• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERTAS KERJA FAKULTAS: EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERTAS KERJA FAKULTAS: EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

1 KESIAPAN PELAKU USAHA DI INDUSTRI PERIKANAN INDONESIA

MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 (STUDI KASUS PADA PT. LESTARI SAMUDERA)

Oleh :

DEBRYANA YOGA SALEAN NIM : 212011061

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS: EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

(2)
(3)
(4)

Abstract

The implementation of the ASEAN Economic Community demanding businesses in various industries in ASEAN countries, especially Indonesia to prepare for the a tough competition. One of the industries that have an interest to be studied is the fishing industry. Business in Indonesian fishing industry should be able to exploit the opportunities of the implementation of MEAs. This study aim to determine how the readiness of PT Lestari Samudera facing the implementation of the ASEAN Economic Community and how the company's strategy to remain competitive in the market. This study uses a case study approach. This research was conducted through interviews and observation techniques. Interviews were conducted with Processing Manager, Export Manager and Head of the Lab Department of PT Lestari Samudera. This study shows that the implementation of the ASEAN Economic Community has no direct influence on PT Lestari Samudera so PT Lestari Samudera does not require any special preparation to facing the implementation of the ASEAN Economic Community.

Keywords: Readiness, Competitiveness, Competitive Strategy, ASEANEconomic

(5)

Saripati

Pemberlakuan pasar bebas ASEAN menuntut pelaku usaha di berbagai industri di negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi persaingan yang ketat. Salah satu industri yang menarik diteliti adalah industri perikanan. Pelaku usaha di industri perikanan Indonesia seharusnya mampu memanfaatkan peluang dari pemberlakuan MEA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesiapan PT Lestari Samudera menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN dan bagaimana strategi perusahaan untuk tetap kompetitif di pasar. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Penelitian ini dilakukan melalui teknik wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan Processing Manager, Export manager dan Head of Lab Departement PT Lestari Samudera. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN tidak berpengaruh secara langsung terhadap PT Lestari Samudara sehingga PT Lestari Samudera tidak membutuhkan persiapan khusus dalam rangka pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

(6)

2

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA Jalan Diponegoro 52-60 Telp (0298) 21212, 311881 Telex 22364 ukswsa la Salatiga 50711 – Indonesia Fax. (0298) – 21433

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Debryana Yoga Salean NIM : 212011061

Program Studi : Manajemen-Bisnis Internasional Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga menyatakan dengan sesungguhnya bahwa kertas kerja,

Judul : Kesiapan Pelaku Usaha di Industri Perikanan Indonesia Memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (Studi Kasus Pada PT. Lestari Samudera)

Pembimbing : Roos Kities Andadari, SE, MBA, Ph.D Tanggal diuji : 18 Februari 2015

adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Salatiga, 9 Februari 2015 Yang memberi pernyataan,

(7)

3 KESIAPAN PELAKU USAHA DI INDUSTRI PERIKANAN INDONESIA

MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 (STUDI KASUS PADA PT. LESTARI SAMUDERA)

Oleh :

DEBRYANA YOGA SALEAN NIM : 212011061

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS

: EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

Disetujui Oleh:

Roos Kities Andadari, SE., MBA., Ph.D Pembimbing

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

(8)

4

All by The Grace of Jesus Christ and All for The Glory of His Name

L’effort est ma force

I planted, Apolos watered, but God was making it grow

and He gave the increase

(1 Chorinthians 3:6)

People are capable, at any time in their lives, of doing what they dream of

-The Alchemist, Paulo Coelho -

Karya Tulis ini dipersembahkan untuk kedua orangtua Penulis.

Papa Budi dan Mama Leida

For all the loves and sacrifices that you put on me

There is no greater word to describe how thankful I am, more than a prayer for

your happiness

(9)

5 UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur kepada Tuhan Yesus Kristusatas penyertaan dan kasihNya kepada penulissehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh proses perkuliahan dan kertas kerja ini dengan baik. Penyusunan kertas kerja ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak terkait yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses perkuliahan sampai dengan penulis menyelesaikan kertas kerja ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan-Nya yang sempurna

2. Kepada kedua orangtua Penulis, Papa Budi dan Mama Leida. Terima kasih untuk doa, pengorbanan, biaya, kasih sayang dan dukungan yang selalu diberikan sejak Penulis menempuh pendidikan sampai sekarang. Terima kasih untuk kepercayaan yang diberikan pada Penulis untuk menyelesaikan pendidikan. Terima kasih karena telah mengajarkan Penulis apa itu mimpi, dan menjadi panutan bagaimana meraih mimpi dan cita-cita. Tuhan Yesus pemilik dan pemelihara kehidupan senantiasa memberkati dan memberi sukacita untuk Papa dan Mama.

3. Kepada Ibu Roos Kities Andadari, SE, MBA, Ph.D yang telah membimbing penulis dari awal sampai dengan selesainya karya tulis ini. Terima kasih untuk waktu, bimbingan, pengajaran, masukan dan kontribusinya untuk kemajuan Penulis.

4. Kepada Maria dan Samuel. Terima kasih untuk doa yang dipanjatkan setiap hari untuk keberhasilan Penulis dalam menempuh pendidikan. Kalian adalah salah satu alasan kerja keras dan komitmen Penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Terima kasih untuk cinta dan dukungan yang Penulis rasakan setiap hari.

5. Terima kasih untuk Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Lembaga Kemahasiswaaan Fakultas FEB UKSW, para dosen, dan teman-teman seperjuangan. Terima kasih untuk kesempatan belajar di tempat yang menyenangkan, terima kasih untuk kesempatan bekerja serta mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik, terima kasih untuk kesempatan melihat dunia, mengenal dan berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang. Penulis

(10)

6

bersyukur menjadi bagian dari keluarga besar FEB UKSW, serta bangga menjadi bagian dari keluarga Universitas Kristen Satya Wacana.

6. Matur Suksma untuk bapak I Nyoman Sudarta, APi, MM selaku Direktur Eksekutif ATLI yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam proses penelitian. 7. Terima kasih untuk Ma Melda, Bapa Putu, dan sahabat tersayang Intan yang secara

langsung membantu dan mendukung Penulis dalam penyelesaian karya tulis ini. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan betapa Penulis sangat bersyukur dan berterima kasih atas pengorbanan yang telah diberikan. Tuhan Yesus yang akan membalas kebaikan hati Ma Melda, Bapa Putu dan te’o Intan.

8. Terima kasih untuk saudara-saudara, teman, sahabat yang tidak dapat disebut satu per satu yang telah mendoakan dan mendukung keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Terima kasih Ellen, Ann, Nona, Fanny, Yana, Ian, Merlin, Fonny, Indah.Thank you for all that you have given, thank you for your kindness, and also your craziness. You made this youth worth living, you are the best I've ever had.

(11)

7 DAFTAR ISI

Halaman Judul... 1

Pernyataan Keaslian Karya Tulis Skripsi... 2

Halaman Persetujuan Skripsi... 3

Motto…... 4

Ucapan Terima Kasih... 5

Daftar isi... 7

Daftar Tabel... 8

Daftar Gambar... 9

Daftar Grafik... 9

Latar Belakang Penelitian... 10

Kajian Pustaka………... 13

Liberalisasi Perdagangan ... 13

Konsep Daya Saing... …... 14

Daya Saing Perusahaan di Industri Perikanan... 17

Strategi Perusahaan Untuk Meningkatkan Daya Saing... 19

Metode Penelitian... 24

Hasil Penelitian... 25

Industri Perikanan di Indonesia... 25

Profil Perusahaan... 29

Kesiapan PT Lestari Samudera ... 30

Manajemen dan Organisasi... 32

Sistem Produksi dan Teknologi Pengolahan ... 34

(12)

8

Strategi Perusahaan Untuk Meningkatkan Daya Saing ... 42

Penutup... 45

Kesimpulan... 45

Implikasi Terapan... 45

Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang... 46

(13)

9 DAFTAR TABEL

Tabel 1 Volume Produksi Perikanan Tangkap... 11

Tabel 2 Volume Ekspor Indonesia Menurut Negara Tujuan... 25

Tabel 3 Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Indonesia... 26

Tabel 4 Trend dan Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan... 27

Tabel 5 Produksi dan Omset Produk Olahan PT Lestari Samudera... 29

Tabel 6 Kesiapan PT Lestari Samudera... 30

Tabel 7 Persyaratan Masuk Pasar Untuk Produk Tuna... 38

Tabel 8 Perkembangan Produksi Produk Olahan... 44

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Daya Saing dan faktor-Faktor Utama Penentunya di Tingkat Perusahaan...15

Gambar 2 Elemen Kunci Dalam Rantai Nilai Ikan dan Produk Perikanan... 20

Gambar 3 Three Generic Strategies... 21

Gambar 4 Creating Value Chain with 7Ps... 22

Gambar 5 Struktur organisasi PT Lestari Samudera... 33

Gambar 6 Presentase Penjualan Produk Olahan... 37

Gambar 7 Presentase Ekspor Produk Olahan PT Lestari Samudera... 44

DAFTAR GRAFIK Grafik 1 Harga Ikan Tuna Berdasarkan Jenisnya... 42

(14)

10

KESIAPAN PELAKU USAHA DI INDUSTRI PERIKANAN INDONESIA

MEMASUKI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

(Studi Kasus Pada PT. Lestari Samudera)

Latar Belakang Penelitian

Pemberlakuan pasar bebas ASEAN atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata. Rencananya pada tahun 2015 ini pembentukan pasar tunggal dan berbasis produksi di ASEAN akan diberlakukan.Sebuah pasar tunggal untuk barang dan jasa, akan memfasilitasi pengembangan jaringan produksi di wilayah ASEAN dan meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi global dan sebagai bagian dari rantai pasokan dunia. Dengan pemberlakuan MEA pada tahun 2015, seluruh negara ASEAN sepakat melakukan liberalisasi perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga terampil dan modal yang lebih bebas, sebagaimana yang digariskan dalam AEC Blueprint (Kementerian Perdagangan RI, 2011).

Liberalisasi perdagangan mengandung konsekuensi persaingan akan semakin ketat dalam memperebutkanpeluang dalam pasar MEA. Ini adalah sebuah tantangan besar sekaligus juga menjadi sebuah peluang yang baik karena persaingan produk dan jasa antar negara ASEAN akan diuji di pasar MEA. Yang menjadi perhatian di sini adalah apakah dengan diberlakukannya MEA ini pelaku usaha Indonesia dapat memanfaatkan peluang dengan baik atau justru hanya menjadi penonton.Untuk itu perlu adanya kesiapan pelaku usaha industri di Indonesia. Pertanyaannya adalah sektor industri mana yang menjadi prioritas menyongsong AEC 2015. Majalah Industri tahun 2013 yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian RI mencatat, ada beberapa komoditas industri nasional yang menjadi prioritas untuk memasuki AEC 2015 yang daya saingnya masih relatif lebih tinggi dari negara-negara ASEAN lainnya. Kesembilan komoditas tersebut di antaranya, produk berbasis agro seperti (CPO, kakao, karet), ikan dan produk olahannya, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur, makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, mesin dan peralatannya, serta logam dasar, besi dan baja (Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2013).

Pemberlakuan MEA 2015 menuntut suatu keunggulan kompetitif yang sangat kuat agar dapat bertahan dan berkembang di era globalisasi, karena tidak dimungkinkannya lagi berlaku jaminan proteksi dari pemerintah setempat untuk pelaku usaha domestik yang ingin

(15)

11

memasuki pasar dunia. Hanya pelaku usaha yang mampu meningkatkan keunggulan kompetitifnya yang berhasil meraih dan meningkatkan pangsa pasar dalam kancah internasional. Untuk memasuki pasar MEA 2015, sektor-sektor industri di Indonesia harus segera mempersiapkan diri. Untuk mencapai sebuah keunggulan kompetitif perlu diadakan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan sektor-sektor yang menjadi prioritas. Salah satunya adalah industri perikanan.

Bagi pelaku usaha di industri perikanan Indonesia penerapan MEA 2015 bisa menjadi sebuah peluang maupun tantangan yang berat. Dikatakan bisa menjadi peluang maupun tantangan karena sampai saat ini sebagai negara maritim dan pemasok bahan baku ikan tangkap terbesar di ASEAN, Indonesia mestinya menjadi pemain utama dalam sektor perikanan. Tetapi justru Thailand yang paling jaya. Thailand bahkan jadi penentu sejumlah harga komoditas perikanan seperti tuna dan udang. Indonesia pemasok bahan baku ikan, tapi yang mengolah & dapat nilai tambah adalah Thailand (Koran Sindo 26/11/13).

Dalam hal penanganan dan pengolahan hasil (industri pasca panen), Indonesia pun tertinggal dibanding Thailand, Malaysia, dan Singapura. Ikan dan produk perikanan Thailand lebih menguasai pasar Jepang, AS, dan Uni Eropa. Karenanya wajar, meskipun saat ini total volume produksi perikanan Thailand jauh lebih kecil ketimbang Indonesia (Lihat Tabel 1), namun nilai ekspor perikanan Thailand jauh melampui Indonesia (www.fao.org1). Negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia adalah AS, Jepang, Uni Eropa dan China. Sejauh ini, negara-negara ASEAN yang paling banyak menyerap produk perikanan Indonesia yaitu Thailand sebanyak 37,8 persen, Vietnam sebesar 24,9 persen, dan Singapura sebesar 17,1 persen (www.kkp.go.id).

Tabel 1. Volume Produksi Perikanan Tangkap (Indonesia&Thailand), 2010-2012

Satuan: Ton

Negara/Tahun 2010 2011 2012

Indonesia 11.656.697 13.645.135 15.422.366

Thailand 3.096.742 3.036.581 3.068.450

Sumber: FAO - Fisheries and Aquaculture Information and Statistics Service

(16)

12

Berdasarkan pemaparan di atas, penting untuk meneliti bagaimana kesiapan pelaku usaha di industri perikanan dalam menghadapi pemberlakuan MEA tahun 2015. Masalah ini menarik untuk diteliti karena seharusnya denganluas perairan mencapai 81 persendari total luas wilayah Indonesia, menjadikan perikanansebuah bisnisbesar di Indonesia (Wati et al. 2013). Dimana data Food and Agriculture Organization (2010) menunjukkan volume produksi perikanan tangkap Indonesia menempati posisi nomor 3 dunia, sedangkan hasil budidaya menempati posisi 7 besar. Potensi tersebut menunjukkan sektor perikanan menjadi sumber devisa negara serta memegang peranan penting dalam penyediaan pangan (www.smemagazine.asia). Selain itu, dari banyaknya produksi perikanan Indonesia, 70 persen ditujukan untuk dalam negeri (www.kkp.go.id). Jika tidak mampu memenuhi permintaan dalam negeri, maka pemberlakuan MEA 2015 akan menjadi ancaman karena Indonesia bisa menjadi pasar produk perikanan dari negara lain.

Beberapa studi yang berkaitan dengan persiapan Indonesia untuk menghadapi pemberlakuan MEA telah dilakukan. Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan cetak biru untuk partisipasi MEA (Instruksi Presiden Indonesia No.11, 2011). Namun, sampai saat tulisan ini dibuat belum ada publikasi tentang kemajuan pelaksanaan cetak biru. Selain itu, sebagian besar penelitian berfokus pada persiapan umum Indonesia untuk MEA menuju persaingan global.

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut perusahaan perikanan yang memiliki unit pengolahan seperti PT Lestari Samudera menarik untuk diteliti. Persoalan penelitian yang diangkat adalah: (1) Bagaimana kesiapan PT. Lestari Samudera menjelang penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015? (2) Bagaimana strategi yang dilakukan perusahaan agar kompetitif?

Penelitian ini mengambil kasus PT Lestari Samudera (bukan nama sebenarnya), sebuah perusahaan perikanan yang berlokasi di kawasan pelabuhan Benoa. PT Lestari Samudera dipilih sebagai objek penelitian karena PT Lestari Samudera merupakan salah satu perusahaan perikanan berskala besar yang berhasil mengembangkan produk olahan dalam kurun waktu yang singkat, dibandingkan dengan perusahaan sejenis lainnya di kawasan pelabuhan Benoa. PT Lestari Samudera diharapkan bisa menjadi contoh bagi perusahaan perikanan berskala besar lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kesiapan PT Lestari Samudera memasuki MEA dan bagaimana strategi perusahaan untuk tetap kompetitif di pasar.

(17)

13

Kajian Pustaka

Liberalisasi Perdagangan

Liberalisasi perdagangan mensyaratkan dihilangkannya restriksi perdagangan yaitu penghapusan atau pengurangan pajak ekspor dan pajak impor, semua negara sudah tidak diperbolehkan untuk memberikan subsidi bagi industri domestik, seperti pupuk dan BBM (di Indonesia), penghapusan restriksi kuantitatif, seperti fixed exchange rate (Baladina, 2012).

Pada tahun 2015 kawasan ASEAN akan memberlakukan regionalisme ASEAN Economy Community (AEC) yang memiliki tujuan pasar tunggal dalam kawasan ASEAN. Liberalisasi perekonomian negara ASEAN sudah terjadi sejak dibentuknya ASEAN. Namun, pembentukan AEC merupakan penegasan integrasi perekonomian yang sangat kental dengan aspek ekonomi politik. Menurut Winantyo (2008) pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian untuk menciptakan kawasan integrasi ekonomi.

Dalam pelaksanaan AEC 2015 mendatang terdapat lima pilar perekonomian utama yaitu: 1. Aliran Bebas Barang

2. Aliran Bebas Jasa 3. Aliran Bebas Investasi

4. Aliran Bebas Tenaga Kerja Terampil 5. Aliran Bebas Modal

Kelima pilar tersebut menunjukan arah liberalisasi perdagangan dan perekonomian. Indonesia menjadi koridor koordinator dalam bidang otomotif dan agribisnis. Salah satu dari pelaksanaan lima pilar AEC dan disebutkan dalam cetak biru AEC adalah penghapusan tarif pada arus barang. Cetak biru AEC berupaya untuk mewujudkan kekuatan pasar tunggal ASEAN yang berbasis produksi. Dengan demikian diharapkan jaringan produksi regional ASEAN akan terbentuk dengan sendirinya dan liberalisasi perdagangan lebih bermanfaat dibandingkan dengan kerja sama free trade yang lain (Dhietamustofa, 2013).

Terdapat lima manfaat dibukanya liberalisasi perdagangan. Pertama, akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai kegiatan industri yang saling menunjang sehingga biaya produksi dapat diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi

(18)

14

lebih kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang bersifat rent seeking dan mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, bukan bagaimana mengharapkan mendapat fasilitas dari pemerintah. Ketiga, arus perdangan dan investasi yang lebih bebas mempermudah proses alih teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Keempat, perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga yang “benar” sehingga meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam perdagangan yang lebih bebas kesejahteraan konsumen meningkat karena terbuka pilihan-pilihan baru (Simorangkir, 2011).

Konsep Daya Saing

Penting bagi Indonesia dan negara ASEAN lainnya untuk meningkatkan daya saing dalam rangka menghadapi integrasi ekonomi MEA 2015 (Sholeh, 2013). Daya saing (competitiveness) sangat penting dalam menentukan keberhasilan bagi suatu perusahaan. Daya saing (Porter, 1993) merupakankemampuan yang dimiliki atau didapat oleh produsen atau perusahaan tertentu karena kemampuannya menggali potensi pasar, memahami dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan atau tuntutan pasar, terutama dilihat dari sudut konsumen (Bahri, 2012). Cravens (1996 : 18) mengatakan bahwa daya saing adalah kemampuan perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan pesaingnya. Oleh sebab itu perusahaan harus memiliki strategi bersaing dan keunggulan bersaing yang fokus pada proses yang dinamis (Efendi, 2013). Jadi daya saing adalah kemampuan perusahaan untuk membangun kekuatan internal sekaligus menjalin hubungan eksternal yang baik untuk mampu lebih unggul dari perusahaan lain.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO)2 menyebutkan pelaku usaha perlu meningkatkan daya saing komoditas ekspor di pasar internasional dalam menghadapi liberalisasi perdagangan. Selain itu perlu meningkatkan daya saing produk domestik di pasar lokal sehingga dapat meningkatkan total output nasional yang berasal dari aktivitas ekspor Indonesia dan mengurangi penyusutan total output nasional dari aktivitas impor Indonesia. Serta penting untuk menguasai kembali pasar lokal melalui daya saing produk lokal.

Dalam suatu sistem perekonomian global dan saling terkait, daya saing perusahaan-perusahaan yang ada dipengaruhi oleh kondisi makro, seperti sistem politik, sosial, ekonomi,

2

International Labour Organization (ILO),Assessing and Addressing the Effects of International Trade on

(19)

15

pertahanan dan keamanan, dan lain-lain. Ada beberapa komponen dasar yang bermanfaat dalam mendukung peningkatan daya saing (Tjiptono dan Diana, 2003: 71), antara lain kebijakan industri, teknologi dan sumber daya manusia (dalam Maisaroh, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2013) menyebutkan bahwa daya saing dari perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor, tujuh diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, sistem organisasi dan manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi, ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti enerji, bahan baku, dan lainnya (Gambar 1).

Gambar 1. Daya Saing dan faktor-Faktor Utama Penentunya di Tingkat Perusahaan

Sumber: Tambunan (2013)

Menurut Tambunan (2013), faktor keahlian pekerja dan keahlian pengusaha tersebut adalah mengenai aspek SDM, yang mana, keahlian pekerja tidak hanya dalam teknik produksi (antara lan disain produk dan proses produksi), tetapi juga teknik pemasaran dan dalam penelitian dan pengembangan (R&D). Sedang keahlian pengusaha terutama adalah wawasan bisnis, dan yang dimaksud di sini adalah wawasan mengenai bisnisnya dan juga

(20)

16

lingkungan eksternalnya. Wawasan pengusaha yang luas juga sangat penting bagi inovasi perusahaan.

Aspek ketersediaan atau penguasaan teknologi bisa diidentifikasi dengan sejumlah indikator, diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy adalah tingkat produktivitas. Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga merupakan perusahaan yang produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas, misalnya, tenaga kerja, tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau tingkat ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah indikator dari tingkat pendidikan dari pekerja. Perusahaan yang mampu melakukan inovasi, dalam produk, proses produksi, organisasi, manajemen, sistem pemasaran, dan aspek-aspek bisnis lainnya, dapat dipastikan adalah perusahaan yang memiliki daya saing yang tinggi. Namun tidak gampang mengidentifikasi secara langsung perusahaan-perusahaan yang melakukan inovasi, apalagi inovasi dalam proses produksi atau marketing. Oleh karena itu ada sejumlah alat ukur yang dapat digunakan, dua diantaranya yang umum dipakai karena mudah menerapkannya selama ada data, adalah jumlah sertifikat menyangkut inovasi (misalnya ISO) yang dimiliki oleh sebuah perusahaan, dan pengeluaran R&D.

Selain itu inovasi merupakan kunci dari daya saing, dan untuk bisa melakukan inovasi, perusahaan bersangkutan harus bisa menyiapkan tenaga kerja terdidik, modal yang cukup, teknologi, membangun jaringan kerja dengan pihak lain, khususnya lembaga R&D atau universitas, bank, pemerintah. Dalam kata lain, untuk bisa melakukan inovasi agar bisa unggul dalam persaingan, sebuah perusahaan tidak bisa menerapkan suatu sistem organisasi dan manajemen yang sederhana.

Studi terbaru juga menyebutkan peningkatan daya saing dapat mendukung kesiapan perusahaan dalam memasuki AEC (Chandra, 2012). Studi ini didukung oleh salah satu penelitian yang dilakukan Siriphattrasophon, et al. (2013) yang juga menyebutkan faktor daya saing menjadi indikator penting untuk mengukur kesiapan suatu perusahaan memasuki MEA 2015. Suatu perusahaan harus mempunyai kemampuan kompetitif baik di pasar domestik maupun luar negeri. The capabilities to carry out businesses efficiently can build advantages over foreign competitors and overcome them. This means organizational potentialities to compete in businesses (Cooper, 2005), the capabilities that lead to superior performances measurable by market share and profit-making competency (Sakda, 2013). Menurut Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada

(21)

17

di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya.

Daya Saing Perusahaan di Industri Perikanan

Isma (2012) menyebutkandalam perusahaan perikanan dikatakan memiliki daya saing jika ditinjau dari aspek internal perusahaan tersebut memiliki keunggulan-keunggulan; (1) fasilitas produksi lengkap. Bisnis perikanan terdiri dari tiga sub sistem yaitu produksi, penanganan dan pengolahan serta pemasaran. Dalam hal ini fasilitas produksi yang lengkap berkaitan dengan sub sistem produksi, penanganan dan pengolahan. Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi , pengolahan dan pemasaran baik berskala lokal , nasional maupun internasional (Arsyad, 2012). Menurut Ayodhyoa (1987) dalam Agussalim (2005) menyatakan bahwa pelabuhan perikanan adalah mata rantai terpenting yang menghubungkan kegiatan penangkapan ikan dengan retribusi komoditi ikan ke konsumen. Dengan kata lain ikan yang merupakan hasil kegiatan usaha penangkapan sebagai barang produksi yang akan sampai ke konsumen sebagai bahan pangan dan sangat dipengaruhi oleh keadaan sarana dan prasarana pelabuhan, termasuk di dalamnya fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas tambahan/penunjang. (2) produk bermutu tinggi, dalam hal ini hasil perikanan Indonesia harus dapat mengikuti persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan3 yang diinginkan oleh konsumen sehingga dapat bersaing di pasar Internasional yang akhirnya akan menjaga kestabilan dan meningkatkan produksi dan sekaligus pemasaran hasil perikanan. (3) diversifikasi produk, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya serap pasar, atau dengan kata lain meningkatkan permintaan serta menciptakan alternatif lebih banyak bagi para pengola hasil perikanan untuk mengembangkan usahanya (Agustini, et. al. 2003).

Sedangkan (4) memiliki cold storage sendiri dan (5) teknologi yang mampu menghasilkan produk turunan,berkaitan dengan penanganan dan pengelolaan. Cold storage merupakan salah satu sarana penunjang dalam proses penanganan pasca penangkapan guna tetap menjaga kualitas hasil tangkapan sebelum didistribusikan, sehingga harga jualnya dipasaran tidak menurun karena kualitas hasil tangkapan yang menurun.(6)memiliki tenaga

3

Sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.

(22)

18

kerja yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing, memiliki hubungan baik dengan pemasok dan reputasi perusahaan yang baik selama meminjam kredit pada kreditur. Hal ini sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh Sapanli (2007) yang menyatakan bahwa kekuatan perusahaan untuk bersaing dapat berasal dari budaya disiplin yang tinggi, sistem distribusi penjualan produk yang baik, keunggulan kompetitif dalam bersaing, memiliki sertifikat HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points), yang merupakan sistem manajemen keamanan pangan dan lokasi yang strategis. Kepemilikan sertifikat internasional salah satunya seperti sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI), pada produk perikanan menjadi faktor kekuatan internal yang penting bagi perusahaan karena dengan sertifikat tersebut sudah pasti perusahaan akan menghasilkan produk sesuai standar yang diterapkan sehingga produk yang dihasilkan pasti berkualitas baik dan dapat diterima di pasar lokal maupun internasional.

Sedangkan dalam faktor eksternal, persyaratan negara tujuan ekspor juga menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan. Dalam hal ini memahami bagaimana standarisasi produk perikanan dan olahannya dalam memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor demi upaya meningkatkan jumlah dan akses pasar ekspor (Salim, et al. 2012). Pasar ekspor Indonesia sendiri dinominasi oleh buyer dari Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Beberapa importir dari berbagai negara menerapkan standar yang berbeda untuk produk-produk perikanan yang akan dibeli. Misalnya untuk tuna dan produk-produk olahannya, untuk memasuki pasar tuna Amerika Serikat, eksportir harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain: catch documentation, re-export certificate (untuk produk re-ekspor), biweekly report, statistical documentation, certificate of origin, dolphin safe labeling, HACCP certificate, health certificate, dan extra guarantee lainnya seperti BRC and/orIFS certification (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Berbeda dengan pasar Jepang yang menuntut adanya Ecolabel pada produk tuna. Ecolabel merupakan salah satu bentuk pengakuan dalam melakukan praktik penangkapan dan produksi yang baik pada industri tuna (good practices), serta menjadi salah satu persyaratan pasar yang harus dipenuhi (www.kkp.go.id). Selain itu faktor treacibility atau asal usul suatu komoditi atau produk perikanan juga merupakan tuntutan importir seperti di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Hal ini untuk mencegah produk perikanan yang dibeli berasal dari kegiatan penangkapan ikan

(23)

19

ilegal. Di Indonesia sendiri dokumen ekspor harus dilengkapi dengan Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) untuk menjamin traceability4.

Strategi Perusahaan Untuk Meningkatkan Daya Saing

Perlu adanya suatu strategi bisnis yang tepat untuk meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan perikanan diantara para pesaingnya. Dalam menganalisis strategi bisnis perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, peneliti mempertimbangkan semua aspek yang terdapat dalam lingkungan internal dan eksternal perusahaan (Sapanli 2007). Identifikasi lingkungan internal dapat menggunakan pendekatan rantai nilai (vaue chain) dan untuk mengidentifikasi lingkungan eksternal dapat digunakan alat analisis dari Porter (Indriyasari 2011).

Porter (1995) dalam bukunya Competitive Advantage memperkenalkan konsep value chain dengan menjelaskan bahwa dalam perusahaan terdapat serangkaian kegiatan yang memberikan kontribusi terhadap nilai akhir atau jasa yang dijual kepada konsumen. Rangkaian kegiatan yang berbeda secara fisik dan teknologi secara bersama-sama menciptakan nilai yang disebut value chain (Utama, 2003).

Dalam rangka memanfaatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai keunggulan kompetitif dalam perekonomian Indonesia, perlu dilakukan mekanisme yang tepat dalam mengatur aliran produk kelautan dan perikanan. Porter (1985) menyebutkan pentingnya pendekatan rantai nilai dalam rangka mencapai keunggulan kompetitif perusahaan. The activities within the organization add value to the service and products that the organization produces, and all these activities should be run at optimum level if the organization is to gain any real competitive advantage (Porter 1985).

Kelancaran fungsirantai nilai tidak hanya membutuhkan faktor-faktor produksi dan teknologi tetapi juga transportasi yang efisien, sistem informasi pasar dan manajemen (Gambar 2).

4

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/2012 Tentang Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan

(24)

20

Gambar 2. Elemen Kunci Dalam Rantai Nilai Ikan dan Produk Perikanan

Sumber: De Silva (2011)

Salah satu strategi untuk meraih keunggulan bersaing, Michael Porter (1991) yang terkenal dengan teori Compettitive Strategy mengemukakan bahwa perusahaan harus menciptakan daya saing khusus agar memiliki posisi tawar menawar yang kuat (bargaining power) dalam persaingan. Oleh sebab itu, menurut Mintzberg (1990) dalam teorinya “Design School”, perusahaan harus mendesain strategi yang cocok antar peluang dan ancaman eksternal dengan kemampuan internal yang memadai dan berpedoman kepada pilihan alternatif dari grand strategy, kemudian didukung dengan menumbuhkan kapabilitas inti yang merupakan kompetensi khusus (distinctive competency) dari pengelolaan sumber daya perusahaan. Kompetensi khusus itu diciptakan melalui strategy generic milik Porter (Suryana, 2003).

Porter memperkenalkan pendekatan strategisgenerik dalam rangka sebuah perusahaan menghadapi persaingan di pasar. Strategi bersaing yang dinamakan three generic strategies ini terdiri dari overall cost leadership, differentiation dan focus.

(25)

21

Gambar 3. Three Generic Strategies by Michael Porter

Strategi overall cost leadership merupakan strategi untuk menjadi produsen dengan harga rendah dalam industri tertentu dengan tingkat kualitas tertentu. Perusahaan akan menjual barangnya pada harga normal untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari kompetitornya, bahkan perusahaan akan menjual barangnya dibawah harga yang ditawarkan oleh kompetitornya pada industri yang sejenis dengannya untuk mendapatkan market share (Fonda, 2012). Differentiation adalah strategi untuk mendiferensiasikan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan dengan menciptakan suatu produk atau jasa baru yang dirasakan oleh seluruh indusrti sebagai sesuatu yang unik. Pendekatan ini bukan hanya untuk meningkatkan mutu fisik dari produk atau jasa saja, tetapi juga dapat menciptakan nilai tertentu bagi pembeli. Strategi ini merupakan strategi yang baik untuk menghasilkan keuntungan diatas rata-rata dalam suatu industri, karena strategi ini menciptakan posisi yang aman untuk lima kekuatan persaingan meskipun caranya berbeda dengan strategi keunggulan biaya menyeluruh (Silaban, 2006). Dalam focus strategy berpusat pada satu segmen tertentu di pasar dan dalam segmen tersebut perusahaan berusaha untuk mencapai keunggulan baik dalam hal biaya ataupun dalam hal diferensiasi. Perusahaan yang berhasil dalam strategi fokus mampu membuat suatu produk yang sebenarnya diperuntukkan untuk umum menjadi suatu segmen yang lebih kecil yang dapat mereka pahami dengan baik (Fonda, 2012).

Sumber: Competitive Strategy Techniques For Analyzing Industries

(26)

22

Keunggulan daya saing juga dapat dipertahankan bila suatu perusahaan mampu menciptakan nilai yang melebihi biaya bagi para pelanggan melalui serangkaian aktivitas tersebut. Menurut De Silva dalam penelitiannya menyebutkan salah satu strategi bersaing perusahaan di Industri perikanan di negara-negara berkembang adalah dengan menciptakan rantai nilai yang berfokus pada layanan sekaligus menerapkan konsep bauran pemasaran 7Ps. Gambar 1 menunjukan bagaimana menciptakan rantai nilai dengan konsep bauran pemasaran 7Ps.

Gambar 4. Creating Value Chain with 7Ps

Sumber: De Silva (2011)

Product, berkaitan dengan penyerapan produk perikanan, yang dapat dilakukan melalui perluasan tujuan pasar dengan penciptaan pasar-pasar baru dengan produk yang telah ada dan/atau produk baru, serta penguatan pasar yang telah ada dengan produk-produk yang baru (diversifikasi produk). Yang perlu diperhatikan di sini bukan hanya dari jenis produk dan komoditas yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen, tetapi juga harus memperhatikan mutu dan jaminan keamanan hasil perikanan yang akan dipasarkan. Pengembangan konektivitas dan infrastruktur juga penting karena berkaitan dengan physical distribution. Hal-hal yang dilakukan mencakup konsolidasi stakeholders, identifikasi kondisi, permasalahan dan solusi; pemanfaatan jaringan komunikasi dan forum-forum bisnis; pemetaan kebutuhan infrastruktur dan penyusunan perencanaan bersama pengembangan infrastruktur dengan instansi terkait, dunia usaha dan masyarakat; mengembangkan jaringan infrastruktur antara sentra produksi, sentra pengolahan, distribusi dan pemasaran; penguatan keterkaitan antar semua tingkatan rantai nilai (value chain) hulu-hilir. Selain itu dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa ikan dan produk perikananmemerlukaninvestasi yang besardalam pemasarandan publisitasuntuk citra merekproduknya dikenal secara luas. At present, most developing countries process

value-Product (Production: capture and culture) Price, Promotion, people, processes and physical evidence (Final consumer) Place (Physical distribution: Transport and logistics)

(27)

23

added products packed under the label of the importer that has a known brand and distribution channels (FAO, 2005).

Dalam rangka penguatan pasar diperlukan suatu perantara/jembatan untuk menghubungkan antara produsen dengan konsumen sehingga aliran barang dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan diantaranya melalui pemetaan potensi pasar dan daya saing produk perikanan, pengembangan sistem informasi pasar, jaringan pemasaran dan pasar ikan yang memenuhi standar, business matching dan kemitraan, sinergi promosi dan branding produk perikanan.

Semakin dekatnya pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 membuat persaingan di sektor perikanan juga akan semakin ketat. Jika perusahaan perikanan tidak ingin Indonesia menjadi pasar bagi ikan maupun produk perikanan negara lain, maka daya saing harus ditingkatkan. Upaya peningkatan daya saing perlu memperhatikan faktor internal dan lingkungan eksternal perusahaan. Salah satu pendekatan strategi yang bisa dimanfaatkan antara lain dengan menggunakan pendekatan differentiation strategy, konsep bauran pemasaran 7Ps dalam rantai nilai perikanan.

(28)

24

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi ini mengambil kasus pada PT Lestari Samudera (bukan nama sebenarnya). Sebagai salah satu perusahaan perikanandi Indonesia. PT Lestari Samudera adalah salah satu perusahaan perikanan yang berlokasi di kawasan pelabuhan Benoa yang memulai usahanya sejak tahun 1996 dan baru memulai ekspor produk olahannya pada tahun 2011.

Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Langkah yang ditempuh ialah melakukan wawancara dengan Processing Manager, Export manager dan Head of Lab Departement PT Lestari Samudera. Penulis memilih ketiga narasumber tersebut karena ketiga narasumber tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas bisnis sehari-hari di perusahaan. Selain itu penulis juga melakukan observasi langsung, dan teknik observasi yang digunakan adalah observasi non partisipatif. Hal yang menjadi observasi penulis adalah mengamati secara langsung proses produksi perusahaan. Untuk memastikan kebenaran dan keakuratan informasi, penulis mewawancarai lebih dari satu narasumber dan membandingkan serta mengecek ulang informasi dari sumber yang berbeda di situs-situs resmi perikanan seperti www.kkp.go.id dan www.fao.org serta melalui hasil observasi langsung di lapangan. Situs resmi perikanan tersebut cukup mewakili karakteristik khusus di perusahaan seperti standar pengolahan internasional. Terakhir, penulis membuat kesimpulan dari hasil penelitian.

(29)

25

Hasil Penelitian

Industri Perikanan di Indonesia

Industri perikanan di Indonesia merupakan salah satu industri perikanan yang besar dengan jumlah volume produksi perikanan tangkapnya menempati urutan kedua di dunia setelah Cina (FAO, 2014). Tabel 2 menunjukan negara tujuan ekspor terbesar awalnya adalah USA namun sejak tahun 2009 Cina menguasai pasar ekspor perikanan Indonesia, dengan kenaikan rata-rata sebesar 21,90%. Diikuti oleh Thailand, Amerika Serikat dan Jepang.

Tabel 2. Volume Ekspor Indonesia Menurut Negara Tujuan, Tahun 2008 – 2012 (Ton)

(30)

26

Meskipun Indonesia berada pada posisi kedua untuk negara dengan jumlah produksi perikanan tangkap terbesar di dunia, namun Indonesia tidak masuk dalam urutan negara pengekspor ikan dan produk perikanan terbesar di dunia (Top ten exporters of fish and fishery products, FAO 2014).

Untuk nilai ekspor hasil perikanan di ASEAN (lihat tabel 3) sejak tahun 2008, nilai ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN mengalami kenaikan rata-rata nilai ekspor Indonesia sebesar 16,98% (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI). Ini menunjukkan trenpositif ekspor hasil perikanan Indonesia ke negara-negara ASEAN. Sehingga jika nanti diberlakukan MEA 2015 ini diharapkan nilai ekspor hasil perikanan terus meningkat. Sedangkan negara-negara di ASEAN yang menyerap paling banyak hasil perikanan Indonesia adalah Thailand, Vietnam dan Malaysia.

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Indonesia di Negara-Negara ASEAN, 2008-2012

(31)

27

Hasil perikanan terdiri dari berbagai macam komoditas yang berbada keadaan pasarnya di setiap negara dan juga memberi sumbangan yang berbeda nilainya terhadap ekspor hasil perikanan secara keseluruhan. Jika dilihat dari kontribusi masing-masing komoditi terhadap volume dan nilai ekspor hasil perikanan, maka tiga komoditi terbesar yang berkontribusi pada volume ekspor hasil perikanan yaitu komoditi ikan lainnya sebesar 41,11%; TTC 15,41%; dan rumput laut 14,64%. Sedangkan komoditas terbesar yang berkontribusi pada nilai ekspor hasil perikanan yaitu udang sebesar 33,10%; ikan lainnya 18,83%; dan TTC 16,53%(lihat tabel 4). Salah satu dari ketiga komoditi inilah, yaitu TTC yang menjadi bahan baku utama dan komoditi ekspor utama di PT Lestari Samudera.

Tabel 4.Trend dan Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas, 2012-2013*

Catatan: *) Angka sementara hingga bulan September Sumber: www.statistik.kkp.go.id

(32)

28

Departemen Perindustrian (2009) mencatat beberapa permasalahan yang dihadapi Industri perikanan, khususnya industri pengolahan perikanan antara lain:

Bahan Baku

 Keterbatasan suplai bahan baku dan penolong untuk industri pengolahan hasil laut

 Industri pengolahan ikan dalam kaleng masih tergantung terhadap impor bahan penolong, seperti kaleng, minyak kedelai, bahan kemasan dan lainnya.;

Isu tentang food safety, seperti penggunaan bahan pengawet makanan yang tidak tepat; misalnya pemakaian formalin pada bahan baku ikan.

 Harga ikan dalam kaleng relatif lebih mahal

 Belum terintegrasinya teknologi penangkapan ikan sampai dengan pengolahannya;

Produksi

Persyaratan dan standardisasi produk yang mengacu pada standar internasional, food safety, GMP, SNI, dan Codex masih sulit diadopsi dan diterapkan.

 Belum berimbangnya kerjasama antar pelaku bisnis hasil laut/industri dalam penerapan kemitraan;

 Kenaikan harga BBM;

 SDM dibidang industri pengolahan hasil laut masih belum siap pakai.

Pemasaran

Persyaratan ekspor semakin ketat diantaranya: masalah logam berat (Mercury issue, Dolphin Safe, Histamin), isu lingkungan, penggunaan antibiotik. Sehingga masih sulit untuk menembus pasar baru dan memasarkan produk di pasar luar negeri.

Infrastruktur

 Infrastruktur untuk mendukung pengembangan industri pengolahan hasil laut masih terbatas.

 Terbatasnya prasarana dan sarana penangkapan, antara lain armada penangkapan ikan, cold storage, dan pelabuhan.

Merujuk pada isu-isu di atas, PT Lestari Samudera yang merupakan salah satu perusahaan perikanan di Indonesia diharapkan dapat memberi contoh bagaimana seharusnya menghadapi kendala yang ada agar daya saing perusahaan perikanan dapat meningkat, sehingga

(33)

29

perusahaan perikanan di Indonesia dapat memandang era Masyarakat Ekonomi ASEAN bukan sebagai sebuah ancaman, melainkan sebagai sebuah peluang yang besar.

Profil Perusahaan

PT Lestari Samudera merupakan perusahaan perikanan yang berlokasi di kawasan pelabuhan Benoa, Bali dan berdiri sejak tahun 1996. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan ekspor di kawasan pelabuhan Benoa. Pada awal berdirinya perusahaan ini berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan menempati kantor lama namun masih di kawasan yang sama di area pelabuhan Benoa. Pada saat itu fokus utama PT Lestari Samudera adalah mengekspor ikan tangkap berupa ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, dan tongkol, serta cumi-cumi. PT Lestari Samudera awalnya melayani pasar tunggal mereka di Jepang. Perusahaan belum memilih untuk mencari buyer selain dari Jepang karena perusahaan memilih untuk fokus memenuhi permintaan pasar Jepang yang waktu itu cukup tinggi. Permintaan dari pasar lokal dirasa kurang menguntungkan. Kendala yang dialami perusahaan pada waktu itu ada pada tenaga kerja yang tidak mencukupi. Biaya tenaga kerja yang cukup tinggi dan jumlah tenaga kerja yang tidak memadai membuat perusahaan kesulitan memenuhi permintaan. Namun hal itu dapat diatasi seiring berjalannya waktu. Baru pada awal tahun 2011 perusahaan mulai melakukan inovasi dan pengembangan dengan mengekspor produk olahan hasil laut, berupa produk olahan ikan tuna. Hal ini terjadi karena dorongan permintaan buyer dari Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Dengan satu-satunya unit factory di kawasan pelabuhan Benoa yang berkapasitas produksi hingga 10 ton per hari.

Tabel 5 menunjukan total produksi produk olahan dan omset penjualan produk olahan dalam tiga tahun terakhir.

Tabel 5. Produksi dan Omset Penjualan Produk Olahan PT Lestari Samudera Tahun 2012-2014

Tahun Total Produksi (Ton) Omset ( Juta USD)

2012 2400 18,5

2013 2600 20,8

2014 3000 24

(34)

30

Sampai dengan saat ini perusahaan telah berkembang dengan jumlah karyawan yang bekerja di unit factory sendiri mencapai lebih dari 2000 karyawan. Belum termasuk karyawan yang bekerja pada armada penangkapan ikan milik PT Lestari Samudera. Latar belakang pendidikan para karyawan juga beragam, sesuai dengan posisinya di dalam perusahaan. Perusahaan juga memiliki kurang lebih 166 armada penangkapan ikan, termasuk di dalamnya armada pengangkut (ikan dan bahan bakar), armada pancing cumi dan armada longline (operasional). Dalam perkembangannya perusahaan juga telah memiliki pelabuhan sendiri tempat bongkar muat di kawasan pelabuhan Benoa.

Kesiapan PT Lestari Samudera Menghadapi MEA

Pendekatan yang dipakai untuk mengukur kesiapan PT Lestari Samudera dalam memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah dengan mengacu pada penelitian Tambunan yang menyebutkan tujuh faktor pendorong daya saing perusahaan.

Tabel 6. Kesiapan PT Lestari Samudera Ditinjau Berdasarkan Kriteria Tambunan

Kriteria Sangat

Siap

Siap Kurang Siap

Alasan

Manajemen dan Organisasi √ Manajemen masih sederhana, belum ada spesifikasi tugas yang jelas dan belum ditangani oleh profesional, masih ditangani oleh owner dan plan manager.

Keahlian Pengusaha √ Owner dan plan manager mampu mengelola

perusahaan berskala besar dengan manajemen yang sederhana. Pengusaha mampu mengembangkan perusahaan dari yang tadinya hanya mengekspor ikan utuh menjadi produk olahan ikan.

(35)

31 Sistem Produksi dan

Teknologi Pengolahan

√ Sistem produksi yang efisien dan sesuai dengan tuntutan buyer. Teknologi penangkapan dan pengolahan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan sesuai dengan standar internasional. Serta mampu untuk menghasilkan produk turunan.

Sumber daya manusia (Keahlian pekerja)

√ SDM yang ditempatkan sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Misalnya lulusan sekolah tinggi perikanan yang ditempatkan di departemen QC, dan lulusan teknologi pangan yang ditempatkan di lab. Dept.

Ketersediaan Modal √ Modal yang digunakan adalah milik

perusahaan. Perusahaan juga memiliki modal untuk menambah armada kapal demi kelancaran proses produksi.

Ketersediaan Informasi √ Salah satu dukungan buyer pada perusahaan adalah dengan menyediakan informasi yang dibutuhkan perusahaan. Perusahaan juga memperoleh informasi dari mengikuti conference atau pameran dan melalui Asosiasi Tuna Longline Indonesia.

Kepemilikan Sertifikat (Ketersediaan input lainnya)

√ Perusahaan telah memiliki sertifikat-sertifikat sebagai persyaratan masuk ke pasar internasional seperti SHTI (Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan), HACCP, sertifikasi SNI, dan Health Certificate (HC). Sertifikat ini juga yang menjadi tuntutan buyer.

Fasilitas Produksi

(Ketersediaan input lainnya)

√ Perusahaan juga rutin menghadiri

conference atau pameran dan ikut serta menjadi anggota dalam Asosiasi Tuna Longline Indonesia. Perusahaan juga selalu mendapat update informasi dari buyer.

(36)

32 Mutu Produk

(Ketersediaan input lainnya)

√ Mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan pasar Internasional.

Diversivikasi Produk

(Ketersediaan input lainnya)

√ Dalam kurun waktu empat tahun terakhir perusahaan berhasil mengembangkan enam jenis produk berbahan baku ikan tuna yang diekspor ke luar pasar ASEAN

Manajemen dan Organisasi

Dalam hal manajemen, manajemen dalam perusahaan masih sederhana, juga menyebabkan ada beberapa pekerjaan yang ditangani oleh satu orang. Misalnya quality control manager yang juga berperan sebagai export manager dan document controller manager. Sedangkan manager filet membawahi dua departemen yaitu laboratory department dan supervisor. Processing manager beranggung jawab terhadap seluruh proses produksi. Adanya rangkap tugas ini menjadikan tidak adanya spesialisasi dalam tugas, seorang manajer bisa merangkap beberapa peran sekaligus. Seluruh manejer bertanggung jawab langsung kepada plan manager yang dalam perusahaan pada umumnya setara dengan chief executive manager (CEO). Beberapa pengembangan dan inovasi telah dilakukan, namun kontribusi manager maupun karyawan dalam pengambilan keputusan dan penyampaian pendapat masih kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga yang langsung ditangani oleh pemiliknya. Latar belakang tenaga kerja di perusahaan juga beragam, mulai dari sarjana, lulusan sekolah perikanan, sampai dengan lulusan SMA/SMK. Semua tenaga kerja ditempatkan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti para buruh yang bekerja di unit factory tidak harus bergelar sarjana, namun minimal pendidikannya adalah SMA/SMK. Sedangkan yang bekerja pada laboratory depatment semuanya adalah lulusan sarjana atau master teknologi pangan. Sebagian besar dari lulusan sekolah perikanan di tempatkan di departemen quality control.

(37)

33

Gambar 5. Struktur organisasi PT Lestari Samudera

Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa meskipun manajemen dalam perusahaan masih sederhana, namun proses bisnis tetap berjalan. Hal ini karena proses bisnis yang tidak terlalu rumit dan kemampuan plan manager dalam mengelola perusahaan, juga karena para manejer adalah orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Kerjasama tim yang saling membantu, membuat banyak pekerjaan yang harus kerjakan menjadi lebih mudah. Selama ini belum ada masalah yang serius dalam bidang manajemen perusahaan, dan jika tahun 2015 diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN, perusahaan tidak merasa terancam akan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia yang akan menyaingi tenaga kerja di Indonesia. Hal ini karena meskipun SDM dalam bidang perikanan cukup rendah, namun yang dimiliki oleh perusahaan cukup untuk mengembangkan perusahaan kedepannya. Perusahaan juga berkomitmen akan melakukan pengembangan SDM, terutama SDM di bidang perikanan.

Kesiapan PT Lestari Samudera ditinjau dari aspek sumber daya dan manajemen perusahaan masih dibutuhkan pengembangan lebih lanjut. Meskipun untuk saat ini manajemen perusahaan masih dalam posisi aman namun kedepannya dalam rangka menghadapi persaingan di pasar yang sangat ketat perusahaan membutuhkan manajemen dengan spesialisasi tugas yang jelas. Dan juga penting bagi perusahaan untuk mengembangkan SDM terutama SDM dibidang perikanan dalam rangka meningkatkan daya saing perusahaan menghadapi persaingan tenaga kerja yang ketat di pasar ASEAN.

(38)

34 Sistem Produksi dan Teknologi Pengolahan

Dalam hal memproduksi produknya, PT Lestari Samudera sangat peduli dengan kualitas produk olahannya. Hal ini juga karena tuntutan buyer dari Amerika dan Jepang yang sangat ketat mengenai kualitas produk. Bahkan perusahaan mengklaim dirinya sebagai perusahaan dengan tingkat sanitasi yang tinggi dalam memproduksi produk olahan ikan. Perusahaan memperoduksi beberapa jenis produk olahan dengan bahan dasar ikan tuna yaitu saku, loin, steak, cube cut (CC), chunks meat (CM), dan daging lumat (ground meat/GM). Saku dan loin adalah jenis potongan tuna yang biasanya digunakan untuk sashimi dan sushi. Sedangkan steak, cube cut, chunks meat, biasanya untuk steak tuna dan masakan lainnya. Daging lumat (ground meat) nantinya bisa diolah lagi menjadi produk sejenis nugget.

Metode penangkapan tuna sangat penting artinya untuk mendapatkan nilai jual ikan tuna yang tinggi. Untuk menjaga konsistensi kualitas produk, perusahaan sangat memperhatikan mengenai penanganan dan pengolahan ikan tuna di atas kapal. Karena perusahaan menyadari bahwa untuk mendapatkan kualitas tuna yang baik, penanganannya sudah dimulai sejak dilakukan penangkapan.

Kerja sama dengan buyer juga sangat bermanfaat karena buyer memberi masukan dan informasi bagaimana seharusnya produk ikan tuna ditangani. Buyer juga memberi informasi mengenai update teknologi seperti apa yang lebih efisien dan bisa diterima di pasar internasional.

Pada dasarnya, dalam sistem produksi perusahaan dibagi menjadi dua yaitu, produksi tangkapan dan produksi pengolahan. Sesuai dengan tuntutan buyer baik dari Amerika, Jepang maupun dari Eropa yang sangat peduli dengan hal sustainable fishing practices maka sejak memulai produksi produk olahan perusahaan menggunakan teknologi penangkapan ramah lingkungan yaitu dengan menerapkan longline fishing pada semua armada penangkapan ikan yang ada, baik itu untuk ikan maupun untuk cumi-cumi. Penerapan longline fishing juga sesuai dengan ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung jawab menurut Food and Agriculture Organization of United Nations(FAO Code of conduct for Responsible Fisheries/CCRF).

Longline fishing adalah metode dengan menggunakan alat pancing sebagai teknologi utama dalam penangkapan ikan. Pada armada kapal dipasang alat tangkap yang menggunakan ratusan sampai ribuan pancing dalam satu rangkaian. Dalam satu rangkaian paling sedikit ada ratusan pancing sampai paling banyak ribuan pancing. Pada satu kapal, panjang tali pancing bisa 80 kilometer sampai 100 kilometer. Dan biasanya digunakan untuk

(39)

35

penagkapan ikan di laut lepas. Kelebihan dari metode ini ialah ketika melakukan penagkapan ikan, penyu atau ikan kecil lainnya jarang tertangkap. Kelebihan lainnya kemungkinan bisa menangkap tuna yang lebih besar. Alat penangkapan longline ini cukup efektif, dari segi lingkungan hidup juga longline fishing lebih ramah lingkungan.

Dalam proses produksi pengolahan, perusahaan menerapkan sistem rantai dingin dan sanitasi hygiene. Sistem rantai dingin merupakan salah satu metode penanganan yang menggunakan suhu rendah pada semua rantai produksi dan distribusi sehingga kesegaran ikan dapat dipertahankan. Penerapan sistem rantai dingin dan sanitasi hygiene ini menjaga kesegaran ikan sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen, mengurangi tingkat kerusakan ikan (losses), meningkatkan nilai jual ikan dan menjadikan mutu hasil olahan yang lebih baik. Salah satu sumber daya perusahaan yang mendukung sistem produksi ini adalah dengan tersedianya sarana cold storage milik perusahaan. Perusahaan memiliki lima cold storage dengan daya tampung 500 ton per cold storage.

Selain dengan penerapan sistem rantai dingin, dalam pengolahannya perusahaan menggunakan metode hand cutting. Metode hand cutting ini memang bukan dengan teknologi yang modern yang dengan waktu yang singkat dapat menghasilkan output yang banyak. Namun perusahaan tetap menggunakan metode hand cutting dalam pemrosesan produknya karena metode ini dianggap lebih higienis dan sesuai dengan permintaan buyer yang menginginkan produk dengan kualitas terbaik. Dalam hal ini metode hand cutting menghasilkan produk dengan tingkat sanitasi yang tinggi, yang juga merupakan salah satu keunggulan perusahaan. Perusahaan lebih mengutamakan kualitas yang dihasilkan dari pada kuantitasnya. Perusahaan menganggap lebih baik dapat memproduksi sepuluh jenis produk olahan sesuai dengan permintaan buyer, dari pada mengejar banyaknya jumlah order namun dengan kualitas yang buruk.

“Kepercayaan adalah hal yang sangat penting dalam berbisnis. Semaksimal mungkin kami berusaha menjaga kepercayaan buyer dengan memenuhi semua standar yang diminta,

termasuk dalam proses pengolahan.” (Quality Control Manager)

Ikan adalah komoditi yang sangat mudah rusak. Jika tidak ditangani secara benar pasca penangkapan akan sangat berbahaya untuk kesehatan melalui pertumbuhan mikroba, dan perubahan kimia. Kemampuan perusahaan dalam menyadari pentingnya proses penanganan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan yang benar dalam rangka menjamin

(40)

36

keamanannya, menjaga kualitas dan menghindari kerusakan ikan merupakan kekuatan tersendiri bagi perusahaan dalam menghadapi pemberlakuan MEA 2015. Komitmen perusahaan dalam memproduksi produk olahan yang berkualitas tinggi juga menjadi salah satu keunggulan perusahaan. Perusahaan juga telah memenuhi syarat pengolahan untuk bersaing di pasar Internasional. Hampir tidak ada hambatan yang berarti bagi perusahaan untuk masuk ke pasar ASEAN dan menghadapi persaingan di pasar MEA.

Meskipun kesiapan perusahaan dari segi sistem produksi dan pengolahan telah sesuai dengan standar internasional, penting bagi perusahaan untuk selalu meningkatkan dan memperbaharui sistem produksinya sesuai dengan tuntutan buyer agar bisa tetap kompetitif di pasar. Pada dasarnya ditinjau dari segi sistem produksi dan pengolahan perusahaan telah siap untuk bersaing di pasar MEA.Namun dengan kondisi bisnis perusahaan saat ini, dimana global buyer yang mendominasi permintaannya, maka tidak terlalu menguntungkan bagi perusahaan untuk memasarkan produknya ke pasar ASEAN. Karena itu perusahaan memutuskan untuk tetap fokus ke pasar yang dilayani saat ini sambil mengembangkan kapasitas produksi perusahaan kedepan.

Internal dan Pemasaran

Proses bisnis dalam perusahaan merupakan salah satu aspek yang penting. Keadaan internal perusahaan dapat mendorong perusahaan untuk berkembang dan bersaing di pasar. Kemampuan pihak internal untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi menjadi faktor pendorong daya saing perusahaan. Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, kekuatan internal perusahaan merupakan hal penting yang perlu diperhatikan.

Keseluruhan produksi baik itu dari tangkapan maupun pengolahan yang dilakukan perusahaan adalah untuk ekspor. Dari awal berdirinya perusahaan memang hanya melayani buyer dari luar negeri. Dan untuk produk olahan hanya dipasarkan di luar ASEAN karena pasar dalam negeri maupun pasar ASEAN tidak terlalu menguntungkan bagi perusahaan.

Proses bisnis PT Lestari Samudera difokuskan pada buyer-buyer yang sudah pernah bekerja sama dengan perusahaan dan new buyer. Perusahaan biasanya melayani buyer dari Amerika, Jepang dan negara di Eropa seperti Belanda dan Jerman, maupun negara-negara di ASEAN seperti Thailand dan Malaysia, serta Cina. Gambar 8 menunjukan bahwa untuk produk olahannya perusahaan hanya melayani buyer dari Amerika, Jepang dan Eropa, dengan tujuan ekspor terbesar adalah ke Amerika Serikat. Buyer perusahaan untuk produk

(41)

37

olahan biasanya adalah retail-retail besar, perusahaan lain, maupun restoran. Buyer Jepang biasanya dinominasi oleh retail dan restoran. Meskipun dari awal berdirinya Jepang merupakan buyer yang pertama, namun seiring berjalannya waktu justru Amerika yang mendominasi jumlah permintaan akan produk olahan ikan tuna ini.

Gambar 6. Presentase Ekspor Produk Olahan PT Lestari Samudera Menurut Negara Tujuan Tahun 2013

Sumber: PT Lestari Samudera

Sejak awal perusahaan memproduksi produk olahan, perusahaan melakukan dircet selling ke buyer tanpa melalui agent. Bagi buyer yang sudah pernah bekerja sama dengan perusahaan, biasanya akan ada reorder dari buyer tersebut. Ada buyer yang menandatangani kontrak kerjasama jangka panjang untuk beberapa tahun ke depan dan perusahaan hanya menjalankan apa yang telah disepakati bersama. Ada juga buyer hanya bekerja sama dengan perusahaan untuk jenis produk tertentu seperti produk ground meat, karena nantinya produk tersebut akan diolah lagi menjadi makanan siap saji.

Untuk new buyer, berbeda dengan jenis usaha lainnya yang membutuhkan usaha lebih untuk memasarkan dan memperkenalkan produknya ke pasar atau kepada buyer lainnya, pada industri perikanan di Indonesia khususnya pengolahan hasil perikanan buyer yang datang sendiri untuk mencari produknya. Hal ini karena jumlah industri pengolahan hasil perikanan, khususnya ikan tuna di Indonesia tidak sebanding dengan permintaan yang semakin bertambah tiap tahunnya. Di industri pengolahan ikan tuna ini, lebih sulit buyer mencari perusahaan yang mampu mengolah ikan tuna sesuai dengan permintaan costumer di pasar internasional, dari pada perusahaan mencari buyer di luar negeri. Hal ini disebabkan oleh

45% 40% 15% Amerika Serikat Jepang Eropa

(42)

38

sulitnya perusahaan memenuhi standar internasional, terutama standar penangkapan dan pengolahan, juga yang terutama adalah masalah bahan baku yang semakin sulit didapat.

Rata-rata order yang diterima perusahaan dari new buyer adalah hasil rekomendasi dari buyer yang sudah pernah bekerja sama dengan perusahaan sebelumnya. Tentunya tuntutan buyer dari setiap negara berbeda-beda, disesuaikan dengan persyaratan masuk pasar di setiap negara. Berikut adalah syarat-syarat masuk ke pasar Amerika, Jepang, dan Uni Eropa.

Tabel 7. Persyaratan Masuk Pasar Untuk Produk Tuna

Negara Tujuan Jenis Produk Tuna Persyaratan USA Frozen/Canned Tuna

 Setiap perusahaan yang mengekspor produk tuna beku dan tuna kaleng harus mengisi NOAA Form 370 Fisheries Certificate of Origin dan disampaikan kepada U.S. Customs and Border Protection (CBP). Form ini tidak disyaratkan kepada fresh tuna.

Sejak 13 Juli 2013 telah berlaku efekti Dolphin Safe

labeling regulations.

Setiap perusahaan harus mengisi Harmonized tariff

Schedule for selected tuna and tuna products HACCP Certificate sesuai dengan 123.12 special

requirements for imported products Importer verification

Health certificate

Sertifikat pendukung lainnya sebagai extra

guarantee bisa seperti BRC and/or IFS certification dll. Jepang Fresh/Frozen/ Canned Import approval Certificate of statistics Fishing certificate

Certificate of re-export to obtain acknowledgment by customs.

Memenuhi syarat-syarat food safety act dan lulus test

inspection.

Uni Eropa Fresh/Frozen/ Canned

Harus merupakan Approved Country Establishments

Produk harus dilengkapi dengan catch

certificate sebagai bukti pendukung combat illegal fishing

 Kandungan bakterial harus memenuhi persyaratan sebagaimana Regulation (EC) No 2073/2005.

Contamination restricted and tested Produk tuna

pada umumnya harus diuji sebelum dikapalkan, dimungkinkan diuji di laboratorium buyer atau yang

Gambar

Tabel 1. Volume Produksi Perikanan Tangkap (Indonesia&Thailand), 2010-2012  Satuan: Ton
Gambar 1. Daya Saing dan faktor-Faktor Utama Penentunya   di Tingkat Perusahaan
Gambar 1 menunjukan bagaimana menciptakan rantai nilai dengan konsep bauran pemasaran  7Ps.
Tabel 2. Volume Ekspor Indonesia Menurut Negara Tujuan, Tahun 2008 – 2012 (Ton)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Independensi adalah prinsip dasar yang harus dimiliki oleh auditor, kualitas audit dikatakan baik apabila auditor dari penampilan dan kenyataannya independen dalam

yang tangguh dan berkelanjutan.Salah satu implementasi prinsip responsibility diterapkan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang disebutdengan Corporate

Keunikan resepsi estetis ini bisa dilihat dari bagaimana cara dia dalam menciptakan nazham dari teks hadis. Pada umumnya, kosa kata yang dipakai di dalam nazham sebisa

Rata-rata berat bayi lahir dalam penelitian ini adalah 3086.4 ± 272.5 gram Faktor-faktor yang berhubungan positif nyata dengan berat bayi lahir dalam penelitian ini adalah

Semua teman-temanku dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan selama studi hingga terselesaikannya penulisan kertas kerja.. x

Alasan penelitian di atas dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah adanya kesamaan obyek yang diteliti yaitu mengetahui besarnya proporsi pengeluaran konsumsi

pengembangan multimedia interaktif. Keseluruhan siswa tersebut sudah termasuk siswa yang memiliki prestasi belajar tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat pada Pekerja