan pemuda sebagai pelaku wisata

1. Terbukanya alternatif pekerjaan baru untuk meningkatkan pendapatan pemuda 2. Meningkatanya jumlah

pengunjung yang datang untuk melakukan kegiatan ekowisata 3. Dukungan pemerintah berupa

alokasi dana untuk grand design, infrastruktur serta dukungan kepada pemuda untuk terlibat dalam pengembangan ekowisata 4. Menambah income PAD

Strategi WO (Weakness – Opportunity)

1. Pemerintah hendaknya merangkul para pemuda agar berperan aktif dalam proses perencananaan,perumusan kebijakan, hingga tahap evaluasi dalam pengembangan ekowisata mangrove Kuala Langsa, yaitu dengan cara mengajak para pemuda dalam rapat-rapat terkait pengembangan ekowisata. 2. Melakukan pelatihan dan memberikan pinjaman modal bagi para pemuda

agar dapat menjadi pelaku wisata dan dapat membuka usaha pariwisata guna mendukung kegiatan ekowisata

Gambar

Gambar 4.1 Lanjutan Fasilitas Ekowisata Mangrove Kota Langsa
Tabel 4.1 Faktor Internal

Referensi

Dokumen terkait

Segala Puji syukur dan kemulian bagi Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

In this study, which was carried out in order to determine the aboveground and belowground biomass amounts of maquis lands within the borders of Çamalan Forest Sub-Dis-

Tim Pembina kabupaten/kota adalah sebuah im ahli yang bertugas melaksanakan pembinaan peserta olimpiade di ingkat kabupaten/kota yang ditunjuk dan ditetapkan oleh

Teknik Pengumpulan Data pada penelitian ini terdiri dari observasi yang dilakukan melalui pengumpulan data dari instansi yang terkait peraturan yang berlaku yang

Jumlah mantan TKW asal Kecamatan Sendang Kabupaten Tulungagung yang pernah bekerja ke luar negeri khususnya di Benua Asia dalam kurun waktu tahun 2012–2015

Dan komunikasi antarpribadi dalam keluarga yang terjalin secara terus menerus, maka dapat terlihat bahwa pola komunikasi yang terbentuk adalah pola komunikasi kelengkapan,

Menurut pengamatan penulis sesuai dengan observasi yang dilakukan, bahwa yang terjadi pada kantor kecamatan parigi kota adalah dimana kinerja pegawai yang belum

Area jernih ini menandakan adanya hambatan pertumbuhan bakteri uji (Pratiwi, 2008).. Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5