BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : ES
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 56 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jln. Batur Sari, Gg. Dukuh Sari No.5, Kedonganan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status pernikahan : Menikah
Tgl. MRS : 7 Maret 2015 Tgl. pemeriksaan : 11 Maret 2015
3.2 Anamnesis
ANAMNESIS KHUSUS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 29 Januari 2015 dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan hilang timbul,dengan durasi antara ± 15-20 menit, memberat saat makan, nyeri terkadang diarasakan menjalar sampai ke ulu hati dan punggung kanan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Saat nyeri timbul, pasien mengatakan akan semakin nyeri bila disentuh pada daerah nyeri. Pasien awalnya mengabaikan nyeri yang dirasakannya, namun nyeri dirasakan semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit hingga pasien tidak dapat beraktivitas dan bekerja seperti biasanya. Pasien juga mengeluh mual namun tidak muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual dirasakan tiba-tiba dan hilang timbul. Mual dirasakan bersamaan dengan memberatnya sakit perut yang dirasakan. Pasien juga mengeluh demam sejak 1 hari sebelum mauk
rumah sakit, demamnya dikatakan hilang dengan obat penurun panas namun timbul kembali.
Pasien buang air kecil dengan frekuensi normal (±5 kali sehari), volume ± 0,5 botol air mineral, pancaran normal, berwarna agak kemerahan seperti teh sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Riwayat keluar darah, keluar batu saat buang air kecil dan nyeri saat buang air kecil disangkal oleh pasien. Selain itu pasien juga mengeluh batuk sejak lama, namun memberat sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, tidak membaik dengan istirahat dan minum obat batuk, kadang-kadang keluar dahak berwarna kuning, namun pasien lebih sering sulit mengeluarkan dahaknya. Batuk terutama dirasakan malam hari sampai pagi hari. Dahak ± 0,5 kantong plastik. Pasien tidak mengeluh demam sebelumnya.
Pasien biasanya makan utama 3 kali sehari dan sering makan daging. Sejak sakit nafsu makan pasien agak berkurang, namun tidak ada penurunan berat badan pada pasien. Pasien tidak nafsu makan karena ketika makan nyeri perutnya memberat. Sejak 10 tahun terakhir pasien juga mengeluh sesak yang hilang timbul, terutama dirasakan saat beraktivitas, namun tidak membaik saat beristirahat. Buang air besar pasien normal, ± 1 kali sehari, volume normal, dengan warna kuning, konsistensi padat. Riwayat susah atau nyeri saat buang air besar, buang air besar dengan keluar darah disangkal oleh pasien.
Terkait keluhannya ini pasien sudah 2 kali berobat ke RSUD Badung dan diberikan paracetamol, tramadol dan ciprofluoxacin. Saat mengkonsumsi obat ini dikatakan keluhan menghilang, namun kembali lagi terutama rasa nyeri pada perut. Oleh karena itu pasien memikirkan untuk ke RSUP Sanglah.
Saat pemeriksaan pasien masih mengeluh panas badan. Pasien sudah buang air kecil, buang air besar dan kentut. Buang air kecil sudah tidak lagi berwarna seperti teh. Buang air besar juga dikatakan normal. Pasien juga masih merasakan sesak dan batuk, namun tidak keluar dahak. Keluhan mual sudah tidak dirasakan. Setelah operasi pasien juga merasa masih lemas dan harus menggunakan pispot untuk buang air kecil dan buang air besar.
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
Pasien mengatakan memiliki riwayat bronkiektasis sejak 10 tahun yang lalu. Terkait penyakitnya ini pasien mengatakan sering batuk sepanjang hari. Batuk dikatakan disertai dengan dahak yang berwarna kekuningan. Batuk dikatakan lebih berat pada pagi hari, dahak juga lebih berat pada pagi hari setelah bangun tidur. Terkait keluhan ini, pasien mengatakan rutin berobat apabila keluhannya dirasakan memberat saja. Pasien mengatakan hanya mengkonsumsi obat batuk pengecer dahak sesekali di rumah.
Pasien juga mengatakan memiliki riwayat operasi appendicitis pada tahun 1991 dan pada tahun 2008 menjalani operasi hernia. Pasien dikatakan tidak memiliki riwayat penyekit sistemik lainnya seperti tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain sebagainya.
Terkait keluhan penyakit sekarang, pasien mengatakan pernah mengalami nyeri pada perutnya, namun tidak separah yang dikeluhkan saat ini. Nyeri yang dirasakan dapat hilang dengan sendirinya sehingga pasien tidak mengobatinya. Keluhan BAK berwarna seperti teh dikatakan pernah terjadi sebelumnya dan hilang tanpa dilakukan pengobatan.
RIWAYAT KELUARGA
Baik orang tua maupun saudara pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, tekanan darah tinggi dan kencing manis pada keluarga disangkal oleh pasien.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Pasien sudah menikah dan tinggal bersama istrinya. Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani dan bekerja 4 jam sehari. Konsumsi minuman beralkohol dan merokok disangkal oleh pasien. Konsumsi makanan berlemak dikatakan sering.
3.4 PEMERIKSAAN FISIK Status Present
Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran : sadar baik
GCS : E4V5M6 Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/mnt Respirasi : 25 x/mnt Suhu aksila : 37,7 °C Berat badan : 50 kg kg Tinggi badan : 156 cm BMI : 18,52 kg/m2 VAS : 4/10 Status General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/- , Reflek pupil +/+, isokor, diameter 3 mm/3 mm, Edema palpebra
-/-THT
Telinga : Bentuk normal, Sekret tidak ada, tanda radang (-), Pendengaran normal
Hidung : Bentuk normal, Sekret tidak ada
Tenggorokan : Tonsil T2/T2, Hiperemis (-), Faring hiperemis (-) Lidah : atrofi papil lidah (-)
Mukosa bibir : sianosis (-)
Kelenjar parotis : tidak ditemukan pembesaran Leher
JVP : PR + 0 cmH2O
Kelenjar getah bening (limfonodi) : Tidak ditemukan pembesaran Kelenjar tiroid : Tidak ditemukan pembesaran
Simetris, retraksi (-), spider naevi (-) Jantung
Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tidak terlihat Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas Kanan : Parasternal line dekstra
Batas Kiri : Midclavicular line sinistra ICS V Batas Atas : Intercostal space II
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-) dikeempat katup Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, Palpasi : Vokal fremitus N/N
N/N N/N Perkusi : Sonor +/+
+/+ +/+
Auskultasi : Vesikuler +/,+ Ronkhi -/+, Wheezing +/ + -/+ +/ +/+ -/-Abdomen
Inspeksi : Terdapat jaringan parut (scar) panjang 4 cm di region parailiac, Distensi (+), Meteorismus (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, balottement Ginjal (-)
Nyeri tekan pada epigastrium dan perut kanan atas (+) (pasien menyeringai saat dipalpasi pada epigastrium dan perut kanan atas), Murphy sign (+)
Nyeri ketok CVA sde
Perkusi : Undulasi (-), Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat + + Edema + + -
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG A. LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap (30/1/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
WBC 7,88 103/µL 4,10-11,00 % NEU 61,5 % 47,00-80,00 % LYMPH 24,4 % 13,00-40,00 % MONO 10,4 % 2,00-11,00 % EOS 2,6 % 0,00-5,00 % BASO 1,02 % 0,00-2,00 #NEU 4,85 103/µL 2,50 – 7,50 #LYMPH 1,93 103/µL 1,00 – 4,00 #MONO 0,819 103/µL 0,10 – 1,20 #EOS 0,205 103/µL 0,00 – 0,50 #BASO 0,081 103/µL 0,00 – 0,10 RBC 5,03 106/µL 4,50 – 5,90 HGB 12,9 g/dL 12,00-16,00 HCT 42,8 % 41,00-53,00 MCV 85,0 fL 80,00-100,00 MCH 25,6 Pg 26,00 – 34,00 Rendah MCHC 30,1 g/dL 31,00 – 36,00 Rendah RDW 14,5 % 11,60-14,80 PLT 399 103/µL 150,00-440,00 MPV 5,54 fL 6,80 – 10,00 Rendah
Pemeriksaan darah lengkap (4/2/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks
WBC 7,25 103/µL 4,10-11,00 % NEU 46,5 % 47,00-80,00 Rendah % LYMPH 42,5 % 13,00-40,00 Tinggi % MONO 6,72 % 2,00-11,00 % EOS 2,80 % 0,00-5,00 % BASO 1,47 % 0,00-2,00 #NEU 3,37 103/µL 2,50 – 7,50 #LYMPH 3,08 103/µL 1,00 – 4,00 #MONO 0,487 103/µL 0,10 – 1,20 #EOS 0,203 103/µL 0,00 – 0,50 #BASO 0,107 103/µL 0,00 – 0,10 Tinggi RBC 4,37 106/µL 4,50 – 5,90 HGB 11,7 g/dL 13,50-17,50 Rendah HCT 37,8 % 41,00-53,00 MCV 86,4 fL 80,00-100,00 MCH 26,7 Pg 26,00 – 34,00 MCHC 30,9 g/dL 31,00 – 36,00 Rendah RDW 14,8 % 11,60-14,80 PLT 288 103/µL 150,00-440,00 MPV 6,29 fL 6,80 – 10,00 Rendah Kimia darah (18/10/2012)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
SGOT 89,5 U/L 11,00 -33,00 Tinggi
SGPT 143,4 U/L 11,00 – 50,00 Tinggi
BS Acak 112 mg/dL 70,00-140,00
Bun 6 mg/dL 8,00 – 23,00 Rendah
Creatinin 0,99 mg/dL 0,50 – 0,90 Tinggi
Natrium (Na) 125 mmol/L 136-145 Rendah
Kalium 3,82 mmol/L 3,5 – 5,10
Kimia Klinik (3/2/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
Bilirubin Total 1,03 Mg/dL 0,30 – 1,30 Bilirubin indirek 7,07 g/dL 6,40-8,30
Bilirubin direk 0,81 Mg/dL 0,00 – 0,30 Tinggi
Alkali phospatase 121 Mg/dL 42-98 Tinggi
HDL Cholesterol 24 Mg/dL 40-65 Rendah
LDL Cholesterol 66 Mg/dL 0-100,00
Trigliserida 82 Mg/dL 0-150,00
Total Protein 3,39 g/dL 6,40 – 8,30 Rendah
Albumin 3,39 g/dL 3,40 – 4,80 Rendah
Globulin 3,68 µg/dL 3,2-3,7
Natrium 144 mmol/L 136,00 – 145,00
Kalium 3,69 mmol/L 3,5 – 5,10
Kimia Klinik dan Analisis Gas Darah (4/2/2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Remarks
Natrium (Na) 137 mmol/L 136-145
Kalium (K) 3,3 mmol/L 3,50-5,10 Rendah
Ph 7,37 7,35-7,45
pCO2 53 mmHg 35,00-45,00 Tinggi
pO2 147 mmHg 80,00-100,00 Tinggi
BEecf 5,3 mmol/L -2 – 2
HCO3- 30,6 mmol/L 22,00-26,00 Tinggi
SO2c 99 % 95-100
TCO2 32,2 mmol/L 24,00-30,00 Tinggi
Faal hemostasis (4/2/2015)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Blooding Time 1,30 1,00 – 3,00 Cloting time 8,00 5,00 – 15,00
PPT 11,2 Normal : Perbedaan dengan kontrol
< 2 dtk
INR 0,97 0,90-1,10
Kontrol PPT 10,2
APTT 36 Normal : Perbedaan dengan kontrol
< 7 dtk Kontrol APTT 33,3
Urine Lengkap (30/1/2015)
Parameter Hasil Satuan Tanda Nilai Rujukan
Specific gravity 1,015 Negatif
Leucocyte 25 (+) Le/mikroL Negatif
Nitrite Neg Negatif
Protein Neg Md/dl Negatif
Glucose Norm Mg/dl Normal
Ketone 15 (+ +) Mg/dl Negatif
Urobilinogen 1 (+) Mg/dl negatif
Bilirubin 1 (+) Mg/dl Negatif
Eritrocyte Neg Ery/mikroL Negatif
Colour Brown p.yellow
Sedimen urine
Lekosit 6-8 /lp <6/lp
Eritrosit - /lp <3/lp
Kristal - /lp
Sel eitel gepeng 4-5 /lp
B. ELEKTROKARDIOGRAF
Irama : sinus
Heart rate : 77 kali/menit
Axis : normal
P-R Interval : 142 ms
Gelombang P : tidak memanjang
ST-changes :
- QRS complex : Normal Kesimpulan: normal sinus rhythm
C. IMAGING
Foto Thorax (18/10/2012)
Cor : besar dan bentuk normal
Pulmo : tampak honeycomb appearance di parahiler kiri dan parakardial kanan kiri dengan infiltrat disekitarnya
Sinus pleura kanan tajam dan kiri tumpul
Diafragma kanan dan kiri normal
Tulang tak tampak kelainan
Kesan : suspect bronchiectasis dengan infeksi sekunder Efusi pleura kiri
Hepar: ukuran tidak membesar, echoparenchym normal, sudut tajam, tepi rata, tidak tampak pelebaran IHBD maupun EHBD, sistem vascular tampak normal, tak tampak massa/nodul/kista
GB: ukuran normal, dinding menebal (0,43 cm), tampak batu multiple dengan uk pnp terbesar 2,4 cm, sludge (+)
Lien: ukuran normal, echoparenchym normal, tak tampak SOL
Pancreas: ukuran normal, echoparenchym normal, tak tampak SOL
Ginjal kanan: ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex jelas, pelviocalyceal sistem tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
Ginjal kiri: ukuran normal, echocortex normal, batas sinus cortex jelas, pelviocalyceal system tidak melebar, tak tampak batu/massa/kista
Buli: terisi urine minimal, dinding buli tak dapat dievaluasi
Prostat: sulit dievaluasi karena buli terisi urine minimal
Tak tampak echocairan bebas pada cavum abdomen dan cavum pelvis Kesan : cholesistitis disertai cholelitiasis, hepar/pancreas/lien/ginjal kanan kiri tak tampak kelainan
D. SPIROMETRI (6/2/2015) - FVC: 43,3%
- FEV1: 14,2%
Kesimpulan: risiko sedang
3.6 DIAGNOSIS
- Cholesistitis akut e.c suspect cholelitiasis transaminitis
- Bronkiektasis stabil
- Anemia ringan normokromik mikrositer e.c. suspect ACD - Alkalosis metabolik terkompensasi sempurna
3.7 PENATALAKSANAAN A. TERAPI
- Masuk rumah sakit
- Diet hindari makanan berlemak, ekstra putih telur - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Cepoferazone sulbactam 2 x 1 gram IV - injeksi pethidin 25 mg k/p nyeri
- UDCA 2 x 250 i.o
- paracetamol 3 x 500 mg (k/p)
- nebulizer ventolin 1 ampul setiap 6 jam (k/p sesak) - ambroxol 3 x 30 i.o.
B. RENCANA MONITORING • Kesadaran, status mental • Vital sign
• Keluhan : nyeri perut, nyeri bekas operasi, kaki bengkak
• Keseimbangan cairan: Cairan Masuk – Cairan Keluar, produksi drain
• Berat badan C. PROGNOSIS Dubius Ad bonam
3.8 CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal Keterangan
29/1/2015 Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas.
30/1/2015 Pasien MRS dirawat di Ruang Mawar, cek laboratorium (DL, kimia klinik, UL) dan USG abdomen
(VAS 5/10)
3/2/2015 Cek laboratorium (kimia klinik)
4/2/2015 Konsultasi TS Digestif, cek laboratorium (DL, faal hemostasis, kimia klinik)
5/2/2015 Konsultasi TS Kardiologi dan TS Anestesi untuk evaluasi pre operasi, rontgen thorax
6/2/2015 Spirometri
BAB IV PEMBAHASAN
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat akut, kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut pada kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90% kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus. Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori terkait sebelumnya.
4.1 Diskusi terkait Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus (10%) timbul tanpa adanya batu (kolesistitis akalkulosa akut).Sedikitnya 3 faktor berperan pada patogenesis kolesistitis yaitu keradangan mekanis akibat peningkatan tekanan, keradangan kimiawi yang disebabkan pelepasan lisolesitin karena kerja enzim fosfolipase pada lesitin empedu dan keradangan bakteri.
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawi dan peradangan dinding kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan aliran keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari mukosa menghidrolisis lesitin empedu menjadi lisolesitin yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglandin yang dibebaskan di dalam dinding kandung empedu yang teregang ikut berperan dalam peradangan mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan tekanan intralumen juga dapat mengganggu aliran darah kemukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi bakteri; baru setelah proses berlangsung cukup lama terjadi kontaminasi oleh bakteri.1
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung empedu para pasien ini adalah E. Coli, spesies Klebsiella,
Streptococcus grup D, spesies Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin
yang dihasilkan oleh organisme–organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan, perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding kandung empedu.
Kolesistitis akut akalkulosa terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar kasus ini terjadi pada pasien dengan keadaan pascaoperasi mayor nonbiliari, trauma berat (misalkan kecelakaan lalu lintas), luka bakar luas dan sepsis. Faktor lain yang turut berperan adalah dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan pembuluh darah dan akhirnya kontaminasi bakteri (misalnya
Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio cholera).
Pada kasus ini, kemungkinan yang dapat menjadi penyebab atau etiologi kolesistitis akut adalah karena adanya batu empedu (kalkulosa). Batu empedu ini menyebabkan keradangan mekanis akibat peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan intraluminal menyebabkan gangguan aliran darah ke mukosa sehingga mukosa menjadi rusak. Stasis aliran empedu akibat adanya batu juga menyebabkan peraangan pada kandung empedu. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan USG yang ditemukan batu dan telah dilakukannya pembedahan yaitu laparoscopy cholesistectomy eksplorasi. Pasien juga tidak mengeluhkan demam dan tidak ada leukositosis dari hasil pemeriksaan laboratorium sehingga penyebab infeksi bisa disingkirkan. Namun tidak tertutup kemungkinan juga, batu yang telah ada dapat menyebabkan infeksi pada kandung empedu.
4.2 Manifestasi Klinis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis sangat sugestif. Gejala klinis bervariasi dari radang ringan sampai bentuk gangren yang berat pada dinding kandung empedu. Serangan akut sering merupakan eksaserbasi dari radang menahun. Keluhan utama adalah nyeri perut yang hebat dan menetap di hipokhondrium kanan atau
epigastrium dan menyebar ke angulus scapula kanan dan bahu kanan dan jarang sekali ke bahu kiri. Kadang – kadang jika batu terletak di leher kandung empedu atau di duktus, nyeri bersifat kolik. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernafasan dalam dapat ditemukan. Serangan nyeri sering didahului makan terlalu banyak terutama makanan berlemak. Sering disertai mual dan perut kembung, tetapi jarang sampai muntah. Muntah timbul bila terdapat batu pada saluran empedu bagian distal.1,3
Pada kasus ini, pasien awalnya merasakan nyeri di perut kanan atas dan epigastrium. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Bersifat hilang timbul. Pasien juga mengatakan senang makan makanan berlemak seperti daging dan makan utama 3 kali sehari (sebelum sakit). Disini pasien mengeluhkan nyerinya sering timbul setelah makan. Nyerinya juga kadang-kadang menjalar sampai ke punggung kanan. Pasien juga mengeluh nyerinya lebih memberat ketika disentuh pada daerah yang nyeri. Disini pasien juga mengeluhkan adanya panas badan dan masih dirasakan saat pemeriksaan di rumah sakit.
Pasien juga mengeluh warna kencingnya kemerahan seperti warna teh, namun saat ini sudah tidak dikeluhkan lagi. Tapi tidak ada kencing yang bercampur darah atau nyeri saat kencing. Sehingga adanya batu saluran kencing dapat disingkirkan. Frekuensi kencing dan volumenya juga normal. Pasien juga mengeluh batuk sejak lama dan kadang keluar dahak berwarna kekuningan, namun lebih sering susah untuk mengeluarkan dahak tersebut. Pasien juga mengeluh sesak yang hilang timbul sejak 10 tahun yang lalu. Sesak ini semakin meburuk ketika melakukan aktivitas. Selain itu pasien juga memiliki riwayat mata berwarna kuning dan ketika masuk rumah sakit warna matanya kembali kuning, namun kuning tidak ditemukan pada badan atau bagian tubuh yang lain. Keluhan lain seperti rambut rontok, berat badan menurun drastis, pembesaran payuadara atau gusi berdarah disangkal oleh keluarga pasien sehingga tanda-tanda sirosis tidak ditemukan pada pasien. Adanya riwayat kekuningan maka patut dipikirkan adanya suatu Jaundice yang dapat diakibatkan defek pada prehepatal, intrahepatal, ataupun posthepatal. Apabila jaundice disebabkan oleh gangguan post hepatal akibat obstruksi ductus biliaris ataupun duktus koledokus seperti pada kasus ini yaitu akibat adanya batu empedu atau bisa juga karena pankreatitis obstruktif
maka kerap kali akan dirasakan nyeri ulu hati terutama saat makan disamping terdapat riwayat kekuningan. Namun pada inspeksi abdomen tidak ditemukan adanya Cullen sign dan grey turner sign sehingga pancreatitis obstruktif dapat disingkirkan.
Berdasarkan hasil heteroanamnesis yang telah dilakukan kepada keluarga pasien, didapatkan gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada kolesistitits akut. Nyeri perut yang dirasakan pasien memang sudah 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri sering dirasakan setelah pasien makan daging ayam atau babi. Pasien juga dikatakan sulit untuk menghindari makanan berlemak. Pasien juga sempat mual namun tidak pernah muntah. Namun masih diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya dalam mengonfirmasi dugaan tersebut.
4.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan demam. Pergerakan perut terbatas, nafas tertahan, distensi abdomen lokal dan otot dinding perut kanan atas mengalami kekakuan. Pada pemeriksaan palpasi timbul nyeri pada kuadran kanan atas abdomen. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang dan membesar, namun pada pasien ini tidak ditemukan. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (murphy sign). Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan
rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asal tidak ada perforasi. Apabila
keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil disertai leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema (jika eksudat yang terkandung pada kandung empedu hampir seluruhnya terdiri dari pus) dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis terhadap pasien didapatkan penderita masih terlihat (inspeksi) lemas sehingga hanya berbicara sedikit-sedikit ketika ditanya. Suhu aksila juga meningkat. Pada inspeksi perut juga terlihat
adanya distensi pada perut. Tanda ikterus pada mata sudah tidak ditemukan lagi. Saat dilakukan palpasi pada epigastrium dan perut kanan atas masih dirasakan nyeri. Pasien juga berhenti bernafas ketika dilakukan penekanan pada daerah nyeri (Murphy sign +).
Pada auskultasi dada diapatkan tanda bronkiektasis yaitu adanya penurunan vesikuler pada region basal di lapang paru sinistra. Pada pasien juga ditemukan adanya ronkhi pada ketiga region lapang paru sinistra dan region basal pada lapang paru dekstra. Oleh sebab itu berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan terdapat kesesuaian dengan tanda-tanda peradangan pada kandung empedu oleh karena stasis cairan empedu meskipun tidak didapatkan adanya demam.
4.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah pasien kolesistitis ditemukan leukositosis lebih dari 10.000/cmm dengan gambaran lekosit polimorfonuklear. Tes faal hati menunjukkan serum bilirubin bisa meningkat ringan, serum aminotransferase juga bisa meningkat ringan, tetapi biasanya kurang dari 5 kali batas normal. Pemeriksaan alkali phosphatase biasanya meningkat pada 25% pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amylase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amylase juga dapat meningkat pada kolesistitis.
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan laboratorium beberapa kali yaitu darah lengkap sebanyak 2 kali, kimia klinik sebanyak 3 kali, faal hemostasis sekali dan urinalisis sekali. Pada hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya leukositosis. Namun didapatkan anemia ringan normokromik mikrositer. Pada pemeriksaan kimia klinik ditemukan bilirubin direk meningkat hal ini disebabkan oleh stasis cairan empedu oleh karena adanya batu. SGOT dan SGPT juga meningkat. Alkali phospatase serum juga meningkat pada pasien ini. Namun disini tidak dilakukan pemeriksaan enzim amylase dan lipase untuk menyingkirkan kemungkinan adanya pankreatitis. Pada pemerikaan urinalisis ditemukan warna kecoklatan dimana normalnya adalah kekuningan. Warna kuning pada urin normal merupakan warna yang berasal dari ekskresi bilirubin.
Namun karena terdapat gangguan dalam ekskresi bilirubin akibat adanya batu empedu maka cenderung terjadi penumpukan kadar bilirubin dalam darah sehingga warna urin akan kecoklatan. Meskipun tidak terdapat leukositosis akan tetapi pada urin ditemukan adanya leukosit dan urobilinogen serta bilirubin urinnya positif. Pasien juga mengalami alkalosis metabolik yang terkompensasi sempurna yang ditandai dengan meningkatnya HCO3- diikuti dengan peningkatan PCO2 dan pH yang normal.
Pada foto sinar tembus abdomen mungkin ditemukan batu empedu. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu radiopak oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Pada kholesistogram menunjukkan kandung empedu non-fungsionil pada serangan akut. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Adapun gambaran pada USG mungkin dijumpai batu, gambaran “double layer” dan penebalan dinding kandung empedu. Pemeriksaan CT-scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil dan tidak terlihat pada pemeriksaan USG. Endoscopic Retrogard Cholangiopancreatography (ERCP) dapat digunakan untuk melihat struktur anatomi bila terdapat kecurigaan terdapat batu empedu di duktus biliaris komunis pada pasien berisiko tinggi menjalani laparoskopi kolesistektomi.
Pada kasus ini dilakukan USG abdomen yang memperlihatkan adanya batu multiple di kandung empedu yang berukuran 2,4 cm yang mendukung adanya cholelitiasis. pada pasien juga dilakukan foto thoraks dan didapatkan adanya bronkiektasis dan efusi pleura kiri. Untuk mendukurng diagnosis bronkiektasis dan menyingkirkan PPOK juga dilakukan tes spirometriyang mendapatkan hasil dengan risiko sedang. Namun pada pasien tidak dilakukan CT Scan Abdomen dan ERCP yang merupakan pemeriksaan gold standard pada batu empedu.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi diet bebas, namun disini ditambahkan ekstra putih telur karena pasien mengalami hipoalbuminemia. Diet bebas diberikan karena penurunan nafsu makan pasien disebabkan oleh nyeri yang
diraskannya, jadi setelah penyebab dihilangkan yaitu batu nafsu makan pasien akan kembali pulih, namun harus diingat juga untuk menghindari kekambuhan sebaiknya pasien mulai mengurangi atau menghindari makanan berlemak.
Pasien diberikan analgetik yaitu paracetamol dan pethidin untuk meredakan nyeri perutnya. Pasien diberikan cepoferazon sulbactam sebagai profilaksis infeksi. UDCA diberikan untuk mengatasi kolesistitisnya. Paracetamol sebagai antipiretik. Untuk keluhan batuk dan sesak pasien diberikan ambroxol dan nebulizer ventolin setiap 6 jam.Obat-obatan pasca operasi meliputi levofluoxacin dan ranitidine.
BAB V SIMPULAN
Kolesistitis merupakan peradangan kandung empedu yang dapat bersifat akut, kronis, atau akut pada kronis. Kolesistitis akut merupakan peradangan akut pada kandung empedu. Reaksi inflamasi akut pada kolesistitis akut disertai dengan keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam. Lebih dari 90% kolesistitis berhubungan dengan sumbatan batu empedu pada duktus sistikus. Pada bagian berikutnya akan dipaparkan pembahasan berdasarkan kasus dan teori terkait sebelumnya.
Penyebab tersering kolesistitis adalah adanya batu empedu (90%) dan sisanya bukan karena batu empedu seperti infeksi (10%). Kolesistitis yang disebabkan oleh batu empedu akan mengakibatkan stasis cairan empedu dan peningkatan tekanan intraluminal. Selain itu hal tersebut juga berdampak pada berkurangnya aliran darah ke mukosa sehingga akan terjadi kerusakan mukosa kandung empedu dan akhirnya terjadi peradangan. Namun tidak tertutup kemungkinan juga batu yang ada juga akan menimbulkan adanya infeksi.
Manifestasi klinis dari kolesistitis akut adalah adanya nyeri perut kanan atas yang dirasakan hilang timbul dan dapat menjalar ke pungggung kanan. Nyeri juga diperberat oleh makanan. pasien juga mengalami ikterus dan air kencingnya berwarna kemerahan seperti the. Selain itu juga ada demam dan leukositosis pada pemeriksaan laboratorium. Pasien juga sering merasa mual. Pada pemeriksaan USG abdomen juga bisa ditemukan adanya batu.
Jika tidak tertangani kolesistitis akan menimbulkan komplikasi yang serius seperti empiema, gangrene, perforasi dan lain sebagainya. Untuk penatalaksanaannya sendiri meliputi penghindaran terhadap makanan yang beerlemak. Analgetik, antibiotik, agen pengencer batu dan terapi pembedahan. Untuk prognosis dari penyakit ini, jika dilakukan terapi kausatif seperti pembedahan prognosisnya cenderung baik, meskipun tidak tertutup kemungkinan akan kambuh kembali.