• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Risiko dan Normlessness Trait Terhadap Pengambilan Keputusan Untuk Mengebut Pada Pengemudi Motor Usia Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Persepsi Risiko dan Normlessness Trait Terhadap Pengambilan Keputusan Untuk Mengebut Pada Pengemudi Motor Usia Tahun"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Persepsi Risiko dan

Normlessness Trait

Terhadap Pengambilan

Keputusan Untuk Mengebut Pada Pengemudi Motor Usia 40-65 Tahun

Happy Situmorang dan Dewi Maulina S.Psi.,M.Psi.

Program Studi Sarjana Reguler Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Email: happy.angreyni@yahoo.com

Abstrak

Pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah (40-65 tahun) dikenal sebagai pengemudi yang paling sedikit mengalami kecelakaan dan juga paling jarang melakukan perilaku mengemudi berisiko terutama mengebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan peran normlessness trait dan persepsi risiko dalam menghambat pengemudi motor usia dewasa menengah untuk mengebut. Sampel penelitian ini adalah 150 orang pengemudi sepeda motor dewasa menengah (40-65 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa normlessness trait dan persepsi risiko tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan mengebut pada pengemudi motor usia 40-65 tahun. Penelitian selanjutnya ada baiknya mencermati pengaruh faktor internal yang lain seperti penurunan kondisi fisik, kognitif dan persepsi terhadap perilaku mengebut pada pengemudi usia dewasa menengah.

Kata Kunci: Normlessness Trait; Pengambilan Keputusan; Pengemudi Dewasa Menengah; Perilaku Mengebut; Persepsi Risiko

The Influence Of Risk Perception And Normlessness Trait Toward Decision

Making To Speeding In 40

th

up to 65

th

Year Old Motorcyclist

Abstract

The middle adulthood (40th up to 65th year old) motorcyclists was found fewer doing risky driving behavior, especially speeding, than younger motorcyclists. This study specifically aims to prove the influence of normlessness trait and risk perception as internal factor inhibits speeding behavior the middle-adulthood motorcyclist. The sample was 150 old drivers (whose age is 40-65 years old). The results showed that normlessness trait and the perception of risk has no influence on the speeding decision-making. The next study ought to considering the influence of others internal factors such as the decline in physical, cognitive, and perception ability for speeding in middle-adulthood motorcyclist.

Keyword: Decision-Making; Middle-Adulthood Drivers; Normlessness Trait; Perceptions of Risk; Speeding Behavior

1. PENDAHULUAN

Sepeda motor merupakan moda transportasi paling banyak digunakan oleh masyarakat Jabodetabek untuk mendukung aktifitas bekerja sehari-hari. Peningkatan jumlah sepeda motor ini sebanding dengan risiko kecelakaan yang dialami pengendara sepeda motor. Direktorat Jendral Kementrian Perhubungan Indonesia menyebutkan bahwa 72% dari jumlah kecelakaan di lalu lintas dialami oleh pengendara sepeda motor. Penelitian Sabey dan Taylor (dalam Ullerberg dan Rundmo, 2003) menunjukkan bahwa penyebab utama dari kecelakaan sepeda

(2)

motor di lalu lintas adalah kesalahan dari pengendara (human error). Perilaku mengemudi berisiko merupakan salah satu human error yang dianggap signifikan menyebabkan kecelakaan pada pengendara sepeda motor.

Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa mengebut merupakan perilaku mengemudi berisiko yang paling sering menyebabkan kecelakaan (Aarts & Vab Schagen, 2006; Jonah, 1997; Lam, 2003). Hasil wawancara penulis terhadap beberapa pengemudi sepeda motor di Jabodetabek juga menunjukkan bahwa perilaku mengebut merupakan perilaku mengemudi berisiko yang paling sering menyebabkan kecelakaan di lalu lintas.

Blomqvist (1994, dalam Hole, 2007) mengemukakan bahwa pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah merupakan kelompok pengemudi yang paling jarang melakukan perilaku mengebut. Hal ini didukung oleh pemaparan Hole (2007) yang menggambarkan jumlah kecelakaan pada pengemudi sepeda motor di lalu lintas berdasarkan kelompok usia pengemudi dengan grafik U. Grafik tersebut menggambarkan bahwa risiko kecelakaan paling tinggi dialami oleh pengemudi usia di bawah 25 tahun, lalu mengalami penurunan pada kelompok pengemudi usia dewasa menengah (40-65 tahun). Kelompok pengemudi usia dewasa muda menjadi kelompok usia paling rendah mengalami risiko kecelakaan. Selanjutnya, jumlah risiko kecelakaan mengalami peningkatan pada kelompok pengemudi usia di atas 65 tahun (Evans, 1991; Sjogren, Bjornstig, Erikcon, & Ostrom, 1996). Secara khusus Evans (1988, dalam Hole 2007) menjelaskan bahwa pengemudi sepeda motor kelompok usia dewasa menengah cenderung lebih berhati-hati saat mengemudi, tidak agresif di lalu lintas, dan lebih sedikit mengalami kecelakaan dibandingkan pengemudi usia muda. Dari penjalasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kelompok pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah (40-65 tahun) merupakan kelompok usia yang paling jarang mengalami risiko kecelakaan akibat perilaku mengebut. Untuk itu perlu digali faktor-faktor yang berperan dalam menghambat pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah (40-65 tahun) untuk melakukan perilaku mengebut.

Perilaku mengebut merupakan hasil dari pengambilan keputusan berisiko yang dilakukan pengemudi pada saat mengendarai kendaraan (Hole, 2007). Proses pengambilan keputusan saat mengemudi ini dilakukan dalam waktu yang relatif singkat dan cepat. Proses pengambilan keputusan seperti itu menggunakan pendekatan heuristic yang tidak menggunakan logika formal sehingga tidak selalu menghasilkan keputusan yang tepat (Tversky dan Kahneman, 1973 dalam Hole, 2007). Beberapa faktor individual yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan antara lain persepsi risiko dan kepribadian pengemudi (Ullerberg & Rundmo, 2003; Hole, 2007).

(3)

Persepsi risiko adalah proses menilai konsekuensi dari alternatif perilaku mengemudi berisiko (Schiffman & Kanuk, 2010). Deery (1999) menjelaskan bahwa proses persepsi risiko merupakan hasil dari sejumlah faktor yang mempengaruhi bagaimana pengemudi mengukur risiko yang muncul dengan tepat dan mengukur kemampuan individu mengatasi risiko tersebut. Pengalaman individu, kondisi lingkungan, dan juga kepribadian pengemudi dapat mempengaruhi bagaimana pengemudi dalam menilai risiko yang kemudian akan mempengaruhi kecenderungannya untuk melakukan perilaku berisiko (Deery, 1999). Persepsi risiko menjadi faktor individual yang secara langsung mempengaruhi perilaku mengemudi berisiko pada pengemudi sepeda motor (Ullerberg & Rundmo, 2003; Machin & Sankey, 2008).

Aspek lain yang turut mempengaruhi keputusan pengemudi untuk melakukan perilaku mengebut adalah kepribadian. Trait kepribadian merupakan karakter dalam diri individu yang mempengaruhi secara konsisten bagaimana individu berpikir, merasa, dan berperilaku (McCrea & Costa, 1990). Beberapa penelitian membuktikan bahwa trait kepribadian pengemudi juga mempengaruhi bagaimana perilaku mengemudinya (Machin & Sankey, 2008; Wong, Chung, &Huang, 2010; Bienarck, 2011). Faktor trait kepribadian yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah trait kepribadian normlessness, yaitu kecenderungan individu untuk menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan norma-norma serta peraturan-peraturan sosial untuk mencapai keinginannya (Ullerberg & Rundmo, 2003). Hasil penelitian Ullerberg dan Rundmo (2003) terhadap pengemudi di Norwey menunjukkan bahwa trait kepribadian normlessness memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku mengemudi berisiko. Akan tetapi trait kepribadian normlessness, tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku mengemudi berisiko.

Penjelasan di atas memaparkan bahwa pengemudi usia dewasa menengah (40-65 tahun) merupakan kelompok usia yang paling sedikit mengalami kecelakaan serta memiliki kecenderungan yang rendah untuk melakukan perilaku mengebut. Gambaran perilaku mengemudi pada pengemudi motor usia dewasa menengah tersebut membuat penulis ingin meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mengebut pada kelompok pengemudi usia dewasa menengah yang berada pada rentang usia 40 – 65 tahun (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa persepsi risiko dan kepribadian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku mengemudi berisiko. Akan tetapi penelitian yang dilakukan lebih banyak pada pengemudi sepeda motor usia muda. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin membukitkan apakah rendahnya kecenderungan pengemudi usia dewasa menengah (40-65 tahun) untuk

(4)

melakukan perilaku mengebut mungkin disebabkan oleh tingginya persepsi risiko dan rendahnya trait kepribadian normlessness yang dimiliki pengemudi. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah ”Apakah persepsi risiko dan trait kepribadian normlessness mempengaruhi rendahnya kecenderungan perilaku mengebut pada pengemudi sepeda motor berusia 40-65 tahun?” Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kuantitatif terhadap pengemudi sepeda motor di Jabodetabek.

2. TINJAUAN TEORITIS

Pengambilan Keputusan Untuk Mengebut

Pengambilan keputusan mengebut merupakan proses kognitif individu dalam mengolah informasi dengan membandingkan, memperkirakan, dan mempertimbangkan alternatif pilihan yang ada untuk mengemudi dengan kecepatan 10 km/jam di atas kecepatan yang berlaku. Secara khusus pengambilan keputusan dalam penelitian ini mengarah kepada pilihan alternatif perilaku mengemudi dalam hal mengebut atau tidak, dengan membandingkan, memperkirakan, dan mempertimbangkan situasi yang dihadapi pengemudi saat mengendarai motor.

Proses Pengambilan Keputusan Dalam mengebut

Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan cara individu mengambil keputusan, dimana individu yang berbeda dapat menggambarkan pengambilan keputusan yang berbeda. Eby (2004) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan yang dihadapi individu dalam konteks mengemudi harus dibuat dalam waktu yang cepat. Hal ini membuat pengemudi tidak dapat selalu memproses informasi-informasi yang dibutuhkan dengan baik untuk membuat keputusan yang komprehensif. Menurut Bonino, Cattelino, dan Ciairano (2005) ketika pengemudi berhadapan dengan pengambilan keputusan yang singkat, pengemudi lebih banyak menggunakan model pengambilan keputusan yang heuristic. Menurut Reed (2004) pengambilan keputusan yang bersifat heuristic adalah strategi pengambilan keputusan yang menghiraukan sebagian informasi yang ada untuk dapat membuat keputusan yang akurat dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan model pengambilan keputusan yang lebih kompleks. Menurutnya, dalam model pengambilan keputusan yang bersifat heuristic terdapat juga pertimbangan terhadap akibat-akibat yang terjadi. Individu dilihat sebagai agen kognitif yang mampu mengambil keputusan dari berbagai sudut pandang. Eby (2004) juga menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang diambil individu saat mengemudi merupakan keputusan yang berisiko dan dapat mengarah pada bentuk-bentuk perilaku mengemudi berisiko. Perilaku mengemudi berisiko merupakan hasil dari pengambilan keputusan dimana

(5)

risiko dari perilaku itu menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan (David W. Eby, 2004). Eby & Molar; Dula (2003) menegaskan bahwa beberapa perilaku yang tergolong perilaku mengemudi berisiko adalah mengebut (speeding), melanggar lampu merah, mengemudi dengan tidak menjaga jarak aman, bahkan menggunakan alat komunikasi selama mengemudi.

Berdasarkan keseluruhan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan untuk mengebut adalah proses kognitif pengemudi motor dalam mengolah informasi dengan membandingkan, memperkirakan, dan mempertimbangkan alternatif pilihan untuk mengebut atau tidak mengebut, berkaitan dengan situasi yang dirasakan seperti, waktu mengemudi, cuaca, kondisi jalan yang di lalui, kondisi fisik pengemudi, jarak tempuh, dan lain-lain.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Untuk Mengebut

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk mengebut dapat dilihat berdasarkan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pengemudi, sedangkan faktor eksternal pengemudi merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri pengemudi yang mempengaruhi pengemudi mengambil keputusan untuk mengebut.

a. Faktor Internal

Faktor internal pengemudi menjadi faktor penyebab paling besar yang mempengaruhi keputusan pengendara motor melakukan perilaku berisiko saat mengemudi. Yang termasuk dalam faktor internal adalah usia, jenis kelamin,pengalaman mengemudi,pengalaman kecelakaan, persepsi risiko dan kepribadian.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri pengemudi motor yang turut memberikan pengaruh terhadap keputusan-keputusan yang dibuat oleh pengemudi. Faktor-faktor tersebut terdiri dari kondisi sepeda motor yang digunakan, dan situasi pada saat mengemudi (Berry, Johnson, & Porter, 2011).

Persepsi Risiko

Persepsi risiko merupakan proses penilaian individu sebagai fungsi kognitif terhadap besarnya konsekuensi atau risiko dari sebuah keputusan berperilaku. Deery (1999) menyebutkan bahwa pengalaman subjektif pengemudi akan mempengaruhi tingkat risiko kecelakaan yang dipersepsikan. Persepsi risiko merupakan pemahaman individu berdasarkan pengalamannya dan konsekuensi keputusan yang diambil berkaitan dengan risiko yang ditimbulkan dari kecelakaan lalu lintas yang pernah dialami individu. Oleh sebab itu,

(6)

menurut Machin dan Sankey, (2008) persepsi risiko menjadi awal permulaan terjadinya perilaku mengemudi yang berisiko.

Rundmo dan Inversen (2004) menyebutkan bahwa dalam proses pengukuran tingkat persepsi risiko ada dua komponen yang harus diperhatikan yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Tingkat kekuatiran atau disebut worry dan concern oleh Rundmo dan Inversen (2004) merupakan indikator dari komponen afeksi yang dapat mempengaruhi perilaku mengemudi (Ullerberg & Rundmo, 2003). Komponen kognitif yang juga mempengaruhi perilaku mengemudi dapat diukur dari kecenderungan berakibat kecelakaan (likelihood of accident), keyakinan terhadap kemampuan mengemudi (driving efficacy), dan kecenderungan untuk mengambil risiko (aversion to risk taking) (Machin & Sankey, 2008).

Trait Kepribadian Normlessness

Penelitian Ullerberg dan Rundmo (2003) menjelaskan bahwa trait kepribadian yang berhubungan dengan perilaku mengemudi berisiko adalah sensation seeking, aggression, normlessness, altruism, dan driving anger. Dalam penelitian ini secara khusus akan melihat trait kepribadian normlessness sebagai salah satu faktor internal yang mempengaruhi perilaku mengebut pengemudi motor.

Normlessness merupakan sebuah kecenderungan individu untuk menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan norma-norma serta peraturan-peraturan sosial untuk mencapai keinginannya (Ullerberg & Rundmo, 2003). Individu dengan nilai normlessness yang tinggi memiliki kecenderungan memiliki nilai perilaku yang bertentangan dengan norma sosial yang tinggi pula, dan sebaliknya. Dalam kaitannya dengan perilaku mengebut, individu dengan normlessness trait yang tinggi akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mengebut atau mengemudi dengan batas kecepatan melebihi aturan yang sudah ditetapkan. Mengenai trait normlessness, hasil penelitian Ullerberg dan Rundmo (2003) menunjukkan pengemudi yang memiliki normlessness yang tinggi cenderung memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku berisiko mengemudi yang tinggi pula. Dengan demikian normlessness dalam penelitian ini dapat diukur dengan melihat kecenderungan pengemudi sepeda motor untuk menaati atau melanggar peraturan-peraturan sosial yang berkaitan dengan perilaku mengebut dalam mengendarai sepeda motor.

Pengemudi Usia Dewasa Menengah

Papalia dkk (2008) menyebutkan bahwa individu dalam kelompok dewasa menengah berada dalam usia kronologis antara 40 tahun sampai 65 tahun. Birren dan Schroots (1984, dalam Monk, Knoers,& Haditono 2006) memaparkan bahwa dalam proses perkembangan

(7)

kelompok usia dewasa menengah ada beberapa perubahan yang dialami pada kondisi fisik, kognitif, dan psikososialnya.

Papalia dkk (2008) menyebutkan bahwa pada kelompok usia dewasa menengah perubahan kondisi fisik yang paling disadari adalah penurunan kemampuan sensoris dan kemampuan motoris

Kondisi ini mengakibatkan respon dan pergerakan individu dewasa menengah menjadi melambat (Gallagher, 1993 dalam Papalia dkk., 2008). Penurunan kemampuan motoris juga dialami kelompok usia dewasa menengah. Kondisi ini mengakibat kelompok usia dewasa menengah biasanya mulai kesulitan membaca dan kemampuan mengolah informasi melambat (Kline dkk, 1992; Kline & Scialfa, 1996; Kosnik, Winslow, Kline Rasinski, & Sekuler, 1988, dalam Papalia dkk, 2008).

Sesuai dengan penjelasan di atas, Blomqvist (1996, dalam Hole 2007) menjelaskan bahwa dalam konteks mengemudi, pengemudi usia dewasa menengah mengalami penurunan kemampuan persepsi, atensi, pergerakan motoris, kemampuan untuk mengendalikan sepeda motor, dan respon yang melambat. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seiring dengan pertambahan usia pada dewasa menengah terjadi penurunan dalam kemampuan sensoris, motoris, serta kemampuan kognitif untuk memproses informasi, yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mengemudinya. Adapun karakteristik perilaku mengemudi pengemudi usia dewasa menengah cenderung lebih berhati-hati, tidak agresif di lalu lintas, lebih sedikit mengalami kecelakaan dibandingkan pengemudi usia muda, serta jarang melakukan perilaku mengebut (Evans 1988; Blomqvist,1994 dalam Hole, 2007).

3. METODE PENELITIAN

Subjek dalam peneltitan adalah 150 pengemudi sepeda motor di daerah Jabodetabek. Karakteristik subjek dalam penelitian ini yaitu pengemudi sepeda motor pria, berada pada rentang usia kronologis 40-65 tahun, telah memiliki SIM C, dan memiliki pengalaman mengemudi sepeda motor lebih dari 6 bulan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling. Ada dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Penulis menggunakan alat ukur yang telah siap pakai dan telah diuji coba oleh kelompok penelitian payung Maulina (2011). Untuk mengukur pengambilan keputusan mengebut dan persepsi risiko digunakan alat ukur skenario mengemudi, yang disusun berdasarkan situasi-situasi mengemudi yang dihadapi oleh pengemudi sepeda motor. Selain skenario mengemudi, penelitian ini juga menggunakan alat ukur normlessness untuk mengukur trait kepribadian normlessness. Oleh karena normlessness

(8)

merupakan salah satu salah satu dimensi kepribadian, maka alat ukur ini merupakan bagian dari alat ukur kepribadian secara keseluruhan yang diambil dari Road Safety Behaviour Scale (Machin & Sankey, 2008).

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dilihat dari ada atau tidaknya manipulasi variabel, penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental. Berdasarkan jumlah kontak dengan sampel, penelitian ini merupakan one-shot studies di mana pengambilan data hanya dilakukan sebanyak satu kali kepada tiap subjek penelitian (Kumar, 1999). Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas, yaitu persepsi risiko dan trait kepribadian normlessness dan satu variabel terikat, yaitu pengambilan keputusan untuk mengebut. Desain statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah multiple regression di mana peneliti akan melihat pengaruh persepsi risiko dan trait kepribadian normlessness terhadap pengambilan keputusan mengebut pada pengemudi sepeda motor usia 40-65 tahun. Hipotesis null dalam penelitian ini ada dua. H01: Tidak ada pengaruh skor persepsi risiko terhadap pengambilan keputusan untuk mengebut pada pengemudi motor laki-laki berusia 45-60 tahun. H02: Tidak ada pengaruh skor trait normlessness terhadap pengambilan keputusan untuk mengebut pada pengemudi motor laki-laki berusia 45-60 tahun.

4. HASIL PENELITIAN

Gambaran Karateristik Responden

Adapun karakteristik responden yang akan dipaparkan pada bagian ini meliputi usia, pengalaman mengemudi, frekuensi mengemudi dan pengalaman kecelakaan. Berikut ini adalah tabel gambaran usia, pengalaman mengemudi, frekuensi mengemudi, dan pengalaman kecelakaan.

Tabel 5.1. Karakteristik Usia Responden

Karakteristik N Persentase Usia 40-45 41 38,00 46-50 32 29,60 51-55 25 23,10 56-60 6 5,60 61-65 4 3,70 Pengalaman Mengemudi 1-2 tahun 7 6,5 2-4 tahun 6 5,6 4-6 tahun 5 4,6 >6 tahun 90 83,3 Frekuensi Mengemudi 3 hari/minggu 6 5,6

(9)

4 hari/minggu 4 3,7 5 hari/minggu 20 18,5 6 hari/minggu 34 31,5 7 hari/minggu 44 40,7 Pengalaman kecelakaan Pernah Mengalami 42 38,9 Tidak Pernah Mengalami 66 61,1

Berdasarkan gambaran karakteristik responden di atas, Pada kategori usia penulis membagi menjadi enam kelompok dengan rentang usia lima tahun. Dari tabel 5.1 dapat dilihat responden penelitian ini paling banyak pada kelompok kategori usia 40 tahun hingga 45 tahun (38%). Pada kelompok kategori usia selanjutnya jumlah pengemudi semakin berkurang. Dari karakteristik pengalaman mengemudi, 83% responden penelitian ini sudah mengemudi sepeda motor selama lebih dari 6 tahun.

Berdasarkan kedua data karakteristik tersebut, kebanyakan responden penelitian ini merupakan pengemudi sepeda motor yang sudah berpengalaman. Berdasarkan frekuensi mengemudi selama seminggu, frekuensi mengemudi responden paling sering (40,7%) adalah tujuh hari, dilanjutkan enam (31,5%) hari dan lima hari (18,5%). Data tersebut menunjukkan mayoritas responden sering mengemudi sepeda motor. Sebanyak 61,1% responden penelitian ini digambarkan pernah mengalami kecelakaan sepeda motor. Dengan demikian, mayoritas responden penelitian ini merupakan pengemudi yang sudah berpengalaman dan pernah mengalami kecelakaan akan cenderung berhati-hati pada saat mengemudi. Kehati-hatian responden akibat pengalaman kecelakaan yang dimiliki dapat mempengaruhi responden pada saat mengisi kuesioner skenario mengemudi.

Gambaran Skor Persepsi Resiko, Skor Normlessness, dan Frekuensi Pengambilan Keputusan Mengebut.

Dari data kuesioner yang diperoleh, penulis akan menginterpretasikan gambaran skor persepsi resiko, normlessness dan frekuensi pengambilan keputusan. Untuk interpretasi ini penulis menghitung skor rata-rata pada setiap variabel. Skor rata-rata variabel persepsi resiko berada pada rentang 1-6, skor rata-rata variabel normlessness berada pada rentang 1-6, dan skor rata-rata frekuensi pengambilan keputusan keputusan mengebut pada rentang 0-8. Berikut ini gambaran skor rata-rata dari masing-masing variabel yang diperoleh penulis.

Tabel 5.2. Gambaran Umum Normlessness , Persepsi Risiko Responden, dan Pengambilan Keputusan Mengebut

Variabel Mean Std. Dev

(10)

Normlessness 3.537 0.722

Pengambilan Keputusan

Mengebut 2,52 2,03

Setelah memperoleh skor rata dari masing-masing penulis membagi distribusi skor rata-rata menjadi tiga tingkatan kategori. Batasan skor pada masing-masing kelompok kategori variabel diperoleh dengan membagi rentang skor ke dengan jumlah kelompok kategori. Tabel 5.3 di bawah ini merupakan gambaran hasil kategorisasi skor rata-rata masing-masing variabel secara lebih rinci.

Tabel 5.3. Kategorisasi Skor Rata-rata Tiap Variabel

Rentang Skor Rata-Rata

Kategori Persepsi

Risiko

Normlessness Pengambilan Keputusan

Mengebut

Rendah 1 – 2,67 1 – 2,67 0 – 2,67

Sedang 2,68 – 4,43 2,68 – 4,43 2,67 – 5,34

Tinggi 4,35 - 6 4,35 - 6 5,35 - 8

Berdasarkan kategorisasi yang digambarkan pada table 5.3, skor rata-rata persepsi risiko kelompok responden tergolong kelompok yang sedang (M = 3.83; SD = 0.521), artinya kelompok responden penelitian ini memiliki kecenderungan memberikan skor sedang terhadap risiko kecelakaan yang ada dalam setiap skenario. Sementara itu, skor rata-rata normlessness kelompok responden tergolong yang sedang (M = 3.54; SD = 0.722), yang berarti bahwa kelompok responden penelitian ini memiliki kecenderungan memberikan skor sedang (agak setuju) terhadap perilaku yang tidak diterima dalam norma sosial. Sedangkan skor frekuensi pengambilan keputusan mengebut responden tergolong yang rendah (M = 2,52; SD = 2,03), artinya kelompok responden penelitian ini mempunyai kecenderungan mengambil keputusan untuk mengebut yang rendah.

Pengaruh Normlessness dan Persepsidengan pengambilan keputusan mengebut

Untuk menguji pengaruh normlessness dan persepsi resiko terhadap pengambilan keputusan mengebut maka penulis menggunakan tehnik analisis multipleregression dengan menggunakan SPSS. Hasil dari analisis multipleregression digambarkan dalam tabel 5.4 di bawah ini.

(11)

Tabel 5.4. Hasil Uji Regresi Berganda

Variabel R2 Β t p

Normlessness

.034 .185 1.916 .058

Persepsi Resiko -.002 -.022 .982

Hasil uji multipleregression di atas menunjukkan bahwa pengaruh variabel normlessness dan persepsi risiko secara bersama-sama memiliki nilai R yang relatif kecil (0,185) atau R2 = 0,034 (3,4%). Dengan kata lain, pengaruh kedua variabel tersebut sangat kecil terhadap pengambilan keputusan untuk mengebut. Selain itu, model regresi ini tidak signifikan (F = 1,862 dengan p > 0,05).

Jika melihat pengaruh khusus setiap variabel bebas, maka diperoleh hasil bahwa normlessness

tidak memiliki pengaruh yang signifikan (t = 1,916 dengan p>0,05). Di sisi lain persepsi risiko tidak memiliki pengaruh signifikan (t = -0,022 dengan p>0,05). Dengan demikian, H01 dan H02 dari penelitian ini ditolak.

5. PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh persepsi resiko dan trait kepribadian

normlessness terhadap pengambilan keputusan mengemudi berisiko (mengebut) pada responden penelitian ini. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya (Ullerberg & Rundmo, 2003; Machin & Sankey, 2008). Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan karakteristik dari penelitian ini adalah kelompok pengemudi usia dewasa menengah (40-65 tahun), sedangkan responden penelitian yang sebelumnya adalah pengemudi sepeda motor kelompok usia muda (16-25 tahun). Nilai R2 dari uji regresi berganda hanya sebesar 3,4%, yang artinya pada pengemudi sepeda motor kelompok dewasa menengah, pengambilan keputusan untuk mengebutnya lebih besar (96,6%) dipengaruhi faktor-faktor lain, selain persepsi resiko dan trait normlessness. Seperti yang disebutkan oleh Hole (2007) bahwa pengemudi usia tua merupakan kelompok pengemudi yang paling jarang untuk melakukan perilaku mengemudi berisiko, terutama perilaku mengebut (Blomqvist, 1996, dalam Hole 2007), karena dipengaruhi berbagai penurunan kemampuan yang dimiliki akibat pertambahan usia

Apabila mengingat ciri-ciri kelompok individu kelompok usia dewasa menengah yang mulai mengalami penurunan fungsi motorik, kognitif dan persepsi (Owsley, McGwin, & Ball; dalam Schwebel, dkk, 2007), hal tersebut mungkin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan mengemudi untuk mengebut pada responden ini. Selain itu, kondisi atau jenis sepeda motor juga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan untuk mengebut responden penelitian ini. Mengingat 83,3 % responden sudah lebih dari enam tahun mengendarai sepeda motor, mungkin kondisi dan jenis kendaraan yang sudah tidak mendukung responden untuk mengebut. Akan tetapi,

(12)

data mengenai tahun kendaraan yang digunakan responden tidak diperoleh di dalam penelitian ini sehingga menjadi salah satu keterbatasan penelitian ini.

Ditinjau dari skor rata-rata dari masing-masing variabel trait kepribadian normlessness,

kelompok responden dalam penelitian ini berada dalam kategori sedang, artinya responden dalam penelitian ini memiliki kecenderungan tingkat yang sedang untuk mengabaikan peraturan. Hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh karakteristik dari responden yang merupakan kelompok usia dewasa menengah sudah sangat mengupayakan sikap dan perilakunya untuk dapat menjadi contoh bagi para generasi yang lebih muda. Dengan demikian pengemudi kelompok usia dewasa menengah memiliki kecenderungan lebih menaati peraturan. Mungkin perilaku mengemudi pengemudi usia dewasa menengah (40-65 tahun) lebih dipengaruhi oleh trait kepribadian lain.

Hasil skor rata-rata persepsi risiko dari responden penelitian ini berada pada kategori sedang. Hasil ini sesuai dengan pendapat Finn dan Bragg (1986) dan Mannering dan Grodsky (1995), yang menyebutkan bahwa kemampuan persepsi resiko individu akan semakin menurun seiring dengan pertambahan usianya. Selain itu tingkat risiko kecelakaan yang ditampilkan dalam skenario ini mungkin dipersepsikan rendah oleh responden. Hal ini sesuai dengan pendapat Berry, Johnson, dan Porter (2011) bahwa faktor eskternal seperti kondisi jalan dan kehadiran polisi akan lebih mempengaruhi persepsi risiko pengemudi dari pada risiko kecelakaan yang diakibatkan oleh perilaku mengemudi yang berisiko tersebut. Akan tetapi, kehadiran figure otoritas tidak dimunculkan dalam skenario penelitian ini.

Skor frekuensi pengambilan keputusan mengebut dalam kelompok responden penelitian ini berada pada kelompok kategori rendah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Blomqvist (1996 dalam Hole, 2007) yang menyebutkan bahwa pengemudi kelompok usia dewasa menengah adalah kelompok yang paling jarang melakukan perilaku mengemudi berisiko mengebut.

Penelitian ini memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah kontrol terhadap variabel internal dalam penelitian yang mempengaruhi keputusan mengebut. dalam penelitian ini variabel internal yang dikontrol hanya faktor usia dan jenis kelamin. Mungkin saja faktor internal lain seperti kondisi kemampuan kognitif, kemampuan persepsi, dan kemampuan motorik yang menurun, juga pengalaman mengemudi responden yang memberi pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan untuk mengebut. Rentang usia responden penelitian ini juga terlalu lebar karena kelompok pengemudi usia 40-50 tahun pasti memiliki kondisi kemampuan fisik yang sudah berbeda dengan pengemudi usia 50-65 tahun. Selain itu dalam instrumen penelitian ini tidak mengontrol persepsi responden tentang besarnya kecepatan mengebut secara subyektif. Jenis dan tahun kendaraan sepeda motor dari responden yang tidak dikontrol dalam penelitian ini juga diduga menjadi salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk mengebut.

(13)

6. KESIMPULAN

Permasalahan utama yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah pengaruh normlessness

dan persepsi risiko terhadap pengambilan keputusan mengebut pada pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah (40-65 tahun). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari persepsi risiko terhadap pengambilan keputusan mengebut para pengemudi sepeda motor usia 40-65 tahun dan tidak ada pengaruh trait normlessness terhadap pengambilan keputusan mengebut para pengemudi sepeda motor usia 40-65 tahun.

7. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini maka penulis memiliki beberapa saran untuk penelitian berikutnya dan saran praktis yang dapat diaplikasikan oleh pihal-pihak pemerhati kondisi lalulintas di Jabodetabek.

Saran untuk penelitian lanjutan yakni untuk mengukur pengaruh persepsi risiko dan

normlessness trait terhadap pengambilan keputusan mengebut pada pengemudi sepeda motor sebaiknya memperkecil rentang usia responden, fokus pada pengemudi sepeda motor usia dewasa menengah yang masih produktif (40-55 tahun). Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat kondisi fisik dan kognif yang cukup berbeda pada individu 40-55 tahun dengan individu usia di atas 55 tahun ke atas. Untuk penelitian lanjutan yang menggunakan skenario mengemudi dalam penelitian ini sebaiknya menambahkan keterlibatan faktor otoritas sebagai situasi mengemudi dalam skenario. Kehadiran figure otoritas dalam situasi skenario mengemudi diharapkan dapat meningkatkan persepsi risiko dari responden penelitian. Untuk penelitian lanjutan mengenai normlessness trait sebaiknya peneliti menambahkan jumlah item alat ukur normlessness trait. Penambahan item ini bertujuan agar dapat memberi hasil skor yang lebih menggambarkan karakteristik normlessness responden penelitian berikutnya. Untuk penelitian lanjutan mengenai perilaku mengebut kelompok pengemudi usia tua sebaiknya mengkaji pengaruh dari kemampuan kognitif, kemampuan persepsi, dan kemampuan motorik yang mungkin memberi pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan untuk tidak mengebut. Secara khusus pada bagian data demografis responden sebaiknya menambahkan data mengenai tipe dan tahun kendaraan sepeda motor yang digunakan oleh responden. Informasi ini penting untuk melihat pengaruh jenis dan kondisi kendaraan dalam pengambilan keputusan responden. Untuk penelitian mengenai perilaku mengemudi berisiko mengebut, peneliti harus mempertimbangkan batasan kecepatan yang dianggap mengebut. Hal ini megingat persepsi batas kecepatan kendaraan di anggap mengebut masih sangat subyektif. Selain itu ada baiknya juga melakukan penelitian lanjutan terhadap pengemudi usia tua untuk mengkaji pengaruh persepsi risiko dan trait kepribadian

normlessness terhadap jenis perilaku berisiko lain seperti melanggar lampu merah atau menggunakan

handphone. Hal ini disebabkan karena kedua jenis perilaku mengemudi berisiko tersebut memiliki aturan atau norma yang jelas.

(14)

Dari hasil penelitian ini ada beberapa saran praktis bagi pihak-pihak yang memperhatikan kondisi lalu lintas di Jabodetabek yang dapat bermanfaat dalam pengadaan intervensi untuk mengurangi jumlah kecelakaan pada pengemudi sepeda motor. Saran praktis yang dapat diberikan yaitu, melakukan peninjauan kembali mengenai aturan yang membatasi kecepatan mengemudi di lalu lintas karena selama ini batasan mengebut atau tidak masih bersifat subyektif. Dengan adanya aturan yang membatasi kecepatan mengebut sepeda motor dalam lalu lintas yang juga disertai dengan konsekuensi yang jelas dan tegas diharapkan dapat meningkatkan risiko yang dipersepsikan oleh pengemudi dalam pengambilan keputusan untuk mengebut. Peraturan dan konsekuensi yang tegas tidak hanya untuk perilaku mengemudi mengebut, namun untuk perilaku mengemudi berisiko lainnya. Dengan peraturan dan konsekurnsi yang tegas diharapkan dapat memberi efek jera selain itu juga bermanfaat untuk menekan kecenderungan pengemudi dengan tingkat normlessness yang tinggi untuk mengurangi kecenderungan untuk melanggar norma atau peraturan pada saat proses pengambilan keputusan mengemudi untuk mengebut. Selain itu, intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan akibat perilaku mengebut juga bisa dengan mengurangi kenyamanan yang diberikan oleh kondisi lingkungan yang dapat mendukung perilaku mengebut pengemudi dengan cara memberi beberapa gundukan pada jalan satu arah untuk mengurangi kenyamanan pengemudi untuk mengebut. Ketidaknyamanan kondisi jalanan akan memberi risiko yang lebih riil untuk dipersepsikan oleh pengemudi saat memutuskan untuk berperilaku mengebut.

8. KEPUSTAKAAN

Berry, Thomas D., Johnson, Kristie L, & Porter, Bryan E. (2011). Speed(ing). In Bryan E. Porter (Ed.), Handbook of Traffic Psychology, 249-266. doi: 10.1016/B978-0-12-381984-0.10018-9

Eby, D.W.& Molnar, Lisa J. & University of Michigan. Transportation Research Institute. & United States. National Highway Traffic Safety Administration. (1998). Matching Traffic Safety Strategies to Youth Characteristics: A Literature Review of Cognitive Development. Ann Arbor, Mi.: University of Michigan: Transportation Research Institute

Eby, David W. (2004). Driving, Risky. In C. D. Spielberger (ed.), Encyclopedia of Applied Psychology (vol.1), 627-632. University of South Florida, USA: Elsevier.Inc.

Finn, P. & Bragg, B. (1986). Perception of the risk of an accident by young and older drivers. Accident Analysis and Prevention, 18, 289-298.

Haque, Md. M., Chin, H. C., & Lim, B. C. (2010). Effect of impulsive sensationseeking, aggression, and risk-taking behaviors on the vulnerability of motorcyclists. Asian

(15)

Transport Studies, 1(2), 165-180. Retrieved from Eastern Asia Society for Transportations Studies Journals database

Ho, R. &Yong Gee, R. (2008). Young men driving dangerously: development of the Motives for Dangerous Driving Scale (MDDS). Australian Journal of Psychology

Hole, Graham. (2007). The Psychology of Driving. London: Lawrence Erlbaum Associates. Iversen, H., Rundmo (2004) T. Personality, risky driving, and accident involvement among

Norwegian drivers. Personality and Individual Differences 33. 1251-1263.

Kumar, Ranjit (1999). Research Methodology: A step-by-step guide for beginners. New Delhi: Sage Publications Inc.

Machin, M. A.; Sankey, K. S. (2008) Relationships Between Young Drivers' Personality Characteristics, Risk Perceptions, and Driving Behaviour. Accident Analysis and Prevention, 40 (2). 541-547. ISSN 0001-4575 Retrieved from http://eprints.usq.edu.au Owsley, C., McGwin, G Jr., McNeal, S. F. Impact of impulsiveness, venturesomeness, and

emphaty on driving by older adults. Journal of Safety Research 34. 353-359.

Papalia, D.E.; Olds, S.W.; Feldman, R.D (2008). Human Development (9th). New York: The McGraw Hill Companies.

Reed, Stepen K. (2004). Cognition Theory and Application. Singapore: Thomson Learning. Ulleberg, Pal; Rundmo, Torbjorn (2003). Personality, Attitude, and Risk Perception as

Predictors of Risky Driving Behaviour Among Young Drivers. Safety Science 41. Pp

427-443. PII: S0925-7535 (01) 00077-7 Retrieved from

http://www.elsevier.com/locate/ssci

Ullerberg, Pal, (2002). Personality Subtype of Young Drivers. Relationship to Risk – Taking Preferences, Accident Involvement, and Response to a Traffic Safety Campaign. Transportation Research (vol. 4). 279-297. PII: S1369-8478 (01) 00029-8. http://www.elsevier.com/locate/trf

Wong, J. T; Chung, Y.S. (2010). Investigating Driving Styles and Their Connections to Speeding and Accident Experience. Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, (vol.8)

Wong, J. T; Chung, Y.S.; Huang, S.H. (2010). Determinants Behind Young Motorcyclists’ Risky Riding Behavior. Accident Analysys and Prevention 42 pp. 275-281. Retrieved from http://www.elsevier.com/locate/aap

Gambar

Tabel 5.1. Karakteristik Usia Responden
Tabel 5.2. Gambaran Umum Normlessness , Persepsi Risiko Responden,   dan Pengambilan Keputusan Mengebut
Tabel 5.3. Kategorisasi Skor Rata-rata Tiap Variabel  Rentang Skor Rata-Rata  Kategori  Persepsi
Tabel 5.4. Hasil Uji Regresi Berganda

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat di Kecamatan Kesesi, Paninggaran dengan luas keseluruhan mencapai.. 6.555,8333 Ha atau 7,30% dari luas keseluruhan Kabupaten Pekalongan. 4) Daerah Hasil Gunung Api

Also, the user will be assigned an employee record so that when we access the manager self-service screens, there is relevant data available for our personalizations that we are

Permasalahan yang dihadapi adalah belum ada rencana tata ruang wilayah perdesaan.. dan kota

pelayanan prima terhadap aspek menunjukkan sikap yang baik pada operator SPBU. Panularsih Semarang bersifat tidak menetap atau hanya sementara

unit nama orang tersebut, unit pertama adalah nama marganya.. Modul Kearsipan - www.aldinfoku.com 53 4) Nama perorangan jika menggunakan nama baptis, yang digunakan.

Memberikan informasi kepada Perguruan Tinggi yang dimonev tentang batas waktu pengumpulan laporan akhir PKM, pentingnya laporan akhir sebagai salah satu

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada tugas akhir ini, hasil target price menggunakan metode algoritma genetika tidak bergantung pada nilai discount factor yang

( I n an 802.11 net work, t he base st at ions are called access point s .) The infrast ruct ure side of a wireless net work, however, is qualit at ively t he sam e whet her you