• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan Wistar : kajian terhadap organ hati dan aktivitas alanin aminotransferase - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan Wistar : kajian terhadap organ hati dan aktivitas alanin aminotransferase - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Novianti NIM : 06 8114 107

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Novianti NIM : 06 8114 107

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

PADA TIKUS JANTAN DAN AKTIVITAS

iii

PADA TIKUS JANTAN WISTAR: KAJIAN TERHADAP OR DAN AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFERASE

Oleh: Novianti NIM : 068114107

Skripsi ini telah disetujui oleh

(4)
(5)

Bersukacita

sabarlah dala

bertekunlah

Serakanlah segala kekuatiran

memelihara kamu

Tuhan

Ke Hendrik, Ke Herw

v

rsukacitalah dalam pengharapan,

arlah dalam kesesakan, dan

tekunlah dalam doa.

Roma 12:12

erakanlah segala kekuatiranmu kepada -Nya, sebab Ia yang

memelihara kamu.

1 Petrus 5:7

Kupersembahkan skripsi ini untu Tuhan Yesus yang selalu menjaga, melindungi, dan

Papa dan mama, sebagai tanda kasih dan sayangku kepada kalia Ke Hendrik, Ke Herwin, dan Juliani atas doa, perhatian, dan dukungannya

Daryono Thejo atas perhatian, dukungan, dan kerjas Teman-teman Farmasi angk’ 2006 dan Almamaterku

Nya, sebab Ia yang

1 Petrus 5:7

(6)

Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama

Nomor Mahasiswa

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

PENGARUH PEMBERIAN PADA TIKUS JANTAN

DAN AKTIVITAS ALANIN AMINOTRANSFER

Dengan demikian, saya Dharma, hak untuk mengelolanya dalam bentuk mempublikasikannya tanpaperlu meminta izin

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini ya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 19 Desember

Yang menyatakan

( Novianti )

vi

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: : Novianti

Nomor Mahasiswa : 068114107

pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PEMBERIAN AKUT JUS WORTEL (Daucus

JANTAN WISTAR : KAJIAN TERHADAP OR ALANIN AMINOTRANSFERASE

demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan

meminta izin dari saya maupun memberikan royalt selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

19 Desember 2009

mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

aucus carota L.)

TERHADAP ORGAN HATI

(7)

vii

memberikan berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Akut Jus Wortel (Daucus carota L.)

pada Tikus Jantan Wistar: Kajian terhadap Organ Hati dan Aktivitas Alanin

Aminotransferase”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk

memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

1. Ibu Rita Suhandi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan pengarahan demi tercapainya penyusunan skripsi ini.

3. Ibu drh. Renny Kusumastuti M.P selaku Dosen Pendamping dalam

pengamatan histopatologi yang telah menyediakan waktu dan memberikan

banyak masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Phebe Hendra M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan banyak masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan banyak masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Mama, Papa, Ke Hendrik, Ke Herwin, dan Juliani yang selalu memberi

(8)

8. Mas Parjiman, Mas

berkerja di laboratorium.

9. Pius dan Thomas yang telah membantu selama bekerja di laboratorium.

10. Riana, teman-teman

membantu penulis selama ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari bahw

kesalahan dan kekurangan.

saran dan kritik dari

penulis berharap skripsi

pengetahuan.

viii

Parjiman, Mas Heru, dan Mas Kayat yang telah membantu

berkerja di laboratorium.

Pius dan Thomas yang telah membantu selama bekerja di laboratorium.

teman kost Flourent, yang telah memberikan saran

membantu penulis selama ini.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan

tik dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan perkembangan telah membantu selama

Pius dan Thomas yang telah membantu selama bekerja di laboratorium.

memberikan saran dan selalu

ini masih banyak terjadi

mengharapkan adanya

skripsi ini. Akhir kata,

dan perkembangan ilmu

Penulis

(9)

memuat karya atau bagian

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

ix

atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

Yogyakarta, 20 November 2009

Penulis

Novianti

telah disebutkan dalam

November 2009

Penulis

(10)

x

terhadap histopatologi hati, aktivitas Alanin Aminotransferase (ALT), dan melihat korelasi antara hasil pengamatan histopatologi organ hati dengan aktivitas ALT.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh ekor tikus jantan Wistar, berat 100-200 gram, umur 60-90 hari dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol negative. Kelompok ini diberi air minum 25 ml/kgBB. Kelompok II-V sebagai diberi jus wortel dengan dosis berturut-turut 1,094 g/kgBB, 2,188 g/kgBB, 4,375 g/kgBB dan 8,750 g/kgBB. Konsentrasi jus wortel adalah 35%. Penelitian ini mengamati perubahan berat badan, gejala klinis, jumlah tikus yang mati, histopatologi hati, dan aktivitas ALT. Aktivitas ALT pra perlakuan dan rasio organ hati dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk kemudian dilanjutkan dengan One Way ANOVA atau Kruskall Wallis. Aktivitas ALT pra dan pasca perlakuan dibandingkan dengan uji paired t-test. Aktivitas ALT hari ke-1 dan ke-14 pasca perlakuan dibandingkan dengan unpaired t-test. Perubahan berat badan dianalisis menggunakan Two Way ANOVA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus wortel tidak menyebabkan kematian subjek uji (LD50 semu >8,750 g/kgBB). Pemberian jus wortel tidak menimbulkan gejala toksik. Pengamatan histopatologi hati menunjukkan bahwa jus wortel menyebabkan perubahan struktural sel hati seperti radang akut polimorfonuklear (PMN) dan nekrosis. Jus wortel tidak menyebabkan perubahan aktivitas ALT. Aktivitas ALT tidak berkorelasi dengan kerusakan sel hati dalam penelitian ini.

(11)

xi

correlation between liver histopathology and ALT activity.

The research was a true experimental with random one way research. Thirty male rats of Wistar strain, weighty 100-200 grams and age 60-90 days were divided randomly in five group of dosage. The first group was a negative control group. This group was treated with drinking water 25 ml/kgBW. Then II-V group were treated with carrot juice in each dosage 1,094 g/kgBW, 2,188 g/kgBW, 4,375 g/kgBW and 8,750 g/kgBW. Concentration of carrot juice was 35%. The research observed the change of body weight, clinical symptoms, the amount of dead rat, liver histopathology and ALT activity. The ALT activity before treatment and liver’s ratio were analyzed with Shapiro-Wilk and then continued with One Way ANOVA or Kruskall Wallis. ALT activity before and after treatment were compared with paired t-test. ALT activity at the 1st day and the 14th day after treatment were compared with unpaired t-test. The change of body weight was analyzed with Two Way ANOVA.

The result showed that carrot juice did not cause death in experimental subject (pseudo LD50 >8,750 g/kgBW). Carrot juice treatment did not make any toxic symptoms. The observation of liver’s histopathology showed that carrot juice caused structural changes at liver cell, such as PMN acute inflammation and necrosis. Carrot juice did not cause change of ALT activity. The ALT activity did not have any correlation with liver cell damage in this research.

(12)

xii

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xxiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

(13)

xiii

b. Manfaat praktis ... 7

B. Tujuan Penelitian ... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Toksisitas Akut ... 8

1. Kondisi efek toksik ... 9

2. Mekanisme aksi efek toksik... 10

3. Wujud efek toksik ... 11

4. Sifat efek toksik ... 12

5. Kekerabatan dosis respon ... 13

6. Gejala efek toksik ... 15

7. Median Lethal Dosage(LD50) ... 17

B. Wortel (Daucus carota L.)... 18

1. Sistematika tanaman ... ... 18

2. Cultivar... 18

3. Sinonim ... . 20

4. Penelaahan pustaka ... 20

a. Deskripsi ... 20

b. Kandungan kimia ... 20

c. Khasiat ... 20

5. Keterangan lain ... 21

(14)

xiv

2. Mikroskopi hati ... 25

3. Komponen penyusun ... 27

a. Enzim ... 27

b. Bilirubin ... 28

c. Protein ... 28

4. Fungsi... 28

5. Pengamatan makroskopi ... 29

6. Jenis kerusakan hati ... 29

a. Radang Polimorfonuklear (PMN)... 29

b. Degenerasi... 30

c. Perlemakan hati (Steatosis)... 31

d. Nekrosis hati ... 31

e. Kolestatis... 32

f. Sirosis... 33

E. ALT... 33

F. Landasan Teori... 35

G. Hipotesis ... 36

(15)

xv

a. Variabel bebas... 37

b. Variabel tergantung... 37

c. Variabel pengacau terkendali... 37

2. Variable pengacau tak terkendali... 37

3. Definisi operasional ... 38

C. Bahan atau Materi Penelitian ... ... 38

D. Alat atau Instrument Penelitian... 39

E. Tata Cara Penelitian... ... 39

1. Determinasi tanaman wortel (Daucus carota L.) ... 39

2. Pengelompokan hewan uji ... 39

3. Penanganan hewan uji... 40

4. Orientasi penetapan konsentrasi jus wortel (Daucus carota L.) ... 40

5. Orientasi penetapan dosis jus wortel (Daucus carota L.)... 40

6. Pemejanan jus wortel (Daucus carota L.)... 41

7. Pengamatan ... 41

8. Pengambilan darah dan pengukuran ALT ... 42

9. Pengambilan dan pemeriksaan hispatologi ... 43

F. Analisis Hasil ... ... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Wortel (Daucus carota L.) ... 45

(16)

xvi

E. Penetapan Dosis Jus Wortel (Daucus carota L.) ... 47

F. Pengamatan Gejala Klinis... 48

G. Penentuan LD 50... .... 50

H. Pemeriksaan Makroskopi Organ Hati Tikus Jantan Setelah Pemberian Jus Wortel (Daucus carota L.)... 50

I. Pemeriksaan Histopatologi Organ Hati Tikus Jantan Setelah Pemberian Jus Wortel (Daucus carota L.) ... 51

J. Pemeriksaan ALT Tikus Jantan Setelah Pemberian Jus Wortel (Daucus carota L.)... 65

K. Rasio Berat Organ Hati Tikus Jantan Setelah Pemberian Jus Wortel (Daucus carota L.)... 70

L. Perubahan Berat Badan Tikus Jantan Setelah Pemberian Jus Wortel (Daucus carota L.)... 72

M. Asupan Pakan dan Minum Tikus Jantan Setelah Pemberian Jus Wortel (Daucus carota L.)... 73

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN... 84

(17)

xvii

Tabel I. Gejala klinis dalam uji ketoksikan akut... 15

Tabel II. Klasifikasi ketoksikan suatu senyawa ... 17

Tabel III. Hasil pengamatan gejala klinis... 49

Tabel IV. Jumlah tikus jantan yang mati (% respon) selama 24 jam

setelah perlakuan ... 50

Tabel V. Keadaan makroskopi organ hati tikus jantan setelah perlakuan 51

Tabel VI. Gambaran histopatologis hati tikus jantan akibat pemejanan

jus wortel (Daucus carota L.) ... 61

Tabel VII. Aktivitas ALT tikus jantan Wistar sebelum perlakuan ... 65

Tabel VIII. Aktivitas ALT tikus jantan Wistar hari ke-1 setelah perlakuan. 66

Tabel IX. Aktivitas ALT tikus jantan Wistar hari ke-14 setelah

perlakuan ... 67

Tabel X. Perbandingan hasil pengukuran aktivitas ALT tikus jantan

Wistar sebelum perlakuan, hari ke-1, dan hari ke-14 setelah

(18)

xviii

Gambar 1. Foto purple dragon carrot (a), purple haze carrot (b), dan

solar yellow carrot(c) ... 19

Gambar 2. Foto Chantenay carrot (a), Danvers carrot (b), Imperator carrot(c), danNantes carrot(d)... 19

Gambar 3. Struktur β-karoten ... 22

Gambar 4. Penangkapan radikal peroksil (ROO●) oleh β-karoten ... 23

Gambar 5. Perlemakan organ hati... 31

Gambar 6. Kerja GPT di otot dan hati ... 34

Gambar 7. Indikasi infeksi cacing ... 51

Gambar 8. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan normal setelah pemberian air minum Aqua 25 ml/kgBB dengan pengecatan Hematoksilin-Eosin (HE), perbesaran 400x. Keterangan : (1) hepatosit; (2) sinusoid; (3) vena sentralis; (4) sel Kupffer... 52

Gambar 9. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan hemorrhage (a) dan degenerasi hidrofik (b) setelah pemberian air minum Aqua 25 ml/kgBB dengan pengecatan HE, perbesaran 400x. Keterangan : (1) hepatosit; (2) sinusoid; (3) vena sentralis ... 53

(19)

xix

wortel 1,094 g/kgBB dengan pengecatan HE, perbesaran

400x. Keterangan : (1) hepatosit; (2) sinusoid; (3) vena

sentralis ... 54

Gambar 12. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

radang akut PMN (a) setelah pemberian jus wortel 1,094

g/kgBB dengan pengecatan HE, perbesaran 400x.

Keterangan : (1) hepatosit; (2) sinusoid; (3) vena sentralis ... 55

Gambar 13. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

nekrosis (a) dan timbul jaringan ikat fibroblast (b) setelah

pemberian jus wortel 1,094 g/kgBB dengan pengecatan HE,

perbesaran 400x. Keterangan : (1) hepatosit; (2) sinusoid ... 56

Gambar 14. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

degenerasi hidrofik (a) multifokal, nekrosis (b) multifokal,

dan timbul jaringan ikat fibroblast (c) setelah pemberian jus

wortel 1,094 g/kgBB dengan pengecatan HE, perbesaran

100x. Keterangan : (1) vena sentralis... 56

Gambar 15. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

nekrosis (a), degenerasi hidrofik (b), dan peradangan akut

PMN (c) setelah pemberian jus wortel 2,188 g/kgBB dengan

pengecatan HE, perbesaran 400x. Keterangan : (1) hepatosit;

(20)

xx

pemberian jus wortel 2,188 g/kgBB dengan pengecatan HE,

perbesaran 100x. Keterangan : (1) vena porta; (2) arteria

hepatika ... 58

Gambar 17. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

nekrosis (a), degenerasi hidrofik(b), dan hemorrhage (c)

setelah pemberian jus wortel 4,375 g/kgBB dengan

pengecatan HE, perbesaran 400x. Keterangan : (1) hepatosit;

(2) sinusoid... 59

Gambar 18. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

nekrosis (a) difus dengan jaringan ikat fibroblast (b), dan

degenerasi hidrofik (c) multifokal, serta hemorrhage (d)

setelah pemberian jus wortel 4,375 g/kgBB dengan

pengecatan HE, perbesaran 100x. Keterangan : (1) vena porta 59

Gambar 19. Foto mikroskopi organ hati tikus jantan yang mengalami

nekrosis (a) dan degenerasi hidrofik (b) setelah pemberian jus

wortel 8,750g/kgBB dengan pengecatan HE, perbesaran

400x. Keterangan : (1) hepatosit; (2) vena sentralis ... 60

Gambar 20. Konversi β-karoten menjadi vitamin A... 64

Gambar 21. Grafik batang aktivitas ALT sebelum perlakuan. Keterangan:

(21)

xxi

4 (JW 8,750 g/kgBB) ... 65

Gambar 22. Grafik batang aktivitas ALT pada hari pertama setelah

perlakuan. Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25 ml/kgBB);

D1 = Dosis 1 (Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); D2 = Dosis 2

(JW 2,188 g/kgBB); D3 = Dosis 3 ( JW 4,375 g/kgBB); dan

D4 = Dosis 4 (JW 8,750 g/kgBB) ... 66

Gambar 23. Grafik batang aktivitas ALT pada hari ke-14 setelah

perlakuan. Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25 ml/kgBB);

D1 = Dosis 1 (Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); D2 = Dosis 2

(JW 2,188 g/kgBB); D3 = Dosis 3 ( JW 4,375 g/kgBB); dan

D4 = Dosis 4 (JW 8,750 g/kgBB) ... 67

Gambar 24. Grafik batang aktivitas ALT pada hari ke-0, hari ke-1 dan

hari ke-14. Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25 ml/kgBB);

D1= Dosis 1 (Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); D2 = Dosis 2

(JW 2,188 g/kgBB); D3 = Dosis 3 ( JW 4,375 g/kgBB); dan

D4 = Dosis 4 (JW 8,750 g/kgBB). Warna biru= hari ke-0;

warna hijau= hari ke-1; dan warna abu-abu= hari ke-14 ... 69

Gambar 25. Grafik batang rasio organ hati hari pertama setelah perlakuan.

Keterangan: Kontrol negatif = Aqua 25 ml/kgBB; Dosis 1 =

(22)

xxii

Gambar 26. Grafik batang rasio organ hati reversibilitas pada hari ke-14

setelah perlakuan. Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25

ml/kgBB); Dosis 1 = Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); Dosis

2 = JW 2,188 g/kgBB; Dosis 3 = JW 4,375 g/kgBB); dan

Dosis 4 = JW 8,750 g/kgBB ... 72

Gambar 27. Selisih perubahan berat badan per hari per kelompok

perlakuan. Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25 ml/kgBB);

Dosis 1 = Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); Dosis 2 = JW

2,188 g/kgBB; Dosis 3 = JW 4,375 g/kgBB); dan Dosis 4 =

JW 8,750 g/kgBB ... 73

Gambar 28. Selisih perubahan jumlah pakan per hari per kelompok

perlakuan. Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25 ml/kgBB);

Dosis 1 = Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); Dosis 2 = JW

2,188 g/kgBB; Dosis 3 = JW 4,375 g/kgBB); dan Dosis 4 =

JW 8,750 g/kgBB... 74

Gambar 29. Perubahan jumlah minum per hari per kelompok perlakuan.

Keterangan: Kontrol negatif (Aqua 25 ml/kgBB); Dosis 1 =

Jus Wortel (JW) 1,094 g/kgBB); Dosis 2 = JW 2,188

g/kgBB; Dosis 3 = JW 4,375 g/kgBB); dan Dosis 4 = JW

(23)

xxiii

Halaman

Lampiran 1. Penentuan dosis dari konsentrasi... 84

Lampiran 2. Konversi dari dosis terendah ke konsetrasi terendah ... 84

Lampiran 3. Perhitungan pemberian volume pada tikus... 84

Lampiran 4. Foto umbi wortel yang digunakan... 85

Lampiran 5. Foto jus wortel konsentrasi 35% dan 4,376% ... 85

Lampiran 6. Foto blender ... 86

Lampiran 7. Foto cara penimbangan pakan ... 86

Lampiran 8. Kondisi pemeliharaan tikus ... 87

Lampiran 9. Foto tata cara pemberian kode... 87

Lampiran 10. Foto pengambilan sampel darah... 88

Lampiran 11. Foto proses pembedahan ... 88

Lampiran 12. Pengamatan gejala klinis kontrol negatif Aqua 25 ml/kgBB . 89

Lampiran 13. Pengamatan gejala klinis dosis 1 Jus Wortel 1,094 g/kgBB .. 90

Lampiran 14. Pengamatan gejala klinis dosis 2 Jus Wortel 2,188 g/kgBB .. 91

Lampiran 15. Pengamatan gejala klinis dosis 3 Jus Wortel 4,375 g/kgBB .. 92

Lampiran 16. Pengamatan gejala klinis dosis 4 Jus Wortel 8,750 g/kgBB .. 93

Lampiran 17. Analisis statistik berat badan pra perlakuan ... 94

Lampiran 18. Analisis statistik selisih berat badan pasca perlakuan ... 95

Lampiran 19. Analisis statistik aktivitas ALT pra perlakuan ... 100

(24)

xxiv

perlakuan H1 ... 103

Lampiran 23. Analisis statistik aktivitas ALT pra perlakuan dan pasca

perlakuan H14 ... 104

Lampiran 24. Berkas pemeriksaan histopatologi... 105

(25)

1

A. Latar Belakang

Penggunaan bahan alam untuk pengobatan secara tradisional menjadi

pilihan pertama bagi masyarakat untuk menyembuhkan penyakit. Penggunaan

bahan alam dalam pengobatan biasanya menggunakan takaran yang tidak tentu,

misalnya segenggam, seruas, sebatang, helai, sejumput, yang sulit dipastikan

jumlahnya. Penggunaan obat tradisional yang tidak pasti ini dapat menimbulkan

efek samping dalam penggunaannya dalam pengobatan. Penggunaan takaran yang

lebih pasti dalam satuan gram akan mengurangi kemungkinan terjadinya efek

samping dari obat tradisional karena batas antara obat dan racun dalam obat

tradisional sangat tipis (Sari, 2006).

Wortel merupakan salah satu jenis sayuran yang digunakan untuk

konsumsi, pengobatan, maupun keperluan yang lain (Rukmana, 1995). Dalam

masyarakat, wortel dikonsumsi sebagai makanan dan minuman (dalam bentuk jus

maupun sari). Menurut penelitian yang telah dilakukan, wortel dapat digunakan

sebagai obat anti inflamasi (Hapsari, 2003), analgesik (Putra, 2003), dan sebagai

hepatoprotektif (Nuraeni, 2003). Karena dapat digunakan sebagai hepatoprotektif

maka wortel juga dimungkinkan memiliki aktivitas dalam membunuh sel normal

sehingga menimbulkan efek toksik. Di dalam wortel terdapat kandungan beta

karoten yang berfungsi sebagai antioksidan. Di sisi lain, karotenoid dapat

(26)

bahwa kadar Fe dalam hepar tikus yang diberi senyawa karotenoid ternyata lebih

tinggi (Winarsi, 2007). Menurut Halliwell dan Gutteridge (1990), Fe dapat

meningkatkan kadar radikal bebas oksi endogenus melalui reaksi Fenton. Dalam

kondisi yang terkena intensitas cahaya yang tinggi dan kadar oksigen yang tinggi,

beta karoten akan mengalami autooksidasi. Produk oksidasi dari beta karoten

adalah apo 8, 10, 12, dan 14-karotenal yang apabila tidak segera dinetralkan oleh

antioksidan lain seperti tokoferol dan vitamin C, dapat menginisiasi kerusakan sel

seperti neolpasma (Null, 2000).

Konsumsi beta karoten berlebih dapat meningkatkan mortalitas dengan

resiko relatif 1,06 (Bjelakovic, Nikolova, Gluud, Simonetti, & Gluud, 2007).

Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, menurut penelitian yang lain, beta

karoten dapat mengurangi resiko terjadinya kanker.

Hati merupakan organ penting dalam metabolisme dan ekskresi, yang

bertugas dalam proses detoksifikasi. Hati merupakan organ yang sangat rentan

karena posisinya dalam sirkulasi cairan badan. Sebagian besar toksin masuk ke

dalam saluran gastrointestinal, dan setelah diserap toksin dibawa oleh vena portae

ke hati (Lu, 1995). Karena fungsi hati sebagai organ ekskresi sangat berhubungan

erat dengan darah maka kondisi hati biasanya dapat diketahui melalui pengujian

sampel darah melalui pengukuran aktivitas Alanin Aminotrasnferase (ALT). ALT

merupakan suatu enzim yang hanya ditemukan di hepatosit. Ketika suatu sel

mengalami kerusakan, enzim akan menyebar dan masuk ke dalam darah.

Peningkatan aktivitas ALT secara drastis menunjukkan bahwa hati mengalami

(27)

melihat pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan

Wistar: kajian terhadap organ hati dan aktivitas Alanin Aminotransferase.

1. Permasalahan

Dari latar belakang, timbul permasalahan yang menarik untuk diteliti lebih

dekat, yaitu:

a. Bagaimana gejala, wujud, sifat dan mekanisme efek toksik jus wortel (Daucus

carota L.)?

b. Berapa LD50jus wortel (Daucus carota L.)?

c. Bagaimana pengaruh akut jus wortel (Daucus carota L.) terhadap keadaan

histopatologi organ hati tikus jantan Wistar?

d. Bagaimana pengaruh akut jus wortel (Daucus carota L.) terhadap aktivitas

ALT tikus jantan Wistar?

e. Bagaimana korelasi antara hasil pengamatan histopatologi organ hati dengan

aktivitas ALT ?

2. Keaslian penelitian

Dari pustaka yang ditemukan, telah banyak pengujian terhadap wortel baik

dalam bentuk jus maupun sari.

a. Antaraksi Sari Wortel (Daucus carota L.) – Parasetamol : Kajian Terhadap

Kehepatotoksikan dan Kinerja Toksikokinetika Parasetamol pada Tikus

(Wijoyo, 2001)

Pra perlakuan sari wortel efektif dalam menggeser kinerja farmakokietika

parasetamol. Semakin tinggi dosis sari wortel maka kecepatan pembentukan

(28)

b. Daya Antiinflamasi Infusa Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada Mencit

Jantan (Hapsari, 2002)

Infusa Umbi Wortel memiliki daya anti inflamasi pada mencit jantan.

c. Efek Hepatoprotektif Air Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) terhadap

Mencit Jantan yang Terinduksi CCl4(Nuraeni, 2003)

Dosis efektif air perasan umbi wortel pada mencit 20 gram terinduksi CCl4

sebesar 12,189 ml/kgBB. Efek hepatoprotektif ditandai dengan menurunnya

aktivitas ALT dan menurunnya derajat kerusakan sel hati mencit akibat

induksi CCl4.

d. Efek Analgesik Air Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada Mencit

Putih Betina (Putra, 2003)

Air perasan umbi wortel memiliki efek analgesic pada mencit putih betina

yang ditunjukkan dengan adanya penurunan persen geliat.

e. Efek Hepatoprotektif Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota L.) dan Apel

Hijau (Pyrus malus L.) Pada Mencit Jantan yang Terinduksi Parasetamol

(Widyaningrum, 2004)

Kombinasi Jus wortel dan apel dengan perbandingan 1:2 merupakan

kombinasi yang mampu memberikan efek hepatoprotektif yang paling baik.

f. Efek Hepatoprotektif Sari Umbi Wortel (Daucus carota L.) pada Tikus Jantan

Terinduksi Parasetamol : Kajian terhadap Lama masa Praperlakuan (Wijoyo,

2004)

Membuktikan bahwa sari wortel selama 6 hari efektif memberikan efek

(29)

g. Daya Analgesik Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota L.) dan Apel Hijau

(Pyrus malus L.) Pada Mencit Betina (Berchmans, 2005)

Kombinasi jus yang dibuat adalah 1:1 untuk 100 ml. Kombinasi jus ini yang

memiliki daya analgesik yang paling optimum.

h. Kombinasi Sari Wortel (Daucus carota L.) dan Tomat (Lycopersicon

lycopersicum) sebagai Hepatoprotektor Mencit Terinduksi Parasetamol

(Febriyana, 2005)

Kombinasi sari wortel dan tomat memiliki efek hepatoprotektif. Kombinasi

yang paling baik, yaitu dengan perbandingan 1:1.

i. Pengaruh Pra Perlakuan Beta Karoten secara Per Oral terhadap Aktivitas

Glutation S Transferase Hati Tikus Menggunakan Substrat 1 Kloro 2, 4

Dinitobenzen (Prasojo, 2005)

Pemberian beta karoten secara per oral meningkatkan aktivitas Glutation S

Transferasehati.

j. Pengaruh Perlakuan Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) secara

Subkronis terhadap Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Jantan dan Betina

(Mayana, 2006)

Spektrum efek toksik pada hepar tikus jantan dan betina akibat pemberian

perasan umbi wortel adalah hiperemi multifokal, hemorrhage, dan degenerasi

melemak.

k. Pengaruh Perlakuan Beta Karoten secara Per Oral terhadap Aktivitas

Glutation S TransferaseKelas MU Hati Tikus dengan Substrat 1,2 Dikloro 4

(30)

Perlakuan beta karoten secara per oral dapat meningkatkan aktivitas glutation

S transferase kelas MU. Glutation S transferase kelas MU merupakan

antioksidan alami yang ada di dalam tubuh.

l. Toksisitas Akut Sari Wortel (Daucus carota L.) Kajian terhadap Organ

Lambung, Ginjal, dan Hati pada Mencit Putih Betina Galur Balb/c (Karlina,

2009)

LD50 semu>16,7 ml/kgBB. Terjadi radang pada lambung dan ginjal yang

bersifat terbalikan, serta nekrosis pada organ hati (24 jam setelah perlakuan).

Terjadi peningkatan aktivitas ALT yang bermakna tetapi tidak untuk kadar

kreatinin serum.

m. Pengaruh Pemberian Akut Jus Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus Jantan

Wistar: Kajian terhadap Organ Ginjal dan Kadar Kreatinin Serum (Thejo,

2009)

Ginjal mengalami hemorrhage, nekrosis tubulus dan glomerulus, namun tidak

mematikan (LD50 semu>8,750 g/kgBB). Kadar kreatinin tidak menunjukkan

adanya perubahan yang bermakna dan tidak berkorelasi dengan kondisi ginjal.

Namun, sejauh pengetahuan peneliti, belum ada penelitian tentang

pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan Wistar:

(31)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Mendapat data-data ilmiah yang berguna untuk pengembangan penggunaan

jus wortel dalam pengobatan dan dapat digunakan sebagai acuan untuk

penelitian lain yang berhubungan dengan jus wortel.

b. Manfaat praktis

Jus wortel dapat berkembang menjadi salah satu cara pengobatan alami

dengan biaya yang murah serta memiliki batas keamanan yang terjamin.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk :

1. Mengetahui gejala, wujud, sifat dan mekanisme efek toksik jus wortel.

2. Mengetahui LD50jus wortel.

3. Mengetahui pengaruh akut jus wortel terhadap keadaan histopatologi organ

hati tikus jantan Wistar.

4. Mengetahui pengaruh akut jus wortel terhadap aktivitas ALT tikus jantan

Wistar.

5. Mengetahui korelasi antara hasil pengamatan histopatologi organ hati dengan

(32)

8

A. Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut merupakan uji toksisitas dengan pemberian suatu

senyawa pada hewan uji pada suatu saat. Toksisitas akut dinyatakan sebagai LC50

(Median Lethal Concentrasion), LD50 (Median Lethal Dose) atau TLM (Toleran

Limit Median) yaitu besar kadar atau dosis yang dalam kondisi spesifik dapat

menyebabkan kematian setengah jumlah populasi dalam jangka waktu tertentu.

Waktu yang digunakan untuk pengamatan berkisar kurang lebih 7-14 hari,

pengamatan juga dilakukan dalam waktu 24 jam setelah pemberian dan

pengamatan tersebut meliputi (1) gejala-gejala klinis, (2) jumlah hewan uji yang

mati, dan (3) hispatologi organ (Donatus, 1990).

Nilai LD50 yang diperoleh dapat digunakan untuk:

1. Menentukan potensi toksisitas akut suatu obat;

2. Menentukan ukuran batas aman penggunaan suatu obat (safety margin,

theraupetic index), yaitu membandingkan nilai LD50dengan ED50-nya sebagai

patokan; dan

3. Sebagai pedoman atau patokan dalam menentukan dosis suatu penelitian atau

sediaan obat pada pengembangan obat-obat baru.

Harga LD50 atau LC50 serta cara pemberian, yaitu secara oral suatu

(33)

lama pengamatan tidak ditunjukkan dianggap bahwa pengamatan dilakukan

selama 24 jam (Loomis, 1978).

Berdasarkan atas peristiwa timbulnya efek toksik senyawa, dalam

toksikologi ada empat asas yang perlu diperhatikan, yaitu kondisi, mekanisme

aksi, wujud, dan sifat efek toksik (Donatus, 1990).

1. Kondisi efek toksik

Kondisi efek toksik adalah berbagai keadaan atau faktor yang dapat

mempengaruhi keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun di dalam

tubuh, sehingga menentukan keberadaan zat kimia utuh atau metabolitnya dalam

sel sasaran serta toksisitasnya atau keefektifan antaraksinya dengan sel sasaran.

Termasuk dalam kondisi efek toksik adalah kondisi pemejanan yang meliputi

jenis pemejanan (akut, subkronis atau kronis), jalur pemejanan (intravaskuler atau

ekstravaskuler), lama dan kekerapan pemejanan, saat pemejanan dan takaran atau

dosis pemejanan, kondisi subyek atau makhluk hidup meliputi keadaan fisiologi

(misalnya berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung,

kecepatan alir darah, status gizi, kehamilan, genetika, jenis kelamin, irama

sirkadian, irama diurnal dan keadaan patologi (misalnya: penyakit saluran cerna,

kardiovaskuler, hati, dan ginjal) (Donatus,1990). Irama diurnal adalah fluktuasi

periodik terjadi selama siang hari. Irama sirkadian adalah fluktuasi periodik yang

kurang lebih teratur dengan lama periode (dari puncak hingga ke puncak) sekitar

(34)

2. Mekanisme aksi efek toksik

Zat beracun setelah masuk ke dalam tubuh akan mengalami distribusi

sampai ke cairan intraseluler. Oleh sebab itu, berdasarkan sifat dan tempat

kejadiannya, mekanisme aksi efek toksik zat kimia dibagi menjadi dua, yaitu

mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel (Donatus, 1990).

Mekanisme luka intrasel adalah luka sel yang diawali dengan aksi

langsung zat beracun atau metabolitnya pada tempat aksi tertentu di dalam sel

sasaran. Di dalam tubuh, zat beracun mungkin berada dalam bentuk zat kimia

induk atau dalam bentuk metabolit yang reaktif, sebelum berada dalam sel

sasaran. Setelah masuk ke dalam sel sasaran, salah satu atau kedua bentuk

senyawa tersebut, kemungkinan akan berantaraksi dengan sel sasaran molekuler

yang khas atau tak khas, melalui salah satu dari beberapa mekanisme reaksi kimia

yang mungkin. Jadi dalam hal ini, zat kimia induk atau metabolit reaktif zat

beracun, akan bereaksi langsung dengan komponen-komponen molekuler sel,

melalui serangkaian reaksi kimia tertentu. Sasaran molekuler ini meliputi

membran sel (lipid, reseptor, protein, dll), inti sel (DNA), sitosol (enzim),

mitokondria (produksi energi) dan retikulum endoplasmik (sintesis protein dan

lain-lain) (Donatus, 1990).

Mekanisme luka ekstrasel terjadi secara tak langsung artinya: zat beracun

pada awalnya bereaksi di lingkungan luar sel dengan akibat terjadinya luka di

dalam sel, karenanya mekanisme ini juga disebut mekanisme tak langsung atau

sekunder. Oleh karena itu, bila zat beracun yang berada di lingkungan ekstrasel

(35)

menimbulkan perubahan struktur atau fungsi sel. Hal ini dapat terjadi bagi

kelangsungan hidup sel, dibutuhkan pasok oksigen dan unsur hara, serta

lingkungan cairan ekstrasel yang optimal berkaitan dengan komposisi elektrolit

dan asam-basa (Donatus, 1990).

3. Wujud efek toksik

Wujud efek toksik pada dasarnya merupakan perubahan biokimia,

fungsional dan struktural. Namun, tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun

sepenuhnya dapat terpisah dengan tegas ke dalam tiga jenis wujud dasar efek

toksik itu, melainkan sering kali merupakan campuran, karena ketiganya

merupakan proses yang saling berkaitan. Kebanyakan perubahan struktural

merupakan wujud akhir dari perubahan fungsional dan atau biokimiawi. Jenis

toksik berdasarkan perubahan biokimiawi, meliputi jenis wujud efek toksik yang

berkaitan dengan respon dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka

sel, akibat antaraksi antara zat beracun dan tempat aksi tertentu, yang sifatnya

terbalikan. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini, diantaranya

penghambatan respirasi sel, perubahan keseimbangan cairan elektrolit dan

gangguan pasok energi. Jenis efek toksik berdasarkan perubahan fungsional

meliputi jenis efek toksik yang berkaitan dengan antaraksi zat beracun dengan

reseptor atau tempat aktif enzim yang sifatnya terbalikkan, sehingga dapat

mempengaruhi fungsi homeostatis tertentu. Termasuk dalam jenis wujud efek

toksik ini diantaranya anoksia, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf pusat,

hipertensi atau hipotensi, hiper atau hipoglikemia, perubahan keseimbangan

(36)

hipertermi. Efek toksik berdasarkan perubahan struktural, meliputi jenis wujud

efek toksik yang berkaitan dengan perubahan morfologi sel yang akhirnya

terwujud sebagai kekacauan struktural. Sehubungan dengan masalah ini, terdapat

respon hispatologi dasar sebagai tanggapan terhadap adanya luka sel. Yakni

degenerasi, proliferasi dan inflamasi atau perbaikan. Degenerasi dan proliferasi

merupakan respon ekstrasel berbagai wujud atau bentuknya seperti degenerasi

melemak, nekrosis, mutagenesis, karsinogenesis, dan lain sebagainya

(Donatus,1990).

4. Sifat efek toksik

Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis efek toksik zat beracun, yakni

terbalikkan dan tak terbalikkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan

meliputi:

a) bila kadar racun yang ada dalam tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis,

maka reseptor tersebut akan kembali kekedudukan semula,

b) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan

c) ketoksikan beracun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi,

distribusi dan eliminasi racunnya.

Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan meliputi:

a) kerusakan yang terjadi sifatnya menetap,

b) pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang

sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik,

(37)

c) pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan

menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh

pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 1990).

Toksisitas merupakan sifat relatif yang digunakan dalam membandingkan

suatu senyawa dengan senyawa lain dengan menunjuk ke suatu efek berbahaya

atas jaringan biologis tertentu (Loomis, 1978). Terjadinya efek toksik suatu

senyawa diakibatkan oleh antaraksi senyawa tersebut dengan tempat aksinya, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan

kerusakan pada sistem biologis disebut sebagai racun. Bahan-bahan tersebut dapat

berasal dari sumber alam maupun sintesis (Cassaret & Doull, 1975).

5. Kekerabatan dosis respon

Konsep dasar bahwa tidak ada zat kimia yang benar-benar aman, demikian

pula bahwa tidak ada zat kimia yang seharusnya dianggap sebagai benar-benar

berbahaya. Konsep ini didasarkan atas suatu premis bahwa zat kimia apapun dapat

diijinkan untuk bersentuhan dengan mekanisme biologi tanpa menimbulkan efek

tertentu atas mekanisme biologi tersebut, asalkan kadar zat kimia tersebut

diperbolehkan bersentuhan dengan mekanisme biologi tertentu, jadi satu-satunya

faktor yang paling penting yang menentukan potensi bahaya atau amannya suatu

senyawa adalah hubungan antara zat kimia itu dan efek yang ditimbulkannya atas

mekanisme biologi tertentu (Loomis, 1978).

Bila zat kimia itu mampu menimbulkan efek yang dapat diamati, seperti

(38)

sepenuhnya sembuh dalam periode waktu tertentu, maka dosis atau kadar zat

kimia itu dapat dipilih agar dapat menimbulkan efek tersebut (Loomis, 1978).

Data respon yang dapat diamati dari suatu perbedaan toksisitas dapat digolongkan

menjadi 2 tipe, yaitu:

a) Data tipe sama sekali ada atau sama sekali tidak ada respon, biasa disebut

respon kuantal, yaitu: respon yang mana efek yang diamati hanya ada dua

kemungkinan: ada atau tidak ada respon. Misalnya pada uji toksisitas data

respon berupa kematian atau tetap hidup.

b) Data tipe bertingkat atau respon gradual, yang mana respon yang diberikan

hewan uji akan bertingkat sesuai dengan intensitas pemejanan pada hewan uji

(Loomis, 1978).

Salah satu bentuk respon dalam uji toksisitas dapat berupa kematian

hewan uji yang dipilih. Dengan demikian akan tampak bahwa terdapat sejumlah

hewan yang menunjukkan efek kematian pada dosis yang menyebabkan kematian.

Jika dosis tersebut dinaikkan atau diturunkan akan tampak adanya perbedaan

jumlah hewan yang mengalami kematian pada tiap-tiap kelompok (Loomis,

1978).

Hubungan dosis respon dapat dinyatakan juga dalam bentuk hubungan

dosis dengan kumulatif respon. Kurva tersebut dapat diubah menjadi berbentuk

linear dengan mengubah respon dalam satuan probit. Kurva hubungan dosis

respon dapat digunakan untuk mengetahui dosis yang dapat menyebabkan lima

(39)

dosis tersebut bisa disebut Median Lethal Dosage(LD50), jika dinyatakan dengan

lethal concentrasion disebut Lethal Concentrasion (LC50) (Loomis, 1978).

6. Gejala efek toksik

Pengamatan gejala klinis dimulai dengan mengamati perubahan pada kulit,

mata, membran mukosa, sistem sirkulasi, sistem saraf autonom dan sistem saraf

pusat, aktivitas somatomotor, tingkah laku, dan sebagainya. Beberapa tanda

farmakotoksik seperti tremor, convulsion, salvasi, diare, lethargy, mengantuk,

morbiditas, fasciculation, mydriasis, miosis, droppings, discharges, atau

hypotonia(Hayes, 2001).

Tabel I. Gejala klinis dalam uji ketoksikan akut (Hayes, 2001) Pengamatan & pemeriksaan Tanda-tanda umum ketoksikan

Respirasi Dyspnea, Apnea, Cyanosis, dan Nostril Discharger. Aktivitas motorik Pengurangan dan peningkatan aktivitas motorik, refleks

balik badan, catalepsy, gerakan yang tidak biasa, prostrasion, dan tremor.

Convulsion Kejang-kejang

Refleks Corneal eyelid closure, Myotact, Cahaya, Refleks kejut Tanda-tanda Okular Lacrimation, Myosis, Mydriasis, Exophthalmos,

Chromodacryorrhea Salivasi Pengeluaran saliva berlebih

Piloereksi Kontraksi jaringan erektil pada folikel rambut yang menyebabkan bulu berdiri dan kasar

Tanda-tanda gastrointestinal Keadaan Feses, Vomiting, Keadaan Urin, Sakit di daerah perut dan punggung

Kulit Edema

a) Respirasi

Dyspneaadalah tanda dimana hewan uji sulit bernafas. Apneaditandai dengan

hilangnya kemampuan hewan uji untuk bernafas. Cyanosis ditandai dengan

timbulnya warna biru di sekitar hidung, ekor, dan kaki. Nostril discharges

(40)

b) Aktivitas motorik

Catalepsy ditandai dengan kecenderungan hewan berdiam pada posisi

tertentu.Prostrasion merupakan tanda dimana hewan berdiam tanpa bergerak

sama sekali (Hayes, 2001).

c) Kontraksi pada Otot

Kejang-kejang merupakan tanda dari gejala keracunan dimana otot

berkonstraksi sangat cepat dan tidak terkendali (Hayes, 2001).

d) Refleks

Corneal eyelid closure adalah tanda dari refleks menutupnya kelopak mata

ketika disentuh. Myotactadalah kemampuan hewan uji untuk menarik kembali

kaki belakang ketika ditarik. Refleks kejut meliputi refleks terhadap stimulasi

luar berupa sentuhan maupun suara (Hayes, 2001).

e) Tanda Okular

Lacrimation adalah keluarnya air mata yang berlebihan, bening ataupun

berwarna. Miosis adalah kontraksi pupil tanpa memperdulikan ada tidaknya

cahaya. Mydriasis aadalah dilatasi pupil tanpa memperdulikan ada tidaknya

cahaya. Exophthalmos ditandai dengan penonjolan bola mata yang tidak

normal. Chromodacryorrhea ditandai dengan pengeluaran air mata yang

berwarna (Hayes, 2001).

f) Tanda gastrointestinal

Feses padat dan kering menunjukkan bahwa sistem pencernaan hewan uji

(41)

sistem pencernaan. Hewan uji terasa sakit ketika di raba perutnya

menunjukkan bahwa organ hatinya mengalami kelainan (Hayes, 2001).

g) Kulit

Edema ditunjukkan dengan adanya pembengkakan cairan pada jaringan

(Hayes, 2001).

7. Median Lethal Dosage(LD50)

LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik

diharapkan akan membunuh 50% hewan uji. Nilai LD50sangat berguna untuk

hal-hal sebagai berikut:

a) Kegunaan pertama adalah klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas

relatifnya. Klasifikasi lazim adalah sebagai berikut:

Tabel II. Tabel klasifikasi ketoksikan suatu senyawa (Lu, 1995)

Kategori LD50

Luar biasa toksik 5 mg/kg atau kurang Sangat toksik 5-50 mg/kg

Cukup toksik 50-500 mg/kg Sedikit toksik 0,5-5 g/kg Praktis tidak toksik 5-15 g/kg Relatif kurang berbahaya > 15 g/kg

b) Kegunaan lain dari LD50adalah dalam evaluasi dampak keracunan yang tidak

disengaja; perencanaan penelitian toksisitas sub akut dan kronik pada hewan;

memberikan informasi tentang (1) mekanisme toksisitas; (2) pengaruh umur,

seks dan faktor lingkungan; (3) variasi respon antar spesies dan antar strain

hewan; memberikan informasi tentang reaktifitas suatu populasi hewan;

memberikan sumbangan bagi informasi yang dibutuhkan dalam merencanakan

(42)

pencemaran toksik serta perubahan fisik yang mempengaruhi bioavailabilitas

(Lu, 1995).

B. Wortel (Daucus carota L.)

1. Sistematika Tanaman

Dalam sistematika tanaman, tanaman wortel dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Umbelliflorae

Suku : Apiaceae

Marga : Daucus

Jenis : Daucus carota L. (Hutapea, 1993)

2. Cultivar

Wortel dapat dikelompokkan menjadi dua cultivar, yaitu: eastern carrot

dan western carrot. Eastern carrot biasanya berwarna kuning atau ungu,

contohnya: purple dragon carrot, purple haze carrot, dan solar yellow carrot.

(43)

a b c

Gambar 1. Foto purple dragon carrot (a), purple haze carrot(b), dan solar yellow carrot (c) (Anonim, 2009).

Western carrot biasanya berwarna orange. Contohnya: Chantenay carrot,

Danvers carrot, Imperator carrot, danNantes carrot(Anonim, 2009a)

a b

c d

Gambar 2. Foto Chantenay carrot (a), Danvers carrot (b), Imperator carrot (c), dan Nantes carrot(d) (Anonim, 2009a).

Chantenay memiliki bentuk umbi bulat panjang dengan ujung tumpul, panjang

(44)

panjang dengan ujung runcing (seperti kerucut), panjang umbi sekitar 20-30 cm,

rasa kurang manis. Nantesmemiliki bentuk umbi bulat pendek dengan panjang

5-6 cm dan bulat agak panjang 10-15 cm (Cahyono, 2002).

3. Sinonim

Tanaman wortel memiliki beberapa sinonim, yaitu : Daucus sativus,

carrot dalam Bahasa Inggris, boktel dalam bahasa Sunda, wortel dalam bahasa

Jawa, dan ortel dalam Bahasa Madura (Dalimartha, 2007).

4. Penelaahan Pustaka

a) Deskripsi

Tanaman wortel merupakan jenis tanaman rerumputan yang menyimpan

cadangan makanannya di dalam umbi. Mempunyai batang pendek, berakar

tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan

memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit tipis, dan jika

dimakan mentah terasa renyah dan agak manis (Cahyono, 2002).

b) Kandungan kimia

Dalam 100 g umbi wortel mengandung 37 kkalori, protein 1,1 g, serat 0,9

g, Kalsium 36 mg, zat besi 1,2 mg, karoten 4,2 mg, tiamin 0,06 mg, riboflavin

0,05 mg, niasin 0,7 mg, dan vitamin C 8 mg (Ashari, 2006). Kandungan lain yang

terkandung dalam umbi wortel adalah saponin dan polifenol (Hutapea, 1993).

c) Khasiat

Wortel biasanya dikonsumsi dalam bentuk jus. Jus wortel memiliki banyak

manfaat, yakni: sebagai hepatoprotektif (Widyaningrum, 2004), sebagai agen

(45)

hepatitis, mencegah stroke dan rabun senja, hipoglikemia, diare, sembelit,

mengobati cacing kremi, dan asma (Dalimartha, 2007).

Wortel bersifat sebagai pembersih darah dan mendorong keluar sisa

metabolisme sel tubuh melalui ginjal sehingga dapat mencegah pengendapan

sisa-sisa metabolisme yang memicu munculnya penyakit batu ginjal dan saluran kemih

(Perry dan Metzger, 1980).

5. Keterangan lain

Terlalu banyak mengkonsumsi wortel akan membuat warna kulit menjadi

jingga kekuningan. Ini disebabkan tubuh tidak mampu menyerap karoten yang

berlebih, atau justru tubuh tidak mampu memproses karoten yang terdapat di

dalam wortel. Akibatnya warna tersebut muncul pada kulit. Sebuah studi

menunjukkan rata-rata 50 mg beta karoten sehari dapat membuat kulit berubah

warna dalam 10 hari (Thezza, 2007).

C. Beta Karoten

Beta karoten merupakan pigmen karotenoid yang terjadi secara alami pada

tanaman, biasa diperoleh dari konsumsi sayur yang berwarna hijau dan kuning.

Beta karoten merupakan prekursor vitamin A yang berperan meningkatkan efikasi

kemoterapi dan radiasi pada kultur sel kanker manusia maupun hewan uji

(46)

Beta karoten berfungsi sebagai:

1. Penangkap oksigen singlet. Hal ini menunjukkan bahwa beta karoten dapat

mengurangi efek toksik dari proses oksidasi yang terjadi secara alamiah

(Nuraeni, 2003).

2. Antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang dapat menyumbangkan satu

atau lebih elektron kepada radikal, sehingga aktivitas radikal tersebut dapat

diredam (Suhartono, Fujiati, & Aflanie, 2002). Beta karoten dapat

menetralkan senyawa radikal bebas yang bersifat reaktif. Senyawa radikal

bebas dapat menyebabkan kerusakan lapisan lemak pada membran sel yang

dapat menimbulkan terjadinya kanker (Nuraeni, 2003).

Gambar 3. Struktur β-karoten (Winarsi, 2007).

Karotenoid dapat mempertahankan siklus sel, meningkatkan komunikasi

sel, menghambat transformasi malignan serta memacu apoptosis dan diferensiasi.

Karotenoid tidak tidak stabil terhadap cahaya dan oksigen (Winarsi, 2007).

Di sisi lain, menurut Halliwell dan Gutteridge (1990) karotenoid dapat

berperan sebagai prooksidan, yang dimodulasi oleh Fe dalam jaringan. Ditemukan

bahwa kadar Fe dalam hepar tikus yang diberi canthaxanthinternyata lebih tinggi.

(47)

C26H34 C26H34

OOR

C26H34

OOR OOR

ROO

C26H34

O

Produk-Produk Polar

Beta Karoten Radikal Peroksil Beta Karoten

ROO

-RO

Gambar 4. Penangkapan radikal peroksil (ROO) oleh β-karoten (Kennedy & Liebler, 1992).

Ketika aktivitas prooksidan karotenoid terjadi dalam sel normal, akan dihasilkan

kerusakan oksidatif yang menekan integritas sel dan menginduksi transformasi

neoplastik. Namun, ketika bertindak sebagai prooksidan di dalam sel yang telah

mengalami transformasi, senyawa tersebut akan berpotensi sebagai antioksidan

(Masotti, Casali, & Galeotti, 1988).

Beta karoten bersifat fotooksidatif dan fotosensitif. Artinya dalam kondisi

yang terkena intensitas cahaya yang tinggi dan kadar oksigen yang tinggi maka

beta karoten akan mengalami autooksidasi. Produk oksidasi dari beta karoten

adalah apo 8, 10, 12, dan 14-karotenal yang apabila tidak segera dinetralkan oleh

antioksidan lain seperti tokoferol dan vitamin C, dapat menginisiasi kerusakan sel

(48)

memicu metabolisme asam retinoat. Akibatnya, asam retinoat di jaringan

menurun sehingga memicu terjadinya proliferasi sel dan pembentukan sel kanker

(Siems, Sommerburg, Schild, Augustin, Langhans, & Wiswedel, 2002).

Studi in vitro menunjukkan bahwa retinal dan apo karotenal memiliki

toksisitas yang tinggi. Reaksi antara produk oksidatif dengan asam amino

mengakibatkan penurunan jumlah asam amino bebas dalam sel. Hal ini akan

menyebabkan kegagalan translokasi nukleotida adenin, meningkatkan stres

oksidatif dalam mitokondria (Siems et al, 2002). Murata dan Kawanishi (2000)

menyimpulkan bahwa anion radikal superoksida yang dibentuk akibat proses

autooksidasi beta karoten yang kemudian didismutasi dengan H2O2 yang dapat

merusak DNA. Dengan terjadinya kerusakan DNA maka terjadi gangguan dalam

biosintesis protein.

Konsumsi beta karoten (25 mg/hari) atau vitamin C dan E menunjukkan

bahwa subjek yang tidak merokok atau tidak mengkonsumsi minuman keras, beta

karoten dapat sangat menurunkan resiko kanker, namun pada perokok, beta

karoten justru meningkatkan resiko kanker (Baron, Cole, Mott, Haile, Grau,

Church, Beck & Breenberg, 2003). Konsumsi beta karoten berlebih dapat

meningkatkan mortalitas dengan resiko relatif 1,06 (Bjelakovicet al,2007).

Beta karoten dikonversi menjadi vitamin A di dinding usus (Ophardt,

2003). Beta karoten dioksidasi oleh 15,15 dioksigenase menjadi dua molekul

retinal yang kemudian dioksidasi menjadi asam retinoat (Redmon, Gentlemen,

(49)

Retinol (vitamin A) diperoleh dari reduksi retinal. Asam retinoat dapat

berperan sebagai agen kemopreventif, menghambat karsinogenesis, dan sebagai

agen diferensiasi (Patrick, 2000). Kelebihan retinol atau vitamin A

(hipervitaminosis) ditandai dengan gejala, yaitu: pusing, sakit kepala, mual dan

muntah, nafsu makan menurun, kulit mengelupas, meningkatnya serum

transaminase (Anonim, 2009f).

D. Hati 1. Definisi

Hati merupakan organ terbesar yang berada di bagian kanan atas abdomen.

Di dalam hati terjadi metabolisme yang sangat kompleks. Organ ini terlibat dalam

metabolisme makanan, obat, dan toksin (Lu, 1995).

Hati mensintesis dan mengeluarkan empedu yang terdiri dari air dan lemak

(berupa garam empedu), pigmen empedu (seperti bilirubin). Empedu sangat

berperan penting dalam proses absorbsi dan ekskresi (Stine & Brown, 1996). Hati

sangat memiliki peranan penting dalam mempertahankan hidup dan berperan

hampir di seluruh fungsi metabolisme tubuh, bertanggung jawab lebih dari 500

aktivitas. Hati memiliki kapasitas cadangan yang besar, hanya memerlukan

10-20% fungsi jaringan untuk mempertahankan hidup (Price & Wilson, 1982).

2. Mikroskopi hati

Hati dibungkus oleh lapisan yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan

jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson (Anonim, 2009b). Hati memiliki 2

(50)

struktur yang dinamakan lobulus. Lobulus hati merupakan struktur silinder yang

panjang beberapa millimeter dan garis tengah 0,8 sampai 2 milimeter. Lobulus

hati dibentuk di sekitar vena sentralis dan menuju vena cava. Lobulus terdiri dari

lempeng-lempeng sel hati yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis.

Struktur utama dalam lobus meliputi: hepatosit, vena sentralis, sinusoid, sel

Kupffer, saluran empedu (Allen, 2002). Di antara lempengan hati terdapat

kapiler-kapiler (kanal) yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang dari vena porta

dan arteria hepatika. Sinusoid, tidak seperti kapiler lain, sinusoid dilapisi oleh sel

fagosit yang disebut sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem retikuloendotel,

dan fungsi utamanya adalah untuk menelan bakteri dan benda asing lain dalam

darah (Price & Wilson, 1982). Sel Kupffer berfungsi untuk membantu

pembersihan sel darah merah (Allen, 2002).

Hepatosit (sel parenkim hati) bertanggung jawab terhadap peran sentral

hati dalam memetabolisme. Sel ini terletak di antara sinusoid yang terisi darah dan

saluran empedu (Lu, 1995). Penggantian sel parenkim yang mati oleh proliferasi

sel cadangan, hanya dapat berlangsung bila sel-sel jaringan masih mampu

bertambah banyak. Sel tubuh terbagi menjadi 3 golongan berdasarkan

kemampuan untuk regenerasi: sel labil, sel stabil dan sel permanen. Sel labil dan

sel stabil dapat berproliferasi sepanjang hidupnya, sebaliknya sel permanen tidak.

Sel stabil mampu beregenerasi, tapi dalam keadaan normal tidak bertambah

banyak secara aktif, sebab masa hidupnya dapat bertahun-tahun, atau sampai

(51)

Pemulihan parenkim tidak hanya tergantung dari kemampuan sel

beregenerasi. Namun keutuhan struktur dan kerangka jaringan juga sangat

penting. Pada hati yang cedera, jika retikulum masih utuh maka akan terjadi

regenerasi sel hati yang teratur dan struktur lobulus yang normal dan fungsinya

akan pulih kembali (Robin & Kumar, 1995).

3. Komponen penyusun

a) Enzim

Enzim adalah protein yang membantu kerja sel. Beberapa enzim serum

digunakan sebagai indikator kerusakan hati. Ketika sel rusak, enzim akan

menyebar ke dalam darah akibatnya jumlah enzim dalam darah meningkat. Enzm

tertentu akan meningkat dengan nyata pada keadaan kolestatik, tetapi hanya

meningkat sedikit pada nekrosis hati (Lu, 1995). Di dalam hati terdapat beberapa

enzim yang bekerja, yakni:

1) Alanine aminotransferase (ALT) – adalah enzim yang paling banyak

ditemukan di hati dan sangat baik digunakan untuk deteksi hepatitis

(Anonim, 2009c).

2) Alkaline phosphatase(ALP) – Enzim ini dijumpai dalam konsentrasi yang

tinggi di sel hepatohilien, tulang, usus dan plasenta, sel kanker tertentu

juga memproduksi enzim ALP (Anonim, 2009c)

3) Aspartate aminotransferase (AST) – enzim yang ditemukan di hati dan

sedikit ditemukan di tempat lain, khususnya di hati dan otot lain. SGOT

(52)

4) Gamma-glutamyl transferase(GGT) – Enzim ini banyak terdapat didalam

jaringan hepatobilier, ginjal dan pankreas. Selain dijumpai pula pada

prostate dan otak. GTT digunakan untuk mengetahui adanya hepatobilier

statis, ileus obtruktif. Untuk membedakan penyakit tulang dan hati. Untuk

memantau konsumsi alkohol (Anonim, 2009c).

b) Bilirubin

Bilirubin, suatu sisa buangan dari pengrusakan sel darah, merupakan suatu

campuran yang kuning yang menyebabkan penyakit kuning dan air seni gelap

ketika jumlahnya meningkat. Kadar bilirubin dalam darah merupakan indeks

fungsi hati, tetapi relatif tidak peka. Kadar bilirubin akan menurun jika hati

mengalami kerusakan (Lu,1995).

c) Protein

Pengeluaran konsentrasi total protein dapat digunakan untuk mendeteksi

kerusakan protein di dalam hati. (Anonim, 2009c).

4. Fungsi

Hati memiliki fungsi yang sangat banyak seperti:

a) Membentuk dan mengekskresikan empedu.

Garam empedu sangat penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan

vitamin yang larut lemak di usus.

b) Memetabolisme karbohidrat, protein dan lemak

Karbohidrat diubah dan disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Protein

(53)

berperan dalam sintesis kolesterol, sebagian diekskresikan ke dalam empedu

sebagai kolesterol atau asam kolat.

c) Menyimpan vitamin dan mineral

Vitamin yang larut lemak dan mineral (seperti: tembaga dan besi) disimpan di

dalam hati.

d) Detoksifikasi

Hati bertanggungjawab dalam biotransformasi zat berbahaya menjadi zat yang

tidak berbahaya yang kemudian diekskresikan oleh ginjal.

e) Metabolisme steroid

Hati menginaktifkan dan mengekskresikan aldosteron, glukokortikoid,

estrogen, progesteron, dan testosteron (Price & Wilson, 1982).

5. Pengamatan makroskopi

Organ hati yang normal berwarna merah tua dengan konsistensi kenyal.

Warna kuning pucat menunjukkan bahwa terjadi perlemakan pada organ hati

(Rachmawati & Hamid, 2006).

6. Jenis kerusakan hati

Jenis efek toksik pada beberapa organel dalam sel hati mengakibatkan

berbagai jenis kerusakan hati, seperti:

a) Radang Polimorfonuklear (PMN)

Radang merupakan suatu bentuk perlawanan akut dari respon imun untuk

melawan senyawa asing. Ciri-ciri serta fungsi lekosit polimorfonuklear

(PMN), monosit atau makrofag sangatlah berbeda satu dengan yang lain.

(54)

yang dianggap sebagai pemberi komando pembunuhan, sedang monosit (MN)

rata-rata waktu paruhnya kira-kira 3 bulan. PMN hanya dapat melakukan

fagositosis terhadap partikel-partikel yang telah mengalami opsonisasi

(stimulasi fagositosis) oleh antibodi bersama dengan komplemen, dan

makrofag dapat melakukan endositosis tanpa opsonin atau dengan komplemen

jika ada opsonin (pada jalur alternatif) (Hargono, 1996).

b) Degenerasi

Degenerasi adalah perubahan sel akibat luka. Degenerasi sel

mempengaruhi sitoplasma sel. Ada beberapa tipe degenerasi, yaitu:

1) Degenerasi Albuminous

Merupakan degenerasi yang disebabkan oleh kerusakan ringan. Ditandai

dengan terjadinya pembengkakan sel dan granulasi di sitoplasma. Jika

terjadi di organ hati, maka pembengkakan sel akan meningkatkan tekanan

pembuluh kapiler darah. Bersifat terbalikan. Jika berlanjut akan berubah

menjadi degenerasi hidrofik dan nekrosis total (Hegazy, 2009)

2) Degenerasi hidrofik

Merupakan jenis degenerasi yang ditandai dengan adanya air di dalam sel

yang terlihat seperti vakuola di dalam sitoplasma (Hegazy, 2009).

3) Degenerasi melemak

(55)

Gambar 5. Perlemakan organ hati (Hegazy, 2009).

4) Degenerasi Hyaline

Ditandai dengan adanya perubahan mikroskopi pada sel yang

mengakibatkan sel menjadi homogen dan kehilangan struktur (Hegazy,

2009).

c) Perlemakan hati (Steatosis)

Perlemakan hati adalah hati mengandung berat lipid lebih dari 5%. Lesi

dapat bersifat akut dan kronis. Etionin, fosfor, tetrasiklin dapat mengakibatkan

lesi akut sedangkan etanol dapat mengakibatkan lesi kronis. Tetrasiklin

menyebabkan banyaknya butiran lemak kecil dalam sel dan etanol menyebabkan

butiran besar lemak yang menggantikan inti sel. Rusaknya pelepasan trigliserida

hati ke plasma merupakan salah satu mekanisme yang umum yang mendasari

terjadinya penimbunan lipid di hati (Lu, 1995).

d) Nekrosis hati

Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Biasanya nekrosis merupakan

kerusakan akut. Nekrosis hati merupakan manifestasi toksik yang berbahaya tetapi

tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang

luar biasa. Kematian sel terjadi bersamaan dengan pecahnya membran plasma.

(56)

pecah. Namun ada beberapa perubahan yang mendahului kematian sel. Perubahan

morfologik awal berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma, dan

disagregasi polisom (Lu, 1995).

Radikal yang secara kovalen mengikat protein dan lipid tidak jenuh akan

menyebabkan peroksidasi lipid. Membran sel kaya akan lipid peroksida. Karena

itu, membran sel sangat rentan. Perubahan kimia dalam membran akan

menyebabkan pecahnya membran itu. Perubahan biokimia lain adalah habisnya

Adenosine Trifosfat (ATP), hilangnya ion kalsium, bergesernya keseimbangan

Na+dan K+ antara hepatosit dan darah, habisnya glutation, rusaknya sitokrom

P-450, dan hilangnya NAD dan NADP (Lu, 1995). Nekrosis dapat dibedakan atas

lokasi dan luasnya, yaitu:

1) nekrosis fokal, merupakan nekrosis pada sekelompok kecil sel parenkim

hati.

2) nekrosis zonal atau multifokal, merupakan nekrosis yang terjadi pada

sekelompok sel dalam zona sentralobuler, midzonal, dan periportal.

3) nekrosis massif atau difus, merupakan nekrosis yang terjadi pada seluruh

sel pada lobulus sel (Zimmerman, 1978).

e) Kolestatis

Kolestatis merupakan jenis kerusakan akut, namun jarang ditemukan. Jenis

kerusakan ini sangat sulit diinduksi pada hewan kecuali dengan steroid.

Mekanisme utama dari kolestatis adalah berkurangnya aktivitas ekskresi empedu

(57)

f) Sirosis

Sirosis ditandai dengan adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian

besar hati. Kumpulan hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh

lapisan berserat ini. Sirosis tampaknya berasal dari nekrosis sela tunggal karena

kurangnya mekanisme perbaikan. Kemudian keadaan ini menyebabkan aktivitas

fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Tidak cukupnya aliran darah ke hati

menjadi faktor pendukung sirosis (Lu, 1995).

E. ALT

Alanin Aminotransferase (ALT) disebut juga Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase (SGPT) adalah enzim yang hanya berada di hepatosit (sel hati).

ALT adalah indikator terjadinya kerusakan hati yang paling sensitif. Enzim

berada pada pada bagian sitosol dan mitokondria hepatosit (Anonim, 2002). ALT

mendeteksi adanya kerusakan pada membran sel atau distorsi enzim (Gaskill,

Miller, Mattoon, Hoffmann, Burton & Gelens, 2005). Pada keadaan nekrosis, sel

hati akan pecah, Alanin Aminotranferase akan keluar dan masuk ke dalam

pembuluh darah. Akibatnya aktivitas enzim meningkat. Akan lebih baik jika

penetapan aktivitas ALT disertai dengan pemeriksaan histopatologi untuk

memastikan adanya nekrosis sel (Zimmerman, 1978). Pengujian ALT bertujuan

untuk melihat integritas hepatosit. ALT berfungsi mengkatalisi asam amino dalam

siklus asam sitrat (Giannini, Testa & Savarino, 2005).

ALT lebih sensitif dibanding Aspartate aminotransferase (AST) atau

(58)

pesat daripada Aspartate

kerusakan (Anonim, 2002).

Penilaian terhadap hasil

hati mengalami kerusakan

mengalami sirosis, tumor

tikus putih adalah 12,6 ± 4,40 IU/I (

Enzim ALT

sebaliknya, yang terlihat pada gambar 5

Gamba

Enzim ALT stabil

(Anonim, 2009e). Waktu

kurang dari 24 jam pada

aktivitas ALT akan meningkat p

semula 1 sampai 2 ming

Aspartate aminotransferase (AST) ketika sel hati

(Anonim, 2002). Enzim AST meningkat jika terjadi kerusakan

terhadap hasil pengukuran: jika aktivitas ALT meningkat

mengalami kerusakan akut (hepatitis). Jika peningkatan

sirosis, tumor hati, penyakit kuning yang kronis. Kadar

tikus putih adalah 12,6 ± 4,40 IU/I (Wibowo, Maslachah, Bijanti, 2009

berfungsi dalam metabolisme alanin menjadi

sebaliknya, yang terlihat pada gambar 5.

Gambar 6. Kerja ALT di Otot dan Hati (Anonim, 2009d).

ALT stabil selama 24 jam dalam penyimpanan pada

2009e). Waktu paroh dari aktivitas ALT adalah 60 jam pada

jam pada kucing. Ketika terjadi kerusakan pada

ALT akan meningkat pada 12 jam pertama dan akan kembali

sampai 2 minggu kemudian. Peningkatan aktivitas ALT

sel hati mengalami

terjadi kerusakan kronis.

meningkat drastis artinya

peningkatan sedang, hati

adar normal ALT

, 2009).

menjadi piruvat atau

(Anonim, 2009d).

n pada suhu 20-25oC

60 jam pada anjing dan

kerusakan pada jaringan hati,

dan akan kembali ke keadaan

(59)

dengan jumlah hepatosit yang rusak, yang dapat membantu dalam m

Gambar

Gambar 1. Foto purple dragon carrot (a), purple haze carrot (b), dan solar yellow carrot (c) (Anonim, 2009).
Gambar 3. Struktur β-karoten (Winarsi, 2007).
Gambar 4. Penangkapan radikal peroksil (ROO●) oleh β-karoten (Kennedy & Liebler, 1992).
Gambar 5. Perlemakan organ hati (Hegazy, 2009).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan formula yang baik pada sediaan emulgel antioksidan ekstrak umbi wortel (Daucus carota L.) dengan gelling agent gelatin

UJI SARI WORTEL (Daucus carota) UNTUK MENCEGAH NEKROSIS SEL HATI MENCIT (Mus musculus) YANG DISEBABKAN.. BAHAN

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Wortel (Daucus carota L.) Terhadap Propionibacterium acnes Dan Pseudomonas aeruginosa Serta Skrining Fitokimia sebagai salah satu

Dapat dikatakan bahwa beta- karoten yang terdapat dalam umbi wortel mempunyai mekanisme ikatan dengan reseptor yang berbeda dengan parasetamol,. walaupun keduanya menghambat

Penelitian mengenai optimasi formula gel UV protection endapan perasan umbi wortel ( Daucus carota , L.): tinjauan terhadap humektan propilen glikol dan sorbitol dilakukan

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol dengan praperlakuan jangka pendek dari infusa daun M..

Dosis ekstrak etanol wortel (Daucus carota L.) yang memberikan efek anti inflamasi paling besar pada penelitian ini adalah 400 mg/kgBB, dengan prosentase reduksi radang mencapai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada harga AUC 0-24, AUC 6-12dan harga AUC 12-24 waktu pengamatan terhadap urin menunjukkan ekstrak etil asetat daun wortel (Daucus carota