• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Polio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Polio"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Poliomielitis adalah penyakit infeksius akut yang dalam bentuk berat menyerang system saraf pusat. Dekstruksi saraf motorik pada medulla spinalis menyebabkan paralisis flaksid. Namun, sebagian besar infeksi poliovirus bersifat subklinis. Polioirus berperan sebagai contoh piconavirus pada banyak penelitian laboratorium biologi molecular mengalami replikasi picornavirus (Mikrobiologi Jawetz, 2004).

Poliomielitis diduga pertama kali dikenal kira-kira 6.000 tahun yang lalu pada zaman Mesir kuno, dengan ditemukan mumi yang mempunyai kelainan kaki yang mengarah pada polio.

Underwood pertama kali pada tahun 1789 menjelaskan penyakit poliomyelitis oleh deskripsi klinik sebagai penyakit yang utuh., disusul oleh Duchene mengenai proses kerusakan yang terjadi di kornu anterior medula spinalis oleh virus polio. Definisi mengenai gambaran klinis dan epidemiologi oleh Wickman disusul dengan hasil Landsteiner melakukan transmisi suatu filterable agen penyebab polio pada kera dan Flexner menemukan cara passage-nya. Jenis antigenic polio dipisahkan pada tahun 1951 disusul dengan pada tahun 1954-1955 pengembangan dan penggunaan secara luas vaksin inaktif melalui suntikan dengan vaksin Salk. Vaksin hidup Sabin yang dilemahkan kemudian digunakan secara luas dan diberikan per-oral (IDAI, 2010).

Pada dasarnya virus polio dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Virus ini dapat menular melalui air dan kotoran manusia. Sifatnya sangat menular dan selalu menyerang anak balita. Dua puluh tahun silam, polio melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia. Tapi pada 1988 muncul Gerakan Pemberantasan Polio Global. Lalu pada 2004, hanya 1.266 kasus polio yang dilaporkan muncul di seluruh dunia. Umumnya kasus tersebut hanya terjadi di enam Negara. Kurang dari setahun ini, anggapan dunia bebas polio sudah berakhir.

(2)

Sejak 1979 Tidak ada laporan kasus infeksi poliovirus di Amerika Serikat. Sampai tahun 1998, rata-rata 8-10 kasus yang terkait dengan virus vaksin yang dilaporkan setiap tahun. Karena dari semua lembaga vaksin inactivated poliovirus (IPV) kebijakan dalam jadwal imunisasi rutin, jumlah vaksin-kasus terkait telah menurun secara signifikan. Empat kasus vaksin berasal poliovirus diidentifikasi pada tahun 2005 di kalangan anak-anak di sebuah unvaccinated masyarakat Amish di Minnesota. Insiden global mengenai infeksi poliovirus ini telah menurun lebih dari 99% sejak tahun 1988. Meskipun tidak ada wabah yang dilaporkan di belahan bumi barat sejak 1991, Pan American Health Organization melaporkan sebuah kejadian di Haiti dan Republik Dominika pada tahun 2001. Sejak 2001, tidak ada tambahan wabah penyakit yang disebabkan oleh poliovirus di Amerika. Dari kelompok-jenis penyakit masih ditemukan di beberapa daerah di Afrika dan Asia Tenggara. Semenjak tahun 2004, hanya 5 negara dimana poliovirus transmisi tidak pernah terputus diantaranya adalah India, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Afghanistan. Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat terhadap pemberantasan penyakit infeksi ini di negara-negara tersebut, peningkatan jumlah kasus yang diamati pada tahun 2006 ini tetap ada ( L. Heymann, 2004 ).

Pada awal Maret tahun 2005, Indonesia muncul kasus polio pertama selama satu dasa warsa. Artinya, reputasi sebagai negeri bebas polio yang disandang selama 10 tahun pun hilang ketika seorang anak berusia 20 bulan di Jawa Barat terjangkit penyakit ini. Menurut analisa, virus tersebut dibawa dari sebelah utara Nigeria. Sejak itu polio menyebar ke beberapa daerah di Indonesia dan menyerang anak-anak yang tidak diimunisasi. Polio bisa mengakibatkan kelumpuhan dan kematian. Virusnya cenderung menyebar dan menular dengan cepat apalagi di tempat-tempat yang kebersihannya buruk.

Indonesia sekarang mewakili satu per lima dari seluruh penderita polio secara global tahun ini. Kalau tidak dihentikan segera, virus ini akan segera tersebar ke seluruh pelosok negeri dan bahkan ke Negara-negara tetangga terutama daerah yang angka cakupan imunisasinya masih rendah.

Indonesia merupakan Negara ke-16 yang dijangkiti kembali virus tersebut. Banyak pihak khawatir tingginya kasus polio di Indonesia akan menjadikan

(3)

Indonesia menjadi pengekspor virus ke Negara-negara lain, khususnya di Asia Timur.

Wabah polio yang baru saja terjadi di Indonesia dapat dipandang sebagai sebuah krisis kesehatan dengan implikasi global.

I. 2 Rumusan Masalah

Sebelum memasuki penjelasan yang lebih lanjut, agar bahasan makalah terarah maka perlu dibuat rumusan masalah, yaitu :

1. Apa itu penyakit polio/polimielitis ? 2. Apa etiologi poliomielitis ?

3. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi dari polio ?

4. Apa saja pemeriksaan dan penegakan diagnosis penyakit polio ? 5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit polio ?

I. 3 Metode Penulisan Metode Studi Pustaka

Dalam metode ini, penulis mempelajari dan menggunakan media cetak, seperti buku-buku yang dapat mendukung bahasan dari makalah ini. Penulis juga dapat menemukan fakta mengenai hal-hal yang akan dibahas dan berkaitan dengan isi makalah.

I. 4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam pembuatan karya tulis ini, uaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya penyakit polio;

2. Mengetahui etiologi, patogenesis, patofisiologi, diagnosis penyakit polio/poliomielitis;

3. Mengetahui pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit polio;

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit polio 5. Untuk mengetahui pencegahan penyakit polio

(4)

I. 5 Manfaat Penulisan

1. Dapat dijadikan pengetahuan dalam mengenal penyakit polio/poliomielitis;

2. Dapat menjadi panduan dalam pembelajaran penyakit polio;

3. Dapat dijadikan referensi dalam mengenal lebih jauh mengenai penyakit polio;

4. Memberikan pengetahuan dalam penatalaksanaan penyakit polio; 5. Dapat dijadikan acuan dalam pencegahan penyakit polio.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

II. 1 Penyakit Polio/Poliomielitis

Partikel poliovirus merupakan enterovirus yang khas. Partikel ini tidak aktif bila dipanaskan pada suhu C selama 30 menit, tetapi Mg2+, 1mol/l, mencegah inaktivasi ini. Karena poliovirus yang dimurnikan diinaktifkan oleh konsentrasi klorin yang lebih tinggi untuk mendesinfeksi kotoran yang mengandung virus pada suspense fekal dan adanya bahan organik lain. Poliovirus tidak dipengaruhi oleh eter atau natrium deoksikolat (Mikrobiologi Jawetz, 2004).

Virus polio adalah RNA virus ultra microscopic dengan ukuran 27u, termasuk Enterovirus, dalam family Picornaviridae, terbagi dalam 5 genera, diantaranya yang patogenik pada manusia adalahEnteroviru, Hepatovirus, dan Rhinovirus. Enterovirus terbagi lagi dalam 71 spesies, yaitu berbagai virus polio, virus Coxsackie, virus ECHO, dan Enterovirus 68-71. Virus terdiri dari 3 strain yaitu strain 1 (Brunhilde), strain 2 (Lansig), dan strain 3 (Leon). Virus yang single-stranded, 30% terdiri dari virion, mayor protein (VP1-4) dan satu protein minor (VPg). Perbedaan tiga jenis strain terletak pada sekuen nukleotidanya. VP1 adalah antigen yang paling dominan dalam membentuk antibody netralisasi. Strain 1 adalah yang paling paralitogenik dan sering menimbulkan wabah, sedang strain 3 paling tidak imunogenik (IDAI, 2010).

Penyakit polio atau poliomyelitis disebut penyakit lumpuh anak-anak karena terlalu seringgnya anak-anak mendapat penyakit itu. Penyakit polio terdapat diseluruh dunia. Orang dewasa mungkin juga mendapat penyakit itu meskipun kebanyakan dari mereka mungkin sudah pernah terkena penyakit polio di masa kanak-kanak dan sudah agak kebal.

Penyakit polio disebabkan oleh virus polio, anggota genus Enterovirus, famili Picornaviridae. Sampai sekarang telah diisolasi 3 strain virus polio yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih tipe tersebut. Epidemi yang luas biasanya disebabkan oleh tipe 1.

(6)

Virus ini relatif tahan terhadap hampir semua desinfektan (etanol, isopropanol, lisol, amonium kuartener, dll). Virus ini tidak memiliki amplop lemak sehingga tahan terhadap pelarut lemak termasuk eter dan kloroform. Virus ini dapat diinaktifasi oleh formaldehid, glutaraldehid, asam kuat, sodium hipoklorit, dan klorin. Virus polio menjadi inaktif dengan pemanasan di atas 42 derajat Celcius. Selain itu, pengeringan dan ultraviolet juga dapat menghilangkan aktivitas virus polio. Virus Polio ditularkan terutama dari manusia ke manusia, terutama pada fase akut, bersamaan dengan tingginya titer virus polio di faring dan feses. Virus polio diduga dapat menyebar melalui saluran pernafasan karena sekresi pernafasan merupakan material yang terbukti infeksius untuk virus entero lainnya.

Meskipun begitu, jalur pernafasan belum terbukti menjadi jalur penularan untuk virus polio. Transmisi oral biasanya mempunyai peranan yang dominan pada penyebaran virus polio di negara berkembang, sedangkan penularan secara fekal-oral paling banyak terjadi di daerah miskin. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi melalui lalat atau karena higienis yang rendah. Sumber penularan lain yang mungkin berperan adalah tanah dan air yang terkontaminasi material feses, persawahan yang diberi pupuk feses manusia, dan irigasi yang dengan air yang telah terkontaminasi virus polio. Penularan penyakit polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada mereka yang tinggal serumah dengan penderita penyakit polio. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi.

Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Penyakit polio pertama terjadi di Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika Serikat beberapa tahun

(7)

kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio menjadi terus meningkat dan rata-rata orang yang menderita penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio menyebar luas di Amerika Serikat tahun 1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena penyakit ini ( Miller,N.Z, 2004 ).

Jenis – jenis Polio antara lain :

1. Polio Non-Paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, saki perut, lesu dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.

2. Polio Paralisis Spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. 3. Polio Bulbar

(8)

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka, saraf auditori yang mengatur pendengaran, saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher ( Wilson, 2001 ).

Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.

Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.

(9)

II. 2 Patogenesis dan Patofisiologi Polio

Poliomielitis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi/peradangan oleh poliovirus, penyakit ini ditularkan dari orang yang terinfeksi ke orang lain dengan cara kontak baik melalui sekret yang dikeluarkan dari hidung, mulut ataupun melalui feses. Di faring, virus ini hanya dapat ditemukan tiga hari sebelum sampai lima hari sesudah penyakit ini timbul. Tetapi di dalam tinja, virus ini dapat ditemukan sampai 17 minggu sejak penderita itu menjadi sakit. Penularannya adalah secara water-borne (seperti penularan penyakit tifus). Porte d` entre dari virus ini adalah usus di mana virus itu dapat berkembang biak dan menimbulkan viremia, sampai akhirnya virus ini sampailah ke SSP. Virus masuk melalui mulut dan hidung kemudian berkembangbiak di dalam kerongkongan dan di dalam traktus gastrointestinal (usus) akan menyebar melalui pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Masa inkubasi yang diperlukan berkisar 5 – 35 hari dengan rata-rata 7 – 14 hari.

Russell mengatakan bahwa suatu provokasi seperti misalnya suatu infeksi (juga suatu vaksinasi atau pencacaran), suatu tonsilektomi atau suatu olah raga yang berat, dapat merupakan suatu “invitation to settle down” bagi virus itu di tempat-tempat tertentu dalam SSP.

Provokasi tadi menimbulkan kelemahan pada motoneuron, sehingga virus polio itu dapat masuk ke dalam sel-sel motoneuron tersebut. Dengan demikian maka timbullah suatu kelumpuhan (polio paralitik). Bila virus itu hanya sampai pada selaput sumsum tulang belakang saja tetapi tidak ada “invitation to settle

down”, maka akan terjadi kaku kuduk dan lain-lain tanpa kelumpuhan (polio

non-paralitik).

Ada beberapa faktor yang menentukan apa sebabnya tempat-tempat tertentu dari SSP lebih sering terserang virus polio daripada tempat-tempat yang lain. Faktor yang yang berperan dalam hal ini adalah:

1. Jumlah (banyaknya) dan virulensi virus polio yang memasuki tubuh. 2. “Invitation to settle down” yang berperan dalam fase pre-paralitik.

(10)

1. Medula spinalis (terutama di daerah kornu anterior, sedikit di daerah kornu intermediet dan dorsal serta di ganglia radiks dorsalis)

2. Medula oblongata (nuclei vestibularis, nuclei saraf cranial dan formation retikularis yang terdiri dari pusat-pusat vital)

3. Serebelum (hanya mengenai nuclei bagian atas dan vermis)

4. Otak tengah/mid brain (terutama massa kelabu, substansia nigra, kadang-kadang di nucleus rubra)

5. Talamus dan hipotalamus 6. Palidum

7. Korteks cerebri (bagian motorik) (IDAI 2010)

Invitasi itulah yang akan menentukan apakah akan terjadi kelumpuhan dan bagian tubuh yang mana yang akan menjadi paralisis. Invitasi itu adalah suatu trauma seperti misalnya suatu infeksi, olah raga berat, tonsilektomi, adenektomi, cabut gigi, fraktur, abses dan lain-lain.

Secara mendasar, kerusakan saraf merupakan cirri khas pada poliomyelitis. Virus berkembang di dalam dinding faring atau salurun cerna bagian bawah, menyebar ke jaringan getah bening dan menyebar masuk ke aliran darah sebelum menembus dan berkembang biak di jaringan saraf. Pada saat viremia pertama terdapat gejala klinik yang tidak spesifik berupa minor illnesses. Invasi virus ke susunan saraf bias hematogen atau melalui perjalanan saraf. Dalam beberapa penelitian kedua-duanya mungkin, tetapi secara hematogen lebih sering terjadi. Virus masuk ke susunan saraf melalui sawar darah-otak (blood brain barrier) dengan berbagai cara yaitu :

1. Transport pasif dengan cara piknositosis 2. Infeksi dari endotel kapiler

3. Dengan bantuan sel mononuclear yang mengadakan transmisi ke dalam susunan saraf pusat

4. Kemungkinan lain melalui saraf perifer, transport melalui akson atau penyebaran melalui jaras olfaktorius (IDAI 2010)

(11)

II. 3 Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis Polio

Diagnosis poliomielitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat menyingkirkan keadaan-keadaan atau penyakit yang menyerupai poliomielitis.

Diagnosis polio dibuat berdasarkan :

1. Pemeriksaan virologik dengan cara membiakkan virus polio, baik yang liar maupun virus vaksin.

2. Pengamatan gejala dan perjalanan klinik

3. Pemeriksaan khusus. Pemeriksaan hantaran saraf dan elektromiografi dapat merujuk secara tepat letak kerusakan saraf secara anatomik.

4. Pemeriksaan adanya gejala sisa neurologik (residual paralysis) (IDAI, 2010).

Penyakit polio dapat didiagnosis dengan beberapa cara yaitu :

1. Viral Isolation

Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio. Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat. Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut, orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.

2. Uji Serology

Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut sakit.

(12)

3. Cerebrospinal Fluid ( CSF)

CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml ( Paul, 2004 ).

4. Pemeriksaan Darah Perifer

Tidak pemeriksaan spesifik untuk diagnosis poliomyelitis pada gejala awal, sama seperti virus lainnya. Pemeriksaan darah perifer mungkin dalam batas normal atau terjadi leukositosis pada fase akut major illnesses yaitu 10.000-30.000/ul dengan predominan PMN.

Terdapat 3 pola dasar pada infeksi polio:

- Infeksi subklinis

- Non-paralitik

- Paralitik.

95% kasus merupakan infeksi subklinis.

Infeksi virus polio pada manusia sangat bervariasi dari gejala yang sangat ringan hingga terjadi paralisis. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor illnesses dan major illnesses (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik).

Minor Illnesses

Gejala klinis ini terjadi sebagai akibat proses inflamasi akibat berbiaknya virus polio. Gejalanya sangat ringan atau bahkan tanpa gejala. Keluhan biasanya nyeri tenggorok dan perasaan tidak enak di perut, gangguan gastrointestinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala ringan. Gejala ringan terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang. Gejala ini merupakan fase enteric dari infeksi virus polio. Masa inkubasi 1-3 hari dan jarang lebih dari 6 hari. Selama

(13)

waktu itu virus ber-replikasi pada nasofaring dan saluran cerna bagian bawah. Gejala klinis yang tidak khas ini terdapat pada 90-95% kasus polio.

Major Illnesses

Major illnesses merupakan gejala klinik akibat penyebaran dan replikasi virus di tempat lain serta kerusakan yang ditimbulkannya. Menurut Hortsman, masa ini berlangsung selama 3-35 hari termasuk gejala minor illnesses dengan rata-rata 17 hari. Usia penderita akan mempengaruhi gejala klinis, 1/3 dari kaus polio berusia 2-10 tahun, akan memberikan gambaran bifasik atau dromedary yaitu terdapat 2 letupan kedua kelainan sistemik dan neurologik (IDAI, 2010).

Poliomielitis klinis menyerang sistem saraf pusat (otak dan korda spinalis) serta erbagi menjadi non-paralitik serta paralitik. Infeksi klinis bisa terjadi setelah penderita sembuh dari suatu infeksi subklinis.

1. Infeksi subklinis (tanpa gejala atau gejala berlangsung selama kurang dari 72 jam)/ minor illnesses

- demam ringan - sakit kepala - tidak enak badan - nyeri tenggorokan

- tenggorokan tampak merah - muntah.

2. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu)/ major ilnesses - demam sedang - sakit kepala - kaku kuduk - muntah - diare

- kelelahan yang luar biasa - rewel

- nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut - kejang dan nyeri otot

- nyeri leher

- nyeri leher bagian depan - kaku kuduk

- nyeri punggung

- nyeri tungkai (otot betis)

- ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri - kekakuan otot.

(14)

3. Poliomielitis paralitik/ major ilnesses

- demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya - sakit kepala

- kaku kuduk dan punggung - kelemahan otot asimetrik - onsetnya cepat

- segera berkembang menjadi kelumpuhan

- lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena - perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum) - peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri) - sulit untuk memulai proses berkemih

- sembelit - perut kembung - gangguan menelan - nyeri otot

- kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung - gangguan pernafasan

- rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi - refleks Babinski positif.

DIAGNOSIS BANDING

Poliomielitis bentuk non paralitik, hendaknya kita perlu memikirkan kemungkinan diagnosis banding kepada penyakit-penyakit berikut: (1)

1. Reaksi meningeal simpatik seperti misalnya dapat dilihat pada mastoiditis dan sinusitis.

2. Khoriomeningitis limfositaria. 3. Penyakit Weil.

Poliomielitis bentuk paralitik, harus kita diagnosis banding dengan penyakit-penyakit:

1. Bila monoplegia:

- Lesi N. Iskhiadikus, misalnya karena injeksi kinin.

- Paralisis Erb. misalnya karena traksi pada pleksus brakhialis pada kelahiran letak sungsang.

- Kelumpuhan pasca difteri. - Poliartritis rematika. 2. Bila paraplegia: - Mielitis transversa. - Sindrom Guillain-Barre.

(15)

Apabila penderita poliomielitis denga sekuele polio yang diperolehnya beberapa tahun yang lalu sehingga akan terdapat otot-otot tertentu yang lemah dengan atoni, atrofi dan arefleksi, hendaknya diingat kemungkinan:

1. Suatu “motor neuron disease” seperti misalnya penyakit Aran-Duchenne. 2. Siringowieli.

3. Suatu miopati.

II. 4 Penatalaksanaan dan Pencegahan Poliomielitis

Pengobatan pada penyakit polio sampai sekarang belum ditemukan cara atau metode yang paling tepat. Sedangkan penggunaan vaksin yang ada hanya untuk mencegah dan mengurangi rasa sakit pada penderita.

1. Dalam fase akut.

(Dari mulanya penyakit sampai 4 minggu sesudahnya)

- Penderita hendaknya diberikan istirahat total.

- Pada anggota tubuh yang terasa nyeri, diberikan botol hangat. - Berikan analgetik, fenobarbital dan sebagainya.

- Sesudah 2 minggu dan setelah keadaan likuor kembali normal dapat dilakukan fisioterapi.

2. Fase rekonvalesensi pertama (1 – 6 bulan). - Fisioterapi

Dalam pelaksanaan fisioterapi perlu terdapat kerja sama yang baik antara neurolog, ortoped, dan fisioterapist.

Dalam rangka fisioterapi, dapat dilakukan masage, latihan dan elektroterapi (kontraksi yang ditimbulkan oleh elektroterapi itu pada otot-otot tersebut akan menjaga otot-otot itu agar tidak menjadi atropi. Bila kemudian saraf mengalami regenerasi, maka otot-otot masih cukup baik untuk menerima serabut-serabut saraf baru)

- Tindakan ortopedis untuk menghindarkan timbulnya kontraktur misalnya dengan memasang gipsspalk da lain-lain.

(16)

- Latihan-latihan sebaiknya dilakukan di dalam kelompok-kelompok, agar anak yang cacat tidak merasa minder dari anak-anak yang lain.

- Dalam fase ini mungkin ortoped akan dapat mengusahakan agar dilakukan tindakan operatif seperti misalnya tenotomi atau transplantasi tendon.

PENCEGAHAN

Untuk mencegah penyakit polio di antaranya dengan membiasakan pola hidup sehat, sanitasi yang baik dan terus menjaga kualitas gizi sekaligus kebugaran kondisi fisik.salah satu cara terbaik melindungi anak-anak dari penyakit polio. Yakni dengan mencuci tangan dan alat-alat makan seperti piring, gelas, atau pun sendok dengan sabun dan air yang tidak tercemar oleh virus polio. Kemudian jika memasak air sebaiknya dimasak sampai mendidih sempurna, sebab cara ini cukup efektif untuk membunuh virus polio. Sebab diketahui, virus polio liar hidup dengan baik pada suhu – 80C. Di luar tubuh manusia, bila terkena panas matahari, virus polio hanya bertahan hidup selama 2 hari, tapi kalau di dalam cuaca lembab lebih lama. Selain itu, imunisasi terhadap polio sampai lengkap pun dapat mencegah penyakit ini.

Imunisasi diperlukan untuk membangkitkan kekebalan lokal di usus melalui pemberian vaksin polio. Vaksin ini mengandung tiga jenis virus yaitu tipe 1, 2, dan 3. Caranya, diteteskan ke mulut sebanyak dua tetes setiap kali pemberian atau dikenal dengan Oral. Bila anak sudah mendapatkan imunisasi polio minimal empat kali, hampir dapat dipastikan anak kebal terhadap polio. Bila belum diimunisasi, segera berikan dosis pertama. Anak akan terlindung selama 100 hari, sehingga bila virus polio masuk, tidak berbiak dan menyebabkan penyakit polio, lalu dilanjutkan sampai lengkap.

Dalam World Health Assembly tahun 1998 yang diikuti oleh sebagian besar negara di penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (Erapo) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program Eropa pertama yang dilakukan adalah

(17)

a. Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh b. Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997. Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun, dan usia 15 tahun c. Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk

memastikan karena polio atau bukan.

d. Melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.

1. Vaksin Salk.

Vaksin Salk ini adalah suspensi dalam air dari virus polio yang virulensinya telah dihilangkan karena telah dicampur dengan formalin.

Cara pemberian:

- Injeksi pertama 1 cc i.m.

- 2 – 4 minggu kemudian 1 cc i.m. - 7 bukan kemudian 1 cc i.m. booster. 2. Vaksin Sabin.

Vaksin Sabin ini adalah suatu “attenuated live oral vaccine”. Vaksin ini mengandung virus polio hidup yang telah dilemahkan dengan jalan passage berturut-turut melalui biakan jaringan. (R.N.A. virion ini tidak ganas lagi, namun

“protein capsid”nya masih dapat menimbulkan antibody). Vaksin ini dapat

diberikan sebagai tablet atau drop per oral. Cara pemberian:

- Mulai dengan 1 dose.

- Satu bulan kemudian 1 dose. - Satu bulan kemudian 1 dose.

(18)

II. 5 Komplikasi dan Prognosis Poliomielitis

KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling berat dari penyakit polio adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan.Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada. Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.

Komplikasi yang sering terjadi antara lain :

1. Kelumpuhan permanen, kelaianan bentuk otot. 2. Edema aru-paru

3. Shock

4. Pneumonia dan kesulitan bernapas. 5. Hipertensi

6. Infeksi/Peradangan saluran kemih. 7. Kelainan ginjal

8. Miokarditis

PROGNOSIS

Penyakit polio mempunyai prognosis yang buruk, karena pada kasus kelumpuhan mengakibatkan kurang lebih 50-80 % kematian yang disebabkan oleh polio. Selain itu karena belum dapat ditemukan obat yang dapat menyembuhkan polio. Pemberian vaksin juga masih kurang efektif untuk mencegah polio, karena banyak orang yang telah diberi vaksin polio tetapi masih terkena penyakit ini.

Jika sumsum tulang belakang dan otak belum terkena, maka lebih dari 90 % kasus dapat sembuh sempurna.

(19)

Apabila otak dan sumsum tulang belakang sudak terkena maka sangat membahayakan dan akan merupakan suatu keadaan kedaruratan medis dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau kematian yang biasanya berhubungan dengan gagal napas.

(20)

BAB III PENUTUP

III. 1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pembahasan tersebut. Adapun kesimpulan yang diambil, yaitu :

1. Penyakit polio atau poliomyelitis disebut penyakit lumpuh anak-anak karena terlalu seringgnya anak-anak mendapat penyakit itu. Penyakit polio terdapat diseluruh dunia.;

2. Poliomielitis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi/peradangan oleh poliovirus, penyakit ini ditularkan dari orang yang terinfeksi ke orang lain dengan cara kontak baik melalui sekret yang dikeluarkan dari hidung, mulut ataupun melalui feses.;

3. Diagnosis poliomielitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sehingga dapat menyingkirkan keadaan-keadaan atau penyakit yang menyerupai poliomielitis;

4. Pengobatan pada penyakit polio sampai sekarang belum ditemukan cara atau metode yang paling tepat. Sedangkan penggunaan vaksin yang ada hanya untuk mencegah dan mengurangi rasa sakit pada penderita.

III. 2 Saran

1. Agar dapat menjadikan makalah ini sebagai panduan dalam mengenal penyakit polio;

(21)

2. Agar dapat ditemukan suatu cara dalam penegakan diagnosis penyakit polio/poliomielitis;

3. Dapat memahami dan mengetahui penatalaksanaan penyakit polio/poliomielitis;

4. Agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam menanggulangi penyakit polio/poliomielitis.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, RE. 2006. Nelson Textbook Pediatrics 15th Ed. WB. Saunders CO, Philadelphia. EGC

Jawetz, Melnick, Adelberg’s. 2004. Medical Microbiology, 23th edition. New York. Mc Graw Hill

Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. 2010. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit dapat dilakukan dalam beberapa hal, meliputi menjaga kebutuhan pakan dan minum selalu terpenuhi, sanitasi kandang

Pengetahuan tentang pola hidup sehat dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit. Bagi Lansia yang menderita gangguan penyakit, penerapan pola hidup sehat sesuai

Penerapan aktivitas fisik rutin dan penyuluhan tentang pentingnya penerapan pola hidup sehat untuk mencegah penyakit metabolik menunjukkan dampak positif bagi ibu- ibu PKK Gamping

Manajemen kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit dapat dilakukan dalam beberapa hal, meliputi menjaga kebutuhan pakan dan minum selalu terpenuhi, sanitasi kandang

Manajemen kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit dapat dilakukan dalam beberapa hal, meliputi menjaga kebutuhan pakan dan minum selalu terpenuhi, sanitasi kandang

Menjaga sanitasi lingkungan merupakan tindakan membiasakan untuk hidup bersih dan sehat dengan tujuan menghindari kontaminasi dengan bahan yang kotor dan berbahaya

Dengan lingkungan yang sehat maka kita harus menjaga kebersihannya, karena lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dari segala penyakit dan

Padahal, aktivitas fisik sangat penting dalam menyempurnakan gizi seimbang untuk anak Aktivitas fisik akan membuat tubuh sehat dan menjadi kesempatan untuk anak melakukan eksplorasi..