• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sediaan Injeksi Dalam Ampul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sediaan Injeksi Dalam Ampul"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS TERSTRUKTUR PERBEKALAN STERIL

Pembuatan Sediaan Injeksi dalam Kemasan Ampul

Disusun Oleh: Kelompok 12

Muntofingah (G1F012024) Curie Julia Kulzumia (G1F012054) Sariah Aini Rahmawati (G1F012086)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO 2014

(2)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Kemasan Sediaan Injeksi

Ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20 kadang-kadang juga 25 atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua. Ampul gelas berleher dua ini sangat berkembang pesat sebagai ampul minum untuk pemakaian peroralia (R. Voigt hal. 464)

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sediaan ampul :

1. Tidak perlu pengawet karena merupakan takaran tunggal 2. Tidak perlu isotonis

3. Diisi melalui buret yang ujungnya disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70 %

4. Buret dibilas dengan larutan obat sebelum diisi

Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan secara parenteral. Istilah steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik bentuk vegetatif, nonvegetatif, pathogen maupun nonpatogen. Sedangkan parenteral menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan. Produk parenteral dibuat mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut hingga pengemasan. Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu gelas, plastik, elastik (karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur aseptis dan steril karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang dibuat, termasuk dalam hal ini wadah. Wadah merupakan bagian yang menampung dan melindungi bahan yang telah dibuat (Ansel,1989).

Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan efektifitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak

(3)

berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel, 1989).

Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yag kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Wadah dosis berganda adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya secara berulang tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau kemurnian pada bagian yang tertinggal (Ansel, 1989).

Wadah dosis tunggal biasanya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul dapat dihisap kedalam alat suntik dengan jarum hipodermik. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup dan digunakan lagi untuk waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus (Ansel, 1989).

Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (Depkes RI, 1995).

Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya (Depkes RI, 1979). Bagaimanapun

(4)

bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen (Martindale, 1982).

Keuntungan wadah gelas (Martindale, 1982) :

1. Mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.

2. Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.

3. Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin

4. Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah. 5. Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap

tusukan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121O C pada sterilisasi uap dan 2600 C pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk.

Kerugian (Martindale, 1982) :

1. Mudah pecah dan bobotnya relatif berat.

2. Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya.

3. Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).

4. Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya.

Tipe wadah yang digunakan untuk kemasan sediaan injeksi antara lain : 1. Gelas

(5)

Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda (Martindale, 1982).

Formulator harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan.

Gelas untuk parenteral volume kecil – Tabel 1

Tipe Definisi Umum Test USP

Batas Ukuran (ml) ml 0,02 N asam I Paling resisten, gelas borosilikat Gelas serbuk Semua 1,0

II Gelas dibuat dari soda lime Attack water 100 atau kurang lebih 100 0,7 0,2

III Gelas soda lime Gelas

(6)

IV Gelas soda lime-tujuan umum

Gelas

serbuk Semua 15,0

Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.

2. Container / wadah

Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP). I.2 Persyaratan larutan injeksi

Persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih, berkilauan, bebas dari semua zat-zat khusus (senyawa yang bergerak, tidak larut) dan pengotor seperti debu, serat baju, serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik, yang tanpa disengaja masuk kedalam produk selama proses pembuatan, penyimpanaan dan pemberian. Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan kedalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral yang proses akhirnya disaring sebelum dimasukkan kedalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap bahan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk kedalam larutan. Bila wadah telah dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selanjutnya, selama pengisian wadah harus

(7)

diperhatikan dengan sungguh-sungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain kedalam wadah (ansel,1989).

Persyaratan dalam larutan injeksi : (Ansel, 1989)

1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).

2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya. 3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut. 4. Sterilitas

5. Bebas dari bahan partikulat 6. Bebas dari Pirogen

7. Kestabilan

8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.

Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :

a. Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan di dalam etiket dan yang ada dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimia dan sebagainya,

b. Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi juga mencegah terjadinya antaraksi antarbahan obat dan material dinding wadah,

c. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi. Untuk beberapa faktor yang paling menentukan: bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis, isotonis , isohidris, bebas bahan melayang (Agoes, 2009).

(8)

BAB II ISI II.1 Injeksi Amikacin

Amikasin umumnya dikenal sebagai: amikasin, Amica adriamisin. Nama Inggris amikasin, Amikin. Turunan semi-sintetik penisilin sulfat, putih atau hampir putih bubuk kristal, hampir tidak berbau, hambar. Produk ini larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol.

Amikasin merupakan spektrum serupa antimikroba dan gentamisin, tetapi tahan terhadap kanamisin, tobramycin, dan bakteri gentamisin termasuk Pseudomonas aeruginosa dan Serratia masih berlaku. Jadi untuk perayaan besar klinis, infeksi serius kanamisin disebabkan oleh bakteri resisten dapat digunakan dengan penisilin dan sefalosporin dikombinasikan.

Amikasin adalah antibiotik aminoglikosida. Produk ini pada kebanyakan Enterobacteriaceae, seperti Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Shigella, Salmonella, Citrobacter, Serratia dll dengan efek yang baik terhadap Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas lainnya, Acinetobacter, Alcaligenes, dll memiliki efek yang baik, terhadap Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoeae, Haemophilus influenzae, yeah Mickelson spp, Campylobacter janin, Mycobacterium tuberculosis dan beberapa non-TB mikobakteri juga efek antibakteri baik, aktivitas antibakteri sedikit lebih rendah dibanding gentamisin. Keuntungan yang paling menonjol dari produk ini selama bertahun-enterik gram negatif basil aminoglikosida menonaktifkan enzim yang dihasilkan stabil dan tidak hilang untuk enzim seperti pasivasi aktivitas antibakteri. Pada saat ini diisolasi 12 macam menonaktifkan enzim, produk ini hanya tersedia untuk AAC (6 ') yang pasif, selain AAD (4') dan APH (3 ') - Ⅲ bahkan dapat menyebabkan bakteri pada produk sampai sedang perlawanan. Isolat klinis Enterobacteriaceae terhadap gentamisin, tobramisin dan Netilmicin dan resistensi aminoglikosida lainnya sekitar 60% sampai 70% dari barang yang masih sensitif. Dalam beberapa tahun terakhir, basil Gram-negatif untuk amikasin strain resisten juga meningkat. Cocci Gram-positif pada produk selain strain Staphylococcus methicillin-sensitif

(9)

memiliki efek antibakteri baik, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus dan Enterococcus masing-masing kelompok untuk paling tahan. Produk ini tidak efektif melawan bakteri anaerob.

Injeksi Amikasin dengan cepat diserap setelah injeksi intramuskular. Terutama didistribusikan dalam cairan ekstraselular, konsentrasi cairan serebrospinal dari bayi yang normal sampai dengan periode yang sama konsentrasi plasma 10 sampai 20%, bila ada peradangan pada meninges, konsentrasi darah selama periode yang sama hingga 50%, tetapi dalam jaringan atrium jantung, cairan perikardial , otot, lemak, dan konsentrasi cairan interstitial rendah, 5 sampai 15% dari obat kembali didistribusikan ke berbagai jaringan di korteks ginjal dan tabungan cairan batin. Menembus plasenta, konsentrasi tinggi dalam urin, cairan sinovial dapat mencapai konsentrasi terapeutik. Sekresi bronkial, empedu dan konsentrasi aqueous humor rendah, konsentrasi ascites sulit untuk memprediksi. Volume 0.21L/kg distribusi, mengikat protein rendah dalam korteks ginjal dengan mengikat jaringan. Konsentrasi plasma setelah injeksi intramuskular 0,75 sampai 1,5 jam pada puncaknya, satu injeksi intramuskular 250.375 dan 500mg, konsentrasi puncak rata-rata adalah 12, 16 dan 21μg/ml, konsentrasi urin obat 6 jam adalah 560.700 dan 830μg / ml. 15 sampai 30 menit setelah intravena Zhong nilai Dafeng, satu infus 500mg, 30 menit untuk menjatuhkan rata-rata selesai puncak 38μg/ml konsentrasi plasma. Mengurangi konsentrasi plasma pada pasien dengan demam. T1 / 2 orang dewasa 2 sampai 2,5 jam, tidak ada urin pada pasien dengan T1 / 2 sampai 30 jam, pasien luka bakar l ~ 1,5 jam, janin adalah 3,7 jam, bayi yang baru lahir adalah 4 sampai 8 jam (dengan berat lahir dan usia terbalik). Produk ini tidak dimetabolisme dalam tubuh. Habis terutama oleh filtrasi glomerular, 9 jam habis dalam waktu 84 ~ 92%, sebuah 0.5g injeksi intramuskular, konsentrasi urin hingga 800μg/ml lebih, dalam waktu 24 jam debit 94-98%, 10 sampai 20 hari sekali ekskresi. Hemodialisis dan dialisis peritoneal untuk menghilangkan darah dari sejumlah besar obat, sehingga paruh berkurang secara signifikan.

(10)

II. 2. Faktor fisikokimia a. Organoleptis

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah pemerian dari bahan-bahan yang akan digunakan secara kasat mata, meliputi : warna, aroma dan rasa. Manfaat pengamatan organoleptis misalnya yaitu setelah melakukan pengamatan dengan kasat mata, maka dapat diketahui bagaimana penyimpanan bahan-bahan yang akan digunakan tersebut.

b. Kelarutan

Kelarutan menjadi hal yang harus diperhatikan apabila sediaan parenteral volume besar dipakai sebagai pembawa obat lain, atau terjadinya kristal pada beberapa zat. Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk mermbuat sediaan parenteral volume besar adalah obat-obatan/zat yang mudah larut.

Kelarutan sangat penting untuk pengembangan larutan yang dapat disuntikkan baik secara intravena maupun intramuscular. Sediaan dalam bentuk infus harus jernih, maka bahan-bahan obat/zat yang akan digunakan untuk membuat infus harus larut sempurna dalam pembawanya.

Air merupakan pelarut yang paling umum digunakan sebagai zat pembawa yang digunakan dalam formulasi infus. Selain itu, untuk memperoleh kelarutan yang baik, komponen yang akan digunakan harus memiliki kualitas yang baik. Kontaminasi fisika dan kimia tidak hanya menyebabkan iritasi ke jaringan tubuh, tetapi jumlah kontaminasi tersebut juga dapat menyebabkan degradasi produk sebagai hasil dari perubahan kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila digunakan sterilisasi panas.

Adapun pelarut bukan air yang dipilih harus dengan hati-hati, karena pelarut tersebut tidak boleh bersifat iritasi, toksik atau terlalu pekat dan juga tidak boleh memberi efek merugikan pada bahan formulasi lainnya. Pemilihan pelarut seperti itu harus melibatkan suatu evaluasi sifat-sifat fisiknya seperti kerapatan, viskositas, kemampuan bercampur dan kepolaran, kestabilan, aktivitas pelarut dan toksisitas. Contoh pelarut bukan air yang dapat dikombinasi dengan air adalah dioksilan, dimetil-asetamida, N-(β-hidroksietil )-laktamida, butilen glikol, polietilen glikol 400 dan 600, propilen glikol, gliserin, etil alkohol. Pelarut bukan

(11)

air yang tidak dapat bercampur dengan air contohnya minyak lemak, etil oleat, isopropil miristat, dan benzilbenzoat.

c. pH

pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat menyebabkan : - berpengaruh terutama pada darah tubuh

- berpengaruh pada kestabilan obat

- berpengaruh pada wadah terutama wadah gelas, plastik, dan tutup karet. d. Ukuran partikel

Ukuran pratikel bahan obat mempunyai peranan dalam sediaan farmasi sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh yang besar dalam pembuatan sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologisnya.

Untuk sediaan infus harus memiliki ukuran partikel yang kecil karena sediaan infus pemberiannya langsung ke dalam pembuluh darah vena. Jika terdapat ukuran partikel yang besar dalam infus maka dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan atau gangguan dalam pembuluh darah.

e. Pembawa

Pada sediaan parenteral volume besar umumnya digunakan pembawa air tetapi dapat juga dipakai emulsi lemak intravena yang diberikan sendiri atau dikombinasi dengan asam amino dan atau dekstrosa asalkan partikel tidak boleh lebih besar dari 0,5 µm.

f. Viskositas

Dalam sediaan infus viskositas sangat berpengaruh karena jika sediaan infus terlalu kental maka akan susah menetes, distribusi obat dalam darah akan lambat, sehingga ketercapaian efek terapi yang diinginkanpun akan lambat pula.

g. Cahaya dan suhu

Cahaya dan suhu erat hubungannya dengan tampat/wadah penyimpanan obat/bahan obat. Cahaya dan suhu dapat mempengaruhi kestabilan obat sehingga dalam hal penyimpanan obat sangat perlu sekali diperhatikan karakteristik dari obat/bahan obat yang akan disimpan.

h. Faktor kemasan

(12)

II.3 Komposisi Sediaan Injeksi  Bahan aktif

Zat aktif yang dipilih adalah zat yang umumnya mudah larut dalam air, atau memiliki ikatan kuat dengan air. karena kelarutan suatu zat sangat berpengaruh dalam pembuatan sediaan cair khususnya infus.

 Bahan tambahan

o Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.

o Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol

o Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.

o Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA). o Gas inert : Nitrogen dan Argon.

o Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithin

o Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat. o Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl

o Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.

o Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.  Pembawa

o Pembawa air

o Pembawa nonair dan campuran

 Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen

 Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.

(13)

II.4 Metode Pembuatan Sediaan

Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keaadan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.(Lachman hal.1254)

Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsip ini termasuk sediaan parenteral mata dan iritasi. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis,dan harus mempunyai tingkat kemurnian tinggi. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan dalam produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi fisik, kimia, dan mikrobiologis. (Lachman hal 1292)

Secara umum metode pembuatan sediaan steril dibagi menjadi 2 : metode sterilisasi akhir dan metode aseptis. Pemilihan metode disesuaikan dengan stabilitas zat aktif, formula dan metode sterilisasi yang digunakan.

1. Metode sterilisasi akhir

Metode sterilisasi akhir merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah sediaan selesai dikemas, untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi, jenis metode sterilisasi yang sering digunakan adalah metode sterilisasi panas lembab menggunakan autoklaf, namun sterilisasi akhir dapat dilakukan dengan berbagai metode (panas kering, filterisasi, EM, pengion, gas, dsb),

(14)

pertimbangan untuk memilih metode sterilisasi yang sesuai adalah dengan mempertimbangkan kestabilan bahan dan zat yang terhadap panas atau kelembaban (Stabilitas, Kompatibilitas dan Efektifitas serta Efisiensi) (Hadioetomo, 1993)

2. Cara aseptis

Cara aseptik bukan termasuk metode sterilisasi. Cara aseptik hanya bisa dilakukan khusus untuk zat aktif yang tidak tahan/rusak terhadap suhu tinggi, antibiotik dan beberapa hormon merupakan contoh sediaan dengan perlakuan metode aseptis.

Cara aseptis pada prinsipnya adalah cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan cara mencegh kontaminasi jasad renik/partikel asing kedalam sediaan. Proses cara aseptisnya adalah melakukan sterilisasi pada semua bahan sediaan (pada awal sebelum pembuatan sediaan) sesuai dengan sifat dari bahan yang digunakan. kemudian dilanjutkan pada proses pembuatan dan pengemasan dalam ruang steril atau didalam laminar air flow untuk mencegah kontaminasi. Pada proses aseptis masih terdapat celah terjadinya kontaminasi, sehingga apabila metode sterilisasi akhir bisa dilakukan maka metode aseptis tidak perlu dilakukan (Hadioetomo. 1993).

Menurut Hadioetomo (1993), selain disterilisasi, sediaan injeksi juga perlu dilakukan pembebasan pirogen untuk menghindari adanya kontaminan yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan.

 Cara menghilangkan pirogen

1. Untuk alat / zat yang tahan terhadap pemanasan ( jarum suntik, alat suntik dll.) dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit

2. Untuk aqua p.i ( air untuk injeksi ) bebas pirogen : a. Dilakukan oksidasi :

Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam.1 liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi. b. Dilakukan dengan cara absorpsi :

Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3 Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu

(15)

600 selama 5 – 10 menit ( literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :

1. Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera digunakan setelah disuling.Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik

2. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin  Sumber pirogen :

1. Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara. 2. Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan

Na-sitrat.

II.5 Formulasi Sediaan Injeksi Injeksi Amikasin

 Formula Awal (Handbook on Injectable Drugs hal 30)

Amikasin sulfat 250 mg/ml Na bisulfit 0,66 % Na sitrat 2,5 % Asam sulfat q.s ad pH 3,5 – 5,5  Formula Akhir Amikasin sulfat 500 mg Na bisulfit 0,66 % Na sitrat 2,5 % Asam sulfat q.s ad pH 3,5 – 5,5 Aqua p.i ad 2 ml

Latar belakang pemilihan formula:

1. Pada formula injeksi amikasin ini digunakan garam amikasin yaitu amikasin sulfat karena sifat kelarutannya yang mudah larut dalam air.

2. Natrium bisulfit berfungsi sebagai antioksidan karena amikasin sulfat dapat teroksidasi oleh udara dimana menyebabkan perubahan warna menjadi kuning

(16)

pucat. Namun perubahan warna ini tidak mengakibatkan berkurangnya potensi dari amikasin sulfat.

3. Natrium sitrat berfungsi sebagai pendapar, dan digunakan asam sulfat untuk mengatur pH hingga pH sediaan adalah 3,5 – 5,5.

Wadah : ampul Volume : 2 ml Dosis : 15 mg/kg BB Jalur : intramuskular Volume 1 ampul = 2 ml Dibuat 16 ampul, maka = {(n + 2) V + (2 x 3)} = {(16 + 2) 2,15 + (2 x 3)} = 44,7 ml ~ 50 ml Amikasin sulfat = 250 mg/ml x 50 ml = 12,5 g Na bisulfit = 0,66 x 50 ml = 0,33 g = 330 mg Na sitrat = 2,5 x 50 ml = 1,25 g

II.6 Penandaan Kemasan

Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan (Martindale, 1982).

Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%) (Martindale, 1982). Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup informasi berikut (Martindale, 1982) :

(17)

1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut. 2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum

digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.

3. Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.

II.7 Desain Kemasan dan Penyimpanan

Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter (Depkes RI, 1995).

 Kemasan sediaan injeksi Amikacin

(www.indiamart.com)

Untuk penyimpanan sediaan injeksi harus diperhatikan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (Depkes RI, 1979).

(18)

II.8 Evaluasi sediaan A. Evaluasi Fisik 1. Penetapan pH

Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan monografi. Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45 (Lachman, dkk, 1994). Cara kerja : Larutan dapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel. Simpan dalam wadah tahan bahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca tipe 1. Larutan segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel berikut menunjukkan pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan larutan dapar dengan kadar molal sebagaimana disebutkan. Untuk memudahkan, petunjuk diberikan dengan pengenceran hingga volume 1000 ml. bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g pelarut yang merupakan dasar system molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan tidak dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa informasi tambahan (Lachman, dkk, 1994).

2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah

Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (volume injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam Lachman dkk, 1994).

Cara kerja:

a. Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih.

b. 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau lebih bila volume 3 ml atau kurang.

c. Ambil isi tiap wadah dngan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang 2,5 cm.

d. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik. Tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera (garis-garis

(19)

penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang ditampung, bukan yang dituang) (Lachman, dkk, 1994).

3. Bahan Partikulat dalam Injeksi

Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada pemeriksan secara visual.

Cara pengerjaan : Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat dicantumkan berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah. Semua injeksi volume besar untuk infuse dosis tunggal, dan injeksi volume kecil yang ditetapkan dalam persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan partikulat seperti yang tertera pada uji yang digunakan (Lachman, dkk, 1994). 4. Uji Kebocoran

Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan (Lachman, dkk, 1994).

Cara pembuatan: Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan (Lachman, dkk, 1994).

Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam tersebut. Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untul larutan-larutan yang sudah berwarna (Lachman, dkk, 1994).

Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara unjungnya di bawah.ini digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah menjadi kosong (Lachman, dkk, 1994).

Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut eksikator, yang kemudian divakumkan. Jika terjadi kebocoran larutan akan diserap keluar. oleh karena itu, harus dijaga agar jangan sampai larutan yang keluar, diisap kembali jika di vakum dihilangkan (Lachman, dkk, 1994).

(20)

5. Uji Kejernihan dan Warna

Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan uji kejernihan secara visual (Lachman, dkk, 1994).

Cara kerja : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari samping. Dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat berwarna hitam dan separuhnya lagi di cat berwarna putih. Latar belakang berwarna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih untuk kotoran-kotoran berwarna gelap. Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan maka larutan tersebut sudah memenuhi syarat (Lachman, dkk, 1994).

6. Kejernihan Larutan

Bertujuan untuk sediaan infuse atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual (Lachman, dkk, 1994).

Cara pengerjaan: Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar berdiameter 15 mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspense padanan yang sesuai secukupnya. Setelah itu, bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembutan suspense padanan, dengan dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi, tegal lurus kearah bawah tabung (Lachman, dkk, 1994).

B. Evaluasi Biologi

1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba

Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk yang bersangkutan (Wade, 1994).

Cara pengerjaan: Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet. Lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik tertutup berukuran sesuai dan steril.

(21)

2. Uji Kandungan Zat Antimikroba (Wade, 1994).

Bertujuan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera pada etiket (Wade, 1994).

Cara pengerjaan (Wade, 1994) :

- Benzyl alcohol. Larutan baku internal larutkan lebih kurang 380mg fenol p dalam 10 ml etnol p dalam labu ukur 200ml tambahkan air, sampai tanda.

- Larutan baku. Timbang seksamalebih kurang 180mg benzyl alcohol p. larutkan dalam 20 ml etanolP dalam labu ukur 100ml. tambahkan larutan baku internal sampai tanda.

Prosedur : suntikan secara terpisah sejumlah volum sama (lebih kurang 5 mikroliter), larutan baku dan larutan uji, gunakan farameter oprasional pramatograf gas seperti yang tertera pada table.Ukur luas puncak benzyl alcohol dan fenol larutan baku,tandai masing-masing dengan p1 dan p2, dan luas puncak p1 dan p2 dari larutan uji (Wade, 1994).

3. Uji Sterilitas

Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing monografi (Wade, 1994).

Cara pengerjaan :

- Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah wadah yang mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.

- Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media uji dan teknik penyaringan membran.

4. Uji Pirogen

Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi (Wade, 1994).

Cara pengerjaan: Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogan dan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang menyebabkan kegelisahan (Wade, 1994).

Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap, sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar. Tidak lebih dari 30 menit

(22)

sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1°c dan suhu setiap kelinci tidak boleh > 39,8° (Wade, 1994). 5. Penetapan Potensi Antimikroba (untuk zat aktif antibiotik)

Bertujuan untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotik Metode : Lempeng silinder atau tabung.

Prinsip : Metode lempeng silinder berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri.sehingga mikroba yang di tamabahkan di hambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona di sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik (Wade, 1994).

6. Uji Endokrin Bakteri

Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di dalam atau pada bahan uji (Wade, 1994).

Prinsip: pengujian dilakukan menggunakan limulus amebocyte lysate (LAL). Deteksi dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi dilakukan dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotosin baku, dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit endotoksin (UE) (Wade, 1994).

Sebelum melakukan pengujian dilakukan persiapan: Uji konfirmasi kepekaan reaksi LAL. Uji pengambatan atau pemacuan.Pengenceran maksimum yang absah (PMA) (Wade, 1994).

(23)

BAB III KESIMPULAN

Sediaan injeksi harus steril untuk menghindari adanya iritasi pada jaringan, sehingga sediaan injeksi memiliki persyaratan sterilitas, bebas dari bahan partikulat, bebas dari pirogen, stabil , dan isotonis dengan darah.

Sediaan injeksi amikacin dibuat dari bahan amikacin sulfat sebagai pengganti amikacin karena kelarutan amikacin sulfat yang lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan amikacin dan dikemas dalam wadah ampul. Dalam proses pembuatan sediaan amikacin injeksi dilakukan dengan metode aseptis karena merupakan sediaan steril dan mengandung bahan yang tidak tahan panas.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswien. 2009. Sediaan farmasi steril. Bandung: Penerbit ITB

Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan

RI

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Hadioetomo, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Erlangga. 1993

http://id.swewe.net/word_show.htm/?77667_1&Amikasin diakses tanggal 10 oktober 2014

http://www.indiamart.com/elkoshealthcareprivatelimited/pharmaceutical-injections.html diakses tanggal 11 Oktober 2014

L.A. Trissel, (1998). Handbook on Injectable Drugs, 10th Edition. Bethesda : The American Society of Health–System Pharmacists, Inc.

Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press. Martindale. 1982. The Extra Pharmacopeia Twenty-eight Edition. London : The

Parmaceutical Press.

Voight. R,.(1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah Dr. Soendani Noerono. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wade, Ainley and Paul J Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical excipients.

Referensi

Dokumen terkait

(setelah air menguap pada tempat yang digunakan), tapi kalau emulsi air dalam minyak dari sediaan semipadat akan. membentuk lapisan hidrofobik

Telah dilakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh sterilisasi pemanasan basah menggunakan otoklaf terhadap ukuran partikel droplet sediaan emulsi parenteral dengan tween 80

Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler

 Parenteral Nutrition adalah Nutrisi penyeimbang yang diberikan melalui intravena dan kombinasi sediaan steril yang stabil secara fisiko kimia dari 6 kelompok nutrisi utama dan

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial

Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat berupa larutan atau suspensi yang berupa larutan atau suspensi yang dikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk diberikan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang

• Fase emulsi terdiri dari zat hidrofil dan lipofil • Fase hidrofil umumnya air sedangkan fase lipofil adalah minyak mineral atau minyak tumbuhan atau lemak bisa juga pelarut