• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case CA Rectosigmoid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case CA Rectosigmoid"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

2 BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. M Usia : 57 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Ruang rawat : P. Sibatik RSAL Mintohardjo

Tanggal masuk : 12 Juni 2013

ANAMNESIS

Dilakukan auto-anamnesis pada

Keluhan utama : nyeri pada perut bawah sejak 4 hari SMRS

Keluhan tambahan : OS merasakan adanya demam, BAB sulit, BAK sulit dan nyeri

Riwayat penyakit sekarang (RPS)

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari SMRS. Nyeri tersebut dirasakan menjalar dari perut bagian bawah ke arah punggung. Pasien merasakan adanya demam. BAB sulit keluar. BAK dirasakan sulit dan nyeri. Pasien mengaku mengalami adanya penurunan berat badan sebanyak ± 25 kg (60  35 kg). Pasien juga mengaku mengalami mual dan muntah berupa cairan berwarna kuning namun tidak didapatkan darah. Pasien mengeluhkan adanya cairan berwarna coklat yang keluar dari vagina dan berbau seperti feses.

(2)

3 Riwayat penyakit dahulu (RPD)

Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit asma. Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus disangkal. Pasien memiliki riwayat operasi pengangkatan tumor kandungan.

Riwayat penyakit keluarga (RPK)

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma. Adanya keluarga pasien yang pernah mengalami hal serupa dengan pasien juga disangkal.

Riwayat kebiasaan

Pasien mengaku memiliki kebiasaan merokok

Riwayat medikasi

 Pasien pernah berobat ke bagian neurologi untuk pengobatan saraf yang terjepit.  Riwayat kemoterapi (Fluorouracil 750mg)

Riwayat alergi

Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat, makanan, dan substansi lainnya.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Kesan sakit : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

BB : 35kg

TB : 150cm

(3)

4 Tanda vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 104 x/menit Suhu : 36oc Pernafasan : 12 x/menit STATUS GENERALIS 1. Kulit

 Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada ruam, dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi

 Lesi : tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul, vesikel, pustul maupun lesi sekunder seperti jaringan parut

 Turgor : baik  Suhu raba : hangat

2. Kepala : normocephali, ubun-ubun besar cekung (-) Mata

 Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris

 Palpebra : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan, blepharitis

 Gerakan : normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus  Konjungtiva : anemis

 Sklera : tidak ikterik

 Pupil : bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+ Telinga

 Bentuk : normotia

 Liang telinga : lapang

 Serumen : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri  NT auricular : tidak ada nyeri tarik pada auricular kanan maupun kiri  NT tragus : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

(4)

5 Hidung

 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan

 Septum : simetris, tidak ada deviasi

 Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema Mulut dan tenggorok

 Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis

 Gigi-geligi : hygiene baik, tidak ada gigi yang tanggal, gigi geraham belakang belum tumbuh

 Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak halitosis  Lidah : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor  Tonsil : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis

 Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah 3. Leher :

 Bendungan vena : tidak ada bendungan vena

 Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan saat menelan 4. Kelenjar Getah Bening

 Leher : tidak terdapat pembesaran di KGB leher  Aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila  Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal 5. Thorax

(5)

6 Paru-paru

 Inspeksi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal pada saat inspirasi, tipe pernapasan abdomino-thorakal

 Palpasi : vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithoraks  Perkusi : sonor pada kedua hemithoraks

 Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi maupun wheezing pada kedua lapang paru

Jantung

 Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

 Palpasi : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, + 1 cm lateral dari linea midklavikularis sinistra

 Perkusi : -

 Auskultasi : bunyi jantung I & II regular, tidak terdengar gallop maupun murmur

6. Abdomen

 Inspeksi : datar, supel, terkesan keriput karena penurunan BB drastis  Auskultasi : bising usus (+) 2x/menit

 Palpasi : nyeri tekan (+) kuadran kanan-kiri bawah, nyeri ketok (+) kanan-kiri bawah, perabaan massa pada kuadran kiri bawah.

7. Ekstremitas

o Inspeksi : tidak tampak deformitas

o Palpasi : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas

(6)

7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM DARAH

(1 Juli 2013) PRE-OPERASI

(12 Juli 2013) POST-OPERASI

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit *8.100/Ul 5.000 – 10.000/Ul

Eritrosit 5,68 juta/mm3 3,6 – 5,2 juta/mm3

Hemoglobin 16,5 g/dl 12 – 16 g/dl

Hematokrit 52 % 38 – 46 %

Thrombosit 542.000 /mm3 150 – 400 ribu/mm3

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit *13.500/Ul 5.000 – 10.000/Ul

Eritrosit 4,49 juta/mm3 3,6 – 5,2 juta/mm3

Hemoglobin 12,6 g/dl 12 – 16 g/dl

Hematokrit 39 % 38 – 46 %

(7)

8 RADIOLOGI

Ronsen thorax

 Jantung dan paru-paru normal USG Abdomen

 Pada daerah pelvis minor tampak gambaran seperti massa padat dengan ukuran 5x5,9 cm.  Kesan : suspek massa padat di pelvis minor (rectosigmoid). Organ abdomen tak tampak

kelainan.

(8)

9 KOLONOSKOPI (3 Juli 2013)

Rectum

 Tampak pus di spool/ dicuci pada 10 cm  Pada 10 cm mulai menyempit

 Striktur masuk sampai dengan 15 cm, scop tidak dapat dilanjutkan oleh karena penyempitan

(9)

10 CT SCAN ABDOMEN

 Tampak usus-usus yang terscan berdilatasi dengan penuh fecal mass di sepanjang colon proximal sampai rektum

 Penebalan dinding colon sigmoid, rectum proksimal-medial, tepi ireguler, disertai perirectal fat sedikit kabur pada aspek medial sisi kiri. Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening regional.

 Sugestif tumor rectosigmoid (Duke’s B type)

PEMERIKSAAN KHUSUS

 CEA (Carcino Embryonic Antigen) : 10,2 mg/L (N < 5 mg/L)

RESUME

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 4 hari SMRS. Nyeri tersebut dirasakan menjalar dari perut bagian bawah ke arah punggung. Pasien merasakan adanya demam. BAB sulit keluar. BAK dirasakan sulit dan nyeri. Pasien mengaku mengalami adanya penurunan berat badan sebanyak ± 25 kg (60  35 kg). Pasien juga mengaku mengalami mual dan muntah berupa cairan berwarna kuning namun tidak didapatkan darah. Pasien mengeluhkan adanya cairan berwarna coklat yang keluar dari vagina dan berbau seperti feses.

Pada pemeriksaan region abdomen didapatkan nyeri tekan dan nyeri ketok pada kuadran kanan dan kiri perut bawah dan pada palpasi juga ditemukan adanya perabaan massa pada perut kuadran kiri bawah.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan USG abdomen, kolonoskopi, dan CT scan abdomen. Dari ketiga pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya massa tumor di region rectosigmoid tanpa metastase ke kelenjar getah bening regional.

(10)

11 DIAGNOSIS

PRE-OPERASI : TUMOR KOLON SIGMOID SUSPEK CA DENGAN FISTULA REKTOVAGINAL

PASCA-OPERASI : TUMOR KOLON SIGMOID SUSPEK CA DENGAN FISTULA REKTOVAGINAL

PENATALAKSANAAN

Tindakan pembedahan :

 Laparotomi eksplorasi

 Reseksi tumor sigmoid (anterior reseksi)  Kolostomi sigmoid

Tindakan non bedah :

 Medika mentosa

o Infus RL 30 tetes per menit o Injeksi ranitidine 2x1 ampul o Enzyplex 3x1

o Domperidone tab. ½ h.a.c. o Levofloxacin 3x1

o Loperamide 3x1 o Biodiar 3x1 o Neurodex 1x1

o Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram o Injeksi Neurobion 5000 1x1  Non medika mentosa

(11)

12 PROGNOSIS

o AD VITAM : dubia ad bonam o AD SANATIONAM : dubia ad bonam o AD FUNCTIONAM : dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI FISIOLOGI

Intestinum Crasum (usus besar)

 Terdiri atas :

o Caecum  terdapat valvula ileocaecalis (mengendalikan aliran kimus & mencegah refluks)

o Colon o Rektum

Colon

 Tabung muscular berongga dengan panjang ± 1,5m, diameter ± 6,5cm (distal <<)  Terdiri atas :

o Colon ascendens o Colon tranversum o Colon descendens

o Colon sigmoid  mulai setinggi krista iliaca; membentuk lekukan berbentuk huruf “S”

(12)

13  Lekukan pada colon :

o flexura coli dextra (flexura hepatica) o flexura coli sinistra (flexura lienalis)

 Lapisan otot longitudinal terkumpul dalam TAENIA KOLI; taenia koli lebih pendek dari colon sehingga usus tertarik membentuk kantung-kantung kecil yang disebut HAUSTRAE

 Fungsi utama :

o Penyerapan air  5-6 L/hari (menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit) o Mengubah sisa hasil pencernaan di usus halus  kotoran padat

o Degradasi bakteri  membantu mencerna beberapa bahan makanan dan membantu penyerapan zat gizi.

Rektum

 Mulai dari setelah kolon sigmoid sampai ke anus  Berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sementara

 Biasanya kosong karena feses disimpan di colon descendens  turun  rektum penuh  defekasi

Anus

 Lubang pada ujung saluran pencernaan, tempat pengeluaran feses  Pembukaan dan penutupan diatur oleh otot sphincter, yang terdiri dari :

o m. sphincter ani internus  involunter o m. sphincter levator ani  involunter

(13)

14 o m. sphincter ani externus  volunteer

VASKULARISASI

Suplai pembuluh darah untuk usus besar berasal dari arteri mesenterica inferior dan superior. Pembagian suplai darah usus besar yaitu sebagai berikut:

1. sekum, kolon asenden, dan kolon transversus proksimal  arteri mesenterica superior 2. kolon transversus distalis, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum bagian atas 

arteri mesenterica inferior

3. sisa rektum arteri rektalis tengah dan inferior( cabang dari arteri iliaca interna dan arteri pudenda interna)

(14)

15

Vaskularisasi Usus Besar

PERSARAFAN

 Diatur oleh sistem saraf otonom (kecuali m.sphincter ani externus)  Parasimpatis (merangsang sekresi dan kontraksi) :

o N.Vagus  bagian tengah colon tranversum o N. Pelvikus  bagian distal

Simpatis (menghambat sekresi dan kontraksi; merangsang sphincter) :

o Medulla Spinalis  N.splancnicus  bersinaps di ganglion coeliaca dan aorticorenalis  post ganglion  colon

(15)

16 EPIDEMIOLOGI

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan mortalitas.1,11 Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.1

Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru; sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel.2,12

Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. Sepertiga kasus ini terjadi di kolon dan 2/3 di rektum. Adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak (98%), jenis lainnya yaitu karsinoid (0,1%), limfoma (1,3%), dan sarkoma (0,3%) .10

Insidensi kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di Negara barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut. 13 Pada tahun 2002 kanker kolorektal berada pada peringkat kedua pada kasus kanker yang dialami oleh pasien pria setelah kanker paru pada urutan pertama, sedangkan pada pasien wanita kanker kolorektal berada pada urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. 12. Histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma, sedangkan untuk lokasinya, sebagian besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid (18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%), dan multifokal (0,28%)

Berdasarkan penelitian pada tahun 2006-2010, angka kejadian kanker kolo rectal di RS. AWS Samarinda berjumlah 160 orang, hasil penelitian mengenai jenis kelamin sampel, jumlah pria lebih banyak yaitu 81 orang dan wanita 65 orang, dan untuk jenis terbanyak didapatkan hasil Adeno Ca (130 orang), Mucinous Ca (4 orang), Signet ring cell Ca (4 orang), Lymphoma (4 orang), Carcinoid cell Ca (2 orang), Sarcoma (2 orang) serta berdasarkan usia sampel, didapatkan terbanyak pada usia 31-40 tahun.14

(16)

17

Patofisiologi kanker rektosigmoid

Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rectum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi Imunologi, kolitis ulseratifa, granulomartosis dan Kolitis. Faktor predisposisi penting lainnya yang mungkin berkaitan adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.15

Burkitt (1971) yang dikutip oleh Price dan Wilson mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.15

PATOFISIOLOGI

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan mengalami regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses differensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC) yang menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol. Peningkatan jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K- ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah terjadinya apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

(17)

18

Familial Adenomatous Polyposis

Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).

FAKTOR RESIKO 2, 16, 17,18,19

Etiologi dari kanker rektum sendiri belum diketahui, namun beberapa faktor resiko telah ditemukan dapat menyebabkan terjadinya kanker rektum. Beberapa faktor resiko yang berperan antara lain:

1. Faktor genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC).

(18)

19 Gambar 7. Kolitis Ulseratif

Crohn’s Disease

2. Inflamatory bowel disease seperti penyakit crohn dan kolitis ulseratif.

3. Riwayat keluarga yang menderita kanker kolorektal.

4. Riwayat menderita polip, kanker ovarium, endometriosis, dan kanker payudara. 5. Umur di atas 40 tahun.

Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, 1 dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun.255% kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun 13

(19)

20

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. 20

7. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. 21

MANIFESTASI KLINIS

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum).27 Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik.19 Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.2,27

Gejala Subakut

Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien

(20)

21

mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien. Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat harus dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri, yang mereda setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari adanya perubahan pada pola buang air besar serta adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang mempunyai gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi dan double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolon.19

Gejala akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.19

(21)

22 Metastase

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.2

Kolon kanan Kolon kiri Rektum

Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis

Nyeri Karena penyusupan Karena obstruksi Tenesmus

Defekasi Diare Konstipasi progresif Tenesmi terus-menerus

Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang

Darah pada feses Samar Samar atau makroskopis Makroskopis

Feses Normal Normal Perubahan bentuk

Dispepsia Sering Jarang Jarang

Memburuknya KU Hampir selalu Lambat Lambat

(22)

23

RINGKASAN DIAGNOSIS KARSINOMA KOLOREKTAL

Kolon kanan Anemia dan kelemahan Darah samar di feses Dispepsia

Perasaan tidak enak di perut kanan bawah Massa di perut kanan bawah

Kolon kiri Perubahan pola defekasi Darah di feses

Gejala dan tanda obstruksi Rektum Perdarahan rektum

Darah di feses

Perubahan pola defekasi

Pasca defekasi masih ada perasaan tidak puas atau penuh Penemuan tumor pada colok dubur

Penemuan tumor pada rektosigmoidoskopi

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari kemungkinan metastase seperti pembesaran KGB atau hepatomegali. Dari pemeriksaan colok dubur dapat diketahui : 1,7

Adanya tumor rektum

Lokasi dan jarak dari anus

Posisi tumor, melingkar / menyumbat lumen

Perlengketan dengan jaringan sekitar 2. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi kanker rektum, antara lain:

1. Biopsi

Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus dilakukan. Secara

(23)

24

Colok dubur pada karsinoma rekti

patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.2

2. Pemeriksaan Tumor marker : CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), CA 242, CA 19-9 2 3. uji FOBT (Faecal Occult Blood Test) untuk melihat perdarahan di jaringan.18,22,23

4. Digital rectal examination atau biasa disebut rectal touche (colok dubur). Sekitar 75% karsinoma rekti dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal. Pemeriksaan dengan rektal touche akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum, massa akan teraba keras dan menggaung.17

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.

(24)

25

Foto rontgen dengan barium enema

5. Foto rontgen dengan barium enema yaitu cairan yang mengandung barium, dimasukkan melalui rektum untuk kemudian dilakukan foro rontgen.

6. Endoskopi

a. Sigmoidoskopi

yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Flexible sigmoidoscopi setiap 5 tahun dimulai pada umur 50 tahun merupakan metode yang direkomendasikan untuk screening seseorang yang asimptomatik yang berada pada tingkatan risiko menengah untuk menderita kanker kolon. Sebuah polip adenomatous yang ditemukan pada flexible sigmoidoscopi merupakan indikasi untuk dilakukannya kolonoskopi, karena meskipun kecil (<10 mm), adenoma yang berada di distal kolon biasanya berhubungan dengan neoplasma yang letaknya proksimal pada 6-10% pasien. 18

(25)

26 sigmoidoskopi b. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rectum Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.2 Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik. 18

(26)

27 Kolonoskopi

7. Virtual colonoscopy (CT colonography)

Kolonoskopi virtual merupakan diagnostik non-invasif yang baru, menggunakan X-ray dan software komputer,untuk melihat dua dan tiga-dimensi dari seluruh usus besar dan rektum untuk mendeteksi polip dan kanker kolorektal.14

8. Imaging Tehnik

MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes.18

CT scan

CT scan dapat mengevaluasi abdominal cavity dari pasien kanker kolon pre operatif. CT scan bisa mendeteksi metastase ke hepar, kelenjar adrenal, ovarium, kelenjar limfa dan organ lainnya di pelvis. CT scan sangat berguna untuk mendeteksi rekurensi pada pasien dengan nilai CEA yang meningkat setelah pembedahan kanker kolon. Sensitifitas CT scan mencapai 55%. CT scan memegang peranan penting pada pasien dengan kanker kolon karena sulitnya dalam menentukan stage dari lesi sebelum tindakan operasi. Pelvic CT scan dapat mengidentifikasi invasi tumor ke dinding usus dengan akurasi mencapai 90 %, dan mendeteksi pembesaran kelanjar getah bening >1 cm pada 75% pasien.19 Penggunaan CT dengan kontras dari abdomen dan pelvis dapat mengidentifikasi metastase pada hepar dan daerah intraperitoneal.

(27)

28 MRI

MRI lebih spesifik untuk tumor pada hepar daripada CT scan dan sering digunakan pada klarifikasi lesi yang tak teridentifikasi dengan menggunakan CT scan. Karena sensifitasnya yang lebih tinggi daripada CT scan, MRI dipergunakan untuk mengidentifikasikan metastasis ke hepar.

Endoskopi UltraSound (EUS)

EUS secara signifikan menguatkan penilaian preoperatif dari kedalaman invasi tumor, terlebih untuk tumor rektal. Keakurasian dari EUS sebesar 95%, 70% untuk CT dan 60% untuk digital rektal examination. Pada kanker rektal, kombinasi pemakaian EUS untuk melihat adanya tumor dan digital rektal examination untuk menilai mobilitas tumor seharusnya dapat meningkatkan ketepatan rencana dalam terapi pembedahan dan menentukan pasien yang telah mendapatkan keuntungan dari preoperatif kemoradiasi. Transrektal biopsi dari kelenjar limfa perirektal bisa dilakukan di bawah bimbingan EUS.

(28)

29 DIAGNOSIS PASTI

KLASIFIKASI KARSINOMA KOLOREKTAL Berdasarkan klasifikasi Dukes

Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam, yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.

Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Cara pemeriksaan Persentase

Colok dubur

Rektosigmoidoskopi Foto kolon dengan barium kontras Kolonoskopi 40% 75% 90% 100% (hampir)

(29)

30

Stadium Ca Rectosigmoid I-IV

Berdasarkan sistem TNM

TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Stadium Modified Dukes Stadium

Deskripsi

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

PENATALAKSANAAN

Berbagai jenis terapi dapat digunakan pada pasien dengan kanker rektum. Tiga terapi standar yang digunakan antara lain adalah:

(30)

31

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium 1 dan 2 kanker rektum, bahkan pada suspek stadium 3 juga masih dapat dilakukan pembedahan. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, sekarang sebelum dioperasi pasien diberi presurgical treatment berupa radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan terapi ini biasanya digunakan pada pasien dengan kanker rektum stadium 2 dan 3. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi pasca pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal. Adapun jenis pembedahan yang dapat dilakukan, antara lain:

a. Eksisi lokal

Eksisi lokal jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika tumor ditemukan dalam bentuk polip, maka operasinya disebut polypectomy. Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.

b. Low anterior resection (LAR)

Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah atau 1/3 atas rektum. Untuk masa tumor lebih 5 cm dari anokutan dipertimbangkan reseksi rectum rendah (LowAnteriorResection/LAR), sehingga tidak perlu kolostomi.

Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah (5 s/d 15 cm dari garis dentate) dapat dilakukan ” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.

(31)

32

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis” diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

c. Abdominal perineal resection (Miles procedure)

Untuk masa tumor < 5 cm dari anokutan. Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum,

A : Low anterior resection; B,C : coloanal anastomosis; D : j pouch construction creating a reservoir.

(32)

33

mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum 1. Indikasi

 Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

 T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

 Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi  Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi  Tumor tidak jelas

 Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound  Termasuk poorly differentiated secara histologi

(33)

34

Gambar 14. Pembedahan pada CA Recti

2. Radiasi

Pada kasus stadium 2 dan 3, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan, dalam hal ini radiasi berperan sebagai preoperative treatment. Peran lainnya radioterapi adalah sebagai terapi tambahan untuk kasus tumor lokal yang telah diangkat melalui pembedahan dan untuk penanganan kasus metastase jauh. Jika radioterapi pasca pembedahan dikombinasikan dengan kemoterapi, maka akan menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan menurunkan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastase jauh, radiasi telah terbukti dapat mengurangi efek dari metastase tersebut terutama pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien dengan tumor lokal yang unresectable.

Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari

(34)

35

kanker. Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam tubuh.24, 25

3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy digunakan untuk menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit residual tetapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan. Terapi ini digunakan pada tumor yang menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (stadium 2 dan 3). Terapi standar kemoterapi tersebut adalah fluorouracil (5-FU) yang dikombinasikan dengan leucovorin dalam waktu 6-12 bulan. Obat lain yaitu levamisole dapat menjadi pengganti leucovorin jika tidak tersedia. Protokol kemoterapi ini telah terbukti menurunkan angka kekambuhan sebesar 15% dan menurunkan angka kematian sebesar 10%. 2, 18

4. Penanganan Jangka Panjang

Terdapat beberapa kontroversi tentang frekuensi pemeriksaan follow up untuk rekurensi tumor pada pasien yang telah ditangani dengan kanker kolon. Beberapa tenaga kesehatan telah menggunakan pendekatan nihilistic (karena prognosis sangat jelek jika terdeteksi adanya rekurensi dari kanker). Sekitar 70% rekurensi dari kanker terdeteksi dalam jangka waktu 2 tahun, dan 90% terdeteksi dalam waktu 4 tahun. Pasien yang telah ditangani dari kanker kolon mempunyai insiden yang tinggi dari metachronous kanker kolon. Deteksi dini dan penatalaksanaan yang tepat pada pasien ini dapat meningkatkan prognosa. Evaluasi follow up termasuk pemeriksaan fisik, sigmoidoskopi, kolonoskopi,

(35)

36

tes fungsi hati, CEA, foto polos thorax, barium enema, liver scan, MRI, dan CT scan.17 Tingginya nilai CEA preoperatif biasanya akan kembali normal antara 6 minggu setelah pembedahan.2

 Evaluasi klinik

o Selama 5 tahun setelah tindakan pembedahan, target utama follow up adalah untuk mendeteksi tumor primer baru. Beberapa pasien kanker kolorektal membentuk satu atau beberapa tempat metastasis di hepar, paru-paru, atau tempat anastomosis dimana tumor primer telah diangkat.2

 Rontgen

o Foto rontgen terlihat sama baiknya bila dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi rekurensi.2

 Kolonoskopi

o Pasien yang mempunyai lesi obstruksi pada kolonnya harus melakukan kolonoskopi 3 sampai 6 bulan setelah pembedahan, untuk meyakinkan tidak adanya neoplasma yang tertinggal di kolon. Tujuan dilakukannya endoskopi adalah untuk mendeteksi adanya metachronous tumor, suture line rekurensi atau kolorektal adenoma. Jika obstruksi tidak ada maka kolonoskopi dilakukan pada satu sampai tiga tahun setelah pembedahan, jika negatif maka endoskopi dilakukan lagi dengan interval 2-3 tahun.2

 CEA

o

Meningkatnya nilai CEA menandakan diperlukannya pemeriksaaan lebih jauh untuk mengidentifikasi tempat rekurensi, dan biasanya sangat membantu dalam mengidentifikasi metastasis ke hepar. Jika dicurigai adanya metastasis ke pelvis, maka MRI lebih membantu diagnosa daripada CT scan.2

(36)

37 PROGNOSA

Stage merupakan faktor prognosis yang paling penting,.Grade histologi secara signifikan mempengaruhi tingkat survival disamping stadium. Pasien dengan well differentiated karsinoma (grade 1 dan 2) mempunyai 5-year survival yang lebih baik dibandingkan dengan poor differentiated karsinoma (grade 3 dan 4). Lokasi kanker terlihat sebagai faktor prognostik yang independen. Pada stage yang sama pasien dengan tumor yang berada di rektum mempunyai prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang berada di kolon.2

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut : a. Stadium I - 72%

b. Stadium II - 54% c. Stadium III - 39% d. Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor. 7

(37)

38 BAB III PENUTUP

Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di seluruh dunia 9,5% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker.

Karsinoma rektal umumnya didahului oleh kondisi pramaligna seperti adenomatous, villous polyp, familial adenomatous polyposis dan kolitis ulseratif

Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).

Skrening awal untuk mengarahkan diagnosa Karsinoma kolorektal penting dilakukan untuk meningkatkan survivalnya. Skrening awal yang dapat dilakukan yaitu: pemeriksaan darah samar di feses, sigmodoskopi, kombinasi darah samar feses dan sigmoidoskopi, kolonoskopi, dobel kontras barium enema.

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi dan perdarahan.

(38)

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes. 2006. Gaya hidup penyebab kolorektol, (Online), (http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2058&Itemid= 2, diakses 20 Juli 2013).

2. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. Lippincott Willi ams & Wilkins: USA.p 201

3. Syamsuhidajat R, Jong Wim D,(eds). 2004. buku ajar Ilmu Bedah 2nd ed. EGC: jakarta.

4. WHO. 2006. The Impact of Cancer, (Online), (http://www.who.int /ncd_ surveillance/infobase/web/InfoBasePolicyMaker/reports/ReporterFullView.aspx?id=5, diakses 21 Juli 2013).

5. Depkes. 2006. Deteksi Dini Kanker Usus Besar, (Online), (http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/KankerUsus011106.htm, diakses 20 Juli 2013).

6. Samiadji, S. 1995. Akurasi Keluhan Berak Darah dan Penurunan Berat Badan dalam Diagnosis Karsinoma Rekti. Tesis. Semarang: FK UNDIP

7. Elizabeth., Cirincione, 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com. (Download : 21 Juli 2013).

8. Tim pengajar anatomi. 2001. Situs Abdominis. laboratorium anatomi histologi fakultas kedokteran universitas airlangga: surabaya.

9. Snell RS. 2004. Clinical Anatomy 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins.USA.

10.Stewart SL, Wike JM, Kato I, Lewis DR, Michaud F. a population based study of colorectal cancer histology in United States 1998-2001. cancer, (online)2006; 107(5 suppl): American Cancer Society, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

11.Kastomo DR, Soemardi A. Tindakan Bedah pada Keganasan Kolorektal Stadium Lanjut. Maj Kedokt Indon, 2005 Juli; Vol 55 No 7, p 499-500.

(39)

40

12. Soeripto et al. Gastro-intestinal Cancer in Indonesia. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, (Online), 2003; Vol. 4, No. 4, (http://www.apocp.org/ cancer_download/Vol4_No4/Soeripto.pdf, diakses 21 Juli 2013).

13. Boyle P, Ferlay J. Cancer Incidence and Mortality in Europe 2004. Ann Oncol, (online), 2005 Mar; 16(3):481-8, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

14.Mukhtar, S. 2010. Colo-rectal Cancer in A. Wahab Sjahranie General Hospital Samarinda, East Borneo. Samarinda

15.Price, S. dan Wilson, L. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

16. Suyono S.In : Boedi Darmojo R, Pranarka K. (eds.). 2001. buku ajar Ilmu Penyakit Dalam II 3th Ed. balai penerbit FKUI: jakarta. p 24

17.Silalahi J. Antioksidan dalam Diet dan Karsinogenesis. Cermin Dunia Kedokteran, (Online), 2006; 153: 40, (diakses 21 Juli 2013).

18.Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies.

19.Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New England Journal of Medicine, (online), 2003 march 6; 348:919-932, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

20.Michels KB, Giovannucci E, Joshipura KJ, Rosner BA, Stampfer MJ, Fuchs CS, Colditz GA, Speizer FE, Willett WC. Prospective study of fruit and vegetable consumption and incidence of colon and rectal cancers. J Natl Cancer Inst. (online). 2001 Jun 6; 93(11):879, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

21.Giovannucci E. An updated review of the epidemiological evidence that cigarette smoking increases risk of colorectal cancer. Cancer Epidemiol BiomarkersPrev. (online). 2001Jul; 10(7):725-31, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

22.Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com. (Download : 21 Juli 2013)

(40)

41

23.Moayyedi P, Achkar E. Does fecal occult blood testing really reduce mortality? A reanalysis of systematic review data. Am J Gastroenterol. (online). 2006 Feb; 101(2): 380-4, (www.pubmed.com, diakses 21 Juli 2013).

24.Beaumont hospitals. 2006. Colorectal Cancer, (Online), (http://www.beaumont hospi tals.com/pls/ portal30/site. Web pkg. page?xpageid=P07164, diakses 21 Juli 2013).

25.Henry ford. 2006. What is Radiation Therapy?, (Online), (http://www.Henry ford.com/body. cfm?id=39201, diakses 21 Juli 2013).

Gambar

Foto rontgen dengan barium enema
Gambar 14. Pembedahan pada CA Recti

Referensi

Dokumen terkait

Teknis analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada mutu manajemen sekolah dan layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dengan SMK

Peneliti membacakan ”pernyataan” tentang kinerja kepada setiap bidan Puskesmas PONED serta meminta bidan untuk memberikan jawaban dari setiap pernyataan sesuai dengan

Either hold the outside edges of the feet or take a wrist Pull strongly through the arms to bring chest to legs Gaze to the

Ide kami adalah sistem informasi tersebut mampu menyediakan informasi mengenai demam berdarah, sarana konsultasi mengenai langkah pertolongan seperti apa yang harus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Koperasi Kredit CU Cinta Kasih Pulo Brayan Medan dalam penyajian dan penyusunan laporan keuangan telah mengikuti

Setelah memaparkan pengetahuan yang ditransmisikan (naqli &gt; ), ia memfokuskan bahasan selanjutnya pada pengetahuan intelektual (‘aqli &gt; ) yang meliputi filsafat alam,

Karena memiliki tingkat pendidikan yang rendah para pelaku tidak berpikir bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut dapat merusak keluarga dari pelaku tersebut dan watak anak

Makna apakah yang terkandung di dalam gaya bahasa puisi karya Du Fu. 1.4