HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan Lokasi dan SejarahPerusahaan Rokok (PR) Kembang Arum merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pembuatan rokok. Perusahaan tersebut terletak di Dusun Demangan Desa Mijen RT 09/ RW 06 Kecamatan Kaliwungu Kudus Jawa Tengah. PR Kembang Arum didirikan pada tahun 2007 oleh Dharma Haryanto berdasarkan Keputusan Kepala Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Kudus Nomor IPB/647/458/10/2007 tentang Pemberian Izin Penggunaaan Bangunan. Pada tahun 2008, perusahaan ini memperoleh izin dari Kepala kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Kudus Nomor 502.6/159/2008 tentang Pemberian Izin Gangguan. Pada tahun 2011, perusahaan tersebut memperoleh Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Perusahaan Rokok tersebut merupakan pengembangan usaha dari CV. Wali Songo, penyuplai dan pendistribusi tembakau untuk wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. Jenis rokok yang dihasilkan berupa Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Investasi peralatan yang dimiliki perusahaan berupa gedung pabrik, perkantoran, gudang, dan musholla.
Struktur Organisasi
PR Kembang Arum dipimpin oleh seorang direktur yang membawahi tiga departemen. Ketiga departemen tersebut terdiri atas marketing, selling (penjualan), dan accounting. Koordinator penjualan membawahi dua bagian, yaitu administrasi gudang dan administrasi penjualan. Accounting Departement membawahi dua bagian, yaitu personalia officer dan kasir, sedangkan personalia
officer membawahi bagian keamanan. Struktur organisasi PR Kembang Arum
Ga
Gambar 5 Struktur organisasi PR Kembang Arum Fasilitas dan Pelayanan
Fasilitas yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja antara lain tiga pakaian seragam yang berwarna putih, merah, dan hijau; bonus tahunan dan tunjangan hari raya; serta acara-acara keagamaan rutin. Acara keagamaan meliputi sholat istighosah setiap jumat pahing, pengajian asmaul husna setiap hari kamis, manakib Sunan Kedu setiap malam jumat kliwon, dan pemberian santunan anak yatim setiap malam jumat pahing. Seluruh fasilitas diatur langsung oleh direktur perusahaan.
Ketenagakerjaan
Perkembangan kegiatan produksi PR Kembang Arum meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, jumlah tenaga kerja perusahaan mengalami peningkatan dan perubahan sesuai dengan kebutuhan. Berikut disajikan sebaran tenaga kerja yang diperoleh dari hasil wawancara.
Tabel 7 Sebaran jumlah tenaga kerja PR Kembang Arum tahun 2011 Karyawan Jumlah Harian Sales marketing Accounting Selling (Penjualan) Satpam Karyawan SKM Karyawan Gudang Tembakau Cleaning service Borongan Karyawan giling Karyawan batil Karyawan contong 10 3 1 8 4 15 3 24 24 24 Total 116 Direktur
Marketing Koordinator Penjualan Accounting
Adm. Gudang Adm. Penjualan Personalia Officer Kasir Security
Waktu Kerja
Waktu kerja dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu dengan sistem pembagian kerja berdasarkan pekerjaan yang dilakukan. Pembagian jam kerja sebagai berikut:
Harian (kecuali satpam) : Dari pukul 08.00-16.00 Karyawan giling dan batil : Dari pukul 06.00-12.00 Karyawan contong : Dari pukul 08.00-12.00 Satpam : Shift 1 pukul 06.00-14.00
Shift 2 pukul 14.00-22.00 Shift 3 pukul 22.00-06.00
Kualitas Udara di dalam Lingkungan Kerja 1. Kadar Debu di Udara Tempat Kerja
Kadar debu di udara tempat kerja diukur dengan menggunakan low
volume dust sampler (LVS). Hasil pengukuran dengan metode gravimetri pada
suhu 26 oC dengan tekanan udara 751 mmHg, kecepatan pompa LVS 485
L/menit serta lama pemaparan selama 60 menit menunjukkan total partikel debu (TSP) di ruang kerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah sebesar 0.1 mg/m3.
Pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kadar debu di ruang kerja masih memenuhi baku mutu yang disyaratkan dalam SE-01/MEN/1997 yaitu nilai ambang batas (NAB) debu tembakau adalah 10 mg/m3 (BSN 2004).
Konsentrasi debu di udara memerlukan pembatasan. Menurut Suma’mur (1986), debu-debu yang dihirup ke paru-paru dapat mengurangi pengunaan optimal alat pernapasan untuk mengambil zat asam di udara serta menyebabkan pneumoconioses.
2. Suhu dan Kelembaban Ruang Kerja
Berdasarkan pengukuran suhu udara yang dilakukan selama dua kali pada pukul 09.00 dan 13.00 diketahui bahwa suhu ruang kerja pada pukul 09.00 adalah 27oC dan pada pukul 13.00 adalah 29oC. Rata-rata suhu ruang kerja
adalah 28 oC. Suhu ruang tersebut masih memenuhi baku mutu yang
disyaratkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan dan tata cara penyelenggaraan kesehatan lingkungan kerja industri. Kepmenkes RI (2002) menyebutkan syarat suhu ruang di lingkungan kerja industri yaitu 18-30 oC.
Menurut Suma’mur (1986) suhu dan kelembaban udara di lingkungan kerja berpengaruh terhadap effisiensi kerja. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi saraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang.
Hasil pengukuran tersebut yaitu kelembaban udara di ruang kerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah sebesar 79 %. Hal tersebut menunjukkan kelembaban udara di ruang SKT masih memenuhi persyaratan kelembaban udara ruang kerja industri yang disarankan oleh Kepmenkes RI (2002) yaitu berada di antara 65% - 95%.
Karakteristik Contoh Usia
Gambar 6 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan usia. Usia contoh berkisar antara 19 sampai 60 tahun dengan rata-rata usia 31.6 tahun. Lebih dari separuh contoh (61.9 %) berada pada masa dewasa muda, 20 % contoh berada pada masa dewasa madya, dan 18.2 % contoh berada pada masa dewasa akhir. Penelitian Sutanto (2003) menunjukkan rata-rata umur pekerja wanita pabrik rokok yaitu 35 tahun.
Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan usia (%)
Menurut Robbisns dan Judge (2008), terdapat hubungan antara usia dengan produktivitas kerja. Produktivitas seseorang akan menurun dengan semakin bertambahnya usia. Semakin tua seorang pekerja, semakin kecil kemungkinan berhenti dari pekerjaan karena semakin sedikit mendapatkan pekerjaan alternatif bagi mereka.
Pendidikan
Tingkat pendidikan contoh cenderung heterogen. Gambar 5 memperlihatkan sebaran pendikan contoh. Sebagian besar contoh berpendidikan SMP/Sederajat (38.2%) atau SD/Sederajat (32.7%). Sebanyak 12.7% contoh tidak tamat SD dan 16.4% contoh berpendidikan SMA/Sederajat.
Gambar 7 Sebaran pendidikan contoh
Hal tersebut menunjukkan terdapat kesamaan persebaran presentase tertinggi untuk pendidikan contoh dengan banyaknya penduduk (10 tahun ke atas) Kabupaten Kudus pada tahun 2010 berpendidikan SMP/Sederajat (31.4%). Selanjutnya, sebaran pendidikan di Kabupaten Kudus adalah 21% SD/Sederajat, 20.2% tidak tamat SD, 14.7% SMA/Sederajat, 7% D1 ke atas, 5.9% dan tidak sekolah (BPS 2011).
Sementara itu, tingkat pendidikan di Indonesia berdasarkan kepemilikan ijazah penduduk dewasa wanita (WNPG 2004) menunjukkan bahwa sebagian besar wanita tidak sekolah (34%), kemudian 33% wanita berpendidikan SD, 14% SMP, 14% SMA, 3% DIII, dan 2% DIV/S1/S2/S3. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan contoh lebih baik dibandingkan dengan sebagian besar tingkat pendidikan wanita dewasa di Indonesia.
Upah
Seluruh pekerja wanita di ruang produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) memiiliki upah di bawah standar Upah Minimum Rata-rata (UMR) Kabupaten Kudus yaitu dibawah Rp 850 000.00. Rata-rata contoh memiliki upah sebesar Rp 223 793.10. Hal tersebut karena contoh mendapatkan upah borongan, sedangkan jumlah hari kerja contoh tidak penuh selama satu minggu. Rata-rata contoh bekerja selama 3-4 kali dalam satu minggu. Penelitian Supardi (2008)
juga menyebutkan bahwa sebagian besar pekerja borongan (karyawan giling, batil, contong) mempunyai pendapatan keluarga dalam sebulan kurang dari UMR (90%).
Gambar 8 Sebaran upah contoh
Besar Keluarga
Besar keluarga menurut Hurlock (1993) dikategorikan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil yang beranggotakan ≤ 4 orang, keluarga sedang yang terdiri dari 5-7 orang, dan keluarga besar yang memiliki anggota keluarga ≥ 8 orang. Keluarga contoh termasuk kategori keluarga sedang (47.3 %), keluarga kecil (43.6 %), dan hanya 9.1% contoh berada pada kategori keluarga besar (Gambar 9).
Gambar 9 Besar keluarga contoh
Suhardjo (1989) mengemukakan keluarga atau rumah tangga merupakan faktor utama dalam pembentukan pola perilaku makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Sumarwan (2004), jumlah angota keluarga atau rumah tangga akan menentukan pola konsumsi suatu barang atau jasa. Rumah tangga dengan jumlah anggota
yang lebih banyak akan membeli dan mengonsumsi beras, daging, sayuran, dan buah-buahan yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki anggota lebih sedikit.
Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita contoh dikategorikan berdasarkan standar deviasi (Walpole 1995) dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: rendah (< Rp 83 611.23), sedang (Rp 83 611.23 – Rp 456 532.00), dan tinggi (> Rp 456 532.00). Rata-rata pendapatan per kapita contoh adalah Rp 270 071.60. Pendapatan per kapita tertinggi pada contoh sebesar Rp 1 112 500.00, sedangkan pendapatan per kapita terendah contoh adalah sebesar Rp 60 000.00.
Gambar 10 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita (%)
Gambar 10 menunjukkan bahwa mayoritas contoh (89.1%) mempunyai pendapatan per kapita sedang, 9.1% contoh mempunyai pendapatan per kapita tinggi, dan 1.8% contoh mempunyai pendapatan per kapita rendah. Jika dibandingakan dengan Garis Kemiskinan Propinsi Jawa Tengah yaitu Rp 192.435,00 per bulan (BPS 2011), masih terdapat sebanyak 38.2% contoh berada pada kategori miskin.
Garis Kemiskinan Internasional pada Millennium Development Goals menggunakan cut off US$1 per hari [setara dengan Rp 8 535.00/hari kurs tanggal 20 Mei 2011 (BI 2011)]. Berdasarkan garis kemiskinan tersebut sebanyak 67.3% contoh berada pada kategori miskin dan 32.7% lainnya berada pada kategori tiadak miskin (Stalker 2008; UN 2011). Kemudian, apabila dibandingakan dengan Sebaran contoh berdasarkan Garis Kemiskinan Internasional MDGs dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Garis Kemiskinan Internasional
Perubahan pendapatan per kapita secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Penyediaan pangan dalam hal kualitas akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (Madanijah 2004; Sukandar 2007).
Masa Kerja
Gambar 12 menunjukkan masa kerja buruh pabrik rokok. Lebih dari separuh jumlah contoh (76.4%) mempunyai masa kerja pada kategori rendah, 18.2% contoh memiliki masa kerja kategori sedang, dan 5.5% contoh mempunyai masa kerja kategori lama. Rata-rata masa kerja contoh di pabrik tersebut adalah 1.3 tahun. Masa kerja contoh yang paling baru di pabrik yaitu 0.1 tahun atau kurang lebih selama tiga minggu, sedangkan masa kerja terlama contoh adalah lima tahun atau sejak pabrik tersebut didirikan.
Gaya Hidup Kebiasaan Berolahraga
Definisi olahraga menurut Mutohir & Maksum (2007) adalah segala aktivitas fisik yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong, membina, dan mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Berdasarkan definsi tersebut, hanya sedikit (34,5%) yang memiliki kebiasaan berolah raga. Lebih dari separuh contoh (65.5%) tidak pernah berolahraga (Gambar 8).
Gambar 13 Sebaran kebiasaan olahraga contoh
Selengkapnya, jenis, frekuensi, dan durasi olahraga yang biasa dilakukan sebagaian kecil ontoh tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8. Sebanyak 84.2% contoh melakukan olahraga dengan frekuensi cukup, 15.8% contoh berolahraga dengan frekuensi sering, dan tidak terdapat contoh yang berolahraga dengan frekuensi kurang.
Tabel 8 Frekuensi, durasi, dan jenis olahraga contoh
Variabel Kategori n %
Frekuensi Olahraga
Kurang (< 1 kali per minggu) 0 0 Cukup (1 – 5 kali per minggu) 16 84.2
Sering (> 5 kali per minggu) 3 15.8
Total 19 100 Durasi Olahraga < 12 menit 1 5.3 12 – 42 menit 15 78.9 > 42 menit 3 15.8 Total 19 100 Jenis Olahraga Jogging 16 84.2 Bersepeda 1 5.3 Senam 2 10.5 Total 19 100
Oswari (1997) menyatakan bahwa frekuensi latihan dalam seminggu paling sedikit dilakukan selama tiga kali, tetapi akan lebih baik apabila dilakukan sebanyak empat sampai lima kali seminggu. Hal tersebut dikarenakan setelah 48 jam daya tahan seseorang akan menurun, sehingga diperlukan berlatih kembali sebelum penurunan tersebut terjadi. Latihan yang dilakukan dua kali dalam seminggu hasilnya lebih baik jika dibanding dengan tidak latihan sama sekali.
Sebagian besar contoh (78.9%) melakukan olahraga dengan durasi 12.1 -41.6 menit setiap kali berolahraga. Sebanyak 15% contoh berolahraga dengan durasi lebih dari 41.6 dan 5.3% contoh berolahraga dengan durasi kurang dari 12.1 menit setiap kalinya.
Menurut Blair et al. (2004), olahraga selama tiga puluh menit dengan intensitas sedang setiap hari dapat memberikan manfaat lebih terhadap kesehatan daripada orang-orang yang mempunyai gaya hidup sedentary. Dosis olahraga ini digunakan untuk mencegah peningkatan berat badan yang tidak sehat dan pembatasan kalori untuk meeminimalkan kemungkinan peningkatan berat badan selanjutnya.
Berdasarkan pendapat Oswari (1997) dan Blaire et al. (2004) tersebut, hanya 3.6% contoh mempunyai kebiasaan berolahraga dalam kategori baik yaitu minimal tiga kali sehari dengan masing-masing frekuensi berdurasi tidak kurang dari 30 menit, sedangkan 96.4% contoh lainnya mempunyai kebiasaan olahraga dalam kategori kurang baik.
Jenis olahraga yang dilakukan contoh meliputi jogging (84.2%), bersepeda (5.3%), dan senam (10.5%). Jenis olahraga yang dilakukan contoh tersebut termasuk dari beberapa jenis olahraga terbaik. Jogging menjadi pilihan jenis olahraga terbesar yang dilakukan contoh. Hal tersebut diduga jogging merupakan olahraga mudah dan murah karena tanpa menggunakan peralatan khusus untuk melakukannya. Para peneliti olahraga aerobik melihat empat olahraga terbaik untuk kesehatan, yaitu: berjalan cepat (brisk walk), jogging, berenang, dan bersepeda (Kuntaraf & Kuntaraf 1992).
Kebiasaan Merokok
Keseluruhan contoh pada penelitian ini tidak memiliki kebiasaan merokok. Hal tersebut diduga karena masih terdapat aturan adat yang menyatakan
perempuan dianggap berperilaku buruk (tabu) apabila merokok. Namun, lebih dari separuh contoh (72.7%) berada satu rumah dengan perokok, sedangkan 27.3% contoh lainnya tidak berada satu rumah dengan perokok (Gambar 14).
Gambar 14 Sebaran keberadaan perokok di rumah contoh
Menurut Latifah et al. (2002), asap rokok juga termasuk ke dalam bahan kimia beracun. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Aditama (1992) yang menyatakan bahwa asap rokok berbahaya bagi perokok pasif. Perokok pasif menghisap asap sampingan (sidestream smokei) dan juga asap rokok yang dihembuskan keluar oleh perokok aktif sehingga beresiko terkena berbagai macam penyakit.
Konsumsi Alkohol
Keseluruhan contoh pada penelitian ini tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Hal tersebut diduga karena masih terdapat aturan adat yang menyatakan perempuan dianggap berperilaku buruk (tabu) apabila mengkonsumsi alkohol. Menurut Latifah et al. (2002), alkohol bisa berpengaruh terhadap perilaku karena mengganggu kerja susunan saraf pada otak. Keberanian yang timbul karena pengaruh alkohol sering menimbulkan perilaku buruk seperti suka berkelahi, mencuri, pergaulan bebas dan lain-lain. Orang yang suka minum minuman keras biasanya mengalami penurunan nafsu makan sehingga badannya sering lemas dan selalu malas.
Tingkat Aktivitas Fisik
FAO/WHO/UNU (2001) mengkategorikan tingkat aktivitas fisik berasarkan nilai Physical Activity Level (PAL) dibagi menjadi tiga, yaitu ringan (1.40≤PAL≤1.69), sedang (1.70≤PAL≤1.99), dan berat (2.00≤PAL≤2.40). PAL
merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) selama 24 jam dibagi Basal
Metabolic Rate selama 24 jam. Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisiknya
dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Sebaran aktivitas fisik contoh
Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh berada pada kategori ringan dengan rata-rata nilai PAL 1.65. Lebih dari separuh contoh (65.5%) mempunyai tingkat aktivitas fisik ringan. Bappenas (2011) mengungkapkan hampir seluruh penduduk Indonesia (48.2%) kurang melakukan aktivitas fisik.
Sebanyak 32.7% contoh memiliki aktivitas fisik sedang serta tidak terdapat contoh yang mempunyai tingkat aktivitas fisik berat. Selain itu, 1.8% contoh memiliki nilai PAL kurang dari 1.4 yang berada di luar pengkategorian tingkat aktivitas fisik FAO/WHO/UNU 2001 sehingga dianggap sangat rendah.
Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, serta rata-rata nilai PAL contoh disajikan pada Tabel 9. Jenis aktivitas contoh dikelompokkan menjadi enam aktivitas dari delapan jenis aktivitas berdasarkan FAO/WHO/UNU 2001. Keenam pengelompokan jenis aktivitas tersebut adalah aktivitas umum (general personal
activities), kegiatan transportasi (means of transport), kegiatan rumah tangga
(domestic chores), aktivitas pertanian (agricultural activities), kategori pekerjaan (occupational categories), dan bermacam-macam kegiatan rekreasi (miscellaneous recreational activities). Secara keseluruhan, data jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, serta rata-rata nilai PAL contoh dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL contoh
No Aktivitas Padanan Akivitas* PAR** Alokasi waktu
(jam/hari) PAL
Aktivitas umum/ General personal activities
1 Tidur Sleeping 1.00 8.41 0.35
2 Berpakaian Dressing 2.30 0.28 0.03
3 Mandi Washing hands/face and hair
2.30 0.28 0.03
4 Istirahat. Berbaring Lying 1.20 0.07 0.00
5 Makan Eating 1.40 0.62 0.04
6 Duduk Sitting quietly 1.20 0.62 0.03
7 Beribadah Light Leisure
activities 1.40 0.72 0.04
Kegiatan transportasi/ Means of transport
8 Berjalan kaki. berangkat kerja Walking at varying paces without a load
3.20 0.20 0.03
9 Bersepeda Cycling 3.60 0.40 0.06
10 Berangkat kerja naik motor Sitting on a motor
cycle 1.50 0.21 0.01
11 Berangkat kerja naik Bus/angkot Commuting to/from
work on the bus 1.20 0.21 0.01
Kegiatan rumah tangga/ Domestic chores
12 Memasak Cooking 2.10 0.81 0.07
13 Mencuci piring Washing dishes 1.70 0.15 0.01
14 Mencuci pakaian Washing clothes 2.80 0.30 0.04
15 Menyetrika Ironing clothes 1.70 0.01 0.001
16 Menyapu dan membersihkan rumah Sweeping & house
cleaning 2.30 0.42 0.04
17 Mengepel Mopping/washing
floor 4.40 0.01 0.002
18 Merawat anak Child care 2.50 0.49 0.05
19 Memandikan anak Bathing child 3.50 0.05 0.01
20 Kegiatan rumah tangga lainnya House work 2.80 0.18 0.02 21 Belanja di pasar/warung Shopping 4.60 0.02 0.003
Aktivitas pertanian/Agricultural Activities
Tabel 9 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL contoh (lanjutan)
No Aktivitas Padanan Akivitas* PAR**
Alokasi waktu
(jam/hari) PAL
23 Menjemur padi Threshing 5.10 0.01 0.003
Kategori pekerjaan/Occupational categories
24 Mengikuti pengajian/Membaca Reading 1.50 0.08 0.01 25 Bekerja melinting. memotong (batil).
mengemas (contong) Factory worker 2.20 5.70 0.52
26 Penjahit Tailor 2.50 0.05 0.01
Bermacam-macam kegiatan rekreasi/Miscellaneous recreational activities
27 Nonton TV Watching TV 1.64 2.86 0.20 28 Menengarkan musik Listening to radio/music 1.43 0.04 0.002 29 Aktivitas di waktu luang. ngobrol/diskusi/rapat Miscellaneous light leisure activities 1.40 0.75 0.04 Jumlah 24.00 1.65
Keterangan : *) Padanan aktivitas yang terdapat dalam FAO/WHO/UNU (2001) **) Physical activity ratio (PAR/ Faktor aktivitas)
Aktivitas umum yang dilakukan oleh contoh adalah tidur, berpakaian, mandi, isitrahat/berbaring, makan, duduk, dan beribadah. Alokasi waktu terbesar yang dilakukan contoh pada kelompok aktivitas umum yaitu tidur dengan alokasi waktu sebanyak 8.41 jam/hari. Puspitorini (2009) menyebutkan rata-rata individu membutuhkan tidur minimal 8 jam. Menurut sebuah laporan dari Dayton Veterans Administration Hospital di Ohio, mengurangi tidur 1.5 jam saja dalam semalam dapat mengurangi kewaspadaan pada siang hari sampai 33 persen (Puspitorini 2009). Nilai PAL untuk tidur adalah sebesar 0.35 atau 21.2% dari total rata-rata nilai PAL contoh.
Alokasi waktu terbesar untuk kegiatan transportasi yaitu pada kegiatan bersepeda. sedangkan alokasi waktu terkecil yaitu berjalan kaki. Rata-rata alokasi waktu untuk kegiatan bersepeda tersebut adalah sebesar 0.4 jam/hari dengan nilai PAL sebanyak 0.06 atau 3.6% dari total rata-rata nilai PAL contoh. Kegiatan berjalan kaki mendapatkan alokasi waktu sebesar 0.2 jam/hari dengan nilai PAL 0.03 atau 1.6% dari total rata-rata nilai PAL contoh.
Kegiatan rumah tangga contoh meliputi memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, menyetrika, menyapu dan membersihkan rumah, mengepel,
merawat anak, memandikan anak, belanja di warung/pasar, serta kegiatan rumah tangga lainnya seperti merapikan perabotan dapur, menjemur pakaian. Alokasi waktu terbesar pada kegiatan rumah tangga yaitu memasak dengan rata-rata waktu yang dialokasikan sebanyak 0.81 jam/hari. Kegiatan memasak tersebut mempunyai nilai PAL sebesar 0.07 atau 4.3% dari total rata-rata nilai PAL contoh.
Selain melakukan kegiatan pekerjaan utama di pabrik rokok, sebagian waktu pekerja juga dialokasikan untuk melakukan aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian yang dilakukan oleh contoh yaitu menyiangi sawah dan menjemur padi. Waktu yang dialokasikan contoh untuk menyiangi sawah yaitu sebesar 0.05 jam/hari dengan nilai PAL sebesar 0.01 atau 0.5% dari total rata-rata nilai PAL contoh. Alokasi waktu pada aktivitas pertanian untuk menjemur padi adalah sebesar 0.01 jam/hari dengan nilai PAL 0.003 atau 0.18% dari total rata-rata nilai PAL contoh.
Aktivitas pada kelompok kategori pekerjaan contoh yaitu mengikuti pengajian/membaca, bekerja di pabrik rokok meliputi pelintingan rokok, pemotongan rokok (batil), pengemasan rokok (contong), serta bekerja sebagai penjahit pakaian. Alokasi waktu terbesar contoh pada kelompok kategori pekerjaan adalah ketika bekerja di pabrik rokok. PAR pekerja pabrik rokok mempunyai padanan dengan karyawan pabrik tekstil (textile factory worker) berdasarkan FAO/WHO/UNU 2001 karena mempunyai jam kerja, tempat kerja (pabrik), dan kegiatan-kegiatan pekerjaan yang relatif sama jenisnya. Alokasi waktu contoh ketika bekerja di pabrik rokok adalah sebesar 5.7 jam/hari dengan nilai PAL 0.52 atau 31.6% dari total rata-rata nilai PAL contoh.
Kegiatan yang dilakukan contoh pada kelompok bermacam-macam kegiatan rekreasi meliputi menonton TV, mendengarkan musik, dan aktivitas di waktu luang seperti mengobrol, berdiskusi, atau rapat. Alokasi waktu terbesar pada kelompok kegiatan tersebut yaitu pada kegiatan menonton TV dengan jumlah waktu yang dialokasikan sebesar 2.86 jam/hari. Nila PAL pada kegiatan menonton TV tersebut adalah 0.2 atau 11.8% dari total rata-rata nilai PAL contoh.
Konsumsi Pangan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Konsumsi pangan contoh merupakan konsumsi pada hari kerja dengan rata-rata konsumsi sebesar 1124±413 kkal. Asupan pangan tersebut termasuk
dalam kelompok sangat rawan pangan (asupan kalori < 1400 Kkal/orang/hari) (Bappenas 2011). Sementara itu, rata-rata konsumsi protein contoh adalah sebesar 25.9±10.9 g/hari, sedangkan rata-rata konsumsi vitamin C dan zat besi berturut-turut adalah 50.3±218.2 mg/hari dan 9.7±6 mg/hari.
Pengeluaran energi digunakan untuk menentukan angka kebutuhan energi (estimated average requirement/EAR). Menurut FAO/WHO/UNU (2001). penentuan angka kebutuhan energi akan lebih tepat jika menggunakan EAR dibandingkan dengan AKG. Hal tersebut karena EAR menggunakan angka metabolisme basal berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat), serta aktivitas fisik.
Tingkat kecukupan energi contoh dihitung menurut AMB Oxford equation. Menurut WNPG (2004), Oxford equation merupakan meta analisis untuk mengestimasi energi basal metabolisme berdasarkan berat badan. Penggunaan
oxford equation dikarenakan sampel penelitian termasuk populasi Asia (China
dan Philipina) yang postur tubuhnya mirip dengan populasi Indonesia (WNPG 2004). Rata-rata kebutuhan energi contoh berasarkan Oxford equation yaitu 1989±152 kkal dengan tingkat kecukupan energi sebesar 56±88%.
Tingkat Kecukupan Energi
Tabel 10 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh jumlah contoh (74.5%) mengalami defisit tingkat berat, sebanyak 10.9% contoh mengalami defisit tingkat sedang, 5.5% contoh mengalami defisit tingkat ringan dan 9.1% lainnya berada pada tingkat kebutuhan energi normal. Tidak terdapat contoh yang berada di atas tingkat kebutuhan energi.
Tabel 10 Sebaran tingkat kebutuhan energi contoh berasarkan pengklasifikasian tingkat kecukupan energi Depkes 1996
Tingkat Kecukupan Energi
Pekerja
n % Defisit tingkat berat ( <70% ) 41 74.5 Defisit tingkat sedang ( 70-79% ) 6 10.9 Defisit tingkat ringan ( 80-89% ) 3 5.5
Normal/cukup ( 90-119% ) 5 9.1
Diatas tingkat kecukupan ( > 120%) 0 0.0
Hal tersebut diduga karena sebagian besar contoh mempunyai pola konsumsi yang tidak teratur dengan jumlah konsumsi yang sedikit. Bappenas (2011) mengungkapkan peta penduduk rawan pangan yang diumumkan oleh BPS pada tahun 2009 masih menunjukkan situasi yang memprihatinkan dengan jumlah penduduk sangat rawan pangan mencapai 14.47 persen.
Tingkat Kecukupan Protein
Tingkat kecukupan protein rata-rata contoh yaitu 51.83% AKG. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kecukupan protein contoh tergolong defisit tingkat berat berdasarkan pengkasifikasian tingkat kecukupan energi dan protein Departemen Kesehatan 1996. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh
Tingkat Kecukupan Protein
Pekerja
n % Defisit tingkat berat ( <70% ) 47 85.5
Defisit tingkat sedang ( 70-79% ) 5 9.1 Defisit tingkat ringan ( 80-89% ) 0 0.0 Normal/cukup ( 90-119% ) 2 3.6 Diatas tingkat kecukupan ( >
120%) 1 1.8
Total 55 100
Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan protein dari 85.5% contoh berada pada kategori defisit tingkat berat, 9.1% contoh mengalami defisit tingkat sedang, serta tidak terdapat contoh yang mengalami defisit tingkat rendah. Sebanyak 3.6% contoh mempunyai tingkat kecukupan protein normal serta 1.8% contoh lainnya berada di atas tingkat kecukupan protein. Sebagian besar contoh mengalami tingkat kecukupan protein pada kategori defisit. Hardinsyah dan Tambunan (2004) juga mengemukakan bahwa mutu protein makanan penduduk Indonesia masih rendah.
Tingkat Kecukupan Vitamin C
Berdasarkan pengkategorian tingkat kecukupan vitamin dan mineral Gibson (2005), rata-rata tingkat kecukupan vitamin C contoh kurang dari 77%
sehingga termasuk kategori kurang. Tabel 12 memperlihatkan bahwa hampir keseluruhan contoh (96.4%) defisit dalam pemenuhan kecukupan vitamin C (<77%), hanya 3.6% contoh yang normal atau tercukupi kebutuhan vitamin C. Almatsier (2009) menyebutkan vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol. Berdasarkan hasil recall 24 jam, ketidakcukupan kebutuhan vitamin C dikarenakan kurangnya konsumsi buah-buahan yang merupakan sumber utama vitamin C.
Tabel 12 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C contoh
Tingkat Kecukupan Vitamin C
Pekerja
n % Defisit ( <77% ) 53 96.4
Normal/cukup ( ≥77% ) 2 3.6
Total 55 100.0
Setiawan dan Rahayuningsih (2004) mengemukakan bahwa kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan gangguan pada fungsi sistem kolagen dan akan terlihat perdarahan terutama pada jaringan lunak, seperti gusi. Gejala ini disebut scury. Pada derajat yang lebih ringan. diduga kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka.
Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe)
Angka kecukupan zat besi untuk wanita dewasa berdasarkan AKG yaitu 50 mg. Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh yaitu 44.5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecukupan kurang dari 77% sehingga termasuk kategori kurang.
Tabel 13 Sebaran tingkat kecukupan zat besi contoh
Tingkat Kecukupan Fe Pekerja n % Defisit ( <77% ) 49 89.1 Normal/cukup ( ≥77% ) 6 10.9 Total 55 100.0
Tabel 13 memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh (89.1%) mengalami defisit dalam kecukupan zat besi, hanya 10.9% contoh yang normal atau tercukupi pemenuhan zat besi.
Almatsier (2009) menyebutkan besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi-hem seperti terdapat dalam hemoglobin dan mioglobin makanan hewani serta besi nonhem dalam makanan nabati. Sumber besi dari makanan hewani yaitu seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainnya yaitu telur, serealia tumbuk kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Ketidakcukupan pada pemenuhan zat besi contoh disebabkan kurangnya mengkonsumsi sumber besi dari makanan hewani yang jumlah lebih besar dan bioavailabilitasnya relatif lebih tinggi dibanding dengan sumber besi dari makanan nabati.
Status Gizi
Rata-rata berat badan contoh ± standar deviasi (SD) yaitu 49.2±10 kg. Berat badan maksimal dari 55 contoh adalah 77 kg, sedangkan berat badan minimal dari contoh yang diteliti adalah 35 kg. Rata-rata tinggi badan contoh ± standar deviasi (SD) yaitu 150.4±10.7 cm. Maksimal tinggi badan contoh yang diteliti yaitu 165 cm, sedangkan minimal tinggi badan contoh yaitu 137 cm.
Penentuan status gizi contoh berdasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO 2005. Klasifikasi IMT dibagi menjadi enam, yaitu: sangat kurus (<14.9), kurus (15-18.4), normal (18.5-22.9), gemuk (23-27.5), obesitas I (27.6-40), dan obesitas II (>40). Sebaran mengenai status gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Sebaran status gizi contoh
Status Gizi n % Sangat Kurus 0 0.0 Kurus 11 20.0 Normal 28 50.9 Gemuk 10 18.2 Obesitas I 6 10.9 Obesitas II 0 0.0 Total 55 100.0
Sebanyak 50.9% contoh mempunyai status gizi normal, sebanyak 20% contoh memiliki status gizi kurus, 16.4% berstatus gizi gemuk, dan 12.7% mempunyai status gizi obesitas I. Berdasarkan hasil pengukuran antropometri, tidak terdapat contoh yang mempunyai status gizi sangat kurus ataupun obesitas II.
Azwar (2004) mengemukakan bahwa masyarakat yang keadaan gizinya baik adalah masyarakat yang terbebas dari masalah gizi kurang dan gizi lebih. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian dari seluruh jumlah contoh mempunyai masalah gizi.
Status Kesehatan
Menurut UU No. 9 tahun 1960, kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan (Slamet 2007). Status kesehatan contoh dalam penelitian ini dilihat dari morbiditas, tekanan darah, frekuensi denyut nadi, dan frekuensi pernapasan.
Skor Morbiditas
Pengkategorian morbiditas dalam penelitian ini meliputi kejadian sakit, skor morbiditas, dan keluhan kesehatan. Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa sebanyak 83.6% pernah mengalami kejadian sakit selama satu bulan terakhir, sedangkan 16.4% contoh tidak pernah mengalami kejadian sakit selama satu bulan terakhir. Menurut Alan (1986), lemahnya daya tahan individu terhadap penyakit-penyakit yang umumnya tidak berbahaya merupakan dampak relatif gizi kurang.
Gambar 16 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit
Skor morbiditas contoh diperoleh dari hasil perkalian antara frekuensi dengan lama sakit dalam hari pada setiap jenis penyakit. Berdasarkan
perhitungan klasifikasi kelas Sugiono (2009), skor morbiditas dibedakan menjadi rendah (<21.7), sedang (21.7-43.3), dan tinggi (>43.3). Sebanyak 83.6% contoh mempunyai skor morbiditas dengan kategori rendah dan 14.6% lainnya mempunyai skor morbiditas dengan kategori sedang. Kemudian, hanya 1.8% contoh yang mempunyai skor morbiditas tinggi. Skor morbiditas rata-rata±SD yaitu sebesar 11.2±13. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata contoh mempunyai skor morbiditas rendah. Sebaran mengenai skor morbiditas disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan skor morbiditas
Skor Morbiditas n %
Rendah (<21.7) 46 83.6 Sedang (21.7 - 43.3) 8 14.6 Tinggi (>43.3) 1 1.8
Total 55 100
Penyakit yang pernah diderita contoh selama satu bulan terakhir beraneka ragam. Sebaran penyakit yang diderita contoh disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Sebaran jenis penyakit yang diderita contoh
Penyakit ISPA mempunyai prevalensi tertinggi diantara penyakit lain yaitu sebanyak 45.8%, kemudian diikuti oleh diare serta gigi dan mulut yang masing-masing mempunyai prevalensi sama yaitu 10.4%. Sebagian besar penyakit yang diderita contoh termasuk penyakit infeksi. Menurut Notoatmojo (2007), penyakit infeksi atau penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang satu ke orang lain baik secara langsung maupun melalui perantara). Anies (2006) menyebutkan penyakit menular adalah penyakit yang mudah
menyebar melalui kontak sepintas dan merupakan sebuah ancaman terhadap orang lain.
Penelitian ini menunjukkan jenis keluhan contoh terbanyak (22.0%) selama satu bulan terakhir yaitu pusing. Sementara 1.2% contoh memiliki keluhan lemah, letih, dan lesu serta flu. Prevalensi keluhan lain yang sering dialami oleh contoh yaitu batuk (11.9%), nafsu makan menurun (8.5%), mual (7.9%), sesak napas (5.1%), nyeri dada (4.5%), perih mata (4%), sesak dada (1.1%), pegal (1.1%), ngilu (0.6%), mata berair (0.6%), dan mata pegal (0.6%) (Tabel 16). Selain itu, terdapat empat responden yang tidak mempunyai keluhan mengenai kesehatannya.
Tabel 16 Sebaran conton berdasarkan keluhan kesehatan Keluhan Kesehatan n %
Pusing 39 22.0
Lemah. letih. dan lesu 27 15.2
Sesak napas 9 5.1 Batuk 21 11.9 Flu 27 15.2 Mual 14 7.9 Nafsu makan menurun 15 8.5
Susah buang air besar 3 1.7
Perih mata 7 4.0 Sesak dada 2 1.1 Nyeri dada 8 4.5 Pegal 2 1.1 Ngilu 1 0.6 Mata berair 1 0.6 Mata pegal 1 0.6 Total 177 100 Tekanan Darah
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan (Hull 2001). Pearce (2006) menyebutkan tekanan darah sistolik merupakan tekanan yang dihasilkan otot jantung yang mendorong darah dari bilik kiri jantung ke aorta (tekanan saat
jantung berkontraksi. Sementara itu, tekanan darah diastolik merupakan tekanan pada dinding arteri dan pembuluh darah akibat mengendurnya otot jantung (tekanan pada saat jantung berelaksasi). Tekanan darah normal pada umumnya berkisar rata-rata nilai normal tekanan sistolik sekitar 120 mmHg dan tekanan diastolik 80 mmHg (Masud 2002). Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik Tekanan Darah (mm Hg) Sistolik Diatolik
Nilai tertinggi 160.0 100.0
Nilai terendah 90.0 60.0
Rata-rata 107.1 73.4
Standar Deviasi ± 18.3 ± 8.6
Tekanan darah sistolik contoh berkisar antara 90 mmHg sampai 160 mmHg. Rata-rata contoh mempunyai tekanan darah sistolik 107.1 mmHg. Nilai rata-rata tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Sabunga (2007) yang menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik mahasiswi Diploma IPB adalah 114.40 mmHg yang masih berada dalam kategori normal. Chobanian et
al. (2003) mengklasifikasikan tekanan darah sistolik dan diastolik menjadi empat,
yaitu: normal (<120/80 mmHg), prehipertensi (120-139/80-89 mmHg), hipertensi stadium 1 (140-159 mmHg), hipertensi stadium 2 (≥ 160/100 mmHg). Berdasarkan Chobanian et al. (2003), lebih dari separuh (81.8%) contoh mempunyai tekanan darah sistolik normal, 7.3% contoh tergolong prehipertensi, 7.3% contoh lainnya tergolong hipertensi stadium 1, dan 3.6% contoh termasuk hipertensi stadium 2 (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik
Tekanan Darah Sistolik (mmHg) n %
Normal (<120) 45 81.8
Prehipertensi (120-139) 4 7.3
Hipertensi Stadium 1 (140-159) 4 7.3 Hipertensi Stadium 2 (≥ 160) 2 3.6
Total 55 100.0
Chobanian et al. (2003) menjelaskan bahwa prehipertensi bukan termasuk dalam kategori penyakit. Sebaliknya, prehipertensi merupakan indikator yang mengidentifikasikan seseorang beresiko tinggi terkena hipertensi.
Tekanan darah diastolik contoh berkisar antara 60-100 mmHg. Rata-rata contoh mempunyai tekanan darah normal yaitu 73.4 mmHg (Tabel 17). Nilai rata-rata tersebut hampir sama dengan penelitian Sabunga (2007) yang menunjukkan rata-rata tekanan darah diastolik mahasiswi Diploma IPB adalah 73.1 mmHg. Menurut pengklasifikasian tekanan darah Chobainan et al. (2003), tekanan darah diastolik yang lebih dari 89 mmHg termasuk dalam kategori hipertensi. Berdasarkan pendapat tersebut, lebih dari separuh contoh (74.6%) mempunyai tekanan darah diastolik normal, 16.4% contoh prehipertensi, 3.6% contoh menderita hipertensi stadium 1, dan 5.4% contoh terkena hipertensi stadium 2 (Tabel 19).
Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah diastolik
Tekanan Darah Diastolik (mmHg) n %
Normal (< 80) 41 74.6
Prehipertensi (89-99) 9 16.4
Hipertensi Stadium 1 (90-99) 2 3.6 Hipertensi Stadium 2 (≥ 100) 3 5.4
Total 55 100.0
Tekanan darah sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada berbagai individu dan dapat mengalami perubahan setiap waktu. Hull (2001) mengemukakan tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi berlalu, tekanan darah akan kembali normal.
Denyut Nadi
Denyut nadi atau denyut arteri merupakan suatu gelombang denyut jantung yang teraba pada nadi, saat darah dipompa keluar dari jantung. Denyut nadi mudah diraba pada nadi yang melintas tulang yang terletak dekat permukaan tubuh (Roosita et al. 2007). Pearce (2006) menyebutkan denyut nadi diukur dengan menghitung jumlah denyut pada pergelangan tangan selama satu menit. Kecepatan normal denyut nadi (dalam setiap menit) pada orang dewasa yaitu 60-80 denyut per menit. Denyut nadi dikategorikan menjadi tiga, yaitu: bradikardi (<60 denyut/menit), normal (60-80 denyut/menit), dan takikardi (>80
denyut/menit) (Guyton & Hall 1997). Berikut disajikan tabel mengenai sebaran contoh berdasarkan denyut nadi.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan denyut nadi Denyut Nadi n % (denyut/menit) Bradikardi (< 60) 1 1.8 Normal (60-80) 21 38.2 Takikardi (> 80) 33 60.0 Total 55 100.0
Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (60%) contoh tergolong memiliki denyut nadi takikardi, 38.2 contoh mempunyai denyut nadi normal, dan hanya 1.8 contoh yang memiliki denyut nadi bradikardi. Denyut nadi contoh berkisar antara 24-96 denyut/menit. Rata-rata contoh mempunyai denyut nadi 82.6 denyut/menit sehingga tergolong takikardi.
Frekuensi Napas
Kecepatan pernapasan normal orang dewasa sebesar 10-20 kali/menit (Pearce 2006). Kecepatan pernapasan contoh berkisar antara 16-32 kali/menit. Rata-rata kecepatan pernapasan contoh adalah 22.3 kali/menit. Kecepatan pernapasan tersebut melebihi normal atau di atas 20 kali/menit. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi pernapasan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi napas Frekuensi Napas n % (kali/menit) Normal (10-20) 28 50.9 Di atas normal (>20) 27 49.1 Total 55 100.0
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa persentase contoh yang mempunyai frekuensi napas nomal hampir sama dengan di atas normal. Contoh yang mempunyai frekuensi napas normal yaitu sebesar 50.9%, sedangkan contoh yang mempunyai frekuensi napas di atas normal sebesar 49.1%.
Hubungan Beberapa Faktor dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Hubungan Umur dengan Status Gizi dan Status Kesehatan
Umur contoh mempunyai hubungan yang signifikan positif terhadap IMT (p<0.05, r=0.306) berdasarkan hasil uji Pearson. Hal tersebut mempunyai arti bahwa semakin tinggi umur contoh, maka semakin tinggi IMT contoh. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari (2011) yang melaporkan bahwa kejadian obesitas (kenaikan IMT) cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Almatsier (2009) menyebutkan semakin tua tubuh semakin banyak mengandung jaringan lemak, sehingga angka metabolisme basal menurun. Seseorang yang mempunyai kecepatan metabolisme basal rendah cenderung lebih mudah gemuk dibandingkan dengan orang yang mempunyai kecepatan metabolisme tinggi. Tabel mengenai sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 22 yang menggambarkan bahwa proporsi terbesar contoh yaitu pada usia 19-29 tahun dengan status gizi normal.
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan umur dan status gizi
Status Gizi
Total Sangat
kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas 1 Obesi-tas 2
n % n % n % n % n % n % n % Umur (tahun) 19-29 0 0 9 16.4 18 32.7 4 7.3 3 5.5 0 0 34 61.8 30-49 0 0 1 1.8 4 7.3 5 9.1 1 1.8 0 0 11 20 50-64 0 0 1 1.8 6 10.9 1 1.8 2 3.6 0 0 10 18.2 Total 0 0 11 20.0 28 50.9 9 18.2 7 10.9 0 0 55 100
Tabel 22 menunjukkan status gizi contoh bertambah sejalan bertambahnya nilai umur. Namun, sebagian besar contoh (32.7%) mempunyai status gizi normal dengan rentang usia 19-29 tahun.
Karakteristik umur contoh tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap skor morbiditas, denyut nadi, dan frekuensi napas contoh. Namun, karakteristik umur contoh mempunyai hubungan yang signifikan positif terhadap tekanan darah sistolik (p<0.05, r=0.553) dan tekanan darah diastolik (p<0.05, r=0.449). Hal tersebut mempunyai arti semakin tinggi umur contoh maka tekanan darah sistol dan diastol contoh semakin tinggi juga.
Palmer dan Williams (2005) menyatakan bahwa salah satu dari beberapa faktor resiko tekanan darah tinggi yang tidak dapat diubah yaitu usia yang berarti
tekanan darah seseorang cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian Widyaningsih (2008) menunjukkan bahwa setiap kenaikan umur 1 tahun maka tekanan darah sistolik akan meningkat sebesar 0.477 mmHg dan sebesar 0.378 mmHg untuk tekanan darah diastolik, sehingga menunjukkan bahwa semakin tua seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hasil tabulasi mengenai hubungan tersebut ditunjukkan pada Tabel 23 dan Tabel 24.
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan umur dan tekanan darah sistolik Tekanan Darah Sistol
Total Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium 1 Hipertensi Stadium 2
n % n % n % n % n % Umur (tahun) 19-29 33 60.0 0 0 1 1.2 0 0 34 61.8 30-49 6 10.9 2 5.4 2 3.6 1 1.2 11 20.0 50-64 6 10.9 2 5.5 1 1.2 1 1.2 10 18.2 Total 45 81.8 4 10.9 4 6 2 2.4 55 100.0
Tabel 23 menunjukkan bahwa prevalensi sebaran terbesar contoh berada pada umur 19-29 tahun dengan tekanan darah sistolik normal. Sama halnya pada Tabel 24 yang memperlihatkan bahwa persentase terbesar berada pada contoh dengan usia 19-29 tahun dan tekanan darah diastolik normal.
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan umur dan tekanan darah diastolik
Tekanan Darah Diastol
Total Normal Prehipertensi Hipertensi Stadium 1 Hipertensi Stadium 2
n % n % n % n % n % Umur (tahun) 19-29 28 50.9 6 10.9 0 0 0 0.0 34 61.8 30-49 7 12.7 1 1.8 2 3.6 1 1.8 11 20.0 50-64 6 10.9 2 3.6 0 0 2 3.6 10 18.2 Total 41 74.5 9 16.4 2 3.6 3 5.4 55 100.0
Hubungan Masa Kerja dengan Status Gizi dan Status Kesehatan
Hasil uji Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan status gizi dan status kesehatan contoh. Hal tersebut karena contoh merupakan perkerja borongan, masa kerja contoh
dalam jangka waktu pendek, sehingga kemungkinan efek akumulatif paparan lingkungan masih belum terlihat. Selain itu, paparan lingkungan (debu, suhu, dan kelembaban) juga masih di bawah NAB.
Hubungan Pendapatan per Kapita dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Hasil uji Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan dengan status kesehatan. Sementara itu, terdapat kecenderungan hubungan negatif antara pendapatan dan status gizi contoh (r=-0.311, p<0.05), tetapi nilai korelasinya sangat rendah. Tabulasi silang mengenai hubungan antara pendapatan dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan dan status gizi
Status Gizi
Total Sangat
kurus Kurus Normal Gemuk
n % n % n % n % n % Pendapatan Rendah 0 0.0 1 1.8 0 0.0 0 0.0 1 1.8 Sedang 9 16.4 24 43.6 10 18.2 6 10.9 49 89.1 Tinggi 2 3.6 3 5.4 0 0.0 0 0.0 5 9.1 Total 11 20.0 28 50.9 10 18.2 6 10.9 55 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh berpendapatan sedang dengan status gizi kurus (43.6%). Sementara itu, terdapat beberapa contoh yang berpenghasilan tinggi tetapi mempunyai status gizi sangat kurus (3.6%) dan kurus (3%). Padahal, hanya 1.8% contoh yang berpenghasilan rendah dengan status gizi kurus. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang berpendapatan tinggi belum tentu memiliki asupan pangan yang baik dikarenakan beberapa faktor lain, seperti pendidikan dan pengetahuan gizi. Selain itu, masalah gizi merupakan manifestasi dari kekurangan atau kelebihan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang relatif lama (Supariasa et al. 2002).
Hubungan Kebiasaan Olahraga dengan Status Gizi dan Status Kesehatan Uji chi-square menunjukkan bahwa status gizi (normal ataupun tidak normal) tidak tergantung pada durasi dan frekuensi olahraga. Begitu juga halnya
dengan status kesehatan, hasil uji menunjukkan skor morbiditas contoh tidak tergantung pada durasi dan frekuensi olahraga.
Tidak adanya hubungan antara status gizi dan olahraga diduga karena status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh olahraga, melainkan ada faktor langsung dan tidak langsung yang mempengaruhinya. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah ketersediaan pangan, pengetahuan gizi, serta higine, sanitasi dan lingkungan (Unicef 1998).
Sementara itu, tidak adanya hubungan antara status kesehatan dengan olahraga diduga karena morbiditas tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas berolahraga saja. Namun, morbiditas juga dipengaruhi oleh pemaparan akibat lingkungan kerja (Kusnoputranto 1995).
Hubungan Aktivitas Fisik, Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Status Gizi
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi. Selain itu, tingkat konsumsi zat gizi (protein, vitamin C, dan zat gizi) juga tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap status gizi.
Tingkat kecukupan energi mempunyai kecenderungan hubungan negatif terhadap status gizi (r=-0.326, p<0.05), tetapi nilai korelasinya sangat rendah. Hasil tabulasi silang antara TKE dengan status gizi disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan status gizi Tingkat kecukupan energi (Oxford equation)
Total Defisit
tingkat berat Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan Normal Lebih n % n % n % n % n % n % Status Gizi Kurus 7 13 1 1.8 0 0 3 5.5 0 0 11 20 Normal 19 35 4 7.3 3 5.5 2 3.6 0 0 28 51 Gemuk 9 16 1 1.8 0 0 0 0 0 0 10 18 Obesitas 1 6 11 0 0.0 0 0 0 0 0 0 6 11 Total 41 75 6 11.0 3 5.5 5 9.1 0 0 55 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase terbesar (35%) contoh dengan tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat mempunyai IMT normal. Hal tersebut diduga sedikitnya jumlah konsumsi contoh pada saat sedang dilakukan Recall.
Pengaruh Tingkat Kecukupan Energi terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Skor Morbiditas sebagai Variabel Kontrol
Pada penelitian ini, IMT diduga dipengaruhi oleh TKE dan Skor Morbiditas contoh. Persamaan garisnya adalah sebagai berikut:
y = 24.032 + (-0.052x1) + 0.049x2
y = Indeks Massa Tubuh (IMT) x1 = Tingkat Kecukupan Energi (TKE)
x2 = Skor Morbiditas
Uji regresi linier yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap IMT contoh adalah TKE. Dari uji regresi linier yang dilakukan juga didapatkan nilai R2 sebesar 0.33. Hal ini menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang diteliti dapat menjelaskan pengaruh sebesar 33% terhadap IMT.
Hubungan Status Gizi dengan Skor Morbiditas, Tekanan Darah Sisitolik, dan Tekanan Darah Diastolik
Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan nyata antara status gizi dengan skor morbiditas. Begitu juga halnya dengan tekanan darah sistolik dan diastolik, hasil uji memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikasn secara nyata antara status gizi dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hal tersebut karena status kesehatan individu tidak hanya ditentukan oleh status gizi (induk semang/host), melainkan dipengaruhi juga oleh keberadaan penyebab penyakit (agent) dan lingkungan (environment) (Notoadmodjo 2007).