• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM

PENDULUM

SAKIRMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2009 Sakirman

(3)

SAKIRMAN. Controllability of Several Pendulum System . Under supervision of TONI BAKHTIAR and ALI KUSNANTO

Abstract

It is well-known that controllability is the primary issue in control theory, where the control problem is to find a control input that causes the state or the output to behave in a desired way. The control existence of state and output control, as well as the input which will perform the desired control, depends on controllability of the system. In this thesis we characterize the controllability conditions of several pendulum systems in terms of the pendulum parameters. The conditions are derived from the so called controllability matrix. We show that direct and inverted pendulum systems are always controllable. We also reveal that the dual inverted pendulum are always controllable, provided that the length of the pendulums are not the same.

(4)

BAKHTIAR dan ALI KUSNANTO

Sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang terdiri atas satu atau beberapa peralatan yang berfungsi untuk mengendalikan sistem lain yang berhubungan dengan sebuah proses. Sistem kontrol memegang peran yang sangat penting hampir pada semua rancang bangun teknologi, demikian pula dalam teknik, industri, olah raga maupun pendidikan. Sistem kontrol yang digunakan di pabrik maupun laboratorium pada berbagai macam industri barang maupun jasa menggunakan beberapa jenis basis kontroler.

Supaya proses sistem dapat dikontrol, maka perlu dibuat model matematis yang menghubungkan antara masukan (input), proses, dan keluaran (output). Model pada sistem kontrol yang banyak digunakan adalah model persamaan keadaan. Dalam persamaan keadaan, persamaan diferensial dari sistem yang semula berorde n diubah menjadi n persamaan diferensial berorde satu secara simultan dan ditulis dalam notasi matriks

Salah satu sistem kontrol yang sangat banyak manfaatnya adalah pendulum. Pendulum adalah suatu benda atau disebut bandul yang bisa digerakkan maju dan mundur atau depan dan belakang dengan melewati sebuah titik yang berulang-ulang. Pendulum merupakan suatu sistem atau alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep penting seperti kesetimbangan, momen inersia, besar percepatan gravitasi bumi pada suatu benda atau lainnya.

Sistem pendulum biasa dan terbalik merupakan masalah standar di dalam teori pengendalian yang digunakan di laboratorium untuk menjelaskan konsep-konsep pengendalian linear seperti kestabilan sistem. Selain itu, sistem pendulum terbalik juga banyak digunakan untuk mengilustrasikan beberapa ide di dalam sistem pengendalian yang taklinear. Pada dasarnya tujuan utama dari sistem pendulum biasa dan terbalik adalah menjaga kesetimbangan pendulum dalam posisi tegak atau vertikal dengan mengaplikasikan sebuah gaya dorong (input) pada motor.

Pada tesis ini, akan direkonstruksi pemodelan sistem pendulum biasa, terbalik tunggal, ganda, dan dual dengan lintasan datar dan miring, dan dilakukan identifikasi kondisi keterkontrolan sistem pendulum tersebut.

Untuk sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal dan ganda, dual dengan lintasan datar dan miring, pemodelan sistem pendulum didasarkan pada persamaan Euler-Lagrange yang berturut-turut terdiri atas dua buah dan tiga buah persamaan diferensial linear. Selanjutnya dari model yang diperoleh dialihkan ke dalam persamaan ruang keadaan secara simultan dan ditulis dalam bentuk matriks.

Matriks tersebut berfungsi untuk menghubungkan output sistem dengan input.

Selanjutnya akan ditentukan kondisi keterkontrolan sistem pendulum dengan matriks S yang memiliki pangkat penuh, kemudian dilakukan OBD (operasi baris dasar) terhadap matriks . Jika matriks S hasil OBD yang diperoleh berpangkat penuh maka sistem pendulum terkontrol. Jika matriks S yang diperoleh tidak berpangkat penuh maka sistem pendulum tak terkontrol.

(5)
(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM

SAKIRMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Matematika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(8)

Nama : Sakirman NIM : G551070251 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. Ketua

Drs. Ali Kusnanto, M.Si. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Matematika Terapan

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S.

(9)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, hal ini karena pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sangat terbatas. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. dan Bapak Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku pembimbing dan pendidik, pengajar yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasi kepada penulis.

2. Bapak Drs. Siswandi, M.Si. selaku penguji Luar Komisi pada ujian tesis, pendidik dan pengajar yang telah memberikan saran dan kritikannya kepada penulis.

3. Depag RI yang telah membiayai Sekolah Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor periode 2007-2009.

4. Ketua Departemen, ketua Program Studi, dan seluruh staf pengajar serta staf administrasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang turut membantu proses penyelesaian tesis ini.

5. Kepala sekolah dan seluruh staf pengajar MAN 2 Batusangkar Kab. Tanah Datar yang turut mendo’akan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Kedua orang tua yang senantiasa mendo’akan penulis disetiap waktu dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang selalu mendo’akan penulis setiap detik dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh teman-teman yang turut memotivasi dan membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis do’akan semoga segala bantuan, bimbingan dan pengarahan yang diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, September 2009

(10)

Penulis dilahirkan di Kab. Padang Pariaman pada tanggal 01 Maret1967 dari ayah H. Akhiruddin (almarhum) dan ibu Hj.Rosma. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi pendidikan Fisika, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan YDB Lubuk Alung, lulus tahun 1995 dan Jurusan Matematika Universitas Negeri Padang Sumatera Barat, lulus tahun 2004.

Selama kuliah di STKIP YDB Lubuk Alung, penulis telah menjadi staf pengajar di SMAN 1 Sicincin tahun 1992, Tenaga Lapangan Dikmas tahun 1995-1997, staf pengajar SMAN 1 Sungai Limau tahun 1996-1995-1997, dan MAN 2 Batusangkar sejak tahun 1997 sampai sekarang dan mendapat kesempatan mengikuti beberapa pelatihan antara lain: Pendidikan dan Pelatihan Pertanian (th. 1995), Pelatihan Penilik Paket A level II (th.1995), Pelatihan Penilik Dikmas dan Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) (th. 1995), Pelatihan guru Madrasah Aliyah mata pelajaran fisika (th. 2000), Pendidikan dan Pelatihan guru Tingkat Madrasah Aliyah mata pelajaran fisika di lingkungan Depag (th. 2006), Pelatihan dan Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (th. 2006).

Selanjutnya kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007 melalui beasiswa Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia.

(11)

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

LANDASAN TEORI DASAR Keterkotrolan ... 5

Kontrol Lup Tertutup dan Kontrol Lup Terbuka ... 10

Pelinearan Model Taklinear ... 10

Persamaan Ruang Keadaan ... 11

PEMODELAN SISTEM PENDULUM Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar ... 16

Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar ... 18

Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring ... 23

KETERKONTROLAN Persamaan Ruang Keadaan ... 28

Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar ... 28

Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar ... 29

Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring ... 31

Keterkontrolan Sistem Pendulum ... 34

Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar ... 34

Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar ... 35

Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring ... 38

SIMULASI MODEL ... 43

SIMPULAN DAN SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(12)

1 Jenis sistem pendulum ... 3

2 Sistem kontrol lup tertutup ... 10

3 Sistem kontrol lup terbuka ... 10

4 Sistem pendulum biasa ... 14

5 Sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar ... 14

6 Sistem pendulum terbalik dengan lintasan miring ... 15

7 Sistem pendulum biasa dengan lintasan datar ... 17

8 Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar ... 18

9 Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar ... 19

10 Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar ... 21

11 Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring ... 23

12 Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring ... 24

13 Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring ... 25

14 Grafik sistem pendulum biasa yang tak stabil ... 43

15 Grafik sistem pendulum biasa yang stabil ... 44

16 Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar takstabil 45

17 Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar stabil 45

18 Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar takstabil 46

19 Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar stabil ... 47

20 Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar takstabil 47

21 Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar stabil ... 48

22 Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring takstabil 48 23 Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring stabil 49

24 Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring takstabil 49

25 Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring stabil 50

26 Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring takstabil 50

27 Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring stabil ... 51

28 Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar takstabil 52

29 Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar takstabil 53

(13)
(14)

1 Penggunaan Deret Taylor ... 61

2 Bukti Teorema 1 ... 62

3 Penjabaran ... 63

4 Persamaan keadaan Takhomogen ... 64

5 Pendekatan Transformasi Laplace ... 65

6 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Biasa ... 68

7 Persamaan Euler Lagrange pada Sistem Pendulum Biasa ... 69

8 Pelinearan Model Sistem Pendulum Biasa Tunggal dengan Lintasan Datar ... 70

9 Rekonstuksi Model Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar ... 71

10 Pelinearan Model Sistem PendulumTerbalik Tunggal dengan Lintasan Datar ... 73

11 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar ... 74

12 Persamaan Euler Lagrange Sistem Pendulum Ganda dengan Lintasan Datar ... 77

13 Pelinearan Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar ... 79

14 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar ... 83

15 Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar . 86

16 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring 88 17 Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring 90

18 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring ... 92

19 Pelinearan Sistem Pendulum Ganda Terbalik dengan Lintasan Miring 97

20 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring ... 102

(15)

23 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar ... 111 24 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan

Datar ... 112 25 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan

Datar ... 116 26 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan

Miring ... 120 27 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan

Miring ... 121 28 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan

Miring ... 126 29 Sintaks Matlab untuk mencari Vektor K dan Simulasi ... 133

(16)
(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem kontrol atau sistem kendali dalam hampir semua rancang bangun teknologi memegang peran yang sangat penting, demikian pula dalam teknik, industri, olah raga maupun pendidikan. Sistem kontrol yang digunakan di pabrik maupun laboratorium pada berbagai macam industri barang maupun jasa menggunakan beberapa jenis basis kontroler.

Sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang terdiri atas satu atau beberapa peralatan yang berfungsi untuk mengendalikan sistem lain yang berhubungan dengan sebuah proses. Dalam suatu industri, semua variabel proses seperti daya, temperatur dan laju alir harus dipantau setiap saat. Bila variabel proses tersebut berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka sistem kontrol dapat mengendalikan proses tersebut sehingga sistem dapat berjalan kembali sesuai dengan yang diharapkan. Sistem kontrol dapat digunakan di dalam pabrik, gedung-gedung maupun dalam bidang teknik.

Sistem kontrol sudah berkembang sejak awal abad ke-20, yaitu dengan ditemukannya sistem kontrol proporsional, integral dan diferensial. Dalam perkembangannya, ketiga sistem kontrol tersebut digabung menjadi satu, menjadi sistem kontrol PID (Proporsional, Integral, Diferensial). Sistem kontrol PID hanya dapat digunakan untuk sistem proses yang berbentuk linear dengan satu masukan dan satu keluaran (SISO). Untuk mengatasi hal ini, maka dikembangkan sistem kontrol yang lebih canggih, yaitu sistem terkontrol.

Supaya sistem proses tersebut dapat dikontrol, maka perlu dibuat model matematis yang menghubungkan antara masukan (input), proses, dan keluaran

(output). Pada sistem control, model yang banyak digunakan adalah model

persamaan keadaan. Dalam persamaan keadaan, persamaan diferensial dari sistem yang semula berorde n diubah menjadi n persamaan diferensial berorde satu secara simultan dan ditulis dalam notasi matriks. Metode persamaan keadaan

(18)

banyak digunakan dalam menganalisis suatu sistem, karena metode tersebut mempunyai banyak keuntungan yaitu:

1. Notasinya mudah dan dapat dibentuk ke dalam sistem persamaan diferensial.

2. Notasinya seragam untuk semua sistem tanpa mempedulikan orde

persamaannya, dan dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik yang sudah ada.

3. Dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dan tingkah laku sistem secara lebih lengkap (Hasan, 1998).

Dengan menggunakan model persamaan keadaan, maka sistem kontrol optimal dapat diterapkan pada sistem proses yang kompleks. Sistem kontrol optimal dapat digunakan untuk mengendalikan sistem proses yang berbentuk linear maupun taklinear. Sistem kontrol optimal juga dapat digunakan untuk mengontrol sistem proses dengan banyak masukan dan banyak keluaran.

Untuk kajian terhadap aspek teoritis sistem kontrol telah banyak dilakukan. Misalnya (Woodyatt et al. 1997) mengkaji kendala-kendala fundamental dalam pengendalian sistem pendulum terbalik dengan satu masukan (input) dan dua keluaran (output). Ogata (1997) mengemukakan sistem kontrol berumpan balik

(feedback control system) adalah sistem kontrol yang cenderung menjaga

hubungan yang telah ditentukan antara keluaran dan masukan acuan dengan membandingkannya dan menggunakan selisih sebagai alat pengontrol.

Salah satu sistem kontrol yang sangat banyak manfaatnya adalah pendulum. Pendulum merupakan suatu sistem atau alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep penting dalam dunia pendidikan seperti kesetimbangan. Pendulum juga dapat digunakan untuk menentukan momen inersia dan besar percepatan gravitasi bumi pada suatu benda. Sistem pendulum secara umum dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:

(19)

1. Pendulum biasa (direct pendulum)

2. Pendulum terbalik (inverted pendulum).

Gambar 1 Jenis Sistem Pendulum

Pada saat sekarang pendulum biasa dan pendulum terbalik merupakan alat yang sangat penting dalam dunia pendidikan dan penelitian di bidang teknik pengendalian (control engineering) Ogata (1997). Sistem pendulum terbalik memiliki beberapa karakteristik antara lain:

1. Taklinear dan tak stabil.

2. Dapat dilinearkan di sekitar titik kesetimbangan.

3. Kompleksitasnya dapat ditingkatkan melalui penambahan pendulum atau

modifikasi lainnya.

4. Mudah diterapkan dalam sistem aktual.

Dari kelebihan di atas berbagai teori pengendalian (control theory) banyak dievaluasi dan bila dibandingkan melalui pengujian sistem pendulum (Microrobot, 2007). Sistem pendulum terbalik dapat menjaga kesetimbangan pendulum dalam posisi tegak atau vertikal dengan memberikan sebuah gaya dorongan (input) pada motor. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pengujian melalui sistem pendulum banyak digunakan pada berbagai bidang seperti: bidangteknik pendulum terbalik banyak dipakai untuk memantau

η 2l x

u

θ µ mg µ 2l

u

mg

θ η x

(20)

pergerakan pondasi bendungan, jembatan, dermaga, dan struktur bangunan lainnya. Pada bidang industri banyak digunakan pengangkat peti kemas (cranes) bekerja atas dasar pendulum biasa. Taurasi (2005) mengemukakan bahwa pendulum terbalik dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi usikan gelombang seismik oseanik, dan asmosferik. Bidang fisiologi dan ilmu olah raga, prinsip kerja pendulum terbalik banyak digunakan untuk mengkaji kesetimbangan manusia (Loram et al. 2006).

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana spesifikasi rancangan pada pendulum dapat dicapai. Sistem kontrol yang baik adalah sistem kontrol yang mempunyai daya tanggap yang cepat dan stabil, tetapi tidak memerlukan energi yang berlebihan. Sistem kontrol demikian dapat dicapai melalui pengaturan indeks performansi yang tepat.

Sistem kontrol dapat diterapkan pada sistem pendulum biasa dan terbalik. Sistem pendulum terbalik terdiri dari tunggal, ganda, dual dengan lintasan datar dan miring. Tiap sistem pendulum mempunyai beberapa kondisi keterkontrolan yang berbeda-beda. Sehingga dalam kajian ini akan dipelajari keterkontrolan beberapa sistem pendulum.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi keterkontrolan beberapa sistem pendulum, yaitu:

1. Sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar. 2. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar. 3. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar. 4. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar. 5. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring. 6. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring. 7. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring.

(21)

II LANDASAN TEORI

2.1 Keterkontrolan

Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan tetapi pemodelan matematika mungkin tidak mempunyai sifat keterkontrolan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui syarat keterkontrolan sistem (Ogata, 1997).

Definisi 1. Keterkontrolan

State x(t) dikatakan terkontrol pada saat t0 jika terdapat suatu fungsi

inputu(t) untuk memindahkan statex(t) awal ke suatu state akhir x(tf) pada waktu yang terbatas (tf t0) 0. Jika setiap statex(t0) sistem terkontrol pada selang waktu terbatas maka sistem terkontrol secara sempurna (Kuo, 1987).

Suatu sistem disebut terkontrol pada saat t0 jika dengan menggunakan vektor kontrol tanpa kendala kita dapat memindahkan sistem dari keadaan awal sembarang x(t0) ke keadaan lain sembarang dalam selang waktu yang terhingga. Keterkontrolan dari sistem kontinu

= x(t) + u(t) (2.1) di mana

x(t)=vektor keadaan (vektor n-dimensi) sinyal kontrol

= matriks nxn

= matriks nx1.

Sistem terkontrol pada saat t0 jika dapat menentukan sinyal kontrol tanpa kendala yang akan memindahkan suatu keadaan awal ke keadaan akhir sembarang dalam selang waktu terhingga t0  ≤ t ≤ t1  (Ogata, 1997).  

  Contoh.

Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

(22)

Misalkan

,    ,     ,    

= 6  

6 .  

Sehingga bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut: 

0   1

6 1        A 0   16 1 .  Maka bentuk persamaan adalah

    .    2. 6 (t)   Misalkan , , ,    = 6 +  (t) 6 (t).

Sehingga bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut:

0   1

6 1 + 01

maka bentuk persamaan adalah

     

dengan =0   1

6 1 dan = 01

misalkan u(t)=k , k konstan dengan nilai awal 0 0 dan 0 0 maka diperoleh solusi umum dari persamaan tersebut adalah:

1 6 . 

Dari nilai awal yang diberikan maka konstanta dan B dapat disubstitusi

dengan konstanta k, sehingga solusi persamaan diferensial adalah

. Misalkan

 

(23)

Sebab terdapat input kontrol sehingga state dapat dicapai pada sembarang state  maka sistem terkontrol.

Definisi 2. Matriks B dikatakan ekivalen baris (row equivalent) dengan A jika

terdapat baris matriks-matriks elementer E1,E2,...,Ek sehingga:

B EkEk-1...E1 A.

Dengan perkataan lain, B ekivalen baris dengan A jika B dapat diperoleh

dari A melalui serangkaian operasi baris yang berhingga banyaknya (Leon 2001).

Definisi 3. Jika A adalah matriks x , maka ruang bagian dari R1xn yang

direntang oleh vektor-vektor baris dari A disebut ruang baris dari A. Ruang

bagian dari Rm yang direntang oleh vektor-vektor kolom A disebut ruang kolom

dari A (Leon 2001). Contoh.

Misalkan A= 1 0 0

0 1 0 .

Ruang baris dari A adalah himpunan vektor yang berbentuk α(1,0,0)+β(0,1,0)=(α, β, 0 . 

Ruang kolom dari A adalah himpunan semua vektor yang berbentuk

α 1

0 +β 01 00 = .

Jadi ruang baris dari A adalah ruang bagian yang berdimensi dua dari R1x3 dan

ruang kolom dari A adalah R2. 

Definisi 4. Pangkat dari matriks

Suatu matriks nxn dikatakan mempunyai pangkat jika ada suatu

submatriks   x dari sedemikian sehingga determinan dari tidak berharga

nol dan setiap determinan dari submatriks x (di mana 1) dari

berharga nol. Jika pangkat matriks A adalah n maka matriks A disebut berpangkat

(24)

Contoh. Tinjau matriks berikut: 1 2 0 1   3 41 0 1 0 1 1    1 20 2 .

Perhatikan bahwa | | 0. Salah satu submatriks terbesar yang determinannya tidak berharga nol adalah

1 2   3

0 1 1

1 0    1 . 

Sehingga Pangkat dari matriks A adalah 3.

Selain didefinisi seperti di atas, pangkat suatu matriks dapat didefinisikan berdasarkan dimensi dari ruang barisnya.

Definisi 5. Pangkat dari suatu matriks A adalah dimensi dari ruang baris dari A.

Untuk menentukan pangkat dari suatu matriks, dengan mereduksikan matriks yang bersangkutan menjadi eselon baris. Baris-baris taknol dari matriks eselon baris akan membentuk basis untuk ruang barisnya (Leon 2001).

Contoh. Misalkan   1 2     3 2 5     1 1 4   7 . 

Dengan mereduksikan A menjadi eselon baris, maka diperoleh matriks

1 2 3

0 1 5

0 0 0

 

Jelas bahwa (1, -2, 3) dan (0, 1, 5) membentuk basis untuk ruang baris dari U.

Karena U dan A ekivalen baris, maka matriks memiliki ruang baris yang sama

sehingga pangkat dari A adalah 2.

Teorema 1. Dua matriks yang ekivalen baris memiliki pangkat yang sama (Leon

2001).

Bukti. Jika B ekivalen baris dengan A, maka B dapat dibentuk dari A dengan

sebarisan operasi baris yang berhingga banyaknya. Jadi vektor-vektor baris dari B

(25)

akibatnya, ruang baris dari B harus merupakan ruang bagian dari ruang baris A.

Karena A ekivalen baris dengan B, maka dengan alasan yang sama, ruang baris

dari A adalah ruang bagian dari ruang baris B. Dengan demikian A dan B

memiliki ruang baris yang sama. Karena pangkat suatu matriks merupakan dimensi dari ruang barisnya maka dapat disimpulkan bahwa pangkat A sama

dengan pangkat B.  

Definisi 6. Suatu sistem dikatakan memiliki bentuk segitiga jika koefisien-

koefisien dari 1 peubah yang pertama dalam persamaan ke- semuanya nol dan koefisien dari adalah bukan nol ( 1,2, . . . , ) Leon (2001).

Contoh. Selesaikan sistem

2 3 2 1

2 3 2

4 3 3

4 4

Penyelesaian dengan menggunakan substitusi balik,kita peroleh:

4 4      1

4 3.1 3       0

2 3 2       1

2 3 2 1       1

Jadi penyelesaiannya adalah (1, -1, 0, 1).

Selain menggunakan definisi seperti di atas, bentuk segitiga atas juga dapat didefinisikan berdasarkan dari eselon baris tereduksi.

Definisi 7. Suatu sistem dikatakan memiliki bentuk eselon baris tereduksi jika:

1. Matriks memiliki bentuk eselon baris.

2. Entri bukan nol pertama dalam setiap baris adalah satu-satunya entri yang bukan nol dalam kolom yang bersangkutan.

Matriks-matriks berikut memiliki bentuk eselon baris tereduksi. 1 2 31 3 3 2 5 7    0 2 3 E21(-1)E31(-2) 1 2 3 0 1 0 0 1 1    0 2 3 E32(-1) 1 2 3 0 1 0 0 0 1    0 2 1 .

(26)

Proses menggunakan operasi-operasi baris elementer untuk mengubah suatu matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi disebut reduksi Gauss-Jordan (Gauss-Jordan reduction) Leon (2001).

Teorema 2. Keterkontrolan

Sistem pada persamaan (2.1) terkontrol secara sempurna dengan syarat perlu dan cukup bahwa matriks S berikut memiliki pangkat penuh (Kuo, 1987):

S=    |  |. . . |   ]

(bukti lihat Lampiran 2).

2.2 Kontrol Lup Tertutup dan Kontrol Lup Terbuka

Sistem kontrol lup tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung, pada aksi pengontrolan. Gambar menunjukkan hubungan masukan-keluaran dari sistem kontrol lup tertutup (Ogata, 1997).

                 

Gambar 2 Sistem kontrol lup tertutup

Sistem kontrol lup terbuka adalah sistem kontrol yang keluarannya tidak berpengaruh langsung, pada aksi pengontrolan. Kontrol lup terbuka dapat digunakan dalam praktek hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan jika tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal (Ogata, 1997).

Gambar 3 Sistem kontrol lup terbuka

2.3 Pelinearan Model Taklinear

Ogata (1997) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan model matematika yang linear dari sistem yang taklinear, maka diasumsikan bahwa terjadi simpangan yang sangat kecil di sekitar titik kesetimbangan.

Kontroler Plant atau Proses

Elemen ukur

masukan keluaran

Kontroler Plant atau Proses

(27)

Definisi 8. Deret Taylor Satu Peubah

Andaikan dan semua turunannya, , , , , … kontinu di dalam

selang [a,b]. Misalkan [a,b], maka untuk nilai-nilai x di sekitar dan [a,b], f(x) dapat diekspansi ke dalam deret Taylor sebagai berikut (Ogata, 1997):

! ! ! (2.5)

Definisi 9. Deret Taylor Dua Peubah

Suatu sistem yang keluarannya merupakan fungsi masukan dari dua buah peubah dan , sedemikian rupa sehingga

  , . (2.6) Untuk memperoleh pendekatan linear pada sistem taklinear ini, dengan menguraikan persamaan (2.6) menjadi deret Taylor dua peubah di sekitar , . Selanjutnya persamaan menjadi

, ,

! 2 (2.7)

di mana turunan parsialnya dihitung pada dan . Di sekitar titik

kerja normal, bentuk-bentuk orde tinggi dapat diabaikan. Model matematika linear dari sistem taklinear ini di sekitar kondisi kerja normal selanjutnya diberikan oleh

, , (2.8)

di mana

, , ,

(Ogata, 1997).

2.4Persamaan Ruang Keadaan

Secara khusus bentuk sederhana persamaan ruang keadaan (state space) merupakan bentuk persamaan diferensial biasa berorde satu dengan dimensi n

dan persamaan keluaran (output) dengan dimensi yang didefinisikan sebagai berikut (Ogata, 1997).

(28)

Defnisi 10. Diberikan sistem persamaan ruang keadaan danpersamaan keluaran

berturut-turut sebagai berikut

, , ,   (2.9) g , , . (2.10) Jika vektor fungsi f , g bergantung terhadap t, maka persamaan (2.9) dan (2.10) disebut sistem parameter-berubah (time-varying). Jika sistem tersebut dilinearkan, maka persamaan linear ruang keadaan dan persamaan keluarannya dituliskan sebagai

=A(t) x(t) + B(t) u(t) (2.11) y = C(t) x(t) +D(t) u(t) (2.12)

dengan A(t), B(t), C(t), D(t) adalah matriks-matriks yang bergantung terhadap

peubah t, x adalah vektor peubah keadaan (variable state), y adalah keluaran (output) sistem, dan u adalah input kendali.

Jika vektor fungsi f, g tidak bergantung terhadap t, maka persamaan (2.9) dan (2.10) disebut sistem parameter-konstan (time-invariant). Di dalam kasus ini persamaan (2.9) dan (2.10) dituliskan sebagai

, ,   (2.13) g , . (2.14) Jika sistem tersebut dilinearkan, maka persamaan linear ruang keadaan dan persamaan keluarannya dituliskan sebagai

=Ax(t) + Bu(t) (2.15) y = Cx(t) +Du(t) (2.16)

dengan A,B,C,D adalah matriks-matriks bernilai real, x adalah vektor peubah

keadaan (variable state), y adalah keluaran (output) sistem, dan u adalah input

kendali. Suatu sistem kendali linear berdimensi terbatas dan invariant waktu diberikan oleh sistemΣ = (A,B,C,D)denganA Rnxn, B Rnxm, C Rrxn, danD

Rrxm . Sistem adalah input tunggal dan output tunggal (SISO) jika m = r = 1dan sistem adalah multi input dan multi output (MIMO) jika m = r ≠ 1.

Contoh.

(29)

6 11 6 6 .

Di mana y adalah keluaran dan u adalah masukan sistem, akan dicari persamaan ruang keadaan dari sistem.

Pilihlah variabel keadaan sebagai berikut:

, , dan . Selanjutnya diperoleh

6 11 6 6 .

Dari ketiga persamaan diperoleh dengan menyelesaian persamaan diferensial asal

untuk suku turunan yang tertinggi dan kemudian disubstitusikan  

,   ,   ke dalam persamaan yang diperoleh. Sehingga bentuk

matriks yang diperoleh dari ketiga persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

   0     1    0    0     0   1 6 11 6 + 00 6 .

Persamaan keluaran dinyatakan dengan

(30)

III PEMODELAN SISTEM PENDULUM

Penelitian ini membahas keterkontrolan sistem pendulum, dengan menentukan model matematika dari beberapa sistem pendulum, dan dilakukan analisis dan menyederhanakan permasalahan dengan menggunakan persamaan ruang keadaan yang dibentuk matriks persegi. Kemudian dilakukan operasi baris dasar (OBD) hingga membentuk matriks segitiga atas pada sistem pendulum biasa dan pendulum terbalik.

Gambar 4, 5, dan 6 berikut mengilustrasikan satu buah pendulum biasa dan terbalik tunggal dengan lintasan datar dan miring, dan dua buah pendulum terbalik ganda dan dual dengan lintasan datar dan miring, dimuat pada motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan pendulum biasa dan terbalik bergerak dalam dua dimensi berturut-turut, yaitu bergerak ke arah depan atau ke arah belakang, dan maju atau mundur, dengan posisi awal pendulum berada di titik nol, dan pendulum bergerak dari keadaan diam.

Gambar 4 Sistem Pendulum Biasa

(a) Tunggal (b) Ganda (c) Dual Gambar 5 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar

2l

x

η

θ

µ

mg   2 2

µ

g g

u

x

    2     2 x  

µ

g g

u

µ 2l

u

m

g θ η x

(31)

(a) Tunggal (b) Ganda (c) Dual Gambar 6 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring

  massa motor (kg)

    massa pendulum (kg)

   posisi motor (m)

      panjang pendulum (m)

g   percepatan grafitasi bumi (m/s)

   gaya bekerja pada motor (N)

   friksi (gaya gesekan) antara motor dengan lintasan (N)

     friksi (gaya gesekan) antara pendulum dengan motor (N)

   sudut antara pendulum dengan garis normal

   Sudut kemiringan lintasan

  massa pendulum (kg)   panjang pendulum (m)

    friksi (gaya gesekan) antara pendulum dengan motor (N)

    friksi (gaya gesekan) antara pendulum dengan pendulum (N)

     1,2.

Massa motor dan pendulum masing-masing dilambangkandengan dan m

dengan satuan kilogram. Posisi pendulum awal dinotasikan titik nol, dan panjang pendulum dilambangkan 2l( dinyatakan dalam meter. Pendulum diasumsikan seragam (uniform) sehingga momen inersia adalah .  Diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan sebesar , pendulum dengan motor sebesar , pendulum dengan pendulum sebesar , dan sudut yang dibentuk oleh pendulum dengan  adalah cukup kecil.

x

µ

u

α

µ

u

x   2   2 g α     θ 2l

u

mg µ x α

(32)

Jika pendulum diberi gaya dorong sebesar u, maka diperoleh berturut-turut total energi kinetik (Ek), total energi potensial (Ep) dan total energi kinetik yang diakibatkan friksi ( ) antara motor dengan lintasan, pendulum dengan motor, dan pendulum dengan pendulum.

Untuk menyamaratakan koordinat perlu diperhatikan gerak translasi motor

x, gerak osilasi pendulum pertama θ1, dan gerak osilasi pendulum kedua θ2 

sebagai dua dan tiga buah keluaran yang selalu berubah-ubah jika diberikan gaya dorong u.

Dengan adalah kecepatan motor dan , adalah kecepatan

anguler pendulum pertama dan kedua pada saat t. Sedangkan dan

, adalah percepatan motor, percepatan sudut pendulum pertama dan

kedua pada saat t. Deskripsi matematika dari karakteristik dinamik suatu sistem disebut model matematika (Ogata 1997). Untuk mendapatkan model matematika pada sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal, ganda, dan dual maka dapat digunakan persamaan Euler-Lagrange (Thompson, 1990).

Karena persamaan diperoleh taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu.

Dengan mengasumsikan sudut yang dibentuk oleh pendulum θ adalah cukup

kecil, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sin , cos 1, 0,

dan 0. Diasumsikan juga bahwa 0 0,  0 0, 0 0,  0

0, dan 0 yang artinya posisi awal motor masing-masing ada di titik 0, motor dan pendulum bergerak dari keadaan diam.

Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal, ganda, dan dual dengan lintasan datar dan miring, maka diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan  adalah 0, friksi pendulum dengan motor

0 dan friksi pendulum dengan pendulum pertama dan kedua 0.

3.1 Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar

Pada bagian ini diperhatikan sistem pendulum biasa tunggal seperti Gambar 7 berikut, mengilustrasikan satu buah pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar dapat digerakkan. Diasumsikan pendulum biasa bergerak dalam dua dimensi yaitu bergerak ke arah depan atau ke arah belakang, dengan posisi awal pendulum berada di titik nol, dan pendulum bergerak dari keadaan diam.

(33)

 

 

Gambar 7 Sistem Pendulum biasa.

Dari Gambar 7 penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 6) yang diperoleh persamaan sebagai berikut:

Ek m) cos (3.1)

Ep mgl cosθ       3.2   D .       3.3) 

Bentuk umum fungsi Lagrange dari sistem dinyatakan sebagai berikut:

Ek Ep (3.4) dengan Ek adalah total energi kinetik, Ep adalah total energi potensial, dan adalah total energi kinetik akibat friksi. Dengan mensubstitusikan persamaan (3.1) dan (3.2) ke persamaan (3.4), maka diperoleh fungsi Lagrange sebagai berikut.

L = m) cos g  cos . (3.5) Misalkan vektor koordinat sistem adalah q = ( ,  ) dengan = x dan

= θ dan misalkan dan maka persamaan Euler-Lagrange

untuk sistem ini diberikan sebagai berikut (lihat Lampiran 7): Untuk gerak translasi motor

( – (3.6) Untuk gerak osilasi pendulum

( – 0. (3.7) 2l

u

mg θ η µ x

(34)

Dari persamaan Euler-Lagrange persamaan (3.3) dan (3.5) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 8).

cos sin (3.8)

cos sin   sin g  sin   0. (3.9)

Bentuk linear dari persamaan (3.8) dan (3.9) sebagai berikut:

(3.10) θ g     0. (3.11) Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum biasa dengan lintasan datar maka diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan =0 dan friksi pendulum dengan motor =0 sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

(3.12)

l θ g   0. (3.13)

3.2 Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Datar

3.2.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar

Penurunan model sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar seperti Gambar 8 berikut. Diasumsikan Motor bergerak dalam dua dimensi yaitu motor dan pendulum bergerak maju atau mundur dalam bidang datar.

 

  

Gambar 8 Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Datar.

Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 9) diperoleh persamaan sebagai berikut: Ek  m) cos (3.14) Ep  gl cosθ (3.15) η x 2l

M

u

θ µ mg

(35)

. (3.16) Fungsi Lagrange diperoleh

L m) cos g  cos . (3.17)

Disederhanakan persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.16) dan (3.17) adalah taklinear (lihat Lampiran 10) diperoleh

cos sin (3.18)

cos sin   sin g  sin   0. (3.19)

Bentuk linear dari persamaan (3.18) dan (3.19) sebagai berikut

(M+mml +  =  (3.20)

   m     g sin   0   (3.21) (Edisusanto. 2008).

Selanjutnya persamaan disederhanakan dengan mengasumsikan =0 dan =0 maka diperoleh:

(3.22)

  θ g   0. (3.23)

3.2.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda (Double) dengan Lintasan Datar

Gambar 9 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat pada motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak ke arah maju atau ke arah mundur, sedangkan pendulum pertama atau kedua bergerak maju atau mundur  dalam bidang datar.

Gambar 9 Sistem Pendulum Terbalik Ganda

2 2

µ

g g

u

x

(36)

Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 11) diperoleh persamaan sebagai berikut:

+ 2 cos cos

2 cos 2 (3.24)

= g cos + g (2 cos cos        (3.25) 

  =  . (3.26) Fungsi Lagrange diperoleh

M+ 2 cos cos

2 cos 2  g 

 cos      g (2  cos    cos . (3.27)  

Misalkan vektor koordinat sistem adalah q = ( ,  ,  ) dengan = x ,

= θ, dan = , misalkan , dan   maka persamaan

Euler-Lagrange untuk sistem ini diberikan sebagai berikut (lihat Lampiran 12): Untuk gerak translasi motor

( – . (3.28) Untuk gerak osilasi pendulum pertama

( – 0. (3.29) Untuk gerak osilasi pendulum kedua

( - 0. (3.30) Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.26) dan (3.27) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 13).

• ( + ) 2 cos 2 sin + 

cos   sin (3.31)

• 2   cos 2 sin 4

2 cos 2 sin 2 sin

2 sin 2 sin  g  sin

(37)

•  cos sin 2 cos

2  sin 2 sin

sin -2 sin  g  sin 0. (3.33)

Diperoleh persamaan linear sebagai berikut:

• ( ) 2 +  (3.34)

• 2   4 2  g 

2  g    0 (3.35)

•   2  g  0 (3.36)

(Assidiqi 2008).

Diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan =0 dan friksi pendulum dengan motor =0 serta friksi pendulum dengan pendulum =0 sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:

( ) 2 + (3.37)

2   4 2  g 

2  g  0 (3.38)

  2  g 0. (3.39)

3.2.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar

Gambar 10 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak ke arah maju atau ke arah mundur, sedangkan pendulum pertama atau kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang datar.

      x 2 2

µ

g g

u

(38)

Penurunan energi (lihat Lampiran 14) dan diperoleh persamaan sebagai berikut: cos cos (3.40) = g cosθ1  g cosθ2       (3.41) D = ( + + . (3.42) Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut:

( cos cos

g cos g cos . (3.43) Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.42) dan (3.43) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 15):

( + )  cos cos – sin

sin   (3.44)

cos g sin 0 (3.45)

cos g sin 0.   (3.46)

Diperoleh persamaan linear sebagai berikut:

( )    (3.47)

g 0 (3.48) g 0 (3.49) (Phillips. 1994).

Selanjutnya disederhanakan persamaan (3.47), (3.48), dan (3.47) sebagai berikut:

( )  (3.50)

g 0 (3.51) g 0. (3.52)

(39)

3.3 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring

3.3.1Sistem Pendulum Terbalik Tunggal denganLintasan Miring

Pada bagian ini pertama kali yang dilakukan adalah menurunkan model sistem pendulum terbalik dengan lintasan miring. Gambar 11 mengilustrasikan satu buah pendulum terbalik dimuat pada motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak maju atau mundur, sedangkan pendulum bergerak ke arah maju atau mundur dalam bidang miring.       

       

 

      

       

 

 

       

Gambar 11 Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring

Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 16) diperoleh sebagai berikut:

= ( ) + l cos + (3.53)

Ep = gl cos (3.54)

. (3.55) Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut:

L = ( ) + l cos +  g l cos . (3.56)

Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.55) dan (3.56) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 17):

( )  l cos l   sin +  =  – gsin (3.57)

+ l  cos +   g sin = 0. (3.58)

Sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut:

( )  l cos +  =  – gsin (3.59)

+ l  cos   +   g cos g sin = 0 (3.60) (Edisusanto. 2008). α θ η mg 2l

u

µ x

(40)

Selanjutnya persamaan (3.59) dan (3.60) disederhanakan menjadi:

( ml cos =  – g sin (3.61)

+ l  cos     g cos gsin = 0. (3.62)

3.3.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring

Gambar 12 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak maju atau mundur, sedangkan pendulum pertama atau kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang miring.

Gambar 12 Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring

Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 18) yang diperoleh persamaan sebagai berikut:

         2 cos

cos 2 cos

2 (3.63)

= g cos + g(2 cos cos (3.64)

  =  . (3.65)

µ

g g

u

2 2 α

x

(41)

Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut:

L M 2 cos cos

2 cos 2

g cos g (2 cos cos ). (3.66)

Dari persamaan Euler-Lagrange persamaan (3.65) dan (3.66) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 19):

• ( 2 cos  

2 sin   cos sin +   

g sin (3.67)

• 2   cos 2 sin

2 cos 2 sin 2 in

2 2 2 sin

2 sin  g sin  2  g sin +

( 0 (3.68)

•  cos sin   2 cos

2 sin 2 sin  

sin    2 sin g sin  

+  0. (3.69) Sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut:

• 2 cosα  cos  +

g sin    (3.70)

• 2   cos  2 2 2

2   g cos    2   g sin  + ( 0 (3.71)

•  cos    2     g  cos   – sin   

(42)

Selanjutnya disederhanakan persamaan (3.70), (3.71), dan (3.72) diperoleh sebagai berikut: •   2 cosα  cos  g sin    (3.73) • 2  cos  4 2 2   g  cos    2   g sin  0 (3.74)

•  cos    2 g  cos   – sin    0.       (3.75)

. 3.3.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring

Gambar 13 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak maju atau mundur, sedangkan pendulum pertama atau kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang miring.

       

 

Gambar 13 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 20) yang diperoleh persamaan sebagai berikut:

( cos

cos (3.76)

Ep = g cos   m2g l2cos        (3.77)

= + + = ( + + . (3.78) Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut.

x α

µ

g g

u

2 2

(43)

L ( + cos

cos g cos - g cos . (3.79) 

Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.78) dan (3.79) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 21):

( + )  cos cos

sin sin   g sin (3.80)

cos g sin 0 (3.81)

cos g sin 0.   (3.82)

Sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut:

( )  cosα cosα  

g sin (3.83)

cosα g cosα g  sinα 0 (3.84)

cosα g cosα g   sinα 0. (3.85)

Selanjutnya disederhanakan persamaan (3.83), (3.84), dan (3.85) diperoleh sebagai berikut:

( )  cosα cosα

g sin (3.86)

cosα g cosα g  sinα 0 (3.87)

(44)

IV KETERKONTROLAN

4.1 Persamaan Ruang Keadaan (State Space)

Pada bagian ini akan dibahas masalah persamaan ruang keadaan untuk memperoleh sistem kontrol dengan pencapaian spesifikasi rancangan yang telah ditentukan dari penurunan persamaan sistem pendulum biasa dan terbalik maka diperoleh persamaan ruang keadaan.

Dengan menggunakan model persamaan keadaan, maka sistem kontrol dapat diterapkan pada sistem proses yang kompleks. Sistem kontrol dapat digunakan untuk mengendalikan sistem proses yang berbentuk linear maupun taklinear. Sistem kontrol juga dapat digunakan untuk mengontrol sistem proses dengan banyak masukan dan banyak keluaran (MIMO).

4.1.1 Sistem Pendulum Tunggal Biasa dengan Lintasan Datar

Dari penurunan persamaan (3.12) dan (3.13) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh dan , sehinggapersamaan ruang keadaan sebagai berikut: g   (4.1) g . (4.2) Misalkan g   , , g  , .

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

    0 1 0 0 00 0     0 0 0 0 10 0   0    0 .

Persamaan keluaran dinyatakan dengan

=1 0 0 0

0 0 1 0 .

Bentuk persamaan adalah:

= (t)x(t)   (t) u(t)

(45)

dengan     0 1 0 0 00 0     0 0c 0 0 10 0 ,   0    0 , dan 1 0 0 0 0 0 1 0 .

4.1.2 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar

4.1.2.1Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar

Dari penurunan persamaan (3.22) dan (3.23) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh dan , sehingga persamaan ruang keadaan sebagai berikut:

= g(1 + )θ u (4.3)

= g + u . (4.4) Misalkan p = g 1+   ), r = , s = g , dan t =   .

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

      =    0 10 0 0 0 0   0 0 0 0 10 0        0    0 dengan     0 1 0 0 00 0   0 0 0 0 10 0 , dan   0    0 .

4.1.2.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar

Dari penurunan persamaan (3.37), (3.38) dan (3.39) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh , , dan , sehingga persamaan ruang keadaan sebagai berikut:

g4 5  14 4 9 2 g 14 4 2 18 14 4     (4.7) 2  g 14 4 g16 5 14 4 14 4        (4.8) g 14 4   14 4 14M 4 . (4.9)

(46)

Misalkan   g  ,     g ,   18

   g,   g ,  

  g ,     ,       

   .

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

    0 1  0  0  0 0   0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0        0 0    0 0   0 0 0 0 0 1 0 0 0   0   0      0    dengan     0 1    00 0 0    0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0       0 0   0 0   0 0 0 0 0 1 0 0 0 , dan  0  0    0   .

4.1.2.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar

Dari penurunan persamaan (3.50), (3.51) dan (3.52) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh , , dan , sehingga persamaan ruang keadaan sebagai berikut:

g   g   (4.13) g g (4.14) g   g   . (4.15) Misalkan   g ,   g ,   g , g ,    

(47)

    g ,   g ,      .

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

  0 1  00   0 0  0 0 0 0 0 0 0 1 0 0     0    0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0   0    0   0    dengan   0 1  00   0 0  0 0 0 0 0 0 0 1 0 0      0     0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 , dan    0    0   0    .

4.1.3 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring

4.1.3.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring

Dari penurunan persamaan (3.61) dan (3.62) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh dan , sehingga persamaan ruang keadaan sebagai berikut: = g           g (4.5) = g     g    (4.6) Misalkan : a= g  ,            , c=   g ,           g  , , g    .

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

= 0 1 0 0 00 0 0 0 0 0 10 0      0   0

(48)

dengan  0 1 0 0 00 0 0 0 0 0 10 0 , dan       0    0    .

4.1.3.2Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring

Dari penurunan persamaan (3.74), (3.75), dan (3.76) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh , , dan , sehingga persamaan ruang keadaan sebagai berikut:

= g        g          g    g   – g     (4.10) g         g               g   g        (4.11) g        g     +   + g   g    . (4.12) Misalkan g       ,      g      ,     c     ,     g    g    – g     g         , g         ,       , g   g        , g   ,  g     ,         g   g    .

Selanjutnya persamaan disederhanakan menjadi

  u

(49)

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

   0 1   00 0 0  0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0      0 0   0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0   0   0      0    dengan    0 10  0 0 0  0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0       0 0   0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 , dan    0    0   0    .

4.1.3.3Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring

Dari penurunan persamaan (3.86), (3.87) dan (3.88) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh , , dan , sehingga persamaan ruang keadaan sebagai berikut:

g α α α g α α α α   α   α α (4.16) g α α g  α α α   α α g      α α (4.17) g α α g α α  + α g  α  α α g  . (4.18) Misalkan   g α α α,     α α   g α α ,   α   α α, g α α , α ,   α α ,    g      α , g α α, α,

(50)

g α

α ,

g  α  α g 

α .

Selanjutnya persamaan disederhanakan menjadi

 + .

Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:

0 1  0 0   0 0  0 0 0 0 0 0 0 1 0 0   0  0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0    0    0    0     dengan 0 1  0 0   0 0  0 0 0 0 0 0 0 1 0 0   0  0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 , dan  0  0  0   .

4.2 Keterkontrolan (Controllability) Sistem Pendulum 4.2.1 Sistem Pendulum Biasa Tunggal dengan Lintasan Datar

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum biasa dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:

S=    |  |   |   ] =

0

0

0

0

0

0

0

0

b

ab

b

ab

d

bc

d

bc

OBD

(51)

2 2

0

0

0

0 0

0

0 0

0

d o

bc

d

bc

cb

ab

d

cb

ab

d

+

+

pangkat 4.

Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat 4 (lihat Lampiran 22). Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya sistem pendulum biasa tidak terkontrol. Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol.

4.2.2 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan datar

4.2.2.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan datar

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks

S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:

S=    |  |   |   ]=   0  0 0 0    0     0 0       0    0   0       0 0      0    0 0    0 0 0 .

Karena syarat keterkontrolan keadaan secara sempurna adalah bahwa matriks S berpangkat penuh.

S=    |  |   |   ] dengan pangkat 4

Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 4.

Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya 0, 0,

dan – 0 maka sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar tidak terkontrol (lihat Lampiran 23). Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum terbalik tunggal tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol.

(52)

4.2.2.2Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S

hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:

S=    |   |   |   |   |  ]   =     0  0  0  0  0 0 ² 0 ² 0 0 ²   0  0   0     0 0 ² 0 0 0 0   0   0  0 0 0   0 0 0 0 0 0 0 0  0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 pangkat 6.

Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi

a=rs+tv b=( (1/v)(v²y-rsz+rvw-tvz) c=vt²+rst+prs+qsv d =(1/v)(qv²w+tv²y-t²vz-prsz+prvw-rstz-qsvz+rsvy) e= (1/(v²y-rsz+rvw-tvz))( zp²rtv-yp²rv²-zpqrsv+wpqrv²+zpqtv²-ypqv³- zpr²st+2ypr²sv-wpr²tv-zprt²v+yprtv²-zq²sv²+wq²v³+zqr²s²-wqr²sv+zqrstv+yqrsv²-2wqrtv²-yr³s²+wr³st-yr²stv+wr²t²v .

Karena syarat keterkontrolan sistem adalah bahwa matriks S berpangkat

penuh.

S=    |   |   |   |   |  ] dengan pangkat 6.

Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya a,b,c,d,e,dan z sama dengan nol maka sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar tidak terkontrol (lihat Lampiran 24). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dikerjakan dalam software mathematica 6.0. Misalkan masa pendulum pertama

(53)

dan masa pendulum kedua sama  serta panjang pendulum pertama

dan panjang pendulum kedua  .

Jadi pada sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar selalu

terkontrol kecuali pada panjang pendulum  dan   =5 .

4.2.2.3Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik dual dengan lintasan datar dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S

hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:

S=    |   |   |   |   |  ]=   0  0  0  0  0 0 ² 0 ² 0 0 ²   0  0   0     0 0 ² 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 pangkat 6.

Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0 a= rw+vy b= (v²y-rsz+rvw-tvz) c= prw+qvw+rsy+tvy d= ² ² ²   e= ² ² ² ² ² ² ³ ² 2 ² ² ² ² ² ² ² ³ ² ² ² ² 2 ² ³ ² ³ ² ² ²

Karena syarat keterkontrolan keadaan secara sempurna adalah bahwa matriks berpangkat penuh.

(54)

S=    |   |   |   |   |   ] dengan pangkat 6.

Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya a,b,c,d,e,dan z sama dengan nol maka sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar tidak terkontrol (lihat Lampiran 25). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dikerjakan dalam software mathematica 6.0. Misalkan masa pendulum pertama

 dan masa pendulum kedua serta panjang pendulum pertama l=

dan panjang pendulum kedua k= . Jadi sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar selalu terkontrol kecuali pada panjang pendulum = .

4.2.3 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring

4.2.3.1Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks

S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:

S=   |   |   |    ]=

0

0

0

0

0

0

0

0

b

ab

b

ab

d

bd

d

bd

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

b

ab

b

ab

ae bd

ae bd

− −

− −

.

Karena syarat keterkontrolan sistem bila matriks S berpangkat penuh. S=    |   |   |   ] dengan pangkat 4.

Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 4.

Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya 0,

0, dan – 0, maka sistem pendulum terbalik tidak terkontrol (lihat Lampiran 26).

(55)

Dari analisis ini dapat dinyatakan maka sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar dan miring selalu terkontrol.

4.2.3.2Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S

hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:

S=    |   |   |   |   |  ]=   0  0 0  0  0 0 ² 0 ² 0 0 ² 0  0 0     0 0 ² 0 0         0 0    0     0 0   0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .

Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi

h=0, v= ce+fh, w= 1/h)(h²k-cpe+chj-fhp), x= hf²+cef+ace+bhe, y= (1/h)(bh²j+fh²k-f²hp-acpe+chke-cfpe-bhpe+achj), z= -(1/(h²k-cpe+chj-fhp))(- pa²cfh+ka²ch²-jabch²+peabch- pabfh²+kabh³+jac²fh+peac²f-2keac²h+pacf²h-kacfh²-jb²h³+peb²h²+jebc²h-pe²bc²+2jbcfh²-pebcfh-kebch²-jec³f+k e²c³-jc²f²h+kec²fh). S=    |   |   |   |   |  ] dengan pangkat 6

Jadi sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar selalu

terkontrol, kecuali pada panjang pendulum   dan atau

dan 5  (lihat Lampiran 27).

(56)

4.2.3.3Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring

Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik dual dengan lintasan miring dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S

hingga membentuk matriks segitiga atas  adalah:   S=    |   |   |   |   |  ]=   0  0  0  0  0 0 ² 0 ² 0 0 ²   0  0   0     0 0 ² 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 pangkat 6.

Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi

hk-cj 1/ ² cke-acj-bhj+fhk 1/ ² ² ² 2 2 .

Karena syarat keterkontrolan keadaan secara sempurna adalah bahwa matriks S berpangkat penuh.

S=    |   |   |   |   |  ] dengan pangkat 6

Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya p,v,w,x,y,dan z sama dengan nol maka sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring tidak terkontrol (lihat Lampiran 28). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dikerjakan dalam software mathematica 6.0. Misalkan masa pendulum pertama

(57)

 dan masa pendulum kedua serta panjang pendulum pertama l=

dan panjang pendulum kedua L=  .

Jadi pada sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring selalu

terkontrol kecuali terjadi pada panjang pendulum dan massa pendulum

dan √13−3 .

Rekapitulasi Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum

No Pendulum Jenis Pendulum lintasan Tak Terkontrol di 1 2 3 4 5 1. Biasa Tunggal datar   2. Terbalik Tunggal datar   3. Terbalik Dual datar =5 dan = 2l

u

mg θ η µx η x 2l

M

 

u

θ µ mg 2 2

M

µ g g u x

Gambar

Gambar 1 Jenis Sistem Pendulum
Gambar 2 Sistem kontrol lup tertutup
Gambar 4 Sistem Pendulum Biasa
Gambar 7  Sistem Pendulum biasa.
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Diharapkan dengan adanya alat ini maka mahasiswa akan dapat memahami prinsip kerja dari sistem kendali PID untuk mengimbangi posisi sebuah pendulum terbalik serta

Untuk itu dalam penelitian ini, anali- sis sistem underactuated yang dibahas oleh Olfati-Saber, 1999 akan digunakan dalam penerapan keseimbangan sistem pendulum terbalik beroda

Secara ilustratif, suatu pendulum terbalik seperti pada Gambar 3.1 terdiri dari dua bagian utama yaitu kereta beroda yang dapat bergerak ke arah kanan atau ke arah kiri dan

Pada gambar dibawah adalah desain pengendali fuzzy dalam mengatasi gangguan pada inverted pendulum, peran pengendali fuzzy dalam ini adalah untuk mengatasi

Posisi sudut pendulum pada bidang tunggal distabilkan terhadap gravitasi untuk setiap posisi yang diinginkan dengan menggunakan propeller bertenaga motor brushless

Hasil implementasi menunjukkan bahwa sistem pendulum terbalik mampu mengikuti siyal referensi yang diberikan serta performansi tracking yang diperoleh kurang dari

• Kontrol fuzzy T-S berbasis performansi H ∞ dengan batasan input-output mampu menstabilkan pendulum pada posisi terbalik dan mempertahankan kereta pada titik tengah rel. •

Kontrol fuzzy T-S dengan menggunakan konsep PDC modifikasi mampu menstabilkan pendulum pada posisi terbalik dan mempertahankan kereta pada titik tengah rel mampu