• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1502707452BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTAKARYA 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1502707452BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTAKARYA 1"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS

INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1 Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan

Ruang Wilayah Kota Bukittinggi

3.1.1. Arahan Penataan Ruang

Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:

1. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 2. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

3. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

5. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;

6. Pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

7. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah; 8. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antar sektor; dan

9. Pertahanan dan keamanan Negara yang dinamis serta integrasinasional

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi: 1. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:

a. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki, dengan strategi:

 Menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;

(2)

 Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional, dengan strategi:

 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;

 Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi;

 Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;

 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan

 Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.

2. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang, meliputi: a. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung:

1) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan strategi:

Menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;

Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan

Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.

2) Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, dengan strategi:

(3)

Melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

Melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya;

Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; Mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana.

b. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya:

1. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya, dengan strategi:

Menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional untuk pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah;

Mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam kawasan beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;

Mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi;

(4)

Mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala ekonomi; dan Mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan/atau landas kontinen untuk meningkatkan perekonomian nasional.

2. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan strategi:

Membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

Mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan kompak; Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; dan

Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya.

Mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil.

c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional:

Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional, degan strategi:

Menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lindung;

Mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;

(5)

Membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional yang dapat memicu perkembangan kegiatan budi daya;

Mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan kawasan budi daya terbangun; dan

Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional.

Dalam PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, Kota Bukittinggi tidak difungsikan secara struktur pelayanan dalam lingkup Nasional, namun dari fungsi pariwisata, maka Bukittinggi termasuk sebagai salah satu tujuan Wisata Nasional, terkait dengan karakter budaya dan sejarah kota di masa lalu. Dalam konstelasi struktur perwilayahan Nasional, Bukittinggi termasuk dalam kawasan andalan Agam-Bukittinggi dan merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) bagi PKL di sekitarnya yaitu Padang Panjang, Lubuk Sikaping, Payakumbuh, dan Batusangkar. Sedangkan Bukittinggi ini dalam konstelasi Nasional berorientasi pada Pusat Kegiatan Nasional yaitu Kota Padang dan Pekanbaru. Menurut RTRWN, Kawasan Agam-Bukittinggi ini memiliki sektor unggulan pada sektor perkebunan, pariwisata dan pertanian.

Tabel 3. 1

Sistem Kota-Kota Berdasarkan RTRWN Nasional

(6)

Propinsi /

Sumber : PP 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

Dari segi penyediaan infrastruktur kawasan, kawasan perkotaan Bukittinggi memiliki nilai ekonomis di bidang transportasi darat. Hal ini dikarenakan oleh posisi Kota Bukittinggi yang berada pada simpul transportasi regional Nasional di Pulau Sumatera. Kota Bukittinggi ini merupakan simpul poros utara-selatan dan poros barat-timur. Poros utara selatan ini berupa jalan lintas tengah (jalinteng) yang menghubungkan antara Banda Aceh hingga ke Lampung dan berpotongan dengan poros barat-timur yang berupa jalan lintas Padang-Pekanbaru. Kedua jaringan jalan ini merupakan jaringan jalan arteri primer Nasional yang secara regional memiliki nilai ekonomis Nasional.

3.1.2. Arahan Pengelolaan Ruang

Dalam arahan pengelolaan sistem pusat permukiman RTRW Pulau Sumatera, kawasan perkotaan Bukittinggi diarahkan sebagai PKW sebagai pusat pelayanan sekunder yang dibatasi perkembangannya. Kota Bukittinggi merupakan kota yang diarahkan perkembangannya dengan jenis pelayanan utama yaitu jasa pemerintahan, perkebunan, pariwisata dan pertanian. Adapun strategi perngembangan yang diarahkan untuk Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut :

a. Diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang mendorong pertumbuhan potensi perkebunan, pariwisata, dan pertanian.

b. Diarahkan untuk meningkatkan spesialisasi fungsi sektor pariwisata dan pertanian.

c. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perkotaan (jalan, persampahan, air bersih, air limbah, drainase, dan telekomunikasi) yang memenuhi standar Nasional.

(7)

e. Memantapkan aksesibilitas Kota Bukittinggi menuju Kota Padang selaku kota berfungsi PKN di Propinsi Sumatera Barat, menuju kota-kota PKW di sekitarnya (Pariaman, Payakumbuh dan Padang Sidempuan) serta menuju Kota Pekanbaru sebagai Kota PKN di Sumatera melalui peningkatan kualitas sistem jaringan transportasi darat.

f. Mengembangkan fasilitas akomodasi wisata alam berskala Internasional dengan memanfaatkan potensi keindahan alam pada kawasan andalan Agam – Bukittingi. g. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang menjamin kesejahteraan dan

produktivitas masyarakat Kota Bukittinggi.

h. Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antar kota dan pengendalian pemanfaatan ruang dan sumberdaya di kaw. Agam-Bukittinggi dsk.

i. Menyiapkan aturan pemintakatan (zoning regulation) sebagai pelengkap dari RTRW Kota.

Dalam arahan pengelolaan sistem jaringan prasarana wilayah, Peran Kota Bukittinggi adalah merupakan salah satu kawasan perkotaan yang merupakan simpul transportasi wilayah di P. Sumatera. Di dalam arahan pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi P. Sumatera, terdapat 4 sistem jaringan jalan yang diprioritaskan pengembangannya yaitu jaringan jalan lintas timur, lintas tengah, lintas barat dan jaringan jalan pengumpan. Dari keempat sistem jaringan jalan yang diprioritaskan pengembangannya, kawasan perkotaan Bukittinggi ini dilalui oleh jaringan jalan lintas tengah dan jaringan jalan pengumpan.

Jaringan jalan lintas tengah sendiri secara spasial melalui kota-kota: Bakauheni – Kalianda - Bandar Lampung – Bandar Jaya - Kota Bumi - Bukit Kemuning – Blambangan Umpu – Baturaja – Muara Enim – Lahat - Lubuk Linggau – Muara Bungo – Solok – Bukittinggi – Kotanopan – Penyabungan – Padang Sidempuan – Tarutung – Sidikalang – Kutacane – Blang Kejeren - Takengon – Geumpang – Keumala - Jantho - Seulimeum - Banda Aceh. Sedangkan dalam sistem jaringan jalan pengumpan yang menghubungkan lintas barat, lintas tengah dan/atau lintas timur termasuk dalam sistem jaringan jalan Padang – Bukittinggi – Pekanbaru.

(8)

Sektor utama yang menggerakan Kota Bukittinggi adalah sektor Pariwisata dimana dalam arahan pariwisata dalam tata ruang Propinsi Sumatera Barat, Kota Bukittinggi diarahkan sebagai pusat kegiatan pariwisata dalam Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP) I. WPP I ini meliputi koridor Bukittinggi, Padang Panjang, Payakumbuh, Danau Maninjau, dan Lubuk Sikaping. Dalam WPP I didominasi oleh jenis obyek wisata alam pegunungan. Dalam WPP tersebut terbagi lagi pengembangan pariwisata dalam Satuan Pengembangan Pariwisata (SPP).

Salah satu arahan sistem prasarana wilayah utama adalah arahan pengembangan sistem transportasi. Pengembangan sistem prasarana trasnportasi sesuai dengan arahan RTRWN dan RTR Pulau tetap berorientasi pada pengembangan jaringan jalan utama Lintas Tengah dan Lintas Barat serta jaringan jalan pengumpan Barat-Timur yang melintas di Propinsi Sumatera Barat. Dalam rangka menunjang sistem transportasi utama tersebut beberapa arahan pengembangan sistem transportasi yang dikembangkan berkaitan dengan Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut :

Tabel 3. 2

Arahan Pengembangan Sistem Transportasi

No Ruas Jalan Usulan Pengembangan

1. Padang-Bukittinggi - Pelebaran jaringan jalan menjadi 4 lajur sepanjang 75

km

2. Bukittinggi-Panta - Rencana pengembangan jalan dan jembatan

3. Bukittinggi-Solok - Ruas 1400-603 dan 603-1300 dilakukan pelebaran jalan

- Ruas 1300-404; 404-403; 403-1100 dilakukan

peningkatan fungsi kelas jalan dan pelebaran jalan

- Perencanaan pengaturan jaringan lintas angkutan

barang

- Pembatasan perijinan dan pelaksanaan jaringan lintas

angkutan orang minimum dengan menggunakan bus besar.

Sumber : RTRW Prov. Sumatera Barat.

(9)

serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal. Tujuan pengembangan permukiman adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi Kebutuhan Pengembangan Permukiman (Prasarana Dan Sarana Dasar). 2. Terwujudnya Permukiman Yang Layak Dalam Lingkungan Sehat, Aman, Serasi Dan

Teratur.

3. Mengarahkan Pertumbuhan Wilayah.

4. Menunjang Kegiatan Ekonomi Melalui Kegiatan Pengembangan Permukiman. Program/ kegiatan pengembangan permukiman dapat dilakukan dengan:

a. Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar bagi Kawasan Rumah Sederhana (RSH). b. Penataan dan Peremajaan Kawasan.

c. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). d. Peningkatan kualitas permukiman.

3.1.2 Arahan wilayah pengembangan Strategis

3.1.2.1 Pusat Pelayanan Kota – Fungsi Primer

Pusat Pelayanan Kota-Fungsi Primer akan dikembangkan di dua lokasi yaitu di Kawasan Pasar Atas dan di Kawasan Aur Kuning.

A. Kawasan Pasar Atas

Kawasan Pasar Atas adalah merupakan kawasan yang telah tumbuh dan menjadi ciri khas tersendiri di Kota Bukittinggi. Fungsi yang akan dikembangkan pada kawasan ini adalah fungsi-fungsi pelayanan dalam skala kota hingga regional, antara lain:

 Kawasan perdagagan dan jasa skala kota dan regional;

 Kawasan perumahan kepadatan tinggi;

 Ruang terbuka hijau skala perkotaan dalam bentuk taman kota dan jalur hijau jalan. B. Kawasan Aur Kuning

(10)

masih terkonsentrasi di Kawasan Pasar Atas. Fungsi yang akan dikembangkan pada kawasan ini adalah fungsi-fungsi pelayanan dalam skala kota hingga regional, antara lain :

 Kawasan perdagagan dan jasa skala kota dan regional;

 Pusat pergerakan regional;

3.1.2.2 Pusat Pelayanan Kota – Fungsi Sekunder

Penetapan pusat pelayanan kota - fungsi sekunder perlu dilakukan karena pada beberapa kawasan yang ditetapkan termasuk dalam sistem pusat perkotaan di Kota Bukittinggi, ternyata memiliki fungsi yang menjangkau seluruh kota akan tetapi apabila ditetapkan sebagai pusat pelayan kota ada perbedaan fungsi jangkauan pelayanan. Untuk pusat pelayanan kota dengan fungsi sekunder maka jangkauan pelayanannya adalah untuk skala Kota Bukittinggi. Pada Kota Bukittinggi pusat pelayanan kota-fungsi sekunder ditetapkan di Kawasan Gulai Bancah dan Kawasan Belakang Balok.

A. Kawasan Gulai Bancah

Kawasan Gulai Bancah merupakan kawasan pusat pemerintahan baru yang dilalui oleh dua jalan arteri (primer dan sekunder) serta memiliki keterhubungan langsung dengan kawasan pusat kota Benteng Pasar Atas. Pengembangan baru pusat perkantoran pemerintah Kota Bukittinggi pada kawasan ini menjadikan kawasan ini sebagai salah satu kawasan yang memiliki prospek pengembangan di masa mendatang.Fungsi yang telah berkembang di kawasan ini

 Kawasan Pusat pemerintahan kota

 Kawasan sosial budaya yang dengan keberadaan gedung perpustakaan Bung Hatta

 Ruang terbuka hijau berbentuk pemakaman untuk skala kota

 Kawasan perumahan kepadatan sedang beserta fasilitas pendukungnya

B. Kawasan Belakang Balok

(11)

Dengan kondisi yang ada maka Kawasan Belakang Balok di masa mendatang memiliki peluang pengembangan sebagai pusat pelayanan sekunder sekaligus dapat berperan mengurangi beban pelayanan pusat kota sebagai kawasan yang menghasilkan tarikan yang cukup besar. Fungsi yang diarahkan pada kawasan ini adalah sebagai berikut:

 Kawasan Perkantoran Pemerintahan skala kota.

 Kawasan Pusat Pelayanan Pendidikan menengah dan tinggi serta Pusat pelayanan kesehatan skala kota.

 Kawasan Perumahan berikut fasilitas pendukungnya.

 Kawasan Perdagangan dan jasa skala kota.

 Pengembangan Ruang Terbuka hijau skala kota

3.1.2.3 Sub Pusat Pelayanan Kota

Sub Pusat Pelayanan Kota akan dikembangkan pada beberapa lokasi kawasan yaitu : Kawasan Campago Ipuh, Kawasan Garegeh dan Kawasan Ladang Cakiah.

A. Kawasan Campago Ipuh

Kawasan Campago Ipuh merupakan kawasan pengembangan baru yang berfungsi untuk menarik perkembangan kota ke arah utara sehingga mengurangi beban pelayanan Kawasan Pusat Kota, terlebih akses dari kawasan pusat kota ke kawasan ini relatif sangat mudah. Selain itu, pengembangan pusat pemerintahan baru yang relatif tidak terlalu jauh dari kawasan ini juga akan menstimulasi perkembangan kawasan ini, yang nantinya akan diikuti dengan pengembangan pusat pelayanan umum dan sosial serta kawasan pusat olahraga.

Dengan kondisi dan peluang pengembangan yang ada maka hal tersebut akan mendukung pengembangan kawasan sebagai sub pusat pelayanan kota di masa mendatang. Fungsi yang diarahkan pada Kawasan Campago Ipuh adalah sebaagi berikut:

 Pusat Pelayanan Umum dan Sosial, meliputi pendidikan menengah, rekreasi skala sub wilayah kota.

 Perdagangan dan Jasa Koridor skala sub wilayah kota.

 Kawasan Olahraga skala sub wilayah Kota.

 Perumahan berkepadatan sedang dan fasilitas pendukungnya.

(12)

B. Kawasan Garegeh

Kawasan Garegeh merupakan kawasanyang beradadi Jalan Sukarno Hatta serta terletakpada perbatasan kota dengan Kabupaten Agam di bagian timur laut Kota Bukittinggi yang merupakan pusat kegiatan permukiman perkotaan. Penetapan sub pusat pelayanan kota pada kawasan ini ditujukan sebagai orientasi bagi pusat pelayanan lingkungan yang berada di bawahnya yang tersebar pada kawasan-kawasan permukiman yang ada serta sebagai pusat pelayanan bagi hinterland Kota Bukittinggi pada bagian timur lautnya.

Kawasan ini memiliki letak yang strategis bagi permukiman di sekitarnya sehingga diarahkan sebagai sub pusat pelayanan Kota Bukittinggi dan dapat menjadi orientasi bagi pusat-pusat lingkungan yang berada di bawahnya. Fungsi yang diarahkan pada kawasan ini adalah:

Perdagangan dan jasa skala sub wilayah kota.

RTH rekreasi skala sub wilayah kota.

Kawasan Olahraga skala sub wilayah Kota

Pendidikan tingkat menengah dan kesehatan skala puskesmas pembantu.

Perumahan berkepadatan sedang dan fasilitas pendukungnya.

C. Kawasan Ladang Cakiah

Kawasan Ladang Cakiah merupakan kawasanyang berada di Jalan Tigo Baleh serta terletak pada perbatasan kota dengan Kabupaten Agam di bagian timur Kota Bukittinggi yang merupakan pusat kegiatan permukiman perkotaan. Tidak jauh berbeda dengan Kawasan Garegeh, Penetapan sub pusat pelayanan kota pada kawasan ini ditujukan sebagai orientasi bagi pusat pelayanan lingkungan yang berada di bawahnya yang tersebar pada kawasan-kawasan permukiman yang ada serta sebagai pusat pelayanan bagi hinterland Kota Bukittinggi pada bagian timurnya. Fungsi yang akan dikembangkan di kawasan ini antara lain adalah sebagai berikut:

Perdagangan dan jasa skala sub wilayah kota.

RTH rekreasi skala sub wilayah kota.

Kawasan Olahraga skala sub wilayah Kota

Pendidikan tingkat menengah dan kesehatan skala puskesmas pembantu.

(13)

3.1.2.4 Pusat Lingkungan

Pusat pelayanan unit lingkungan dikembangkan sebagai pusat pelayanan yang menjadi orientasi kegiatan sosial budaya di tingkat lingkungan bagi permukiman yang berada di sekitarnya. Pusat pelayanan lingkungan di Kota Bukittinggi dikembangkan pada beberapa titik utama sebagai upaya untuk menarik perkembangan Kota Bukittinggi menuju ke arah selatan dan timur.

Fungsi yang diarahkan pada pusat pelayanan unit lingkungan adalah fasilitas-fasilitas lingkungan untuk melayani kawasan perumahan antara lain:

 Pendidikan tingkat dasar;

 Kesehatan: balai pengobatan;

 Ruang Terbuka Hijau dalam bentuk Taman lingkungan / olahraga lingkungan;

 Fasilitas peribadatan skala lingkungan;

 Fasilitas perdagangan skala lingkungan.

Pusat Pelayanan Lingkungan akan dikembangkan pada beberapa lokasi kawasan yaitu:

(1) Kecamatan Aur Birugo Tiga Baleh, dengan 2 pusat pelayanan lingkungan berada pada Kel. Pakan Labuah dan Kel. Birugo

(2) Kecamatan Guguak Panjang, dengan 2 pusat pelayanan lingkungan berada pada Kel. Tarok Dipo dan Kel. Pakan Kurai

(3) Kecamatan Mandiangin Koto Selatan, dengan 4 pusat pelayanan lingkungan berada pada Kel. Puhun Pintu Kabun, Kel. Campago Guguak Bulek, Kel. Pulau Anak Air, dan Kel. Kuto Selayan

3.1.3 Arahan Rencana Pembangunan Daerah

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain :

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

(14)

kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

(15)

3.2 Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Kota Bukittinggi diarahkan pada penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) bagi kawasan rumah sehat sederhana (RSH), penataan dan peremajaan kawasan, serta peningkatan kualitas permukiman. Perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman serta penyediaan PSD untuk meningkatkan kualitas permukiman selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi. Tetapi belum semua kawasan perumahan dan permukiman dapat terjangkau dan terlayani sehingga diharapkan ada peran serta masyarakat dan swasta dalam mewujudkan kebutuhan perumahan dan permukiman yang sehat dan layak huni.

Tingginya perkembangan kebutuhan perumahan dan permukiman di perkotaan membawa dampak tumbuhnya kantong-kantong permukiman tidak tertata demikian juga di wilayah Kota Bukittinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan akan lahan dan ruang untuk tempat tinggal semakin meningkat seiring dengan lahan dan ruang di perkotaan semakin terbatas dan kecenderungan warga masyarakat yang ingin tinggal di dekat pusat-pusat kota. Akibatnya kawasan pusat kota tidak mampu lagi menampung aktivitas warganya yang berdampak pada sistem pelayanan perkotaan, kualitas lingkungan dan masalah sosial yang semakin kompleks.

Untuk mengurangi dan menghilangkan kawasan kurang tertata, Pemerintah Kota Bukittinggi akan menata lingkungan kurang tertata berbasis komunitas dengan menciptakan kemandirian masyarakat dalam memeliharan lingkungan permukimannya menjadi tertata, bersih dan layak huni. Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman masih banyak yang perlu ditingkatkan, khususnya perbaikan perumahan masyarakat yang kurang layak huni dan lingkungan permukiman yang masih terbatas prasarana dan sarana dasarnya. Warga masyarakat di Kota Bukittinggi sebagian besar bertempat tinggal di kawasan perkotaan, hal ini terkait dengan kemudahan aksesibilitas dan tersedianya prasarana dan sarana perkotaan. Di sisi lain lahan dan ruang di kawasan perkotaan sangat terbatas, sehingga sering dijumpai suatu kawasan perkotaan padat penduduk yang mengakibatkan kawasan tersebut tidak tertata, teratur dan menjadi kumuh. Bila tidak segera kawasan kurang tertata ini ditata dan dibenahi dapat menimbulkan kerawanan, seperti: masalah lingkungan hidup, sosial, kriminalitas dll.

(16)

bantuan stimulan sebagai pendorong dalam perbaikan PSD, perumahan dan permukiman juga telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementrian Perumahan Rakyat RI dan Permerintah Daerah sendiri, yang diberikan kepada warga/ masyarakat yang benar-benar membutuhkan untuk meningkatkan kualitas PSD perkotaan dan perumahan maupun lingkungannya.

3.2.1 Rencana Kawasan Permukiman

3.2.1.1 Visi dan Misi Pengembangan Kawasan Permukiman

Arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan berdasarkan RPJPD Kota Bukittinggi tahun 2006-2025 mengacu kepada visi dan misi yang pada dasarnya merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam jangka 20 tahun mendatang. Dengan kata lain, visi pembangunan jangka panjang adalah merupakan aspirasi dan cita-cita warga Kota Bukittinggi yang diinginkan dimasa mendatang. Visi tersebut yaitu: “Terwujudnya Masyarakat Adil, Sejahtera Dan Terdidik Berlandaskan Agama Dan Budaya Dalam

Kota Yang Maju Dan Berwawasan Lingkungan”. Disini terlihat bahwa sasaran utama visi

pembangunan ini masih tetap terwujudnya masyarakat adil dan kesejahteraan sejalan dengan tujuan utama pembangunan nasional. Sedangkan unsur yang spesifik dalam hal ini adalah bahwa perwujudan tata kehidupan yang dilandasi agama, khususnya Islam dan berbudaya Minangkabau. Sedangkan sebagai sebuah kota kondisi yang diinginkan dalam jangka panjang adalah terwujudnya Kota Bukittinggi sebagai kota dengan prasarana dan sarana yang cukup serta lingkungan hidup yang baik dan menyenangkan. Untuk mewujudkan visi pembangunan Kota Bukittinggi tersebut, ditetapkan pula beberapa misi utama yang akan dilaksanakan dalam periode 20 tahun mendatang. Misi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan masyarakat yang terdidik, berbudaya dan beradat berdasarkan Iman dan Taqwa;

2. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang professional dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance);

3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan distribusi pendapatan;

4. Menyediakan prasarana dan sarana perkotaan yang cukup dalam rangka mewujudkan Kota Bukittinggi sebagai kota peristirahatan yang nyaman dan menyenangkan; serta menjadikan kota yang kondusif untuk mewujudkan kota perdagangan Sumatera;

(17)

3.2.1.2 Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Kota

Bukittinggi

Terkait dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan, berdasarkan RPJPD Kota Bukittinggi tahun 2006-2025 diarahkan pada:

1. Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap perumahan dan fasilitas lingkungan permukiman yang layak huni, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah;

2. Penyediaan fasilitas dan jaringan air minum yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas;

3. Penyediaan prasarana pembuangan air limbah yang layak; 4. Penyediaan serta perbaikan prasarana drainase perkotaan; 5. Pengelolaan sistem persampahan yang terpadu;

6. Peningkatan dan pemeliharaan prasarana jalan untuk mempercepat aksesibilitas dalam kota dan antar wilayah.

Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman masih banyak yang perlu ditingkatkan, khususnya perbaikan perumahan masyarakat yang belum layak huni di kelurahan tangah sawah, kelurahan sapiran dan lingkungan permukiman yang masih terbatas prasarana dan sarana dasarnya. Banyak ditemui sebagian dari warga masyarakat di Kota Bukittinggi bertempat tinggal di kawasan perkotaan, hal ini terkait dengan kemudahan aksesibilitas dan tersedianya prasarana dan sarana perkotaan. Di sisi lain lahan dan ruang di kawasan perkotaan sangat terbatas, sehingga sering dijumpai suatu kawasan perkotaan padat penduduk yang mengakibatkan kawasan tersebut tidak tertata, tidak teratur dan menjadi kumuh. Bila tidak segera kawasan kumuh ini ditata dan dibenahi dapat menimbulkan kerawanan, seperti: masalah lingkungan hidup, sosial, kriminalitas dll.

3.2.1.3 Penetapan kawasan permukiman Prioritas

(18)

kebutuhan khusus tersebut akan berdampak terhadap proses dan capaian tujuan pembangunan perkotaan secara keseluruhan. Berdasarkan pemahaman ini, maka yang disebut sebagai kawasan permukiman prioritas adalah kawasan permukiman yang berada di dalam kawasan perkotaan yang perlu untuk diutamakan pembangunannya karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan-pertimbangan yang dimaksud dapat berupa karakteristik dan/atau persoalan khusus yang menyebabkan kawasan ini perlu untuk diberikan perhatian khusus dalam penanganannya.

Dasar pertimbangan dalam penentuan indikasi kawasan permukiman prioritas adalah:

1. Arah kebijakan pembangunan dan penataan ruang. Dasar pertimbangan ini menjadi penting agar kawasan permukimanprioritas yang bersangkutan memang diarahkan pengembangannya oleh kebijakan legal yang berlaku dan disepakati bersama di Kota Bukittinggi.

2. Kondisi eksisting kawasan permukiman di dalam kawasan perkotaan. Dasar pertimbangan ini dilihat dari kondisi eksisting baik yang sifatnya permasalahan maupun pengembangan. Kajian terhadap kondisi eksisting ini juga menjadi dasar untuk pentipologian kawasan permukiman di Kota Bukittinggi.

3. Tujuan pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan Kota Bukittinggi. Dasar pertimbangan ini dilihat untuk mengarahkan kriteria dan indikator yang menjadi penilaian dalam menentukan kawasan permukiman prioritas.

Definisi Kawasan Permukiman berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasanperkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagailingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dantempat kegiatan yang mendukung perikehidupan danpenghidupan.Kawasan Permukimanmerupakan kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan fungsi utama untuk permukiman. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

(19)

dan permukiman pada kawasan lindung. Sebagian lagi (dekat sempadan sungai) barak-barak tersebut memerlukan perbaikan lingkungan permukiman.

Perumahan yang tertata dengan baik pada umumnya merupakan perumahan yang terencana yang dibangun oleh pihak pengembang (developer) dan perumahan yang dibangun oleh individu pada lahan yang telah disiapkan dalam bentuk kavling yang telah tertata dan dilengkapi dengan sarana prasarana pendukungnya. Tipologi kawasan permukiman yang berkembang ini kemudian diidentifikasi permasalahannya untuk menghasilkan daftar pendek calon kawasan permukiman prioritas yang menjadi prioritas penanganan di Kota Bukittinggi. Berdasarakan dokumen RP3KP yang telah di susun oleh Kota Bukittinggi di dapatkan beberapa kawasan prioritas perumahan dan permukiman yaitu :

1. Kawasan Permukiman Campago Ipuah

2. Kawasan Permukiman ATT Sawah dan Pakan Kurai 3. Kawasan Permukiman Gulai Bancah

4. Kawasan Permukiman Tarek Dipo dan Aur Kuning 5. Kawasan Permukiman Pakan Labuah

(20)

Tabel 3.3

Keterkaitan Hubungan Kriteria dan Indikator dengan Jenis Justifikasi

NO KRITERIA INDIKATOR STANDAR SUNBER

DATA/JUSTIFIKASI

1 Kuantitas dan Kualitas Pelayanan

Status Lahan Kompleksitas persoalan status lahan

Tingkat permasalahan status lahan

 Justifikasi pokajanis dan instansi terkait

3 Kondisi Masyarakat Permasalahan sosial ekonomi masyarakat

(21)

NO KRITERIA INDIKATOR STANDAR SUNBER DATA/JUSTIFIKASI

rumah/Ha (sedang)  Justifikasi pokjanis dan instansi terkait

(22)

3.2.2 Rencana Induk Pengembangan Air Minum (RISPAM)

3.2.2.1 Sistem Pelayanan

Dasar pertimbangan rencana pengembangan sistem pelayanan air minum Kota Bukittinggi adalah:

1. Kondisi SPAM Kota Bukittingi, baik berupa sistem perpipaan PDAM, sistem perpipaan non-PDAM, serta sistem non-perpipaan (sumur gali, sumur bor, mata air langsung, dll).

2. Kondisi pelayanan air minum dari PDAM saat ini dimana sebanyak 42,56% penduduk Kota Bukittinggi telah terlayani air minum dari PDAM.

3. Hasil survey kuisioner ke beberapa responden di Kota Bukittinggi yang menyangkut tingkat kesulitan mendapatkan sumber air bersih, tingkat sosial ekonomi masyarakat dan potensi daerah.

4. Pengembangan potensi daerah khusus yang menunjang pertumbuhan perekonomian daerah sesuai Perda No. 6..Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bukitinggi 2010 - 2030, khususnya dalam pengembangan kawasan strategis.

5. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat pada masa mendatang.

Dengan dasar pertimbangan seperti tersebut di atas, skenario pengembangan air minum Kota Bukittinggi direncanakan seperti berikut:

1. Memanfaatkan Mata Air Sungai Tanang (Kabupaten Agam), Mata Air Cingkaring, Sumur Dangkal Kubang Putiah , Sumur Bor Birugo, WTP Tabek Gadang , dan Sungai Balingka (Kabupaten Agam ) sebagai sumber air baku baru, juga dari Air Permukaan Batang Sianok sebagai sumber airnya.

2. Pelayanan sistem perpipaan PDAM diharapkan masih akan berlangsung sampai akhir periode Rencana Induk SPAM (s/d 2035), dengan cakupan pelayanan yang sekurang-kurangnya sama dengan kondisi saat ini (cakupan pelayanan rerata sebesar 42,56 % penduduk).

(23)

3.2.2.2 Rencana Pengembangan SPAM

SPAM Kota Bukittinggi saat ini melayani di 3 (tiga) Kecamatan yaitu Kecamatan Guguk Panjang, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dan Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh juga terdapat pelayanan di luar wilayah administratif . Rencana pengembangan SPAM disusun dengan basis Zona Pelayanan Reservoar yaitu Zona Pelayanan Reservoar Bangkawas, Zona Pelayanan Reservoar Birugo , Zona Pelayanan Reservoar Benteng, Zona Pelayanan Reservoar Mandiangin, Zone Pelayanan Reservoar Palolok dan Zone Pelayanan Reservoar Tabek Gadang, dengan beberapa strategi utama berupa meningkatkan kinerja SPAM yang telah ada, baik di tingkat penyediaan air baku, sistim pengolah dan reservoar, sistem jaringan distribusi, sistim sambungan, serta sistim operasional (kontinyuitas, kuantitatas, dan kualitas). Apabila usaha meningkatkan kinerja sistem yang ada kurang optimal, berhubung keterbatasan sumberdaya (fisik, lahan, sumberdaya manusia, dll), maka perlu dipikirkan adanya pembukaan SPAM baru. Peningkatan kinerja SPAM juga termasuk memperbaiki posisi aspek legal organisasi pengelola SPAM, baik SPAM PDAM, maupun SPAM Non PDAM.

Untuk mempermudah dalam pengembangan sistem pada studi ini dibuat menjadi empat skenario pentahapan, Skenario- skenario pentahapan tersebut antara lain : a. Tahap I Mendesak 1 – 2 tahun dari tahun 2016 -2017

b. Tahap II Jangka Pendek 5 tahun ,Tahun 2018 – 2022 c. Tahap II jangka Menengah 5 tahun , Tahun 2023 – 2027 d. Tahap IV Jangka Panjang 10 tahun , Tahun 2027 - 2035

3.2.2.2.1 Kapasitas Sistem

Sesuai dengan skenario pengembangan sistem yang dibagi 4 tahap, maka kapasistas sistem masing –masing tahapan sebagai berikut :

Tahap I sebesar 100 lt /det , sumber air baku Sungai Balingka Tahap II sebesar 300 lt/det , sumber air baku Sungai Balingka

(24)

Gambar 3.1

Rencana Pentahapan Pengembangan SPAM Kota Bukittingi Tahun 2016-2022

Gambar 3.2

(25)

3.2.2.2.2 Pentahapan Pelaksanaan Program

1. Tahap Mendesak (2016 dan 2017):

Kegiatan prioritas pada Tahap Mendesak bersifat pengembangan sumberdaya manusia, baik secara kuantitas (penambahan sumberdaya manusia) ataupun kualitas (pembangunan kapasitas sumberdaya manusia). Kegiatan pada tahap ini juga akan diisi dengan program perkuatan kelembagaan pengelola SPAM, baik PDAM maupun non-PDAM, optimalisasi kinerja semua infrastruktur eksisting, termasuk pengamanan broncaptering /intake, penyediaan pompa, serta kecukupan pasokan energi. Selain itu pada Tahap Mendesak juga akan dilakukan kajian sistem tarif.

2. Tahap Jangka Pendek (2018 sd 2022):

Kegiatan Tahap Jangka Pendek bersifat optimalisasi kinerja infrastruktur eksisting, utamanya kecukupan Reservoar, perbaikan jaringan pipa, serta penyempurnaan sistem sambungan (Sambungan Rumah dan atau Hidran Umum) beserta kelengkapan instrumen pengukur. Pada saat bersamaan kegiatan ini juga disertai dengan sosialisasi sistem tarif serta pengembangan perangkat hukum (misal Peraturan walikota), dlsb. Pengembanan kapasitas dan pemanfaatan air permukan Batang Ngarai Sianok sebagai potensi sumber air baku.

3. Tahap Jangka Menengah (2023-2027):

Kegiatan pada Tahap Jangka Menengah akan berisi kegiatan yang bersifat Kajian tentang pengembangan air baku yang berasal dari SPAM Regioinal yaitu Pemanfaatan Sumber Air Baku Sungai Balingka (kabupaten Agam) juga menjadi prioritas utama, 4. Tahap Jangka Panjang (2028-2035):

Kegiatan pada Tahap Jangka Panjang akan berupa usaha pemeliharan keberlanjutan program Rencana Induk SPAM dengan memperhatikan dinamika pembangunan infrastruktur yang terkait dengan pengembangan potensi ketersediaan air baku.

(26)

3.2.2.3 Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum

Pada awalnya, istilah yang digunakan adalah Unaccounted for Water (UFW). Istilah Unaccounted for Water (UFW) pada masa lalu telah dipakai secara luas. Secara sederhana UFW juga diartikan sebagai Kehilangan Air. Tidak ada yang mendefinisikan UFW secara detil sehingga pemahaman pelaku air minum mengenai UFW menjadi sangat luas dan beragam. Istilah UFW kemudian digantikan oleh NRW yaitu Non-Revenue Water atau dapat di Bahasa Indonesiakan sebagai Kehilangan Air. Pengindonesiaan ini dipilih karena definisi dari Kehilangan Air (Water Losses) adalah selisih antara jumlah air yang dipasok kedalam jaringan perpipaan air dan jumlah air yang dikonsumsi.

Tingkat Kehilangan Air adalah persentase perbandingan antara kehilangan air dan jumlah air yang dipasok ke dalam jaringan perpipaan air.

Dengan demikian, dapat dikatakan NRW mencakup pemahaman kehilangan air dan tingkat kehilangan air. Pergantian peristilahan dari UFW ke NRW terjadi mulai tahun 2000, ketika istilah NRW direkomendasikan oleh International Water Association (IWA) pada Tahun 2000 melalui Manual of Best Practice: Performance Indicators for Water Supply Services yang diterbitkan oleh IWA Publishing Tahun 2000.

Kehilangan air atau NRW berbeda dengan Kebocoran Air (Water Leakage). Pengertian kebocoran air dapat dikatakan lebih sempit dari kehilangan air. Dari referensi (text book ) penulis sering menjumpai istilah water leakage, yang diartikan kebocoran air dan biasanya istilah water leakage sering diilustrasikan dengan gambar pipa bocor. Oleh sebab itu water leakage atau kebocoran air lebih tepat digunakan untuk kehilangan air secara fisik/teknis saja. Mengikuti pemahaman internasional, maka terdapat dua jenis kehilangan air, yaitu:

1. Kehilangan air pada sistim distribusi, termasuk di dalamnya kebocoran pipa, joint, fitting, kebocoran pada tangki dan reservoir, air yang melipah keluar dari reservoir, dan open-drain atau sistem blow-offs yang tidak memadai. Kehilangan ini disebut sebagai real losses (Thornton, dkk, 2008,5) atau disebut sebagai kehilangan teknis.

Kehilangan air = Jumlah Air Yang Dipasok – Jumlah Air Yang Dikonsumsi

Kehilangan Air

(27)

Kehilangan teknis difahami sebagai kehilangan air secara fisik dari sistem yang bertekanan, sampai dengan titik meter air pelanggan. Volume kehilangan tahunan berdasarkan semua tipe kebocoran, pipa pecah dan limpasan tergantung pada frekuensi, debit, dan rata-rata lamanya kebocoran individu. Dengan catatan, meskipun kehilangan air secara fisik yang terjadi setelah meter air pelanggan adalah tidak termasuk dalam perhitungan Kehilangan Air Teknis, namun tetap berarti, sehingga perlu diperhatikan dalam pengelolaan kebutuhan air.

2. Kehilangan non fisikal, yang berakibat kepada kehilangan penerimaan atas pengelolaan air, termasuk di dalamnya meteran yang tidak akurat hingga penggunaan air secara tidak sah atau ilegal, kehilangan ini disebut sebagai apparent losses (Thornton, dkk., 2008,5) atau kehilangan air komersial. Kehilangan air komersial difahami sebagai perhitungan untuk semua tipe dari ketidak akuratan termasuk meter air produksi dan meter air pelanggan, ditambah konsumsi tidak resmi (pencurian atau penggunaan air illegal). Dengan catatan , bahwa pencatatan pada meter air produksi yang lebih rendah dari yang sebenarnya, dan pencatatan pada meter air pelanggan yang lebih tinggi dari yang sebenarnya, menyebabkan perhitungan kehilangan air lebih rendah dari yang sebenarnya. Sebaliknya pencatatan pada meter air produksi yang lebih tinggi dari yang sebenarnya, dan pencatatan pada meter air pelanggan yang lebih rendah dari yang sebenarnya, menyebabkan perhitungan kehilangan air lebih tinggi dari yang sebenarnya.

Tabel 3.4

Analisis Kualitas Kesehatan Pelayanan PAM dari Indikator NRW Model Firdaus Ali (2009)

Tingkat Kehilangan Air

(NWR) Kondisi Kesehatan Tindakan “Medis” Diperlukan

0 % - 10% Sehat Hidup Seperti Bias

10 % – 15% Kurang Sehat Hati-hati. Pola Makan harus Diatur

15 % - 20 % Tidak Sehat Berobat ke dokter

20 % - 25 % Sakit Rawat Inap

Di atas 25% Stroke ICCU

(28)

didetilkan, di mana 15% adalah kebocoran teknis dan 10% adalah kebocoran komersial. Lebih dari toleransi itu, maka publik dibebani oleh biaya inefisiensi bisnis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral maupun secara proses bisnis yang wajar dan bertanggung jawab.

3.2.2.3.1 Program Rehabilitas dan Perluasan Jaringan

Program rehabilitasi dan program perluasan jaringan dalam zona pelayanan yang masih kosong merupakan dua program yang saling berkaitan erat, karena air yang dihemat dari program rehabilitasi dapat segera disalurkan ke konsumen baru di sekitarnya tanpa membangun jaringan distribusi lagi. Di PDAM Kota Bukittinggi, program penurunan angka kebocoran perlu ditekan sampai dengan nilai di 24 %. Diakhir perencanaan tahun 2035. Program pengendalian kehilangan air dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan hingga akhir perencanaan jangka panjang tahun 2035, dengan kegiatan antara lain :

1. Pemantapan data jaringan distribusi primer, skunder dan tersier. 2. Pemantapan data sambungan pelanggan.

3. Pemasangan meter induk pada reservoar distribusi. 4. Pembentukan zona dan pemasangan katup.

5. Pemantauan kehilangan air melalui zona.

6. Rehabilitasi dan rasionalisasi jaringan pipa distribusi.

7. Pemutusan penyadapan air langsung dari pipa transmisi ke pelanggan.

8. Optimaslisasi pipa transmisi sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi.

9. Penambahan sambungan pelayanan baru dari hasil penurunan kehilangan air dan optimaslisasi kapasitas produksi.

Kegiatan yang dilakukan untuk program pengendalian kehilangan air berupa : 1. Survey jaringan

Dalam kegiatan survey jaringan, kegiatan yang dikerjakan antara lain :

a. Menginventarisasi seluruh dokumen jaringan pipa yang ada di PDAM (termasuk didalamnya jaringan pipa transmisi)

b. Membuat penomoran yang sistematis untuk semua junction dan node yang ada dalam jaringan pipa

(29)

d. Melakukan survey terhadap acessories yang terpasang (gate valve, air valve, jembatan pipa, wash out, fire hidrant dan lain-lain)

e. Mencatat dan menggambar seluruh hasil survey yang ditemui dilapangan f. Penggambaran hasil survey dalam peta

2. Pembentukan zona pelayanan

Untuk memudahkan pengendalian kehilangan air dan memudahkan dalam mengontrol dan mengelola jaringan pipa distribusi, perlu dibentuk zona-zona pelayanan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Tekanan air minimum kurang lebih 1,5 atm

b. Zona pelayanan dapat diisolasi dari zona pelayanan lain disekitarnya, dengan memasang katup-katup pembatas.

c. Penambahan meter induk pada zona pelayanan yang belum terpasang.

d. Dalam pembentukan zona pelayanan seringkali harus dipasang jalur pipa baru untuk pemerataan tekanan dan normalisasi junction. Normalisasi junction dilakukan setelah ada temuan dalam jaringan dan hasil survey jaringan.

3. Survey Teknis Konsumen

Survey konsumen dilakukan terhadap seluruh konsumen dan dilakukan secara simultan terhadap seluruh zona pelayanan guna mendapatkan kondisi eksisting terbaru dari sambungan pelanggan. Dari hasil survey teknis konsumen yang dihasilkan, disusun daftar sambungan konsumen (besarnya konsumsi pemakaian air dan golongan tarif pelanggan). Daftar pelanggan dikelompokkan berdasar zona-zona yang telah ditentukan.

4. Perbaikan Sambungan Konsumen

Perbaikan sambungan konsumen dilakukan berdasarkan temuan-temuan dari survey konsumen dan dikelompokkan berdasarkan permasalahan yang ada, termasuk didalamnya pemasangan meter air untuk konsumen yang belum ada meter airnya. 5. Pemasangan Alat Ukur/Meter air

(30)

masing-6. Deteksi Kehilangan Air

Dalam kegiatan ini, zona pelayanan dioperasikan melalui meter induk zona dan diisolasi dari zona lain disekitarnya. Dalam mengisolasi jaringan seluruh konsumen dalam zona pelayanan yang sedang dipantau maupun zona pelayanan lainnya harus tetap mendapatkan pasokan air yang cukup. Untuk mengetahui terisolasinya zona pelayan dilakukan dengan memantau aliran wash out yang ada dalam zona pelayanan tersebut. Pada saat semua pipa input untuk zona pelayanan tersebut ditutup dan tidak ada lagi air yang keluar dari wash out, maka zona pelayanan tersebut dinyatakan telah terisolasi.

Besarnya kehilangan dari di zona tersebut dapat dihitung degan membandingkan debit yang masuk apda zona dengan total konsumsi konsumen. Apabila nilai kehilangan air zona pelayanan tersbut cukup besar (melebihi nilai kehilangan air yang diijinkan), maka dilanjutkan dengan mendeteksi kehilangan air pada jaringan IPA secara visual. Semua titik-titik kebocoran harus diinventarisir dan kemudian dibuat daftar prioritas berdasarkan kondisi, umur pipa, banyaknya titik kehilangan air dalam satu jalur pipa dan panjang pipa.

7. Rehabilitasi

Rehabilitasi dilakukan berdasarkan daftar yang disusun pada saat deteksi kehilangan air dan program perbaikan kebocoran pipa dilaksanakan. Pelaksanaan perbaikan kebocoran harus menggunakan fitting yang tepat. Rehabilitasi dilakukan untuk jalur-jalur pipa yang nilai dan titik kebocorannya cukup besar dan dominan, serta tingkat kerusakan pipa yang lebih parah.

8. Monitoring Secara Berkala

(31)

9. Pemeliharaan Jaringan Pipa Transmisi dan Distribusi

Pemeliharaan jaringan pipa transmisi dan distribusi dapat dilakukan dengan cara melakukan penggelontoran secara berkala, pembukaan blow off, pemeriksaan air valve dan mereparasi dan melakukan kalibrasi meter air pelanggan secara berkala. Untuk melakukan kegiatan reparasi dan kaliberasi metera air pelanggan, perlu adanya bengkel meter air. Selain itu program yang dapat dilakukan dalam pengendalian kehlangan air adalah membuat pilot project dengan membentuk satgas penanggulangan kebocoran dengan kegiatan :

a. Melaksanakan program produksi kehilangan air baik didalam maupun diluar pilot project, yang meliputi seluruh wilayah pelayanan PDAM

b. Pembentukan dan pengisolasian distrik pilot project untuk melakukan penurunan kehilangan, dipakai cara meterisasi distrik dan meterisasi kebocoran. c. Sebelum melakukan kegiatan survey pelanggan di lokasi proyek, terlebih dahulu

dilakukan pengumuman ke para pelanggan

d. Pemesanan/persiapan peralatan untuk pengujian bertahap, harus disiapkan dahulu sebelum pekerjaan di lapangan dilakukan

e. Melakukan survey lapangan konsumen dengan tujuan mendata kondisi sambungan rumah, perpipaan, meter air, pemakaian air baik kuantitas maupun kualitasnya juga tekanan air dalam pipa

f. Mendeteksi lokasi kebocoran pada suatu jalur perpipaan dengan alat deteksi kebocoran

g. Melakukan perbaikan kebocoran;

h. Membuat analisa terhadap kebocoran dan membuat biaya penurunan kebocoran

3.2.2.3.2 Program Pemasaran dan Komunikasi Massa

A. Bidang Pemasaran

(32)

1). Pengembangan organisasi bidang pemasaran meliputi:

a. Memperbaiki organisasi pemasaran, ketrampilan staf dan apresiasi terhadap strategi dan isu-isu pemasaran.

b. Melakukan pengumpulan data dan informasi yang akurat menganai calon pelanggan dan potensi pasar.

c. Melakukan program pelatihan untuk meningkatkan apresiasi bagian pemasaran terhadap strategi dan teknik pemasaran.

2). Pengembangan media pemasaran meliputi kegiatan: a. Membuat modul-modul pemasaran.

b. Melakukan kegiatan pemasaran kepada calon pelanggan melalui penerbitan brosur pelayanan PDAM, promosi melalui media (radio, surat kabar dan pameran-pameran).

c. Memberi akses bagi pelanggan untuk memperoleh informasi mengenai rekening dengan mudah melalui media elektronik.

d. Melakukan publikasi PDAM secara lebih luas, melalui pameran-pameran terkait dengan air minum.

B. Peningkatan Komunikasi Pelanggan

Pelanggan adalah bagian penting dari PDAM, karena itu PDAM harus meningkatkan komunikasi yang baik dengan pelanggan sehingga PDAM mengetahui opini pelanggan dan pelanggan juga mengetahui gambaran yang jelas mengenai dukungan yang perlu mereka berikan kepada PDAM, misalnya:

1. Kepuasan pelanggan atas pelayanan, baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas

2. Keterjangkauan harga air bagi pelanggan dan alasan penetapan tarif Pelayanan administrasi yang mudah baik dalam pembayaran rekening maupun dalam proses penyambungan baru

3. Respon yang cepat dalam menangani keluhan yang disampaikan oleh pelanggan baik yang bersifat teknis maupun admintrasi.

a. Program peningkatan komunikasi pelanggan dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: Meningkatkan pelayanan pelanggan khususnya komunikasi dengan pelanggan dan calon pelanggan melalui kotak saran di kantor PDAM b. Melakukan survey kepuasan pelanggan di seluruh wilayah pelayanan PDAM,

(33)

3.2.2.3.3 Program Bidang Organisasi dan Sumber Daya Manusia

a. Penerapan Sistem Manajemen Terpadu

Penerapan sistem manajemen mutu terpadu (Total Quality Manajemen,TQM) bertujuan untuk memperbaiki pelayanan secara substansial kepada pelanggan. Secara umum konsep ini bertumpu pada filosofi sebagai berikut :

1) Memfokuskan perhatian kepada konsumen, baik konsumen eksternal yaitu para pelanggan maupun konsumen internal yaitu para karyawan dan bagian yang saling berinteraksi dan saling menunjang dalam lingkungan perusahaan

2) Perhatian penuh kepada penyempurnaan berkelanjutan (kualitas selalu dapat diperbaiki, tidak ada kata puas)

3) Penyempurnaan pada setiap aktivitas perusahaan

4) Penggunaan teknik-teknik statistika dalam mengukur setiap variabel utama dalam operasi agar pengukuran dan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan akurat 5) Pemberdayaan karyawan dengan melibatkan personil di semua lini dalam proses

penyempurnaan kualitas pelayanan Pelaksanaan Sistem TQM melalui :

1) Sosialisasi dan pelatihan bagi seluruh Kepala Bagian dan Kepala Sub bagian

2) Pengembangan prosedur statistika untuk mengontrol kualitas air baku, kaulitas air distribusi, tekanan di jaringan distribusi, zona pelayanan dan sambungan pelanggan 3) Pembentukan sejumlah gugus kendali mutu (GKM), keanggotaan gugus dapat ditetapkan

secara sukarela

4) Pengumpulan data primer melalui survey kepuasan pelanggan, survey potensi pelanggan, survey pegawai, dan survey teknis lainnya dengan tujuan agar keputusan dan tindakan yang diambil tidak didasarkan pada opini sejumlah orang baik di dalam maupun di luar PDAM, namun juga berdasarkan data dan informasi lapangan.

5) Analisa jabatan untuk mempelajari sukses (best practise) yang dicapai PDAM/perusahaan lain untuk bisa diadopsi di lingkungan PDAM.

b. Penyusunan Pedoman Kerja

(34)

1) Pedoman Operasi dan Pemeliharaan 2) Pedoman Penyusunan Tarif Air Minum 3) Pedomana Pemasaran dan Kehumasan 4) Modul-modul Pelatihan Intern

3.2.2.3.3 Program Keuangan

Keuangan yang dapat menopang kegiatan operasional dan program-program investasi dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang ditentukan sangat diperlukan sehingga target-target yang ditetapkan seperti peningkatan pendapatan bisa sepenuhnya tercapai sesuai rencana. Kegagalan dalam mencapai target-target investasi dan keuangan dapat menyebabkan timbulnya beban keuangan dalam bentuk biaya modal yang tinggi yang tidak bisa ditutup oleh penerimaan yang dibawah target.

Program perbaikan manajemen keuangan dapat dilakukan dengan cara :

1) Meningkatkan prosedur keuangan internal, panduan staf, pengawasan ke dalam dan pelatihan staf untuk meningkatkan lebih baiknya laporan keuangan melalui sistem komputer keuangan.

2) Memperluas kesempatan untuk menjaring dana hibah atau bantuan untuk pengembangan PDAM.

3) Penyusunan Finansial Recovery Action Plan (FRAP) dan penyesuaiannya sekali 5 tahun kedepan dari pengeluaran modal dan biaya operasional yang diperlukan dan pendapatan yang ditargetkan untuk menutupi biaya.

4) Meningkatkan kesadaran biaya di seluruh jajaran PDAM dengan menekan biaya-biaya yang tidak berhubungan langsung dengan biaya sumber, biaya produksi dan biaya distribusi air.

5) Secara bertahap melakukan rasionalisasi terhadap sistem produksi untuk menghemat biaya bahan kimia dan biaya listrik.

6) Meningkatkan upaya pencairan piutang tak tertagih.

(35)

3.2.3 Stategi Sanitasi Kota (SSK)

Sasaran dan arahan pentahapan pencapaian pembangunan dan pengelolaan sektor sanitasi mengacu pada arahan SSK Kota Bukittinggi, yaitu:

A. Air Limbah

sasaran dan arah pengelolaan air limbah dapat dirumuskan:

1. Pemantauan dan pengawasan pengelolaan air limbah, terutama ketersediaan sarana pembuangan limbah.

2. Pengawasan fasilitas tempat BABS yang sesuai dengan syarat kesehatan yang dilengkapi dengan tangki septik aman.

3. Penyediaan sarana prasarana sanitasi; jamban dan saluran pengolahan air limbah secara individual atau komunal dengan sistem komunal (on site system).

4. Pengembangan sistem pengelolaan air limbah dengan pola sanitasi berbasis masyarakat atau dikenal dengan penyediaan tangki septik komunal dalam bentuk shelter tanpa pipa penyaluran/sewerage.

5. Pengembangan pengelolaan air limbah dengan sistem terpusat (Off- site system pada kawasan perkotaan padat permukiman.

6. Penyediaan sarana IPLT

7. Penyediaan sarana jasa layanan mobil sedot tinja. B. Persampahan

Sasaran dan arahan pengembangan prasarana persampahan meliputi :

1. Pemilihan lokasi baru untuk tempat pengelolaan akhir harus sesuai dengan persyaratan teknis dan daya dukung lingkungan

2. Pengurangan masukan sampah ke TPA dengan konsep reduce-reuse-recycle di sekitar wilayah sumber sampah.

3. Pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis.

4. Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan tidak bergerak.

(36)

C. Drainase

Sasaran dan arahan penanganan sistem drainase adalah:

1. Saluran primer: pada umum memanfaatkan sungai dan anak-anak sungai lainnya; 2. Saluran sekunder, disamping memanfaatkan anak sungai (saluran) juga membangun

saluran permanen baik saluran terbuka maupun tertutup terutama dikiri kanan jalan utama.

3. Saluran tersier; berupa saluran yang sebagian mengikuti sistem jaringan jalan yang bentuk fisiknya berupa saluran tanah maupun saluran permanen.

D. Air Bersih

Arahan penanganan sistem air bersih direncanakan sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan sumber air bersih yang ada saat ini;

2. Peningkatkan kapasitas produksi dan distribusi, yaitu dengan meningkatkan diameter pipa, penambahan jaringan pipa transmisi, distribusi, dan tersier ;

3. Memperbaiki jaringan distribusi yang rusak serta memelihara dengan baik jaringan tersebut guna meminimalisasi kebocoran yang terjadi selama distribusi;

4. Menyediakan pompa-pompa cadangan pada tiap-tiap unit PDAM sehingga apabila terjadi kerusakan, produksi dan distribusi air bersih oleh PDAM tidak terganggu; 5. Khusus untuk daerah perbukitan, diarahkan untuk tetap menggunakan sumur bor

dengan pengelolaannya diserahkan permasing-masing kawasan;

6. Penyediaan air bersih diutamakan untuk daerah-daerah padat penduduk, seperti ibukota kecamatan dan pusat-pusat permukiman;

7. Sejalan dengan pengembangan jaringan jalan, maka penyediaan jaringan air bersih juga dapat memanfaatkannya sebagai akses penunjang dalam penambahan jaringan-jaringan baru.

E. Kesehatan/Higiene

Arahan penanganan sistem kesehatan/higiene sebagai berikut: 1. Upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

(37)

3.2.4 Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

Berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

a. Program Bangunan dan Lingkungan; b. Rencana Umum dan Panduan Rancangan; c. Rencana Investasi;

d. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan e. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

Gambar 3.2

(38)

Gambar 3.3

Kedudukan RTBL dalam Perencanaan Spasial

3.2.4.1 RTBL Ngarai Sianok

Panduan Rancang Bangun Kawasan Ngarai Sianok telah diatur dalam Peraturan Walikota Bukittinggi No. 5 Tahun 2013, tentang RTBL Kawasan Ngarai Sianok. Dengan visi pembangunan dan pengembangan Kawasan adalah “Terwujudnya Kawasan Ngarai Sianok sebagai Kawasan Lindung yang mempunyai nilai ekonomis dalam

(39)

mendukung pengembangan kepariwisataan berwawasan lingkungan di Kota

Bukittinggi”. Sedangkan Konsep perancangan kawasan sebagai berikut:

1. Mengarahkan pemanfaatan ruang antara kawasan konservasi dan kawasan terbangun, dimana area sungai, ngarai, tebing dan sempadan ngarai selebar 100m sebagai kawasan konservasi yang hanya boleh dimanfatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Wisata, seperti :

a. Plaza Pandang b. Area Berkemah c. Jalur Pedestrian d. Jalur Sepeda

2. Diluar kawasan tersebut diatas merupakan kawasan terbangun yang boleh dimanfaatkan sebagai fasilitas pendukung RTH Kawasan Wisata, seperti :

a. Medan Bapaneh b. Warung makan-minum c. Kios Souvenir

d. Area Parkir

e. Resort & penginapan

3. Antara kawasan konservasi dan kawasan terbangun dipisahkan oleh jalur jalan kendaraan bermotor dan tidak bermotor dengan lebar 2 (dua) jalur;

4. Menghubungkan spot-spot lokasi yang mempunyai view menarik dengan jalur pedestrian dan jalur sepeda;

5. Menciptakan ruang-ruang terbuka untuk ruang aktivitas warga;

(40)

Gambar 3.4

Prinsip Perancangan Kawasan

Gambar 3.5

(41)

Gambar 3.6

Rencana Intensitas Lahan

Gambar 3.7

(42)

Blok pengembangan Kawasan Ngarai Sianok terdiri atas:

(43)
(44)

3. Blok 3A, Area Koto Barangai, sebagai kawasan konservasi dan sempadan Ngarai.

Dasar Perencanaan :

a)Proyeksi jumlah pengunjung :

 Blok 3A: 100 org/hari (hari libur)

 Blok 3B: 1.000 org/hari (hari libur) b)Sumber air bersih suplai dari mata air

(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

3.2.4.2 RTBL Pasar Atas

3.2.4.2.1 Visi Pembangunan

Untuk penataan Kawasan Pasar Atas dan diekitarnya dilaukan dengan pendekatan visi yaitu “Menciptakan kawasan perdagangan dan jasa skala wilayah berbasis wisata” sedangkan misinya adalah :

Meningkatkan kualitas fungsional kawasan Meningkatkan kualitas visual kawasan Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan

3.2.4.2.2 Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan

Konsep tata guna lahan dalam kawasan perencanaan pada prinsipnya akan memperkuat karakter guna lahan yang sudah ada saat ini dalam upaya untuk meningkatkan permeabilitas kawasan. Permeabilitas yang tinggi hanya bernilai bila suatu tempat memberikan pilihan pengalaman. Oleh karena itu keanekaragangan suatu kawasan merupakan unsur yang penting dalam perancangan lingkungan. Keanekaragaman suatu tempat menyiratkan tempat dengan bentuk yang berbeda

Sebuah tempat dengan tata guna yang berbeda akan memiliki tipologi bangunan yang berbeda dari berbagai bentuk

Tempat ini menarik keanekaragaman orang pada waktu yang berbeda dan untuk alasan yang berbeda

Bentuk bangunan yang berbeda, kegiatan yang berbeda dan orang yang berbeda akan memberikan campuran persepsual yang kaya. Pemakai yang berbeda akan memberikan penafsiran tempat tersebut dengan cara yang berbeda. Sehingga kawasan ini akan memiliki makna yang beranekaragam. Keanekaragaman tidak hanya sekedar menempatkan fungsi yang berbeda namun fungsi tersebut harus saling mendukung, setidaknya dalam satu kawasan terdapat dua fungsi yang saling mendukung yaitu fungsi primer dan fungsi sekunder. Fungsi primer akan menjadi magnit dalam kawasan, sedangkan fungsi sekunder yang kurang menarik pendatang ditempatkan diantara dua magnit. Dengan demikian tata guna ini mendukung fungsi primer memberikan dukungan pada fungsi sekunder.

(51)

3.2.4.2.3 Konsep Komponen Perancangan Kawasan

Arahan pengembangan guna lahan Kawasan Perdagangan Pasar Atas dilihat dari karakter spasialnya adalah pola perdagangan yang terbentuk secara organik mengikuti alur pergerakan dan memiliki keteraturan. Permasalahan sarana dan prasarana pendukung kegiatan perdagangan masih menjadi kendala dalam pengembangan kawasan ini dan sebagian masih terjadi percampuran fungsi kegiatan perdagangan dan hunian sehingga menimbulkan dampak negatif.

Konsep perencanaan dari tata guna lahan dan ruang di kawasan pusat Kota Bukittinggi khususnya Sekitar Kawasan Pasar atas diarahkan untuk dikembangkan menurut peruntukkan yang ditetapkan di kawasan tersebut. Pengembangan guna lahan melalui alokasi peruntukkan bangunan dan lingkungannya didasarkan atas kebutuhan, potensi dan permasalahan kawasan yang ada serta tidak lepas dengan analisis tata bangunan dan lingkungan yang telah ditetapkan. Pengembangan guna lahan diarahkan dengan berpedoman pada prinsip keragaman yang seimbang dan keterpaduan masing-masing sektor aktivitas yang ada di Sekitar Kawasan Pasar Atas dan Pasar Bawah Kota Bukittinggi.

a. Konsep penataan Zona Perdagangan dan Jasa

Alokasi zona perdagangan dan jasa diarahkan pada upaya pemantapan zona perdagangan dan jasa pada koridor jalan utama (sekitar Kawasan Pasar atas). Aktivitas yang diperkenankan dikembangkan di zona ini meliputi pertokoan, supermarket, perhotelan, fasilitas penginapan, dan sejenisnya. Orientasi pengembangan diarahkan pada upaya-upaya meliputi :

a. Mempertahankan zona perdagangan yang ada saat ini dengan melakukan pengembangan dan penataan pada beberapa titik blok peruntukkan sehingga fungsi perdagangan dan jasa tetap optimal.

b. Pemeliharaan guna tercipta keserasian lingkungan karena banyaknya bangunan baru yang tidak terkontrol IMB-nya, ketidakserasian bangunan akan menyebabkan berkurangnya nilai estetika kawasan.

Gambar

Tabel 3. 1
Tabel 3. 2
Tabel 3.3
Gambar 3.1 Rencana Pentahapan Pengembangan SPAM Kota Bukittingi Tahun 2016-2022
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pusat permukiman baru yang dipromosikan dalam Kabupaten Bireuen adalah Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp), antaralain: a. Kawasan ini akan merujuk kepada pengembangan

Arahan Kebijakan & Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya|3- 13  pengembangan penyediaan perumahan untuk semua lapisan masyarakat; dan  pengembangan kawasan

Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata

Visi penyelenggaraan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mengusahakan dan mendorong terwujudnya kondisi setiap orang atau keluarga di Indonesia yang mampu

pelarangan alih fungsi pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung; pembatasan pengembangan sarana dan prasarana di dalam dan di sekitar kawasan yang ditetapkan

“Terwujudnya permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur bidang keciptakaryaan yang terpadu dan inklusif melalui

Untuk itu, Ditjen Cipta Karya perlu melakukan pengembangan wilayah pada skala. perkotaan (city-wide) maupun penataan kawasan di beberapa kota yang

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya Kota Tegal disusun dengan