• Tidak ada hasil yang ditemukan

AMOBILISASI ION Pb 2+ OLEH GEOPOLIMER YANG DISINTESIS DARI ABU LAYANGPT. IPMOMI PROBOLINGGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AMOBILISASI ION Pb 2+ OLEH GEOPOLIMER YANG DISINTESIS DARI ABU LAYANGPT. IPMOMI PROBOLINGGO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Sintesis geopolimer abu layang PT. IPMOMI Probolinggo dengan variasi S/L, rasio SiO2/Al2O3 dan amobilisasi kation logam Pb telah dilakukan. Sintesis geopolimer variasi S/L = 3,59 memiliki kuat tekan tertinggi sebesar 33,70 MPa dengan viskositas 720 cps.Rasio SiO2/Al2O 3= 6,45 variasi Si tetap memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan rasio SiO2/Al2O3 variasi Al tetap sebesar 33,46. Sintesis dilakukan dengan variasi komposisi solid dan liquid sebesar3,59. Amobilisasi kation logam berat Pb2+ dengan variasi konsentrasi sebesar 1.000 ppm, 2.000 ppm, 4.000 ppm, 8.000 ppm, dan 16.000 ppm dilakukan. Kuat tekan tertinggi sebesar 53.46 MPa di dapat pada penambahan kation Pb 16.000 ppm. Pengujian efektifitas amobilisasi ion Pb2+oleh geopolimer dilakukan menggunakan ICP-OES. Geopolimer S/L = 3,59, SiO2/Al2O3 = 6,45 dan dengan kontaminan Pb = 16.000 ppm memiliki kemampuan amobilisasi paling baik ditandai 0 ppm yang ter-leaching pada asam asetat. Kata KunciGeopolimer ; Logam berat ; Amobilisasi ; Leaching

I. PENDAHULUAN

Abu layang (Fly ash) merupakan salah satu jenis limbah pengolahan batubara dan berpotensi besar pada pencemaran lingkungan. Sejauh ini, sebagian besar limbah abu layang yang dihasilkan hanya dibiarkan saja di kolam pengendapan atau landfill kering hingga menjadi gunung abu (Neupane dan Donahoe, 2009). Abu yang tidak dimanfaatkan berdampak sangat merugikan bagi kesehatan lingkungan sekitar.Hal ini disebabkan karena abu layang mengandung logam berat seperti nikel, vanadium, arsenik, kadmium, kromium, molybdenum, seng, selenium, uranium, radium dan lainnya.Meskipun jumlah unsur yang ditemukan relatif kecil, namun dengan melimpahnya jumlah abu yang dihasilkan, unsur-unsur tersebut akan mencapai batas yang cukup membahayakan.

Salah satu pendekatan yang dilakukan para peneliti untuk mengurangi bahaya logam berat dengan mentransformasikan abu layang ke bentuk lain yang lebih efisien yaitu geopolimer. Geopolimer adalah polimer anorganik tersusun dari monomer aluminat 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴45− dan silikat 𝑆𝑆𝑆𝑆𝐴𝐴44− yang memiliki rumus molekul 𝑀𝑀𝑛𝑛(−(𝑆𝑆𝑆𝑆𝐴𝐴2)𝑧𝑧− 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴2)𝑛𝑛.𝑤𝑤𝐻𝐻2𝐴𝐴(Supriadi, 2010). Pada awal pengembangannya, geopolimer dibuat dari bahan dasar kaolin atau metakaolin. Selanjutnya, dikembangkan geoplimer yang dibuat dari bahan-bahan produk sampingan seperti limbah abu layang (fly ash), abu kulit padi (rice hask ash) dan bahan lain yang mengandung silikon (Si) dan aluminium (Al) (Kurniawan, 2011). Geopolimer dapat diterapkan pada berbagai kegunaan dan memiliki beberapa kelebihan, salah satunya sebagai produk bahan bangunan seperti beton geopolimer yang dapat memiliki kuat tekan tinggi yaitu sekitar 65 MPa (Subekti, 2008).Proses geopolimerisasi abu layang melibatkan proses aktivasi abu

layang sehingga bersifat lebih reaktif dan berjalan bertahap saat polimerisasi.

Abu layang dapat digunakan sebagai adsorben kation tembaga dan kadmium dalam larutan melalui mekanisme pembentukan geopolimer yaitu amobilisasi Cu2+ dan Cd2+ oleh geopolimer. Proses amobilisasi ini dapat melalui kombinasi dua hal,yakni dengan terjadinya ikatan kimia antara logam-logam tersebut dengan matriksgeopolimer dan dengan meng-encapsulation secara fisik kedua logam tersebut,juga dalam matriks geopolimer (Van Deventer, 2001). Pada tahun 1999 van Jaarsveld dan van Deventer menemukan kandungan kation logam berat Pb2+ dalam jumlah kecil dalam geopolimer yang dapat meningkatkan ketahanan geopolimer yang dihasilkan. Mereka juga mengemukakan logam berat yang diserap dalampembuatan geopolimer memberi efek besar terhadap sifat fisikadan kimia pada geopolimer.

Kecocokan diameter logam Pb2+ terhadap rongga yang dimiliki geopolimer berbahan dasar abu layang Cilacap, namun kurang sesuai dengan logam berat Cd2+ (Warih, 2010).Pada tahun 2011, Stiasari melakukan penelitian dengan menggunakan abu layang PT. IPMOMI sebagai bahan dasar geopolimer dan kation logam berat Cd2+ sebagai kontaminannya. Pada penelitian tersebut dihasilkan kuat tekan tinggi sebesar 50,39 x 103 kN/103 dan kemampuan amobilisasi sebesar 79,09 % - 96,25%. Merujuk pada kedua penelitian tersebut maka penulis melakukan sintesis geopolimer berbahan dasar abu layang PT. IPMOMI menggunakan kontaminan kation logam berat Pb2+ dan diharapkan memiliki kuat tekan dan kemampuan amobilisasi yang tinggi. Kemampuan amobilisasi geopolimer ditunjukkan dengan tingkat ketahanan kontaminan kation logam berat Pb2+ dalam geopolimer.Proses leaching dilakukan sebagai indikator keterikatan logam berat Pb2+ pada geoppolimer.

II. METODOLOGI PENELITIAN A. Sintesis Geopolimer

Sintesis geopolimer dilakukan dengan cara mencampurkan abu layang yang telah di preparasi dengan larutan pengaktif serta Al(OH)3. Pencampuran dilakukan

dengan menuangkan larutan pengaktif ke campuran abu layang Al(OH)3.Campuran tersebut selanjutnya diaduk

sampai homogen menggunakan mixer selama kurang lebih 120 detik.Campuran hasil pengadukan berbentuk gel. Campuran tersebut dituangkan ke dalam cetakan (molding) berukuran 50 mm x 50 mm x 50 mm. Proses pencetakan harus dilakukan dengan cepat karena campuran geopolimer sangat cepat mengeras. Geopolimer didiamkan di dalam

AMOBILISASI ION Pb

2+

OLEH GEOPOLIMER YANG DISINTESIS

DARI ABU LAYANGPT. IPMOMI

PROBOLINGGO

Ria Akmalia, M. Nadjib Mudjahid, MS. dan Hamzah Fansuri, M.Si, Ph. D. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

(2)

cetakknya selama 24 jam.Setelah itu, geopolimer yang telah mengeras dikeluarkan dari cetakkanya kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara sebelum dipanaskan di dalam oven dengan suhu 60 ºC.Setelah pemanasan, Geopolimer yang telah terbentuk didiamkan selama 28 hari dalam kondisi ruangan (ambient).

B. Leaching

Sampel geopolimer berbentuk kubus berukuran 50x50x50 cm3 berumur 28 hari yang telah mengalami curing digunakan untuk pengujian leaching. Proses leaching

dilakukan menggunakan asam asetat (CH3COOH) yang

memiliki pH 2,88. Larutan asam asetatdibuat berdasarkan laporan Fernandez-Jimenez dkk. (2005) yaitu dengan melarutkan 5,7 mL asam asetat glacial kedalam 1000 mL aqua DM.

Sampel geopolimer yang telah di uji kuat tekan dipecah diambil pecahan yang berukuran sekitar 5-6 mm. Kemudian sampel ditimbang sebanyak 6 g. Sampel direndam ke dalam larutan 150 mL asam asetat 0,01 M, diaduk dengan magnetic stirrer selama 7 jam dengan kecepatan 300 rpm. Rasio antara sampel geopolimer dengan

leachatebernilai 1:25. kemudianleachant disaring dan dianalisis menggunkan ICP-OES untuk mengetahui banyaknya kation logam Pb2+ yang ter-leaching. Pembuatan larutan asetat 0,01 M dilakukan dengan memasukkan 5,7 mL asam asetat glacial 16,65 M ke dalam labu ukur 1000 mL dan diencerkan hingga garis batas menggunakan aqua DM.

C. Karakterisasi

Kandungan kimia yang terdapat dalam abu layang dianalisis menggunakan spektroskopi fluoresensi sinar-X (XRF). Analisis ini menunjukkan data kuantitatif berupa prosentase unsur-unsur penyusun abu layang yang diperlukan untuk menentukan besarnya Al(OH)3 dan

Natrium Silikat yang perlu ditambahkan agar diperoleh angka banding SiO2/Al2O3 yang sesuai.

Karakterisasi Mikrostruktur produk sintesis geopolimer abu layang dianalisis menggunakan SEM-EDX

(Scanning Electron Microscopy- Energy Dispersive X- day).Sampel yang digunakan untuk analisis mikrostruktur menggunakan SEM-EDX diambil dari geopolimer yang utuh yang selanjutnya dipotong melintang (cross section).Pada penampang melintang dihaluskan dengan memakai mesin poles.

Karakterisasi Geopolimer diuji kuat tekan menggunakanuniversal testing machineFrenky Putra Teknik yang ada pada Jurusan D3 Teknik Sipil ITS. Geopolimer berbentuk kubus dengan volume 50 mm x 50 mm x 50 mm minimal 10 sampel untuk tiap varian. Geopolimer harus sudah berumur 7 hari.Data yang diperoleh dari pengukuran kuat tekan adalah massa beban yang dapat ditanggung oleh geopolimer dalam satuan ton. Untuk mendapat data kuat tekan dengan satuan MPa, data yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan sebagai berikut:

𝑃𝑃= 𝐹𝐹𝐴𝐴= 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑠𝑠2 dengan:

g adalah gaya gravitasi yang besarnya 10 m/s m adalah hasil kuat tekan yang tertera pada alat (kg) s adalah sisi (m)

P adalah kuat tekan (Pa)= 10-6 MPa

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Geopolimer

Sintesis geopolimer diawali dengan pembuatan larutan aktivator yang merupakan campuran larutan NaOH dengan Natrium Silika teknis. Menurut Khaledan Chaudhary (2007), kandungan air dan NaOH berlebihakan tersingkir selama proses pengerasan gel pada sintesis geopolimer. NaOH akan bertindak sebagai katalis dan terlepas dalam geopolimer dalam jumlah berlebihmaupun dalam jumlah kecil.

Larutan NaOH mampu melarutkan silika (Windholtz, 1976) sehingga selama proses penelitian ini tidak digunakan peralatan dari kaca mengingat bahan kimia yang digunakan mengandung NaOH dengan konsentrasi tinggi.Ion OH- yang terdapat dalam NaOH mampu mengaktivasi Si dan Al yang terdapat dalam abu layang dan mengubahnya menjadi monomer-monomer silikat dan aluminat yang larut dalam air (Xu dan Van Deventer, 1999). Pada penelitian ini digunakan konsetrasi NaOH sebesar 0,4 mol dengan penambahan 16 gram NaOH saat pembuatan larutan pengaktif.

Larutan NaOH yang baru dibuat didiamkan selama 12 jam yang berfungsi untuk melarutkan NaOH secara sempurna dan mengembalikan suhunya ke suhu kamar. Selanjutnya larutan NaOH tersebut dilarutkan ke dalam larutan Natrium Silika teknis sambal diaduk.Pengadukan dilakukan perlahan-lahan supaya Natrium Silika bercampur sempurna dengan larutan NaOH membentuk larutan sempurna.Menurut Ryu dkk.(2013) penambahan Natrium Silika kepada larutan NaOH sebagai pengaktif reaksi geopolimer mampu mengaktivasi geopolimerisasi dengan jauh lebih baik dibandingkan jika hanya menggunakan larutan NaOH.

Penambahan air berfungsi sebagai media transport ion-ion saat pembentukan ikatan geopolimer dan meningkatkan work ability pembuatan pasta geopolimer. Penambahan air juga berfungsi membantu penyebaran kation logam Pb2+ yang akan diteliti. Namun penambahan air disesuaikan dengan perhitungan yang tertera dilampiran. Kandungan air dalam jumlah berlebih dapat mempengaruhi nilai kuat tekan karena selama proses curing, air akan menguap dan dapat meninggalkan pori-pori yang dapat memicu terbentuknya retakan (cracking).

Larutan aktivator yang terbentuk didiamkan selama 15 menit agar panas yang dihasilkan oleh reaksi eksotermis tersebut dapat terlepas dan suhu larutan kembali ke suhu kamar sebelum dicampurkan dengan abu layang ketika mensintesis geopolimer abu layang.Selanjutnya larutan tersebut dituangkan ke abu layang sambil diaduk.Pengadukan dilakukan mengggunakan mixer dengan kecepatan rendah selama 2 menit.Pengadukan dengan kecepatan rendah bertujuan untuk menghindari banyaknya gelembung udara yang terbentuk.Setting time

geopolimerisasi tergolong cepat sehingga ketika proses pengadukan selesai, cetakkan yang sudah terlapisi vaselin agar geopolimer yang terbentuk tidak lengket pada cetakan, harus sudah tersedia dan pasta siap di cetak.

Geopolimer yang telah dituangkan ke dalam cetakan di vibrasi selama 2 menit agar tidak ada gelembung udara yang terperangkap di dalam pasta geopolimer. Pasta geopolimer kemudian didiamkan selama 24 jam bertujuan agar reaksi geopolimerisasi berjalan tanpa gangguan dan

(3)

dihasilkan produk geopolimer yang telah kering dan siap diangkat dari cetakan.

Pendiaman geopolimer dilakukan pada suhu 60oC dan dalam wadah tertutup.Pada suhu 60oC tersebut, reaksi geopolimerisasi dapat berjalan dengan optimal.Penggunaan wadah tertutup dilakukan untuk menjaga agar kelembaban geopolimer tidak berubah dan menghindarkan geopolimer dari CO2 di udara bebas, karena CO2 mengganggu reaksi

solidifikasi dan restrukturisasi ikatan jaringan geoolimer selama masa simpan.Setelah didiamkan selama 24 jam, geopolimer dikeluarkan dari cetakannya.Pengangkatan geopolimer dari cetakan harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena pengangkatan secara paksa menyebabkan keretakkan/cracking pada geopolimer.

Setelah dikeluarkan dari cetakannya, geopolimer didiamkan pada kondisi ruangan selama 28 hari. Kekuatan geopolimer terus bertambah dengan signifikan hingga berusia 28 hari.Setelah itu, laju peningkatan kekuatan geopolimer menjadi sangat lambat sehingga peningkatan kekuatannya sangat kecil setelah berusia 28 hari.Dapat dikatakan bahwa kekuatan geopolimer ketika berusia 28 hari menunjukkan kekuatan akhirnya karena setelah 28 hari, peningkatan kekuatannya dapat diabaikan.Pendiaman selama 28 hari ini disebut pula sebagai curing.

Geopolimer yang telah mengalami masa curing

selama 28 hari diuji kekuatan mekaniknya menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) Frenky Putra Teknik di Program Studi D3 Teknik Sipil ITS.

Beberapa optimasi dilakukan untuk menghasilkan geopolimer terbaik sebelum digunakan untuk mengamobilisasi ion Pb2+.Optimasi yang dilakukan meliputi optimasi rasio komponen padat (Solid, S) terhadap komponen cair (Liquid, L) dan rasio SiO2/Al2O3.

A.1. Optimasi S/L

Optimasi S/L dilakukan untuk mendapatkan komposisi bahan padat dan bahan cair yang terbaik dalam mensintesis geopolimer.Geopolimer terbaik adalah yang memiliki kuat tekan tertinggi dari variasi komposisi yang dilakukan.

Tabel 4.2 menunjukkan kekuatan geopolimer pada berbagai komposisi abu layang. Pada pengujian ini, bahan padat (Solid atau S) adalah abu layang (AL), fasa padat

water glass (WG), pellet NaOH sedangkan bahan cair (Liquidatau L) adalah campuran air yang terkandung pada

water glass dan Aqua DM. Rasio S/L dihitung sebagai jumlah massa fasa padat dibagi dengan jumlah massa fasa cair dengan asumsi bahwa masa jenis air adalah 1,00 g/mL. Berdasarkan data pada Tabel 4.2 terlihat bahwa kekuatan geopolimer dipengaruhi oleh komposisi dan rasio S/L. Geopolimer terkuat ditunjukkan pada S/L antara 3,59 dan 4,15 antara 33,20 hingga 33,70 MPa.

Tabel 4.2 Kuat tekan Geopolimer dengan variasi komposisi AL AL (g) WG(g) NaOH (g) Aqua DM (mL) S/L Kuat tekan (MPa) Fasa padat Fasa Cair 200 30,76 9,24 16 40 5,40 N/A 180 30,76 9,24 16 40 4,90 24,40 150 30,76 9,24 16 40 4,15 33,20 140 30,76 9,24 16 40 3,90 33,30 130 30,76 9,24 16 40 3,59 33,70 120 30,76 9,24 16 40 3,40 9,60 110 30,76 9,24 16 40 3,15 8,10 100 30,76 9,24 16 40 2,90 5,60 80 30,76 9,24 16 40 2,40 3,60 Rasio S/L juga mempengaruhi viskositas campuran bahan geopolimer sebelum dicetak.Semakin rendah viskositas campuran, semakin mudah pencetakan geopolimernya.Sebaliknya, semakin tinggi viskositas campuran, semakin sulit mencetak gepolimer.Viskositas yang tinggi juga menyulitkan pengadukan.Tabel 4.3 menunjukkan viskositas campuran pada berbagai rasio S/L.

Tabel 4.3. Viskositas campuran geopolimer pada berbagai S/L S/L Viskositas (cps) cetakan tidak dilapisi vaselin cetakan dilapisi dengan vaselin 5,40 N/A N/A 4,90 N/A N/A 4,15 N/A N/A 3,90 N/A 670 3,59 720 N/A 3,40 N/A 375 3,15 360 N/A 2,90 280 N/A 2,40 160 N/A

Viskositas semua campuran geopolimer sangat tinggi.Semakin tinggi rasio S/L, semakin tinggi pula viskositasnya. Viskositas campuran geopolimer dengan S/L lebih dari 4,15 terlalu tinggi untuk dapat diukur menggunakan viskometer yang digunakan. Walau demikian, campuran dengan S/L 4,15 masih dapat menghasilkan geopolimer yang kuat. Kekuatan geopolimer yang dihasilkan dari campuran dengan S/L lebih dari 4,15 dan viskositas yang sangat tinggi menghasilkan geopolimer dengan kekuatan yang lebih rendah. Geopolimer dengan rasio kurang dari 3,59 memiliki viskositas yang rendah dan cenderung menurun nilai kuat tekan yang dihasilkan. Selain itu setting time geopolimerisasi cenderung lebih lama sebagai akibat berlebihnya jumlah kandungan air yang diberikan. Berdasarkan Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 ditunjukkan bahwa geopolimer dengan rasio S/L 3,59 memiliki kuat tekan tertinggi sebesar 33,70 MPa dan viskositas tertinggi sebesar 720 cps.

A.2. Optimasi Rasio SiO2/Al2O3

Rasio molar SiO2/Al2O3 sangat berpengaruh terhadap

kuat tekan geopolimer.Oleh karena itu, untuk mendapatkan geopolimer dengan kuat tekan yang optimal diperlukan optimasi rasio SiO2/Al2O3.Optimasi rasio SiO2/Al2O3

dilakukan dalam dua tahap.Tahap pertama dilakukan dengan SiO2 tetap dan Al2O3 yang divariasikan, dilanjutkan dengan

Al2O3 tetap dan SiO2 yang divariasikan. Rasio S/L yang

digunakan adalah 3,59 yang merupakan rasio S/L terbaik sebagaimana telah dibahas pada sub bab 4.2.1. dengan memperhatikan penambahan variabel lainnya. Variasi

(4)

SiO/AlO3 dengan SiO2 tetap dilakukan dengan

menambahan Al(OH)3sebagai sumber Al3+ dengan variasi

penambahan sebanyak 0 gram hingga 19 gram untuk memvariasikan jumlah ion Al di dalam campuran geopolimer.

Tabel 4.4. Variasi SiO2/Al2O3 dengan SiO2 tetap

AL (g) NaOH (g) WG (g) Aqua DM (mL) Al(OH) 3 (g) SiO2/Al2O 3 Kuat Teka n (MPa ) 130 16 40 40 0,00 6,85 - 130 16 40 40 0,99 6,62 - 130 16 40 40 1,70 6,45 33,46 130 16 40 40 3,64 6,06 21,00 130 16 40 40 6,59 5,54 14,00 130 16 40 40 10,30 5,00 11,46 130 16 40 40 14,57 4,50 7,46

Tabel 4.4 menunjukkan hasil pengukuran kuat tekan geopolimer dengan penambahan Al(OH)3. Berdasarkan data

yang disajikan oleh Tabel 4.4, terlihat bahwa geopolimer terkuat diperoleh saat rasio Si/Al = 6,45. Kuat tekan naik seiring bertambahnya rasio SiO/Al2O3(Duxson, 2005).

Perbandingan SiO/Al2O3 terlalu besar kurang

menguntungkan nilai kuat tekan geopolimer. Meskipun dalam batas kewajaran rentang 1-4 (Duxson, 2007). Variasi SiO/Al2O3 dengan Al2O3tetap dilakukan dengan

menambahkan jumlah abu layang, NaOH, Natrium silikat dan Al(OH)3 serta kandungan air totalnya sesuai tabel 4.4.

Kandungan Si berlebih membentuk cacat (defect) dan menyebabkan terjadinya penurunan nilai kuat tekan.Hal ini di tunjukkan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Variasi SiO/Al2O3dengan Al2O3 tetap

AL (g) WG (g) NaOH (g) Aqua DM (mL) Al(OH)3(g ) SiO2/ Al2O 3 Kuat Teka n (MPa ) 130,00 40,00 16,00 40,00 0,00 6,45 10,93 104,40 32,12 26,10 35,80 0,53 5,50 15,46 76,80 25,00 36,50 31,10 1,07 4,90 14,26 61,50 18,92 43,00 28,80 2,14 4,00 -

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diatas, dilakukan perbandingan untuk memperoleh data kuat tekan terbaik. Kuat tekan terbaik didapat pada optimasi pellet geopolimer SiO/AlO3dengan SiO2 tetap. Dengan

perbandingan SiO/Al2O3didapatkan hasil kuat tekan sebesar

33.46 MPa. Pada penelitian optimasi pellet geopolimer SiO/Al2O3denganAl2O3tetap ditambahkan kandungan Si

berlebih yang memungkinkan terjadinya cacat pada saat geopolimer terjadi dan kecacatan tersebut memungkinkan adanya retak dan melemahkan kuat tekan pada geopolimer. A.3. Pengaruh Penambahan Pb2+ terhadap Kuat Tekan Geopolimer

Geopolimer abu layang PT. IPMOMI digunakan sebagai pengamobil ion Pb2+.Oleh karena itu maka perlu diketahui bagaimana pengaruh ion tersebut terhadap kekuatan mekanik geopolimer. Pengujian pengaruh ion Pb2+ini dilakukan dengan menambahkan ion Pb2+ke dalam campuran geopolimer sebelum dicetak di mana konsentrasi ion Pb2+ dinyatakan dalam ppm relatif terhadap massa abu layang yang digunakan. Pb2+ ditambahkan ke dalam campuran geopolimer dalam bentuk larutan dari garam nitratnya yaitu Pb(NO3)2. Komposisi geopolimer yang

digunakan adalah S/L = 3,59 dan SiO2/Al2O3 = 6,45. Tabel

4.6 menunjukkan variasi kekuatan geopolimer pada berbagai konsentrasi ion Pb2+ yang ditambahkan.

Tabel 4.6. Kuat tekan geopolimer dengan penambahan kation Pb2+

Nama Sampel

Kuat tekan (mpa) Rata-rata (MPa) I II III Standart 36,00 51,20 13,20 33,46 Pb-1000 50,00 29,20 26,00 34,53 Pb-2000 48,00 49,20 22,00 35,86 Pb-4000 38,40 32,80 40,40 37,20 Pb-8000 45,20 45,20 44,00 44,80 Pb-16000 60,00 52,00 48,40 53,46

Geopolimer standar dengan rasio Si/Al 6,45 dan rasio S/L 3,59 memiliki kuat tekan sebesar 33,46 MPa. Penambahan kation logam berat Pb2+ mempengaruhi nilai kuat tekan geopolimer.Semakin tinggi jumlah kation logam berat Pb2+ yang diberikan semakin tinggi pula kuat yang tekan yang dihasilkan.Hubungan tersebut dapat dilihat dengan lebih jelas pada grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.Tingginya nilai kuat tekan dipengaruhi oleh pemenuhan rongga rongga yang awalnya kosong dengan kation logam berat Pb.

Gambar 4.1.Pengaruh jumlah kation logam Pb2+ yang ditambahkan terhadap kuat tekan geopolimer. Geopolimer dengan kontaminan kation Pb2+ memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan tanpa kontaminan kation Pb2+.Semakin tinggi jumlah kontaminan kation Pb2+ yang dikandung semakin kuat efek perubahan warna yang ditimbulkan sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Warna putih yang terlihat pada permukaan sampel pada Gambar 4.2.B merupakan NaCO3 yang menunjukkan

adanya NaOH berlebih ketika proses geopolimerisasi. Berikut adalah reaksi kimianya:

33,46 34,53 35,86 37,2 44,8 53,46 0 20 40 60 0 1000 2000 4000 8000 16000 n il ai k u at t ek an (M Pa )

(5)

NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O

Pada Gambar 4.2 C terlihat permukaann sampel tidak rata berbeda dengan permukaan pada gambar 4.2.A. permukaan tidak rata ini disebabkan gelembung-gelembung udara yang menyebabkan terbentuknya pori. Sehingga ketika proses pencetakkan diupayakan penuangan secara langsung. Pada Gambar 4.2.D tampak sedikit retakkan pada geopolimer.Hal ini disebabkan lengketnya pelet geopolimer saat pengambilan dari cetakan.

A B

C D

F F

Gambar 4.2 Pelet geopolimer hasil sintesis dengan penambahan Pb2+; A. standar; B. 1000 ppm; C. 2000 ppm;

D 4000 ppm; E.8000 ppm dan F. 16000 ppm B Leaching Geopolimer

Proses ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan geopolimer dalam menahan ion Pb2+ ketika geopolimer tersebut terpapar larutan yangbersifat asam di alam. Dalam hal ini, keadaan asam dari lingkungan disimulasikan dengan larutan asam asetat.

Proses Leaching dilakukan dengan cara merendam geopolimer di dalam larutan encer asam asetat selama 7 jam. Setelah itu, larutan asam asetat perendam geopolimer (larutan leachate) dianalisis kandungan ion Pb2+-nya dengan menggunakan ICP OES. Kondisi yang digunakan dalam percobaan leachate untuk semua sampel geopolimer adalah sama.

Tabel 4.7 menunjukkan konsentrasi Pb2+ yang terdapat di dalam larutan leachate.Berdasarkan Tabel tersebut terlihat bahwa semakin besar konsentrasi Pb2+ yang ditambahkan ke dalam geopolimer, semakin sedikit yang ter-leaching.

Tabel 4.7 leaching ion Pb2+ dilakukan dalam 0,01 larutan asam asetat glasial

Nama sampel mg Pb/ g geopolimer mg Pb/ 6 g geopolimer Kadar Pb2+ yang ter- leaching (ppm) Pb-1000 0,579 3,473 1,4749 Pb-8000 4,643 27,860 0,4931 Pb-16000 9,093 54,556 Tidak terdeteksi Amobilisasi ion Pb2+ paling baik teramati pada geopolimer dengan penambahan 16.000 ppm larutan Pb(NO3)2.Berdasarkan data yang diperoleh ditunjukkan

bahwa kation Pb2+ yang ditambahkan mempengaruhi intensitas kation yang ter-leaching.Meskipun kontaminan Pb2+ yang ter-leaching dalam jumlah yang relatif kecil. Besar kecilnya ion kontaminan sangat mempengaruhi kuat lemahnya serangan asam asetat. Semakin besar dan tepat ion mengisi pori semakin rapat pula pori yang di hasilkan. Seiring tingginya kerapatan yang ditimbulkan ion kontaminan semakin kuat pula geopolimer menahan serangan asam asetat. Hal ini sesuai penelitian Khale dan Chaudhary (2007) yang menyebutkan bahwa kerapatan pori pengaruh positif pada kuat tekan geopolimer dan efektifitas amobilisasi cenderung lebih baik.

C Analisis Morfologi dengan SEM

Morfologi potongan geopolimer yang telah ditambahi dengan ion Pb2+ tidak berbeda dengan potongan geopolimer tanpa kontaminan ion logam beratPb2+.Hal ini disebabkan oleh relatif sedikitnya ion Pb2+ yang ditambahkan sehingga tidak banyak mempengaruhi morfologi potongan geopolimer.

Bagian Tepi Bagian tengah

Gambar 4.3 SEM EDS sampel Pb 1000 ppm sebelum

leaching

Gambar 4.3 sampai dengan 4.8 menunjukkan morfologi potongan (cross section) geopolimer yang diamati dengan SEM-EDX, baik sebelum maupun sesudah leaching. Morfologi yang diamati adalah bagian tengah dan bagian tepi dari setiap sampel geopolimer.Hasil maping unsur menunjukkan kontaminan Pb tampak terdispersi baik dalam geopolimer meskipun tampak antara bagian tepi dan tengah terdapat sedikit perbedaan. Bagian tepi terkonsentrasi dalam region yang kurang dari 1 mikron dan antara satu sama lain memiliki distribusi yang cukup beragam dibandingkan geopolimer dibagian tengah

(6)

Bagian Tepi Bagian tengah Gambar 4.4 SEM EDS sampel Pb 1000 ppm setelah

leaching

Pada Gambar 4.4, terlihat adanya gumpalan Si pada beberapa bagian geopolimer yang menunjukkan adanya aglomerasi Si saat proses geopolimerisasi. Hal ini dimungkinkan akibat berlebihnya kandungan Si atau akibat

setting time geopolimerasi yang tergolong cepat sehingga Si tidak bereaksi seluruhnya. Pada sisi lain terdapat beberapa gumpalan Fe menunjukkan bahwa abu layang mengandung ion Fe. Pada Gambar 4.4 juga terdapat adanya cekungan yang menunjukkan adanya pori kosong pada geopoplimer, terbentuknya cekungan dimungkinkan akibat kekentalan pasta geopolimer saat dituang sehingga menyebabkan terbentuknya rongga udara yang terperangkap di dalam geopolimer. Hal ini menyebabkan penurunan kuat tekan.Pada gambar juga ditunjukkan retakan/cracking.

Bagian Tepi Bagian tengah Gambar 4.5 SEM EDS sampel Pb 8000 ppm sebelum

leaching

Pada Gambar 4.5 penampang tengah terdapat cekungan pori yang di daerah sekitar terdapat beberapa

cracking. Pengaruh tersebut dimungkinkan terjadi akibat suatu gumpalan yang ketika dilakukan uji kuat tekan menyebabkan terjadinya retakkan di daerah sekitar gumpalan terbentuk. Jika dibandingkan dengan penampang tepi sampel Pb 8000 ppm sebelum di-leaching, penampang tengah memiliki pori pori yang lebih rapat. Hal ini dimungkinkan sebagai akibat proses curing yang mana bagian tepi mengalami kontak langsung dengan faktor lingkungan sedangkan pada bagian tengah masih terhalang oleh geopoplimer bagian tepinya. Kontaminan Pb yang terdispersi antara penampang tepi dan tengah tidak terdapat perbedaan yang signifikan.Namun dibeberapa bagian penampang tepi terdapat ion logam Fe, yang menunjukkan geopolimer ini terdapat Fe didalamnya.

Bagian Tepi Bagian tengah Gambar4.6 SEM EDS sampel Pb 8000 ppm setelah leaching

Jika dibandingkan dengan Gambar 4.4 dan Gambar 4.5, Gambar 4.6 memiliki permukaan teratur dan homogen. Tidak teradapat aglomerasi Si dan cekungan pori, namun pada geopolimer ini terdapat retakan di beberapa bagian yang dimungkinkan akibat terjadinya pemanasan secara tiba-tiba.Terdapat perbedaan antara permukaan tepi dan tengah, pada permukaan tepi terdapat sejumlah ion logam Fe yang menunjukkan geopolimer mengandung ion logam Fe.

Bagian Tepi Bagian tengah Gambar4.7 SEM EDS sampel Pb 16000 ppm sebelum

leaching

Pada Gambar 4.7 terlihat gumpalan putih yang menunjukkan aglomerasi Si saat pembentukkan geopolimer. Aglomerasi terjadi sebagai akibat setting time

geopolimerisasi cepat dan pelarutan Si oleh larutan pengaktif tidak sempurna sehingga Si akan cenderung berkumpul dan membentukan suatu gump[alan. Pada bagian tepi geopolimer tampak intensitas kontaminan Pb yang terdispersi lebih sedikit dibandingkan bagian tengah. Hal ini dimungkinkan akibat pengaruh leaching dari asam organic yang digunakan.

(7)

Bagian Tepi Bagian tengah Gambar4.8 SEM EDS sampel Pb 16000 ppm setelah

leaching

Gambar 4.4; 4.6 dan 4.8 menujukkan hasil analisis SEM-EDX dari Geopolimer yang mengandung kation logam berat Pb2+ setelah dileaching.Hasil maping unsur menunjukkan kontaminan Pb2+ tampak terdispersi baik dalam geopolimer.Namun terdapat perbedaan antara penampakkan bagian tepi dan tengah.Ion logam Pb2+ lebih terdispersi pada bagian tengah. Hal ini dimungkinkan pengaruh yang ditimbulkan asam organik (dalam hal ini adalah asam asetat) pada proses leaching. Bagian tepi mengalami penurunan intensitas saat proses leaching

berlangsung. Pori-pori yang nampak pada geopolimer tampak semakin kecil seiring bertambahnya jumlah kontaminan Pb2+ yang diberikan. Kerapatan pori yang dihasilkan memberikan pengaruh positif pada kuat tekan yang dihasilkan.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan Ion logam Pb2+ dapat diamobilisasi menggunakan geopolimer dari abu layang PT. IPMOMI.Komposisi geopolimer terbaik terdapat padarasio S/L 3,59 : kuat tekan tertinggi sebesar 33,70 Mpa dan rasio SiO2/Al2O3 dengan Si tetap 6,45 pada S/L 3,59 : kuat tekan

sebesar 33,46 MPa.Kemampuan amobilisasi terbaik di peroleh pada geopolimer dengan penambahan Pb 16000 ppm.Semakin tinggi konsentrasi ion Pb2+ yang ditambahkan,semakin tinggi pula kuat tekannya. Kuat tekan tertinggi sebesar 53,46 MPa didapat pada geopolimer dengan penambahan Pb2+ sebesar 16.000 ppm.Pada penambahan sebesar 16.000 ppm, tidak ditemukan adanya ion Pb2+ di dalam leachate.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulismengucapkan terima kasih kepadaBapak M. Nadjib Mudjahid dan Bapak Hamzah Fansuri selaku dosen pembimbing atas arahan yang diberikan dan teman-teman tim penelitiGeopolimer, Laboratorium Kimia Material dan EnergiJurusan Kimia FMIPA ITS, Laboratorium Energi LPPMdan semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Alfiah, A., (2008), Sintesis dan karakterisasi Geopolimer dari Abu

Layang PT. Semen Gresik, Skripsi, Program Sarjana, Program Sarjana Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

[2] Anggrianis, R., (2011), Sintesis Geopolimer Untuk Amobilisasi Logam

Berat Pb, Skripsi, Program Sarjana, Program Sarjana Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya [3] Bohn, H. P., McNeal, B. L.dan O’Connor, G. A. (1985).Soil Chemistry,

second edition,John Wiley & Sons, Canada

[4] Browver, P., (2006), Theory of XRF Getting Acquainted with the Principles, PAN analytical B., Lelyweg l, 7602 EA. Almelo, Netherland

[5] Considine, G. D. (2005),Van Nostrand’s Encyclopedia of chemistry,

edisi kelima, John Willey & Sons, Inc., hal 922- 924 dan 265- 266.

[6] Davidovits, J., (1998), Geopolymer chemistry and properties,

Proceddings of geopolymer ’88 First European conference on soft Mineralurgy, Compiegne, France,Vol. 1 hal 49-67

[7] Duxson, P., Provis, J. I., Mallicoat, S. W., Lukey, G. C., Krivem, W. M., dan Van Deventer, J. S. J., (2005), Understanding the Relationship between Geopolymer Composition, Microstructure

and Mechanical Properties, Colloid and Surface A:

Physicochemistry Enginering Aspects, Vol. 269, hal. 47-58

[8] Fernandez-Jimenez, A. M., Macphee, D. E., Lachowsky, E. E., dan palomo, A., (2005), Immobilization of Cesium in Alkali

Activated Fly Ash Matrix, Journal of Nuclear Materials, Vol.

346, hal. 185-193

[9] Gedde, U. W. W. (1995), Polymer Physics, First Edition, Chapman and

Hall, London

[10] Iqueirdo, M., Querol, X., Davidovits, J., Antenucci, D., Nugteren, H., dan Fernandez-Pereira, C., (2009), Coal Fly Ash Slag-Based

Geopolymers: Microstructure and Metal Leaching, Journal of

Hazardous Materials, Vol. 166, hal. 561-566

[11] Jianguo, Provis, J. L., Feng, D., dan Jannie S. J.,(2008), geopolymer

for Immobilization of Cr6+, Cd 2+, and Pb2+, Journal of

Hazardous Materials, Vol. 157, hal. 587-598

[12]Khale, D. dan Chaudhary, R. (2007), Mechanism of Geopolymerization

and Factors influencing its development : a review, J. Mater

Sci.,Vol.4, hal.729-746

[13] Neupane, G. dan Donahoe, R. J. (2009), Potential Use of Surfactan-Modified Zeolite for Attenuation of Trace Element in Fly Ash

Leachate, World of Coal Ash (WOCA) Conference, May 2-7,

Lexington, KY, USA.

[14] Panias, D., Giannopoulou, I. P. dan Perraki, T. (2007) Effect of Synthesis Parameters on Mechanical Properties of Fly

Ash-Based Geopolymers.Colloids and Surfaces A: Physicochem.

Eng. Aspect, Vol. 301,hal 246-254.

[15] Phair, J. W., Van Daventer, J. S. J., dan Smith, D.J., (2004), Effect of Al Source and Alkali Activation on Pb and Cu Immobilisation in

Fly Ash Based Geopolymer, Apllied Geochemistry, Vol.19, hal.

423-434

[16] Perera, S., Trautman, D., dan Rachel, l., (2006), Geopolymers with the potential for Use as Refractory Castables.Azojomo. Vol. 2 [17] Ryu, G. S, Lee, Y. B., Koh, K. T., dan Chung, Y. S, (2013), The

Mechanical Properties of Fly Ash-Based Geopolymer Concret

with Alkaline Activators. Construction and Building Materials,

(8)

[18] Stiasari,A., (2011). “Amobilisasi Kation Logam Berat Cd2+ Pada Geopolimerdengan Variasi Konsentrasi NaOH dari Abu Layang PT. IPMOMI”, Skripsi.Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya.

[19] Supriadi, W. (2010) Amobilisasi Logam Berat Cd2+ dan Pb2+ dengan

Geopolimer, Tesis, Program Magister, Jurusan Kimia, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

[20] Widarini, W.M. (2009) Industry Research-Sektor Batubara 2010, Asia

Securities, 30 November 2009.

[21] Williams, L. (2008) From Coal Dust to Carbon Credits, in The

University of New South Wales News.

[22] Windholtz, M. (1976), The Merck Index an Encyclopedia of Chemicals

and Drugs, Merck &Co, Inc: USA

[23] Xu, H.danVan Deventer, J.S. (1999),The Geopolimerisation of

Alumino-silicates Minerals, Mineral Enginering, Vol. 15, hal.

1131-1139

[24] Zhang J.,Provis J. L.dan Van Deventer, J. S. (2008), Geopolimer for

Immobilitations of Cr2+, Cd2+, and Pb2+, Journal of Hazardous

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya perdarahan berulang pada VE adalah jenis kelamin, usia, adanya asites, derajat varises, tingkat keparahan penyakit hati, dan riwayat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kesiapsiagaan menjadi relawan bencana sebelum dilakukan edukasi dan simulasi manajemen bencana pada Mahasiswa Semester VIII

Penelitian kode batang DNA spesies ikan lais genus Kryptopterus asal Sungai Mahakam Kalimantan Timur mengguna- kan gen COI DNA mitokondria dilakukan dengan tujuan untuk

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Barnawi (2014: 23) mengemukakan bahwa PAUD bukanlah bidang yang dapat dianggap ringan. Perlu orang yang kompeten di bidangnya untuk mendidik anak. Karena itu, guru PAUD perlu

Pada uji Dissolved Oxygen (DO) dan uji Biological Oxygen Demand (BOD) perlakuan awal yang dilakukan ialah memasukkan sampel ke dalam botol winkler yang bertutup dengan cara