• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSES RETROAURIKULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSES RETROAURIKULER"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ABSES RETROAURIKULER

1. Insisi abses

2. Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari

dan metronidazol X 250 – 500mg oral / sup / hari.

3. Mastoid dektomi radikal urgen.

labiryncochlea

Sabtu, 29 September 2012

LAPOR

AN KASUS

SINDROM GRADENIGO PADA OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIS DENGAN MULTIPEL

KOMPLIKASI

(2)

Otitis media adalah radang atau infeksi pada daerah mukosa telinga tengah,

peradangan ini dapat terjadi sebagian ataupun seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius,

antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Proses inflamasi umumnya berawal dari infeksi yang

terjadi dari saluran pernapasan atas yang menyebar sampai ke telinga tengah. Secara umum,

otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif . Dan setiap

pembagian tersebut memiliki bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis

media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Selain itu, terdapat juga otitis

media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitik. (1,2,3,4)

Bila keadaan akut dari otitis media tidak ditangani dengan baik atau tidak diobati

dengan tuntas, maka akan berkembang menjadi kronik. Pada keadaan ini tidak hanya dapat

mengakibatkan kehilangan pendengaran, melainkan juga dapat mengakibatkan komplikasi

sehingga terjadi juga gangguan di tempat lain. (1,2,3,4)

Komplikasi dari otitis media secara umum dibagi menjadi dua, yaitu intratemporal

dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari parese nervus fasialis, labirintitis,

abses retroaurikuler, fistel retroaurikuler, abses citelli, abses bezold. Sedangkan komplikasi

intrakranial terdiri dari abses subdural, abses epidural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis,

abses otak, dan hidrosefalus otitis. Penanganan komplikasi otitis media haruslah mencakup

dua hal, yaitu penanganan yang efektif terhadap komplikasinya dan penanganan terhadap

penyebab primernya. Penanganan dengan menggunakan antibiotika dosis tinggi haruslah

diberikan secepatnya. Selain itu penanganan secara operatif juga haruslah dipertimbangkan

untuk mengeliminasi penyebab primernya.(2,3)

Anatomi Telinga(1,5)

(3)

Anatomi Telinga

Membran timpani berbentuk bulat dan cekung bila dilihat dari arah meatus akustikus

eksternus dan bagian oblik terhadap sumbu meatus akustikus eksternus. Bagian atas disebut

pars flaksida (membran Sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).

Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan

bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa

mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan lamina propria yang terdiri dari serat

kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosessus longus

maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada

stapes. Stapes terletak pada foramen ovale yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.

Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah

nasofaring dengan telinga tengah. Bagian lateral tuba eustachius adalah yang bertulang

sementara dua pertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak

di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya.

Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring. Bagian ini

biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi musculus levator palatinum dan tensor

palatinum. Tuba ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani.

Anatomi Os Temporal(5)

Gambar 2

Os Temporal , tampak lateral Gambar 3

(4)

Os temporal merupakan salah satu penyusun neurocranium (tulang-tulang yang

membungkus otak) dimana neurocranium terdiri dari beberapa tulang pipih yang

berhubungan satu dengan yang lainnya. Os temporal yang membungkus telinga berasal dari

empat bagian terpisah yaitu pars squamosa, pars mastoideum, pars timpanica dan pars petrosa

. Bagian liang telinga yang bertulang berasal dari cincin timpani. Nervus fascialis pada bayi

tidak terlindung oleh prosessus mastoideus mengingat prosessus mastoideus belum terbentuk

pada saat lahir dan ini berarti nervus fascialis bayi terletak sangat superfisial. Turunan

resessus tubotimpanikum yang terisi udara meluas dari telinga tengah melalui aditus sampai

di antrum, yaitu daerah yang terisi udara dalam os mastoid. Namun demikian seberapa jauh

perluasan pneumatisasi pada bagian prosessus mastoideus yang tersisa sangatlah bervariasi.

Sebagian tulang amat buruk pneumatisasinya atau menjadi sklerotik, lainnya dengan pneumatisasi sedang atau diploik..

Insidens Otitis Media

Di Amerika Serikat dilaporkan kasus Otitis media sering terjadi pada anak-anak

antara periode neonatal sampai sekitar umur 7 tahun, dengan hampir 70 % dari anak-anak

tersebut mengalami 1 atau lebih episode sampai ulang tahun mereka yang ketiga. Walaupun

pada umumnya Otitis Media lebih sering didapatkan pada pasien anak, namun Otitis media

dapat juga ditemukan pada pasien dewasa. Dan tidak ada perbedaan jenis kelamin yang

rentan terhadap komplikasi diremukan pada pasien dengan Otitis Media. (2,3)

Keseluruhan insidens dari semua komplikasi otitis media telah menurun sejak di

dilakukan pengobatan efektif dengan antibiotik. Pada tahun 1980an, insidens menurun

hampir 0,02%. Pada tahun 1995, kangsaranak et al. melakukan penelitian terhadap 24,321

pasien dengan otitis media. Dari hasil penelitiannya menunjukkan komplikasi intrakranial

rata-rata 0,36%. (10,11). Pada saat era preantibiotik, angka mortalitas dari komplikasi

intrakranial otitis media dilaporkan sekitar diatas 76,4%. Penelitian terbaru melaporkan dari

24,321 pasien yang menderita komplikasi intrakranial akibat otitis media menunjukkan angka mortalitas sekitar 18,4 %.

(5)

1. Otitis Media Akut

Kuman penyebab utama pada OMA adalah bakteri piogenik seperti

Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang

ditemukan juga Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu: a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

b. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)

c. Stadium Supurasi

d. Stadium Perforasi

e. Stadium Resolusi

2. Otitis Media Supuratif Kronis1

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau

hilang timbul. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi Otitis Media

supuratif kronik apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan .Beberapa faktor yang

menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak

adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.

OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu (1) OMSK tipe aman (tipe mukosa= tipe

benigna) dan (2) OMSK tipe bahaya (tipe tulang= tipe maligna). Proses peradangan pada

OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang.

Perforasi terletak di sentral dan tidak terdapat kolesteatoma. OMSK tipe bahaya letak

perforasinya di marginal atau atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK

dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.

(6)

Gambar 4 Proses Otitis Media

Klasifikasi Komplikasi Otitis Media (1,2)

Komplikasi intrakranial meliputi: a. Meningitis

b. Abses subdural

c. Abses ekstradural

d. Trombosis sinus lateralis

e. Abses otak

f. Hidrosefalus otitis

Komplikasi intratemporal meliputi : a. Mastoiditis

b. Labirintitis

c. Paralisis fasialis

(7)

Komplikasi Intratemporal Otitis Media

1. Mastoiditis10

Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke

dalampneumatic system selulae mastoid melalui antrum mastoid. Proses infeksi ini bisa saja

murni dapat mengakibatkan Mastoiditis.Terjadinya mastoiditis ini dapat secara akut ataupun kronik.

Tidak ada gejala khusus yang membedakan infeksi mastoid oleh karena perluasan

otitis media dengan mastoiditis secara umum. Gejalanya serupa seperti, eritema pada daerah

mastoid, protrusi dari pinna, pembengkakan telinga, daerah terinfeksi menjadi lunak, serta

rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien dan ditemukan perforasi membran timpani sedang,

total atau atik. Apabila proses ini terjadi terus-menerus maka dapat mengakibatkan terjadinya

Mastoiditis Akut disertai Osteolitis dimana terjadi destruksi tulang trabekula yang

memisahkan sel-sel mastoid. Setelah 10-14 hari akan terjadi resolusi dari proses infeksi ini,

namun apabila gagal dalam stadium ini maka terjadilah subakut Mastoditis , dimana gejala

umunya tidak ditemukan, tetapi gejala seperti otalgia dan nyeri pada belakang telinga, dapat

dikeluhkan oleh pasien. Proses apabila tidak diobati dengan cepat maka dapat berkomplikasi secara intratemporal yang lebih luas bahkan dapat mencapai daerah intrakranial.

Pemeriksaan penunjang yang dapat diminta adalah, pemeriksaan kultur

mikrobiologi.Pemeriksaan lainnnya adalah CT-scan kepala, MRI-kepala dan foto polos kepala.

Gambar 5

(8)

2. Labirintitis10

Labirintitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirintitis generalisata ,

dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirintitis yang terbatas

(labirintitis sirkumskripta) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.

Labirintitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfe Terdapat dua bentuk labirintitis yaitu labirintits serosa dan labirintits supuratif.

Gejala dan tanda serangan akut labirintitis adalah vertigo spontan dan nistagmus

rotatoar, biasanya ke arah telinga yang sakit. Kadang-kadang disertai mual dan muntah dan

tuli sensorineural.Tes fistula akan positif. Pada labirintitis serosa ketulian bersifat temporer,

biasanya tidak berat , sedangkan pada labirintitis supuratif terjadi tuli saraf total dan

permanen. Bila pada labirintitis serosa ketulian menjadi berat atau total maka mungkin telah terjadi perubahan makan menjadi labirintitis supuratif .

Labirintitis supuratif difus, ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit di ikuti

dengan vertigo berat, mual, muntah, dan nistagmus spontan ke arah telinga yang sehat, serta

ditemukan perforasi membran timpani sedang, total atau atik. Labirintitis supuratif

difus dapat merupakan kelanjutan dari labirintits serosa yang infeksinya masuk melalui tingkap lonjong atau tingkap bulat.

3. Paralisis Fasialis (7,9)

Paralisis fasialis dapat terjadi sebagai komplikasi baik dari akut maupun kronik otitis

media. Ada dua mekanisme dimana otitis media dapat menyebabkan paralisis fasialis, yaitu

akibat produksi toksin bakteri secara lokal atau akibat tekanan langsung terhadap nervus dari kolesteatoma ataupun jaringan granulasi.

Pembagian derajat dari paralisis fasialis dikemukakan oleh House dan Brackmann yang saat ini diterima secara umum.

Gambar 6

(9)

Jika Paralisis nervus fasialis terjadi sebagai komplikasi dari otitis media supuratif

kronik, maka tindakan operatif yang segera disertai dengan dekompresi nervus fasialis sangat diindikasikan.

4. Petrositis (7,8,9)

Salah satu dari komplikasi dari otitis media supuratif ini dapat terjadi baik secara akut

ataupun kronik. Petrositis sendiri merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pada bentuk

yang akut, diketahui bahwa perluasan dari mastoiditis ke arah apeks petrosa yang berisi

dengan udara. Apeks petrosa dapat pneumatik (berisi udara), diploik (berisi sumsum tulang)

ataupun sklerotik (berupa tulang padat). Perluasan secara langsung dari infeksi di bagian

telinga tengah melalui jalur udara pneumatik tersebut ke apeks petrosa diduga sebagai etiologi dari petroisitis.

Gejala dari petrositis biasanya tersamar.Pada penelitian terhadap 8 orang pasien

dengan petrositis, empat pasien mengeluh nyeri fasial yang dalam, dua pasien dengan paralisis abdusens, dan dua pasien dengan gejala meningitis.

Pasien dengan supurasi dapat bermanifestasi menjadi beberapa simptom dan tidak

satupun yang menjadi tanda patognomonis dari petrositis. Pada pasien dengan riwayat

otomastoiditis yang berkepanjangan, nyeri fasial yang dalam, dan infeksi persisten, serta

ditemukan perforasi membran timpani sedang, total atau attik, diagnosis petrositis ini dapat

dipikirkan.Pada pemeriksaan fisis pasien petrositis, biasanya didapatkan riwayat otorea kronik.

Oleh karena hubungan yang dekat dengan cabang oftalmikus dari nervus trigeminus

dan nervus abdusens dari apeks petrosa, tampakan klasik dari petrositis berupa otore

berkaitan dengan nyeri retroorbital dan kelumpuhan otot rektus lateralis yang biasanya disebut sebagai Sindrom Gradenigo.

Kecurigaan terhadap petrositis dapat diklarifikasi dengan CT-scan sebagai modalitas

yang terpilih. CT-scan dengan resolusi yang tinggi dapat menunjukkan detail dari apeks

petrosae. Asimetris dari apeks petrosae belum dapat dijadikan sebagai patokan karena hal ini

(10)

petrositis, maka pemeriksaan MRI dapat menambah informasi tentang cairan ataupun jaringan yang mengisi apeks petrosa.

Gambar 7

CT Scan dan MRI Potongan Aksial Pada Petrositis

(Ket : Pasien anak perempuan, 7 tahun, dengan keluhan demam, nyeri dalam pada wajah sebelah kanan, dan diplopia. (1) CT scan potongan aksial menunjukkan peningkatan densitas dari aerasi mastoid dan erosi dari apex petrosae kanan, (2) CT scan kontras menunjukkan daerah hipodens tanpa disertai peningkatan densitas jaringan lunak, (3&4) MRI T1 dan T2 menunjukkan lesi, (5) CT Scan potongan aksial post mastoidektomi menunjukkan resolusi.11)

Penatalaksanaan petrositis mengarah kepada penanganan infeksi. Jika antibiotik

topikal maupun sistemik tidak dapat mengontrol infeksi yang terjadi, pendekatan secara operatif dapat dipertimbangkan.

Sindrom Gradenigo12,13

Sinonim : Gradenigo-Lannois syndrome, petrous apicitis

Defenisi: Kompliklasi yang jarang dari otitis media dan mastoiditis yang melibatkan apeks

petrosus tulang temporal. Gejala sindrom ini termasuk :

1. Nyeri retrorbital yang disebabkan nyeri yang berasal dari cabang optalmicus nervus

trigeminus

2. Paralisis ipsilateral dari nervus abdusens

3. Otitis media

(11)

Sindrom ini ditemukan oleh Giuseppe Gradenigo, seorang ahli THT dari Italia, dan Maurice Lannois. Gejala sisa yang dapat terjadi dengan adanya sindrom gradenigo :

1. Meningitis

2. Abses intracranial

3. Penyebaran ke basis crania dan melibatkan nervus kranialis 9, 10, 11 ( sindrom vernet)

4. Abses prevertebral / paraparingeal

5. Penyebaran ke plexus simpatikus sekitar carotid sheet LAPORAN KASUS :

IDENTITAS PASIEN

1. NAMA : Mr. S

2. UMUR : 26 TAHUN

3. JENIS KELAMIN : LAKI- LAKI

ANAMNESIS (Rujukan dari RS Daya) tanggal 10/3/2011

KU : Demam menggigil

AT : Dialami sejak  1 minggu yang lalu SMRS, diplopia S/ (+), penglihatan kabur (+) sejak 1 hari SMRS, nyeri disekitar mata S/ dan cefalgia (+) terutama di daerah frontotemporal S/ ,

mual (+), muntah (+) kejang (-). Otalgia S/ (+), otore S/ (+), tinitus (-), gangguan

pendengaran S/(+), vertigo (-), riwayat otore (+) sejak 15 tahun yang lalu, terdapat benjolan

di belakang telinga (+) sejak 2 minggu yang lalu, nyeri. Keluhan di hidung dan tenggorokan tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan umum : Baik / Gizi cukup / Composmentis Tanda vital : T : 110/70 mmHg

N : 96 x/menit

P : 30 x/menit S : 38,5oC

(12)

Otoskopi : MAE D/ kesan normal, membran timpani intak, pantulan cahaya +

MAE S/ hiperemis, sekret mukopurulen, membran timpani perforasi total, mukosa cavum timpani hiperemis.

Rinoskopi ant. : Mukosa kavum nasi kesan normal, konka kesan normal Faringoskopi : Tonsil T1/T1 tenang, mukosa orofaring tidak hiperemi

Terdapat parese fasialis perifer minimal dan strabismus

LABORATORIUM ( 10-03-2011 )

WBC 10,2 x 103 /uL Ureum 11 mg/dL RBC 5,02 x 106 /mm Kreatinin 0,6 mg/dL Hb 14,8 gr/dL SGOT 27 U/L Plt 204.000 /uL SGPT 50 U/L

GDS 130 mg/dL Protein total 6,9 Albumin 3,4 CT 9’30’’ BT 3’30’’

PT 15,9 APTT 25,5

HBsAg Negatif Anti HCV Negatif

(13)

FOTO THORAKS PA (24-11-2010) Kesan : Aspek bronchitis

Cardiomegaly dengan elongatio et dilatatio aortae

CT Scan Mastoid Potongan Axial :

Telinga Kiri:

 Tampak lesi isodens kesan homogen(32,64 HU) pada telinga tengah dan tidak tampak lagi

air cell mastoid

 Tidak tampak destruksi tulang sekitarnya.

 Meatus acusticus dalam batas normal. Osikula sulit dinilai.

 Cochlea , canalis semisirkularis, dan meatus acusticus internus.

Telinga Kanan :

 Meatus acusticus eksternus dalam batas normal

 Membran timpani dalam batas normal

 Osikula intak, tidak tampak perselubungan pada telinga tengah

 Cochlea , canalis semisirkularis, dan meatus acusticus internus

 Air cell mastoid dalam batas normal, tidak tampak destruksi tulang

Kesan : Otomastoiditis kiri

(14)

CT-SCAN KEPALA POTONGAN AXIAL (7-3-2011)

- Tampak lesi hipodens (18,5 HU) batas tegas dinding tebal pada region occipital S/

- Tampak lesi isodens kesan homogen (33,62 HU) pada telinga tengah kiri dan tidak tampak

lagi air cell mastoid. Tidak tampak destruksi jaringan sekitar. - Densitas grey and white matter dalam batas normal

- Sulci and gyri dalam batas normal

- Tidak tampak midline shift

- Sistem ventrikel dan ruang subarachnoid dalam batas normal

- Sinus paranasalis, kedua orbita dan ceel mastoid D/ yang terscan dalam batas normal

- Tulang-tulang yang terscan kesan intak Kesan : Abses cerebella S/

Otomastoiditis S/

(15)

 Meatus acusticus kanan baik, kiri terselubung

 Aircell mastoid kanan baik, kiri sangat berkurang

 Periantrum kanan baik, kiri sangat sklerotik

 Tulang – tulang yang tervisualisasi baik

Kesan : mastoiditis kronik sinistra

Foto Thorax :

Kesan : Tidak tampak kelainan radiologik

DIAGNOSIS

Otitis media supuratif kronik S/ + Abses retroaurikula S/ + Sindrom Gradenigo + Abses cerebellum S/ + parese nervus fasialis S/

PENANGANAN

Jam 14.00

 IVFD RL : D5% = 1:1 = 20 tetes / menit

 Injeksi cefotaxime 1 gr/ 12 j/ IV

 Injeksi Dexametaxone 1 amp/ 8 j/ IV

 Metronidazole 500 mg/ 8 j/ IV

 Injeksi ranitidine 1 amp/ 8 j/ IV

 Drainase abses retroaurikula S/ : tampak pus mukopurulen sebanyak 5 cc

 Insisi abses retroaurikula s/ dan pasang drain

 Toilet telinga dan tampon burowi S/

 Kultur dan sensitivitas antibiotik

 Konsul bagian mata dan Neuro Konsul mata

Pemeriksaan oftalmologi :

VOD 3/ 60 RB TOD 17,3 mm Hg VOS 3/ 60 RB TOS 17,3 mm Hg

Kesan : Diplopoia Binokuler e.c Parese N. VI Anjuran : Rawat Bersama

Konsul Neuro

(16)

GCS 15 (E4M3 V5)

Fungsi Kortikal Luhur : dBN

Rangsang meanings: Kaku kuduk tidak ada.

Nervus cranialis pupil bundar anisokor diameter 2,5 mm/ 5 mm RCL +/+ RCTL +/+

FODS kesan normal Parese n.VI S/ (+)

Refleks fisilogis S/ menurun, tonus otot S/ menurun Sensoris : hemiplegia S/

SSO: kesan Normal

Romberg test (+) jatuh ke kiri

D/ : Vertigo sentral + cefalgia kronik e.c abses cerebelli Anjuran : Rawat bersama

Ampicillin 2 gr/ 6 j/ IV Chloramphenicol 1 gr/ 6 j/ IV Piracetam 3 gr/ 8 j /IV Dexamethason 1 amp/ 8 j / IV Ranitide 1 amp/ 8 j/ IV Metronidazole 500 mg/ 8 j/IV Dimenhidrinat 2 x1 Tanggal 11/3/2011 Jam 09.00 KU Baik

Vertigo (-), cefalgia (+), demam (-) Drainase abses retroaurikuer

Otore S/(+) diplopia (+) gangguan penglihatan (+) Terapi injeksi lanjut Tunggu hasil kultur dan sensivitas

PTA: D/ CHL ringan (35 dB) S/ CHL sedang berat (65 dB) Test fistula : Negatif

Test vestibuler : tidak ada gangguan

Jam 20.00

KU: Lemah

Kejang (+), cefalgia makin memberat, mual (+),muntah (+) penglihatan mata S/ makin kabur TD: 110/70

Nadi 76x / menit

Pernapasan : 20 x/ menit Suhu : 38C

Konsul Cito Bagian Bedah Saraf

Jawaban : Rawat Bersama Rapid Test  (-)

Ceftriaxone 2 gr/ 8 j/ IV

(17)

Awasi ketat tanda vital

Hasil kultur dan sensitivitas antibiotik :

Ceftriaxone 34

Cefepime (maxipime) 32 Levofloxacin 30

Aztrenam 30 Rencana :

Operasi Mastoidektomi Radikal S/ + Drainase Abses Cerebellum kerjasama Bedah Saraf

LAPORAN OPERASI CITO

HARI/TANGGAL : Kamis / 17-03-2011 Jam 01.00 malam 1. Pasien baring terlentang dalam GA, ETT terpasang

2. Desinfeksi lapangan operasi, pasang duek steril

3. Buat landmark 1 mm dari sulcus retroaurikular

4. Infiltrasi daerah landmark, insisi landmark , perdalam secara tajam dan tumpul sampai

tampak perisoteum.

5. Terdapat fistel pada periosteum, perlebar fistel dengan hajet sehingga antrum mastoid

terexpose.

6. Terdapat cholesteatoma di antrum mastoid, bersihkan

7. Bedah saraf mencari daerah menings, sampai di temukan selaput menings dan lakukan

aspirasi dengan spoit 10 cc dan abbocath 18. 8. Pus keluar sebanyak + 17 cc, dibersihkan

9. Tampak sebagian dinding posterior MAE sudah destruksi, runtuhkan

10. Buat meatoplasty

11. Tutup duramater dengan perekat

12. Pasang tampon antibiotik

13. Jahit luka insisi

(18)
(19)

FOLLOW UP : Hari I :

KU Baik R/ Inj Ceftriaxone 1 gr/12j /IV

Gangguan Penglihatan (-) Inj Dexamethason 1 amp/ 8 j/IV

Vertigo (+) makin menurun Inj. Ketorolac 1 amp/8j/IV Cefalgia (+) makin menurun Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 j/IV Longgarkan elastic verban Hari II- IV:

KU Baik R/ Inj Ceftriaxone 1 gr/12j /IV

Gangguan Penglihatan (-) Inj Dexamethason 1 amp/ 8 j/IV

Vertigo (+) makin menurun Inj. Ketorolac 1 amp/8j/IV Cefalgia (-) Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 j/IV GV Luar

Hari V:

KU Baik R/ Inj Ceftriaxone 1 gr/12j /IV

Gangguan Penglihatan (-) Inj Dexamethason 1 amp/ 8 j/IV

Vertigo (-) Inj. Ketorolac 1 amp/8j/IV Cefalgia (-) Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 j/IV Otore (-) stollcell(+) Toilet telinga dan aff tampon dalam

Hari VI- VII:

KU Baik R/ Inj Ceftriaxone 1 gr/12j /IV

Gangguan Penglihatan (-) Inj Dexamethason 1 amp/ 8 j/IV

Vertigo (-) Inj. Ketorolac 1 amp/8j/IV Cefalgia (-) Inj. Ranitidine 1 amp/ 8 j/IV Otore (-) stollcell(-) Toilet telinga

Hari VII:

KU Baik aff infus

Gangguan Penglihatan (-) ciprofloxacin 2 x 500 mg Vertigo (-) metronidazole 3 x 500 mg Cefalgia (-) metilprednisolon 3 x 4 mg Otore (-) stollcell(-) Toilet telinga, kontrol poli THT

5 hari kontrol poli THT :

KU Baik

Gangguan Penglihatan (-) ciprofloxacin 2 x 500 mg Vertigo (-) metronidazole 3 x 500 mg Cefalgia (-) metilprednisolon 3 x 4 mg

(20)

Otore (-) Toilet telinga CT Scan Kepala kontrol Potongan axial :

Kesan : Tidak terdapat abses cerebelli

Setelah itu pasien tidak pernah datang lagi kontrol di poli THT

PEMBAHASAN

Dilaporkan suatu kasus multiple otitis media supuratif kronis disertai sindrom gradenigo pada

pasien laki – laki umur 26 tahun yang ditangani secara komprehensif dari bagian THT,

bagian bedah saraf, neurologi dan mata. Pasien ini telah menjalani prosedur operatif mastodektomi radikal dan drainase abses otak.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya anamnesis dan pemeriksaan fisis berupa keluhan

nyeri retrorbital, diplopia dan strabismus, otore kronik (trias sindrom gradenigo), udem dan

nyeri di belakang telinga, kelumpuhan otot wajah, sefalgia hebat, mual, muntah, riwayat

kejang. Dari pemeriksaan penunjang berupa CT Scan Kepala dan mastoid potongan axial nampak adanya abses cerebelli dan otomastoiditis sinistra.

Berdasarkan diagnosis tersebut dilakukan multidisiplin terapi dan tindakan operatif

mastoidektomi radikal dan drainase abses otak kerjasama dengan bagian bedah saraf.

Ditemukan sekitar 17 cc abses otak, cholesteatoma pada cavum mastoid, jaringan granulasi pada cavum timpani dengan tulang – tulang pendengaran yang tidak utuh lagi.

Komplikasi pasca tindakan setelah 5 hari dirawat tidak ada lagi vertigo dan cefalgia,

penglihatan jelas dan tidak ada diplopia. Dari hasil CT Scan Kepala kontrol potongan axial

tidak ditemakan lagi abses otak. Karena keluhan yang sudah hilang sama sekali pasien ingin pulang paksa dan tidak pernah kontrol lagi di poli THT.

Perlunya pengobatan Otitis media supuratif kronik secara dini untuk mencegah terjadinya

komplikasi. Mengingat angka kejadian komplikasi yang sudah menurun akibat ditemukannya

antibiotik pada era sekarang. Namun pada kasus ini komplikasi yang ditemukan banyak

sekali oleh karena proses radang sudah berlangsung 15 tahun tanpa pengobatan yang adekuat. Kasus ini sangat jarang dengan ditemukannya sindrom gradenigo.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Djaafar Z.A., dkk, Kelainan Telinga Tengah. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

2.

Wasem S. Otitis Media. Available from URL

:

http://www.emedicine.com

. Acsessed on Nov 14

th

, 2009.

3.

National Institute of Deafness. Otitis Media. Available from URL :

http://www. nicd.nih.gov/directory. Acsessed on Nov 14

th

, 2009.

4.

Ardian J. Otitis Media Supuratif Kronik. Available from URL

:

http://library.usu.ac.id

. Acsessed on Nov 14

th

, 2009

5.

Liston S.L., et al. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Telinga. Boeis

Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 1997.

6.

Aboet A. Radang Telinga Menahun. Univ. Medan. 2007. Available

from URL :

http://library.usu.ac.id

. Acsessed on Nov 14

th

, 2009.

7.

Bluestone C.D, et al. Panel Reports : Definitions, Terminology, and

Classifications of Otitis Media. Available from URL

:

http://www.annals.com/toc/auto_article_process.php?year=2002&page

=8&id=15079&sn=188

. Acsessed on Nov 12

th

, 2009.

8.

Chole R.A. Chapter 157 : Chronic Otitis Media, Mastoiditis, and

(22)

:

http://famona.tripod.com/ent/cummings/cumm157.pdf

. Acsessed on

Nov 12

th

, 2009.

9.

Yates P.D. et al. Otitis Media. Current Diagnosis and Treatment

Otolaryngology Head and Neck Surgery second edition. New York :

Mc.Graw and Hill. 2008.

10.

Lee K..J. et al, Infections of The Ear, Essential Otolaryngology Head

and Neck Surgery 8

th

edition. Connecticut : Mc.Graw-Hill.

11.

Vaqsquez E, et al. Imaging of Complications of Acute Mastoiditis in

Children. Available from

URLhttp://radiographics.rsna.org/content/23/2/359.figures-only.

Acsessed on Nov 16

th

, 2009.

12.

Devic M, Boucher M, Raveau M (Apr 1966). "Some cases of

Gradenigo-Lannois syndrome". Journal de médecine de Lyon 47 (96):

537–547.

13. Motamed, Kalan. Gradenigo’s syndrome.http:/www.postgragmej.com .2000. 559-60

Diposkan oleh

muhammad igbal

di

05.33

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke

Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan:

Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2012

(5)

(23)

o

September

(4)

...

MICROVASCULARFLAP PADA KEGANASAN KEPALA

LEHER ...

MICROVASCULARFLAP PADA KEGANASAN KEPALA

LEHER ...

PENDEKATAN ENDOSKOPIK TRANSNASAL PADA

PENANG...

Mengenai Saya

muhammad

igbal

Lihat profil

lengkapku

Gambar

Gambar 4 Proses Otitis Media
FOTO THORAKS PA (24-11-2010) Kesan : Aspek bronchitis
Foto Polos Mastoid

Referensi

Dokumen terkait

eustachius, infeksi bakteri atau virus pada telinga tengah, peradangan nasal karena.. rinitis alergi atau karena infeksi virus saluran pernafasan

Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan

Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.. Saat

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan pada mukosa telinga tengah dan ruang mastoid yang berlangsung lebih dari 3 bulan ditandai dengan adanya perforasi pada

Otitis media efusi (OME) adalah proses inflamasi mukosa telinga tengah ditandai dengan cairan purulen di telinga tengah tanpa gejala atau tanda infeksi akut.. Hingga 90% anak di

Otitis media kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani Otitis media kronik adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran

Otitis media supuratif kronik adalah peradangan kronik yang terjadi pada telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan riwayat keluarnya sekret dari