• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1

PELATIHAN MENDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN

MENGGUNAKAN MODEL DICK AND CAREY BAGI GURU-GURU DI KECAMATAN PENEBEL

Oleh:

Dr. Ni Nyoman Parwati, M. Pd/196512291990032002 (Ketua) Prof. Dr. I Nengah Suparta, M.Si/196507111990031003 (Anggota)

Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggarana (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK

Nomor : 0795/023-04.2.01/20/2012 revisi-1 Tanggal : 27 Februari 2012

FMIPA/JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA Tahun 2012

(2)

2

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

a. Judul Program :

Pelatihan Mendesain Media Pembelajaran Menggunakan Model Dick And Carey Bagi Guru-Guru di Kecamatan Penebel

b. Jenis Program : Pelatihan

c. Bidang Kegiatan : Pengembangan Media Pembelajaran d. Identitas Pelaksana:

1. Ketua

- Nama : Dr. Ni Nyoman Parwati, M.Pd

- NIP : 196512291990032002

- Pangkat/Gol. : Pembina Tk.1 /IV.b - Alamat Kantor : Jl Udayana Singaraja - Alamat Rumah : Jl. Sri Rama, 18 Singaraja 2. Anggota

- Nama : Prof. Dr. I Nengah Suparta, M.Si

- NIP : 196507111990031003

- Pangkat/Gol. : Pembina /IV.a - Alamat Kantor : Jl Udayana Singaraja

- Alamat Rumah : Jl. Sri Kandi, Gang Durian, No. 7 Singaraja e. Biaya yang Diperlukan : Rp5.000.000,00 (Lima juta rupiah)

f. Lama Kegiatan : 8 bulan

Singaraja, 31 Oktober 2012

Mengetahui: Ketua Pelaksana,

Dekan FMIPA Undiksha

Prof. Dr. I. B. Pt. Arnyana, M.Si Dr. Ni Nyoman Parwati, M.Pd NIP. 195812311986011005 NIP. 196512291990032002

Mengetahui: Ketua LPM Undiksha

Prof. Dr. Ketut Suma, MS

(3)

3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkat kehadapan Ida Hyang Widhi Waca, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nyalah seluruh rangkaian kegiatan P2M ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Kegiatan P2M ini dapat dilaksanakan berkat adanya bantuan dan kerjasama yang sangat baik dari semua pihak yang terlibat. Pada kesempatan ini kami mengucapkan teriamakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Undiksha yang telah memberikan dana untuk pelaksanaan kegiatan P2M ini.

2. Ketua LPM yang telah memberikan persetujuan untuk melaksanakan kegiatan P2M dalam bentuk pelatihan.

3. Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Penebel yang telah menugaskan stafnya untuk mengikuti kegiatan P2M ini.

4. Semua guru-guru peserta kegiatan P2M yang telah banyak berpartisipasi dan kerjasama yang sangat baik selama mengikuti kegiatan P2M ini.

5. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan P2M ini.

Kami menyadari bahwa apa yang telah kami lakukan dan hasilkan selama melaksanakan kegiatan P2M ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak demi penyempurnaan kegiatan P2M selanjutnya. Kami berharap semoga P2M ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pada umumnya dan bagi peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran di Sekolah Dasar pada khususnya.

Singaraja, 31 Oktober 2012 ttd

(4)

4 DAFTAR ISI

Halaman :

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Pendahuluan dan Analisis Situasi 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Kegiatan P2M 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Media Pembelajaran 5

2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran menggunakan

Model Dick & Carey 11

2.3 Kegiatan P2M yang Telah Dilakukan 22

BAB III METODE PELAKSANAAN 23

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah 23

3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan 23

3.3 Aktivitas P2M 24

3.4 Waktu Efektif Pelaksanaan Kegiatan 25

3.5 Rancangan Evaluasi 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1 Hasil 28

4.2 Pembahasan 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 32

5.1 Kesimpulan 32

5.2 Saran-saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(5)

5

DAFTAR TABEL

Halaman:

Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Media Pembelajaran 26 Tabel 3.2 Pedoman Konversi Kualitas Media Pembelajaran 26

(6)

6 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan dan Analisis Situasi

Penjabaran dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, mendasarkan pada profesionalisme guru, yaitu standar kompetensi yang harus dikuasai seorang pendidik (guru). Dijelaskan, standar kompetensi yang harus dimiliki guru mencakup empat jenis kompetensi yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar (Dirjen Dikti, 2005). Persyaratan kompetensi guru tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.

Sertifikasi guru dalam jabatan telah berlangsung sejak tahun 2006. Berdasarkan hasil uji sertifikasi guru dalam jabatan yang telah dilakukan di Rayon 21 Universitas Pendidikan Ganesha, diketahui bahwa peserta sertifikasi yang tidak lulus dalam penilaian fortofolio untuk kuota tahun 2011 sekitar 25% dari peserta sertifikasi (arsip panitia sertifikasi Rayon 21 Undiksha). Selain itu, dari data kelulusan peserta sertifikasi guru untuk tahun-tahun sebelumnya, menunjukkan persentase ketidak lulusan yang lebih besar yaitu sekitar 40%. Melihat besarnya angka ketidaklulusan peserta sertifikasi guru dalam jabatan, tampaknya perlu dikaji secara lebih mendalam tentang faktor-faktor yang menghambat para peserta untuk mencapai kelulusan dalam uji sertifikasi tersebut. Berdasarkan pengalaman

(7)

7

sebagai anggota assessor sertifikasi guru dalam jabatan di Rayon 21 Universitas Pendidikan Ganesha, pengetahuan dan pengalaman para guru untuk melakukan pengembangan perangkat pembelajaran masih sangat kurang.

Melihat kenyataan yang diuraikan di atas, tampaknya perlu dilakukan suatu kegiatan yang mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan para guru dalam mengembangkan profesionalisme, khususnya dalam pendesainan/ pengembangan media pembelajaran. Hal ini dilakukan melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat (P2M) sebagai salah satu kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mutlak dilakukan oleh dosen. Kegiatan P2M ini dilakukan di Kecamatan Penebel. Khalayak yang menjadi sasaran kegiatan ini adalah para guru SD di Kecamatan Penebel, yang diambil secara acak. Kegiatan ini berupa pelatihan dengan menekankan pada penguasaan terhadap teori dan praktek desain media pembelajaran.

Langkah awal pelaksanaan kegiatan ini adalah melakukan analisis situasi. Lokasi Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan, sekitar 80 km dari kota Singaraja, dengan medan yang cukup berat. Banyak sekolah yang ada di Kecamatan Penebel, yaitu: SD sebanyak 34 sekolah, SMP sebanyak 3 sekolah, dan SMA satu sekolah. Lokasi sekolah dasar khususnya, sebagian besar terletak di daerah pedesaan sehingga kegiatan P2M di bidang pendidikan yang dilakukan oleh Universitas Pendidikan Ganesha sangat jarang sampai ke wilayah-wilayah tersebut. SMA Negeri Penebel dan SMPN 1, terletak di kota kecamatan, sementara dua SMP yang lain di pedesaan. Lokasi-lokasi sekolah yang sebagian besar terletak pada daerah yang agak terpencil mengakibatkan para guru jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Sebagai dampaknya pengetahuan dan pemahaman para guru di wilayah ini masih kurang terkait dengan desain pembelajaran ataupun inovasi-inovasi kegiatan pembelajaran lainnya. Informasi yang sama, juga diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru SD, SMP, dan SMA yang ada di Penebel. Sebagai gambaran keberadaan sekolah dan guru SD di kecamatan Penebel seperti tabel 1.

Mempertimbangkan jumlah guru yang cukup banyak, dengan pemahaman yang masih kurang dalam desain pembelajaran, maka dipandang perlu untuk

(8)

8

mengadakan kegiatan P2M yang melibatkan para guru di daerah ini. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memotivasi para guru dan siswa di sekolah tersebut agar mau melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar secara lebih efektif dan inovatif. Di samping itu, agar para guru khususnya dalam mengajar mau melakukan inovasi-inovasi sebagai bagian dari tugas profesionalismenya. Media pembelajaran yang dikembangkan ini, diharapkan mampu memfasilitasi siswa untuk belajar dengan lebih mudah sehingga proses dan hasil belajar dapat dicapai dengan lebih berkualitas.

Tabel 1. Banyak Sekolah Dasar dan Guru di Kecamatan Penebel. No. Kebendesaan Banyak SD Banyak Guru

1. Jatiluwih 4 33 2. Senganan 4 34 3. Babahan 3 25 4. Penebel 4 35 5. Buruan 4 34 6. Biaung 3 27 7. Rejasa 3 26 8. Penatahan 3 26 9. Wongaya Gede 3 25 10. Mengesta 3 25 Jumlah 34 290

Mitra dari kegiatan P2M ini adalah guru-guru SD di Kecamatan Penebel. Guru-guru yang terlibat diambil dari tiga gugus di kecamatan Penebel sebanyak 20 orang.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam pendahuluan dan analisis situasi, maka beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi yang terjadi pada sebagian besar sekolah di kecamatan Penebel adalah sebagai berikut.

1. Pengetahuan dan keterampilan para guru tentang prosedur pengembangan media pembelajaran masih sangat kurang.

2. Pelibatan para guru dalam kegiatan ilmiah masih kurang.

(9)

9

Secara umum masalah yang dapat dirumuskan adalah “Perlunya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru dalam mendesain media pembelajaran di kecamatan Penebel”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Kegiatan P2M

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan P2M ini adalah: “Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru dalam mendesain media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey di Kecamatan Penebel”.

Manfaat yang ingin diperoleh melalui pelaksanaan P2M ini adalah sebagai berikut.

1)Menambah wawasan para guru tentang hakikat media pembelajaran dan mendesain media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey, sehingga mereka termotivasi untuk mengembangkan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswanya.

2)Memberikan pengalaman langsung kepada guru tentang prosedur mendesain media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey, sehingga guru mampu melaksanakan pembelajaran dengan lebih berkualitas, menarik, dan inovatif.

3)Para siswa memperoleh kesempatan belajar dengan cara yang lebih mudah dan bermakna, sehingga diharapkan hasil belajarnya akan lebih baik.

(10)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dilakukan terkait dengan teori-teori dan upaya-upaya

yang dapat dilakukan dalam memecahkan masalah mitra. Beberapa hal yang

dikaji adalah sebagai berikut.

2.1 Media Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa latin yaitu ‘medium’ yang berarti segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber informasi ke penerima. Menurut Hamidjojo (dalam Setyosari & Sihkabuden, 2005) media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang menyebar ide, sehingga gagasan itu sampai kepada penerima. McLuhan memberikan batasan yang intinya bahwa media sarana yang disebut saluran, karena pada hakikatnya media telah memperluas dan memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar, dan melihat dalam batas jarak dan waktu tertentu. Kini dengan bantuan media batas-batas itu menjadi tidak ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa media adalah suatu alat atau sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran atau jembatan dalam kegiatan komunikasi (penyampaian dan penerima pesan) antara komunikator (penyampai pesan) dan komunikan (penerima pesan).

Media pembelajaran adalah sesuatu (bisa alat, bahan, atau keadaan) yang digunakan sebagai perantara komunikasi dalam kegiatan pembelajaran. Ada enam kategori dasar tentang media, yaitu: teks, audio, visual, video, manipulatif (objek-objek), dan orang (Smaldino, dkk., 2008). Teks merupakan media yang ditampilkan dalam bentuk kata-kata yang disusun, diantaranya dalam bentuk: buku, foster,dan computer screen. Audio adalah segala sesuatu yang dapat didengar, misalnya: suara orang, musik, dan suara mesin. Visual diantaranya, terdiri dari: diagram, gambar, photo, grafik, dan kartun. Video adalah media yang menampilkan gambar bergerak, misalnya: DVD, videotape, dan animasi komputer. Kumpulan material yaitu: objek-objek dan model-model nyata. Objek

(11)

11

manipulatif adalah benda-benda tiga dimensi yang dapat dipegang oleh pebelajar. Media orang, seperti: guru, pebelajar, atau ahli bidang studi.

Penggunaan media dalam pembelajaran akan lebih efektif apabila dimiliki pemahaman yang mendasar tentang bagaimana pebelajar belajar. Media pembelajaran merupakan sarana untuk membantu pebelajar belajar. Sebagai guru diharapkan mampu memilih teknologi dan media yang tepat untuk membantu pebelajar belajar. Belajar merupakan pengembangan pengetahuan baru, keterampilan, atau sikap sebagai interaksi individu dengan lingkungannya.

2.1.2 Landasan Media Pembelajaran

Pemilihan media pembelajaran, menurut Smaldino, dkk. (2008) memiliki dasar-dasar atau landasan agar dapat mempermudah pebelajar belajar, meliputi: 1) landasan psikologis, 2) landasan historis, 3) landasan teknologis, dan 4) landasan empirik. Uraian masing-masing landasan tersebut sebagai berikut.

1) Landasan psikologis media pembelajaran

Landasan psikologis penggunaan media pembelajaran adalah rasional mengapa media itu digunakan ditinjau dari kondisi pebelajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi. Walaupun telah diketahui adanya pandangan yang berbeda tentang belajar dan bagimana belajar itu terjadi, namun dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan prilaku oleh adanya pengalaman. Perubahan prilaku tersebut dapat berupa bertambahnya pengetahuan, diperolehnya keterampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang telah belajar. Pengetahuan dan pengalaman itu diperoleh melalui alat indera pebelajar karena itu diperlukan rangsangan (menurut teori behaviorisme) atau informasi (menurut teori kognitif) atau pengalaman (menurut teori konstruktivisme), sehingga respon terhadap rangsangan atau informasi atau lingkungan yang telah diproses itulah hasil belajar diperoleh.

Proses belajar terjadi secara individual sehingga apa yang terjadi pada pebelajar A dan pebelajar B terhadap rangsangan/informasi/pengalaman yang sama, tidak pernah menghasilkan perolehan belajar yang sama pula. Upaya yang dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran adalah menyediakan rangsangan/informasi/pengalaman yang ditata dan diorganisasikan dengan cara yang bermacam-macam agar pebelajar yang memiliki kondisi dan karakteristik

(12)

12

yang berbeda-beda dapat memperoleh pengalaman belajar yang optimal. Penyediaan informasi dan pengalaman belajar harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir pebelajar.

2) Landasan historis media pembelajaran

Yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran adalah rasional penggunaan media pembelajaran ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran.

Perkembangan konsep media pembelajaran bermula dengan lahirnya konsepsi pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923. Alat bantu visual adalah setiap gambar, model, benda, atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada pebelajar. Kemudian konsep pengajaran visual ini berkembang menjadi “audio visual instruction” atau “audio visual education” yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 muncul beberapa variasi

nama, seperti: “audio visual materials”, “audio visual methods”, dan “audio visual devices”. Intinya adalah digunakannya berbagai alat atau bahan oleh guru

untuk memindahkan gagasan dan pengalaman pebelajar melalui mata dan telinga. Perkembangan besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “audio visual communication” pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep

komunikasi dalam pembelajaran, penekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan proses komunikasi informasi atau pesan dari sumber (guru, materi, atau bahan) kepada penerima (pebelajar).

Beberapa istilah yang muncul sebagai variasi dari istilah “instruksional materials” adalah “teaching/learning materials”, “learning resources”,

educational media” dan “instructional media”, yang secara konsepsi memiliki

makna yang sama, yaitu dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut.

3) Landasan teknologis media pembelajaran

Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan belajar bagi pebelajar. Pada prinsipnya suatu media akan memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh pebelajar yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media pembelajaran tersebut.

(13)

13

Media pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran memiliki enam manfaat potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran, yaitu:

a) Meningkatkan produktivitas pendidikan (can make education more productive).

Media dapat meningkatkan produktivitas pendidikan, antara lain: dengan jalan mempercepat laju belajar pebelajar dan membantu guru menggunakan waktunya secara lebih baik. Di samping itu, media dapat mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar pebelajar. b) Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual

(can make education more individual).

Pembelajaran menjadi lebih bersifat individual antara lain dalam variasi cara belajar pebelajar, pengurangan kontrol guru dalam proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk berkembang sesuai dengan kemampuan dan kesempatan belajarnya.

c) Memberikan dasar lebih ilmiah pada pembelajaran (can give instruction a more scientific base).

Media dapat memberikan landasan ilmiah dalam penyajian bahan. Artinya perencanaan program pembelajaran lebih sistematis, pengembangan bahan pengajaran dilandasi oleh penilaian tentang karakteristik pebelajar, karakteristik bahan pembelajaran, analisis instruksional dan pengembangan desain pembelajaran dilakukan dengan serangkaian uji coba yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

d) Pembelajaran lebih mantap (make instruction more powerful)

Pembelajaran menjadi lebih mantap dengan jalan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi melalui berbagai media komunikasi, dimana informasi dan data yang diterima lebih banyak, lengkap, dan akurat.

e) Proses pendidikan menjadi lebih langsung/seketika (can make learning more immediate)

Pembelajaran melalui media akan memberikan pengalaman nyata dan langsung bagi pebelajar. Media mengatasi jurang pemisah antara pebelajar

(14)

14

dan sumber belajar, mengatasi keterbatasan manusia pada ruang dan waktu dalam memperoleh informasi, dan dapat menyajikan ”kekonkretan” meskipun tidak secara langsug.

f) Akses pendidikan menjadi lebih merata/sama (can make access to education more equal)

Media pembelajaran yang dipakai di kelas tidak membedakan pebelajar dan semua pebelajar mendapatkan hal yang sama melalui media yang digunakan. Penggunaan media dimaksudkan untuk menjangkau semua pebelajar.

4) Landasan empirik media pembelajaran

Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi antara pengguna media pembelajaran dan karakteristik pebelajar dalam menentukan hasil belajar pebelajar. Artinya pebelajar akan mendapatkan keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya. Pebelajar yang memiliki gaya visual akan lebih mendapat keuntungan melalui penggunaan media visual, seperti: film, video, gambar, atau diagram; sedangkan pebelajar yang memiliki gaya belajar auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti rekaman, radio, atau ceramah guru.

2.1.3 Peranan dan Fungsi Media Pembelajaran

Media dapat menyediakan berbagai pelayanan dalam belajar. Ketika sebuah pembelajaran merupakan teacher centered (beroientasi pada guru) maka media digunakan untuk mendukung penyampaian pembelajaran. Di lain pihak jika pembelajaran merupakan students centered (berorientasi pada pebelajar/siswa) maka, pebelajar merupakan pengguna utama dari media.

Sebagai komponen dalam pembelajaran, media memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi komponen-komponen lainnya, yaitu sebagai komponen yang dimuati pesan pembelajaran untuk disampaikan kepada pebelajar. Pada proses penyampaian pesan ini seringkal terjadi gangguan yang mengakibatkan pesan pembelajaran tidak diterima oleh pebelajar seperti apa yang dimaksudkan oleh penyampai pesan (pembelajar) (Smaldino, dkk., 2008). Gangguan-gangguan komunikasi antara pembelajar dan pebelajar ini disebabkan oleh beberapa hal

(15)

15

seperti: 1) verbalisme, 2) salah tafsir, 3) perhatian ganda, 4) pembentukan persepsi tak bermakna, 5) kondisi lingkungan yang tak menunjang.

Kunci pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan gangguan proses penyampaian pesan pembelajaran ini terletak pada media yang dipakai dalam proses tersebut. Pemilihan media yang tepat, sesuai dengan keistimewaan yang dimilikinya, akan dapat memperkecil gangguan-gangguan ini. Secara umum media-media tertentu memiliki keistimewaan seperti berikut ini.

1) Kemampuan fiksatif. Artinya bahwa media memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan, dan kemudian menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. Dengan kemampuan itu bearati suatu objek atau kejadian dapat digambar, dipotret, difilimkan, atau direkam kemudian dapat disimpan lama dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan lagi dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.

2) Kemampuan manipulatif. Artinya bahwa dengan kemampuan ini media dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam cara disesuaikan dengan keperluan. Maksudnya penampilan suatu objek atau kejadian dapat diubah-ubah ukurannya, kecepatannya serta dapat diulang-ulang penampilannya.

3) Kemampuan distributif. Artinya bahwa dengan kemampuan ini, dalam sekali penampilan suatu objek atau kejadian dapat menjangkau pengamat yang sangat banyak. Misalnya penggunaan media TV atau radio.

Dilihat dari keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki, media mempunyai fungsi yang jelas untuk menghindari dan memperkecil gangguan komunikasi penyampaian pesan pembelajaran, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Menghindari terjadinya verbalisme. 2) Membangkitkan minat/motivasi 3) Menarik perhatian pebelajar

4) Mengatasi keterbatasan; ruang, waktu dan ukuran 5) Mengaktifkan pebelajar dalam kegiatan belajar 6) Mengefektifkan pemberian rangsangan untuk belajar.

(16)

16 2.1.4 Pemelihan Media Pembelajaran

Ada sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan pembelajar dalam memilih, mengembangkan dan menggunkan media pembelajaran. Faktor-faktor terebut adalah:

1) Tidak ada satu media yang paling unggul untuk semua tujuan. Suatu media hanya cocok untuk tujuan pembelajarn tertentu, tetapi belum tentu cocok untuk yang lain.

2) Media adalah bagian integral dari proses belajar-mengajar. Hal ini berarti bahwa media bukan sekadar alat bantu mengajar, tetapi merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari proses belajar-mengajar. Penetapan suatu media haruslah sesuai dengan komponen yang lain dalam perangcangan pembelajaran. Tanpa alat bantu mengajar mungkin pembelajaran tetap dapat berlangsusng, tetapi tanpa media pembelajaran itu tidak akan terjadi.

3) Media apapun yang hendak digunakan, sasaran akhirnya adalah untuk memudahkan belajar pebelajar/siswa. Kemudahan belajar pebelajar haruslah dijadikan acuan utama pemilihan dan penggunaan suatu media.

4) Penggunaan berbagai media dalam suatu kegiatan pembelajaran, bukan sekadar selingan/pengisi waktu atau hiburan, melainkan mempunyai tujuan yang menyatu dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.

5) Pemilihan media hendaknya objektif (didasarkan pada tujuan pembelajaran), tidak didasarkan pada kesenangan pribadi.

6) Penggunaan beberapa media sekaligus akan dapat membingungkan pebelajar. Penggunaan multi media tidak berarti menggunakan media yang banyak sekaligus, tetapi media tertentu dipilih untuk tujuan tertentu dan media yang lain untuk tujuan yang lain pula.

7) Kebaikan dan keburukan media tidak bergantung pada konkretan dan keabstrakannya. Media yang konkret wujudnya, mungkin sukar untuk dipahami karena rumitnya, tetapi media yang abstrak dapat pula memberikan pengertian yang tepat.

2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran Menggunakan Model Dick & Carey Dalam pemahaman tradisional, proses belajar dan mengajar melibatkan, guru, siswa, dan buku teks. Materi pelajaran yang akan diajarkan oleh guru telah

(17)

17

termuat dalam buku teks. Pandangan ke depan tentang pembelajaran, merupakan suatu proses sistematis yang melibatkan komponen-komponen yang saling terkait, seperti: pebelajar, pengajar, bahan pembelajaran, dan lingkungan belajar, semua ini merupakan hal yang penting untuk kesuksesan belajar.

Terdapat beberapa model pengembangan desain pembelajaran secara sistematis yang terkenal, seperti: Model Kemp, Assure, dan Dick & Carey. Model Dick & Carey adalah yang paling banyak digunakan oleh desainer pembelajaran dan pelatihan. Alur proses pengembangan menurut Dick & Carey (2001) adalah seperti bagan berikut.

Ada 10 tahapan proses yang dilakukan mulai dari awal pengembangan sampai pada produk/model sebagai hasil pengembangan, yaitu:

a. Menganalisis kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan (instructional goal) b. Menganalisis pembelajaran

c. Menganalisis pebelajar dan konteksnya d. Menuliskan tujuan unjuk kerja

e. Mengembangkan instrumen penilaian f. Mengembangkan strategi pembelajaran

g. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran h. Merancang dan melaksanakan Evaluasi formatif i. Merevisi pembelajaran

j. Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif

Berikut dipaparkan tahapan pengembangan model Dick & Carey sampai pada pembentukan produk, yaitu dari tahapan analisis kebutuhan dan identifikasi tujuan umum sampai dengan pengembangan material pembelajaran.

(18)

18

2.2.1 Analisis Kebutuhan dan Identifikasi Tujuan Umum Pembelajaran Dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan tujuan umum pembelajaran adalah pendekatan ahli materi dan pendekatan teknologi untuk unjuk kerja. Tujuan umum pembelajaran yang dibuat oleh ahli materi biasanya menggunakan kata mengetahui dan memahami terkait dengan informasi/konten.

Tujuan umum pembelajaran merupakan pernyataan yang jelas tentang perilaku yang ditunjukkan oleh pebelajar sebagai hasil dari belajar. Tujuan umum ini disusun berdasarkan analisis kebutuhan dalam mencermati problem dan menentukan akar dari problem. Analisis kinerja biasanya dilakukan untuk mengkaji problem dan akar problem yang dilakukan dengan cara wawancara, survey, observasi, dan diskusi kelompok kecil. Dari akar permasalahan ini dibuat beberapa alternatif pemecahan masalah. Dari beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut dipilih satu pemecahan yang terbaik.

Tujuan umum pembelajaran dipilih dan disempurnakan melalui proses yang rasional yang mampu menjawab pertanyaan tentang: (a) permasalahan dan kebutuhan, (b) kejelasan dari pernyataan tujuan, (c) ketersediaan sumber daya pendukung dalam mendesain dan mengembangkan pembelajaran (dalam hal ini media pembelajaran). Beberapa pertanyaan yang mesti dijawab terkait dengan permasalahan dan kebutuhan adalah: (a) apakah kebutuhan telah dideskripsikan dan diverifikasi? (b) apakah kebutuhan tampak dengan jelas atau nyata, baik sekarang dan yang akan datang? (c) apakah solusi terhadap permasalahan pembelajaran yang dipilih adalah yang paling efektif ? (d) apakah ada kesesuaian yang masuk akal antara pemecahan masalah dengan permasalahan dan tujuan umum pembelajaran yang diusulkan? dan (e) apakah tujuan umum pembelajaran diterima oleh pengguna?.

Tujuan umum pembelajaran memuat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan dalam memecahkan permasalahan. Tujuan mendeskripsikan pencapaian pembelajaran, bukan proses pembelajaran. Pernyataan tujuan fokus pada apa yang bisa dilakukan dan konteks dimana pebelajar bisa menggunakannya. Pernyataan tujuan umum biasanya mengandung kata: menyelesaikan, menerapkan, dan mengelola. Prosedur yang direkomendasikan untuk mengidentifikasi tujuan umum, mencakup langkah berikut :

(19)

19 a. Tulis tujuan umum.

b. Buat daftar semua perilaku yang harus ditunjukkan oleh pebelajar sebagai hasil belajar atau tujuan yang ingin dicapai.

c. Analisis daftar perilaku yang telah dikembangkan dan pilih yang terbaik yang mencerminkan pencapaian dari tujuan.

d. Gabungkan perilaku terpilih ke dalam pernyataan tujuan yang mendeskripsikan apa yang ditunjukkan oleh pebelajar.

e. Evaluasi pernyataan tujuan umum yang telah direvisi dan tetapkan apakah pebelajar yang menunjukkan perilaku tersebut akan mencapai tujuan yang lebih umum (dari tujuan yang dibuat di awal)

2.2.2 Analisis Pembelajaran

Tujuan utama menganalisis pembelajaran adalah mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang akan dilibatkan dalam pembelajaran.

Analisis Tujuan Umum Pembelajaran

Pertanyaan pertama desainer dalam mengidentifikasi tujuan umum adalah apa sebenarnya yang dapat ditunjukkan/dilakukan pebelajar apabila tujuan telah dicapai? Analisis tujuan umum dilakukan setelah ditetapkan pernyataan yang jelas tentang pernyataan tujuan umum. Ada dua tahapan yang dilakukan dalam menganalisis tujuan umum.

Tahap pertama yang dilakukan dalam menganalisis tujuan umum adalah mengklasifikasikan tujuan umum ke dalam 4 domain belajar, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, phsikomotor, dan sikap. Informasi verbal merupakan domain belajar yang sifatnya ingatan terhadap fakta. Pada dasarnya, tujuan pada informasi verbal ini mengharapkan pebelajar memberikan respon spesifik terhadap pertanyaan yang spesifik, satu jawaban atau cara menjawab pertanyaan tersebut, tidak melibatkan manipulasi simbol, pemecahan masalah, atau menerapkan kaidah (rule). Domain belajar informasi verbal biasanya dinyatakan menggunakan kata: sebutkan (name, state, list) dan menggambarkan (describe).

Keterampilan intelektual adalah domain belajar yang memerlukan pebelajar melakukan aktivitas kognitif. Ada tiga jenis keterampilan intelektual

(20)

20

yang umum, yaitu: pembentukan konsep, menerapkan kaidah, dan pemecahan masalah. Pembentukan dan pemahaman konsep adalah keterampilan kognitif dasar yang harus dikuasai oleh pebelajar. Belajar konsep umumnya dilakukan dengan pemberian contoh dan bukan contoh. Model Taba dan Bruner mengkaji secara lebih mendalam tentang belajar konsep ini (Degeng, tanpa tahun).

Kaidah dan pemecahan masalah merupakan keterampilan intelektual yang lebih tinggi yang membutuhkan penguasaan terhadap konsep. Kaidah menyatakan gabungan atau hubungan dari beberapa konsep. Kaidah yang sederhana merupakan gabungan dari dua konsep disebut dengan kaidah atomik dan kaidah yang merupakan gabungan dari kaidah atomik disebut dengan kaidah tingkat lebih tinggi, higher order rule. Pemecahan masalah merupakan keterampilan intelektual yang paling tinggi yang terdiri dari pemecahan masalah terstruktur dan kompleks (tidak terstruktur). Permasalahan yang terstruktur yang umum ditekankan dalam pembelajaran, dimana pebelajar diharapkan menggunakan beberapa konsep dan kaidah untuk memecahkan masalah yang terdefinisikan dengan baik, diberikan situasi dan variabel yang diperlukan. Pada masalah yang tidak terstruktur diperlukan kemampuan dalam melakukan pengkajian secara multipel melalui eksplorasi sendiri konsep dan kaidah yang dimiliki sehingga tidak ada solusi tunggal dari permasalahan ini. Domain belajar pada keterampilan kognitif (intelektual) ini paling banyak memperoleh penekanan dalam belajar.

Karakteristik dari keterampilan phsikomotor adalah pebelajar harus menggunakan aktivitas otot atau fisik, dengan ataupun tanpa peralatan untuk mencapai suatu hasil. Pada situasi tertentu kadang lebih banyak unsur phsiko atau proses mental (aktivitas kognitif) dalam tujuan pshikomotor yang pada akhirnya diterjemahkan ke dalam aktivitas fisik tertentu.

Sikap biasanya dinyatakan sebagai kecenderungan bertindak atau untuk memilih dan memutuskan sesuatu. Sikap merujuk pada kesiapan mental dalam memberikan respon positif atau negatif terhadap suatu objek. Karakteristik dari tujuan pada domain sikap adalah tujuan ini sangat mungkin tidak dicapai pada akhir pembelajaran. Tujuan penting ini cenderung bersifat jangka panjang dan sangat sulit diukur dalam waktu singkat. Mengukur sikap dilakukan dengan

(21)

21

menyuruh pebelajar melakukan sesuatu, bisa saja keterampilan intelektual, informasi verbal, maupun phsikomotor.

Domain belajar yang dikemukakan oleh Dick dan Carey ini sebenarnya mengadopsi 5 domain yang dikemukakan oleh Gagne, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, phsikomotor, sikap, dan strategi kognitif. Hanya saja, strategi kognitif dimasukkan dalam bagian keterampilan intelektual, yaitu pemecahan masalah yang kompleks (ill-structured).

Tahap kedua dalam analisis tujuan umum pembelajaran adalah mengidentifikasi tahapan utama tentang apa yang didemonstrasikan sebagai tanda dari ketercapaian tujuan. Tahapan utama ini mesti mengandung perilaku dan konten yang relevan, dan harus diurutkan secara logis dan efisien. Untuk domain belajar keterampilan intelektual, phsikomotor, dan sikap, harus dibuat diagram urutan tahapan yang hierarkies. Tahapan yang dibuat adalah berupa urutan tentang apa yang dilakukan pebelajar bukan urutan mengajar sehingga setiap tahap maupun subtahap memuat tentang kerja (menggunakan kata kerja).

Produk akhir dari analisis tujuan umum adalah diagram keterampilan, ikhtisar tentang apa yang dilakukan pebelajar ketika mencapai tujuan umum pembelajaran. Diagram ini bersifat tentatif (draft) yang akan dievaluasi dan disempurnakan, dilihat dari keluasan, dan ketepatan urutannya.

Mengidentifikasi Keterampilan Subordinat dan Entry Behavior

Pertanyaan berikutnya adalah apa yang perlu dikuasai oleh pebelajar untuk bisa melakukan tahapan utama dan sub-tahapan dalam rangka mencapai tujuan umum pembelajaran. Tahapan utama yang telah ditetapkan pada analisis tujuan umum memerlukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan prasyarat (subordinate skills) untuk masing-masing tahapan utama ataupun subtahapan utama. Setiap keterampilan dikaji apakah diperlukan keterampilan prasarat, demikian seterusnya.

Produk akhir dari tahapan analisis keterampilan subordinat adalah kerangka atau diagram keterampilan subordinat yang diperlukan pebelajar untuk menguasai setiap tahapan utama dari tujuan umum pembelajaran. Keseluruhan hasil dari analisis pembelajaran adalah: tujuan umum pembelajaran, tahapan utama dan subtahapan utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum,

(22)

22

keterampilan subordinat yang diperlukan untuk menguasai tahapan utama, dan entry behavior. Kerangka atau diagram tahapan utama dan keterampilan merupakan landasan dari semua aktivitas yang dilakukan dalam desain pembelajaran berikutnya.

2.2.3 Menganalisis Pebelajar dan Konteks

Tahapan proses pengembangan di atas sudah menghasilkan draf kajian tentang apa yang akan diajarkan. Disamping kajian tentang apa yang akan diajarkan, sangat perlu dilakukan analisis pebelajar (pengkajian tentang karakteristik pebelajar), dan analisis konteks (konteks bagaimana pembelajaran disampaikan, dan konteks bagaimana keterampilan akan digunakan pada akhirnya). Analisis ini akan memberikan arahan pada bagaimana cara mengajarkan apa yang akan diajarkan.

Hasil analisis yang cermat dari karakteristik pebelajar, konteks kinerja, dan konteks belajar akan memudahkan dalam mengembangkan tujuan pembelajaran khusus yang sesuai dengan keterampilan, pebelajar, dan konteks.

2.2.4 Menuliskan Tujuan khusus Pembelajaran

Tujuan pembelajaran khusus adalah deskripsi secara detail tentang apa yang akan dapat dikerjakan pebelajar setelah menyelesaikan suatu unit pembelajaran. Lebih tegasnya, tujuan pembelajaran khusus diturunkan dari keterampilan-keterampilan yang ditetapkan dalam analisis pembelajaran. Satu atau lebih tujuan bisa dibuat untuk setiap keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis pembelajaran. Bahkan keterampilan pada entry behavior perlu dituliskan tujuan khsusnya karena salah satu fungsi penulisan tujuan khusus adalah untuk mengarahkan evaluasi.

Penetapan komponen kriteria dari tujuan merupakan bagian krusial karena menyangkut keputusan kelayakan tentang tercapainya tujuan. Banyak desainer pembelajaran menggunakan rubrik atau ceklis untuk mendefinisikan kriteria yang kompleks untuk respon (jawaban, produk, dan unjuk kerja) yang dapat diterima. Kriteria untuk domain phsikomotor dan sikap umumnya lebih kompleks dimana sejumlah perilaku yang dapat diamati perlu ditabelkan. Perilaku-perilaku ini sangat berguna untuk mengembangkan ceklis atau rating scale yang diperlukan. Ketika hanya ada satu respon yang mungkin, banyak desainer tidak menuliskan

(23)

23

kriteria karena sudah terimplikasi di dalamnya, sementara desainer yang lain hanya menambahkan kata ”dengan benar”.

2.2.5 Pengembangan Instrumen Assesmen

Assesmen mencakup semua jenis aktivitas yang ditunjukkan pebelajar sebagai indikator telah mencapai tujuan. Dengan demikian, assesmen mengandung makna yang umum, tidak hanya pengukuran yang sifatnya testing saja. Assesmen memegang peranan penting, baik dalam mengevaluasi ketercapaian tujuan ataupun kualitas pembelajaran. Dalam proses desain pembelajaran dengan pendekatan sistem, kajian tentang assesmen dilakukan sebelum pengembangan strategi, pengembangan material dan pelaksanaan pembelajaran, karena assesmen merupakan acuan/landasan pengembangan strategi pembelajaran. Assesmen yang dikembangkan dalam proses desain pembelajaran adalah assesmen yang menggunakan acuan kriteria (criteria refferenced assesment).

Dalam mengembangkan tes acuan kriteria, sangat perlu dibuat tabel tentang tujuan yang dikaitkan dengan unjuk kerja (kinerja) sesuai dengan hasil analisis pembelajaran. Kondisi, perilaku, dan kriteria yang terkandung dalam pernyataan tujuan akan membantu dalam menentukan format terbaik dari instrumen assesmen.

2.2.6 Pengembangan Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merujuk pada berbagai variasi aktivitas pembelajaran (belajar-mengajar). Strategi pembelajaran yang dimaksud di sini adalah strategi mikro, strategi terkait dengan tujuan khusus tertentu. Untuk mengembangkan strategi mikro diperlukan kajian strategi makro, yaitu keseluruhan strategi mulai dari mengenalkan topik pada pebelajar sampai dengan tercapainya tujuan umum.

Suatu material belajar yang baik mengandung strategi atau prosedur yang dilakukan guru dalam mengelola pembelajaran. Dalam pembelajaran yang student centered, strategi pembelajaran harus dibangun oleh pebelajar. Oleh sebab itu dalam mendesain dan mengembangkan material belajar sangat penting dilakukan kajian tentang strategi pembelajaran. Kebutuhan psikologi pendidikan tentang

(24)

24

belajar dan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap belajar memegang peranan penting.

2.2.7 Pengembangan Material Pembelajaran

Material pembelajaran merujuk pada sejumlah material awal yang sudah ada dan material yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan. Semua material pembelajaran harus dilengkapi dengan tes atau assesmen kinerja untuk produk. Material pembelajaran juga perlu dilengkapi dengan manual bagi instruktur untuk menunjukkan bagaimana material ini diimplementasikan dalam pembelajaran. Secara keseluruhan, untuk mengembangkan pembelajaran diperlukan sumber-sumber material berikut:

 Tujuan umum pembelajaran  Analisis pembelajaran  Tujuan pembelajaran khusus  Item tes

 Karakteristik pebelajar

 Karakteristik konteks kinerja dan konteks belajar

 Strategi pembelajaran yang mencakup preskripsi tentang: (a) urutan tujuan khusus, (b) aktivitas pembelajaran awal, (c) assesmen yang akan digunakan, (d) penyajian konten dan contoh, (d) partisipasi pebelajar, (e) strategi untuk ingatan dan keterampilan transfer pengetahuan, (f) aktivitas yang dirancang untuk pelajaran individu, pengelompokan pebelajar dan pemilihan media, dan (g) sistem penyampaian. Dalam memilih media, evaluasi yang cermat perlu dilakukan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Dengan menyelesaikan rangkaian tahapan proses desain pembelajaran pada tahap ini, maka akan dihasilkan draf material pembelajaran, draf assesmen, dan draf manual pembelajaran. Draf pembelajaran ini sangat perlu memperoleh umpan balik dari pebelajar, instruktur, ahli untuk selanjutnya dilakukan revisi. 2.2.8 Pengembangan Materi Pembelajaran

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan dan pemilihan materi pembelajaran, yaitu: 1) memilih media dan menyampaikan sistem, 2) komponen-komponen dalam paket pembelajaran, 3) kriteria untuk

(25)

25

mengevaluasi materi berdasarkan beberapa kategori, 4) peranan pengajar dalam pengembangan materi, dan 5) penyampaian pengajaran, serta 6) strategi-strategi pembelajaran.

a) Pemilihan media dan sistem penyampaian dalam pembelajaran, yaitu: 1) Ketersediaan materi pembelajaran

2) Keterbatasan produk dan implementasi

3) Fasilitas yang tersedia untuk mencapai tujuan pembelajaran b) Komponen paket pembelajaran

1) Bahan ajar

Beberapa definisi tentang bahan ajar, adalah sebagai berikut.

 Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.

 Bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk merencanakan dan menelaah implementasi pembelajaran.

 Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/pengajar dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

2) Penilaian: semua materi pembelajaran perlu disertai dengan penilaian produk atau kinerja. Hal ini bisa berbentuk pretes atau postes.

3) Pelatihan manajemen informasi: tinjauan menyeluruh mengenai materi yang akan diberikan dalam pembelajaran.

c) Memilih materi pembelajaran yang telah tersedia

Memilih materi pembelajaran yang telah tersedia dalam strategi pembelajaran untuk menentukan apakan materi tersebut sudah memenuhi standar pencapaian tujuan.

d) Peranan instruktur/pengajar/desainer dalam penyampaian dan pengembangan materi pembelajaran, dapat dikategorikan dalam 2 kelompok, yaitu:

1) Desainer sebagai pengembang dan instruktur, artinya bahwa orang yang merancang atau mendesain pembelajaran juga merupakan orang yang mengembangkan materi sekaligus mengajar siswa.

(26)

26

2) Desainer sebagai pengembang, artinya seorang desainer bertangung jawab untuk desain, pengembangan, dan implementasi dalam sebuah pelatihan. e) Pengembangan evaluasi formatif pembelajaran, meliputi:

1) Bahan pembelajaran 2) Model pembelajaran

3) Pengembangan sumber dan media pembelajaran 2.2.9 Melakukan Evaluasi Formatif

Secara umum tujuan dari pelaksanaan evaluasi formatif adalah untuk melakukan revisi produk agar diperoleh produk yang lebih efektif dan efisien. Jadi penekanannya adalah pada pengumpulan dan analisis data serta revisi.

Ada tiga fase mendasar dalam melaksanakan evaluasi formatif, yaitu: 1) One to one atau evaluasi klinis

2) Evaluasi dalam kelompok kecil yang terdiri dari 8 sampai 20 siswa yang dipilih secara representatif mewakili populasi.

3) Uji coba terbatas pada kelas yang sesungguhnya, mungkin melibatkan sekitar 30 siswa.

Dalam memilih siswa secara representatif perlu dipertimbangkan agar semua kelompok terwakili, yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu juga perlu dipertimbangkan sikap dan masa kerja. Tujuan utama dari pelaksanaan evaluasi dalam kelompok kecil, yaitu: (1) menentukan efektifitas perubahan yang dibuat berdasarkan evaluasi one to one dan mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dialami oleh pebelajar; (2) menentukan kapan pebelajar dapat menggunkan instruksi tanpa interaksi dengan pengajar. Tujuan ujicoba terbatas adalah untuk menilai efektifitas perubahan yang dilakukan pada tahap kelompok kecil. Uji coba dilakukan pada kelas yang lebih besar, yang melibatkan sekitar 30 siswa. Hasil dari uji coba ini merupakan tahap revisi terakhir dalam evaluasi formatif.

2.2.10 Revisi Bahan Ajar

Tujuan dari tahap ini adalah memberikan rangkuman data dari hasil evaluasi formatif, mengidentifikasi kekurangan dalam materi pengajaran dan sebagai bahan untuk penyajian pembelajaran.

(27)

27

1) menjadikan produk lebih cermat dan lebih efektif sebagai bahan ajar;

2) revisi yang berkaitan dengan cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan ajar.

2.3 Kegiatan P2M yang Telah Dilakukan

Kegiatan P2M yang telah dilakukan dan dipandang sebagai kegiatan pendahuluan untuk melaksanakan kegiatan P2M ini adalah kegiatan P2M yang dilakukan oleh Parwati, dkk. (2003-2011), beberapa diantaranya berjudul: (1) Pelatihan Pembuatan Alat Peraga Matematika Bagi Guru-guru SD; (2) Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika Melalui Pelatihan Implementasi Model-model Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar; (3) Pendampingan penulisan buku ajar menggunakan model Dick and Carey; dan (4) Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian Pengembangan.

Semua kegiatan P2M yang telah dilakukan tersebut telah memberikan hasil yang baik, hal ini bisa dilihat dari antusias para guru sebagai peserta kegiatan selalu melebihi dari yang direncanakan. Produk yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan tersebut dapat diaplikasikan dalam melaksanakan pembelajaran selanjutnya, seperti: alat peraga yang dihasilkan oleh guru-guru di SD 3 Mengesta bisa digunakan dalam membantu pelaksanaan pembelajaran yang efektif; buku ajar yang dihasilkan oleh guru-guru SD di Kota Singaraja berkualitas baik dan bisa digunakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas karena guru sendiri yang merancang dan sesuai dengan karakteristik siswa.

Namun, mempertimbangkan keberadaan para guru cukup banyak, tidak mungkin bisa memberikan pelatihan dalam satu kali pelatihan. Oleh karena itu perlu diadakan kegiatan-kegiatan yang serupa untuk guru-guru di daerah lain atau pada guru yang sama dengan memberikan materi yang berbeda. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk mendukung akses pemerataan pendidikan sampai ke daerah-daerah ”terpencil”.

(28)

28 BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Masalah yang terjadi di lokasi P2M ini adalah pengetahuan dan keterampilan para guru dalam mendesain media pembelajaran sangat kurang. Padahal, melalui pengetahuan tentang desain media pembelajaran para guru bisa melakukan berbagai inovasi dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih menarik dan siswa lebih mudah untuk belajar. Dengan demikian, diharapkan kualitas proses dan hasil belajar siswa akan lebih baik. Kegiatan ini juga sangat bermanfaat bagi guru untuk melakukan berbagai inovasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan sekaligus untuk meningkatkan profesionalisme guru.

Berdasarkan masalah yang dialami oleh para guru di lokasi P2M yang dilaksanakan ini, maka hal yang dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan memberikan kegiatan pelatihan. Pelatihan yang diberikan adalah menyangkut mendesain media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey. Pelatihan secara teoritis, dilakukan selama dua hari dan kegiatan praktek mendesain media pembelajaran dilakukan secara mandiri selama dua bulan. Dengan demikian para guru akan mendapat pemahaman secara menyeluruh tidak sekadar pemahaman secara teoritis saja.

3.2 Metode Pelaksanaan Kegiatan

P2M ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan yang terdiri dari dua tahap yaitu: tahap pertama, pelatihan pemantapan pemahaman desain media pembelajaran secara teoritis dan tahap kedua, pelatihan praktek penyusunan media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey.

Pelaksanaan masing-masing tahap diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap pelatihan pemantapan pemahaman desain media pembelajaran Langkah-langkah kegiatannya adalah sebagai berikut.

a) Penentuan Lokasi Kegiatan

Kegiatan P2M ini dilaksanakan di SD 1 Penebel. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kemudahan atau sangat strategis bagi peserta dari

(29)

masing-29

masing SD di kebendesaan untuk menjangkau lokasi ini. Pemanfaatan lokasi ini didasarkan atas ijin kepala sekolah dan dinas pendidikan kecamatan Penebel.

b) Tim P2M

Tim pelaksana kegiatan P2M ini terdiri dari 2 orang. Sebagai Ketua Dr. Ni Nyoman Parwati, M.Pd dengan anggota Prof. Dr. I Nengah Suparta, M. Si. Tim kegiatan ini telah mempunyai pengalaman dalam mengembangkan media pembelajaran khususnya media pembelajaran matematika yang inovatif di SD dan SMP. Di samping itu, ketua tim pelaksana telah berpengalaman dalam membina guru-guru SD di provinsi Bali dalam melaksanakan pembelajaran berbantuan alat peraga melalui program MEQIP. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh ketua tim, maka pelaksanaan kegiatan P2M ini bisa berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan yang baik oleh mitra.

c) Kontribusi Mitra

Kontribusi mitra dalam kegiatan P2M ini adalah dalam mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan, mulai dari mengumpulkan calon peserta pelatihan, mengkoordinasikan waktu pelaksanaan, sampai pada penyediaan sarana dan prasarana pelatihan.

2. Pelatihan praktek penyusunan media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey.

Praktek penyusunan media selanjutnya, dilakukan dalam bentuk kegiatan kerja mandiri dan dilakukan monitoring oleh tim pelaksana kegiatan P2M yang dibantu oleh 4 orang kepala sekolah, yaitu kepala sekolah SD 1 dan SD 2 Penebel, kepala SD 2 Pitera, dan kepala SD 1 Babahan. Pelaksanaan kegiatan mandiri dilakukan selama 2 bulan dan diakhiri dengan melaksanakan penilaian produk media pembelajaran yang dilakukan mulai pada minggu ke tiga bulan Oktober 2012.

3.3 Aktivitas P2M

1) Melaksanakan pelatihan desain media pembelajaran selama dua hari, meliputi: hari pertama pelatihan secara teoritis tentang desain media pembelajaran; hari

(30)

30

kedua, pelatihan merancang beberapa contoh media pembelajaran yang akan dikembangkan.

2) Membimbing guru dalam mengembangkan media pembelajaran menggunakan model Dick & Carey selama dua bulan.

3) Melakukan penilaian terhadap media pembelajaran yang dihasilkan oleh para guru.

3.4 Waktu Efektif Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan P2M ini secara efektif di lapangan dilakukan selama 2 bulan. Pelaksanaan pelatihan desain media pembelajaran dilakukan selama dua hari pada tanggal 24-25 Agustus 2012, dengan kegiatan meliputi: hari pertama pelatihan secara teoritis tentang desain media pembelajaran; hari kedua, pelatihan merancang beberapa contoh media pembelajaran yang akan dikembangkan. Setelah pemberian pelatihan dilanjutkan dengan kegiatan mandiri selama dua bulan (bulan September sampai Oktober 2012), yaitu merancang media pembelajaran sesuai dengan konsep-konsep esensial yang dipilih guru. Mulai minggu ketiga bulan Oktober, dilakukan penilaian terhadap produk media yang telah dihasilkan oleh guru.

3.5 Rancangan Evaluasi

Evaluasi dilakukan terkait dengan kualitas media pembelajaran yang dihasilkan oleh peserta. Sebagai instrumen evaluasi adalah pedoman penilaian produk media pembelajaran yang dihasilkan oleh guru. Evaluasi keberhasilan kegiatan ini dilihat dari kualitas produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan berupa media pembelajaran dari masing-masing guru mitra. Kualitas media pembelajaran yang dihasilkan dilihat dari beberapa aspek, yaitu: (a) kompetensi, indikator, perangkat dan media yang sesuai, (b) langkah-langkah penggunaan media pembelajaran, (c) evaluasi dan asesmen pembelajaran, (d) manfaat media pembelajaran, dan (e) bentuk fisik. Pedoman penilaian selengkapnya seperti pada tabel 3.1.

Penilaian terhadap kualitas media yang dihasilkan dilakukan menggunakan rubrik penskoran dengan skala Likert dengan rentangan skor 1 sampai 5 (5=kualitas sangat baik, 4=kualitas baik, 3=kualitas cukup, 2=kualitas kurang, 1=kualitas sangat kurang). Selanjutnya ditentukan nilainya menggunakan rumus:

(31)

31

Nilai = (total skor : SMI) x 100. (SMI = skor maksimal ideal). Nilai yang diperoleh dikonversikan ke pedoman konversi menggunakan pedoman acuan patokan (PAP) skala lima seperti pada tabel 3.2.

Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Media Pembelajaran

I. Kompetensi, indikator, perangkat dan media 1 2 3 4 5

1. Kejelasan perumusan kompetensi dasar 2. Kejelasan perumusan indikator dan tujuan 3. Kejelasan perumusan dan pemilihan materi pokok 4. Ketepatan pemilihan perangkat dan media pembelajaran

II. Langkah-langkah Penggunaan Media Pembelajaran

5. Kejelasan setiap langkah-langkah penggunaan media

pembelajaran

6. Potensi skenario pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan

7. Kejelasan penggunaan media pembelajaran dalam proses eksplorasi konsep

8. Kepantasan alokasi waktu tiap tahapan pembelajaran

III. Evaluasi dan Asesmen Pembelajaran

9. Ketepatan tujuan asesmen pembelajaran yang direncanakan 10. Ketepatan metode asesmen pembelajaran yang direncanakan

IV. Manfaat Media Pembelajaran

11. Kemanfaatan media pembelajaran dalam mempermudah siswa belajar

12. Kemanfaatan media pembelajaran bagi guru

13. Kemungkinan keberhasilan keterlaksanaanya di lapangan

14. Koherensi dan kesesuaian antara kompetensi, materi pokok, skenario pembelajaran dan asesmennya

V. Bentuk Fisik

15. Kemenarikan tampilan secara keseluruhan 16. Kemudahan untuk dimanipulasi

17. Kemungkinan bisa digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama

Tabel 3.2 Pedoman Konversi Kualitas Media Pembelajaran

Nilai Kualitas 85-100 Sangat baik 70-84 Baik 55-69 Cukup 40-54 Kurang 0-39 Sangat kurang

Setelah kegiatan pelatihan selesai, para peserta diberikan angket terkait dengan tanggapan mereka terhadap pelatihan yang diberikan. Penilaian tanggapan

(32)

32

peserta, dianalisis dengan prosedur yang analog dengan penilaian kualitas media pembelajaran, dengan kualifikasi (5=kualitas sangat positif, 4=kualitas positif, 3=kualitas cukup, 2=kualitas negatif, 1=kualitas sangat negatif). Angket tanggapan guru (peserta) meliputi beberapa aspek, yaitu: manfaat kegiatan pelatihan dalam menunjang tugas profesi guru, menambah wawasan guru tentang prosedur pengembangan media pembelajaran yang eksploratif, meningkatkan pengetahuan tentang teknik pembuatan media pembelajaran eksploratif, memotivasi guru untuk menggunakan media dalam melaksanakan pembelajaran, dan perlunya diadakan program P2M lanjutan yang serupa.

(33)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Kegiatan P2M ini terlaksana sesuai dengan rencana dan jadwal yang telah ditetapkan. Pelatihan dilaksanakan selama dua hari. Kegiatan hari pertama adalah memberikan penjelasan/informasi/wawasan mengenai hakikat media pembel-ajaran dilanjutkan dengan kegiatan diskusi. Kegiatan hari kedua adalah pelatihan merancang beberapa contoh media media pembelajaran dan simulasi pelaksanaan pembelajaran menggunakan bantuan media eksploratif. Merancang media pembelajaran yang eksploratif sesuai dengan konsep-konsep materi esensial dilakukan selama dua bulan dalam bentuk kegiatan pendampingan di sekolah masing-masing. Dari kegiatan tersebut, telah berhasil disusun media pembelajaran, namun masih terbatas untuk materi matematika SD. Media pembelajaran yang telah berhasil dirancang sebanyak 6 jenis draf media pembelajaran matematika SD, yaitu: luas daerah trapesium, luas daerah jajar genjang, luas daerah layang-layang, luas daerah belah ketupat, luas daerah segitiga, alat peraga blok pecahan. Media pembelajaran yang dihasilkan dibuat dari kertas buffalo dan dileminating, sehingga bisa digunakan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Guru yang dilibatkan dalam merancang media pembelajaran ini, sebanyak 17 orang, dengan produk yang dihasilkan adalah: luas daerah trapesium 3 set , luas daerah jajar genjang 3 set, luas daerah layang-layang 3 set, luas daerah belah ketupat 3 set, luas daerah segitiga 3 set, dan alat peraga blok pecahan 2 set.

Kegiatan P2M menghasilkan 6 jenis media pembelajaran yang dapat didokumentasikan sebagai berikut.

(34)

34

(2) Media Pembelajaran Luas Daerah Jajar Genjang

(3) Media Pembelajaran Luas Daerah Layang-layang

(4) Media Pembelajaran Luas Daerah Belah Ketupat

(35)

35 (6) Media Pembelajaran Blok Pecahan

Berdasarkan pedoman evaluasi yang telah ditetapkan, nilai rata-rata media pembelajaran yang telah dihasilkan, sebesar 83 yang berada dalam kualifikasi “baik”. Tanggapan guru dan kepala sekolah terhadap kegiatan P2M yang dilaksanakan rata-rata sebesar 86 tergolong “sangat positif”.

b) Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dari kegiatan P2M ini adalah kualitas media pembelajaran yang dihasilkan minimal berkualifikasi “baik” dan tanggapan peserta minimal berkategori “positif”. Atas dasar ini, maka pelaksanaan kegiatan P2M ini dapat dinyatakan berhasil.

4.2 Pembahasan

Pengembangan media pembelajaran agar menghasilkan produk yang efektif dan layak pakai, menurut desain pembelajaran model Dick and Carey, setelah dilakukan penyusunan draf perlu dilanjutkan dengan tahap uji coba. Pelaksanaan uji coba harus dilakukan secara bertahap pula. Pada kegiatan P2M ini, hanya bisa dilakukan sampai pada tahap penyusunan draf media pembelajaran, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan anggaran yang dimiliki. Oleh karena itu, sangat diperlukan kegiatan lanjutan agar dapat dihasilkan media pembelajaran yang efektif, efisien, dan memiliki daya tarik, sehingga dapat digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas oleh para guru. Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran akan berlangsung dengan lebih bermakna dan hasil belajar siswa semakin meningkat.

Faktor pendukung dari pelaksanaan kegiatan P2M ini adalah antusias para peserta (guru mitra) untuk mengikuti kegiatan. Semua peserta pelatihan berperan serta secara aktif dalam kegiatan pelatihan dan memberikan tanggapan yang

(36)

36

sangat positif terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Keterlibatan para guru dalam kegiatan P2M ini memegang peranan untuk menentukan keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan ini. Hal ini karena sasaran dari kegiatan ini adalah peningkatan pemahaman dan kemampuan para guru dalam mengembangkan media pembelajaran dengan kualitas valid dan layak pakai.

Kegiatan P2M ini telah berlangsung sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dari kualitas draf media pembelajaran yang telah dihasilkan oleh para guru berada dalam kualifikasi “baik”. Draf media pembelajaran yang telah dihasilkan, perlu diujicoba untuk mendapatkan produk yang dapat digunakan pada kelas yang sesungguhnya. Kegiatan ini baru bisa melibatkan peserta sebanyak 17 orang guru dan 3 kepala sekolah di kecamatan Penebel. Mempertimbangkan jumlah guru yang cukup banyak di kecamatan Penebel dengan kemampuan dalam desain pembelajaran rata-rata masih kurang, maka dipandang perlu untuk mengadakan kegiatan lanjutan dengan melibatkan guru-guru di gugus yang lain. Kegiatan ini juga mendapat tanggapan sangat positif dari Kepala Sekolah, Kepala UPP Kecamatan, dan guru-guru lain di Kecamatan Penebel.

Sekalipun pelaksanaan kegiatan P2M ini berjalan lancar, namun ada kendala sebagai faktor penghambat dari pelaksanaan P2M ini adalah waktu pelaksanaannya sangat singkat sehingga draft media pembelajaran yang dihasilkan hanya untuk beberapa pokok bahasan dan belum bisa melakukan tahap pengembangan media pembelajaran sampai menghasilkan media pembelajaran yang valid dan layak pakai. Kendala tersebut dapat dijadikan sebagai bahan refleksi, pertimbangan, dan saran untuk mengadakan kegiatan P2M lanjutan.

(37)

37 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan P2M ini, dapat disimpulkan:

1) Kegiatan P2M dapat terlaksana dengan baik.

2) Kegiatan P2M ini menghasilkan 6 jenis draf media pembelajaran matematika dengan kualifikasi baik.

3) Kegiatan P2M ini mendapat tanggapan sangat positif dari kalangan guru dan kepala sekolah di Kecamatan Penebel.

5.2 Saran-saran

Berdasarkan simpulan yang diperoleh, saran yang dapat diajukan untuk kegiatan lanjutan terkait dengan pelaksanaan P2M ini adalah sebagai berikut. 1) Guru-guru peserta kegiatan P2M agar dapat melanjutkan pengembangan

media pembelajaran terutama pada pokok bahasan yang lain atau mata pelajaran lain yang belum diselesaikan saat kegiatan P2M ini berlangsung. 2) Model kegiatan P2M yang perlu dilanjutkan adalah pendampingan

pengembangan media pembelajaran bagi guru-guru SD di Kecamatan Penebel. Kegiatan yang diusulkan tersebut, sebagai penyempurnaan draf media pembelajaran yang telah dihasilkan pada kegiatan P2M ini.

(38)

38

DAFTAR PUSTAKA

Dick, W., Carey, L., & Carey, J. O. 2001. The Systematic Design Of Instruction. USA: Addison-Wesley Educational Publisher Inc.

Dirjen Dikti. 2005. Pedoman Umum: Pengembangan Sistem Asesmen Berbasis Kompetensi. Depdiknas: Jakarta.

Gagne, R. M. 1985. The conditions of learning and theory of instruction. New York: CBS College Publishing.

Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, W. R. 2003. Educational research: An introduction. Seventh Edition. Boston: Pearson Education, Inc.

Heinich, R., Molenda, M., Rusell, J. D., & Smaldino, S.E. 2002. Instructinal media and technology for larning, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Januszewski, A., Molenda, M. 2008. Educational Technology. New York: Lawrence Erlbaum Associates.

Martha, E. R. D., Rosalind, H. & Ted, W. P. 1993. Theory and Research in Social Education. Vol. 4. Washington DC: NCSS.

Parwati, N.N. & Sadra, I. W. 2003. Pelatihan Pembuatan Alat Peraga Matematika Bagi Guru-guru SD. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.

Parwati, N.N., Mariawan, I. M., & Suarsana, I. M. 2007. Peningkatan

Profesionalisme Guru Matematika Melalui Pelatihan Implementasi Model-model Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar No 3 Mengesta. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha.

Parwati, N.N. & Mariawan, I. M. 2008. Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru-guru SD di Kabupaten Tabanan. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha.

Reigeluth, C. M. 1999. Instructioanl-design theories and models: A new paradigm of instructional theory. Volume II. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Reigeluth, C. M. 1983. Instructioanl-design theories and models: An overview of their current status. Volume I. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology, Theory and Practice. 6th. USA: A pearson education company.

Smaldino, S.E. , Lowther, D.L. & Russell, J.D. 2008. Instructional Media and Technology for Learning. 9th Edition. Upper Saddle Rive NJ: Pearson Education, Inc.

(39)

39

Tegeh, I.M., Parwati, N.N., Kirna, I.M., & Sudarma, I. K. 2010. Pendampingan penulisan buku ajar menggunakan model Dick and Carey bagi guru-guru SDdi Kecamatan Buleleng. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha.

Tegeh, I.M., Parwati, N.N., Kirna, I.M., & Sudarma, I. K. 2010. Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian Pengembanganbagi guru-guruSDdi Kecamatan Buleleng. Laporan P2M. Tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha.

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisem Pendidikan Nasional. 2003. (Online) tersedia dalam www.hukumonline.com.

(40)

40 LAMPIRAN

(41)

41

(42)

Gambar

Tabel 1. Banyak Sekolah Dasar dan Guru di  Kecamatan Penebel.
Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Media Pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Tahap berikutnya adalah terjalinnya relasi yang baik antara klien dengan pekerja Tahap berikutnya adalah terjalinnya relasi yang baik antara klien dengan pekerja sosial.Pada tahap

Pertimbangan ini dipakai dalam menentukan kondisi kualitas udara Kota Surabaya yang berubah-ubah dengan kondisi kelembaban relatif maupun dengan lapisan inversi,

Penyebab penyakit masih belum jelas, tetapi diduga karena infeksi virus Epstein-Barr (EBV) yang menyebabkan infeksi laten dan persisten sehingga dapat mengaktivasi

Besarnya peningkatan nilai MOR papan komposit pada suhu 130 0 C ini karena nilai kerapatan papan komposit yang dihasilkan juga semakin besar, disamping itu dalam

1,41 The only study to date evaluating the effect of combination antiretroviral therapy on an AIDS- related illness in the ICU is a retrospective re- view of 58 patients with

model pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terutama meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan data yang diperoleh, siswa

Hasil analisis diperoleh nilai t hitung 28,853 dengan t tabel 2,18, karena t hitung > t tabel, maka tolak H0, artinya ada perbedaan signifikan latihan

Analisa keragaman (α = 0,05) yang dilakukan terhadap sampel menunjukkan bahwa jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun transparan