• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN

PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PASAR MODAL

SEKURITISASI SYARIAH

(EFEK BERAGUN ASET SYARIAH)

Oleh:

Tim Kajian

Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal

Sekuritisasi Syariah (Efek Beragun Aset Syariah)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

(2)

KATA PENGANTAR

Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia dan bimbingan-Nya pelaksanaan kajian dan penulisan laporan hasil kajian mengenai Sekuritisasi Syariah (EBA Syariah) ini dapat diselesaikan. Kajian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi penyusunan kebijakan dalam pengembangan Pasar Modal Syariah.

Latar belakang dilakukannya kajian ini didasari pertimbangan adanya suatu kondisi dimana hingga saat ini produk syariah di pasar modal Indonesia masih sangat terbatas dibandingkan dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut menjadikan minimnya alternatif sumber pendaan bagi perusahaan dan di sisi lain alternative investasi juga menjadi minim. Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan adalah produk sekuritisasi syariah. Adanya penerbitan EBA Syariah diharapkan dapat memperluas alternatif sumber pendanaan perusahaan dan sekaligus dapat menambah alternatif investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal.

Seluruh anggota Tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan kajian ini. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, Tim berharap semoga hasil kajian ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat digunakan oleh regulator dan para pelaku pasar modal Indonesia dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah. Tim menyambut dengan tangan terbuka segala kritik dan saran membangun terhadap hasil kajian ini.

(3)

EXECUTIVE SUMMARY

Produk syariah di pasar modal Indonesia masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut menjadikan minimnya alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan dan disisi lain alternatif investasi juga menjadi minim. Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih memiliki peluang besar untuk dikembangkan adalah produk sekuritisasi syariah. Adanya penerbitan EBA Syariah diharapkan dapat memperluas alternatif sumber pendanaan perusahaan dan sekaligus dapat menambah alternatif investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal.

Studi ini bertujuan untuk mengkaji tentang penerapan aspek syariah pada proses sekuritisasi aset serta kemungkinan penerbitannya di pasar modal Indonesia. Hal ini dilakukan untuk dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal. Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi regulator dalam rangka menyusun kebijakan terkait dengan pengembangan produk syariah di bidang pasar modal khususnya Sekuritisasi Aset Syariah (EBA Syariah).

Sekuritisasi merupakan suatu proses me-likuid-kan aset-aset yang tidak likuid menjadi aset likuid dengan cara menjual sekumpulan aset dari pemilik awal (originator) kepada pihak lain (investor) melalui penerbitan surat berharga. Secara umum, institusi yang dapat menerbitkan surat berharga yang akan disekuritisasi tersebut terdiri atas 2 jenis yaitu lembaga trusts dan special purpose vehicle (SPV). Adanya lembaga tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan system hukum (common law atau civil law) yang berlaku di masing-masing negara. Dalam sekuritisasi aset syariah, proses-proses tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Pemenuhan prinsip tersebut terutama terkait dengan aset yang menjadi underlying dan struktur transaksi sekuritisasi itu sendiri.

Dari hasil kajian dapat diketahui bahwa berdasarkan praktik sekuritisasi aset yang dilakukan di beberapa negara, keberadaan aset dijadikan sebagai syarat pemenuhan kesyariahan atas struktur yang dibentuk. Sekuritisasi tersebut dilakukan melalui penerbitan sukuk baik sekuritisasi yang berbasis aset (asset based securities) di mana tidak perlu adanya jual putus (true sale) dari aset yang menjadi underlying transaction maupun sekuritisasi yang beragun aset (asset backed securities) di mana terjadi jual putus (true sale) dari aset yang menjadi underlying transaction. Praktik sekuritisasi aset secara syariah yang telah dilakukan antara lain yaitu Cagamas MBS dan Tiong Nam Logistics Solutions (Malaysia), Caravan I (Saudi Arabia), Al Istishmar (IDB), serta Tamweel Ijarah Contract Securitization dan Sorouh Real Estat (keduanya di UEA).

(4)

DAFTAR ISI

B.TUJUANDANMANFAATPENELITIAN ... 2

C.METODOLOGIPENELITIAN ... 2

D.RUANGLINGKUPPENELITIAN ... 3

BAB II GAMBARAN UMUM (KONSEP DAN PRAKTIK) TERKAIT SEKURITISASI ASET ... 4

A. SEKURITISASIASET(KONVENSIONAL) ... 4

1. Konsep Umum ... 4

2. Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Aset ... 6

3. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Sekuritisasi Aset ... 8

4. Praktik Sekuritisasi Aset di Indonesia ... 11

B. SEKURITISASISYARIAH ... 17

1. Konsep Umum ... 17

2. Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Syariah ... 23

3. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Sekuritisasi Syariah ... 34

4. Praktik Sekuritisasi Syariah di Luar Negeri ... 36

BAB III PEMBAHASAN... ... ... 51

A. ASPEKSYARIAHSEKURITISASIASET ... 51

1. Skema Penerbitan Sekuritisasi Syariah ... 51

2. Jenis Aset dan Pengalihan Aset ... 53

3. Hubungan Perjanjian/Akad Pihak-pihak Yang Terkait Dalam Sekuritisasi Syariah ... 56

B.KEMUNGKINANPENERAPANSEKURITISASISYARIAH DIINDONESIA ... 59

1. Jenis Akad Yang Dapat Digunakan ... 59

2. Jenis Aset Yang Dapat Disekuritisasi ... 61

3. Praktik Sekuritisasi Syariah di Luar Negeri Yang Dapat Diadopsi di Indonesia ... 65

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 68

A. SIMPULAN ... 68

B. REKOMENDASI ... 69

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar modal syariah merupakan sektor industri yang sedang berkembang dan memiliki potensi yang cukup tinggi. Kegiatan pasar modal syariah dipercaya dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam industri keuangan secara umum dan dapat menjadi salah satu pilar dalam pembangunan perekonomian negara.

Krisis ekonomi global yang terjadi telah berdampak pada negara-negara di kawasan Amerika dan Eropa. Hal ini menyebabkan terjadinya kesulitan likuiditas sektor keuangan di negara-negara tersebut. Sementara itu, negara-negara Timur Tengah sebagai penghasil minyak, saat ini masih menjadi area yang mengalami surplus likuiditas. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi negara-negara yang menginginkan aliran dana dari Timur Tengah tersebut masuk ke negara tersebut, termasuk Indonesia.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menarik kelebihan likuiditas dana di Timur Tengah adalah dengan mengembangkan produk-produk keuangan syariah di Indonesia. Oleh karena itu industri pasar modal sebagai bagian dari industri keuangan syariah diharapkan dapat lebih kreatif untuk menciptakan alternatif produk syariah yang lebih bervariatif yang dapat digunakan sebagai sarana untuk pembiayaan perusahaan dan alternatif investasi bagi investor.

Selain untuk menarik minat investor Timur Tengah, adanya alternatif produk syariah di pasar modal yang semakin beragam juga akan berguna bagi Emiten dan investor di dalam negeri dalam pemilihan instrumen pembiayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.

(6)

dengan penerapan prinsip syariah. Penilaiannya akan jatuh pada penetapan halal, makruh, mubah, sunnah, atau haram.

Salah satu produk di pasar modal yang perlu dikaji lebih dalam dari perspektif syariah adalah sekuritisasi aset (Efek Beragun Aset). Hal ini dimaksudkan agar dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam.

Sejalan dengan pemikiran diatas, Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan melakukan kajian mengenai pengembangan produk syariah di pasar modal khususnya yang berkaitan dengan Sekuritisasi Syariah.

Kajian ini meliputi hal-hal antara lain sebagai berikut:

1. Pengaturan, pengawasan, mekanisme dan praktik struktur penerbitan sekuritisasi syariah yang telah dilakukan di beberapa negara seperti di kawasan Timur Tengah, Asia, Eropa dan Amerika.

2. Kemungkinan/peluang dan potensi serta kendala dan alternatifnya terkait penerapan penerbitan sekuritisasi syariah di Indonesia.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari kajian ini adalah:

1. Untuk mengkaji tentang penerapan aspek syariah yang menyangkut pengaturan, pengawasan, mekanisme dan struktur sekuritisasi aset serta kemungkinan penerbitannya di pasar modal Indonesia.

2. Untuk memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi investor.

Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi regulator dalam rangka menyusun kebijakan terkait dengan pengembangan produk syariah di bidang pasar modal khususnya menyangkut Sekuritisasi Aset Syariah (EBA Syariah). Dengan adanya pengembangan produk berupa EBA Syariah di pasar modal, maka hal itu akan berguna bagi Emiten dan investor di pasar modal

C. Metodologi Penelitian

Kajian ini menggunakan metode studi kepustakaan melalui:

(7)

(UUPT), Peraturan Presiden (PerPres), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Bapepam-LK, maupun ketentuan lainnya yang terkait dengan proses Sekuritisasi Aset baik yang konvensional maupun syariah.

2. Diskusi dengan narasumber tentang Sekuritisasi Aset yaitu Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset Syariah (KIK-EBA Syariah) di pasar modal baik yang berlaku di dalam negeri maupun di luar negeri.

D. Ruang Lingkup Penelitian

(8)

BAB II

GAMBARAN UMUM (KONSEP DAN PRAKTIK) TERKAIT SEKURITISASI ASET

A. Sekuritisasi Aset (Konvensional) 1. Konsep Umum

Secara sederhana sekuritisasi adalah suatu proses me-likuid-kan aset-aset yang tidak likuid menjadi aset likuid dengan cara menjual sekumpulan aset dari pemilik awal (originator) kepada pihak lain (investor) melalui penerbitan surat berharga. Dari proses sekuritisasi aset ini originator menerima dana segar atas penjualan aset tersebut dan investor akan menerima imbal hasil (yield) dari surat berharga dengan dasar arus kas yang akan diperoleh dari aset yang disekuritisasi.

Terdapat beberapa pengertian mengenai sekuritisasi sebagaimana diungkap

Gunawan Widjaja dalam artikel berjudul “Beberapa Konsepsi Hukum yang Harus

Diperhatikan Dalam Rangka Penyusunan RUU Sekuritisasi”, antara lain adalah:

Securitization, menurut Dictionary of Financial Risk Management adalah:

The process of converting assets which would normally serve as collateral

for a bank loan into securities which are more liquid and can be traded at a

lower cost than the underlying assets. The largest category of securitized

assets is real estate mortgage loans which serve as collateral for

mortgaged-backed securities.

Securitization, menurut Black‟s Law Dictionary adalah:

To convert (assets) into negotiable securities for resale in financial market,

allowing the issuing financial institution to remove assets from its books, to

improve its capital ratio and liquidity while making new loans with the

security proceeds.

RL Hyderabad, dalam Asset Securitisation: A Financial Service to be Nurtured, mengartikan Securitisation sebagai:

Repackaging of receivables into tradable forms. Securitisation refers to to

the packaging of designated pools of loans and receivables with an

appropriate level of Credit Enhancement and the redistribution of these

packages to the Investors in the forms of securities or loans, which are

(9)

John Deacon, dalam Global Securitisation and CDOs, mengartikan Securitisation

sebagai:

The process of converting cash flows arising from certain assets into a

smoothed payment so that Asset Backed Finance (often in the form of Asset

Backed Securities) is raised with limited resource in nature to the credit of

relevant assets (typically debts or Receivables due from alarge number of

third parties) rather than against the credit of the borrower or Originator as

a whole.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/2005, Sekuritisasi Aset adalah penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun aset yang didasarkan pada pengalihan aset keuangan dari kreditur asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun aset kepada pemodal.

Menurut Peraturan Presiden No.19 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No.1 Tahun 2008, sekuritisasi adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditur asal dan penerbit efek beragun aset.

Salah satu bentuk sekuritisasi aset adalah Efek Beragun Aset (EBA) atau dikenal juga dengan istilah Asset-Backed Securities (ABS). Bapepam-LK dalam Peraturannya No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities) mendefinisikan EBA sebagai efek yang diterbitkan oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu kredit, tagihan yang muncul di kemudian hari (future receivable), pemberian kredit termasuk kredit pemilikan rumah atau apartemen, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh Pemerintah, Sarana Peningkatan Kredit (Credit

Enhancement)/ Arus Kas (Cash Flow) serta aset keuangan setara dan aset keuangan

lain yang berkaitan dengan aset keuangan tersebut.

Dari pengertian dan definisi di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan sekuritisasi adalah:

(10)

b. Proses tersebut dilakukan dengan cara melepaskan pemilikan atas aset-aset yang tidak likuid tersebut;

c. Pelepasan asset tersebut dilakukan melalui jual beli atau suatu bentuk pengalihan hak milik dari asset tersebut (legal assignment);

d. Proses tersebut melibatkan suatu institusi yang independen (Trusts atau SPV) yang berfungsi untuk menerbitkan surat berharga. Institusi tersebut terlepas dari perusahaan yang bermaksud untuk me-likuid-kan asetnya;

e. Aset-aset yang tidak likuid tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar (underlying) dalam rangka penerbitan surat berharga;

2. Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Aset

Secara umum, institusi yang akan menerbitkan surat berharga yang akan disekuritisasi tersebut terdiri atas 2 jenis yaitu lembaga trusts atau special purpose

vehicle. Pada dasarnya adanya lembaga tersebut sangat dipengaruhi oleh

keberadaan system hukum (common law atau civil law) yang berlaku di masing-masing Negara.

a. Sekuritisasi Yang Dilakukan Dengan Cara Membentuk Trusts

Pada dasarnya Trusts adalah lembaga yang dikenal dan diakui dalam sistim hukum Common Law yang biasa digunakan oleh negara-negara persemakmuran. Dengan membentuk Trusts, Originator (pada umumnya Bank) melakukan pemisahan aset yang disekuritisasi dari harta kekayaan Originator. Kemudian trustee akan menerbitkan Certificate of Beneficial Ownership

sebagai bukti penyerahan hak atas aset yang disekuritisasi. Sertifikat ini selanjutnya dijual kepada Investor dalam bentuk Surat Partisipasi atau Unit Penyertaan. Hasil penjualan Surat Partisipasi atau Unit Penyertaan tersebut menjadi milik Originator sepenuhnya. Hasil arus kas dari aset yang

(11)

Penyerahan hak milik atas piutang

Penyerahan Ceritificate of Beneficial Ownership

Bukti Bagian Kepemilikan Bersama

b. Sekuritisasi Asset Melalui Pendirian SPV (Special Purpose Vehicle)

Special Purpose Vehicle atau yang seringkali disebut juga dengan nama

Special Purpose Company, adalah suatu perusahaan yang khusus didirikan

untuk mendukung jalannya proses sekuritisasi asset. SPV pada umumnya dikenal di negara-negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hal ini disebabkan dalam negara-negara dengan tradisi Eropa Kontinental ini tidak dikenal Trusts.

True Sale Global Note

Proses sekuritisasi aset melalui SPV didahului dengan proses penjualan aset oleh Originator. Penjualan aset ini dilakukan sebagai suatu bentuk true sale (jual putus) kepada SPV. Dengan prinsip jual putus ini berarti terjadi pengalihan atau pemindahan hak milik atas kesatuan aset-aset tersebut kepada SPV sehingga harta kekayaan (asset) ini, dengan penjualan tersebut akan berada di luar harta kepailitan Originator, apabila Originator dinyatakan pailit. Selanjutnya untuk dapat menjadi pemilik aset, SPV haruslah merupakan suatu badan (badan hukum), yang merupakan subjek hukum mandiri.

Originator SPV Wali

Amanat

Investor

Originator Trustee

(12)

Dengan demikian jelaslah jika Issuer adalah Trusts, maka sekuritisasi aset yang dihasilkan adalah pass-through Certificates atau di Indonesia disebut dengan nama Unit Penyertaan atau Surat Partisipasi; sedangkan jika Issuer adalah SPV maka yang dihasilkan adalah pay-through Certificates atau obligasi (surat utang) dengan Wali Amanat sebagai pihak yang melindungi investor.

Secara teori Indonesia yang menganut sistem hukum civil law tidak mengenal lembaga trust sebagai issuer, kemudian SPV yang biasa diterapkan dalam sistem hukum civil law juga belum diterapkan secara umum dalam proses sekuritisasi di Indonesia. Mekanisme yang diatur dan digunakan untuk melakukan sekuritisasi di pasar modal Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA).

Definisi KIK-EBA berdasarkan Peraturan Bapepam-LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed

Securities). Kontrak Investasi Kolektif Efek Bearagun Aset (KIK-EBA) adalah

kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang EBA dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.

Peraturan IX.K.1 juga mensyaratkan bahwa aset yang membentuk portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset diperoleh dari Kreditur Awal melalui jual beli atau tukar menukar putus/lepas secara hukum dengan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset.

3. Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Sekuritisasi Aset

Efek beragun aset merupakan salah satu instrumen Pasar Modal yang mempunyai latar belakang aspek hukum yang cukup kompleks dan perlu memperoleh perhatian, terutama mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam sekuritisasi aset tersebut. Secara umum Efek Beragun Aset mempunyai konstruksi yang sama di semua negara, namun peraturannya terutama mengenai bentuk dan pihak-pihak yang terlibat dapat berbeda untuk masing-masing negara.

(13)

a. Kreditur Awal (Originator)

Menurut Peraturan Bapepam-LK No. IX.K.1, Kreditur Awal adalah pihak yang telah mengalihkan aset keuangannya kepada KIK-EBA sehingga seluruh hak dan risiko yang melekat pada aset keuangan tersebut telah beralih kepada KIK-EBA dalam hal ini para pemegang Efek Beragun Aset secara kolektif dimana aset keuangan tersebut diperoleh Pihak yang bersangkutan karena pemberian pinjaman, penjualan, dan atau pemberian jasa lain yang berkaitan dengan usahanya.

b. Special Purpose Vehicle (SPV)

Adalah Pihak yang dapat menerbitkan EBA,

Praktik penerbitan EBA di setiap negara pada umumnya mempunyai konstruksi yang sama, namun peraturan mengenai bentuk SPV sebagai penerbit EBA dapat berbeda-beda pada setiap negara. Bapepam-LK selaku pemegang otoritas Pasar Modal di Indonesia mengambil bentuk hukum SPV dalam EBA berupa Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat para pemegang EBA. c. Investor

Adalah para pemegang EBA yang akan menerima pembayaran yang berasal dari Debitur sesuai dengan jadwal dan ketentuan.

d. Debitur

Adalah pihak yang berhutang kepada originator. Apabila dalam hutang piutang antara debitur dengan originator terdapat aset yang dijaminkan, maka dalam proses sekuritisasi aset tersebut menjadi jaminan hutang. Sejak originator mengalihkan aset keuangannya, maka pembayaran yang dilakukan oleh debitur tidak lagi diterima oleh Originator, melainkan oleh Servicer.

e. Lembaga Sarana Peningkatan Kredit

Lembaga Sarana Peningkatan Kredit atau Credit Enhancer yaitu pihak yang memberi jaminan pembayaran guna mendukung peningkatan kualitas EBA. f. Perusahaan Pemeringkat Efek

(14)

1) record pembayaran masa lalu

2) jaminan dari debitur yang melekat pada hutang 3) analisa cash flow projection

4) struktur layer EBA 5) credit enhancement, serta 6) pihak yang menjadi Originator. g. Penyedia Jasa (Servicer)

Adalah Pihak yang bertanggung jawab untuk memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan debitur, melakukan tindakan awal berupa peringatan atau hal-hal lain karena debitur terlambat atau gagal memenuhi kewajibannya, melakukan negosiasi, menyelesaikan tuntutan terhadap debitur dan jasa lain yang ditetapkan dalam kontrak. Pihak yang bertindak sebagai Servicer biasanya adalah Originator (Kreditur Awal) karena Originator telah memiliki semua data terkait Debitur dan sistim informasi teknologi terkait proses pembayaran atas tagihan-tagihan dari debitur.

h. Profesi Penunjang Pasar Modal

Meliputi Akuntan dan Konsultan Hukum yang melakukan penelaahan terhadap EBA dari aspek akuntansi dan aspek hukum, serta Notaris yang berfungsi sebagai pembuat akta atas kontrak-kontrak yang terkait dengan EBA.

i. Pihak-pihak Lain

Pihak-pihak lain yang dapat terlibat dalam proses penerbitan (sesuai dengan kebutuhan) antara lain adalah underwriter jika dibutuhkan untuk menjamin proses penjualan Efek Beragun Aset, Biro Administrasi Efek, Credit Enhancer (sebagai pihak yang menyediakan sejumlah dana tertentu untuk mendukung pembayaran kepada Investor); serta pihak yang bertindak sebagai pembeli siaga sehingga menjamin bahwa seluruh EBA yang ditawarkan habis terjual. j. Manajer Investasi

(15)

yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

k. Bank Kustodian

Merupakan pihak yang diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif dan mencatatkan underlying atas namanya untuk kepentingan Investor. Berdasarkan Pasal 1 angka 8, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dinyatakan bahwa Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain,

termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi

Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

4. Praktik Sekuritisasi Aset di Indonesia

Sistem hukum yang dianut Indonesia tidak mengenal lembaga trust sebagai issuer, selain itu, SPV juga belum diterapkan secara umum dalam proses sekuritisasi di Indonesia. Mekanisme yang diatur dan digunakan untuk melakukan sekuritisasi di pasar modal Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA).

Berdasarkan Kontrak Investasi Kolektif yaitu kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun Aset, Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.

Saat ini, konsepsi EBA dalam bingkai KIK secara khusus bertujuan untuk menjembatani belum dapat diterapkannya konsep SPV dalam bentuk perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu karena EBA diterbitkan oleh suatu kontrak yaitu KIK, sedangkan kontrak tidak termasuk badan hukum, sehingga KIK tersebut tidak dapat dipailitkan yang pada akhirnya dapat melindungi investor pemegang EBA.

Selain itu sebagimana diatur dalam pasal 44 ayat 3 Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bahwa Efek yang disimpan atau dicatat dalam Rekening Efek Kustodian bukan merupakan bagian harta kustodian tersebut, sehingga jika suatu saat Bank Kustodian dipailitkan, maka underlying KIK-EBA tersebut harus dikeluarkan dari boedel pailit.

(16)

a. Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.

b. Peraturan Bapepam-LK No. IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

c. Peraturan Bapepam-LK No. V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi Berkaitan dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

d. Peraturan Bapepam-LK No. VI.A.2 tentang Fungsi Bank Kustodian Berkaitan dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

e. Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.9 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

f. Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.10 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus dalam rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset.

g. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/4/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum.

h. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No. Kep-147/PJ/2003 tentang PPh Atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh KIK-EBA dan Para Investornya. i. Peraturan PT. Bursa Efek Indonesia Nomor II-F Tahun 2009 tentang Pencatatan

Efek Beragun Aset.

j. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/51/DPNP tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum

Selain ketentuan di industri pasar modal, terdapat ketentuan mengenai sekuritisasi aset di luar mekanisme KIK-EBA yaitu Peraturan Presiden No 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2008.

Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pembiayaan sekunder perumahan dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang bertujuan untuk memberikan fasilitas pembiayaan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat. Pembiayaan perumahan tersebut dilakukan dengan cara pembelian kumpulan Aset Keuangan dari Kreditor Asal dan dapat menerbitkan Efek Beragun Aset.

(17)

kegiatan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang khusus didirikan untuk membeli Aset Keuangan dan sekaligus menerbitkan Efek Beragun Aset. SPV tidak bersifat permanen namun hanya sementara waktu sampai berakhirnya fungsi dan tugas SPV dalam transaksi sekuritisasi tersebut.

Namun dalam praktiknya mekanisme sekuritisasi aset dengan menggunakan SPV dalam bentuk perseroan belum pernah dilakukan. Praktik sekuritisasi aset yang saat ini dilakukan melalui mekanisme KIK-EBA.

Penerbitan EBA di Indonesia dapat dilakukan melalui Penawaran Umum dan dapat juga diterbitkan melalui private placement. Dalam hal EBA ditawarkan melalui Penawaran Umum, maka Manajer Investasi wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam-LK dengan menyertakan dokumen yang telah dipersyaratkan dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.C.9 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum EBA. Sementara itu, EBA yang tidak ditawarkan melalui Penawaran Umum hanya wajib menyampaikan beberapa dokumen kepada Bapepam-LK setelah ditandatanganinya KIK-EBA yang dibuat secara notariil.

Efek Beragun Aset yang akan dicatatkan di Bursa harus terlebih dahulu mendapatkan Pernyataan Efektif dari Bapepam-LK dan telah mendapatkan hasil pemeringkatan Efek dari Lembaga Pemeringkat Efek yang terdaftar di Bapepam-LK sekurang-kurangnya investment grade (BBB atau yang setara). Permohonan pencatatan EBA tersebut wajib disampaikan secara tertulis oleh Manajer Investasi kepada Bursa. Apabila permohonan telah memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku maka Bursa akan mengumumkan Pencatatan EBA setelah Surat Persetujuan Pencatatan EBA diberikan kepada Manajer Investasi.

Mekanisme penerbitan EBA melalui penawaran umum adalah sebagai berikut:

(18)

b. Aset keuangan yang menjadi portofolio KIK-EBA yang telah diseleksi berdasarkan kriteria tertentu oleh Manajer Investasi kemudian diperingkat oleh Lembaga Pemeringkat Efek (Rating Agency) dan dapat diberikan sarana peningkatan kredit/arus kas (credit enhancement).

c. Dalam melakukan proses penawaran umum, Manajer Investasi dapat dibantu oleh Penjamin Emisi Efek (Underwriter).

d. Setelah Pernyataan Pendaftaran EBA memperoleh Pernyataan Efektif dan aset keuangan telah beralih kepada KIK untuk kepentingan pemegang EBA, maka arus kas pembayaran dari debitur kepada Penyedia Jasa (Servicer) akan dimasukkan ke dalam rekening KIK-EBA untuk selanjutnya dana tersebut disalurkan kepada pemegang EBA pada setiap tanggal pembayaran. Dalam periode antar tanggal pembayaran Manajer Investasi dapat mengelola dana tersebut sesuai ketentuan yang terdapat di KIK.

Dalam Peraturan Nomor IX.K.1 juga dinyatakan bahwa EBA dapat berbentuk EBA Arus Kas Tetap maupun EBA Arus Kas Tidak Tetap. EBA Arus Kas Tetap yaitu EBA yang memberikan pemegangnya penghasilan tertentu seperti kepada pemegang Efek bersifat hutang. Sedangkan EBA Arus Kas Tidak Tetap adalah EBA yang menjanjikan pemegangnya suatu penghasilan tidak tertentu seperti kepada pemegang Efek bersifat ekuitas.

Pemegang EBA dapat menerima pengembalian investasi (return) atas EBA yang dimilikinya melalui dua cara yaitu melalui konsep Amortizing Asset-Backed

Securities di mana pengembalian pokok dan bunganya dilakukan secara bersamaan

dengan tempo yang teratur dan kurun waktu tertentu, dan melalui konsep Non-amortizing Asset-Backed Securities di mana pembayaran bunga dilakukan secara periodik sedangkan pelunasan atas pokoknya dilakukan pada akhir periode.

(19)

Manajer Investasi bekerjasama dengan Penjamin Emisi Efek akan mengundang masyarakat untuk berinvestasi dalam EBA dengan menawarkan partisipasi dalam kepemilikan bersama atas Kumpulan Tagihan yang akan dibeli dari kreditur awal. Pada tahap awal sekuritisasi, di Indonesia EBA dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu EBA kelas A dan EBA kelas B. EBA kelas B merupakan Efek subordinasi dari EBA kelas A, sehingga EBA kelas A memiliki keutamaan dalam pelunasan dan pembayaran bunga dibandingkan EBA kelas B. Kedua kelas EBA tersebut dapat dipidahtangankan namun hanya EBA kelas A yang ditawarkan kepada masyarakat dan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia sedangkan EBA kelas B dimiliki oleh originator yang sekaligus bertindak sebagai servicer.

Sebelum berakhirnya masa penawaran, Manajer Investasi berhak untuk memperpendek masa penawaran berdasarkan keadaan pasar dan akumulasi atas volume pembelian EBA kelas A tentunya sesuai ketentuan yang berlaku. EBA akan diterbitkan pada saat tanggal penutupan bersamaan dengan efektifnya pembayaran atas kumpulan tagihan oleh para pemegang EBA kepada kreditur awal dan penyerahan kumpulan tagihan oleh kreditur awal kepada Bank Kustodian yang mewakili para pemegang EBA, dengan cara penandatanganan Akta Cessie sebagai bukti penyerahan hak milik atas kumpulan tagihan berikut hak-hak terkait.

Sebagai bukti kepemilikan bersama para pemegang EBA, pihak Manajer Investasi dan Bank Kustodian akan menerbitkan sertifikat Jumbo EBA yang akan disimpan di Kustodian Central, di mana selanjutnya Kustodian Sentral akan melaporkan daftar pemegang EBA pada saat penutupan. Penerbitan sertifikat jumbo EBA kelas A yang yang diserahkan kepada Kustodian Sentral adalah untuk memfasilitasi penjualan EBA kelas A dalam bentuk scripless melalui mekanisme OTC (Over The Counter) atau transaksi di luar Bursa Efek.

(20)

9

Sampai dengan saat ini, Bapepam-LK telah menerbitkan Surat Pernyataan Efektif terhadap dua Pernyataan Pendaftaran EBA yaitu Efek Beragun Aset Danareksa SMF I – KPR BTN dan Efek Beragun Aset Danareksa SMF II – KPR BTN. Kedua EBA tersebut dikelola oleh Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang sama masing-masing yaitu PT. Danareksa Investment Management dan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Dalam prosesnya penerbitan KIK-EBA ini diperingkat oleh PT Pefindo. Untuk fungsi sebagai Koordinator Global, pembeli siaga dan credit enhancer

dilaksanakan oleh PT SMF (Persero). Fungsi yang dilakukan oleh PT SMF (Persero) tersebut merupakan amanat Peraturan Presiden No.19 tanggal 7 Februari 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008.

Sebagai Koordinator Global, PT SMF (Persero) bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan secara keseluruhan proses transaksi, termasuk melakukan penunjukan para pihak yang terlibat dalam transaksi sekuritisasi, mengkordinir dan menjadi penghubung dengan instansi dan lembaga pemerintah terkait, serta bertanggung jawab terhadap kinerja pihak-pihak penunjang transaksi sekuritisasi KPR.

(21)

Selaku pembeli siaga, PT SMF (Persero) menjamin pembelian sebesar maksimal jumlah emisi EBA. Hal tersebut dilakukan guna memberikan keyakinan kepada investor karena transaksi pertama yang masih dalam tahap pengenalan sebagai produk baru kepada investor

Selain menjalankan fungsi-fungsi tersebut di atas, PT SMF (Persero) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 19 tanggal 7 Februari 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, juga memiliki peran sebagai Garantor dalam setiap penerbitan EBA di Indonesia. Namun mengingat bahwa transaksi sekuritisasi belum banyak digunakan sebagai salah satu instrumen pendanaan maka peran PT SMF (Persero) selaku garantor tersebut belum dapat dijalankan.

B. Sekuritisasi Syariah

Secara umum, sekuritisasi aset merupakan suatu proses dan hasil dari penerbitan sertifikat kepemilikan sebagai jaminan terhadap aliran kas saat ini atau masa depan yang merupakan diversifikasi dari sekumpulan (pool) aset kepada investor. Aset ini didasarkan atas mekanisme refinancing dengan melakukan diversifikasi sumber eksternal atas pendanaan aset berdasarkan assessment risiko aset yang disekuritisasi. Secara lebih spesifik sekuritisasi aset syariah adalah suatu proses untuk mendesain suatu kemasan dalam sekumpulan aset dengan atau tanpa credit enhancement menjadi Efek dan menjual Efek tersebut kepada investor tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

1. Konsep umum

Seiring dengan semakin kompleksnya transaksi muamalah maka jumlah dan jenis produk syariah semakin berkembang. Perkembangan ini juga diiringi dengan kebutuhan akan adanya peningkatan likuiditas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka muncullah produk-produk sekuritisasi syariah.

a.Definisi Sekuritisasi Syariah

Menurut Adiwarman Karim, “Islamic Asset Securitization is securitization refers to the creation of tradable certificates evidencing future

income arising out of sharia compliant contract.

(22)

sharing between borrowers and lenders in Islamic finance into the

market-based refinancing of one or more underlying Islamic finance transaction.

Selanjutnya menurut Securities Commission of Malaysia dalam

Resolution of the Securities Commission Syariah Advisory Council, “asset securitization is a process of issuing securities by selling financial asset

identified as an underlying asset to a third party.

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses sekuritisasi secara syariah, terdapat penjualan pendapatan di masa mendatang yang berasal aset syariah kepada pihak lain dengan cara menerbitkan efek syariah.

Sebagaimana diketahui salah satu komponen penting dalam laporan keuangan adalah aset. Engku Rabiah Adawiah Engku Ali dalam Issues in Islamic Debt Securitization membagi aset dalam 4 tipe, yaitu:

1. Existing tangible assets, seperti tanah, gedung, mesin, mobil, perlengkapan. Ditinjau dari sisi syariah, tipe aset ini secara jelas mempunyai nilai yang mudah diukur dan oleh karena itu tidak terdapat masalah dalam kontrak jual beli asalkan memenuhi aspek hukum Islam, seperti tidak terdapat unsur bunga, judi, gharar, dan tidak berkaitan dengan minuman keras. Dengan demikian, tipe aset ini boleh dilakukan sekuritisasi. Hal ini banyak dilakukan dalam penerbitan sukuk.

2. Future tangible assets, seperti aktiva dalam konstruksi.

Ditinjau dari sisi syariah secara umum, pada dasarnya jual beli aset hanya untuk aset yang sudah ada dan dapat diserahterimakan, bukan aset yang belum ada. Hal ini berdasarkan Hadits Nabi yang menyatakan bahwa

“janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak ada padamu” (HR Al Khomsah dari Hukaim bin Hizam. Namun demikian, ada beberapa pengecualian untuk transaksi jual beli tertentu yang diperbolehkan meskipun belum ada asetnya, transaksi dengan akad bay‟al-salam (forward sale) dan bay‟ al-istishna‟ (manufacture or constraction contract). Hal ini

(23)

dinyatakan bahwa menurut mazhab Hanafi, istishna‟ hukumnya boleh

(jawaz) karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa

awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya.

Para ulama sepakat bahwa atas tipe aset ini tidak boleh dilakukan penjualan lagi (sekuritisasi) sampai dengan aset ini menjadi barang jadi (selesai konstruksinya).

3. Financial assets (intangible), seperti surat-surat berharga, piutang

Pada dasarnya financial asset adalah abstrak dan tak berwujud dalam arti hakekatnya. Surat berharga seperti saham merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Bukti ini merepresentasikan seluruh aset dan kewajiban yang dimiliki perusahaan. Sesuai dengan OIC Fiqh Academy, saham dapat ditransaksikan selama aset dari perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut didominasi oleh real asset bukan didominasi oleh asset likuid seperti kas dan piutang.

Piutang merupakan bukti tagihan atas pihak lain yang berasal dari kegiatan usaha maupun dari kegiatan non-usaha. Tidak terdapat perbedaan pendapat ulama jika terdapat transaksi pengalihan piutang dengan akad hiwalah. Namun untuk transaksi yang sifatnya jual beli piutang (bay‟al-dayn) terdapat perbedaan pendapat diantara ulama. Menurut Ibn Taymiyah dan Ibnul Qayyim membolehkan transaksi tersebut dengan syarat tidak ada riba

(at par). Jumhur ulama melarang transaksi tersebut karena ada unsur risiko

debitur tidak dapat membayar (gharar). Sesuai dengan fatwa Mmajma‟ al Fiqh al Islami Keputusan No. 92 tahun 1992 tentang bay‟ al dayn dinyatakan bahwa tidak boleh jual beli hutang/piutang kepada selain debitur karena menjurus kepada riba. Selanjutnya menurut Securities Commission

of Malaysia dalam Resolution of the Securities Commission Syariah

(24)

4. Government award, seperti lisensi, konsesi.

Government award (iqta‟) merupakan hak yang diperoleh seseorang yang diperoleh dari kepala negara (head of state) berupa hak atas tanah, dalam bentuk control (ruqbah) atau memanfaatkan tanah tersebut (manfa‟ah).

b. Proses Sekuritisasi Syariah

Proses sekuritisasi secara umum mencakup penciptaan aset yang memenuhi suatu kriteria tertentu untuk selanjutnya digabungkan sehingga memenuhi suatu ukuran yang memungkinkan untuk dapat dijual. Pada umumnya, aset gabungan secara keseluruhan memiliki karakteristik kredit yang lebih baik dari pada aset secara individual. Hal ini disebabkan aset gabungan tersebut telah mempertimbangkan diversifikasi risiko kredit, ukuran transaksi, geografi dan sebagainya. Proses penggabungan aset meliputi pertimbangan mengenai pencadangan proteksi tambahan bagi investor terhadap keterlambatan pembayaran, pembayaran yang lebih awal, potensi penghapusan (write-off), serta mismatches terkait timing aliran kas. Adapun proteksi yang biasanya diberikan kepada investor adalah dalam bentuk skema enhancement kredit dan/atau likuiditas.

Sekuritisasi terdiri atas berbagai proses. Proses-proses tersebut meliputi: proses pengumpulan (pooling) aset, pengemasan (packaging) aset tersebut menjadi Efek dan mendistribusikan (distributing) Efek tersebut kepada investor.

Dalam hal sekuritisasi merupakan sekuritisasi aset syariah maka proses tersebut harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal. Pemenuhan prinsip tersebut terutama terkait dengan aset yang menjadi

underlying dan struktur. Dari sisi aset, harus dapat menghasilkan aliran kas sebagai dasar pemberian imbalan kepada investor. Dari sisi struktur. yang perlu menjadi focus perhatian antara lain meliputi konfigurasi credit enhancement

(dan bentuk lain dari dukungan kredit dan likuiditas) serta bentuk pengalihan (conveyance) kepemilikan.

(25)

1. Asset Securitization

Proses pertama ini merupakan suatu tahap yang menentukan. Sekuritisasi akan dilakukan atas asset berupa future income. Berdasarkan ketentuan hukum Islam, future income dapat berasal dari tagihan yang muncul dari akad-akad Natural Certainty Contracts (NCC) atau imbal hasil yang muncul dari transaksi Natural Uncertainty Contracts (NUC). Akad-akad NCC seperti murabahah, ijarah, salam dan istishna‟, sedangkan akad-akad NUC seperti musyarakah dan mudharabah.

2. Penerbitan Sertifikat (issuance certificate)

Proses selanjutnya adalah penerbitan sertifikat. Sertifikat yang diterbitkan dinyatakan valid apabila didukung (backed) oleh underlying asset, barang atau jasa (untuk NCC) dan usaha (untuk NUC).

3. Perdagangan (trading)

Proses terakhir dari sekuritisasi syariah adalah perdagangan dari sertifikat. Dalam rangka menjaga likuiditas perusahaan, memperdagangkan sertifikat di pasar sekunder adalah hal yang penting. Sertifikat sekuritisasi dapat dijual kepada debitor (bay‟ al-dayn lil mad‟ine), pihak ketiga, atau non debitor (bay‟ al-dayn lil ghairil mad‟ine).

c. Prinsip Umum dalam Sekuritisasi Syariah

Prinsip sekuritisasi aset syariah pada dasarnya sama dengan konsep produk syariah lainnya. Hal ini disebabkan produk syariah didasarkan atas konsep asset backing. Prinsip-prinsip umum yang harus dipenuhi dalam sekuritisasi aset syariah adalah:

1. Harus terdapat tujuan yang jelas di balik pengumpulan dana melalui sekuritisasi dan jenis aset jaminan serta realisasi pendapatan sekuritisasi harus teridentifikasi (memungkinkan untuk diidentifikasi) dan tidak dapat dikonsumsi;

2. Setiap partisipan transaksi harus membagi risiko dan pendapatan, akan tetapi investor hanya akan menerima bagian dari keuntungan (possitive pay-off from profitable venture) transaksi tersebut;

(26)

(exploitative) atau bersifat spekulatif dan tidak pasti (gharar) atau berasal dari investasi yang tidak produktif;

4. Struktur dari sekuritisasi aset harus memberikan kompensasi pada investor atas risiko bisnis dari partisipasinya secara langsung dalam aset yang disekuritisasi dan struktur transaksi dilarang menerapkan pertukaran utang. 5. Kecukupan elemen kepemilikan harus diberikan kepada investor;

6. Kontribusi kepada investor dalam bentuk proceed dari kewajiban yang diterbitkan (dan setiap pengembalian yang dihasilkan oleh agen penerbit dari aset jaminan kelolaan) tidak dapat diinvestasikan kembali dalam instrumen kas bersifat jangka pendek atau utang berbasis bunga;

7. Underlying aset dan kewajiban (obligation) sekuritisasi tidak boleh

digunakan untuk tujuan spekulatif dan tingkat perputarannya (turn-over) harus tetap dijaga agar tidak terlalu besar;

8. Penggunaan asuransi harus menggunakan asuransi syariah.

d. Isu-Isu Penting dalam Sekuritisasi Syariah

Dalam struktur transaksi sekuritisasi terdapat dua isu penting, yaitu credit

enhancement dan bentuk pengalihan (conveyance) kepemilikan. Pertama, credit

enhancement merupakan hak atau aset lain yang didesain untuk memastikan distribusi proceed kepada pemegang EBA dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati. Hal ini digunakan untuk memperbaiki rating Efek yang akan diterbitkan dalam sekuritisasi tersebut. Secara umum terdapat 2 bentuk credit enhancement, yaitu:

1. internal credit enhancement (excess spread, overcollateralization, reserve account dan penerbit Efek bertindak sebagai subordinate investor); dan 2. external credit enhancement (surety bonds, wrapped securities, letter of

credit, dan cash collateral account).

(27)

Kedua, bentuk pengalihan (conveyance) kepemilikan dari Efek, disyaratkan bahwa kecukupan elemen kepemilikan harus diberikan kepada investor. Untuk melakukan hal tersebut, investasi yang dilakukan oleh investor harus terkait langsung dengan risiko bisnis dari aset yang disekuritisasi. Ketentuan syariah yang harus dipenuhi terkait hal tersebut adalah dalam sekuritisasi tersebut, aset yang disekuritisasi tidak boleh dijaminkan atau menjadi underlying beberapa instrumen. Dalam sekuritisasi konvensional, praktik yang sering dilakukan adalah satu aset yang disekuritisasi dibuat dua instrumen terpisah. Satu instrumen adalah instrumen pokok dan lainnya adalah instrumen bunga. Selain itu, terdapat kriteria lain yang harus dipenuhi yaitu: (1) aliran kas dari aset yang disekuritisasi harus didedikasikan secara khusus untuk mengaitkan kepentingan kepemilikan dengan aktivitas ekonomi yang dapat diidentifikasi; dan (2) kewajiban pembayaran kepada investor bersifat

unconditional dan unsecured dan tidak bersifat kewajiban yang dijamin

(guaranteed promissory note).

2. Landasan Hukum Terkait Sekuritisasi Syariah a. Ketentuan/Landasan Hukum di Indonesia

Sekuritisasi asset syariah di Indonesia diatur dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.13 tentang tentang Penerbitan Efek Syariah dan Peraturan No. IX.A.14 tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah Di Pasar Modal, serta berdasarkan Fatwa DSN-MUI. Dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.13 antara lain mengatur ketentuan sebagai berikut: 1) Pengertian EBA Syariah yang didefinisikan sebagai Efek yang diterbitkan

oleh Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.

2) Keterbukaan informasi dalam Prospektus mengenai ketentuan dalam KIK-EBA dan informasi tambahan lainnya mengenai hal-hal sebagai berikut: a. bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian (wakiliin) bertindak untuk

(28)

investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif;

b. bahwa aset yang menjadi portofolio Efek Beragun Aset Syariah tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

c. Wakil Manajer Investasi yang melaksanakan pengelolaan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah dan penanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan Kustodian pada Bank Kustodian mengerti kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

d. mekanisme pembersihan portofolio dan dana Efek Beragun Aset Syariah dari unsur-unsur yang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

e. bahwa pengelolaan dana Efek Beragun Aset Syariah dilarang bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal;

3) Kewenangan-kewenangan yang dimiliki Bapepam-LK untuk melakukan tindakan dan memberikan sanksi terhadap Manajer Investasi dan Bank Kustodian apabila ditemukan adanya pelanggaran atas prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.

Selanjutnya, Peraturan No. IX.A.14 mengatur mengenai akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah di pasar modal termasuk sekuritisasi aset secara syariah, seperti akad ijarah, mudharabah, musyarakah, istisna dan akad pendukungnya seperti akad wakalah dan akad kafalah. Ketentuan tersebut mengatur antara lain tentang:

1) Jenis-jenis akad yang dapat digunakan dalam penerbitan Efek syariah di pasar modal;

2) Ketentuan dan persyaratan yang wajib dipenuhi terkait dengan akad-akad dalam rangka penerbitan Efek syariah di pasar modal;

3) Persyaratan objek masing-masing akad;

4) Kedudukan masing-masing Pihak yang terlibat; 5) Hak dan Kewajiban Pihak yang terlibat;

(29)

Selain peraturan Bapepam-LK yang mengatur mengenai akad-akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek syariah, pada dasarnya terdapat ketentuan lain yang mengatur akad syariah yaitu akad ijarah sale and lease back, khususnya akad dalam penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau dikenal dengan SBSN Ijarah Sale and Lease Back.

Penerbitan instrumen SBSN tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Untuk menjamin kesesuaian SBSN dengan prinsip-prinsip syariah, sesuai dengan Undang-Undang SBSN diperlukan adanya fatwa atau syariah endorsement dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan dari aspek kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah, dalam rangka penerbitan SBSN Ijarah - Sale and Lease Back, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menerbitkan 4 (empat) fatwa sebagai berikut:

1. Fatwa No. 69 Tahun 2008 tentang SBSN;

2. Fatwa No. 70 Tahun 2008 tentang Metode Penerbitan SBSN;

3. Fatwa No. 71 Tahun 2008 tentang Akad Ijarah - Sale & Lease Back; dan 4. Fatwa No. 72 Tahun 2008 tentang SBSN Ijarah - Sale & Lease Back.

Definisi Sale and Lease Back sesuai Fatwa DSN-MUI No.72/DSN-MUI/VI/2008 tersebut diartikan sebagai jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual.

Beberapa ketentuan mengenai SBSN Ijarah Sale and Lease Back adalah sebagai berikut:

1) Pemerintah boleh melakukan transaksi dengan Perusahaan Penerbit SBSN yang didirikan oleh Pemerintah atau dengan pihak lain yang ditunjuk oleh Pemerintah.

2) Pemerintah menjual aset yang akan dijadikan objek ijarah kepada Perusahaan Penerbit SBSN atau pihak lain melalui wakilnya yang ditunjuk dan pembeli berjanji untuk menjual kembali aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.

(30)

4) Pemerintah menyewa objek ijarah dengan memberikan imbalan (ujrah) kepada pemegang SBSN selama jangka waktu SBSN.

5) Pemerintah sebagai Penyewa wajib memelihara dan menjaga objek ijarah sampai dengan berakhirnya masa sewa.

6) Pemerintah dapat membeli sebagian atau seluruh Aset SBSN sebelum jatuh tempo SBSN dan/atau sebelum berakhirnya masa sewa Aset SBSN, dengan membayar sesuai dengan kesepakatan.

7) Untuk pembelian aset SBSN sebelum jatuh tempo, para pihak melakukan perubahan atau pengakhiran terhadap akad SBSN.

8) Pemegang SBSN dapat mengalihkan kepemilikan SBSN Ijarah kepada pihak lain dengan harga yang disepakati.

Berikut struktur SBSN dengan akad Ijarah Sale and Lease Back

(31)

sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.

Dalam Pasal 5 ayat 1 Fatwa DSN Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 disebutkan bahwa pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman.

Di bidang Perbankan, sekuritisasi aset diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan) dan peraturan pelaksanaannya. Dalam Pasal 8 ayat 1 UU Perbankan diatur mengenai pemberian kredit atau pembiayaan harus berdasarkan prinsip syariah dan dalam hal ini bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalian pembiayaan sesuai dengan perjanjian.

b. Ketentuan/Landasan Hukum di Luar Negeri 1) Malaysia

Berbagai negara yang telah mengatur mengenai sekuritisasi aset syariah. Salah satu negara yang telah mengatur dan memiliki pasar modal yang berkembang adalah Malaysia. Dasar hukum yang digunakan adalah pasal 32

Securities Commission Act 1993 (SCA), yaitu setiap penerbitan EBA harus memperoleh persetujuan dari Suruhanjaya Sekuriti (SS). Untuk pengaturan lebih lanjut, SS mensyaratkan perusahaan yang menerbitkan EBA untuk

memperhatikan dua ketentuan terkait yaitu: “Guidelines on The Offering of Islamic Securities” („the IS Guidelines‟) dan “asset-backed debt securities”

(the „ABS Guidelines‟) yang diterbitkan oleh SS keduanya pada tahun 2004. Pedoman IS mengatur penerbitan instrumen syariah, termasuk di dalamnya adalah sekuritisasi aset. Dalam pedoman tersebut terdapat beberapa hal yang mungkin relevan dengan pengaturan sekuritisasi aset antara lain: 1. Pendahuluan.

Pihak yang akan menerbitkan harus menunjuk principal adviser

(32)

2. Penyampaian proposal.

Terdapat dua golongan dari principal adviser yang dapat menyampaikan proposal yang diatur dalam pedoman ini. Pertama, merchant banks,

universal brokers atau discount houses. Adviser-adviser ini dapat

menyampaikan instrumen syariah yang tidak dapat dikonversi menjadi ekuitas. Kedua merchant banks atau universal brokers dapat menyampaikan proposal untuk tiga jenis instrumen syariah yaitu Efek yang dapat dikonversi menjadi ekuitas, efek yang diterbitkan bersama dengan warrant, dan Efek yang menjadi bagian skema gabungan.

3. Dokumen/ informasi yang dipersyaratkan

Dalam pedoman ini terdapat 3 hal yang diatur antara lain:

a. Dokumen yang harus disampaikan untuk memperoleh persetujuan SS seperti:

i. Informasi mengenai latar belakang penerbit dan/atau originator; ii. Penjelasan mengenai transksi dan struktur penerbitan;

iii. Penjelasan rinci mengenai penggunaan dan waktu penggunaan

proceed;

iv. Penjelasan rinci mengenai beban penerbitan;

v. Persetujuan khusus yang diberikan oleh SS terkait penunjukkan

independent Syariah Adviser dan/atau prinsip atau penerapan konsep

syariah serta waiver (jika ada); dan

vi. Benturan kepentingan dan tindakan untuk memitigasinya;

b. Dokumen yang harus disampaikan setelah memperoleh persetujuan SS untuk setiap draw-down, seperti: jumlah nominal draw-down; penggunaan proceeds; batas minimal pemesanan (jika ada); tenor;

actual yield atau harga; revisi pemeringkatan, jika ada, sejak tanggal terakhir draw-down; dan underlying asset dan nilainya.

c. Syarat dan ketentuan utama, meliputi:

i. Latar belakang, mencakup informasi umum mengenai penerbit dan originator.

(33)

penjelasan mekanisme transaksi; peringkat dan pemberi peringkat; dan persyaratan.

4. Pihak yang eligible

Semua pihak yang dapat menggunakan pedoman ini adalah perusahaan sebagaimana diatur dalam SCA. Definisi perusahaan itu sendiri mencakup perusahaan yang berada di atau di luar Malaysia serta perusahaan asing yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

5. Penunjukkan Syariah Adviser

Tugas utama Syariah Adviser adalah untuk memberikan pendapat tentang semua aspek sekuritas syariah termasuk dokumentasi, strukturisasi, investasi termasuk permasalahan administratif dan operasional dalam hubungannya dengan Efek Syariah, dan menjamin kepatuhan dengan prinsip syariah serta penyelesaian masalah dan peraturan yang relevan yang dibuat oleh Syariah

Adviser Committee (SAC). Dalam hal perusahaan mengalami keraguan, SAC

harus dapat memberikan klarifikasi.

Terdapat 2 bentuk SAC, yaitu pihak independen yang memperoleh persetujuan dari SS atau bank/pihak lain yang mendapat persetujuan dari Bank Negara Malaysia.

6. Persetujuan atas pengaturan lainnya

Dalam hal terdapat pengaturan lainnya yang harus ditaati, pedoman ini mewajibkan perusahaan untuk mentaatinya selama masa tenor Efek yang diterbitkan. Contohnya adalah peraturan terkait pengendalian mata uang asing. 7. Persyaratan pemeringkatan

(34)

8. Penjamin Emisi

Keputusan mengenai ada tidaknya penjamin emisi serta bagaimana batasan penjaminannya merupakan kewenangan dari penerbit dan principal adviser-nya. Namun apabila hasil emisi digunakan untuk modal kerja dan penerbit telah melaksanakan alternatif pembiayaan lain, maka penjamin emisi tidak diperlukan. Dalam hal penawaran Efek yang dilakukan tidak mencapai batasan jumlah penawaran tertentu, maka penawaran Efek harus dibatalkan dan dana yang telah diperoleh harus dikembalikan kepada pemesan.

9. Penggunaan proceed

Larangan penggunaan dana penerbitan Efek untuk kegiatan-kegiatan tertentu serta pengawasan penggunaan dana penerbitan Efek terkait dengan pengendalian mata uang asing oleh lembaga yang berwenang.

Selain itu, pedoman ini juga memberikan acuan mengenai konsep dan prinsip terkait jenis skema transaksi syariah serta bentuk surat pernyataan penerbit kepada SS. Skema transaksi tersebut meliputi konsep utama dan tambahan. Dalam konsep utama mencakup: Bai‟ Bithaman Ajil, Bai‟ „Inah, Bai‟ Istijrar,

Bai‟ Salam, Bai‟ Wafa‟, Ijarah, Ijarah Thumma Bai`, Istisna‟, Mudharabah,

Murabahah, Musyarakah, dan Qardh Hasan. Sedangkan dalam konsep

tambahan, mencakup: Bai‟ Dayn, Bai‟ Muzayadah, Kafalah, Hak Tamalluk,

Hibah, Hiwalah, Ibra‟, Ittifaq Dhimni, Rahn, Sukuk, Ujrah, dan Wakalah. Sedangkan pedoman ABS mengatur antara lain:

1. Efek beragun aset tidak dapat dikonversi menjadi efek ekuitas;

2. Underlying aset harus menghasilkan aliran kas;

3. Originator harus merupakan entitas yang didirikan di Malaysia;

4. Originator harus memiliki lebih dari 10% EBA yang diterbitkan kecuali originator tersebut merupakan primary subscriber dimana setiap kelebihan dari jumlah 10% tersebut harus dilepas dalam 3 bulan sejak tanggal penerbitan EBA;

5. Originator tidak boleh memiliki penyertaan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam SPV yang menerbitkan EBA atau memiliki pengendalian yang efektif atas pembuatan keputusan pada SPV terkait transaksi sekuritisasi;

(35)

7. SPV dilarang memberikan recourse kepada originator untuk kerugian yang timbul dari underlying aset selain credit enhancement yang diberikan kepada originator atas transaksi sekuritisasi; dan

8. Setiap memorandum informasi yang memuat informasi tertentu yang dipersyaratkan oleh Pedoman ABS harus tersedia untuk investor.

Pedoman ABS tidak menyatakan bentuk legal dari SPV, Trust dan perusahaan yang diizinkan. SPV yang didirikan di Labuan (international

offshore financial centre) dianggap badan hukum Malaysia untuk tujuan

perpajakan. Akan tetapi SPV di Labuan harus tunduk pada beberapa ketentuan seperti persyaratan persetujuan untuk menerbitkan denominasi EBA dalam Ringgit Malaysia kepada residen domestik.

Meskipun Pedoman ABS menyatakan bahwa originator aset harus merupakan badan hukum Malaysia, SS dapat memberikan pengecualian atas peraturan ini jika originator merupakan perusahaan asing anak dari perusahaan Malaysia.

Selanjutnya pedoman keterbukaan untuk EBA adalah mengungkapkan informasi terkait:

1. Faktor risiko investasi dalam EBA;

2. Keterangan mengenai struktur transaksi sekuritisasi dan semua perjanjian penting terkait dengan struktur;

3. Profil perusahaan dan semua pihak yang terlibat;

4. Penjelasan mengenai aset yang disekuritisasi termasuk profil aliran kas, umur aliran kas dan jika tersedia data historis dari tingkat default portofolio aset dan stress level aliran kas;

5. Penjelasan aliran dana yang menyatakan:

a. Bagaimana aliran kas dari aset diharapkan untuk dapat memenuhi kewajiban SPV kepada pemegang EBA;

b. Indikasi parameter investasi untuk investasi surplus likuiditas sementara;

(36)

e. Perjanjian secara detail tentang pembayaran imbal hasil dan pokok kepada investor dan faktor yang mempengaruhinya;

f. Pengungkapan secara rinci efek subordinasi;

6. Pengukuran nilai wajar aset yang disekuritisasi termasuk metodologi yang digunakan dalam menentukannya serta asumsi yang digunakan;

7. Syarat dan ketentuan EBA;

8. Informasi terkait fasilitas kredit enhancement dan likuiditas, termasuk (jika tersedia) perkiraan shortfall secara material yang akan terjadi;

9. Peringkat EBA dan definisi peringkat;

10. Setiap utang fee SPV termasuk management fee dan beban yang dikenakan oleh servicer; dan

11. Penjelasan permasalahan penting kepada investor terkait dengan penerbitan EBA yang akan berdampak kepada keputusan investor.

2) Uni Emirat Arab

Pengaturan terkait dengan produk-produk pasar modal di negara bagian Dubai khususnya untuk produk-produk yang diakui oleh DubaiInternasional Financial Center (DIFC) diatur oleh Dubai Financial Services Authority

(DFSA). Salah satunya, pengaturan produk investasi kolektif dilakukan oleh DFSA dalam Undang-undang Investasi Kolektif (Collective Investment Law) dan peraturan DFSA terkait investasi kolektif (Collective Investment Rule), yang isinya antara lain adalah:

a) Peraturan terkait Investasi Kolektif

(37)

b) Property Fund

Terkait dengan sekuritisasi asset, salah satu produk investasi kolektif yang merupakan hasil sekuritisasi asset adalah property fund. Definisi ini adalah suatu fund yang didedikasikan untuk diinvestasikan dalam properti yang riil dan pada Efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang aktivitas utamanya terkait dengan properti yang riil.

Property fund termasuk public fund yang bentuk struktur legal

investasinya harus berupa close-ended dimana fund dimaksud tidak dapat secara terus menerus diterbitkan atau di redeem sehingga pemegang unit tidak memiliki hak untuk melakukan redemption.

c) Real Estate Investment Trusts (REITs)

REITs adalah public property fund yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:

 Dapat berbentuk sebagai Investment Company atau Investment Trust;  Dana diinvestasikan dalam properti riil yang menghasilkan

pendapatan;

 Mendistibusikan paling kurang 80% dari laba bersih tahunannya kepada pemegang unit penyertaan.

Manajer investasi yang mengelola REIT diwajibkan untuk menjaga agar ketentuan tersebut di atas dapat dipenuhi. Jika REIT memiliki properti melalui SPV, manajer investasi harus memastikan bahwa SPV mendistribusikan pendapatannya sesuai dengan aturan di atas.

d) Dana Investasi Kolektif Islami (Islamic Collective Investment Funds) Secara umum, penerbitan Efek yang memenuhi kaidah syariah (islami) tidak berbeda dengan penerbitan Efek biasa. Adapun perbedaannya adalah dalam hal Manajer Investasi harus mengimplementasikan dan menjaga prosedur dan kebijakan bisnis secara islami yang sekurang-kurangnya mencakup:

 Prosedur bagaimana menjaga produk tetap sesuai dengan kaidah syariah;

 Prosedur bagaimana Dewan Pengawas Syariah (Shari‟a Supervisory

Board) melakukan pengawasan dan memberikan advis terkait dengan

(38)

 Prosedur bagaimana fatwa, peraturan dan pedoman Dewan Pengawas Syariah didokumentasikan, disebarluaskan, dan diimplementasikan dan review internal syariah dilakukan;

 Prosedur bagaimana perselisihan yang terkait dengan kaidah syariah antara manajer investasi dan Dewan Pengawas Syariah diselesaikan;  Proses untuk menyetujui sistem pengendalian internal yang disiapkan

untuk memastikan baik untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip syariah maupun untuk menyebarluaskan informasi kepada para pemegang unit penyertaan dengan sesuai; dan

 Prosedur bagaimana benturan kepentingan diidentifikasi dan diawasi. Dalam menerbitkan Efek yang islami, manajer investasi wajib menunjuk Shari‟a Supervisory Board yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Memiliki anggota minimal 3 orang;

 Anggota yang ditunjuk menjadi Dewan Pengawas Syariah memiliki kompetensi untuk menjalankan fungsinya sebagai dewan Pengawas syariah atas Efek tersebut;

 Setiap penunjukkan, pencabutan dan penggantian anggota Dewan pengawas Syariah wajib melalui persetujuan dewan direksi dari Manajer Investasi;

 Direktur, atau pengendali dari manajer investasi tersebut dilarang menjadi anggota Dewan Pengawas Syariah.

3. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan sekuritisasi syariah

(39)

Keberadaan DPS sebagai pihak yang berperan dan bertanggungjawab untuk menjaga kepatuhan pemenuhan terhadap prinsip syariah dan telah menjadi praktik yang lazim dilakukan (Common Practice). Lembaga internasional penyusun standar seperti IOSCO, AAOIFI, dan IFSB juga secara tegas merekomendasikan adanya DPS atau Dewan Penasehat Syariah pada setiap institusi yang menawarkan produk dan jasa berbasis syariah.

Walaupun keberadaan DPS belum secara tegas diatur dalam kerangka hukum pasar modal, namun demikian dalam praktiknya produk pasar modal berbasis syariah seperti reksa dana syariah, pada umumnya memiliki DPS. DPS ini biasanya terdiri dari 3 (tiga) orang yang direkomendasikan dari DSN-MUI. Meskipun tidak diatur secara khusus dalam undang-undang pasar modal maupun peraturan pelaksanaannya, DPS ini telah diatur dalam undang-undang yang lain, yaitu Pasal 109 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) No.40 tahun 2007. Dalam UUPT tersebut dinyatakan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai DPS. DPS ini terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi MUI. DPS bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

Di beberapa negara seperti Malaysia, Pakistan, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Qatar, pihak yang bertanggung jawab atas pemenuhan prinsip syariah dilakukan oleh dewan penasihat syariah (sharia advisory Board) dan dewan pengawas syariah (sharia supervisory board).

Pengaturan terhadap pihak yang bertanggung jawab dalam pemenuhan prinsip syariah tersebut berbeda-beda di setiap negara. Di Malaysia, keberadaan

Shariah Advisory Council (SAC) pada Bank Negara Malaysia diatur dalam section

16B of the Central Bank of Malaysia Act 1958. Setiap bank Islam, Islamic windows

(40)

Sedangkan di Pakistan, Shariah Board (SB) yang terdapat pada Bank Negara Pakistan (BNP) merupakan satu-satunya otoritas untuk masalah yang bersinggungan dengan pembiayaan syariah. Institusi keuangan syariah diwajibkan untuk mendirikan Shariah Advisor (SA) di mana setiap anggota SB pada BNP diizinkan untuk melayani sebagai SA dari sebuah institusi keuangan. Seorang SA diijinkan untuk melayani hanya satu institusi keuangan. Dalam hal terjadi perselisihan di antara SA, SB merupakan otoritas terakhir yang berwenang menyelesaikan persengketaan tersebut.

4. Praktik Sekuritisasi Syariah di Luar Negeri

Sekuritisasi asset melalui penerbitan sukuk yang dilaksanakan saat ini di luar negeri, dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu sekuritisasi berbasis aset (asset based securities) dan sekuritisasi beragun asset (asset backed securities). Kedua jenis sekuritisasi tersebut secara umum mempunyai beberapa perbedaan yaitu dalam asset backed securities, terjadi jual putus (true sale) dari aset yang menjadi

underlying transaction. Sedangkan pada sekuritisasi berbasis aset (asset based securities), tidak perlu adanya true sale dari aset yang menjadi underlying transaction, atau dengan kata lain keberadaan aset tersebut seringkali dijadikan sebagai syarat pemenuhan kesyariahan atas struktur yang dibentuk.

Perbedaan di atas memberikan implikasi bahwa dalam asset backed securities, para investor pemegang sukuk jenis ini hanya perlu mengetahui secara detil performa dari aset tersebut, sedangkan pada penerbitan sukuk berjenis asset based securities, para investor seringkali tertarik untuk mengetahui performa dari perusahaan yang menerbitkan sukuk dan juga performa dari aset yang menjadi

underlying transaction. Implikasi lainnya, dalam asset backed securities, seringkali penerbit sukuk ini memberikan credit enhancement untuk meningkatkan kualitas dari kredit yang diberikan, namun dalam asset based securities seringkali tidak diperlukan hal ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dimana pada ayat (1) perbuatan yang dilarang yang termasuk dalam ruang lingkup tindak pidana merek yaitu: Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga dalam hal ini

Suatu permohonan untuk bertukar daripada perkongsian konvensional atau syarikat persendirian kepada PLT boleh dibuat kepada Pendaftar dalam borang yang berkenaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak buah pare (Momordica charantia) dalam menurunkan kadar NF-kB (Nuclear Factor Kappa Beta)

Pada penelitian ini, sampel protein hasil SDS PAGE ditransfer ke membran Nitro Cellulose (NC) untuk digunakan sebagai antigen. Kemudian membran diblok dengan blocking buffer

Pada penelitian ini terdapat kenaikan nyata (p<0,05) nilai optical density antibodi dalam serum antara sebelum imunisasi, setelah penyuntikan pertama (sebelum booster

Pindahkan membran dengan pinset ke plastik tebal yang bersih kemudian tambahkan 4 mL antibodi primer tepat di bagian atas membran yang diduga terdapat protein

LAPTOP dilengkapi dengan modem untuk koneksi internet sehingga dapat digunakan untuk download pengamatan GPS, download produk IGS yang terdiri dari orbit GPS real time, jam

Hasil penelitian ini menunjukkan penjualan berpengaruh positif terhadap laba perusahaan, artinya semakin besar penjualanyang didapat oleh perusahaan, maka hal ini