• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - BAB I III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I - BAB I III"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam masyarakat modern seperti sekarang ini dikenal dua macam cara

berkomunikasi, yaitu komunikasi secara langsung dan komunikasi secara tidak

langsung. Kegiatan berbicara dan mendengarkan, merupakan komunikasi secara

langsung antara dua orang atau lebih, sedangkan kegiatan menulis dan membaca

merupakan komunikasi tidak langsung. Keterampilan menulis sebagai salah satu

cara dari empat keterampilan berbahasa, mempunyai peranan yang penting di

dalam hidup kehidupan manusia karena tanpa memahami bahasa sangat susah

untuk bergaul dalam kehidupan yang dijalani. Oleh sebab itu, manusia dituntut

untuk mencari ilmu supaya mudah dalam bergaul dan mengerti bahasa terutama

bahasa tulis. Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan

gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang paling akhir diajarkan

setelah keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Dalam hal ini,

penekanan yang lebih besar perlu dilakukan karena dalam menulis siswa dituntut

untuk berpikir kreatif mengungkapkan pikiran, ide, dan gagasan. Dalam kegiatan

menulis, ide dituangkan dalam bentuk kata-kata yang harus disusun menjadi suatu

kalimat, kalimat demi kalimat disusun lagi dalam sebuah paragraf, kemudian

paragraf demi paragraf disusun menjadi sebuah tulisan yang utuh. Tulisan yang

utuh tersebut dikenal dengan karangan. Dalam karangan, hubungan kata demi

kata, kalimat demi kalimat, dan paragraf demi paragraf harus berhubungan agar

dimengerti oleh pembaca.

Sebagai langkah pengembangan keterampilan menulis di Sekolah Dasar,

(2)

tersebut antara lain: karangan deskripsi, karangan narasi, karangan persuasi,

karangan eskposisi, dan karangan argumentasi. Dengan mempelajari berbagai

jenis karangan, siswa diharapkan mampu menuangkan pikiran, ide, dan gagasan

sesuai dengan perintah atau sesuai dengan jenis karangan.

Salah satu langkah menulis karangan deskripsi adalah penulis memindahkan kesan, pengamatan, dan perasaanya kepada pembaca. Sasaran yang ingin dicapai penulis deskripsi adalah menciptakan daya khayal atau imajinasi pada pembaca, seolah-olah pembaca melihat sendiri objek secara keseluruhan seperti yang dialami secara fisik oleh penulisnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan menulis karangan deskripsi ini, siswa masih menyimpang dari arah dan tujuan, itu terlihat ketika siswa menulis ide atau gagasan yang tidak logis dan tidak sistematis, sehingga hasilnya tidak memberikan penjelasan suatu pokok pikiran kepada pembaca.

(3)

mengajarkan keterampilan menulis. Dalam lingkungan bermasyarakat banyak siswa yang pandai berbicara atau berpidato, tetapi mereka masih kurang mampu menuangkan gagasanya kedalam bentuk bahasa tulisan yang benar dan mudah dimengerti oleh pembaca. Maka untuk bisa mengarang dengan baik, seseorang harus mempunyai kemampuan untuk menulis. Kemampuan menulis dapat dicapai melalui proses belajar dan berlatih.

Dalam hal ini guru diharapkan dapat membantu kesulitan siswa dalam menulis, seperti memahami struktur kalimat, pengembangan ide kalimat, serta penulisan kalimat yang tidak gramatikal menyebabkan pesan yang dikandungnya tidak jelas sehingga guru diwajibkan mampu memilih materi pelajaran, metode atau pendekatan yang dapat membantu peserta didik mencapai keberhasilan. Terkait dengan masalah di atas maka penulis merasa penting untuk melakukan kajian terhadap siswa untuk mengetahui kemampuannya dalam menulis karangan deskripsi. Hal ini dilakukan dengan cara menganalisis Struktur dan Semiotik karangan deskripsi yang dihasilkan oleh siswa sehingga penulis dapat mengetahui bentuk kesalahan apa saja yang sering dilakukaan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu guru mengetahui kelemahan siswa dan menentukan metode yang terbaik untuk mengajarkan kemampuan menulis di sekolah.

1.2. Rumusan Masalah

Mencermati uraian sebagai mana dideskripsikan pada bagian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian dapat dirincikan sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi ?

(2) Bagaimanakah implikasi analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi terhadap keterampilan menulis di SD?

1.3 Tujuan Penelitian

(4)

(2) Mengetahui implikasi analisis struktural dan semiotik karangan deskripsi terhadap keterampilan menulis di SD.

1.4 Kontribusi Penelitian

Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan banyak manfaat atau kegunaan yang akan diperoleh. Terutama bagi siswa, guru, dan sekolah. Manfaat-manfaat yang diperoleh sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan teori pembelajaran menulis serta menambah kajian-kajian teoritis tentang menulis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah, juga bagi peneliti, di antaranya sebagai berikut.

(a) Bagi siswa.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi diri untuk mengetahui kekurangan atau kesulitan dalam menulis karangan deskripsi, serta alternatif pemecahannya.

(b) Bagi guru.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia sekaligus sebagai alternatif pemecahan masalah dalam proses pembelajaran menulis, khususnya dalam pembelajaran menulis deskripsi.

(c) Bagi sekolah.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam rangka perbaikan pembelajaran di sekolah.

(d) Bagi peneliti.

(5)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka (Penelitian Relevan)

Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang relevan dengan masalah penelitian ini, dengan tujuan untuk melengkapi sekaligus memperkuat teori-teori yang sudah dijelaskan sebelumnya. Penelitian-penelitian yang relevan tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Analisis Struktur Dan Semiotik Terhadap Hikayat Bahtiar Sebagai Alternatif Pembelajaran Sastra di SMA”(Suryana: 2005). Dalam penelitian ini Suryana mengkaji hikayat yang berjudul Bahtiar dan menggunakan pisau bedah struktural dan semiotik. Selama ini penelitian yang dilakukan banyak mengkaji tentang puisi dan cerpen sedangkan hikayat masih jarang yang melakukan penelitian. Ini disebabkan oleh bahasa dalam hikayat yang tergolong susah untuk dipahami oleh sisiwa. Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji hikayat dari segi strukturalnya sehingga memudahkan siswa dalam mengkaji hikayat tersebut. Kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah kajian yang dilakukan kurang mendalam, karena peneliti mengalami kesulitan dalam bahasa. Hikayat umumnya menggunakan bahasa melayu sebagai bahasanya dan untuk menguasai sebuah hikayat maka penelitipun harus bisa dan mampu menguasai bahasa melayu.

Kelebihan dalam penelitian ini terletak pada teori yang digunakan oleh peneliti. Untuk mengkaji sebuah karya sastra tidak lengkap tanpa menganalisis unsur instrinsiknya, jadi dalam penelitian ini sudah sangat tepat penggunaan teori struktural dan semiotik untuk mengkaji objek yang ingin diteliti. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian di atas terletak pada objek kajiannnya. Pada penelitian di atas peneliti mengkaji sebuah hikayat sedangkan pada penelitian ini mengkaji tentang karangan deskriptif.

(6)

dilakukan pada tahun 2007 ini sebenarnya merupakan sebuah kajian semiotik terhadap sebuah novel yang berjudul The Pearl. Untuk mengkaji sebuah novel sudah seharusnya dilakukan melalui tahap awal yaitu mengkaji dari segi struktural baru mengarah ke kajian semiotik. Karena tanpa mengkaji struktur sebuah novel maka peneliti akan mengalami kesulitan dalam mengkaji novel tersebut menggunakan teori yang lainnya.

Kelemahan novel ini terletak pada kajian strukturalnya yang kurang lengkap dan tajam, peneliti hanya mengupas sebagian unsur sehingga tampak kajian yang dilakukan tidak terlalu dalam. Hal ini berdampak pada tujuan utama peneliti yang ingin mengkaji novel tersebut dengan menggunakan kajian semiotik. Kelebihan dari penelitian ini adalah pendeskripsian data yang dilakukan oleh peneliti tampak sangat jelas karena menggunakan kajian semiotik yang mengkaji tentang sistem tanda. Dalam novel tersebut ditemukan banyak sistem tanda yang digunakan penulis sehingga menarik untuk dibedah.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Ana Sriastuti terletak pada objek kajiannya, objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah karangan deskripsi sedangkan dalam penelitian Ana Sriastuti mengkaji Novel. Dan fokus utama penelitian ini mengkaji tentang struktural dan semiotik karangan deskripsi sedangkan penelitian sebelumnya memfokuskan penelitian pada kajian semiotik.

(7)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah objek kajiannya, jika penelitian terdahulu banyak mengkaji tentang puisi, hikayat atau novel maka dalam penelitian ini dibahasa tentang karangan deskripsi yang dihasilkan oleh siswa SD. Diharapkan dalam penelitian ini dapat menemukan letak kekurangan dan kesulitan siswa dalam membuat karangan. Penelitian ini menggunakan teori struktural semiotik untuk mengkaji masalah.

4. “Analisis struktural-semiotik Roman la salamander Karya jean-christophe rufin”(Kurniawati, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk: mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam roman La Salamandre

yang berupa alur, penokohan, latar, dan tema dan keterkaitan antar unsur intrinsik tersebut. Dari hasil penelitiannya didapatkan lima alur campuran dengan lima tahap penceritaan. Penelitian memiliki tahapan-tahapan penelitian yang lengkap serta dalam menganalisis data peneliti secara rinci menyebutkan unsur-unsur pembangun dari roman tersebut. Namun yang menjadi kelemahannya adalah pada akhir penelitian hanya menemukan lima jenis alur sehingga kesimpulan akhir dari penelitian tersebut menjadi terlalu sempit.

Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah objek yang akan dikaji. Dalam penelitian di atas, mengkaji struktur dan semiotik roman sedangkan dalam penelitian ini akan mengkaji karangan deskriptif dengan menggunakan teori struktural dan semiotik. Teori struktural dalam roman tentunya akan berbeda dengan struktural yang terdapat pada karangan deskriptif. Kalau di dalam roman mengkaji tentang tema, alur, setting, penokohan, amanat, sudut pandang dan gaya bahasa. Namun di dalam karangan deskriptif mengkaji tentang diksi, kalimat, dan EYD sehingga hal tersebut menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

(8)

kepada sebuah teks sastra (sajak). Sedangkan dalam penelitiannya Kurniawati mengkaji novel dari segi struktural yaitu tema, alur, penokohan, setting, sudut pandang, amanat dan gaya bahasa.

Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu menanggapi teks-teks lain yang ditulis sebelumnya. Selain itu dapat dikatakan bahwa dalam menangggapi teks itu penyair mempunyai pikiran-pikiran, gagasan-gagasan dan konsep estetik sendiri yang ditentukan oleh horzon harapannya, yaitu pikiran-pikiran , konsep estetik dan pengetahuan sastra yang dimilikinya. Penelitian yang dilakukan oleh Mushaitir memiliki kelebihan pengkajian puisi berdasarkan intertekstualnya sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan ialah mengkaji karangan deskripsi dengan mengggunakan pisau bedah sturktural semiotik.

2.2 Definisi Operasional

Berikut ini akan dideskripsikan istilah-istilah atau konsep yang merupakan pedoman dari penelitian ini.

(1) Karangan Deskripsi

Karangan deskripsi ialah karangan yang berusaha memberikan perincian atau melukiskan dan mengemukakan objek yang sedang dibicarakan (seperti orang, tempat, suasana, atau hal lain) dengan tujuan pembaca seolah-olah melihat, mendengar, mencium, atau merasakan objek yang dilukiskan tersebut. Deskripsi adalah suatu bentuk tulisan yang hidup dan berpengaruh. Karangan deskripsi berhubungan dengan pengalaman pancaindera seperti penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasaan.

Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri obyek itu. Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi.

(9)

atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang. Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat obyek secara bulat.

Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuah rumah, diharapkan menyajikan banyak penampilan individual dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang dapat dianalisis seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam-macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari objeknya. Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak tulisan deskripsi diklasifikasikan sebagai tulisan kreatif.

Tujuan menulis deskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskipsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik molek, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya.

Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca.

(10)

Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis pengarang.

(2) Pengertian Struktural

Menurut Pradopo (2005: 118), karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hala-hal atau benda-benda yang terdiri sendiri-sendiri melainkan hala-hal-hala-hal itu saling terikat, saling terikat dan saling bergantungan. Dalam pengertian struktur ini (Pradopo, 2005: 118), terlihat adanya rangkaian kesatuan yang meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation).

Sedangkan strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan atau deskripsi struktur-struktur. Menurut fikiran strukturalisme, dunia (karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda-benda. Oleh karena itu, kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu. Dalam pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa struktural adalah unsur-unsur dan fungsi dalam struktur dan penguraian bahwa tiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.

(3) Pengertian Semiotik

(11)

Teori semiotik memperhatikan segala faktor yang ikut memainkan peranan dalam komunikasi, seperti faktor pengirim tanda, penerimaan tanda, dan struktur tanda itu sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui karya sastra itu merupakan struktur bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna. Dalam usaha menangkap, memberi, dan memahami makna yang terkandung didalam karya sastra, pembacalah yang sangat berperan. Karya sastra tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya. Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa teori semiotik adalah teori yang membahas tentang makna sistem tanda dalam suatu karya sastra. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk mengkaji sistem tanda yang terdapat dalam karangan atau tulisan yang lain.

(4) Pengertian Menulis

Menulis adalah suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ujudnya adalah berupa tulisan yang terdiri dari rangkaian huruf yang bermakna dengan segala kelengkapannya, seperti ejaan, dan tanda baca. Menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan di-sepakati bersama oleh penulis dan pembaca (Akhadiyah,1997:1.3).

Menurut Takala (dalam Ahmadi, 1990: 24), membuat ringkasan menulis seperti berikut ini. Menulis adalah suatu proses menyusun, mencacat, dan meng-komunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanpa konvensional yang dapat dilihat atau dibaca. Lebih lanjut, JN Hook (dalam Ahmadi,1989:325) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu medium yang penting bagi ekspresi diri, untuk ekspresi bahasa, dan untuk menemukan makna. Lebih luas, Murray (dalam Ahmadi,1989:3) mengemukakan bahwa menulis adalah proses berpikir yang berkesinambungan, mencobakan, dan mengulas kembali.

(12)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian menulis dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan proses berpikir yang mempunyai sejumlah esensi yaitu mengingat, menghubungkan, memprediksi, mengorganisasikan, membayangkan, memonitor, mereview, mengevaluasi dan menerapkan. Sehingga dengan proses berpikir tersebut akan terwujud suatu tulisan yang berkualitas.

(5) Hakikat Pembelajaran Keterampilan Menulis

Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai fungsi yang sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa rasional dan bahasa negara. Ada lima fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu sebagai sarana (1) pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (4) penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) pengembangan penalaran (Depdikbud, 2003:76). Hakikat pembelajaran keterampilan berbahasa memang berorientasi pada pelatihan penggunaan bahasa dan pada siswa sebagai subyek belajar. Tujuan primer pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia adalah peningkatan kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa Indonesia untuk berbagai tujuan, keperluan dan keadaan (Budinuryanto dkk, 1998:141). Hal tersebut sesuai dengan salah satu rambu pembelajaran bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal itu dikemukakan di dalam kurikulum (Depdikbud, 1993b:21).

(13)

Dalam kegiatan menulis, siswa perlu disadarkan bahwa ada berbagai kemungkinan cara penataan atau penyusunan kata. Oleh karena itu, penting sekali siswa mendapat kesempatan saling membaca hasil tulisan sesama teman. Dalam kegiatan menulis termasuk kegiatan menemukan kesalahan dalam menulis (dalam berbagai bidang: ejaan, tanda baca, kelengkapan dan kejelasan kalimat, pemilihan kata) dan cara memperbaikinya. Kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan menulis adalah kegiatan banyak membaca.

Semi (1990:8) berpendapat penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Kemampuan membaca dan menyimak memberi tiga ke-untungan bagi kemampuan menulis, yaitu (1) dapat memperoleh ide, memperkaya ide dari berbagai sumber informasi, (2) dapat mengetahui selera pembaca ; (3) dapat belajar menulis dengan jalan pintas. Orang tidak mungkin menjadi penulis yang baik bila sebelumnya tidak memiliki kemampuan membaca dan menyimak yang baik. Se-lain itu, kegiatan menulis sama sekali tidak dipisahkan dengan kegiatan membaca dan menyimak (Semi, 1990:8-9).

Kegiatan menulis dapat dipadukan dengan kegiatan membaca, misalnya melanjutkan isi teks yang belum selesai, merangkai sejumlah kalimat yang belum tertata secara urut dan runtut sehingga menjadi paragraf yang baik atau menata kembali urutan paragraf. Proses menulis terdiri dari tiga tahap yaitu tahap prapenulisan, penulisan, dan revisi. Ketiga tahap tersebut menunjukkan kegiatan utama yang berbeda. Akan tetapi, dalam praktiknya, ketiga tahap penulisan itu tidak dapat dipisahkan secara jelas, dan sering bertumpang tindih.

(14)

atau ejaan bahasa Indonesia, dan (4) pembelajaran menulis berlangsung secara berjenjang bermula dari menyalin sampai dengan menulis ilmiah.

(6) Tahap-Tahap Menulis Deskripsi

Keterampilan menulis sebagai suatu proses pada dasarnya dapat melalui beberapa tahapan, yaitu merencanakan, menulis konsep, dan memperbaiki konsep. Merencanakan tulisan mencakup penentuan topik yang akan dibahas, penentuan tujuan tulisan, membuat garis-garis besar yang akan ditulis, dan pengumpulan data. Penulisan konsep mencakup masalah pengembangan topik menjadi paragraf yang baik kemudian melakukan perbaikan konsep yang salah (Cahyani, 2002:129). Pendapat lain dikemukakan oleh Resmini (2002) bahwa menulis dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu prewriting, drafting, revising, editing,

dan publishing.

(a) prewriting

Pada tahap prewriting, siswa berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis, memilih tema, dan menentukan topik tulisan melalui kegiatan penjajagan ide atau dapat juga melalui observasi dan membaca buku.

(b) drafting

Pada tahap drafting, dilakukan pemberian chart sebagai media untuk memudahkan siswa menuangkan idenya secara tidak ragu-ragu karena pada tahap selanjutnya teks akan disusun, diperbaiki, diubah, dan disusun ulang.

(c) revising

Pada tahap revising siswa melihat kembali tulisannya untuk selanjutnya menambah, mengganti, atau menghilangkan sebagian ide berkaitan dengan penggarapan struktur cerita yang telah disusunnya.

(d) editing

Tahap editing merupakan tahap penyempurnaan tulisan cerita yang dilakukan sebelum publikasi. Pada tahap ini siswa menyusun kembali tulisan yang telah dibuatnya melalui pengerjaan chart sehingga menjadi sebuah karangan yang utuh. Pada saat yang sama siswa juga melakukan perbaikan yang berkaitan dengan ejaan.

(15)

Pada tahap publishing, siswa mempublikasikan hasil tulisannya melalui kegiatan berbagi hasil tulisan (sharing). Kegiatan ini dapat dilakukan di antaranya melalui kegiatan penugasan siswa untuk membacakan hasil karangan di depan kelas.

(7) Model pembelajaran menulis deskripsi

Dengan memperhatikan tahap-tahap menulis, maka dapat disusun salah satu contoh model menulis deskripsi bagi siswa Sekolah Dasar sebagai berikut.

1. Tujuan Pembelajaran

Siswa dapat mendeskripsikan benda-benda secara tertulis. 2. Media Pembelajaran

Lingkungan di sekitar kelas. 3. Pengaturan Ruang Kelas

Tempat duduk diatur berkelompok dengan anggota maksimal 5 orang. 4. Metode/Langkah-Langkah Pembelajaran

a. Siswa memilih tema yang akan ditulis. b. Siswa membuat draf awal.

c. Guru membimbing siswa untuk merevisi draf awal.

d. Guru membimbing siswa berdiskusi berkaitan dengan revisi draf awal.

e. Guru membimbing siswa untuk mempublikasikan tulisan yang telah ditulisnya melalui kegiatan sharing.

5. Prosedur

a. Siswa secara berkelompok diminta mengamati benda-benda yang berada di dalam atau di luar kelas.

b. Siswa diminta membayangkan kalau menjadi benda yang diamatinya. c. Siswa diminta menuliskan karakteristik benda tersebut.

d. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di dalam kelas.

e. Siswa yang lain memberikan penilaian kepada siswa yang tampil. 2.3 Kerangka Teori

2.3.1 Teori Struktural-Semiotik

(16)

merupakan perkembangan strukturalisme. Melalui puisi, seseorang ingin mencurahkan segala isi hatinya. Isi hati tersebut tidak hanya berupa perasaan, tetapi juga pikiran, sikap, dan harapan penulis terhadap objek yang sedang dihayatinya.

Dalam struktur itu unsur-unsur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya tetapi maknanya ditentukan oleh saling hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhan atau totalitasnya.

Makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Antara unsur karya sastra itu ada koherensi atau pertautan erat. Unsur-unsur itu tidak otonom, tetapi merupakan bagian dari situasi yang rumit, dan hubungannya dengan bagian lain unsur-unsur itu mendapatkan maknanya. Akan tetapi, analisis berdasarkan teori strukturalisme murni, yaitu hanya menekankan otonom karya sastra, mempunyai keberatan juga. Strukturalisme murni mempunyai kelemahan sebagai berikut:

1. melepaskan karya sastra dari kerangka sejarah sastra, 2. mengasingkan karya sastra dari rangka sosial budayanya.

Hal ini disebabkan analisis struktural itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, tidak memerlukan pertolongan dari luar struktur. Padahal karya sastra itu tidak terlepas dari situasi kesejarahannya dan kerangka sosial. Disamping itu peranan pembaca dalam pemberi makna dalam interpretasi karya sastra tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, menganalisis karya sastra, selain berdasarkan strukturalisme diperlukan juga analisis berdasarkan teori lain yang sesuai dengan teori ini yaitu teori semiotik. Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda yaitu semiotik. Karya sastra merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Karena sastra (karya sastra) merupakan sistem tanda yang lebih tinggi (atas) kedudukannya dari bahasa, maka disebut sistem semiotik tingkat kedua.

(17)

Saussure bahwa bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Nurgiyantara, 2002: 39). Bahasa tak lain adalah media dalam karya sastra. Karena itu karya sastra merupakan sebuah struktur ketandaan yang bermakna (Kaswadi, 2006: 123). Tidak terkecuali pada teks sastra yang berbentuk puisi, maka untuk pemahaman makna pada puisi menggunakan kajian struktural yang tidak dapat dipisahkan dengan kajian semiotik yang mengkaji tanda-tanda. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (1987: 108) yang mengemukakan bahwa analisis struktural tidak dapat dipisahkan dengan analisis semiotik. Karena semiotik dan strukturalisme adalah prosedur formalisasi dan klasifikasi bersama-sama. Keduanya memahami keseluruhan kultur sebagai sistem komunikasi dan sistem tanda dan berupaya ke arah penyingkapan aturan-aturan yang mengikat. Analisis tanda sebagai hasil proses-proses sosial menuju kepada sebuah pembongkaran struktur-struktur dalam yang mengemudikan setiap komunikasi (Stiegler, 2001). Hal ini menandakan bahwa sistem tanda dan konvensinya merupakan jalan dalam pembongkaran makna, tanpa memperhatikan sistem tanda maka struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara keseluruhan.

(18)

kajian semiotik. Karena kajian semiotik juga tidak dapat sepenuhnya lepas dari struktur maka kajian ini akhirnya disebut dengan kajian struktural semiotik.

Semiotik sendiri berasal dari kata Yunani “semeion”, yang berarti tanda. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistam tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (van Zoest, 1993: 1). Lebih lanjut Preminger (Pradopo, 2003: 19) semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2002: 40).

Dengan studi interdisipliner ini, teori strukturalisme dapat menggunakan pendekatan ekstrinsik karena mengaitkan dengan teori feminisme. Hal ini sejalan dengan pernyataan Darma (2004: 85) strukturalisme dapat menggunakan pendekatan ekstrinsik, jika strukturalisme digunakan sebagai studi interdisipliner. Mengaitkan antara sastra dengan antropologi, sosiologi, sejarah, psikologi, maupun bidang kajian sastra yang lainnya. Sedangkan feminisme adalah bagian dari pendekatan sosiologi sastra.

Konsep semiotik yang disampaikan oleh Saussure adalah bahasa merupakan sistem tanda yang mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna. Bahasa sebagai sistem tanda tersebut mewakili dua unsur (diadik) yang tak terpisahkan: signifier dan signified, signifiant dan signifie, atau penanda dan petanda.

Wujud penanda dapat berupa bunyi-bunyi ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda adalah unsur konseptual, gagasan, atau makna yang terkandung dalam penanda tersebut (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2002: 43).

Penanda dan petanda merupakan konsep Saussure yang terpenting, sedangkan konsep Saussure yang lain adalah:

a. Parole dan Langue

(19)

(langue, language). Parole bersifat konkret yang kemudian membentuk sistem bahasa yang bersifat abstrak yaitu langue.

b. Paradigmatik dan Sintagmatik

Hubungan sintagmatik bersifat linier, sedangkan hubungan paradigmatik merupakan hubungan makna dan perlambangan, hubungan asosiatif, pertautan makna, antara unsur yang hadir dengan yang tidak hadir. Menurut Nurgiyantoro (2002: 47) kajian paradigmatik berupa konotasi, asosiasi-asosiasi yang muncul dalam pikiran pembaca, dikaitkan dengan teori fungsi puitik. Jadi, kata-kata yang mengandung unsur kesinoniman (hubungan paradigmatik) maupun kesejajaran sintaksis hubungan linier, hubungan sintagmatik bentuk yang dipilih dalam puisi tersebut adalah bentuk yang paling tepat.

Pilihan bahasa yang berunsur puitik yang berupa kata-kata (paradigmatik), biasanya berkaitan dengan ketepatan unsur-unsur bunyi (asosiasi), aliterasi, asonansi, rima, ketepatan bentuk dan juga makna (Nurgiyantoro, 2002: 49).

c. Diakroni dan Sinkroni

Diakronis mengkaji bahasa dalam perkembangan sejarah, dari waktu ke waktu, studi tentang evolusi bahasa, studi mengenai elemen-elemen individual pada waktu yang berbeda. Adapun sinkroni mengkaji bahasa pada masa tertentu, hubungan elemen-elemen bahasa yang saling berdampingan.

Kajian semiotik menggunakan dua model pembacaan sebagai berikut. 1.Pembacaan Heuristik

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Yang dilakukan dalam pembacaan ini antara lain menerjemahkan atau memperjelas arti kata-kata dan sinonim-sinonim.

(20)

2. Pembacaan Hermeneutik

Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan yang dilakukan secara berulang-ulang (retroaktif) atau berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua (konvensi sastra). Hal itu dilakukan untuk memperoleh daya interpretasi yang baik dalam mengungkapkan bahasa puisi yang lebih luas menurut maksudnya. Pembacaan hermeneutik ini berkaitan dengan konvensi sastra yang memberikan makna itu di antaranya konvensi ketaklangsungan ekspresi puisi (Riffaterre dalam Jabrohim, 2003: 97). Ketaklangsungan ekspresi puisi mencakup tiga hal (Endraswara, 2003: 66).

a. Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti ialah adanya pemakaian bahasa kias, seperti metafora, personifikasi, alegori, metonimia, dan sebagainya. Misal: “bumi ini perempuan jalang” (Dewa Telah Mati karya Chairil Anwar) berupa metafora ini membandingkan antara bumi dengan perempuan jalang (liar), berarti penyair ingin menyampaikan betapa “kejamnya” bumi ini.

b. Penyimpangan arti (distorting of meaning)

Penyimpangan arti muncul karena tiga hal, yaitu: Ambiguitas, kontradiksi, nonsence. Berikut merupakan penjelasannya masing-masing.

1) Ambiguitas, muncul disebabkan oleh pemakaian bahasa sastra yang multimakna. Misal: “mengembara di negeri asing” (Doa karya Chairil Anwar) jelas melukiskan ambigu makna, yakni suasana bingung, tidak jelas, kabur, dan sunyi.

2) Kontradiksi, berupa perlawanan situasi. Misal: “serasa hidup dan mati, hidup di dunia seperti di neraka jahanam”

3) Nonsence, kata-kata yang secara lingual tidak bermakna karena adanya permainan bunyi. Misal: “pot pot pot” (Amuk karya Sutardji Calzoum Bachri) c. Penciptaan arti (creating of meaning)

(21)

Hal ini mengisyaratkan bahwa Sistem tanda pada puisi mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi sastra. Konvensi-konvensi puisi tersebut antara lain: konvensi kebahasaan (bahasa kiasan, sarana retorika, dan gaya bahasa), konvensi yang menunjukkan ketaklangsungan ekspresi puisi (penyimpangan arti, penggantian arti, dan penciptaan arti), konvensi visual (bait, baris sajak, enjambemen, rima, tipografi, dan homologue (Jabrohim, 2003: 70).

2.3.2 Diksi dan Bahasa Kiasan 2.3.2.1 Diksi

Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat, dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Diksi dalam puisi dapat menggunakan makna denotatif maupun makna konotatif.

Diksi dan pola kalimat merupakan unsur-unsur struktur sintaktik. Penyair harus cermat dalam memilih kata. Kata-kata dipilih dengan mempertimbangkan makna, komposisi bunyi rima dan iramanya, serta kedudukan katanya di tengah kata lain dan keseluruhan tulisan. Tiap kata jadi memiliki makna. Tiap kata menjadi konkrit dan khusus, atau abstrak dan umum (Luxemburg dkk., 1989: 192). Diksi puitis, menurut Waluyo dalam Kurnia (2000) mengalami penyimpangan bahasa yaitu dengan ciri-ciri berikut.

1) Penyimpangan semantis

Makna puitis berjumlah banyak, tidak hanya mewakili satu makna, tidak selalu sama dengan makna kata sehari-hari, serta tidak dikonotasikan sama oleh para penyair. Kata sungai akan berarti bencana bagi penyair dari daerah banjir. Tapi jadi bermakna rejeki bagi penyair yang hidup di wilayah penangkap ikan dan penambang sungai.

(22)

sekaligus suasana New York yang pada musim dingin yang hanya menampakkan taman kota yang “hitam”, menjadi tempat berseluncur es, dalam keriuhan angin memainkan “daun mapel”, menimbulkan musik seperti “orkes”: penggambaran seorang penyair yang bertemu dengan suasana puitik dari pranata sosial megapolis New York, di malam hari.

2) Register

Register adalah ragam bahasa, dari sebuah kelompok atau sebuah kelas sosial. Dialek register disebut juga dialek profesi. Dialek Register sering tidak dikenali lagi walau kerap diambil (berasal) dari kosa kata daerah. Kata lembu peteng, misalnya: yang sering diucapkan aristokrat Jawa, ketika menunjuk anak hasil hubungan gelap. Contoh lain, ialah:kumpul kebo, procotan, Paman Doblang, simbok, den mas, sungkem, bihten.

3) Kata-kata sugestif (memiliki daya sugesti)

Daya sugesti dipertimbangkan penyair ketika memilih kata. Kekuatan sugesti ditimbulkan oleh makna. Pilihan dan penempatannya seolah memancarkan daya gaib hingga menyugesti pembaca untuk ikut sedih, terharu, bersemangat, atau marah.

4) Kata imajis (menyiratkan imaji)

Kata imajis ialah susunan kata yang mencitrakan pengalaman sensoris seperti melihat, mendengar dan meraba. Pembaca seolah melihat benda (imaji visual), seolah mendengar suara (imaji auditif), atau seolah dapat merasa, meraba, dan menyentuhnya (imaji taktil) setelah penyair mencoba mengkonkritkan obyeknya menjadi mirip musik, gambar, atau citarasa tertentu.

(23)

Kata konkret untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkrit. Kata-kata jadi mengias ke realitas. Seperti pengimajian, pengonkritan menggunakan kiasan dan lambang yang membuat pembaca seolah melihat, mendengar, atau Chairil Anwar mengungkapkan pertemuannya ke jalan Tuhan, dengan kata-kata: “Tuhanku/ di pintuMu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling” (Doa, 1943). Sutardji Calzoum Bachri mengungkapkan kegelisahan mencari Tuhan, dengan: “semua orang membawa kapak/ semua orang bergerak pergi/” (Kapak, 1 Goenawan Mohamad, dalam Don Lopez de Cardenas di Grand Canyon, Amerika (1998) menulis: Di pagi hari / di tahun 1540 itu / Don Lopez de Cardenas tiba / dari dataran tinggi / yang membosankan. // Ia hentikan kudanya / di dekat / sebatang panderosa tua / yang tumbang, // dan ketika ia / lepaskan kaki / sebentar / dari sanggurdi, / untuk membetulkan taji pada lars sepatunya, / ada seorang Navajo / yang datang, / setengah telanjang, / berlari-lari, / menunjukkan arah / ke sebuah ngarai / yang kemudian/ disaksikannya sendiri / dengan kaki gemetar.” //

2.3.2.2 Bahasa Kiasan

Bahasa kiasan adalah pemberian makna lain dari suatu ungkapan, atau memisalkan sesuatu untuk menyatakan sesuatu yang lain. Bahasa kiasan dibedakan menjadi beberapa macam, seperti : metafora, personifikasi, metonimia, hiperbola, simile dan alegori.

1) metafora

Metafora membandingkan antara objek yang memiliki titik-titik kesamaan, seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya.

2) personifikasi

(24)

Metonimia berupa penggunaan sebuah atribut/objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. 4) hiperbola

Hiperbola adalah suatru perbandingan atau perlambangan yang dilebih-lebihkan atau dibesar-besarkan.

5) simile

Simile merupakan bahasa kiasan yang bersifat eksplisit, yakni secara langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain.

6) alegori

Alegori yaitu pemakaian beberapa kiasan secara beruntun. Semua sifat yang ada pada benda itu dikiaskan (Semi, 1986: 51), dan sebagainya.

2.3.3 Metode Struktural-Semiotik

Sesuai dengan teori struktural-semiotik, kajian sastra khususnya puisi memerlukan metode analisis dengan pemaknaan sebagai berikut.

1. Sajak dianalisis ke dalam unsur –unsurnya dengan memperhatikan saling hubungan antar unsur-unsur dengan keseluruhan.

2. Tiap unsur sajak itu dan keseluruhannya diberi makna sesuai dengan konvensi sastra.

3. Setelah sajak dianalisis ke dalam unsur-unsurnya dilakukan pemaknaannya, sajak dikembalikan kepada makna totalitasnya dalam kerangka semiotik. 4. Untuk pemaknaan itu diperlukan pembacaan heuristik dan pembacaan

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sifat Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif Kuantitatif yang merupakan gabungan dari penelitian kuantitatif dengan kualitatif yang menekankan pada analisis data karangan deskriptif. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah atau refleksi awal terhadap rendahnya kompetensi siswa kelas V SDN 08 Kota Mataram dalam mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya menulis karangan deskripsi. Dalam refleksi awal ditemukan penyebab rendahnya kompetensi menulis karangan narasi kelas V SDN 08 Kota Mataram dalam mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu penggunaan teknik mencatat linier pada pembelajaran menulis materi menulis karangan yang tidak mampu membuat siswa menuangkan dengan bebas ide atau gagasan untuk menulis karangan yang kreatif dan berkualitas. Akibatnya, dalam pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, terasa monoton dan membosankan bagi para siswa. Oleh karena itu, diperlukan teknik khusus untuk mengorganisasi ide sendiri dan ide orang atau sumber lain yang diduga mampu meningkatkan kompetensi menulis karangan deskripsi siswa khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan juga dapat diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari.

Berdasarkan rumusan tujuan, dilakukan kajian teori sehingga teknik yang ditawarkan sebagai solusi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Teori yang digunakan adalah teori yang berkaitan dengan keterampilan menulis, hakikat menulis, hakikat menulis karangan deskripsi, dan analisis struktural semiotik karangan deskripsi. Beradasarkan hasil kajian teori yaitu analisis struktural semoitik diharapkan dapat meningkatkan kompetensi menulis karangan deskripsi siswa SD, karena dengan mengetahui letak kesalahan yang dilakukan siswa pada saat menulis karangan deskripsi maka diharapkan guru dapat menentukan teknik/metode mengajar yang baik sehingga mampu meningkatkan kemampuan siswa.

(26)

Data tersebut dibandingkan dengan indikator kemampuan menulis karangan deskripsi, sehingga dapat diketahui kesalahan-kesalahan penulisan yang dilakukan siswa pada saat membuat karangan deskripsi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan di SDN 08 Kota Mataram yang terletak di Kecamatan Selaparang Kota Mataram. penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Arikunto, 1991:102). Sedangkan Komaruddin menyatakan bahwa “populasi adalah sekumpulan kasus yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus-kasus tersebut dapat berupa orang, barang, binatang, hal, atau peristiwa” (1987:203) Di dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas V SD Negeri 08 Kota Mataram.

3.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 25 karangan deskripsi siswa kelas V SDN 08 Kota mataram. Teknik penetapan sample ini didasarkan atas pendapat Arikunto (1998:120) Sedangkan teknik pengambilan sampling adalah dengan purposive sampling, sehingga sampel diambil sebagian dari populasi yang ada karena disesuaikan dengan kebutuhan, tujuan dan jenis penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan 2 metode pengumpulan data yaitu metode Observasi dan metode dokumentasi.

3.4.1 Metode Observasi (Partisispasi)

(27)

1. Dengan penelitian di lapangan maka peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi.

2. Dengan pengamatan maka akan diperoleh pengalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak terpengaruh oleh konsep atau pandangan penelitian sebelumnya.

3. Dengan pengamatan, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu. 4. Dengan pengamatan, peneliti dapat melakukan hal-hal yang sedianya tidak

akan terungkap oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena akan merugikan nama lembaga.

5. Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan data yang kaya tetapi juga memperoleh kesan pribadi dan merasakan situasi di tempat penelitian.

3.4.2 Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penulis mengumpulkan hasil karya siswa berupa karangan deskripsi selain itu penulis juga mendokumentasikan setiap aktifitas dalam mengumpulkan data sehingga mendukung kevalidan data.

3.5 Teknik penganalisisan Data

Analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional sesuai dengan tujuan penelitian, serta menyajikan data hasil penelitian itu dengan menggunakan tabel sebagai alat bantu untuk memudahkan dalam menginterpretasikan. Kemudian data hasil penelitian diinterpretasikan dalam bentuk uraian dan dilakukan penyimpulan.

Menurut Miles & Huberman, analisis data dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan.

(28)

b. Paparan data ( Display Data) adalah proses penampilan atau penyajian data secara lebih sederhana dalam bentuk tabel untuk diinterpretasikan dalam bentuk uraian.

c. Penyimpulan (Verfikasi) adalah proses pengambilan intisari dari keseluruhan paparan atau penyajian data yang telah dideskripsikan untuk diformulakan dalam bentuk kalimat yang singkat dan padat sebagai jawaban terhadap tujuan penelitian.

Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Membaca dan menskor setiap lembar karangan deskripsi yang ditulis siswa per indikator (tema, struktur deskripsi, tata bahasa, diksi, dan ejaan).

2. Menjumlah skor karangan secara utuh.

3. Menentukan tingkat kemampuan siswa berdasarkan pada tolok ukur yang digunakan

4. Melakukan interpretasi data dalam bentuk uraian

5.Mengambil intisari dari interpretasi atau penyajian data yang telah dideskripsikan.

3.6 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian ini, penulis mengacu pada rancangan penelitian sebagai berikut.

1. Observasi ( Partisipasi dan Non Partisipasi)

Observasi atau yang disebut juga dengan pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera (Arikunto, 2002:133). Pada tahap ini dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap semua hal yang terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Observasi dilakukan mulai awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan

(29)

keindahan alam sebagai objek yang akan ditulis menjadi karangan deskripsi. Peneliti membimbing siswa untuk melaksanakan pengamatan terhadap gambar sebagai langkah awal dalam menulis karangan deskripsi. Gambar berfungsi sebagai objek yang akan dideskripsikan sehingga hasil karangan siswa nantinya menjadi lebih fokus dan terarah.

3. Pengumpulan Data

Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karangan deskripsi yang dihasilkan oleh siswa SDN 08 Kota Mataram. Pada tahap sebelumnya peneliti menugaskan kepada siswa untuk membuat karangan deskripsi dengan objek media gambar berupa keindahan alam. Hasil karangan siswa di kumpulkan untuk dianalisis dengan menggunakan teori struktural dan semiotik

4. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan teori Struktural dan semiotik. Pada teori struktural peneliti menganalisis karangan deskripsi yang ditulis oleh siswa kelas V SDN 08 mataram dengan fokus kajiannya yaitu tema, diksi, struktur karangan deskripsi, ejaan dan tata bahasa yang baik. sedangkan pada teori semiotik dikaji ambiguitas kata atau kalimat dan gaya bahasa (majas) yang digunakan.

Penelitian ini fokus kajiannya adalah karangan deskripsi yang dihasilkan siswa dengan menggunakan teori struktural dan semiotik. Teori struktural lebih menekankan pada tema, diksi ejaan dan tata bahasa yang baik. Hal ini sejalan dengan SK-KD yang terdapat di Sekolah Dasar yaitu mengembangkan keterampilan menulis dengan memperhatikan penggunaan pilihan kata (diksi) dan penggunaan ejaan.

(30)

pada penguasaan ejaan yang baku. Demikian pula halnya jika terdapat kesalahan pada unsur-unsur lain.

Skema dari rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 1: Rancangan Penelitian

Observasi

Pengumpulan data

Analisis Data Struktural

(Tema, diksi, Struktur, ejaan dan tata

bahasa)

Semiotik

(ambiguitas dan majas)

Hubungan hasil analisis

dengan keterampilan

menulis karangan

Simpulan Penjabaran

( Deskripsi hasil analisis

(31)

3.7 Indikator Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Siswa

Indikator kemampuan siswa dalam keterampilan menulis akan dijabarkan sebagai berikut.

3.7.1 Tabel Indikator Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Siswa N tidak sesuai dengan tema yang telah ditentukan dan tidak sesuai dengan kerangka karangan yang dibuat.

25-32 Karangan ditulis berdasarkan hasil pengamatansiswa terhadap pemandangan alam dengan menunjukkan adanya unsur tetapi kurang satu.

(32)

3 Tata dengan kalimat yang efektif dan ada kepaduan antar paragraf dalam karangan.

Karangan ditulis dengan kalimat-kalimat yang kurang efektif namun ada kepaduan antar

21-25 Kata-kata yang digunakan dalam karangansesuai dengan konteks cerita dan tidak terdapat kesalahan pemilihan dan penggunaan kata.

9-10 Deskripsi yang dikemukakan jelas, terdapat 0-4kesalahan penulisan huruf, kata, dan pemakaian tanda baca.

7-8

Deskripsi yang dikemukakan jelas, terdapat 5-9 kesalahan penulisan huruf, kata, dan pemakaian tanda baca.

(33)

pemakaian tanda baca.

3-4

Deskripsi yang dikemukakan jelas, terdapat 15-20 kesalahan penulisan huruf, kata, dan pemakaian tanda baca.

0-2

(34)

3.8 Jadual Kegiatan

No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus

1 2 3 4 1 1 2 3 4 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 MengajukanJudul √ √ √

2

Membuat Proposal

Penelitian √ √ √ √ √

3 Seminar Perbaikan √ √

4 PelaksanaanPenelitian √ √ √ √ √ √

5 Pengolahan Data √ √ √ √

6 PenyusunanLaporan √ √ √ √

Gambar

Gambar 1: Rancangan Penelitian

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

PERBANDINGAN PENGARUH OLAHRAGA PERMAINAN BOLA BESAR DENGAN PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP KERJASAMA SISWA SMP NEGERI 1 CIMAHI.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Sahabat MQ/ Pengembalian data uji publik pemegang KMS/ dari 45 kelurahan di Yogyakarta/ yang seharusnya selesai hari ini/ ternyata mundur// Hingga saat ini/ baru sekitar 20

In water-sufficient leaf tissue, pinitol was the major soluble carbohydrate present, with a significantly higher content ( p= 0.027) in terms of relative abundance in the

Faktor karakteristik balita dan perilaku keluarga terhadap kejadian ISPA

Mary Midgley is a moral philosopher and the author of many books including Wickedness, Evolution as a Religion, Beast and Man and Science and Poetry. All are published in

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja secara bersama-sama tidak berpengaruh dan tidak

Yksi SVL-kuljetusten ja joukkoliikenteen integroinnin tärkeistä edellytyksistä on toimi- joiden välinen yhteistyö. Tärkeää on etenkin yhteistyö kuljetusten suunnittelijoiden ja

[r]