KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
Bishops' Conference of Indonesia
Periode 2009-2012
RESIDIUM
Ketua/President : Mgr. Martinus D. Situmorang, OFMCap.
Wakil Ketua I/Vice President I: Mgr. Ignasius Suharyo
Wakil Ketua II/Vice President II: Mgr. Leo Laba Ladjar OFM
Sekretaris Jendral/Secretary General: Mgr. J. Pujasumarta
Bendahara/Treasurer: Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD
Anggota/Members: Mgr. Vincentius Sutikno
Mgr. Hilarius Moa Nurak SVD
Mgr. Agustinus Agus
Mgr. Petrus Bodeng Timang Mgr. P.C. Mandagi MSC Mgr. Edmund Woga KETUA KOMISI
1. Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan: Mgr. P.C.Mandagi MSC
Commission for Ecumenical and Interreligious Dialogue
2. Komisi Karya Misioner: Mgr. Vincentius Sensi Potokota
Commission for Mission
3. Komisi Kateketik: Mgr. John Liku Ada
Commission for Catechetics
Commission for Justice and Peace
5. Komisi Keluarga: Mgr. Michael Angkur, OFM
Commission for Family
6. Komisi Kerasulan Awam: Mgr. Yustinus Hardjosusanto MSF
Commission for the Luity
7. Komisi Komunikasi Sosial: Mgr. Petrus Turang
Commission for Social Communications
8. Komisi Liturgi: Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka MSF
Commission for Liturgy
9. Komisi Pelayanan Pastoral Migran dan Perantau: Mgr. Agustinus Agus
Commission for Migrants and Itinerant
10. Komisi Pendidikan: Mgr. Aloysius Sudarso. SCJ
Commission for Education
11. Komisi Pengembangan Sosial dan Ekonomi: Mgr. Hilarion Datus Lega
Commission for Socio Economic Development
12. Komisi Seminari: Mgr. Dominikus Saku
Commission for Seminary
13. Komisi Kepemudaan: Mgr. John Philipus Saklil
Commission for Youth
14. Komisi Teologi: Mgr. Petrus Bodeng Timang
Commission for Theology
DELEGASI
Delegate for Catholic Health Services
Delegatus Kitab Suci : Mgr. Ignasius Suharyo
Delegates for The Catholic Bible Institution
Ketua Dana Solidaritas Antar Keuskupan (DSAK) : Mgr. Silvester San
Wakil KWI untuk BKBLII : Mgr. Hilarius Moa Nurak SVD
Moderator Sekretariat Jaringan Mitra Perempuan : Mgr. Vincentius Sutikno
DEWAN MONETER
Ketua / Chairman : Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD
Anggota I / Member I : Mgr. Julius.G. Mencucini, CP
Anggota II / Member II : Mgr. Silvester San
SEKILAS KWI
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) merupakan Federasi Para Waligereja (Uskup) se Indonesia yang bertujuan menggalang persatuan dan kerjasama dalam tugas pastoral mereka memimpin umat Katolik Indonesia. KWI tidak "di atas" atau membawahi para Uskup;
masing-masing Uskup tetap otonom. KWI tidak mempunyai cabang di daerah.
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, bukan yang sudah pensiun. Oleh karena itu sampai sekarang jumlah
anggotanya hanyalah 35 orang.
Tidak lebih dari itu karena jumlah keuskupan di Indonesia hanya 37 masing-masing satu orang Uskup.
AWAL BERDIRI
Setiap Uskup, karena tahbisannya, dengan sendirinya menjadi bagian dari jajaran para Uskup se dunia (Collegium Episcopale) dan bersama dengan para uskup se dunia, di bawah pimpinan Sri Paus, bertanggungjawab atas seluruh Gerja Katolik.
Para Uskup dalam satu negara bersama-sama membentuk suatu wadah kerjasama yang dinamakan Konferensi Para Uskup. Di dalam wadah ini mereka bekerjasama merundingkan dan memutuskan sesuatu mengenai umat katolik di seluruh negara tersebut. Seorang uskup adalah pimpinan Gereja setempat yang bernama keuskupan. Dengan demikian dia disebut juga Waligereja. Karena itu Konferensi para Uskup di Indonesia disebut Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) yang kemudian diubah menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Dari tahun 1807 sampai 1902 Gereja katolik seluruh Nusantara berada di bawah pimpinan seorang Prefek/Vikaris Apostolik yang berkedudukan di Batavia. Kendati semenjak tahun 1902 beberapa daerah sudah dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia (1902: Maluku-Irian Jaya, 1905: Kalimantan, 1911: Sumatera, 1913/1914: Nusa Tenggara, dan 1919: Sulawesi), namun pengakuan dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda akan adanya banyak pimpinan Gereja Katolik di Nusantara baru terjadi pada tahun 1913.
Maka semua Vikaris dan Prefek Apostolik itu merasa perlu bersama-sama berunding untuk mencapai kesatuan sikap terhadap Pemerintah dalam banyak persoalan, tetapi terutama berhubungan dengan kebebasan bagi misi untuk memasuki semua wilayah dan juga berhubungan dengan posisi pendidikan Katolik.
Pertemuan itu baru terjadi pada kesempatan pentahbisan Mgr. A. Van Velsen sebagai Vikaris Apostolik Jakarta (13 Mei 1924) di Katedral Jakarta. Yang hadir pada waktu itu: Mgr. P. Bos, O.F.M.Cap. (Vik.Ap. Kalimantan), Mgr. A. Verstraelen, S.V.D. (Vik. Ap. Nusa Tenggara), Mgr. Y. Aerts, M.S.C. (Vik.Ap. Maluku-Irian Jaya), Mgr. L.T.M. Brans, O.F.M.Cap. (Pref.Ap. Padang) dan Mgr. G. Panis, M.S.C. (Pref.Ap. Sulawesi).
Pada tanggal 15 - 16 Mei 1924 diadakan sidang para Waligereja se-Nusantara yang pertama di Pastoran Katedral Jakarta. Sidang ini diketuai oleh Mgr. A. Van Velsen dan dihadiri oleh para Waligereja tersebut di atas ditambah dengan dua orang pastor: A.H.G. Brocker, M.S.C. dan S.Th. van Hoof, S.J. sebagai nara sumber.
Sidang yang kedua diadakan pada tanggal 31 Agustus - 06 September 1925, juga di Jakarta, di bawah pimpinan seorang utusan Paus Pius X yang bernama Mgr. B.Y. Gijlswijk, O.P., seorang Delegatus Apostolik di Afrika Selatan. Kecuali para Waligereja yang disebut di atas, peserta sidang ini sudah bertambah dengan Mgr. H. Smeetes, S.C.J. (Pref.Ap. Bengkulu), Mgr. Th. Herkenrat, S.S.C.C. (Pref.Ap. Pangkalpinang). Hadir juga Pater Th. De Backere, C.M., Pater Cl. Van de Pas, O.Carm., Pater Y. Hoederechts, S.J., sedang Pater H. Jansen, S.J. dan Pater Y. Van Baal, S.J. bertugas sebagai sekretaris.
Dalam sidang ini diputuskan untuk mengadakan sidang setiap lima tahun sekali. Sidang-sidang berikutnya adalah: 04-11 Juni 1929 di Muntilan (dihadiri oleh 10 Waligereja), 19-27 September 1934 di Girisonta (juga dihadiri oleh seorang pastor dari Centraal Missie Bureau atau Kantor Waligereja), 16-22 Agustus 1939 juga di Girisonta (15 Waligereja dan tiga orang dari CMB serta seorang Delegatus Apostolik untuk Australia: Mgr. Y. Panico).
Karena adanya perang, sidang para Waligereja Indonesia tidak dapat diadakan. Pada tanggal 26-30 April 1954 para Waligereja se Jawa mengadakan pertemuan di Lawang. Di sana
diungkapkan keinginan untuk mengadakan konferensi baru semua Waligereja. Sebuah
rancangan anggaran dasar yang disusun oleh Mgr. W. Schoemaker M.S.C. (Uskup Purwokerto) kemudian disetujui oleh Internunsius di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1955. Tanggal 14 Maret 1955 Mgr. W. Schoemaker M.S.C. diangkat oleh Internunsius menjadi ketua sidang
MAWI yang akan datang.
Sidang itu dapat dilaksanakan pada tanggal 25 Oktober sampai 2 November 1955 di Bruderan, Surabaya dan dihadiri oleh 22 orang Waligereja (dari 25 orang Waligereja yang ada). Inilah sidang Konferensi para Uskup dari seluruh Indonesia yang pertama sesudah perang.
Salah satu keputusan yang penting ialah bahwa untuk selanjutnya konferensi para Waligereja Indonesia ini dinamakan Majelis Agung Waligereja Indonesia, disingkat MAWI, suatu
terjemahan dari Raad van Kerkvoogden. Tanggal inilah dipandang sebagai tanggal berdirinya MAWI. Di samping sidang lengkap, diputuskan untuk mendirikan sebuah sidang kecil yang tetap, untuk melaksanakan tugas harian, yang dinamakan Dewan Waligereja Indonesia Pusat, disingkat DEWAP, yang diketuai oleh Mgr. A. Soegijapranata, S.J. (Uskup Semarang). Untuk memperbaiki pelaksanaan tugasnya, dibentuklah berbagai "Panitia" / PWI (Panitia Waligereja Indonesia) yang menjadi anggota DEWAP (diputuskan bahwa DEWAP bersidang sekali setahun) dan yang menangani salah satu bidang pelayanan: PWI (Panitia Waligereja
Indonesia) Sosial, PWI Aksi Katolik dan Kerasulan Awam, PWI Seminari dan Universitas, PWI Pendidikan dan Pengajaran Agama , PWI Katekese Umat dan Penyebaran Iman, PWI Pers dan Propaganda. Diputuskan bahwa DEWAP bersidang sekali setahun.
Sesudah Indonesia merdeka jumlah orang katolik Indonesia meningkat pesat. Sedemikian pesat perkembangan jemaah katolik Indonesia, sehingga dalam sidang di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah (09-16 Mei 1960) para Uskup Indonesia menulis surat kepada Bapa Suci
Yohanes XXIII, memohon secara resmi agar beliau meresmikan berdirinya Hirarki Gereja di Indonesia. Maka dengan Dekrit "Quod Christus Adorandus" tertanggal 03 Januari 1961 Paus Yohanes XXIII meresmikan berdirinya Hirarki Gereja di Indonesia.
PERKEMBANGAN & PERUBAHAN STRUKTUR
Kemudian MAWI mengadakan sidang-sidang paripurna pada tahun 1960, 1965, 1968 dan 1970. Pada Sidang tahun 1968 terjadi perubahan-perubahan dalam pembentukan PWI: PWI Universitas dihapuskan dan tugas diambil alih oleh Bagian Pendidikan-KWI. Pada Sidang MAWI tahun 1968 dibentuk Struktur Sekretariat Jenderal yang tercakup antara lain: Bagian Umum, Bagian Pendidikan, Bagian Pastoral KWI.
Dalam tahun ini pula dibentuk suatu lembaga baru yaitu: LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBANGUNAN SOSIAL (LPPS). Maka bentuk lembaga yang ada dalam MAWI saat ini tercakup antara lain: LPPS-KWI, LBI-KWI.
Dalam tahun 1970 banyak terjadi perubahan penting dalam struktur dan cara kerja MAWI: Penyusunan Statuta MAWI; Sidang dilaksanakan setahun sekali (Sidang dibagi dua: Sidang Simplex - setiap tahun dan Sidang Synodal - tiga tahun sekali); DEWAP dan DEWAP HARIAN dihapuskan dan diganti dengan PRESIDIUM MAWI; Pada tahun 1970 juga dibentuk badan baru yaitu Bagian Penerangan. Dalam tahun ini pula disusunlah pembagian Struktur Sekretariat Jenderal (terdiri 3 unsur):
KANTOR WALIGEREJA INDONESIA
Bagian Umum/Keuangan, Bagian Personalia, Bagian Pendidikan, Bagian Penerangan.
PANITIA WALIGEREJA INDONESIA (PWI)
PWI Ekumene, PWI Seminari, PWI Komunikasi Sosial (pengganti PWI Pers dan Propaganda), PWI Sosial dan Ekonomi (pengganti PWI Sosial), PWI Kateketik, PWI Kerasulan Awam, PWI Liturgi, PWI Pendidikan.
LEMBAGA
L P P S, L B I
Pada tahun 1970 tepatnya pada tanggal 3 Desember, dalam sidangnya MAWI membuat suatu keputusan dalam bentuk PEDOMAN KERJA UMAT KATOLIK INDONESIA, adapun hal ini dilakukan karena para Uskup Indonesia menginsafi sungguh-sungguh bahwa dalam
masyarakat Indonesia yang sedang membangun ini, sering timbul persoalan-persoalan yang tidak mudah dipecahkan, maka para Uskup ingin memberi petunjuk-petunjuk yang diharapkan
dapat membantu pemecahan masalah yang ada.
Kekuasaan tertinggi ada pada Sidang para Waligereja, yang sejak 1970 mengadakan sidang setiap tahun. Biasanya jatuh pada bulan November di Jakarta. Pada tahun-tahun selanjutnya (s/d tahun 1995) terbentuklah beberapa badan baru dan perubahan-perubahan dalam Struktur Sekretariat Jenderal, antara lain:
Tahun 1974 dibentuk suatu badan baru LK3I (Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga di Indonesia)
Tahun 1975 PWI Ekumene (yang dibentuk MAWI pada tahun 1966) diganti menjadi PWI HAK (Hubungan antar Agama/ Kepercayaan),
Tahun 1976 didirikan Team Kerja (Task Force) MAWI untuk membantu MAWI menanggapi soal-soal mendesak yang diajukan oleh instansi-instansi sipil/militer/ swasta kepada MAWI.
Tahun 1979 terbentulkah PWI Karya Misioner
Tahun 1982 pembentukan suatu lembaga baru "Sekretariat Justice and Peace"
Pada tahun 1982 istilah PWI (Panitia Waligereja Indonesia) diganti menjadi Komisi, demikian juga sebutan Bagian diubah menjadi Departemen.
Tahun 1985 MAWI menyetujui berdirinya Komisi Muda-mudi
Semenjak tahun 1987, Majelis Agung Waligereja (MAWI) berganti nama menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Pimpinan KWI dilaksanakan oleh Presidium KWI. Dalam
para Uskup Indonesia tersebut.
Tahun 1991 dibentuk Komisi Teologi-KWI sebagai aparat KWI
Tahun 1994 LK3I (Lembaga Katolik untuk Kesejahteraan Keluarga Indonesia) disetujui menjadi sebuah Komisi, yaitu Komisi Keluarga-KWI
Sebagaimana diketahui sebutan Konferensi Waligereja Indonesia adalah sesuai dengan namanya dalam bahasa latin maupun bahasa-bahasa lain di seluruh dunia. Kecuali itu pada waktu itu perubahan nama juga bertepatan dengan saat proses penyusunan sebuah statuta KWI yang baru yang diselaraskan dengan Kitab Hukum Kanonik yang baru serta
Undang-undang RI No. 8 tahun 1985 mengenai Organisasi Kemasyarakatan. Statuta baru ini disahkan oleh Vatikan pada tanggal 24 April 1992.